BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

38
4 ANALISIS SITUASI AGROINDUSTRI GAMBIR DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA, SUMATERA BARAT Dalam bab ini disajikan gambaran agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat yang meliputi teknologi proses yang digunakan, gambaran mutu produk gambir masyarakat, rantai pasok dan pemasaran gambir. Selanjutnya, dilakukan evaluasi permasalahan dalam agroindustri gambir masyarakat. Pada bagian akhir bab ini dikemukakan pemetaan kondisi bisnis gambir Indonesia secara umum dan beberapa negara utama dalam bisnis gambir dunia dengan Analisis SWOT serta audit teknologi terhadap agroindustri gambir masyarakat. 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Lima Puluh Kota Kabupaten Lima Puluh Kota terletak di antara 0 o 25’28.71”LU sampai 0 o 22’14.52”LS dan 100 o 15’44.10”BT sampai 100 o 50’47.80”BT dengan daratan seluas 3354.30 km 2 (7.94 persen dari daratan Provinsi Sumatera Barat yang luasnya 42,229.64 km 2 ). Posisinya yang berada di Pegunungan Bukit Barisan menyebabkan Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari daerah-daerah dengan berbagai ketinggian dan topografi bervariasi antara datar, bergelombang, berbukit-bukit. Selain itu, di Kabupaten Lima puluh Kota terdapat tiga gunung berapi yang tidak aktif yaitu Gunung Sago (2261 m), Gunung Bungsu (1253 m) dan Gunung Sanggul (1495 m). Wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki ketinggian antara 110 hingga 791 meter di atas permukaan laut. Luas daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota menurut ketinggiannya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Menurut Ketinggian dari Permukaan Laut Ketinggian (meter) Luas (Ha) Persentase (%) 100-1000 256,030.40 76.33 1000-1500 58,740.05 17.51 1500-2000 15,141.90 4.51 2000-2500 5,517.65 1.64 Total 335,430.00 100.00 Sumber: BPN Kabupaten Lima Puluh Kota di dalam BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2008)

Transcript of BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

Page 1: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

4 ANALISIS SITUASI AGROINDUSTRI GAMBIR DI

KABUPATEN LIMA PULUH KOTA, SUMATERA BARAT

Dalam bab ini disajikan gambaran agroindustri gambir di Kabupaten Lima

Puluh Kota, Sumatera Barat yang meliputi teknologi proses yang digunakan,

gambaran mutu produk gambir masyarakat, rantai pasok dan pemasaran gambir.

Selanjutnya, dilakukan evaluasi permasalahan dalam agroindustri gambir

masyarakat. Pada bagian akhir bab ini dikemukakan pemetaan kondisi bisnis

gambir Indonesia secara umum dan beberapa negara utama dalam bisnis gambir

dunia dengan Analisis SWOT serta audit teknologi terhadap agroindustri gambir

masyarakat.

4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Lima Puluh Kota

Kabupaten Lima Puluh Kota terletak di antara 0o25’28.71”LU sampai

0o22’14.52”LS dan 100

o15’44.10”BT sampai 100

o50’47.80”BT dengan daratan

seluas 3354.30 km2 (7.94 persen dari daratan Provinsi Sumatera Barat yang

luasnya 42,229.64 km2). Posisinya yang berada di Pegunungan Bukit Barisan

menyebabkan Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari daerah-daerah dengan

berbagai ketinggian dan topografi bervariasi antara datar, bergelombang,

berbukit-bukit. Selain itu, di Kabupaten Lima puluh Kota terdapat tiga gunung

berapi yang tidak aktif yaitu Gunung Sago (2261 m), Gunung Bungsu (1253 m)

dan Gunung Sanggul (1495 m). Wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki

ketinggian antara 110 hingga 791 meter di atas permukaan laut. Luas daerah di

Kabupaten Lima Puluh Kota menurut ketinggiannya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota

Menurut Ketinggian dari Permukaan Laut

Ketinggian

(meter) Luas (Ha)

Persentase

(%)

100-1000 256,030.40 76.33

1000-1500 58,740.05 17.51

1500-2000 15,141.90 4.51

2000-2500 5,517.65 1.64

Total 335,430.00 100.00

Sumber: BPN Kabupaten Lima Puluh Kota di

dalam BPS Kabupaten Lima Puluh Kota

(2008)

Page 2: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

48

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa seluas 76.33 persen daerah Kabupaten

Lima Puluh Kota berada pada ketinggian antara 100-1000 meter di atas

permukaan laut. Daerah dengan kisaran ketinggian tersebut sesuai untuk

tanaman gambir. Selain itu, posisinya di Pegunungan Bukit Barisan

menyebabkan daerah-daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki kelerengan

berbeda-beda mulai dari daerah yang relatif datar hingga daerah yang curam

dengan kelerengan yang lebih dari 40%. Daerah yang sebaiknya digunakan untuk

budidaya tanaman gambir adalah daerah yang memiliki kelerengan kurang dari

15% yakni seluas 136,161.40 hektar atau sebesar 40.59% dari keseluruhan daerah

di Kabupaten Lima Puluh Kota (Tabel 7).

Tabel 7. Luas Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota

Menurut Kelerengannya

Kelerengan

(%) Luas (Ha)

Persentase

(%)

0 – 2 57,092.05 17.02

2 – 15 79,069.35 23.57

15 – 40 83,658.56 24.94

> 40 115,610.04 34.47

Total 335,430.00 100.00 Sumber: BPN Kabupaten Lima Puluh Kota di dalam

BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2008)

Secara administratif, Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari 13

kecamatan yang luas wilayahnya berbeda-beda (Lampiran 8). Di antara

kecamatan tersebut, yang paling luas adalah Kecamatan Kapur IX dan

Kecamatan Pangkalan Koto Baru yang luasnya berturut-turut 721.36 km2 dan

712.06 km2 (21.57% dan 21.23% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Lima

Puluh Kota ). Kedua kecamatan tersebut juga merupakan daerah penghasil

gambir terpenting di provinsi Sumatera Barat.

Dari segi tekstur tanah, seluas 39,262.55 hektar (9.93%) lahan Kabupaten

Lima Puluh Kota memiliki takstur halus dan sisanya sedang dan kasar.

Selanjutnya, dari segi curah hujan, berdasarkan data Stasiun Klimatologi Sicincin

(tempat pemeriksaan Tanjung Pati) di dalam BPS Kabupaten Lima Puluh Kota

(2008) selama tahun 2007, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki jumlah curah

hujan 3.120 mm dan 209 hari hujan yang tersebar dengan kisaran 12-24 hari

Page 3: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

49

hujan/bulan sepanjang tahun. Data rinci mengenai kondisi geografis dan curah

hujan Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai

dengan Lampiran 17.

Gambar 16. Topografi dan Penutupan Lahan di Kecamatan Pangkalan dan

Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota

Sumber: Googleearth, 2011

Dengan persyaratan ketinggian, curah hujan, kelerengan lahan serta

kondisi tanah, serta adanya 13 sungai besar dan kecil yang mengalir di berbagai

kecamatan, maka cukup banyak daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota yang

memenuhi persayaratan tumbuh tanaman gambir. Selanjutnya dengan persyaratan

kisaran suhu 20o–40

oC dan kisaran suhu tersebut umum bagi banyak daerah di

Indonesia, diduga suhu tidak menjadi masalah yang mengganggu pertumbuhan

tanaman gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Karena kondisi geografis dan

iklim di atas, Kabupaten Lima Puluh Kota telah terbukti sesuai untuk tanaman

gambir hingga menjadi komoditas penting di daerah tersebut sejak dahulu hingga

saat ini.

Kenyataan yang tidak dapat dibantah adalah bahwa dengan berbagai

kondisi geografis dan iklimnya, hingga saat ini Kabupaten Lima Puluh Kota tetap

menjadi sumber gambir yang penting, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga

bagi negara-negara pengimpor seperti India dan Singapura. Potensinya yang

sangat besar menyebabkan pengusaha India melakukan investasi dengan

Page 4: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

50

mendirikan pabrik pengolahan daun gambir di Kecamatan Kapur IX dan

Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota (Survei Tim Riset Gambir IPB di

Kecamatan Harau dan Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota,

Agustus 2009, Gumbira-Said et al., 2009).

Tabel 8. Sungai-sungai yang Mengalir di Kabupaten Lima Puluh Kota

No

Nama Sungai

Lokasi (Kecamatan) Panjang

(km)

1

Batang Sinamar

Gunung Omeh, Suliki, Mungka,

Payakumbuh, Harau, Luak, Lareh

Sago Halaban 75

2 Batang Liki Suliki, Gunung Omeh 11

3

Batang Mahat

Bukik Barisan, Kapur IX, Pangkalan

Koto Baru 125

4 Batang Lampasi Akabiluru, Payakumbuh 30

5

Batang Agam

Akabiluru, Situjuah Limo Nagari,

Harau 25

6 Batang Kapur Kapur IX 40

7 Batang Mongan Kapur IX 72

8 Batang Paiti Kapur IX 31

9 Batang Mangilang Pangkalan Koto Baru, Kapur IX 20

10 Batang Namang Suliki, Guguk, Payakumbuh 22

11 Batang Mungo Harau 22

12 Batang Sanipan Harau 20

13 Batang Nenan Bukik Barisan 5

Sumber: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2010)

4.2 Bangunan Produksi, Sumber Air dan Sumber Energi dalam Pengolahan

Gambir

Seluruh kegiatan produksi gambir dilakukan di unit-unit agroindustri

skala mikro yang disebut rumah kempa yang terletak di tengah-tengah kebun

gambir. Untuk setiap bidang kebun dengan luasan sekitar dua hektar, tedapat

satu rumah kempa. Tergantung pada kesuburan tanaman yang mempengaruhi

produksi daun gambir, setiap bidang kebun tersebut rata-rata dapat menyediakan

bahan baku untuk produksi selama tujuh sampai delapan minggu. Kebun-kebun

yang subur dapat mendukung produksi gambir selama sepuluh minggu. Pada

kebun-kebun yang ditumpangsarikan dengan tanaman karet dan tidak terawat

baik, daun gambir yang dihasilkan hanya mencukupi untuk mendukung produksi

selama empat minggu.

Page 5: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

51

Setelah masa produksi tersebut, kebun gambir tersebut ditinggalkan

sampai tersedia kembali daun gambir untuk produksi berikutnya dalam tahun

yang sama. Umumnya, masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota tidak

melakukan pemeliharaan kebun gambir kecuali penyiangan yang dilakukan

beberapa saat setelah pemanenan daun. Jika semak-semak sangat banyak,

masyarakat biasanya menggunakan herbisida. Selain pemeliharaan berupa

penyiangan tersebut, masyarakat tidak melakukan pemupukan ladang gambir,

baik menggunakan pupuk kimia maupun pupuk kandang kecuali pembuangan

ampas daun sisa ekstraksi ke kebun sebagai pupuk organik yang dilakukan oleh

tenaga kerja pengolahan.

Untuk setiap rumah kempa dibutuhkan dua-tiga tenaga kerja, namun yang

terbanyak adalah tiga orang. Tenaga kerja pengolahan tersebut terdiri dari satu

orang tenaga kerja utama (di daerah Lima Puluh Kota disebut Nodo) dan satu

atau dua orang tenaga kerja pembantu (disebut Anak Kewi). Teknologi yang

digunakan masih tradisional dan diduga selama sekitar satu setengah abad, tidak

ada perubahan yang berarti kecuali penggunaan dongkrak hidrolik sebagai

pengganti penggunaan baji yang dipukul dengan palu kayu yang sebelumnya

digunakan (Gumbira Sa’id, et al., 2010). Rangka pengempa dan alas pengempa

umumnya masih menggunakan kayu-kayu bulat sebagaimana digunakan para

orang tua sebelumnya.

Rancangan tata letak bangunan produksi gambir (rumah kempa) yang

digunakan masyarakat di berbagai daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota juga

hampir standar. Rumah kempa yang berukuran sekitar 4 m x 4 m tersebut terdiri

dari bangunan kayu berdinding papan dan beratap seng atau daun rumbia.

Separuh bagian pertama rumah kempa terdiri dari dua lantai dengan lantai atas

terbuat dari papan (Lantai A2) untuk tempat istirahat pengempa dan lantai dasar

(Lantai A1) berupa lantai tanah. Tinggi lantai papan tersebut sekitar dua meter

dari lantai dasar. Tata letak rumah kempa disajikan pada Gambar 17.

Page 6: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

52

Gambar 17. Tata Letak Bangunan Rumah Kempa di Kabupaten Lima Puluh

Kota

Pada lantai dasar (Lantai A1), terdapat dasar tungku, bak penampung

getah hasil ekstraksi (pengempaan) serta rak untuk penempatan bak kayu untuk

pengendapan getah gambir. Pada area sisanya di lantai dasar tersebut terdapat

tempat penirisan dan tempat dilaksanakannya aktivitas pencetakan gambir. Di

bawah area penirisan terdapat saluran untuk mengalirkan cairan sisa penirisan ke

bak penampung yang ada kalanya berada di lantai dasar dalam rumah kempa

tersebut, atau di luar rumah kempa. Cairan sisa penirisan tersebut (di Kabupaten

Lima Puluh Kota disebut “Kalencong”) akan digunakan kembali untuk perebusan

daun gambir. Cairan tersebut juga akan digunakan pada waktu pengolahan

periode berikutnya setelah ladang gambir ditinggalkan selama empat sampai lima

bulan.

Keterangan:

1 : Kuali Pemasakan

2 : Area Persiapan Pengempaan

3 : Alas Pengempaan (hanya berupa lantai dari kayu-kayu bulat)

4 : Bak Penampung Hasi Ekstraksi

5 : Bak Kayu untuk Pengendapan Getah Gambir (berkaki, tiga tingkat)

6 : "Keranjang" Bambu Penirisan

7 : Area Pencetakan

8 : Area "Mulut" Tungku, tempat pengisian kayu bakar ke tungku

(c) Ruang di atas Lantai B 9 : Area Beralas Tanah Tempat Pengempa Memasak

10 : Rak Penempatan Tray untuk Pengeringan Gambir ("Samie")

(a) Denah Lantai (b) Lantai A1

Lantai A2

Lantai B

(e) Lantai A2

Lantai A1

(d) Tinggi Lantai

5

7

6

1

2 3 4

8

9

10

10

Page 7: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

53

Separuh bagian kedua rumah kempa terdiri dari satu lantai (Lantai B)

yang posisinya +70 cm lebih rendah dari lantai papan (lantai atas dari separuh

bangunan yang pertama). Bibir kuali untuk perebusan daun gambir rata dengan

lantai ini. Di lantai tersebut terdapat area persiapan pengempaan yakni proses

penggulungan daun gambir yang telah direbus dan mengikat gulungan daun

tersebut dengan tali plastik dengan diameter berukuran + 2 cm. Pada salah satu

bagian lantai ini, yakni dekat area penggulungan, terdapat alas pengempaan yang

rata dengan lantai. Rancangan tata letak tersebut hanya melanjutkan kearifan

lokal yang telah digunakan secara turun temurun.

Untuk kegiatan produksi, pada saat perebusan daun gambir (+ 50-60 kg

per perebusan) dibutuhkan sekitar 20 liter air sehingga pengolahan gambir di

rumah kempa sebanyak 5-6 kali perebusan/hari akan membutuhkan sekitar 100 –

120 liter air. Pada saat pengempaan (ekstraksi) ditambahkan air rebusan tersebut

dengan menyiramkannya kepada daun yang diperas. Tergantung pada lokasi

masing-masing bidang kebun gambir, sumber air ini dapat berupa sungai, mata

air, atau kolam, di samping adanya petani yang menempatkan drum penampung

air hujan di rumah-rumah kempa mereka. Air tersebut digunakan langsung

dalam proses perebusan tanpa perlakuan tertentu seperti penyaringan,

pengendapan dan sebagainya.

Kebutuhan energi panas untuk perebusan daun diperoleh dari penggunaan

kayu bakar yang diambil dari kayu-kayu hutan yang sengaja disisakan dalam

luasan tertentu dari lahan perkebunan gambir. Untuk pengadaan bahan bakar

tersebut, tidak dilakukan penanaman tanaman sumber kayu bakar secara khusus.

Pada saat penyiapan kebun gambir, biasanya petani menyisakan sekitar 0.5-1 ha

lahan yang tidak dibuka untuk penyediaan kayu bakar untuk kebun gambir

dengan luas sekitar 2-3 hektar.

4.3 Teknologi Pengolahan Produk Gambir

Proses produksi gambir yang dilaksanakan masyarakat pada dasarnya

terdiri dari beberapa tahapan yaitu pemetikan daun, perebusan daun, ekstraksi

getah gambir, pengendapan dan penirisan air, pencetakan dan pengeringan.

Page 8: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

54

Untuk mempercepat pengendapan, di Kecamatan Kapur IX pengempa biasa

menambahkan air perasan dari daun gambir (disebut “Ketapang”) yang ditumbuk

menggunakan lumpang kayu atau batu. Teknologi yang digunakan masih

sederhana dan seluruhnya menggunakan tenaga manusia. Peralatan yang

digunakan untuk setiap tahapan proses dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tahapan dan Peralatan Proses Produksi Gambir

Tahapan Proses Peralatan

Pemetikan daun Alat tuai

Pengangkutan daun Keranjang rotan

Perebusan daun Anyaman bambu atau drum yang dibagi dua (disebut

Kapuk).

Anyaman tali yang berfungsi sebagai “keranjang”

untuk membantu pemadatan daun di dalam kapuk dan

mempertahankan daun saat dikempa.

Kuali besi (Diameter sekitar 100 cm)

Tungku berbahan bakar kayu

Pengempaan Kempa horizontal dengan dongkrak hidrolik atau kempa

vertikal dengan katrol

Pembentukan pasta

gambir

Bak pengendapan dari papan

Pengurangan kadar

air pasta gambir

Keranjang bambu dengan karung dan batu-batu pemberat

untuk penirisan air.

Pencetakan Sepasang cetakan dari bambu (panjang + 15 cm) yang

terdiri dari pembentuk (diameter luar + 5 cm) dan

pendorong (diameter luar + 4 cm)

Pengeringan Menggunakan tray bambu (disebut “samie”) untuk

penjemuran di panas matahari atau memanfaatkan panas

dari tungku.

Tahapan proses dan peralatan yang disajikan pada Tabel 9 tersebut

digunakan pada rumah-rumah kempa di Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Harau,

Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kecamatan XI Koto Tarusan, Kabupaten Pesisir

Selatan serta Kecamatan X Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Secara rinci,

tahapan produksi gambir asalan adalah sebagai berikut:

a. Persiapan Perebusan

Setelah daun gambir tersedia di rumah kempa, proses pertama adalah

persiapan perebusan. Pada tahap ini, daun dan ranting gambir dari kebun

Page 9: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

55

dimasukkan kedalam wadah perebusan (dikenal masyarakat setempat dengan

sebutan “Kapuk”) yang telah diberi semacam jaring dari tali plastik untuk

mengikat daun dalam “kapuk” tersebut setelah pemadatan selesai. Di dalam

“kapuk” tersebut, daun dan ranting gambir muda dinjak-injak dan terus diisi

sampai penuh agar kepadatannya cukup merata dan jumlah daun yang direbus

lebih banyak. Setelah “kapuk” penuh, keranjang tali tadi diikatkan untuk

mempertahankan agar daun tetap padat selama penanganan dan perebusan.

b. Perebusan

“Kapuk” berisi daun gambir yang telah dipadatkan dan keranjang talinya

diikat, dimasukkan ke dalam kuali perebusan. Sekitar seperempat bagian

“kapuk” berada dalam kondisi terendam di dalam air perebusan. Air perebus

dipertahankan mendidih selama sekitar 30 menit sampai uap menembus “kapuk”

dan muncul di permukaan atas kapuk. Setelah itu “kapuk” dibalik, dan perebusan

dilanjutkan.

c. Persiapan Pengempaan

Daun yang telah direbus dikeluarkan dari “kapuk” sehingga terhampar (tebal

hamparan + 10 cm) di lantai dalam jala dari tali plastik. Dengan bantuan dua

buah kayu berujung runcing, kekuatan dan bobot badan pengempa, daun tersebut

digulung sedikit demi sedikit dan diikat dengan tali plastik berdiameter + 2 cm.

Dengan proses di atas, daun kembali berbentuk silinder seperti dalam “kapuk”

dan siap dikempa. Perbedaannya adalah bahwa “kapuk” digantikan oleh

gulungan tali.

d. Pengempaan

Pengempaan dilakukan untuk memisahkan getah gambir dari daunnya untuk

diproses menjadi produk gambir. Pada tahap ini, daun gambir hasil perebusan

yang telah digulung ditempatkan pada dasar pengempa dan diatasnya

ditempatkan balok kayu yang berukuran kira-kira 25 cm x 25 cm x 15 cm. Di

atas balok tersebut ditempatkan dongkrak hidrolik, dan mulai ditekan (dipres)

dengan menaikkan kaki dongkrak sacara perlahan hingga tertahan pada balok

Page 10: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

56

kayu bagian atas kerangka alat kempa. Dengan semakin panjangnya kaki

dongkrak, maka daun gambir mulai terperas oleh balok kayu berukuran 25 cm x

25 cm x 15 cm dan di bawah alas kempa mulai mengalir cairan getah gambir

yang diterima oleh lembaran plastik dan selanjutnya mengalirkannya ke dalam

bak penampung getah.

Pada cairan (getah) hasil ekstraksi daun gambir, pengempa biasa

menambahkan air perasan daun gambir yang sebelumnya ditumbuk

menggunakan lumpang kayu. Menurut mereka, penambahan air perasan tersebut

akan mempercepat pengendapan getah gambir.

e. Pengendapan Getah dan Penirisan Air

Ekstrak gambir yang diperoleh dari proses pengempaan daun gambir belum

dapat dicetak karena masih dalam fase cair. Oleh karena itu, cairan tersebut

ditempatkan dalam bak-bak kayu dan didiamkan semalaman. Setelah didiamkan

semalam, getah gambir akan berubah menjadi berupa pasta, namun masih terlalu

basah untuk pencetakan. Pada tahap selanjutnya, dilakukan penirisan untuk

mengurangi kembali air yang masih tersisa dan getah dapat dicetak. Penirisan

dilakukan dengan membungkus pasta yang masih banyak mengandung air

tersebut dengan kain, dimasukkan ke dalam semacam keranjang dari bilah-bilah

bambu dan dihimpit dengan batu atau coran semen.

f. Pencetakan dan Pengeringan

Setelah penirisan, ekstrak gambir yang telah berbentuk pasta kental tersebut

dicetak sesuai bentuk gambir yang diinginkan kemudian dikeringkan. Setelah

pengeringan beberapa hari, akan diperoleh gambir yang siap dijual. Di Kabupaten

Lima Puluh Kota, secara turun temurun produk gambir yang dikenal dunia adalah

Gambir Bootch dan Gambir Lumpang (Gambar 18). Kedua bentuk produk

gambir tersebut juga merupakan bentuk yang telah digunakan sejak lama. Di

samping itu, terdapat juga produk gambir yang berbentuk bootch dengan

diameter yang lebih besar namun lebih tipis yang biasa dikenal sebagai gambir

koin. Sebagian eksportir melakukan pemrosesan ulang gambir asalan dari

masyarakat dan mencetaknya kembali dengan bentuk wafer block atau cube

gambir.

Page 11: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

57

(a) Bootch (b) Lumpang (c) Koin

(d) Wafer Block (e) Cube gambir

Gambar 18. Bentuk-bentuk Produk Gambir

Di samping teknologi proses yang dilakukan masyarakat tersebut, terdapat

teknologi mekanis yang digunakan di pabrik pengolahan bantuan pemerintah

maupun milik perusahaan PMA yang menggunakan mesin-mesin bertenaga

listrik. Pabrik pengolahan gambir bantuan pemerintah terdapat di nagari Lubuk

Alai (Kabupaten Lima Puluh Kota) dan nagari Siguntur Muda (Kecamatan XI

Koto Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan), serta di Kabupaten Kampar, Provinsi

Riau. Tahapan proses di pabrik-pabrik bantuan pemerintah tersebut sama dengan

yang digunakan masyarakat. Kenyataannya sejak awal didirikan, pabrik tersebut

tidak lama beroperasi akibat perolehan gambirnya lebih rendah dari produksi

masyarakat sehingga dinilai tidak menguntungkan dan masyarakat tidak bersedia

mengirim daun gambir dan pabrik kekurangan bahan baku.

Pabrik pengolahan milik PT X, berlokasi di nagari Pilubang (Kecamatan

Arau) dan Nagari Lubuk Alai (Kecamatan Kapur IX) serta di Kabupaten Kampar,

Provinsi Riau. Berbeda dengan teknologi proses yang digunakan masyarakat, di

pabrik-pabrik tersebut, daun gambir dikeringkan (menggunakan kayu bakar dan

batu bara sebagai sumber panas) dan digiling sampai berbentuk bubuk. Pabrik ini

berkapasitas 750 kg daun basah/jam, dan ditargetkan beroperasi setiap hari

selama 16 jam/hari. Karena terbatasnya pasokan daun basah, maka target

produksi tersebut tidak tercapai. Dari 100 kg daun basah akan diperoleh + 35 kg

bubuk daun gambir yang selanjutnya dikirim ke pabrik pengolahan di Medan.

Page 12: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

58

Tahapan proses yang dilakukan di Medan belum diketahui, namun diduga

dilakukan ektraksi dengan menggunakan pelarut. Dari Medan, setelah menjalani

pengolahan lanjut, produk gambir diekspor ke India (Wawancara dengan staf PT

X, Juli 2009).

4.4 Gambaran Mutu Produk Gambir Masyarakat

Kondisi rumah kempa, teknologi sederhana sera peralatan yang digunakan

dalam aktivitas produksi menyebabkan gambir produksi masyarakat bermutu

rendah dan sangat bervariasi. Kondisi tersebut diperparah oleh adanya

masyarakat yang mencampurkan berbagai bahan seperti pupuk, tanah, tepung,

garam dan sebagainya ke dalam produk gambir. Dalam jumlah terbatas

(biasanya sebanyak 5 kg per minggu dinilai normal) pupuk SP36 biasa digunakan

masyarakat Kecamatan Kapur IX untuk memberikan warna gambir yang cerah.

Gambir yang tidak diberi pupuk akan berwarna hitam selama penjemuran. Selain

itu, masyarakat biasa menggunakan air sisa penirisan dalam perbebusan daun

gambir sebelum ekstraksi yang menyebabkan gambir berwarna lebih gelap dan

lebih berat meskipun proses pengeringan lebih lambat.

Pengembangan industri gambir masyarakat menuntut pengembangan

pasar produk gambir maupun produk turunannya untuk pasar domestik maupun

pasar ekspor. Untuk itu, permasalahan variasi mutu gambir rakyat merupakan

permasalahan mendesak yang harus ditangani secara cermat. Tanpa perbaikan

mutu, maka eksportir Indonesia akan sangat tergantung pada negara tujuan

ekspor yang telah ada seperti India dan Singapura.

Di antara persyaratan mutu gambir yang sangat mudah untuk

memperlihatkan variasi produk adalah bentuk, ukuran dan warna. Hasil survei

yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2009 di Kabupaten Lima Puluh Kota

dan Kabupaten Pesisir Selatan menunjukkan bahwa gambir asalan dari berbagai

lokasi memiliki bentuk, ukuran dan warna yang sangat beragam. Bahkan, dalam

satu butir gambir asalan, ukuran untuk suatu dimensi tertentu (seperti tinggi dan

diameter) antar berbagai lokasi pengukuran juga sangat berbeda. Hal ini terjadi

karena setelah pengeringan, bentuk gambir asalan menjadi tidak beraturan.

Page 13: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

59

Dalam penelitian ini dikemukakan data hasil pengukuran dan penimbangan tiga

macam sampel gambir yang diperoleh dari CVR, salah satu eksportir gambir di

kota Padang.

Karena bentuk dan ukuran antar butir gambir yang sangat beragam, maka

untuk setiap sampel gambir Bootch dan gambir lumpang dikemukakan tinggi dan

diameter maksimum serta rentang tinggi dan diameter dari tiga kali pengukuran.

Di lain pihak, untuk gambir Wafer Block selain penimbangan bobot masing-

masing sampel, karena berbentuk balok dengan ukuran yang lebih seragam,

dilakukan pengukuran panjang, lebar dan tebal. Ringkasan hasil pengukuran

dimensi, penimbangan bobot serta perhitungan volume dan kerapatan sampel

gambir yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran Sampel Gambir Bootch, Gambir Lumpang dan

Wafer Block dari CVR, Padang

No Sampel Dimensi Satuan Rata-

rata

Standar

Deviasi

Max Min

1 Gambir

Bootch

(n=44)

Tinggi Max Cm 3.2025 0.4028 3.90 1.75

Diameter Max Cm 3.6857 0.3292 4.54 3.09

Bobot Gram 22.7627 3.2299 31.99 16.17

2 Gambir

Lumpang

(n=78)

Tinggi Max Cm 3.2309 0.4966 4.47 1.86

Diameter Max Cm 2.8858 0.2019 3.36 2.38

Bobot Gram 12.9960 2.2690 17.69 8.05

3 Gambir

Wafer

Block

(n=65)

Panjang Cm 4.8571 0.0816 5.00 4.61

Lebar Cm 4.7511 0.1641 4.97 4.15

Tebal Cm 0.7251 0.0869 0.87 0.51

Volume cm3 16.7345 2.1408 21.36 12.05

Bobot Gram 10.4720 1.3192 13.11 7.69

Kerapatan gram/cm3 0.6283 0.0556 0.79 0.50

Di samping pengukuran dimensi dan penimbangan, dilakukan analisis

proksimat berbagai contoh gambir. Analisa proksimat yang meliputi kadar air,

kadar lemak, kadar protein, kadar serat, kadar abu serta kadar bahan lain tersebut

akan dapat memperlihatkan variasi mutu gambir secara kimia. Hasil analisis

proksimat dapat menunjukkan kemungkinan adanya bahan lain yang tidak

diharapkan dalam gambir (Tabel 11).

Page 14: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

60

Tabel 11. Hasil Analisis Proksimat Sampel Gambir dari Eksportir di Padang dan

Kabupaten Lima Puluh Kota

No Sampel Air

(%)

Lema

k (%)

Protein

(%)

Serat

(%)

Abu

(%)

Bahan

Lain

(%)

1 Gambir Lumpang CVA 11.82 0.02 2.51 1.87 5.12 78.86

2 Gambir Lumpang CVR 16.14 0.02 2.26 6.54 11.76 63.28

3 Gambir Koin CVA 3.33 0.01 2.41 5.15 38.93 50.17

4 Gambir Bootch CVR 19.58 0.15 2.55 0.43 4.09 73.20

5

Gambir Wafer Block

CVR 8.91 0.23 3.56 2.24 4.98 80.08

6 Gambir Bootch CVA 2.43 0.01 1.03 4.77 75.64 16.12

Persyaratan Maksimum

Mutu I 14.00 5.00

Mutu II 16.00 5.00

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa di antara keenam jenis sampel gambir

yang dianalisis, dua macam di antaranya (Gambir Lumpang CVA dan Gambir

Bootch CVR) memiliki kadar air yang melebihi persyaratan mutu yang

ditetapkan. Dari segi kadar abu, hanya dua jenis sampel gambir (Gambir Bootch

CVR dan Wafer Block CVR) yang memenuhi persyaratan, bahkan Gambir Coin

dan Gambir Bootch CV Arida memiliki kadar abu yang sangat tinggi (38.93

persen dan 75.64 persen). Data mentah pengukuran kadar serat kedua sampel

tersebut menunjukkan bahwa sisa bahan yang terukur sebagai bahan yang tidak

larut dalam asam hanya sedikit lebih rendah dari pada nilai kadar abu tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar abu tersebut merupakan mineral yang

tidak larut dalam asam. Sumber mineral tersebut diduga tanah yang banyak

ditambahkan pengempa (Tabel 13). Kadar abu yang lebih rendah dapat berasal

dari kotoran yang mengkontaminasi pada saat pengolahan maupun penanganan

gambir di tingkat petani, pedagang pengumpul hingga eksportir.

Permasalahan kadar air mudah diatasi dengan pengeringan, namun

permasalahan kadar abu yang terbentuk selama proses produksi tidak mudah

diatasi. Oleh karena itu, perbaikan mutu gambir tersebut harus dilakukan melalui

pemrosesan ulang yang diawali dengan pembersihan kotoran. Hal ini dapat

dilihat dari terpenuhinya persyaratan mutu kadar abu pada gambir Wafer Block

CVR yang merupakan gambir asalan yang telah diproses ulang dan dicetak dalam

Page 15: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

61

bentuk Wafer Block. Rendahnya kadar abu gambir Bootch CVR juga diduga

karena gambir tersebut telah diproses ulang.

Pada Tabel 11 juga terlihat kadar bahan lain yang bervariasi. Senyawa

yang diharapkan dalam gambir adalah Katekin dan Tanin yang termasuk dalam

kelompok bahan lain tersebut. Dengan demikian, pada gambir dengan kadar

bahan lain yang rendah secara langsung menunjukkan kadar katekinnya rendah.

Namun kadar bahan lain yang tinggi tidak otomatis menunjukkan kadar

katekinnya tinggi.

Sebagai informasi penunjang untuk mengevaluasi proses pengolahan,

dilakukan analisis kandungan kimia tiga jenis cairan yang ada di rumah kempa

yaitu cairan hasil ekstraksi (getah) gambir, air perebusan serta cairan sisa

penirisan. Cairan hasil ekstraksi diambil dari bak pengendapan, air perebusan

diambil dari kuali perebusan dan air sisa penirisan diambil dari bak penam-

pungnya. Hasil analisis ketiga sampel cairan tersebut disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis Sampel Cairan pada Pengolahan Gambir di Kabupaten

Lima Puluh Kota

No Parameter Satuan Hasil

Ekstraksi

Air

Rebusan

Air Sisa

Penirisan

1 pH - 5.78 5.77 5.85

2 BOD mg/l 14,385 12,844 13,615

3 COD mg/l 141,232 88,464 101,656

4 TSS (Zat padat terlarut) mg/l 15,200 26,750 19,600

5 TKN mg/l 690.06 675.12 875.00

6 NO3 (Nitrat) mg/l 96.45 265.50 96.54

7 NO2 (Nitrit) mg/l 0.34 0.151 0.001

8 Kadar Abu % b.b 1.26 2.70 0.132

9 Kadar Air % b.b 82.90 80.80 87.57

10 Timbal (Pb) mg/l 1.39 1.65 1.22

11 Cadmium (Cd) mg/l <0.005 <0.005 <0.005

12 Air Raksa (Hg) mg/l <0.001 <0.001 <0.001

13 Tembaga (Cu) mg/l 0.95 0.790 0.91

14 Mangan Terlarut (Mn) mg/l 11.97 16.64 12.57

15 Selenium (Se) mg/l <0.001 <0.001 <0.001

16 Besi Terlarut (Fe) mg/l 843.60 430.80 1,509.50

17 Calsium (Ca) mg/l 2,251.50 2,323.50 2,779.50

Page 16: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Pengamatan dari Sampel Rumah Kempa di Kabupaten Lima Puluh Kota

No Kode Jumlah Pema-

sakan per Hari

Gambir yang ditimbang* Sumber

Air

Penggunaan

Campuran

Keterangan lain

Jumlah Harga

1 LA1 4 kali (jika 2

orang), atau 6 kali

(jika 3 orang)

189 kg (3

orang),

Rp. 28,000/kg Mata aIr Zeolit + 0.5 kg/hari Ladang yang dikempa diperkirakan dapat dikempa selama 7

minggu (7 kali menimbang gambir), Pemakaian air: + 1.25

jirigen air/pemasakan. Dulu menggunakan campuran tanah,

saat ini tidak.

2 LA2 4 kali (jika 2

orang), atau 6 kali

(jika 3 orang)

173 kg (3

orang),

Rp. 29,500/kg Mata aIr Tanpa campuran bahan

lain.

Memiliki 2 bidang kebun gambir (16 minggu+4 minggu

pengempaan). Pemasakan: 6 jirigen "kalencong" dan 2

jirigen terakhir air baru.

3 LA3 6 kali (3 orang) 123 kg (2

orang),

Rp. 29,000/kg Mata aIr Pupuk SP36 5

kg/minggu

Hari kerja: 7 hari/minggu. Ladang yang dikempa

diperkirakan hanya untuk 4 minggu pengempaan (banyak

rumpun yang kosong karena banyak alang-alang).

4 MP1 4 kali (2 orang)

atau 5 kali (3

orang)

+ 200 kg Rp. 26,000/kg Mata air Tanah liat kuning (+ 2

kg/hari).

Ladang bersih, diperkirakan dapat dikempa selama 10

minggu (10 kali menimbang). Karena milik sendiri,

diperlukan modal sekitar Rp. 500 rb/minggu untuk

pengempa dan bahan lain. Menginginkan adanya bantuan

mesin press otomatis yang dapat digunakan untuk melayani

4 bidang ladang milik keluarga yang lokasinya berdekatan.

5 MP2 4 kali (3 orang) >200 kg Rp. 15,000/kg Sungai Tanah liat putih (60 - 70

kg/minggu), pupuk 5

kg/minggu.

Gambir kuning. Ada penyemprotan gambir yang hampir

kering dengan cairan berwarna coklat tua (menurut

pernyataan pekerja adalah moca). Enam hari kerja/minggu

6 MP3 4 kali (2 orang), +

15 kg gambir/hari

belum

menimbang,

baru mulai

mengempa

- Sungai Tanah: + 3 kg/hari Saat dikunjungi belum diperoleh gambir cetak, maupun

kering, pasta sedang ditiriskan. Frame untuk press: 2 Balok

6x15, disatukan dengan baud, bukan kayu 1/2 bulat yang

dilubangi ditengah untuk jalur balok press daun.

7 DT1 3-4 kali + 120 kg - Kolam Pupuk Super Phos

(P2O5, produksi

Petrokimia Gresik) 2

kg/hari

Lama pengempaan: + 4 minggu (karena ladang gambir

berada di bawah tegakan karet. Penggunaan air: 2 jirigen

per pemasakan. Dalam pasta, terlihat seperti butiran2

berwarna hitam (arang?). Pada saat survei, nampaknya ada

yang disembunyikan dan tidak ingin diketahui.

Page 17: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

63

Tabel 13. (Lanjutan)

No Kode Jumlah

Pemasakan per

Hari

Gambir yang ditimbang* Sumber

Air

Penggunaan

Campuran

Keterangan lain

Jumlah Harga

8 DT2 4-5 kali 236 kg, (10

hari kerja)

Rp. 28,500/kg Sungai Pupuk 2 kg/hari. Untuk pengempaan awal, dua minggu pertama baru

menimbang satu kali. Penggunaan air: 2 jirigen per

pemasakan. Lama pengempaan: + 8 minggu.

9 DT3 5 kali 195 kg Rp. 31,000/kg Mata air Tanpa campuran. Pembagian, 2 (pemilik):3 (pengempa). Lama pengempaan:

+ 8 minggu mengempa

10 SL1 4 kali + 100 kg, (20

kali pema-

sakan)

Rp. 32,000/kg Mata air Tanpa campuran Pemiliknya memiliki 4 bidang kebun gambir. Umur kebun:

+ 15 tahun.

11 SL2 4 kali 168 kg, Rp. 21,000/kg Mata air Pupuk TSP 5 kg/hari,

ada kalanya sampai 10

kg/hari

Harga gambir ditentukan oleh pedagang, dapat terjadi harga

gambir hitam Rp. 17,000/kg dan harga gambir kuning Rp.

25,000/kg. Ada kalanya di bulan Ramadhan, pedagang tidak

datang ke Sialang (shg gambir terpaksa dijual dengan harga

rendah). Lama pengempaan: + 10 minggu. Umur ladang

gambir sekitar 25 tahun (meskipun sudah ada bagian kebun

yang diremajakan. Hari kerja: 6 hari /minggu

12 SL3 4 kali + 100 kg, Rp. 22,000/kg Mata air Pupuk SP36 5 kg/hari. Ladang gambir tersebut baru panen pertama (umur 17

bulan), belum ada rumah kempa sehingga menumpang di

rumah kempa lain. Berdasarkan pengamatan kesuburan

tanaman, peruduksi daun diperkirakan mencukupi untuk

pengempaan se lama 8 minggu. Masalah kebun gambir

yang muda adalah banyaknya gagang dan getah gambirnya

sedikit. Berbeda dengan tanaman yang memilki cabang

kecil yang banyak (disebut "Carang Lada”), daun seperti

itu, getahnya lebih banyak.

* Minggu I, Agustus 2010

Page 18: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

64

4.5 Rantai Pasok dan Pemasaran Produk Gambir

Pemasaran produk gambir milik petani biasanya dilakukan setiap minggu

setelah pengempa bekerja selama enam hari. Hasil yang diperoleh bervariasi sekitar

100 sampai 150 kg/minggu, bahkan ada yang lebih tinggi lagi. Perolehan di atas

tergantung pada kemampuan pengempa dalam mengolah gambir setiap hari

disamping adanya penggunaan bahan campuran yang ditambahkan ke dalam cairan

(filtrat) gambir hasil pengempaan. Pengempa dengan tiga tenaga kerja dapat

melaksanakan lima-enam kali pemasakan setiap hari, sedang pengempa dengan dua

orang pengempa dapat melaksanakan empat-lima kali pemasakan setiap hari.

Perolehan gambir yang sangat tinggi kemungkinan terjadi karena pencampuran getah

gambir dengan bahan lain seperti tepung atau tanah.

Di daerah Kecamatan Harau, petani atau pengempa langsung menjual

produknya kepada pengumpul di lokasi masing-masing pengumpul. Untuk rumah

kempa yang berlokasi dekat jalan raya, ada kalanya pengempa menjual langsung

kepada pengumpul di tepi jalan saat pedagang pengumpul berkeliling kepada

pengempa dengan kendaraan bak terbuka. Di daerah lain di Kabupaten Lima Puluh

Kota, masih banyak pedagang pengumpul yang menerima penjualan gambir petani di

gudangnya. Namun yang terbanyak adalah kombinasi antara pedagang mendatangi

petani ataupun petani mendatangi pedagang.

Di Kecamatan Kapur IX, khususnya di nagari Lubuk Alai, penjualan gambir

oleh petani dilaksanakan di pasar Nagari Lubuk Alai pada setiap hari Minggu. Untuk

setiap transaksi penjualan, bobot kotor akan dikurangi dengan bobot karung serta

pengurangan bobot untuk mempertimbangkan kadar air yang akan menyebabkan

penyusutan bobot saat pengeringan gambir. Selanjutnya, dari bobot bersih tersebut,

nagari akan mendapatkan 1 kg gambir untuk setiap kelipatan 50 kg gambir petani

sebagai bentuk retribusi bagi penerimaan nagari. Selama penelitian (periode Agustus

2009 - Juli 2010), di nagari Lubuk Alai, pendapatan kotor nagari dari retribusi

gambir ini berkisar antara Rp. 6 – 7 juta per minggu (sekitar Rp. 300 juta/tahun).

Penjualan gambir oleh petani kepada pengumpul yang dilakukan di pasar gambir

juga dilakukan di Nagari Muaro Paiti, Sialang di Kecamatan Kapur IX, namun

Page 19: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

65

pendapatan nagari dari cukai gambir di kedua tempat tersebut tidak sebesar di Lubuk

Alai.

Kebanyakan petani telah memiliki pedagang pengumpul langganan tempat

mereka menjual gambirnya. Bahkan, ada petani yang telah terikat untuk menjual

produknya kepada pedagang pengumpul tertentu karena petani/pengempa memiliki

pinjaman kepada pedagang yang bersangkutan. Pinjaman tersebut dapat berupa

pinjaman untuk penyiapan rumah kempa, biaya makan dan keperluan mengempa

ataupun pinjaman konsumsi keluarga petani ataupun pengempa.

Selanjutnya, pengumpul akan mengirimkan gambirnya kepada pedagang

pengumpul lain atau kepada eksportir. Dalam prakteknya, rantai perdagangan

tersebut mungkin lebih panjang karena berpindah dari satu pedagang ke pedagang

lain hingga sampai ke eksportir. Dari Kabupaten Lima Puluh Kota, sebagian gambir

dikirimkan kepada eksportir di Padang atau Medan dan sebagaian lain dikirimkan

kepada pedagang lain di Pekanbaru. Dari Kabupaten Pesisir Selatan, umumnya

pengumpul mengirimkan gambirnya kepada eksportir di Padang. Di samping ekspor,

sejumlah kecil gambir diperdagangkan antar daerah untuk konsumsi di dalam negeri.

Secara rangkas, rantai perdagangan gambir sampai ke eksportir dan konsumen

domestik disajikan pada Gambar 19.

Panjangnya rantai perdagangan gambir (Gambar 19) menyebabkan tidak

efisiennya kegiatan transportasi. Secara keseluruhan, aktivitas transportasi material

khususnya untuk tujuan ekspor terjadi pada beberapa tahap sebagai berikut:

1) Pengangkutan daun hasil pemetikan di ladang ke rumah kempa,

2) Pengangkutan gambir asalan dari ladang ke rumah petani,

3) Pengangkutan gambir asalan dari rumah petani ke pasar atau lokasi penjualan,

4) Pengangkutan gambir asalan dari pasar/lokasi pengumpulan sampai ke

gudang pedagang pengumpul

5) Pengangkutan gambir asalan dari dan ke lokasi gudang pengumpul dengan

lokasi penjemuran

6) Pengangkutan gambir asalan antar pedagang pengumpul

7) Pengangkutan gambir asalan ke eksportir

8) Pengangkutan gambir asalan dari lokasi eksportir ke pelabuhan ekspor

Page 20: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

66

Kondisi tersebut tidak menyebabkan berkurangnya keuntungan pedagang

maupun eksportir, karena mereka telah memperhitungkan harga beli, biaya

penanganan dan transportasi serta keuntungan dalam bisnis mereka. Berbeda dengan

pedagang yang memiliki posisi tawar untuk menetapkan harga, petani hanya

menerima harga pembelian yang telah ditentukan oleh pedagang. Dengan demikian

pihak yang akan tertekan adalah petani.

(a) Dari Petani sampai Eksportir/Pedagang (b) Dari Pedagang sampai Konsumen

Domestik

Gambar 19. Rantai Perdagangan Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Dalam penentuan harga jual gambir, petani hanya menerima harga yang

ditetapkan pedagang atas gambir yang dimilikinya. Menurut salah seorang eksportir

di Padang, importer dari India secara rutin datang ke Padang dan menentukan harga

untuk pembelian pada waktu-waktu yang akan datang. Berdasarkan harga tersebut,

maka harga beli ke pedagang sampai ke petani ditentukan. Posisi tawar tersebut

dapat menjadi semakin lemah karena ada kalanya pedagang pengumpul tidak datang

ke pasar pada waktu tertentu, agar petani yang membutuhkan uang bersedia menjual

gambirnya meskipun dengan harga yang rendah.

Sebenarnya petani dapat memproduksi gambir yang lebih murni dengan tidak

menambahkan bahan lain seperti pupuk, tanah dan sebagainya, ataupun membuat

gambir dengan mutu yang lebih baik. Namun demikian, perbedaan harga jual antara

produk yang lebih murni dibandingkan dengan produk campuran tidak signifikan

Page 21: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

67

(Tabel 14). Di sisi lain, ada kalanya pedagang meminta kepada petani untuk

menghasilkan gambir sesuai dengan keinginan mereka. Karena kondisi tersebut,

adanya pencampuran gambir dengan bahan lain sulit diatasi dan tuntutan agar

pemerintah memberlakukan SNI untuk gambir tidak mudah dilaksanakan.

Tabel 14. Perbandingan Pendapatan Petani dengan Perbedaan Harga Gambir Saat Ini

Mutu Jumlah produk

(kg/minggu)

Harga

(Rp/kg)

Total Pendapatan

per Minggu (Rp)

Seperti yang ada saat ini 120 27.500 3.300.000

Mutu diperbaiki 80 30.000 2.400.000

Dicampur bahan lain 150 24.000 3.600.000

Sumber: Wawancara dengan petani Kecamatan Kapur IX (Juni 2010)

Untuk perbaikan pada masa yang akan datang, mutlak diperlukan pembedaan

harga yang signifikan antara gambir bermutu baik dari gambir campuran yang

bermutu rendah. Apabila perbedaan harga tersebut cukup baik, maka petani akan

lebih senang memproduksi gambir bermutu baik karena bobotnya lebih ringan dan

pekerjaan pengempa lebih ringan, namun pendapatan mereka sama atau bahkan lebih

baik (Tabel 15). Di sisi lain, adanya tuntutan dari konsumen untuk gambir bermutu

baik akan memaksa pedagang hanya mau membeli gambir yang bermutu baik kepada

petani. Kondisi tersebut mungkin dicapai jika terdapat alternatif pasar di luar jalur

pemasaran yang berlaku selama ini.

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa pada tingkat harga untuk gambir yang

mutunya diperbaiki adalah Rp. 41.250,00/kg, maka total pendapatan petani masih

lebih rendah daripada pendapatannya jika gambir dicampur bahan lain. Namun, jika

harga gambir dengan mutu yang diperbaiki adalah Rp. 45.000,00/kg, maka

pendapatan petani akan sama dengan pendapatannya jika mencampur gambir dengan

bahan lain. Pada kondisi seperti ini, maka petani pasti akan memproduksi gambir

dengan mutu yang diperbaiki karena pekerjaan yang lebih ringan.

Page 22: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

68

Tabel 15. Usulan Pembedaan Harga Gambir Menurut Mutu (Kondisi Agustus 2010)

Mutu Jumlah produk

(kg/minggu)

Harga

(Rp/kg)

Total Pendapatan

per Minggu (Rp)

Seperti yang ada saat ini 120 27.500 3.300.000

Mutu diperbaiki (1) 80 41.250 3.300.000

Mutu diperbaiki (2) 80 45.000 3.600.000

Dicampur bahan lain 150 24.000 3.600.000

Pada saat transaksi, hasil penimbangan gambir petani akan dipotong dengan

bobot karung dan antisipasi susut pengeringan. Kedua potongan tersebut dilakukan

berdasarkan ketetapan pedagang dan bukan didasarkan atas hasil pengukuran. Pada

kondisi cuaca cerah, pengeringan gambir di ladang yang dilakukan selama tiga

sampai empat hari telah menghasilkan gambir yang cukup kering untuk dijual.

Namun jika hari hujan, atau cuaca mendung, kadar air gambir masih cukup tinggi

sehingga jumlah potongan akibat kadar air cukup besar. Petani yang terdesak

terpaksa menjual gambirnya dalam kondisi basah tersebut. Petani yang lebih

mampu, baik untuk kelurganya sendiri maupun tenaga pengempa akan menahan

gambirnya untuk dijual setelah gambir menjadi lebih kering.

Pada waktu penelitian berlangsung, diketahui bahwa seluruh produk gambir

dalam rantai perdagangan (Gambar 19) bahkan hingga gambir diekspor adalah

dalam bentuk gambir asalan dengan mutu yang sangat beragam. Meskipun

demikian, ditemukan juga adanya eksportir yang melakukan pemrosesan ulang

gambir asalan menjadi bentuk wafer block atau cube gambier, namun pemasarannya

terbatas. Dalam rantai perdagangan tersebut, aktivitas yang dilakukan pedagangan

pengumpul maupun eksportir adalah pengeringan dan pengemasan ulang.

Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari ataupun

menggunakan oven pengering berbahan bakar minyak.

Sejalan dengan sedikitnya proses nilai tambah dalam seluruh rantai

perdagangan, aktivitas pengemasan dilakukan sebatas fungsi kemudahan penanganan

sehingga gambir asalan umumnya disimpan dalam karung plastik ataupun karung

goni. Dengan perdagangan gambir sebagai komoditas yang telah berlangsung

berpuluh-puluh tahun tersebut, aktivitas promosi serta pencarian pasar ke negara-

negara calon importir baru sangat sedikit dilakukan. Akibat kondisi tersebut,

Page 23: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

69

ketergantungan yang sangat tinggi terhadap India sebagai negara importir gambir

utama telah menyulitkan Indonesia untuk mengembangkan dan membangun pasar

sendiri yang dapat memperkuat posisi Indonesia dalam bisnis gambir internasional.

4.6 Evaluasi Teknologi

Pelaku dalam agroindustri gambir di Indonesia terdiri dari petani/pengempa,

pedagang pengumpul dan eksportir. Petani/pengempa merupakan produsen gambir

yang memasok pedagang pengumpul sampai gambir diekspor oleh eksportir. Karena

itu, audit teknologi agroindustri gambir Indonesia dilakukan dengan mengkaji

berbagai aktivitas yang dilakukan dan teknologi yang digunakan pada masing-masing

pelaku tersebut.

Tahapan awal dari aktivitas audit teknologi yang dilakukan adalah pengkajian

setiap tahapan proses sejak pengadaan bahan baku berupa pemanenan daun gambir

hingga gambir diekspor ke negara tujuan. Rincian teknologi yang digunakan pada

setiap tahapan produksi pada masing-masing pelaku tersebut dapat dilihat pada

Tabel 16.

Tabel 16. Tahapan Proses dan Teknologi Produksi Gambir Pada Setiap Pelaku Usaha

Tahapan Proses Alat Kerja Teknologi yang

digunakan saat ini

TEKNOLOGI PRODUKSI GAMBIR OLEH PENGOLAH SKALA MIKRO

Pengambilan daun gambir Pisau khusus (Ani-ani) Manual

Transportasi daun ke

pengolah

Keranjang rotan Manual (digendong)

Memampatkan daun untuk

dimasak

Kranjang dari logam atau dan

tali pengikat

Manual, (dengan bobot

badan)

Memasak daun Bejana logam dan kompor dari

semen

Manual, proses

memasak ditentukan

secara visual

Persiapan untuk pengempaan

(Pemutaran)

Batang Kayu Manual (bobot badan)

Ekstraksi Daun Hydraulic Press Manual

Penyimpanan ektrak daun Kotak Kayu (Parap-para) Manual, pengendapan

Penirisan ekstrak gambir Kantong plastik dan karung

pasir

Manual

Page 24: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

70

Tabel 16. (lanjutan)

Tahapan Proses Alat Kerja Teknologi yang

digunakan saat ini

Pencetakan gambir Alat cetak dari bambu (Cupak) Manual

Pengeringan matahari Nampan bambu Manual

Pengemasan gambir blok Kantong plastik Manual

TAHAPAN PROSES OLEH PENGUMPUL

Pengeringan matahari gambir

blok

Lantai semen atau jalanan

aspal

Manual

Pengemasan gambir blok Kantong plastik Manual

TAHAPAN PEMROSESAN ULANG OLEH EKSPORTIR

Gambir blok

Penerimaan gambir blok Timbangan Manual

Penyortiran dan grading

gambir blok

Penyortiran dengan tangan Manual

Pemrosesan ulang gambir

blok yang ditolak

Dilarutkan air panas Bak plastik tahan panas Manual

Penirisan Karung plastik/kain Manual

Pencetakan ulang

gambir blok

Alat cetak dari bambu Manual

Pengeringan Nampan dari bambu Manual

Pengeringan ulang gambir Lantai semen Manual

Oven listrik atau oven minyak

tanah

Mekanis

Produksi Gambir Cube dan Wafer Blocks

Pelarutan gambir blok dalam

air panas

Bejana logam Mekanis

Pemisahan kotoran Bejana logam dan saringan Manual

Pencucian dengan air

beberapa kali

Tangki logam Manual /

Mekanis

Pencetakan pasta gambir Cetakan kayu dan cetakan

logam

Manual

Pemotongan gambir Pisau Manual

Pengeringan Oven listrik atau oven minyak

tanah

Mekanis

PABRIK PENGOLAH DAUN GAMBIR “PT X”

Perajangan daun gambir Chopper Mekanis

Pengeringan daun yang

dirajang

Tunnel Dryer Mekanis dengan suhu

terkendali otomatis

Penggilingan Mills Mekanis

Page 25: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

71

Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa hampir semua aktivitas produksi dan

penanganan gambir dilakukan secara manual dan teknologi sederhana. Teknologi

yang sederhana tersebut merupakan kelemahan utama dalam agroindustri gambir

Indonesia selama ini di samping pasar internasional yang sangat dikuasai oleh

Negara India. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengkajian teknologi pengolahan

daun gambir yang digunakan perusahaan pengolah daun gambir milik pengusaha

India yang berlokasi di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hasil penilaian untuk indikator

transformasi teknologi disajikan pada Gambar 20, sedang hasil penilaian untuk

indikator kapabilitas teknologi disajikan pada Gambar 21. Hasil selengkapnya

disajikan pada Lampiran 18.

Gambar 20. Indikator Transformasi Teknologi Setiap Pelaku Agroindustri Gambir

Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa dari keempat indikator, seluruh pelaku

dalam rantai pasok gambir memiliki tingkat tingkat tranformasi teknologi yang harus

ditingkatkan sehingga tercapai tingkat teknologi yang diharapkan. Hal ini terjadi

pada keempat komponen yaitu technoware, infoware, humnware dan orgaware. Unit

7

6

5

4

3

2

1

0

1

2

3

4

5

6

7

7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7

Orgaware Humanware

Technoware Transformasi Teknologi

yang Diharapkan

Tranformasi Teknologi di

Tingkat EKsportir

(Gambir Asalan)

Transformasi Teknologi di

Tingkat Eksportir (Wafer Block/

Cube Gambier)

Infoware

Tranformasi Teknologi di Tingkat

Petani/Pengempa

Transformasi Teknologi

di Tingkat Pengumpul

Page 26: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

72

pengolahan gambir skala mikro memiliki tingkat transformasi teknologi yang paling

rendah dan harus diberikan usaha yang labih besar untuk peningkatannya. Usaha

tersebut menghadapi tantangan yang besar karena dalam rantai pasok agroindustri

gambier, unit pengolah gambir skala mikro merupakan pemasok dari semua unit di

atasnya, dan jumlahnya paling besar. Karena itu, perbaikan teknologi pada tingkat

usaha mikro akan melibatkan pelaku usaha yang sangat besar jumlahnya sehingga

memerlukan biaya yang besar. Namun jika perbaikan teknologi tersebut berhasil,

maka manfaatnya bagi keberlanjutan agroindustri gambir dalam jangka panjang juga

sangat besar. Perbaikan teknologi pada tingkat usaha mikro secara langsung akan

memperbaiki kemampuan produk dan mutu produk gambir yang dihasilkan.

Selanjutnya, perbaikan pada tingkat usaha mikro akan berpengaruh pada kegiatan

transportasi dan pemrosesan ulang pada pelaku dalam rantai pasok gambir

berikutnya. Sebaliknya, perbaikan teknologi di tingkat eksportir adalah yang paling

mudah dilakukan, namun keberhasilannya akan dinikmati oleh pengusaha/eksportir

yang bersangkutan, sedang petani tidak memperoleh keuntungan ekonomi dari

perbaikan tersebut. Bahkan hal ini dapat menimbulkan upaya pihak eksportir dan

pengumpul untuk membiarkan masyarakat tetap memproduksi gambir bermutu

rendah karena harga gambir di tingkat petani dapat ditekan tetap rendah.

Selanjutnya, karena melibatkan eksportir dengan skala usaha yang besar dan

jumlahnya sedikit, maka perbaikan di tingkat eksportir akan membutuhkan biaya

yang relatif rendah dibandingkan dengan biaya keseluruhan yang harus disediakan

jika akan dilakukan perbaikan teknologi untuk masing-masing unit usaha

agroindustri gambir skala mikro.

Seperti halnya pada indikator transformasi teknologi, seluruh pelaku dalam

agroindustri gambir juga memiliki tingkat penguasaan teknologi yang lebih rendah

dari pada tingkat penguasaan teknologi yang diharapkan (Gambar 21). Pada

Gambar 21, dapat dilihat bahwa segi empat semua pelaku berada di dalam tingkat

penguasaan teknologi yang diharapkan dan nilai-nilai masing-masing pelaku intuk

tiap indikator kapabilitas lebih kecil daripada nilai-nilai untuk tiap indicator

kapabilitas teknologi yang diharapkan. Pada Gambar 21 juga terlihat bahwa segi

empat untuk pengolah gambir skala mikro berada pada posisi paling dalam, dan

Page 27: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

73

selanjutnya berturut-turut makin keluar adalah pedagang pengumpul, eksportir (untuk

produk gambir asalan) dan eksportir untuk produk cube gambier dan wafer block

terletak paling luar, namun masih berada di dalam tingkat kapabilitas teknologi yang

diharapkan.

Gambar 21. Indikator Kemampuan Teknologi Setiap Pelaku Agroindustri Gambir

Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21, maka dapat disimpulkan bahwa

secara umum tingkat transformasi dan penguasaan teknologi proses dalam

agroindustri gambir masih perlu ditingkatkan. Mengingat banyaknya pelaku yang

terlibat dalam agroindustri gambir, maka disamping berbagai perbaikan yang perlu

dilaksanakan, maka pembinaan sumberdaya manusia harus dilakukan. Tanpa

perbaikan sumberdaya manusia, maka berbagai strategi perbaikan akan sulit

dijalankan dan memberikan hasil yang diharapkan.

4.7 Analisis SWOT

Pada tahap ini dilakukan identifikasi SWOT Indonesia dalam bisnis gambir

yang disajikan pada Tabel 17. Dari hasil identifikasi SWOT pada Tabel 17

diketahui bahwa Indonesia memiliki kekuatan dalam penyediaan bahan baku, namun

lemah dalam penguasaan pasar dan teknologi serta permodalan. Di sisi lain, terdapat

7

6

5

4

3

2

1

0

1

2

3

4

5

6

7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6

Operative

Capabilities

Acquisitive

Capabilities

Supportive

Capabilities

Innovative

Capabilities

Kapabilitas Teknologi di

Tingkat Petani/Pengempa

Kapabilitas Teknologi di

Tingkat Pengumpul

Kapabilitas Teknologi di Tingkat

Eksportir (Wafer Block/Cube Gambier)

Kapabilitas Teknologi di Tingkat

Eksportir (Gambir Asalan)

Kapabilitas Teknologi

yang DIharapkan

Page 28: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

74

kesempatan untuk melaksanakan pengembangan pasar baik di dalam negeri dan pasar

Internasional di samping peningkatan teknologi pengolahan gambir Indonesia. Pada

masa yang akan datang, keunggulan dan kesempatan yang ada tersebut diharapkan

dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat khususnya

petani dan pengolah gambir. Di sisi lain, diperlukan langkah untuk mengatasi

kelemahan yang ada serta antisipasi tantangan yang dihadapi pada masa yang akan

datang.

Tabel 17. Identifikasi SWOT Agroindustri dan Bisnis Gambir Indonesia

KEMPONEN

SWOT

Uraian

KEKUATAN 1. Memiliki lahan yang cocok untuk perkebunan Uncaria gambir di Pulau

Sumatera

2. Memiliki lahan pengembagan area baru diluar Sumatera, yaitu Papua

(Merauke)

3. Memiliki pengalaman yang lama dalam pengolahan gambir secara

tradisional

4. Dikenal secara global sebagai produsen terbesar Gambir asalan

5. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk

meningkatkan devisa negara dari produk hilir gambir

KELEMAHAN 1. Teknologi pengolahan gambir pada tingkat petani masih sangat

tradisional dan tidak efisien

2. Mutu gambir asalan rendah dan tidak sama dari setiap petani

3. Memiliki ketergantungan yang sangat kuat terhadap pasar India

4. Akses yang rendah terhadap lembaga pembiayaan

5. Nilai tambah gambir di dalam negeri sangat rendah

6. Litbang terhadap produk gambir sangat rendah

PELUANG 1. Ekstensifikasi area produksi gambir ke Papua

2. Perbaikan teknologi pengolahan gambir dengan mobile unit

3. Menciptakan produk bernilai tinggi dari gambir di dalam negeri seperti

katekin dan tanin

4. Meningkatkan penggunaan gambir di dalam negeri untuk industri

pangan, kesehatan dan kosmetik

5. Meningkatkan penggunaan gambir, katekin dan tanin untuk industri

batik dan penyamakan kulit serta berbagai produk farmasi dan kosmetik

TANTANGAN 1. Pengembangan produk substitusi gambir (katekin dan tanin dari Acacia

catechu dan lainnya)

2. Isu lingkungan terkait dengan kemiringan perkebunan gambir harus

lebih dari 40%

3. Konversi lahan gambir menjadi tanaman lain yang bernilai tinggi seperti

kelapa sawit, karet dan kakao

4. Bisnis gambir secara penuh dikuasai oleh pemain luar negeri,

khususnya India

Page 29: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

75

Pada tahap selanjutnya dilakukan juga identifikasi SWOT untuk India,

Singapura, Malaysia dan Republik Rakyat Cina yang merupakan negara-negara

penting dalam bisnis gambir dunia, baik sebagai penghasil, pengolah ulang maupun

sebagai penghasil produk akhir gambir. Selanjutnya, hasil identifikasi SWOT

Indonesia dibandingkan dengan beberapa Negara pelaku dalam bisnis gambir dunia

(Lampiran 19). Dengan membandingkan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan

tantangan Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara tersebut, diharapkan

dapat dirumuskan strategi yang dapat lebih menjamin keberlanjutan bisnis gambir

Indonesia dalam jangka panjang. Ringkasan perbandingan kekuatan, kelemahan,

peluang dan tantangan masing-masing negara setelah dikelompokkan menurut

beberapa faktor penentu dalam bisnis gambir disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Evaluasi Kondisi Bisnis Gambir Indonesia dan Negara Lainnya

Kriteria Indonesia India Singapura Malaysia RR Cina

Lahan Sangat baik Kurang Sangat kurang Baik Kurang

Bahan baku Sangat baik Kurang Sangat kurang Baik Kurang

Produk Hilir Kurang Sangat baik Baik Sedang Baik

Mutu Produk ~

Teknologi

Kurang Baik Baik Kurang Baik

Litbang Kurang Baik Sangat baik Baik Baik

SDM-jumlah Baik Baik Kurang Sedang Baik

SDM-teknologi Kurang Baik Baik Sedang Baik

Dukungan

Pemerintah

Baik Sangat Baik Baik Baik Baik

Pasar domestic Baik Sangat baik Sangat kurang Baik Baik

Pasar ekspor Baik Sangat baik Baik Kurang Baik

Pemodalan Kurang Baik Sangat baik Sedang Baik

Jaringan Kurang Sangat baik Sangat baik Kurang Kurang

Reputasi Sedang Sangat baik Baik Sedang Sangat baik

Kekuatan bisnis

gambir

Kurang Sangat baik Baik Kurang Sedang

Page 30: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

76

Selanjutnya, hasil evaluasi pada Tabel 18 dikonversi menjadi skor sebagai

berikut: 1 (Sangat Kurang), 2 (Kurang), 3 (Sedang), 4 (Baik) dan 5 (Sangat Baik).

Skor-skor tersebut disajikan secara grafis untuk membandingkan posisi Indonesia

dengan masing-masing negara. Hasil perbandingaan kondisi bisnis gambir Indonesia

dengan beberapa negara tersebut disajikan pada Gambar 22.

(a) Indonesia – India (b) Indonesia – Singapura

(c) Indonesia – Malaysia (d) Indonesia – RR Cina

Gambar 22. Perbandingan Kekuatan Bisnis Gambir Indonesia dengan India,

Singapura, Malaysia dan Republik Rakyat Cina

Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan semua negara

lain, Indonesia unggul pada dua faktor yaitu ketersediaan lahan yang cocok untuk

0

1

2

3

4

5

Lahan

Bahan baku

Produk Hilir

Teknologi ~ Mutu Produk

Litbang

SDM-jumlah

SDM-teknologi

Dukungan Pemerintah

Pasar domestik

Pasar ekspor

Pemodalan

Jaringan

Reputasi

Kekuatan bisnis gambir

Indonesia

India

0

1

2

3

4

5

Lahan

Bahan baku

Produk Hilir

Teknologi ~ Mutu Produk

Litbang

SDM-jumlah

SDM-teknologi

Dukungan Pemerintah

Pasar domestik

Pasar ekspor

Pemodalan

Jaringan

Reputasi

Kekuatan bisnis gambir

Indonesia

Singapura

0

1

2

3

4

5

Lahan

Bahan baku

Produk Hilir

Teknologi ~ Mutu Produk

Litbang

SDM-jumlah

SDM-teknologi

Dukungan Pemerintah

Pasar domestik

Pasar ekspor

Pemodalan

Jaringan

Reputasi

Kekuatan bisnis gambir

Indonesia

Malaysia

0

1

2

3

4

5

Lahan

Bahan baku

Produk Hilir

Teknologi ~ Mutu Produk

Litbang

SDM-jumlah

SDM-teknologi

Dukungan Pemerintah

Pasar domestik

Pasar ekspor

Pemodalan

Jaringan

Reputasi

Kekuatan bisnis gambir

Indonesia

RR Cina

Page 31: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

77

budidaya tanaman gambir dan penyediaan bahan baku industri gambir. Di samping

kedua faktor tersebut, dibandingkan dengan India, India lebih baik dari Indonesia

dalam semua hal kecuali dari segi sumberdaya manusia. Jumlah penduduk Indonesia

yang besar menyebabkan posisi Indonesia dalam bisnis gambir tidak terlalu berbeda

dengan India dari sisi sumberdaya manusia. Dibandingkan dengan Singapura,

keunggulan Indonesia terletak pada kedua hal tersebut serta ketersediaan sumberdaya

manusia untuk bisnis gambir dan potensi pasar domestik. Dibandingkan dengan

Malaysia, maka posisi Indonesia hampir sama karena dalam beberapa hal Malaysia

unggul, sedang dalam hal lain Indonesia lebih baik. Hampir sama dengan India,

posisi RR Cina lebih baik dalam banyak hal kecuali dalam potensi pasar domestik

dan dukungan pemerintah yang relatif sama. Dengan membandingkan kelima

negara, meskipun Indonesia unggul dalam ketersediaan dan kesesuaian lahan

sehingga unggul dalam penyediaan bahan baku, namun India merupakan negara

terkuat dalam bisnis gambir dunia. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas jika faktor-

faktor penentu kekuatan bisnis di atas diringkaskan menjadi empat komponen dalam

Model Berlian Porter (Gambar 23). Hasil pemetaan kondisi agroindustri gambir

Indonesia dibandingkan dengan keempat negara lainnya (Gambar 23) diperoleh

dengan mengelompokkan faktor-faktor pada Tabel 18 dan Gambar 22 ke dalam

komponen Berlian Porter, dan dirata-ratakan untuk tiap komponen (Lampiran 22).

Pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa India lebih unggul dari Indoesia dalam

keempat komponen berlian Porter. Hal yang sama terjadi pada RR Cina yang

mengungguli Indonesia dalam keempat komponen tersebut, namun India memiliki

skor yang lebih tinggi daripada RR Cina. Selanjutnya, dibandingka Singapura,

Indonesia unggul dalam permintaan khususnya potensi pasar domestik, namun kalah

dari Singapura dalam keterkaitan dengan industri pendukung dan strategi, struktur

dan kondisi persaingan antar unit usaha. Dibandingkan dengan Malaysia, posisi

Indonesia hampir sama. Fakta tersebut menunjukkan bahwa keunggulan Indonesia

dari segi sumberdaya alam (ketersediaan lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman

gambir) tidak otomatis menyebabkan keunggulan kompetitif bagi Indonesia dalam

bisnis gambir dunia. Oleh karena itu, diperlukan perubahan pola kerja dan bisnis

Page 32: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

78

masyarakat, pengusaha maupun dukungan dan peran pemerintah untuk

pengembangan bisnis gambir Indonesia pada masa yang akan datang.

(a) Indonesia – India (b) Indonesia – Singapura

(c) Indonesia – Malaysia (d) Indonesia – RR Cina

Gambar 23. Perbandingan Komponen Berlian Porter Indonesia dengan Beberapa

Negara Pelaku Bisnis Gambir Internasional

4.8 Permasalahan dalam Agroindustri Gambir

Berdasarkan hasil survei dan diskusi mendalam dengan pihak-pihak terkait

serta audit teknologi dan analisis SWOT dapat ditemukan berbagai permasalahan

dalam agroindustri dan bisnis gambir Indonesia umumnya dan Kabupaten lima Puluh

Kota khususnya. Dari hasil survei dan kajian tersebut, maka persoalan agroindustri

0

1

2

3

4

5

Kondisi faktor

Kondisi permintaan

Strategi perusahaan,

struktur persaingan

Keterkaitan dan industri pendukung

Indonesia

India

0

1

2

3

4

5

Kondisi faktor

Kondisi permintaan

Strategi perusahaan,

struktur persaingan

Keterkaitan dan industri pendukung

Indonesia

Singapura

0

1

2

3

4

Kondisi faktor

Kondisi permintaan

Strategi perusahaan,

struktur persaingan

Keterkaitan dan industri pendukung

Indonesia

Malaysia

0

1

2

3

4

Kondisi faktor

Kondisi permintaan

Strategi perusahaan,

struktur persaingan

Keterkaitan dan industri pendukung

Indonesia

RR Cina

Page 33: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

79

gambir dapat dikelompokkan menjadi persoalan teknologi proses, mutu produk,

pasar, pemodalan, budidaya tanaman gambir, sumberdaya manusia serta berbagai

masalah yang berkaitan dengan keberlanjutan agroindustri gambir Indonesia.

1. Permasalahan Teknologi

Seluruh aktivitas pengolahan gambir masyarakat menggunakan teknologi

sederhana dan manual. Hal tersebut sangat membatasi kemampuan produksi

serta rendahnya efisiensi proses pengolahan gambir. Hasil analisis ampas daun

gambir setelah ekstraksi menunjukkan masih tingginya kandungan katekin dan

tanin yang tersisa di dalamnya. Dari segi kapasitas produksi, karena seluruh

aktivitas menggunakan tenaga manusia, maka kapasitas produksi per hari

masing-masing rumah kempa menjadi terbatas. Dengan jumlah tenaga kerja

pengempa yang terbatas, banyak petani yang ladang gambirnya siap dipanen

harus menunggu sampai tenaga kerja pengempa tertentu menyelesaikan

pengempaan di rumah kempa milik petani lain. Kondisi tersebut menyebabkan

sulitnya memenuhi permintaan gambir jika pada waktu tertentu pasar

membutuhkan pasokan produk yang lebih tinggi. Di sisi lain, penggunaan

teknologi yang sederhana tersebut menyebabkan sulitnya menjamin mutu produk

agar tetap memenuhi standar tertentu baik dari segei bentuk, ukuran, warna

mamupun komposisinya.

2. Permasalahan Mutu

Hasil survey dan analisis sampel gambir yang diproduksi masyarakat

menunjukkan bahwa mutu produk gambir asalan sangat beragam. Kondisi

tersebut sangat menyulitkan meningkatkan harga jual gambir serta memperluas

pasar gambir di luar pasar yang telah ada saat ini. Untuk pengembangan pada

masa yang akan datang, sangat diperlukan perbaikan mutu serta adanya sistem

manajemen yang mampu memberikan jaminan mutu produk gambir. Hal

tersebut diperlukan agar gambir yang diproduksi pada saat tertentu oleh rumah

kempa tertentu sama seperti produksinya pada waktu sebelumnya ataupun rumah

kempa lain dan daerah lain. Dengan sistem yang baik, dapat dijamin bahwa

Page 34: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

80

agroindustri gambir mampu mempertahankan konsumen yang telah ada serta

mendapatkan konsumen yang baru untuk perluasan pasar.

3. Permasalahan Pasar

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, permasalahan yang menyangkut

mutu gambir menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk melakukan perluasan

pasar. Bahkan mutu yang tidak konsisten diduga mempengaruhi permintaan

konsumen dari negara-negara di luar importir utama seperti India dan Pakistan.

Hal tersebut dapat dilihat misalnya pada perkembangan ekspor ke Jepang

(Gambar 2). Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2005-2009,

volume ekspor gambir ke Jepang berfluktuasi, dan ekspor tiga tahun berikutnya

tidak jauh di bawah volume ekspor pada tahun 2006 Hal tersebut juga terlihat

dari ekspor ke negara lain seperti Inggris, Perancis, Saudi Arabia, Venezuela,

Taiwan dan sebagainya yang tidak berkelanjutan. (Lampiran 1).

4. Permasalahan Sumberdaya Manusia

Permasalahan sumberdaya manusia antara lain berupa budaya dan keterikatan

terhadap hal-hal yang telah menjadi kebiasaan dan hambatan serta keberanian

untuk menghadapi resiko ketika diperlukan perubahan atau pengembangan baru.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah pelaku dalam agroindustri gambir yang

memiliki keberanian untuk mencari terobosan baru dalam upaya perbaikan bisnis

gambir mereka. Di sisi lain, adanya pola berfikir sebagian masyarakat yang

menghendaki keuntungan sesaat walaupun mungkin dapat berakibat buruk pada

masa yang akan datang.

5. Permasalahan Permodalan

Lemahnya kemampuan pemodalan masyarakat telah menyebabkan

keterbatasan masyarakat untuk meningkatkan teknologi, pemeliharaan dan

peremajaan tanaman serta perluasan kebun gambir untuk peningkatan produksi.

Bahkan pada banyak petani, kelemahan tersebut telah menyebabkan

ketergantungan mereka kepada pedagang pengumpul yang semakin

memperlemah posisi tawar mereka dalam penjualan gambir asalan.

Page 35: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

81

6. Permasalahan Budidaya Tanaman Gambir

Dalam penyiapan kebun gambir baru, petani hanya menanam bibit gambir

yang berasal dari buah gambir dari kebun mereka sendiri. Tidak ada seleksi buah

maupun tanaman induk yang baik. Banyak petani tidak mengetahui bahwa

terdapat lebih dari satu varietas tanaman gambir yang kemampuan produksinya

berbeda. Di sisi lain, akibat keterbatasan permodalan, banyak tanaman kebun

gambir yang dimiliki masyarakat telah tua dan sebaiknya diremajakan. Sebagian

petani menyadari bahwa produksi kebun mereka lebih rendah dari masa-masa

sebelumnya, namun mereka tidak dapat melakukan peremajaan, karena hal

tersebut berarti bahwa mereka tidak dapat memanen daun gambir dari kebun

mereka sampai 18 bulan. Hal ini berarti bahwa mereka baru dapat melakukan

pemanenan kembali pada periode panen ketiga setelah dua kali musim panen

mereka hanya menunggu. Dalam budidaya, petani gambir hanya melakukan

pemeliharaan kebun mereka dengan penyiangan tanpa penanganan hama maupun

penyakit dan pemupukan yang baik. Kondisi tersebut menyebabkan

produktivitas kebun mereka sepenuhnya tergantung pada alam.

7. Permasalahan yang Berkaitan dengan Keberlanjutan Bisnis Gambir

Permasalahan yang berkaitan dengan keberlanjutan dalam jangka panjang

seperti alih fungsi lahan seperti untuk pertambangan, alih komoditi, penurunan

minat generasi muda untuk bekerja dan berusaha di bidang pertanian dan

agroindustri dan sebagainya. Selanjutnya, terkait dengan keberlanjutan bisnis

gambir, dukungan pemerintah terhadap pengembangan agroindustri gambir

belum diwujudkan dalam kebijakan dan program-program yang dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat secara langsung. Di samping itu, terdapat berbagai

ancaman dan tantangan agroindustri gambir Sumatera Barat seperti isu

perkebunan gambir yang berada di lahan-lahan kritis dan menimbulkan ancaman

terhadap kelestarian lingkungan

8. Permasalahan Kelembagaan

Semua pelaku dalam agroindustri gambir, berjalan masing-masing dengan

koordinasi dan kerja sama yang sangat lemah. Hubungan antara petani dengan

Page 36: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

82

pedagang pengumpul hanya terbatas pada jual beli gambir asalan, meskipun ada

sebagian petani yang terikat utang dengan pedagang. Hal yang sama terjadi

antara beberapa pedagang pengumpul dengan eksportir. Di sisi lain, lembaga

keuangan, perguruan tinggi dan lembaga penelitian juga berjalan sendiri-sendiri.

Pada saat yang sama, masyarakat juga kurang merasakan dukungan pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah terhadap agroindustri gambir. Meskipun

pemerintah daerah sangat mendukung pengembangan gambir sebagai produk

unggulan daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, namun dalam kebijakan investasi

asing, pemerintah dinilai kurang berhati-hati saat ada pendirian industri pengolah

daun gambir. Padahal, berdirinya industri tersebut akan makin memperkuat

posisi India dalam bisnis gambir dan sebaliknya mengancam keberlanjutan

lapangan kerja bagi banyak pengempa dan pedagang pengumpul berserta tenaga

kerja pengeringan, penanganan dan pengangkutan produk gambir.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam

agroindustri gambir sangat kompleks. Semua persoalan tersebut perlu diatasi

sehingga dalam jangka panjang, agroindustri gambir Indonesia benar-benar dapat

berkembang dan mampu mensejahterakan masyarakat dan menyumbang devisa

bagi negara. Namun karena ketersediaan sumberdaya untuk penanganan berbagai

permasalahan tersebut terbatas maka diperlukan kajian mengenai prioritas

permasalahan yang harus ditangani. Penentuan prioritas tersebut diperlukan agar

pemanfaatan sumberdaya untuk penanganan persoalan akan efektif. Di sisi lain,

jika dilakukan kajian lebih mendalam, diketahui bahwa berbagai persoalan

tersebut saling berkaitan sehingga ada persoalan yang terjadi akibat persoalan

lain. Oleh karena itu, perlu dikaji persoalan mendasar dalam agroindustri gambir

yang menyebabkan berbagai persoalan berikutnya. Di samping itu, terdapat

persoalan-persoalan yang berpengaruh terhadap munculnya permasalahan lain,

namun permasalahan tersebut juga ditimbulkan oleh permasalahan lain lagi.

Hasil kajian dengan metode ISM menunjukkan ketergantungan antar masalah dan

pengaruhnya terhadap berbagai masalah lain dalam agroindustri gambir

sebagaimana disajikan pada Gambar 24. Matriks Structural Self Interaction

Page 37: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

83

Matrix (SSIM) dan Reachibility Matrix (RM) selengkapnya dalam ISM mengenai

permasalahan agroindustri gambir dapat dilihat pada Lampiran 23 dan 24.

Gambar 24. Di-graph Permasalahan dalam Agroindustri Gambir

Pada Gambar 24 tersebut, dapat dilihat bahwa masalah kelembagaan

merupakan permasalahan yang memiliki dampak tertinggi terhadap timbulnya

berbagai masalah lain. Di sisi lain, masalah keberlanjutan bisnis gambir merupakan

dampak dari berbagai masalah lain. Di antara permasalahan tersebut, permasalahan

mutu produk, produk hilir, pasar dan kepasitas produksi memiliki dampak terhadap

masalah posisi tawar Indonesia dalam bisnis gambir, pendapatan UMK gambir dan

berujung pada masalah jaminan keberlanjutan bisnis gambir Indonesia. Sebaliknya,

permasalahan mutu dan sebagainya tersebut membutuhkan penanganan masalah

kelembagaan, SDM, litbang dan permodalan. Berdasarkan uraian tersebut dapat

dirumuskan hubungan antar berbagai permasalahan dalam agroindustri gambir

(Gambar 25).

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Da

ya

Do

ron

g

Ketergantungan

Kelembagaan

Permodalan

Litbang SDM

Pendapatan UMK Gambir

Keberlanjutan Bisnis

Posisi Tawar Indonesia

Pasar

Produk Hilir

Harga

Budidaya

Mutu Produk

Kapasitas Produksi

Teknologi Proses

Page 38: BAB IV Analisis Situasi Agroindustri Gambar di Kabupaten Lima ...

84

Gambar 25. Keterkaitan Berbagai Permasalahan dalam Agroindustri Gambir

Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa akar persoalan dalam agroindustri

gambir adalah permasalahan kelembagaan yang menyebabkan berbagai persoalan

seperti permodalan, penelitian dan pengembangan, pemasaran yang berujung pada

persoalan jaminan keberlanjutan bisnis gambir dalam jangka panjang. Dengan

lemahnya kelembagaan selama ini, maka masing-masing pelaku dalam bisnis gambir

tidak memiliki pemahaman yang sama tentang permasalahan yang dihadapi.

Selanjutnya, kurangnya tantangan dalam pemasaran serta lemahnya akses ke pasar

baru yang potensial telah menyebabkan agroindustri gambir hampir tidak mengalami

perkembangan yang berarti untuk jangka waktu yang lama. Pada Gambar 25 juga

dapat dilihat bahwa persoalan mutu produk karena tidak dikembangkannya produk

antara maupun produk akhir dari gambir makin membatasi kesempatan

pengembangan pasar baru yang potensial, baik pasar domestik maupun pasar ekspor.

Kapasitas

Produksi

Teknologi

Proses

Produk

Hilir

Masalah

Harga Masalah

Pasar

Pendapatan

UMK Gambir

Keberlanjutan

Bisnis

Posisi

Indonesia

Mutu Produk

Budidaya

Kelembagaan

SDM Litbang Permodalan