Bab IV Analisis - REVISI 3

download Bab IV Analisis - REVISI 3

of 70

description

ok

Transcript of Bab IV Analisis - REVISI 3

  • 60

  • 61

    BAB IVANALISIS PERSEPSI DAN PERILAKU ALIH GUNA LAHAN HUTAN

    MENJADI BUDIDAYA HORTIKULTURA DI GUNUNG WAYANG

    Dalam bab analisis akan dijelaskan hasil analisis mengenai persepsi masyarakattentang alih guna lahan hutan menjadi budidaya hortikultura, faktor-faktor yangmempengaruhi persepsi masyarakat tersebut, perilaku laih guna lahan masyarakat,dan keterkaitan persepsi yang dimiliki masyarakat dengan perilaku alih guna lahanhutan.

    4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Alih Guna Lahan Hutan MenjadiBudidaya Hortikultura di Hulu Sungai Citarum

    Persepsi masyarakat tentang alih guna lahan hutan diturunkan ke dalam beberapabentuk persepsi, yaitu persepsi tentang peran Gunung Wayang, keterkaitan antaraSungai Citarum dengan Gunung Wayang, dampak pembukaan hutan, fungsi hutan,kondisi lingkungan disekitar, peluang pekerjaan selain bertani, dan persepsi tentangkeberadaaan lembaga penyuluh. Analisis persepsi ini akan dijelaskan dengan analisisstatistik deskriptif.

    4.1.1 Persepsi Akibat Pengetahuan

    4.1.1.1 Persepsi Masyarakat Tentang Peran Gunung Wayang

    Persepsi masyarakat tentang peran Gunung Wayang dalam penelitian ini dibatasidalam peran Gunung Wayang sebagai kawasan lindung dan sebagai wilayah resapan.Perda Kabupaten Bandung No 3 tahun 2008 menyatakan bahwa seluruh kawasanhutan yang berada di Gunung Wayang memiliki status sebagai hutan lindung. Status

  • 62

    hutan ini telah ditingkatkan dari yang dahulunya hutan konservasi, sehingga dapatdikelola dengan batasan dan syarat tertentu, menjadi hutan lindung dan tidak bolehdigarap untuk pertanian. Namun masih ada 27% dari responden yang tidakmengetahui bahwa hutan yang ada di Gunung Wayang adalah hutan dengan fungsisebagai perlindungan, sistem penyangga kehidupan, pengatur tata air, pencegahanbencana banjir dan erosi, serta pemeliharaan kesuburan tanah. Dari 73% petanilainnya yang mengatahui fungsi lindung ini, hanya 67.8% yang mendapatkaninformasi dari pemerintah, sisanya 32.2% menerima informasi dari masyarakatsekitar. Informasi yang tidak merata dan sumber informan yang beragam inimendorong munculnya persepsi di petani bahwa hutan di Gunung Wayang tidakbenar-benar dilarang untuk digarap.

    GAMBAR 4. 1 PERSENTASE RESPONDEN YANG MENGETAHUI FUNGSIKAWASAN GUNUNG WAYANG SEBAGAI KAWASAN LINDUNG

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Sebagian dari responden beranggapan bahwa yang disebut kawasan lindung hanyapetak 73 yang merupakan zona inti kawasan DAS Citarum. Petak 73 terkenal sebagaikawasan lindung karena pada tahun 2001 petani perambah di petak 73 dipaksaberhenti bertani dari petak tersebut dan menyebabkan meningkatnya angkapengangguran sepanjang tahun. Untuk menyukseskan gerakan penurunan petani pada

    72%

    28%

    pernah tidak

  • 63

    petak 73 ini (gerakan Citarum Bergetar) dipasang beberapa papan pengumuman yangmenunjukkan bahwa petak tersebut adalah kawasan lindung. Namun, tindakan yangsama tidak dilakukan pada petak lain di kawasan Gunung Wayang. Perbedaanperlakuan inilah yang menyebabkan timbulnya persepsi bahwa hutan lindung dikawasan Gunung Wayang hanya hutan pada petak 73 saja.

    Hal serupa juga terjadi pada persepsi masyarakat mengenai kawasan Gunung Wayangsebagai wilayah resapan. Sebesar 44% responden tidak mengetahui mengenai istilahresapan maupun ketika telah dijelaskan makna resapan bagi suatu wilayah.Ketidaktahuan petani mengenai wilayah resapan ini menyebabkan munculnyapersepsi bahwa apapun yang mereka lakukan terhadap hutan di Gunung Wayangtidak akan berdampak pada masyarakat di wilayah lain.

    GAMBAR 4. 2 PERSENTASE PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAIKAWASAN GUNUNG WAYANG SEBAGAI WILAYAH RESAPAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    56%44%

    tahu tidak tahu

  • 64

    4.1.1.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Keterkaitan Antara Sungai Citarum DenganKondisi lahan di Kawasan Gunung Wayang

    Sebesar 38.3% dari responden penelitian mengetahui bahwa terdapat hubungan antarakondisi lahan di kawasan Gunung Wayang dengan kondisi Sungai Citarum yangkotor dan sering banjir. Hubungan yang diketahui tersebut antara lain berkurangnyapohon di hulu sungai akan mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap airsehingga menyebabkan banjir, air permukaan dari hulu menyebabkan banjir, daerahhulu tidak mampu menyerap air sehingga muncul aliran permukaan, hutan gundulmenyebabkan terjadinya erosi dan sedimentasi ke sungai, dan penebangan kayu dihutan menyebabkan banjir di pemukiman yang lebih rendah. Namun dalam jumlahyang lebih besar terdapat 50.6% responden yang memiliki persepsi bahwa tidak adahubungan antara kondisi lahan di Gunung Wayang dengan kondisi Sungai Citarumyang kotor dan sering banjir. Padahal berdasarkan penelitian Pahlawan (2011), bahwakegiatan pemanfaatan sumberdaya lahan di daerah hulu akan memberikan dampakterhadap DAS bagian tengah dan hilir dalam bentuk penurunan kapasitas simpananair serta menurunnya kualitas dan kuantitas air. Hal ini berarti, seharusnya kondisilahan di Gunung Wayang akan mempengaruhi kondisi Sungai Citarum di daerahtengah dan hilir dalam bentuk menurunnya kualitas dan kuantitas air.

    Ketidaktahuan mengenai hubungan ini lah yang menyebabkan responden tidak terimaketika masyarakat di hilir menyalahkan masyarakat hulu karena Sungai Citarum kotordan menyebabkan banjir. Menurut Kepala Desa Tarumajaya, dalam rapat kepala desaseringkali Desa Tarumajaya disebut-sebut sebagai salah satu penyebab banjir dariSungai Citarum. Namun, ketika keluhan ini disampaikan kepala desa kepadamasyarakat agar masyarakat mau mengganti komoditasnya masyarkat desa tidakterima karena menurut mereka meskipun di hulu tidak hujan di hilir tetap saja banjir.Persepsi masyarakat ini menunjukkan bahwa responden tidak mengetahui bahwa jikahutan dan tanaman kayu ditebang, maka daya simpan air oleh tanah akan berkurang

  • 65

    dan menyebabkan terjadinya aliran permukaan di musim hujan, kekeringan di musimkemarau, sedimentasi,erosi, dan banjir. Masyarakat tidak mengetahui bahwaketerkaitan Gunung Wayang sebagai hulu Citarum dan Sungai Citarum memilikihubungan yang lebih kuat dibandingkan hubungan hujan di hulu dan banjir di hilir.

    GAMBAR 4. 3 PERSENTASE PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAIKEBERADAAN HUBUNGAN ANTARA KONDISI LAHAN DI KAWASAN

    GUNUNG WAYANG DENGAN SUNGAI CITARUM

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.1.1.3 Persepsi Masyarakat Tentang Dampak Pembukaan Hutan

    Sebesar 14.9% dari responden tidak mengetahui dampak yang akan terjadi jikadilakukan pembukaan hutan, 78.5% jawaban dari responden menunjukkan bahwaresponden mengetahui dampak pembukaan hutan. Dampak pembukaan hutan yangdiketahui responden tersebut jika diurutkan berdasarkan besarnya jumlah respondenyang menjawab adalah banjir (39.7%); longsor (22.3%); penurunan cadangan airtanah (6.6.%); dampak lain seperti erosi, penggundulan hutan, kebakaran, danpeningkatan suhu(5%); kekeringan (4.1%); dan penurunan kualitas tanah (0.8%).Namun, terdapat 6.6% responden yang memiliki persepsi bahwa tidak ada dampakyang akan timbul jika dilakukan pembukaan hutan. Jawaban ini kemungkinan

    38.350.6

    11.10

    102030405060

    ada hubungan tidak ada hubungan tadak tahu

    perse

    ntase

    (%)

  • 66

    dikarenakan dampak yang terjadi merupakan dampak yang tidak langsung danmembutuhkan waktu yang panjang agar dapat dirasakan oleh masyarakat DesaTrumajaya, seperti penurunan kualitas tanah tidak terjadi secara signifikan dalamwaktu satu atau dua hari, atau banjir tidak terjadi di hulu sungai namun terjadi didaerah yang lebih rendah.

    GAMBAR 4. 4 PERSENTASE PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP DAMPAKYANG TERJADI AKIBAT PEMBUKAAN HUTAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.1.1.4 Persepsi Masyarakat Tentang Fungsi Hutan

    Sebesar 52.7% responden menunjukkan bahwa responden mengetahui fungsi hutan,yaitu 20.2% sebagai daerah resapan air, 13% sebagai pencegah erosi, 10.9% sebagaikawasan lindung dan pariwisata, 5.9% sebagai penghasil udara bersih, dan 2.5%sebagai penyerap udara kotor. Sebesar 24.4% dari jawaban responden adalah tidaktahu mengenai fungsi hutan, dan 22.7% lainnya menjawab dan lain-lain yaitujawaban bahwa hutan berfungsi sebagai sumber mata pencaharian. Beberapa jawaban

    14.96.6 0.8 6.6

    39.7

    22.3

    4.1 5.00.05.0

    10.015.020.025.030.035.040.045.0

    tidak tahu tidak ada penurunankualitastanah

    penurunancadanganair tanah

    banjir longsor kekeringan dll

    perse

    ntase

    (%)

  • 67

    lain dari responden tersebut adalah lahan bertani, sumber makanan ternak, dansumber kayu untuk rumah tangga. Fungsi lain yang diketahui masyarakat cenderungmendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Hal in sesuai dengan kalimat yang seringdiucapkan masyarakat Desa Tarumajaya yaitu, yang tinggal di tepi laut akanmencari makan ke laut, dan yang tinggal di hutan akan mencari makan di hutan.

    GAMBAR 4. 5 PERSENTASE PERSEPSI RESPONDEN TENTANG FUNGSIHUTAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.1.2 Persepsi Tentang Kondisi Lingkungan

    4.1.2.1 Persepsi Masyarakat Tentang Kondisi Lingkungan Desa Tarumajaya

    Persepsi masyarakat tentang kondisi lingkungan Desa Tarumajaya akan dibatasidalam dua kondisi, yaitu kerugian yang dirasakan akibat alih guna lahan hutan danpersepsi tentang keberadaan Sungai Citarum. Sebesar 51% dari responden merasabahwa lingkungan mereka baik-baik saja dan tidak ada kerugian yang dirasakanakibat tindakan alih guna lahan (24% respoden menjawab tidak tahu mengenaikerugian yang ada dan 27% menjawab tidak ada kerugian yang dirasakan). Kerugian

    24.4

    5.9 2.5

    13.4 10.9

    20.2 22.7

    0.0

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    tidak tahu menghasilkanudara bersih

    menyerapudara kotor

    mencegaherosi

    kawasanlindung /wisata

    resapan air dll

    perse

    ntase

    (%)

  • 68

    terbesar yang dirasakan responden adalah terjadinya banjir di daerah yang lebihrendah. Permasalahan ini berkaitan dengan terancamnya modal sosial antaramasyarakat hulu dengan masyarakat di daerah yang lebih rendah. Apalagi denganadanya tekanan media, membuat masyarakat hulu menjadi sensitif jika disebutmengenai permasalahan keberadaan hutan. Hal ini dikarenakan seringnya DesaTarumajaya disebut sebagai salah satu penyebab banjir di hilir. Aliran lumpur yangterjadi akibat berkurangnya daya ikat tanah menyebabkan lahan pertanian,pemukiman, dan jalanan ditutupi lumpur ketika hujan sehingga rawan terjadikecelakaan. Longsor yang terjadi ketika hujan menyebabkan lahan pertanian gagalpanen dan akses tertutup menuju Gunung Wayang. Kondisi ini semakin membuattertutupnya Desa Tarumajaya dari wilayah lain. Kesulitas akses ini menurunkanminat pembeli sayuran, investor, ataupun wisatawan untuk datang ke DesaTarumajaya. Kekeringan menyebabkan para petani memilih untuk tidak bertaniketika musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh keringnya aliran air sungai yangmelewati lahan pertanian sehingga dibutuhkan dana lebih jika ingin mendapatkan airuntuk irigasi. Kekeringan ini menyebabkan semakin menipisnya pendapatanmasyarakat. Berkurangnya hasil panen dan kualitas tanah merupakan dampak jangkapanjang yang terjadi akibat terbawanya unsur hara tanah oleh aliran air ketika hujan.Jawaban lain dari masyarakat adalah semakin sulit untuk mendapatkan kayu hutanyang berguna dalam pembangunan rumah maupun kayu bakar karena kawasan hutanyang semakin sempit.

  • 69

    GAMBAR 4. 6 PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP KERUGIAN YANGDIRASAKAN AKIBAT PEMBUKAAN HUTAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Meskipun masyarakat hulu sering disalahkan sebagai penyebab banjir SungaiCitarum, masyarakat ini masih meiliki persepsi yang positif terhadap Sungai Citarumyang melalui Desa Tarumajaya. Sebesar 69.1% responden menganggap bahwaSungai Citarum masih memberikan manfaat untuk kehidupan masyarakat. Manfaatutama yang dirasakan masyarakat adalah sebagai sumber air kebutuhan rumahtangga, seperti mandi dan mencuci (62.7%). Kualitas air sungai di hulu sungai masihsangat bersih sehingga masih baik digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Sebesar28.8% jawaban responden menyebutkan manfaat Sungai Citarum adalah sebagaisumber air irigasi. Irigasi yang dominan dilaksanakan petani adalah denganmenggunakan pompa dan kincir yang airnya bersumber dari Sungai Citarum. Sebesar5.1% jawaban dari responden adalah sumber air untuk keperluan peternakan. Sisanyaadalah sebagai sumber air bagi fasilitas publik.

    Sebanyak 13.6% jawaban menunjukkan persepsi negatif terhadap keberadaan SungaiCitarum. Dari 13.6% jawaban tersebut, 76.2%nya menyatakan bahwa air Sungai

    24%27%

    6%3% 2%

    10% 9%13%

    6%

    0%

    5%

    10%

    15%

    20%

    25%

    30%

    tidak tahu tidak ada kekeringan berkurangnyahasil panen

    menurunnyakualitas tanah

    aliran lumpurketika hujan

    longsor banjir didaerah yanglebih rendah

    dll

  • 70

    Citarum telah tercemar oleh kotoran ternak sehingga membawa penyakit dan tidakdapat dimanfaatkan. Kebiasan masyarakat untuk langsung membuang kotoran sapi kesungai menyebabkan kotoran sapi menjadi permasalahan lain di Desa Tarumajaya.Kotoran sapi dianggap kurang bagus untuk pupuk tanaman sehingga kotoran sapitersebut dibuang ke sungai kemudian masyarakat membeli kotoran unggas dariwilayah lain untuk pupuk tanaman. Sungai Citarum bagian hulu mulai tercemarkotoran sapi pada bagian sungai yang melewati perumahan penduduk. Di kiri dankanan sungai masyarakat mendirikan kandang sapi sehingga kotoranya dapat denganmudah dibuang ke sungai. Alasan lainnya Citarum dianggap mengganggu adalahkarena banjir yang ditimbulkannya, pencemaran, dan erosi.

    GAMBAR 4. 7 PERSENTASE PERSEPSI RESPONDEN TERHADAPKEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    69.10%

    13.60% 17.30%0.00%

    10.00%

    20.00%

    30.00%

    40.00%

    50.00%

    60.00%

    70.00%

    80.00%

    bermanfaat mengganggu tidak tahu

  • 71

    4.1.2.2 Persepsi Terhadap Peluang Pekerjaan Lain

    Sebesar 41.98% responden yang menyatakan tidak pernah terpikirkan mengenaipekerjaan lain dan kemungkinan peluangnya, menunjukkan bahwa mereka tidakberniat untuk mengganti pekerjaannya dan telah merasa nyaman dengan pekerjaansebagai petani ladang. Besarnya responden yang tidak pernah memikikan pekerjaanlain ini disebabkan terbatasnya kemampuan responden dan terbatasnya peluangpekerjaan selain bertani itu sendiri di Desa Tarumajaya. Jauhnya lokasi DesaTarumajaya dan terbatasnya akses menuju pusat kabupaten juga menjadi salah satupenghalang responden untuk mencoba pekerjaan lain. Responden sebesar 29.63%yang pernah melaksanakan atau mencoba pekerjaan lain menunjukkan keinginanuntuk beralih profesi namun sebagian besar terkendala persoalan modal dan keahlian.Tentunya jika mendapatkan bantuan modal dan pelatihan, maka responden dalamkelompok ini akan bersedia beralih profesi dari petani ladang. Pekerjaan lain yangdicoba seperti tukang ojeg, pedagang, wiraswasta, dan pegawai kantoran atau buruhpabrik. Sebesar 24.69% yang tidak melaksanakan pekerjaan lain tersebutmenunjukkan bahwa responden ini memikirkan untuk beralih profesi namun tidakdapat melaksanakannya karena terkendala oleh berbagai hal seperti modal, tenaga,dan kemampuan. Persepsi responden terhadap peluang pekerjaan lain inimenunjukkan pandangan responden mengenai program alih profesi yang jika ditindaklanjuti dapat mengurangi jumlah petani penggarap lahan hutan.

  • 72

    GAMBAR 4. 8 PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP PELUANG PEKERJAANSELAIN SEBAGAI PETANI LADANG

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.1.2.3 Persepsi Terhadap Keberadaaan Lembaga Penyuluh

    Terdapat beberapa lembaga yang melakukan penyuluhan di Desa Tarumajayamengenai cara bertani atau cara pengelolaan lahan, seperti dari Dinas Pertanian,Koperasi Pangalengan, Lembaga Masyarakat Desa di sekitar Hutan (LMDH),Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dan perusahaan obat untuk tanaman. Masing-masing lembaga memberikan penyuluhan seperti penyuluhan mengobati penyakittanaman, cara pembibitan dan pestisida, pupuk organik, dan penanaman tanamankayu. Namun keberadaan lembaga ini dinilai memberikan masukan yang tidakmembantu oleh 49.38% responden. Sebesar 18.52% rsponden menyatakan bahwapenyuluhan yang disampaikan merupakan materi yang telah diketahui sebelumnyasehingga tidak memberikan nilai tambah ketika mengikuti penyuluhan tersebut. Halini dikarenakan masyarakat sudah mengenal cara bertani karena bertani di DesaTarumajaya merupakan kegiatan yang dilaksanakan turun temurun, sehinggamasyarakat sudah cukup paham dengan cara bertani. Hanya 32.10% responden yang

    1.23%

    29.63%24.69%

    2.47%

    41.98%

    0.00%5.00%

    10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%35.00%40.00%45.00%

    menjanjikan dilaksankannamun terkendala

    tidak dilaksanakan merugikan tidakpernahterpikirkan

  • 73

    menyatakan bahwa penyuluhan tersebut memberikan manfaat dalam bertani. Hal inimenunjukkan bahwa penyuluhan yang dilaksankan kurang menjawab kebutuhanresponden.

    GAMBAR 4. 9 PERSEPSI TERHADAP KEBERADAAN LEMBAGA PENYULUHPERTANIAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi MasyarakatTentang Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Budidaya Hortikultura di GunungWayang

    Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dilakukan dengananalisis asosiasi dengan chi square cramers V. Variabel yang akan diasosiasikanadalah variabel dari karakteristik personal (jenis kelamin, pendidikan terakhir,pendapatan, dan motivasi) dan variabel dari karakteristik pertanian (lama bertani,status bertani, konsultasi pengelolaan lahan, penggunaan media informasi mengenaipengelolaan lahan, penggunaan media informasi, dan pelaksaan kontrol daripemerintah) dengan persepsi tentang alih guna lahan. Melalui analisis ini didapatkannilai signifikansi yang jika lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat hubungan antar

    32.10%18.52%

    49.38%

    0.00%

    10.00%

    20.00%

    30.00%

    40.00%

    50.00%

    60.00%

    bermanfaat memberikan masukan yangtelah diketahui

    tidak membantu

  • 74

    variabel, dan jika nilai signifikansi dibawah 0.05 maka terdapat hubungan antarvariabel. Selain nilai signifikansi, terdapat juga nilai Cramers V yang menunjukkankekuatan hubungan antar variabel. Nilai Cramers V berada antara 0 hingga 1, 0berarti hubungna yang sangat lemah/tidak ada hubungan, dan 1 berarti hubunganyang sangat kuat. Nilai Cramers V ini, agar lebih mudah menginterpretasikannya,maka peneliti membuat rentang nilai, yaitu jika nilai Cramers V berada pada rentang0 0.25 maka keterkaitan dikategorikan sangat lemah, 0.25 0.50 dikategorikanketerkaitan lemah, 0.50 0.7 5 dikategorikan kuat, dan nilai yang berada antararentang 0.75 1 dikategorikan keterkaitan yang sangat kuat.

  • 75Sumber: Hasil Analisis, 2012

    TABEL IV. 1 NILAI SIGNIFIKANSI DAN CRAMERS V ANTARA FAKTOR PEMBENTUK PERSEPSI DENGAN PERSEPSITERHADAP ALIH GUNA LAHAN HUTAN MENJADI BUDIDAYA HORTIKULTURA

    sig. 0.014 0.059 0 0 0.641 0.105 0 0.165 0cramers v 0.393 0.264 0.715 0.721 0.421 0.537 0.742 0.541 0.724sig. 0.247 0.25 0 0 0 0 0 0.029 0cramers v 0.272 0.278 0.722 0.641 0.646 0.603 0.743 0.538 0.606sig. 0.021 0.533 0.494 0.1 0.506 0.23 0.082 0.998 0.034cramers v 0.313 0.177 0.172 0.256 0.454 0.475 0.287 0.343 0.29sig. 0.777 0.564 0.288 0.605 0 0.288 0.636 0.183 0.322cramers v 0.301 0.318 0.365 0.312 0.639 0.458 0.294 0.494 0.353sig. 0.002 0.079 0.779 0.445 0.084 0.032 0.857 0.526 0.922cramers v 0.359 0.264 0.16 0.189 0.519 0.528 0.097 0.466 0.11sig. 0.749 0.312 0 0 0.334 0.199 0 0.721 0cramers v 0.177 0.171 0.716 0.581 0.478 0.478 0.715 0.435 0.595sig. 0.009 0.02 0 0 0.599 0.604 0 0.239 0cramers v 0.33 0.305 0.676 0.536 0.446 0.432 0.654 0.497 0.533sig. 0.291 0.666 0 0 0.284 0.647 0 0.48 0cramers v 0.241 0.159 0.646 0.542 0.478 0.427 0.658 0.471 0.563sig. 0.996 0.291 0 0 0.697 0.423 0 0.346 0cramers v 0.11 0.213 0.721 0.584 0.432 0.45 0.718 0.486 0.601

    pendapatan

    motivasi

    peluangkerja lain

    jenis kelamin

    Karak

    teristi

    k pers

    onal

    dampakbukahutan

    wilayahresapan

    rugi alihgunalahan

    pendapatmengenais.citarum

    pendidikanterakhir

    keberadaan

    lembagakawasanlindung

    hubs.citarumdengang.wayang

    fungsihutan

    karakt

    eristik

    perta

    nian

    lama bertani

    status bertani

    konsultasipengelolaanpenggunaan

    media informasipelaksanaankontrol dari

    Persepsi

    Faktor-faktorpersepsi

  • 76

    4.2.1 Karaktersitik PersonalFaktor dari karakteristik personal yang mempengaruhi terbentuknya persepsi adalahjenis kelamin, pendidikan terakhir, pendapatan dan motivasi.

    a) Jenis Kelamin

    Menurut Colfer, Woefel, Wadley, & Harwell (1996) jenis kelamin mempengaruhipersepsi seseorang, bahwa terdapat kecenderungan kedekatan antara hutan denganlaki-laki dibandingkan dengan perempuan. Menurutnya laki-laki dapatmempersepsikan hutan dengan lebih baik dibandingkan perempuan. Hal yang serupaterjadi pada kasus alih guna lahan hutan di Gunung Wayang. Terdapat kecederunganlaki-laki untuk lebih memahami hutan dan lingkungannya dibandingkan perempuan.Variabel jenis kelamin berkaitan dengan persepsi terhadap peluang pekerjaan lain,kawasan Gunung Wayang sebagai kawasan lindung, hubungan Sungai Citarumdengan Gunung Wayang, wilayah resapan , dan keberadaan Sungai Citarum. Indeksketerkaitan (Cramers V) antara jenis kelamin dengan persepsi petani ini kuat yaitu

    berada pada rentang 0.715 hingga 0.742.

    Variabel jenis kelamin memiliki keterkaitan yang lemah dengan persepsi peluangpekerjaan lain, yaitu dengan nilai Cramers v 0.393. Responden laki-laki memiliki

    persentase mencoba pekerjaan lain yang lebih besar dibandingkan dengan respondenperempuan. Sebaliknya responden yang tidak pernah memikirkan pekerjaan lainberasal dari responden perempuan. Hal ini sesuai dengan fungsi laki-laki sebagaikepala keluarga yang memiliki tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya.

  • 77

    TABEL IV. 2 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL JENIS KELAMIN DENGANPERSEPSI PELUANG PEKERJAAAN SELAIN SEBAGAI PETANI LADANG

    Peluang pekerjaan selain sebagai petani

    Totalmenjanjikan

    dilaksanakannamun

    terkendalatidak

    dilaksanakan merugikan

    tidakpernah

    terpikirkanjeniskelamin

    laki-laki 1 19 13 2 13 482.1% 39.6% 27.1% 4.2% 27.1% 100.0%

    100.0% 79.2% 65.0% 100.0% 38.2% 59.3%Perempuan 0 5 7 0 21 33

    .0% 15.2% 21.2% .0% 63.6% 100.0%

    .0% 20.8% 35.0% .0% 61.8% 40.7%Total 1 24 20 2 34 81

    1.2% 29.6% 24.7% 2.5% 42.0% 100.0%100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Sebesar 63.8% dari responden yang mengetahui bahwa kawasan Gunung Wayangmerupakan kawasan lindung adalah laki-laki dan 36.2% sisanya adalah perempuan.Persebaran persentase ini sesuai dengan kenyataan bahwa laki-laki lebih banyakbekerja di lahan pertanian dibandingkan perempuan dikarenakan fungsi laki-lakisebagai kepala keluarga. Lebih seringnya laki-laki di lahan pertanian menyebabkanlaki-laki lebih mengetahui banyak tentang keadaan kebun dan sekitarnya, termasukfungsi kebun garapannya sebagai kawasan lindung.TABEL IV. 3 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL JENIS KELAMIN DENGAN

    PERSEPSI PENGETAHUAN MENGENAI KAWASAN GUNUNG WAYANGSEBAGAI KAWASAN LINDUNG

    Informasi mengenai kawasanlindung

    Totalpernah tidakjenis kelamin laki-laki 37 11 48

    77.1% 22.9% 100.0%63.8% 47.8% 59.3%

    perempuan 21 12 3363.6% 36.4% 100.0%36.2% 52.2% 40.7%

    Total 58 23 8171.6% 28.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 78

    Di antara responden laki-laki 45.8% nya menyatakan bahwa terdapat hubungan antaraSungai Citarum dengan Gunung Wayang sedangkan sisanya menganggap tidak adahubungan dan tidak tahu mengenai hubungan tersebut. Sedangkan di antararesponden perempuan, 57.6% nya menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antaraSungai Citarum dan Gunung Wayang, sedangkan sisanya 27.3% menyatakan adahubungan dan 15.2% menjawab tidak tahu mengenai hubungan antara GunungWayang dan Sungai Citarum tersebut. Kecenderungan persentase laki-laki lebih pekaterhadap lingkungan dipengaruhi oleh lebih fokusnya petani laki-laki dalam bertani.Responden perempuan bertani dari pagi hingga pukul 11 siang, sedangkan laki-lakibertani dengan durasi yang lebih panjang dibandingkan perempuan. Hal inimenyebabkan laki-laki lebih mengenal kondisi lahan dan kondisi lingkunganya.

    TABEL IV. 4 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL JENIS KELAMIN DENGANPERSEPSI HUBUNGAN ANTARA KONDISI LAHAN DI GUNUNG WAYANG

    DENGAN KONDISI SUNGAI CITARUM

    Hubungan S.Citarum dengan G.Wayang

    Totalada hubunganTidak adahubungan tidak tahu

    jenis kelamin laki-laki 22 22 4 4845.8% 45.8% 8.3% 100.0%71.0% 53.7% 44.4% 59.3%

    perempuan 9 19 5 3327.3% 57.6% 15.2% 100.0%29.0% 46.3% 55.6% 40.7%

    Total 31 41 9 8138.3% 50.6% 11.1% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Untuk persepsi mengenai fungsi kawasan Gunung Wayang sebagai daerah resapan,68.8% dari responden laki-laki menjawab mengetahui mengenai fungsi GunungWayang sedangkan di antara responden perempuan 63.6% nya menyatakan tidakmengetahui mengenai fungsi resapan ini. Hal ini sesuai bahwa responden laki-lakilebih peka terhadap kondisi lahan dan lingkungan di Gunung Wayang karena lebih

  • 79

    fokusnya laki-laki dalam bekerja, sedangkan perempuan memiliki fokus untukmengurus rumah tangganya.

    TABEL IV. 5 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL JENIS KELAMIN DENGANPENGETAHUAN KAWASAN GUNUNG WAYANG SEBAGAI WILAYAH

    RESAPAN

    HASIL UJI KETERKAITANpengetahuan mengenai wilayah

    resapanTotaltahu tidak tahu

    jenis kelamin laki-laki 33 15 4868.8% 31.3% 100.0%73.3% 41.7% 59.3%

    perempuan 12 21 3336.4% 63.6% 100.0%26.7% 58.3% 40.7%

    Total 45 36 8155.6% 44.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Ketika diajukan pertanyaan mengenai keberadaan Sungai Citarum, dari respondenyang menjawab bermanfaat 64.3%nya adalah laki-laki dan 35.7% lainnya adalahperempuan. Lebih baiknya persepsi laki-laki dibanding perempuan dalam hallingkungan ini disebabkan oleh lebih banyaknya waktu yang dihabiskan laki-laki diladang dan melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan perhatian terhadaplingkungan, seperti pembibitan, peracunan, dan kegiatan beternak. Sedangkan kaumperempuan, kembalinya dari ladang lebih banyak mengurus rumah tangga. Kaumperempuan berperan hanya sebagai penopang mata pencaharian suaminya dan tidakselalu berada di ladang oleh karena itu terdapat perbedaan persepsi antara laki-lakidan perempuan.

  • 80

    TABEL IV. 6 HASIL UJI KETERKAITAN JENIS KELAMIN DENGANPENDAPATMENGENAI KEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    b) Pendidikan Terakhir

    Karakteristik personal lainnya yang juga mempengaruhi persepsi alih guna lahanadalah karakteristik penidikan terakhir. Variabel ini sesuai dengan penelitian yangdilakukan oleh Kusmiati (2005), bahwa pendidikan formal mempengaruhi persepsialih guna lahan. Variabel pendidikan terakhir berkaitan dengan persepsi terhadapkawasan lindung, hubungan Sungai Citarum dengan Gunung Wayang, fungsi hutan,dampak pembukaan hutan, wilayah resapan, kerugian alih guna lahan, dan pendapatmengenai keberadaan Sungai Citarum.

    Variabel pendidikan terakhir memiliki indeks keterkaitan yang kuat dengan persepsimengenai kawasan lindung, dengan indeks Cramers V nya sebesar 0.722. Rata-ratadiatas 50% dari responden lulusan SD hingga S1 menjawab mengetahui bahwaGunung Wayang merupakan kawasan lindung. Responden yang tidak lulus SDmenyatakan tidak tahu sama sekali mengenai fungsi kawasan lindung tersebut.Persentase jawaban tidak tahu lainnya mengenai fungsi kawasan lindung dijawaboleh responden lulusan SMP sebesar 33.3%. Sebagian besar responden merupakantamatan SD, meskipun demikian sebagian besar responden mengetahui mengenai

    pendapat mengenai keberadaan S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    jenis kelamin laki-laki 36 7 5 4875.0% 14.6% 10.4% 100.0%64.3% 63.6% 35.7% 59.3%

    perempuan 20 4 9 3360.6% 12.1% 27.3% 100.0%35.7% 36.4% 64.3% 40.7%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

  • 81

    fungsi Gunung Wayang sebagai kawasan lindung. Pengetahuan ini disebabkan salahsatu nya oleh program pengehentian penggarapan di Petak 73 yangmenginformasikan mengenai fungsi lindung kawasan GunungWayang.

    TABEL IV. 7 HASIL UJI KETERKAITAN PENDIDIKAN TERAKHIR DENGANPERSEPSI GUNUNG WAYANG SEBAGAI KAWASAN LINDUNG

    Informasi mengenai kawasanlindung

    Totalpernah tidakpendidikan terakhir tidak sekolah 0 1 1

    .0% 100.0% 100.0%

    .0% 4.3% 1.2%tidak tamat SD 1 0 1

    100.0% .0% 100.0%1.7% .0% 1.2%

    SD 45 17 6272.6% 27.4% 100.0%77.6% 73.9% 76.5%

    SMP 8 4 1266.7% 33.3% 100.0%13.8% 17.4% 14.8%

    SMA/SMK 3 1 475.0% 25.0% 100.0%

    5.2% 4.3% 4.9%S1 1 0 1

    100.0% .0% 100.0%1.7% .0% 1.2%

    Total 58 23 8171.6% 28.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Indeks Cramers V antara pendidikan terakhir dengan persepsi mengenai hubunganantara Sungai Citarum dengan kondisi lahan Gunung Wayang menunjukkanketerkaitan yang kuat, yaitu 0.641. Dominan jawaban mengenai hubungan antaraSungai Citarum dan Gunung Wayang ini dijawab oleh responden tamatan SD. Darisemua responden yang menjawab ada hubungan 61.3% nya adalah tamatan SD.Jawaban tidak ada hubungan 87.8% nya juga dijawab oleh responden tamatan SD,

  • 82

    begitu juga dengan jawab tidak tahu, dari semua responden yang menjawab tidak tahu77.8% nya dijawab oleh tamatan SD. Namun kecenderungan jawaban responden darimasing-masing tingkatan pendidikan adalah jawaban terdapat hubungan antaraSungai Citarum dengan kondisi lahan Gunung Wayang. Hal ini menunjukkanpendidikan membantu meningkatkan pengetahuan mengenai hubungan antara SungaiCitarum dengan Gunung Wayang. Namun, kasus berbeda terdapat pada respondenlulusan S1, dengan jawaban tidak tahu mengenai hubungan tersebut. Hal inikemungkinna besar disebabkan oleh kurangnya kepekaan responden tersebutterhadap lingkungan sekitarnya.

    TABEL IV. 8 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PENDIDIKAN TERAKHIRDENGAN PERSEPSI HUBUNGAN ANTARA KONDISI LAHAN DI GUNUNG

    WAYANG DENGAN SUNGAI CITARUM

    Hubungan S.Citarum dengan G.Wayang

    Totalada hubunganTidak adahubungan tidak tahu

    pendidikan terakhir tidak sekolah 0 1 0 1.0% 100.0% .0% 100.0%.0% 2.4% .0% 1.2%

    tidak tamat SD 1 0 0 1100.0% .0% .0% 100.0%

    3.2% .0% .0% 1.2%SD 19 36 7 62

    30.6% 58.1% 11.3% 100.0%61.3% 87.8% 77.8% 76.5%

    SMP 8 3 1 1266.7% 25.0% 8.3% 100.0%25.8% 7.3% 11.1% 14.8%

    SMA/SMK 3 1 0 475.0% 25.0% .0% 100.0%

    9.7% 2.4% .0% 4.9%S1 0 0 1 1

    .0% .0% 100.0% 100.0%

    .0% .0% 11.1% 1.2%Total 31 41 9 81

    38.3% 50.6% 11.1% 100.0%100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 83

    Indeks keterkaitan mengenai pendidikan terakhir responden dengan persepsipengetahuan mengenai fungsi hutan dilihat dari nilai Cramers V nya adalah 0.646yaitu dikategorikan kuat. Dari 33.3% responden yang menjawab tidak tahu mengenaifungsi hutan, 85.2%nya adalah responden tamatan SD. Sebagian responden darimasing-masing tingkat pendidikan menjawab mengetahui mengenai fungsi hutandengan jawaban yang beragam. fungsi hutan yang paling banyak diketahui olehsemua responden adalah hutan sebagai kawasan lindung (8.6%), hutan sebagaikawasan resapan (8.6%), dan jawaban lainnya yaitu hutan sebagai tempat mencaripendapatan (19.8%).

    Nilai keterkaitan antara pendidikan terakhir dengan dampak buka hutan adalah 0.603dan dikategorikan keterkaitan kuat. Responden yang memiliki persepsi bahwa tidakada dampak yang akan muncul jika dilakukan pembukaan hutan, semuanya (100%)adalah responden dengan pendidikan terakhir SD. Sedangkan responden denganpendidikan terakhir SMP, SMA, dan S1 memiliki kecenderungan jawabanmengetahui dampak pembukaan hutan. Dampak pembukaan hutan yang palingbanyak diketahui responden adalah terjadinya banjir.

    Keterkaitan antara penddikan terkhir dengan persepsi mengenai wilayah resapandikategorikan kuat dengan nilai Cramers V sebesar 0.743. Responden yang tidaksekolah dan tidak tamat SD sama sekali tidak mengetahi mengenai fungsi kawasanGunung Wayang sebagai daerah resapan. Responden tamatan SD 50% nyamengetahui dan 50% lainnya tidak mengetahui mengenai fungsi daerah resapan.Sedangkan responden lainnya yang mengetahui mengenai fungsi resapan ini adalah83.3% dari tamatan SMP, 75% dari tamatan SMA/SMK, dan 100% dari lulusanSarjana.

  • 84

    TABEL IV. 9 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PENDIDIKAN TERAKHIRDENGAN PERSEPSI MENGENAI GUNUNG WAYANG SEBAGAI DAERAH

    RESAPAN

    HASIL UJI KETERKAITANpersepsi mengenai wilayah

    resapanTotaltahu tidak tahu

    pendidikan terakhir tidak sekolah 0 1 1.0% 100.0% 100.0%.0% 2.8% 1.2%

    tidak tamat SD 0 1 1.0% 100.0% 100.0%.0% 2.8% 1.2%

    SD 31 31 6250.0% 50.0% 100.0%68.9% 86.1% 76.5%

    SMP 10 2 1283.3% 16.7% 100.0%22.2% 5.6% 14.8%

    SMA/SMK 3 1 475.0% 25.0% 100.0%

    6.7% 2.8% 4.9%S1 1 0 1

    100.0% .0% 100.0%2.2% .0% 1.2%

    Total 45 36 8155.6% 44.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Dari persebaran jawaban, terlihat bahwa responden dengan pendidikan terakhir SMP,SMA, dan S1 cenderung mengetahui bahwa kawasan Gunung Wayang adalahkawasan resapan. Hasil hasil uji keterkaitan antar variabel ini menunjukkan polaketerkaitan antara pendidikan terakhir dengan persepsi mengenai wilayah resapan,bahwa pendidikan yang lebih tinggi mengetahui mengenai fungsi resapan danpendidikan yang lebih rendah cenderung tidak mengetahui mengenai fungsi resapantersebut. Seharusnya fungsi resapan Gunung Wayang ini diketahui masyarakatbersamaan dengan fungsi sebagai kawasan lindung. Tetapi masyarakat lebih familiarmengenai istilah kawasan lindung dibandingkan dengan daerah resapan karenamasyarakat mengetahui Gunung Wayang sebagai kawasan lindung ketika

  • 85

    penghentian petani pada petak 73 dan pada peristiwa tersebut jarang disebutkanmengenai daerah resapan. Hal ini yang menyebabkan kurang familiarnya istilahdaerah resapan di antara responden.

    Nilai keterkaitan kerugian yang dirasakan akibat kegiatan alih guna lahan denganpendidikan terakhir adalah 0.538 dan dikategorikan keterkaitan kuat. Kerugian yangpaling banyak dirasakan oleh semua responden (8.6%) adalah terjadinya banjir danpaling banyak dijawab oleh responden lulusan SD.Responden lulusan SMP, SMA,dan S1 memiliki jawaban mengenai kerugian yang dirasakan yang lebih beragam,bukan hanya banjir yang merupakan dampak yang sering disebutkan dalam berbagaisumber informasi. Hal ini menunjukkan kepekaan yang lebih dari responden dengantingkat pendidikan yang lebih tinggi.

    Nilai keterkaitan antara persepsi mengenai keberadaan Sungai Citarum denganpendidikan terakhir adalah 0.606 dan dikategorikan kuat. Responden yang tidaksekolah tidak dapat memberikan komentarnya mengenai keberadaan Sungai Citarumapakah sungai tersebut bermanfaat atau tidak. Di atas 66% responden dari masing-masing lulusan seperti lulusan SD, SMP, SMA, dan S1 menyatakan bahwa SungaiCitarum memberikan manfaat bagi mereka. Persepsi yang menyatakan bahwakeberadaan Sungai Citarum mengganggu dijawab oleh 16.1% responden lulusan SD.

  • 86

    TABEL IV. 10 HASIL UJI KETERKAITAN VARIEBEL PENDIDIKAN TERAKHIRDENGAN PERSEPSI MENGENAI KEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    persepsi mengenai kondisi S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    pendidikan terakhir tidak sekolah 0 0 1 1.0% .0% 100.0% 100.0%.0% .0% 7.1% 1.2%

    tidak tamat SD 1 0 0 1100.0% .0% .0% 100.0%

    1.8% .0% .0% 1.2%SD 41 10 11 62

    66.1% 16.1% 17.7% 100.0%73.2% 90.9% 78.6% 76.5%

    SMP 9 1 2 1275.0% 8.3% 16.7% 100.0%16.1% 9.1% 14.3% 14.8%

    SMA/SMK 4 0 0 4100.0% .0% .0% 100.0%

    7.1% .0% .0% 4.9%S1 1 0 0 1

    100.0% .0% .0% 100.0%1.8% .0% .0% 1.2%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    c) PendapatanVariabel pendapatan memiliki keterkaitan dengan persepsi peluang pekerjaan lain danpersepsi terhadap keberadaan Sungai Citarum. Pendapatan memiliki keterkaitan yanglemah dengan persepsi peluang pekerjaan lain yaitu dengan nilai Cramers V 0.313.Responden dengan pendapatan lebih dari Rp10.000.000 memiliki persentase yanglebih banyak telah mencoba pekerjaan lain dibandingkan responden denganpendapatan di bawah Rp 10.000.000 (60%). Responden dengan rentang pendapatanini juga merupakan responden yang menilai bahwa peluang pekerjaan lain masihmenjanjikan. Sedangkan responden dengan pendapatan antara Rp1.000.000 hinggaRp5.000.000 merupakan responden dengan persentase terbesar yang tidak mencobapekerjaan lain karena terkendala oleh beberapa hal seperti modal dan kemampuan

  • 87

    (75%). Hal ini diperkirakan berkaitan dengan kestabilan pendapatan untuk modalmemulai pekerjaan lain. Responden dengan pendapatan yang lebih besar memilikimodal yang cukup untuk mencoba peluang pekerjaan lain selain bertani, sedangkanresponden dengan pendapatan yang lebih kecil memiliki kekhawatiran untukmencoba-coba pekerjaan lain.

    TABEL IV. 11 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PENDAPATAN DENGANPERSEPSI PELUANG PEKERJAAN SELAIN SEBAGAI PETANI LADANG

    Peluang pekerjaan selain sebagai petani

    Totalmenjanjikan

    dilaksanakan

    namunterkendala

    tidakdilaksanakan merugikan

    tidakpernah

    terpikirkanpendapatan < 1.000.000 0 2 2 0 1 5

    .0% 40.0% 40.0% .0% 20.0% 100.0%

    .0% 8.3% 10.0% .0% 2.9% 6.2%1.000.001 - 5.000.000 0 15 15 1 30 61

    .0% 24.6% 24.6% 1.6% 49.2% 100.0%

    .0% 62.5% 75.0% 50.0% 88.2% 75.3%5.000.001 - 10.000.000 0 5 2 1 2 10

    .0% 50.0% 20.0% 10.0% 20.0% 100.0%

    .0% 20.8% 10.0% 50.0% 5.9% 12.3%> 10.000.001 1 2 1 0 1 5

    20.0% 40.0% 20.0% .0% 20.0% 100.0%100.0% 8.3% 5.0% .0% 2.9% 6.2%

    Total 1 24 20 2 34 811.2% 29.6% 24.7% 2.5% 42.0% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Variabel pendapatan memiliki keterkaitan dengan persepsi terhadap keberadaanSungai Citarum. Nilai keterkaitan antara keduanya adalah 0.29 dan dikategorikanlemah. Responden yang menjawab bahwa Sungai Citarum memberikan manfaat yaitusebesar 73.2% adalah responden dengan pendapatan di atas Rp1.000.000 hingga Rp5.000.000 per panen. Hal yang sama terjadi pada kelompok responden yangmenjawab bahwa Sungai Citarum memberikan gangguan, bahwa 63.6% nya berasaldari kelompok pendapatan di atas Rp1.000.000 hingga Rp 5.000.000. Jikadiperhatikan, responden dengan pendapatan di atas Rp1.000.000 memilikikemampuan untuk berpendapat mengenai keberadaan Sungai Citarum, baik

  • 88

    bermanfaat atau pun tidak. Kemampuan ini menunjukkan kepekaan kelompokmasyarakat tersebut terhadap lingkungannya. Semakin besar pendapatan respondenmenunjukkan semakin besar ketergantungan responden tersebut terhadap keberadaanSungai Citarum, karena Sungai Citarum berfungsi sebagai sumber pengairan ladang.

    TABEL IV. 12 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PENDAPATAN DENGANPERSEPSI MENGENAI KEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    pendapat mengenai kondisi S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    pendapatan < 1.000.000 4 1 0 580.0% 20.0% .0% 100.0%7.1% 9.1% .0% 6.2%

    1.000.001 - 5.000.000 41 7 13 6167.2% 11.5% 21.3% 100.0%73.2% 63.6% 92.9% 75.3%

    5.000.001 - 10.000.000 9 0 1 1090.0% .0% 10.0% 100.0%16.1% .0% 7.1% 12.3%

    > 10.000.001 2 3 0 540.0% 60.0% .0% 100.0%3.6% 27.3% .0% 6.2%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012d) Motivasi

    Menurut Schermerhorn (2010), terbentuknya persepsi dipengaruhi salah satunya olehthe Perceiver (subjek yang mengeluarkan persepsi), faktor-faktor yangmempengaruhi the perceiver salah satunya adalah motivasi. Variabel motivasimemiliki keterkaitan dengan fungsi hutan dengan nilai keterkaitan 0.639 dantermasuk kategori keterkaitan kuat. Motivasi yang paling banyak dipilih respondenadalah untuk kebutuhan ekonomi, lahan terlantar dan keterbatasan lahan yang ada.Responden yang tidak memiliki motivasi untuk membuka hutan, 65.3% nyamengetahui apa saja fungsi suatu hutan. Sedangkan responden yang memilikimotivasi untuk mengubah guna lahan hutan sebagian besar tidak mengetahuimengenai fungsi hutan. Keterkaitan ini menjelaskan bahwa ketidaktahuan mengenaifungsi hutan akan berkaitan dengan motivasi untuk membuka lahan hutan.

  • 89

    4.2.2 Karakteristik Pertanian

    Variabel dari karakteristik pertanian yang mempengaruhi persepsi adalah variabellama bertani, status bertani, pelaksanaan konsultasi mengenai pengelolaan lahan,penggunaan media informasi mengenai pertanian, dan pelaksanaan kontrol olehpemerintah.

    a) Lama bertaniLama bertani memiliki keterkaitan dengan persepsi terhadap peluang pekerjaan selainsebagai petani ladang dengan nilai cramers V 0.359 dan termasuk kategori

    keterkaitan lemah. Responden yang sudah lama bertani lebih sedikit mencobapekerjaan lain dibandingkan dengan responden yang baru bertani. Responden yangbaru bertani cenderung belum terbiasa bertani dan masih mencoba pekerjaan lain,sedangkan responden yang sudah lama bertani cenderung malas untuk mencobapekerjaan lain dan sudah nyaman sebagai petani ladang.

    TABEL IV. 13 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL LAMA BERTANI (TAHUN)DENGAN PERSEPSI PELUANG PEKERJAAN SELAIN SEBAGAI PETANI

    Peluang pekerjaan selain sebagai petani

    Totalmenjanjikandilaksanakan

    namun terkendalatidak

    dilaksanakan merugikan

    tidakpernah

    terpikirkanlamabertani(tahun)

    < 5 tahun 0 7 2 1 17 27.0% 25.9% 7.4% 3.7% 63.0% 100.0%.0% 29.2% 10.0% 50.0% 50.0% 33.3%

    5 - 14 tahun 0 12 11 1 10 34.0% 35.3% 32.4% 2.9% 29.4% 100.0%.0% 50.0% 55.0% 50.0% 29.4% 42.0%

    15 - 24tahun

    0 5 6 0 5 16.0% 31.3% 37.5% .0% 31.3% 100.0%.0% 20.8% 30.0% .0% 14.7% 19.8%

    > 24 tahun 1 0 1 0 2 425.0% .0% 25.0% .0% 50.0% 100.0%

    100.0% .0% 5.0% .0% 5.9% 4.9%Total 1 24 20 2 34 81

    1.2% 29.6% 24.7% 2.5% 42.0% 100.0%100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 90

    Lama betani memiliki nilai keterkaitan dengan persepsi terhadap dampak pembukaanhutan sebesar 0.528 dan tergolong cukup kuat. Semakin lama sesorang bertani makaakan semakin paham ia mengenai dampak pembukaan hutan yang mungkin terjadi.Petani yang telah bertani >24 tahun menjawab 100% mengetahui mengenai dampakpembukaan hutan, yaitu penurunan cadangan air tanah, banjir, dan longsor.Sedangkan petani yang baru bertani kurang dari lima tahun 7.4% nya menjawab tidaktahu, 3.7% menjawab tidak ada yang akan terjadi dan sisanya menjawab mengetahuimengenai dampak yang mungkin terjadi, seperti penurunan kualitas tanah, penurunancadangan air, banjir, dan longsor. Semakin lama responden bertani responden akansemakin paham dengan tindakan bertaninya. Hal ini berarti akan semakin pahamresponden tersebut terhadap konsekuensi tindakannya terhadap lahannya, salahsatunya adalah konsekuensi jika responden melakukan pembukaan hutan.

    b) Status Bertani

    Karakteristik status bertani memiliki keterkaitan cukup erat dengan persepsi terhadapfungsi hutan sebagai kawasan lindung sebesar 0.716. Petani yang paling banyakmengetahui mengenai fungsi hutan sebagai kawasan lindung adalah petani pemiliklahan yaitu sebesar 80.6%. Sedangkan petani yang paling banyak tidak mengetahuifungsi tersebut adalah buruh pertanian, yaitu sebesar 65.2%. Hal ini menunjukkansemakin besar rasa kepemilikan seseorang terhadap lahan maka semakin pahampetani tersebut terhadap informasi-informasi mengenai lahan.

  • 91

    TABEL IV. 14 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL STATUS PEKERJAANDALAM BERTANI DENGAN PEROLEHAN INFORMASI MENGENAI KAWASAN

    LINDUNG

    Informasi mengenai kawasanlindung

    Totalpernah tidakstatus pekerjaan pemilik lahan 25 6 31

    80.6% 19.4% 100.0%43.1% 26.1% 38.3%

    penggarap 3 2 560.0% 40.0% 100.0%

    5.2% 8.7% 6.2%buruh 30 15 45

    66.7% 33.3% 100.0%51.7% 65.2% 55.6%

    Total 58 23 8171.6% 28.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Status bertani memiliki keterkaitan kuat dengan hubungan Sungai Citarum denganGunung Wayang yaitu dengan nilai Cramers V nya 0.581. Persentase respondenyang paling banyak mengetahui bahwa terdapat hubungan di antara keduanya adalahpetani pemilik lahan yaitu 41.9% dari total yang menjawab ada hubungan. Sedangkanpersentase terbesar yang menjawab tidak ada hubungan antara Sungai Citarumdengan kondisi lahan di Gunung Wayang adalah buruh pertanian yaitu 51.6%.Kondisi ini dikarenakan pemilik lahan memiliki tanggung jawab untuk memikirkankondisi sekitarnya termasuk kondisi lahan dan sungai agar lahannya tetap produktif.Sedangkan buruh pertanian hanya bekerja sesuai arahan pemilik lahan sehingga tidakmemiliki keharusan untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya.

  • 92

    TABEL IV. 15 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL STATUS PEKERJAAN DENGANPERSEPSI HUBUNGAN ANTARA KONDISI LAHAN DI GUNUNG WAYANG DENGAN

    KONDISI SUNGAI CITARUM

    Hubungan S.Citarum dengan G.Wayang

    Totalada hubunganTidak adahubungan tidak tahu

    status pekerjaan pemilik lahan 13 15 3 3141.9% 48.4% 9.7% 100.0%41.9% 36.6% 33.3% 38.3%

    penggarap 2 3 0 540.0% 60.0% .0% 100.0%

    6.5% 7.3% .0% 6.2%buruh 16 23 6 45

    35.6% 51.1% 13.3% 100.0%51.6% 56.1% 66.7% 55.6%

    Total 31 41 9 8138.3% 50.6% 11.1% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Keterkaitana antara status bertani dengan persepsi mengenai fungsi hutan sebagaiwilayah resapan adalah sebesar 0.715 dan dikategorikan kuat. Responden yang palingbanyak mengetahui bahwa Gunung Wayang berfungsi sebagai area resapan adalahpetani pemilik lahan yaitu dengan persentase 64.5%. Sedangkan persentase terbesaryang menjawab tidak tahu adalah buruh pertanian yaitu 63.9%. Hal ini mendukungpernyataan sebelumnya bahwa pemilik lahan lebih memiliki perhatian terhadaplingkungan sekitarnya, termasuk pemahaman mengenai fungsi hutan. Sedangkanburuh, karena bekerja berdasarkan arahan pemilik lahan, tidak memiliki kewajibanuntuk mepertimbangkan lingkungan sekitarnya.

  • 93

    TABEL IV. 16 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL STATUS PEKERJAANDALAM BERTANI DENGAN PENGETAHUAN KAWASAN GUNUNG WAYANG

    SEBAGAI DAERAH RESAPAN

    pengetahuan mengenai wilayahresapan

    Totaltahu tidak tahustatus pekerjaan pemilik lahan 20 11 31

    64.5% 35.5% 100.0%44.4% 30.6% 38.3%

    penggarap 3 2 560.0% 40.0% 100.0%

    6.7% 5.6% 6.2%buruh 22 23 45

    48.9% 51.1% 100.0%48.9% 63.9% 55.6%

    Total 45 36 8155.6% 44.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Status bertani dengan pendapat mengenai keberadaan Sungai Citarum memilikiketerkaitan sebesar 0.595 dan dikategorikan kuat. Persentase terbesar yang memilikipersepsi bahwa Sungai Citarum masih memberikan manafaat adalah dari buruhpertanian yaitu sebesar 50%. Kelompok responden yang menjawab bahwa SungaiCitarum mengganggu bagi mereka dijawab paling besar juga oleh buruh pertanian.Hal ini dikarenakan buruh pertanian lebih sering berhadapan dengan Sungai Citarumkarena fungsi utama Sungai Citarum bagi mereka adalah untuk pengairan ladang.Sehingga buruh mengetahui apakah sungai masih bermanfaat atau pun mulaimemberikan gangguan bagi mereka.

  • 94

    TABEL IV. 17 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL STATUS PEKERJAANDENGAN PERSEPSI TERHADAP KEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    pendapat mengenai kondisi S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    status pekerjaan pemilik lahan 24 5 2 3177.4% 16.1% 6.5% 100.0%42.9% 45.5% 14.3% 38.3%

    Penggarap 4 0 1 580.0% .0% 20.0% 100.0%

    7.1% .0% 7.1% 6.2%Buruh 28 6 11 45

    62.2% 13.3% 24.4% 100.0%50.0% 54.5% 78.6% 55.6%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    c) Konsultasi Pengelolaan Lahan

    Berdasarkan penelitian Puspasari (2010), faktor eksternal yang mempengaruhipersepsi dilihat dari peran tokoh masyarakat dan peran penyuluhan/konsultasi yangdilaksanakan. Variabel konsultasi tentang pengelolaan lahan memiliki keterkaitandengan peluang pekerjaan selain bertani yang dinilai dengan nilai Cramers V 0.330.Konsultasi merupakan salah satu media penyampaian informasi. Perolehan informasidapat mempengaruhi persepsi sesorang, sesuai dengan pernyataan Osgood dalamSimanuhuruk (2003), bahwa keadaan mempersepsi yang terbentuk dalam suatuproses akan terus menerus dipengaruhi arus informasi baru dari lingkungan yangditerima oleh indera tiap individu. Responden yang frekuensi konsultasinya sering,sedang, dan jarang cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap peluangpekerjaan lain. Sedangkan responden yang tidak pernah ikut konsultasi cenderungtidak mencoba dan menganggap pekerjaan lain memiliki peluang yang tidakmenjanjikan untuk dilaksanakan di Desa Tarumajaya. Informasi yang didapat saatkonsultasi akan memperluas cara pandang petani mengenai usaha bertani danpeluang-peluang yang ada sehingga memberikan persepsi yang lebih positif bagipetani untuk mencoba pekerjaan lain.

  • 95

    TABEL IV. 18 HASIL UJI KETERKAITAN FREKUENSI KONSULTASIMENGENAI PENGELOLAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI PELUANG

    PEKERJAAN LAIN SELAIN BERTANI

    Peluang pekerjaan selain sebagai petani

    Totalmenjanjikan

    dilaksanakannamun

    terkendala

    tidakdilaksanaka

    n merugikan

    tidakpernah

    terpikirkankonsultasipengelolaanlahan

    sering 1 2 3 2 5 137.7% 15.4% 23.1% 15.4% 38.5% 100.0%

    100.0% 8.3% 15.0% 100.0% 14.7% 16.0%sedang 0 3 1 0 1 5

    .0% 60.0% 20.0% .0% 20.0% 100.0%

    .0% 12.5% 5.0% .0% 2.9% 6.2%jarang 0 7 2 0 2 11

    .0% 63.6% 18.2% .0% 18.2% 100.0%

    .0% 29.2% 10.0% .0% 5.9% 13.6%tidakpernah

    0 12 14 0 26 52.0% 23.1% 26.9% .0% 50.0% 100.0%.0% 50.0% 70.0% .0% 76.5% 64.2%

    Total 1 24 20 2 34 811.2% 29.6% 24.7% 2.5% 42.0% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Konsultasi memiliki keterkaitan dengan persepsi terhadap keberadaan lembagapenyuluh dengan nilai Cramers V 0.305. Responden yang sering ikut konsultasi53.8% nya menilai keberadaan lembaga penyuluh memberikan manfaat. Semakinjarang responden mengikuti konsultasi maka semakin negatif penilaian respondenterhadap keberadaan lembaga tersebut. Responden yang tidak pernah ikut konsultasihanya 19.2% yang menganggap lembaga penyuluh memberikan manfaat, sedangkan61.5% menganggap lembaga tersebut tidak membantu. Responden yang seringmengikuti konsultasi pengelolaan lahan cenderung menyatakan bahwa keberadaanlembaga tersebut bermanfaat. Sedangkan respon negatif tentang keberadaan lembagapenyuluh disampaiakan oleh responden yang tidak pernah mengikuti konsultasitersebut.

  • 96

    TABEL IV. 19 HASIL UJI KETERKAITAN FREKUENSI KONSULTASIMENGENAI PENGELOLAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI KEBERADAAN

    LEMBAGA PENYULUH PERTANIAN

    keberadaan lembaga

    Totalbermanfaat

    memberikanmasukan yangtelah diketahuisebelumnya tidak membantu

    konsultasi pengelolaanlahan

    sering 7 1 5 1353.8% 7.7% 38.5% 100.0%26.9% 6.7% 12.5% 16.0%

    sedang 3 2 0 560.0% 40.0% .0% 100.0%11.5% 13.3% .0% 6.2%

    jarang 6 2 3 1154.5% 18.2% 27.3% 100.0%23.1% 13.3% 7.5% 13.6%

    tidak pernah 10 10 32 5219.2% 19.2% 61.5% 100.0%38.5% 66.7% 80.0% 64.2%

    Total 26 15 40 8132.1% 18.5% 49.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Keterkaitan variabel konsultasi mengenai pengelolaan lahan dengan persepsi GunungWayang merupakan kawasan lindung dikategorikan kuat dengan nilai Cramers Vsebesar 0.676. Responden yang sering mengikuti konsultasi 100% mengetahui bahwaGunung Wayang adalah kawasan lindung, sedangkan responden yang tidakmengetahui mengenai Gunung Wayang adalah kawasan lindung 82.6% nyamerupakan responden yang tidak pernah mengikuti konsultasi. Kondisi inimenunjukkan keterkaitan antara frekuensi keterlibatan dalam konsultasi pengelolaanlahan dengan perolehan informasi bahwa kawasan Gunung Wayang adalah kawasanlindung.

  • 97

    TABEL IV. 20 HASIL UJI KETERKAITAN FREKUENSI KONSULTASIMENGENAI PENGELOLAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI KAWASAN GUNUNG

    WAYANG SEBAGAI KAWASAN LINDUNG

    Informasi mengenai kawasanlindung

    Totalpernah tidakkonsultasi pengelolaanlahan

    sering 13 0 13100.0% .0% 100.0%22.4% .0% 16.0%

    sedang 3 2 560.0% 40.0% 100.0%

    5.2% 8.7% 6.2%jarang 10 1 11

    90.9% 9.1% 100.0%17.2% 4.3% 13.6%

    tidak pernah 32 20 5261.5% 38.5% 100.0%55.2% 87.0% 64.2%

    Total 58 23 8171.6% 28.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Keterkaitan frekuensi mengikuti konsultasi pengelolaan lahan dengan hubungancitarum dengan Gunung Wayang adalah cukup erat dengan nilai Cramers V sebesar0.536. Responden yang sering mengikuti konsultasi 53.8% nya meyakini bahwa adahubungan antara Sungai Citarum dengan Gunung Wayang. Sedangkan respondenyang tidak pernah mengikuti konsultasi 55.8% nya menyatakan bahwa tidak adahubungan antara Gunung Wayang dengan Sungai Citarum. Konsultasi yang diikutioleh responden akan meningkatkan informasi yang diterimanya sehingga dapatmempengaruhi persepsi yang terbentuk dalam dirinya.

  • 98

    TABEL IV. 21 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL FREKUENSI KONSULTASIPENGELOLAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI HUBUNGAN ANTARA KONDISI GUNUNG

    WAYANG DENGAN KONDISI SUNGAI CITARUM

    Hubungan S.Citarum dengan G.WayangTotalada hubungan Tidak ada hubungan tidak tahu

    konsultasi pengelolaan lahan sering 7 5 1 1353.8% 38.5% 7.7% 100.0%22.6% 12.2% 11.1% 16.0%

    sedang 2 3 0 540.0% 60.0% .0% 100.0%6.5% 7.3% .0% 6.2%

    jarang 6 4 1 1154.5% 36.4% 9.1% 100.0%19.4% 9.8% 11.1% 13.6%

    tidak pernah 16 29 7 5230.8% 55.8% 13.5% 100.0%51.6% 70.7% 77.8% 64.2%

    Total 31 41 9 8138.3% 50.6% 11.1% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Begitu juga dengan keterkaitan antara konsultasi dengan persepsi Gunung Wayangsebagai wilayah resapan. Responden yang sering mengikuti konsultasi 76.9% nyamengetahui fungsi Gunung Wayang tersebut, sedangkan responden yang tidak pernahikut konsultasi 51.9% nya menjawab tidak tahu mengenai fungsi tersebut. Keterkaitanantara konsultasi pengelolaan lahan dengan pengetahuan mengenai wilayah resapanadalah senilai 0.654 dan dikategorikan kuat.

    TABEL IV. 22 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL FREKUENSI KONSULTASIMENGENAI PENGELOLAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI PENGETAHUAN KAWASAN

    GUNUNG WAYANG SEBAGAI DAERAH RESAPAN

    pengetahuan mengenai wilayah resapanTotaltahu tidak tahu

    konsultasi pengelolaan lahan sering 10 3 1376.9% 23.1% 100.0%22.2% 8.3% 16.0%

    sedang 2 3 540.0% 60.0% 100.0%4.4% 8.3% 6.2%

    jarang 8 3 1172.7% 27.3% 100.0%17.8% 8.3% 13.6%

    tidak pernah 25 27 5248.1% 51.9% 100.0%55.6% 75.0% 64.2%

    Total 45 36 8155.6% 44.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 99

    Konsultasi pengelolaan lahan memiliki keterkaitan yang kuat dengan pendapatmengenai Sungai Citarum yaitu sebesar 0.533. Responden yang tidak bisamemberikan komentar mengenai keberadaan Sungai Citarum hanya 7.1% dariresponden yang sering datang ke konsultasi, sedangkan 71.4% berasal dari respondenyang tidak pernah mengikuti konsultasi. Keterlibatan dalam suatu kegiatan sepertikonsultasi pengelolaan lahan dapat meningkatkan kepekaan terhadap lingkungansehingga mampu untuk berpendapat pengenai kondisi disekitarnya.

    TABEL IV. 23 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL FREKUENSIKONSULTASI MENGENAI PENGELOLAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI

    MENGENAI KEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    pendapat mengenai kondisi S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    konsultasi pengelolaanlahan

    sering 10 2 1 1376.9% 15.4% 7.7% 100.0%17.9% 18.2% 7.1% 16.0%

    sedang 4 0 1 580.0% .0% 20.0% 100.0%

    7.1% .0% 7.1% 6.2%jarang 9 0 2 11

    81.8% .0% 18.2% 100.0%16.1% .0% 14.3% 13.6%

    tidak pernah 33 9 10 5263.5% 17.3% 19.2% 100.0%58.9% 81.8% 71.4% 64.2%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    d) Penggunaan Media Informasi Tentang Pertanian

    Frekuensi penggunaan media informasi terkait pengelolaan lahan dan pertanianmemiliki keterkaitan yang kuat dengan fungsi kawasan Gunung Wayang sebagaikawasan lindung yaitu dengan nilai Cramers V 0.646. Responden yang frekuensipenggunaan media informasinya sering dan sedang seluruhnya mengetahui bahwaGunung Wayang adalah kawasan lindung. Responden yang jarang dan tidak pernah

  • 100

    menggunakan media informasi 37.5% dan 30.3% nya tidak mengetahui mengenaiperan Gunung Wayang sebagai kawasan lindung. Hal ini menunjukkan bahwapenggunaan media informasi tentang pengelolaan lahan dan pertanian dapatmenambah pengetahuan mengenai fungsi lindung kawasan Gunung Wayang.

    TABEL IV. 24 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL FREKUENSIPENGGUNAAN MEDIA INFORMASI DENGAN PERSEPSI KAWASAN GUNUNG

    WAYANG SEBAGAI KAWASAN LINDUNG

    Informasi mengenai kawasanlindung

    Totalpernah tidakpenggunaan mediainformasi

    sering 4 0 4100.0% .0% 100.0%

    6.9% .0% 4.9%sedang 3 0 3

    100.0% .0% 100.0%5.2% .0% 3.7%

    jarang 5 3 862.5% 37.5% 100.0%

    8.6% 13.0% 9.9%tidak pernah 46 20 66

    69.7% 30.3% 100.0%79.3% 87.0% 81.5%

    Total 58 23 8171.6% 28.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Penggunaan media informasi terkait pertanian dan pengelolaan lahan memilikiketerkaitan yang kuat dengan ada atau tidak nya hubungan Sungai Citarum denganGunung Wayang yaitu dengan nilai Cramers V 0.542. Sebesar 100% dari respondenyang tidak tahu apakah ada hubungan antara Sungai Citarum dengan GunungWayang berasal dari responden yang jarang menggunakan media informasi (11.1%)dan responden yang tidak pernah menggunakan media informasi terkait pengelolaanlahan dan pertanian (88.9%). Hal ini jelas menunjukkan peran media informasi dalammenunjukkan dan menyampaikan pada responden mengenai hubungan antara kondisilahan Gunung Wayang dengan kondisi Sungai Citarum.

  • 101

    TABEL IV. 25 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL FREKUENSIPENGGUNAAN MEDIA INFORMASI DENGAN PERSEPSI HUBUNGAN KONDISI

    LAHAN DI GUNUNG WAYANG DENGAN KONDISI SUNGAI CITARUM

    HASIL UJI KETERKAITANHubungan S.Citarum dengan G.Wayang

    Totalada hubunganTidak adahubungan tidak tahu

    penggunaan mediainformasi

    sering 2 2 0 450.0% 50.0% .0% 100.0%

    6.5% 4.9% .0% 4.9%sedang 0 3 0 3

    .0% 100.0% .0% 100.0%

    .0% 7.3% .0% 3.7%jarang 5 2 1 8

    62.5% 25.0% 12.5% 100.0%16.1% 4.9% 11.1% 9.9%

    tidak pernah 24 34 8 6636.4% 51.5% 12.1% 100.0%77.4% 82.9% 88.9% 81.5%

    Total 31 41 9 8138.3% 50.6% 11.1% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Keterkaitan antara penggunaan media informasi terkait pengelolaan lahan danpertanian dengan persepsi mengenai Gunung Wayang sebagai wilayah resapan adalah0.658 dan dikategorikan memiliki keterkaitan yang kuat. Sebesar 100% dariresponden dengan frekuensi sering dan sedang dalam menggunakan media informasimengetahui bahwa Gunung Wayang merupakan wilayah resapan yang memilikiposisi penting bagi DAS Citarum dan sekitarnya. Sedangkan 50% dari masing-masing kelompok responden yang jarang dan tidak pernah menggunakan mediainformasi tidak mengetahui mengenai fungsi Gunung Wayang tersebut.

    Keterkitan antara penggunaan media informasi terkait pengelolaan lahan danpertanian dengan pendapat mengenai keberadaan Sungai Citarum adalah 0.563 dandikategorikan kuat. Responden yang sering, sedang, dan jarang menggunakan mediainformasi mengetahui bagaimana harus berpendapat mengenai keberadaan SungaiCitarum apakah membawa manfaat atau mengganggu bagi masyarakat. Sedangkan

  • 102

    responden yang tidak pernah menggunakan media informasi 21.2% nya tidak tahubagaimana harus berpendapat mengenai keberadaan Sungai Citarum. Hal inimenunnjukkan bagaimana kepekaan masyarakat mengenai kondisi sekitarnyadipengaruhi oleh penggunaan media informasi.

    TABEL IV. 26 HASIL UJI KETERKAITAN PENGGUNAAN MEDIA INFORMASIDENGAN PERSEPSI MENGENAI KEBERADAAN SUNGAI CITRAUM

    pendapat mengenai kondisi S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    penggunaan mediainformasi

    sering 4 0 0 4100.0% .0% .0% 100.0%

    7.1% .0% .0% 4.9%sedang 1 2 0 3

    33.3% 66.7% .0% 100.0%1.8% 18.2% .0% 3.7%

    jarang 6 2 0 875.0% 25.0% .0% 100.0%10.7% 18.2% .0% 9.9%

    tidak pernah 45 7 14 6668.2% 10.6% 21.2% 100.0%80.4% 63.6% 100.0% 81.5%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    e) Pelaksanaan Kontrol Oleh Pemerintah

    Keterkaitan antara kontrol lahan dengan informasi mengenai Gunung Wayangsebagai kawasan lindung kuat dengan nilai Cramers V 0.721. Responden yangpersentasenya paling besar mengetahui kawasan Gunung Wayang sebagai kawasanlindung adalah kelompok responden yang sering mendapat kontrol dari pemerintah.Kontrol dari pemerintah juga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi.Semakin sering responden mendapatkan kontrol dari pemerintah bahwa kawasanhutan di Gunung Wayang tidak dapat digarap karena merupakan kawasan lindung,maka ia akan semakin yakin dengan maksud dari pemerintah tersebut.

  • 103

    TABEL IV. 27 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PELAKSANAANKONTROL DARI PEMERINTAH DENGAN PENGETAHUAN

    MENGENAIKAWASAN LINDUNG

    HASIL UJI KETERKAITANInformasi mengenai kawasan

    lindungTotalpernah tidak

    Pelaksanaan kontrolpenggunaan lahan

    sering 33 9 4278.6% 21.4% 100.0%56.9% 39.1% 51.9%

    sedang 3 3 650.0% 50.0% 100.0%

    5.2% 13.0% 7.4%jarang 4 3 7

    57.1% 42.9% 100.0%6.9% 13.0% 8.6%

    tidak pernah 18 8 2669.2% 30.8% 100.0%31.0% 34.8% 32.1%

    Total 58 23 8171.6% 28.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Keterkaitan antara variabel pelaksanaan kontrol dari pemerintah dengan persepsihubungan antara kondisi lahan di Gunung Wayang dengan Sungai Citarum adalah0.584 dan dikategorikan keterkaitan kuat. Perbandingan persentase antara yangmenjawab tahu adanya hubungan dengan yang tidak tahu antara Gunung Wayangdengan Sungai Citarum dari masing-masing kelompok frekuensi kontrol,menunjukkan pola bahwa semakin sering mendapatkan kontrol maka akan semakinbesar persentase responden yang menjawab ada hubungan antara kondisi lahan diGunung Wayang dengan Sungai Citarum. Seperti pada kelompok frekuensi sedang,responden yang menjawab adanya hubungan sebesar 33% dan yang menjawab tidakadanya hubungan sebesar 50%, sedangkan pada kelompok jarang responden yangmenjawab adanya hubungan adalah 28.6% dan yang menjawab tidak adanyahubungan adalah 57.1%.

  • 104

    TABEL IV. 28 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PELAKSANAANKONTROL PENGGUNAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI HUBUNGAN SUNGAI

    CITARUM DENGAN KONDISI LAHAN DI GUNUNG WAYANG

    Hubungan S.Citarum dengan G.Wayang

    Totalada hubunganTidak adahubungan tidak tahu

    Pelaksanaan kontrolpenggunaan lahan

    sering 19 19 4 4245.2% 45.2% 9.5% 100.0%61.3% 46.3% 44.4% 51.9%

    sedang 2 3 1 633.3% 50.0% 16.7% 100.0%6.5% 7.3% 11.1% 7.4%

    jarang 2 4 1 728.6% 57.1% 14.3% 100.0%6.5% 9.8% 11.1% 8.6%

    tidak pernah 8 15 3 2630.8% 57.7% 11.5% 100.0%25.8% 36.6% 33.3% 32.1%

    Total 31 41 9 8138.3% 50.6% 11.1% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Keterkaitan pelaksanaan kontrol dengan persepsi kawasan Gunung Wayang sebagaiwilayah resapan adalah 0.718 dan dikategorikan kuat. Persentase terbesar yangmengetahui mengenai fungsi Gunung Wayang sebagai daerah resapan adalah darikelompok respoden yang sering mendapatkan kontrol dari pemerintah.

    TABEL IV. 29 HASIL UJI KETERKAITAN PELAKSANAAN KONTROL PENGGUNAANLAHAN DENGAN PERSEPSI PENGETAHUAN GUNUNG WAYANG SEBAGAI DAERAH

    RESAPAN

    pengetahuan mengenai wilayah resapanTotaltahu tidak tahu

    Pelaksanaan kontrol penggunaanlahan

    sering 24 18 4257.1% 42.9% 100.0%53.3% 50.0% 51.9%

    sedang 3 3 650.0% 50.0% 100.0%6.7% 8.3% 7.4%

    jarang 2 5 728.6% 71.4% 100.0%4.4% 13.9% 8.6%

    tidak pernah 16 10 2661.5% 38.5% 100.0%35.6% 27.8% 32.1%

    Total 45 36 8155.6% 44.4% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 105

    Keterkaitan kontrol lahan dengan pendapat mengenai keberadaaan Sungai Citarumadalah 0.601 dan dikategorikan sebagai keterkaitan yang kuat. Sebesar 55.4% dariresponden yang berpendapat bahwa Sungai Citarum membawa manfaat bagi merekaberasal dari kelompok masyarakat yang sering mendapat kontrol dari pemerintah.Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa kontrol dari pemerintah tentangpengelolaan lahan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi respondenmengenai keadaan lingkungannya, namun bukan berarti semua yang mendapatkontrol paham dengan kondisi lingkungannya, karena kontrol hanya merupakanalternatif sumber informasi.

    TABEL IV. 30 HASIL UJI KETERKAITAN VARIABEL PELAKSANAANKONTROL PENGGUNAAN LAHAN DENGAN PERSEPSI MENGENAI

    KEBERADAAN SUNGAI CITARUM

    pendapat mengenai kondisi S.CitarumTotalbermanfaat mengganggu tidak tahu

    Pelaksanaan kontrolpenggunaan lahan

    sering 31 5 6 4273.8% 11.9% 14.3% 100.0%55.4% 45.5% 42.9% 51.9%

    sedang 4 2 0 666.7% 33.3% .0% 100.0%

    7.1% 18.2% .0% 7.4%jarang 3 1 3 7

    42.9% 14.3% 42.9% 100.0%5.4% 9.1% 21.4% 8.6%

    tidak pernah 18 3 5 2669.2% 11.5% 19.2% 100.0%32.1% 27.3% 35.7% 32.1%

    Total 56 11 14 8169.1% 13.6% 17.3% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.3 Identifikasi Perilaku Masyarakat Dalam Melakukan Alih Guna Lahan DiHulu Sungai Citarum

    Analisis identifikasi perilaku masyarakat dilakukan dengan analisis statistik deskriptifuntuk menjelaskan kecondongan dan gambaran perilaku masyarakat dalam

  • 106

    melakukan alih guna lahan hutan. Identifikasi perilaku alih guna lahan hutan ini akandijelaskan dalam dua bagian yaitu perilaku terhadap pembukaan hutan dan perilakusebagai respon terhadap anjuran pemerintah.

    4.3.1 Pembukaan Hutan

    Dari 81 responden dalam penelitian ini, 36% nya pernah melakukan pembukaanhutan. Pembukaan hutan dilakukan sedikit demi sedikit oleh para petani dengan luasberdasarkan satuan yang biasa mereka gunakan, yaitu patok, tumbak dan bata. Satupatok seluas 350 m2 sedangkan satu tumbak sebanding dengan 1 bata yaitu 14 m2.

    Pembukaan hutan dilaksanakan oleh petani kecil sehingga metode pembukaan hutanyang dilakukan adalah dengan menggunakan alat tani biasa. Tidak ada pembukaanyang dilakukan responden dengan menggunakan alat berat secara besar-besaran ataudengan pembakaran hutan. Semua responden yang melakukan pembukaan hutanmenjawab melakukan pembukaan hutan dengan menggunakan alat tani biasa.

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    35.80%64.20%

    usaha pembukaanhutan

    pernah tidak

    64.20%35.80%

    tidak membuka hutan dengan alat tani

    GAMBAR 4. 10 PERSENTASE USAHA PEMBUKAAN HUTAN (KIRI) DANPERSENTASE METODE PEMBUKAAN HUTAN (KANAN)

  • 107

    Dari 35.8% responden yang pernah membuka hutan, pembukan hutan dilakukandengan luas yang beragam, mulai dari 700m2 hingga 30.000m2 . Namun setelahdikelompokkan berdasarkan luasnya, persentase responden terbanyak yaitu 19.75%adalah melakukan pembukaan hutan dibawah 1500m2. Pembukaan hutan yang tidakbegitu luas oleh masing-masing petani ini disebabkan oleh metode pembukaan hutanyang hanya menggunakan alat tani biasa dan mempertimbangkan biaya pengelolaanjika menggunakan lahan yang luas.

    GAMBAR 4. 11 LUAS PEMBUKAAN HUTAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Dari 38.27% pemilik lahan, 22.58% nya pernah melakukan penambahan luas lahandengan alasan lahan sebelumnya masih belum mencukupi dan adanya petaniterutama petani di sekitar lahan milik yang hendak menjual lahannya. Penambahanluas lahan menjadi rawan terjadi ketika lahan sebelumnya berada di pinggir hutan.Penambahan luas lahan beberapa tumbak (1 tumbak = 14m2 ) tidak akan begitu terasadan ketahuan. Namun dikarenakan biaya pengelolaan tanaman yang juga lumayanbesar, maka petani tidak seenaknya membuka lahan dan menambah luas lahan.

    19.75%

    8.64%4.94% 2.47%

    0.00%

    5.00%

    10.00%

    15.00%

    20.00%

    25.00%

    1 - 1500 m2 1501 - 3000 m2 3001 - 4500 m2 > 4500 m2luas pembukaan hutan

  • 108

    Pertimbangan mengenai kemampuan untuk membeli bibit, melakukan pemupukan,memberikan obat, dan mengolah lahan menjadi pertimbangan utama dalammelakukan penambahan luas hutan.

    Sebesar 32.25% pemilik lahan memilih untuk mengurangi luas lahan yang dimiliki.Alasan utama untuk mengurangi luas lahan tersebut adalah kurangnya dana untukmengolah lahan. Jika pemilik lahan merasa sudah tidak mampu untuk mengolahsebagian lahannya ia akan menyerahkan sebagian lahan tersebut kepada pihak lainyang dinamakan proses tebus garapan. Tebus garapan tidak dilakukan sepertipembelian lahan pada umumya, namun pemilik baru hanya memberikan uangsecukupnya berdasarkan kebutuhan pemilik lama. Pemindahtanganan lahan tidakdilakukan dengan penghitungan permeter persegi karena lahan yang digarap tersebutbukan milik pribadi dan tidak ada surat bukti kepemilikannya.

    Metode lain yang dilakukan untuk memperoleh lahan adalah dengan memanfaatkanlahan bekas kebakaran hutan. Luasnya lahan hutan yang rusak tidak dapat secaralangsung seluruhnya ditanami kembali oleh pemerintah, sehingga lahan yang belumditanami ini segera dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bertani. Namun persoalan initidak begitu sering terjadi di Gunung Wayang karena kejadain kebakaran hutan jugasangat jarang terjadi di kawasan ini. Dari semua responden hanya terdapat 4.94%yang pernah menggunakan lahan bekas kebakaran hutan.

  • 109

    GAMBAR 4. 12 PERSENTASE PENGGUNAAN LAHAN BEKAS KEBAKARANHUTAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.3.2 Respon Terhadap Anjuran Pemerintah

    Pemerintah telah melaksanakan beberapa program untuk menghentikan para petaniperambah dari hutan. Salah satunya adalah pelaksanaan Program Citarum Bergetar.Program ini berusaha untuk menghentikan petani dari petak 73 dan berhasil. Namun,dampak dari program ini adalah meningkatnya angka pengangguran dan jatuhnyaperekonomian masyarakat. Oleh karena itu dilaksanakan program alih profesi, alihkomoditas, dan alih lokasi. Program ini berusaha untuk mengganti komoditas petanidari hortikultura semusim menjadi tanaman kayu seperti kopi dan alpukat, mengubahmata pencahariaan yang awalnya sebagai petani ladang diberikan stimulus untukberalih sebagai peternak, dan beralih lokasi yaitu dengan prinsip transmigrasi kewilayah lain atau minimalnya beralih lokasi garap dari lahan hutan menjadi lahannon-hutan.

    Respon petani terhadap anjuran dan program dari pemerintah dalam kasus ini dapatdikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu respon positif, netral, dan negatif.

    4.94%

    95.06%pernahtidak

  • 110

    Respon positif adalah ketika masyarakat baik menerima informasi secara langsungatau pun tidak dari pemerintah, tetapi tetap melaksanakan anjuran tersebut. Responnetral adalah ketika masyarakat tidak memperoleh informasi mengenai program dantidak melaksanakan program tersebut. Sedangkan respon negatif adalah ketikamasyarakat telah mendapatkan informasi dari pemerintah untuk melaksanakanprogram namun masyarakat tetap tidak mengikuti anjuran tersebut. Sebesar 49.4%dari responden telah memberikan respon positif, 27.2% nya netral, dan 23.5% lainnyamemberikan respon negatif.

    GAMBAR 4. 13 PERSENTASE RESPON TERHADAP ANJURAN PEMERINTAH

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Meskipun secara data hampir setengah dari responden memiliki respon positf, namunkenyataan di lapangan menurut ketua LMDH , Agus Darajat, penanaman kopi yangdilakukan sebagai salah satu usaha alih komoditas adalah berupa tanaman kopi

    topeng, yaitu tanaman kopi yang hanya sebagai syarat penanaman kayu jika

    49.40%

    27.20% 23.50%

    0.00%

    10.00%

    20.00%

    30.00%

    40.00%

    50.00%

    60.00%

    positif netral negatif

  • 111

    dilaksanakan inspeksi atau kontrol dari pemerintah. Beberapa petani yang menanamkopi tersebut tidak merawat dengan baik tanaman kopinya karena kopi termasuktanaman yang usia panennya lama dan ketika telah panen hasil panennya pun tidaksebanyak panen sayuran. Sebesar 23.50% responden memberikan respon negatifterhadap anjuran pemerintah. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkanpemasukan harian untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, jika dilakukanpenanaman kayu maka petani tersebut harus menunggu bertahun-tahun agar dapatpanen. Bukan hanya petani, buruh tani juga lebih memilih komoditas tanam sayurankarena dengan sayuran buruh tani memiliki pekerjaan harian sedangkan dengantanaman kayu buruh hanya akan dipekerjakan pada saat-saat tertentu saja. Selain itubeberapa responden menyatakan tidak mengerti cara bertani kopi karena belumpernah ada yang melakukan penanaman kopi sebelumnya. Hal ini relevan dengandata 83.95% responden mendapatkan ilmu bertani dari sesama petani. Menurutbeberapa responden, pemerintah hanya memberikan penyuluhan kepada petani besardan tidak kepada petani kecil. Sehingga ketika para petani mendapatkan bibit kopiuntuk ditanam, mereka merasa bingung dan tidak mengerti bagaimana agar dihasilkankopi yang berkualitas.

    GAMBAR 4. 14 PERSENTASE KESEDIAAN MENGGANTI KOMODITAS

    59.26%40.74%

    bersediatidak

  • 112

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Respon negatif juga diberikan 23.5% responden ini terhadap anjuran beralih lokasi.Lahan tujuan pemindahan lokasi pertanian masih belum siap namun prosestransmigrasi telah dilaksanakan. Salah satu lokasi yang menjadi tujuan pemindahanadalah ke Cianjur. Setelah beberapa kepala keluarga setuju untuk dipindahkanternyata lahan tujuan di Cianjur masih merupakan lahan sengketa dan masih belumjelas apakah petani dari Desa Tarumajaya akan mendapatkan kepemilikan atas tanahitu atau tidak. Jika sama saja harus membuka hutan, petani tersebut lebih memilihkembali ke Desa Tarumajaya. Selain ke Cianjur, lokasi lainnya adalah ke Riau.Permasalahan yang dihadapi adalah tidak sesuainya iklim di Riau dengan iklim diDesa Traumajaya. Permasalahan ini berkaitan dengan keterampilan masyarakat yanghanya bisa bertani sayur-sayuran yang cocok di daerah pegunungan. Riau memilikiiklim yang berbeda dengan Desa Tarumajaya sehigga keterampilan masyarakat tidakdapat dipergunakan di sana.

    Keluhan masyarakat akan program ini sayangnya tidak disampaikan kepadapemerintah. Sebesar 70.4% responden tidak pernah menyampaikan aspirasinyakepada pemerintah, 19.80% menyampaikan aspirasinya melalui ledia aspirasi sepertirapat atau kotak aspirasi, sisanya 9.9% yang memberikan aspirasi secara langsungkepada pemerintah. Tidak terjalinnya komunikasi yang baik antara pemerintahdengan petani menghasilkan program yang semkain merugikan masyarakat kecil.Sebesar 40.74% responden menyatakan tidak keberatan untuk mengganti komoditasdengan tanaman kayu dengan syarat mereka masih diijinkan melakukan tumpang saridengan sayuran dan mereka mendapatkan pelatihan mengenai cara mengolah danmenghasilkan buah yang berkualitas. Selain itu responden meminta disediakanlapangan kerja baru yang siap menampung peningkatan angka pengangguran karenaalih komoditas tersebut.

  • 113

    GAMBAR 4. 15 PERSENTASE METODE PENYAMPAIAN ASPIRASI

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Selain dengan mengharapkan pemerintah, masyarakat dapat secara swadayamelakukan peningkatan kualitas diri dan lingkungan, yaitu melalui keterlibatan dalamkegiatan lembaga atau kelompok yang mendukung usaha pengelolaan lahan. Melaluikegiatan ini biasanya secara tidak langsung kepekaan masyarakat akan lingkungannyaakan meningkat dan keterampilan diri juga akan bertambah. Pembagian informasiantar anggota kelompok akan menambah pengetahuan masing-masing anggota.Namun hanya 18.52% dari responden yang pernah terlibat dalam kegiatankelembagaan yang bergerak di bidang pertanian atau pengelolaan lahan.

    9.90%19.80%

    70.40%

    0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%

    langsung melalui media aspirasi tidak pernahMetode penyampaian aspirasi

  • 114

    GAMBAR 4. 16 PERSENTASE KETERLIBATAN DALAM KEGIATANPENYULUHAN PERTANIAN

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    4.4 Identifikasi Keterkaitan Persepsi dan Perilaku Masyarakat Terhadap AlihGuna Lahan Hutan yang Terjadi di Hulu Sungai Citarum

    Analisis yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara persepsi dan perilakumasyarakat terhadap alih guna lahan hutan menjadi budidaya hortikultura di huluSungai Citarum ini adalah analisis asosiasi Chi square Cramers V. Seperi sub bab4.2, dalam analisis ini masih memperhatikan nilai signifikansi dan nilai Cramers V,serta pengelompokan nilai Cramers V ke dalam kategori sangat lemah, lemah, kuat,dan sangat kuat. Keterkaitan antara persepsi dan perilaku ini akan dijelaskan dalamtiga bagian, yaitu keterkaitan persepsi yang dibentuk oleh pengetahuan denganperilaku alih guna lahan dan keterkaitan persepsi terhadap kondisi lingkungan denganperilaku alih guna lahan hutan menjadi budidaya hortilkultura.

    18.52%

    81.48%pernahtidak pernah

  • 115

    keterlibatandalampenyuluhan

    metodepembukaanhutan

    luaspembukaanhutan

    penggunaanlahan bekaskebekaranhutan

    responterhadapanjuranpemerintah

    kesediaanmenggantikomoditas

    sig. 0.039 0.694 0.326 0.034 0.031 0.853cramer's V 0.23 0.044 0.239 0.236 0.293 0.021sig. 0.697 0.374 0.664 0.734 0.001 0.032cramer's V 0.094 0.156 0.19 0.087 0.351 0.292sig. 0.003 0.188 0 0.715 0.285 0.06cramer's V 0.684 0.52 0.601 0.405 0.485 0.576sig. 0.023 0.552 0.016 0.983 0.459 0.38cramer's V 0.6 0.425 0.529 0.282 0.446 0.459sig. 0.007 0.678 0.297 0.207 0.001 0.288cramer's V 0.298 0.046 0.246 0.14 0.412 0.118

    sig. 0.008 0.222 0.107 0.885 0.682 0.529

    cramer's V 0.662 0.524 0.519 0.372 0.441 0.457sig. 0.569 0.027 0.144 0.391 0.024 0.916cramer's V 0.118 0.299 0.274 0.152 0.263 0.047sig. 0.12 0.31 0.004 0.462 0.15 0.323cramer's V 0.3 0.243 0.327 0.211 0.273 0.24sig. 0.001 0.399 0.012 0.165 0.07 0.009cramer's V 0.42 0.151 0.347 0.211 0.231 0.324

    kon

    disi

    lingk

    un

    gan

    kerugian yangdirasakan akibatalih fungsi hutankondisi citarum

    peluang pekerjaanlain

    keberadaanlembaga penyuluh

    pen

    geta

    huan

    gunung wayangsebagai kawasanhubungan sungaicitarum dengan

    fungsi hutan

    dampakpembukaan hutangunung wayangsebagai daerah

    Perilaku

    Persepsi

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    TABEL IV. 31 HASIL UJI KETERKAITAN PERSEPSI TERHADAP PERILAKU ALIH GUNA LAHAN HUTANMENJADI BUDIDAYA HORTIKULTURA DI GUNUNG WAYANG

  • 116

    4.4.1 Keterkaitan Persepsi Pengetahuan Terhadap Perilaku Alih Guna Lahan

    1) Persepsi Pengetahuan Kawasan Gunung Wayang Sebagai Kawasan Lindung

    Persepsi responden terhadap fungsi Gunung Wayang sebagai kawasan lindungmemiliki keterkaitan dengan keterlibatan responden dalam kegiatan penyuluhan,namun keterkaitan antara keduanya sangat lemah yang ditunjukkan dari nilaicramers v 0.23. Responden yang mengetahui bahwa Gunung Wayang merupakankawasan lindung, 24.1% nya pernah terlibat dalam kegiatan penyuluhan terkaitpengelolaan lahan dan 75.9% nya tidak pernah terlibat. Responden yang tidak tahubahwa kawasan Gunung Wayang merupakan kawasan lindung 4.3% nya terlibatdalam kegiatan penyuluhan dan 95.7% nya tidak pernah terlibat. Meskipunketerkaitannya sangat lemah namun terlihat bahwa responden yang mengetahuifungsi kawasan lindung memiliki perbandingan persentase pernah mengikutikegiatan penyuluhan yang lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidakpernah terlibat.

    TABEL IV. 32 HASIL UJI KETERKAITAN PERSEPSI FUNGSI KAWASANGUNUNG WAYANG SEBAGAI KAWASAN LINDUNG DENGAN KETERLIBATAN

    DALAM KEGIATAN PENYULUHAN

    Keterlibatan dalam kegiatanpenyuluhan

    Totalpernah tidak pernahInformasi mengenaikawasan lindung

    pernah 14 44 5824.1% 75.9% 100.0%93.3% 66.7% 71.6%

    tidak 1 22 234.3% 95.7% 100.0%6.7% 33.3% 28.4%

    Total 15 66 8118.5% 81.5% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 117

    Terdapat keterkaitan antara persepsi Gunung Wayang sebagai kawasan lindungdengan pengunaan lahan hutan bekas terbakar, namun keterkaitan dikategorikanketerkaitan yang sangat lemah karena memiliki nilai Cramers V 0.236. Dari semuaresponden yang mengetahui Gunung Wayang sebagai kawasan lindung hanya 1.7%yang pernah menggunakan lahan bekas kebakaran hutan. Pengguna lahan bekaskebakaran hutan lainnya berasal dari responden yang tidak mengetahui bahwaGunung Wayang adalah kawasan lindung. Hal ini menunjukkan bagaimanaketerkaitan antara pemahaman mengenai fungsi hutan dengan perilaku.

    TABEL IV. 33 HASIL UJI KETERKAITAN PERSEPSI FUNGSI KAWASANGUNUNG WAYANG SEBAGAI KAWASAN LINDUNG DENGAN PENGGUNAAN

    LAHAN BEKAS KEBAKARAN HUTAN

    HASIL UJI KETERKAITANpenggunaan hutan bekas terbakar

    Totalpernah tidakInformasi mengenaikawasan lindung

    pernah 1 57 581.7% 98.3% 100.0%

    25.0% 74.0% 71.6%tidak 3 20 23

    13.0% 87.0% 100.0%75.0% 26.0% 28.4%

    Total 4 77 814.9% 95.1% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%Sumber: Hasil Analisis, 2012

    Persepsi Gunung Wayang sebagai kawasan lindung memiliki keterkaitan denganrespon terhadap anjuran pemerintah. Keterkaitan ini memiliki nilai Cramers V 0.293yang menunjukkan keterkaitan yang lemah. Responden yang mengetahui mengenaifungsi kawasan lindung 55.2% nya memberikan respon positif terhadap anjuranpemerintah baik alih komoditas lokasi, maupun profesi. Responden yang tidakmengetahui mengenai fungsi Gunung Wayang sebagai kawasan lindung cenderungmemberikan respon netral, yang artinya responden ini ridak mengetahui mengenaifungsi kawasan lindung dan juga tidak mendapatkan anjuran dari pemerintah untuk

  • 118

    beralih komoditas, profesi, dan lokasi. Responden pada kelompok ini merupakankelompok yang kurang mendapat informasi. Namun, responden yang cenderungmemberikan respon negatif terhadap anjuran pemerintah berasal dari kelompokresponden yang mengetahui bahwa Gunung Wayang merupakan kawasan lindung(78.9%). Responden pada kelompok ini artinya responden yang menerima informasibahwa Gunung Wayang harus dilindungi dan juga menerima informasi bahwa adaanjuran alih komoditas, profesi dan lokasi, namun tidak melaksanakan anjurantersebut. Penolakan ini terjadi karena adanya tekanan kebutuhan lain dari respondenyang lebih mendesak salah satunya adalah permasalahan ekonomi. Seperti yangdiungkapkan Wardiah (2007), bahwa ketidaksesuaian perilaku dan persepsi yangdimiliki sesorang disebabkan oleh adanya tekanan yang memaksa ketidaksesuasianitu terjadi. Meskipun mengetahui harus melindungi Gunung Wayang namunresponden pada kelompok ini juga memiliki tanggung jawab untuk memenuhikebutuhan hariannya. Pendapatan yang diperoleh jika menerapkan komoditas anjuranpemerintah akan jauh lebih kecil, sehingga responden harus memberikan responnegatif terhadap anjuran pemerintah tersebut.

    TABEL IV. 34 HASIL UJI KETERKAITAN PEROLEHAN INFORMASIMENGENAI KAWASAN LINDUNG DENGAN RESPON TERHADAP ANJURAN

    PEMERINTAH

    respon_thp_anjurn_pmrnthTotalpositif netral negatif

    Informasi mengenai kawasanlindung

    pernah 32 11 15 5855.2% 19.0% 25.9% 100.0%80.0% 50.0% 78.9% 71.6%

    tidak 8 11 4 2334.8% 47.8% 17.4% 100.0%20.0% 50.0% 21.1% 28.4%

    Total 40 22 19 8149.4% 27.2% 23.5% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

    2) Persepsi Pengetahuan Hubungan Antara Kondisi Lahan di Gunung WayangDengan Kondisi Sungai Citarum

  • 119

    Persepsi mengenai hubungan kondisi lahan di Gunung Wayang dengan kondisiSungai Citarum memiliki keterkaitan dengan respon terhadap anjuran pemerintah dandengan kesediaan mengganti komoditas. Nilai keterkaitan dengan respon terhadapanjuran pemerintah adalah 0.351 dan termasuk kategori keterkaitan lemah.Responden yang memberikan respon positif terhadap anjuran pemerintah 60% nyamerupakan responden yang mengetahui hubungan keterkaitan antara kondisi lahanGunung Wayang dengan Sungai Citarum. Respon positif berarti responden setujuuntuk mengganti komoditasnya ke komoditas yang dianjurkan pemerintah. Namunterdapat 19.4% responden dari kelompok yang mengetahui hubungan antara kondisilahan Gunung Wayang ini dengan Sungai Citarum yang memberikan respon negatifterhadap anjuran pemerintah. Hal ini dilakukan karena tidak adanya pilihan lain yangdapat dilakukn responden kecuali bertani sayuran semusim. Anjuran untukmelakukan pekerjaan lain tidak diiringi dengan pemberian pelatihan dan keterampilansehingga satu-satunya yang dapat dilakukan responden kelompok ini adalah tetapbertani di lahan hutan tersebut.

    TABEL IV. 35 HASIL UJI KETERKAITAN PERSEPSI ANTARA HUBUNGANSUNGAI CITARUM GUNUNG WAYANG DENGAN RESPON TERHADAP

    ANJURAN PEMERINTAH

    respon_thp_anjurn_pmrnthTotalpositif netral negatif

    Hubungan S.Citarumdengan G.Wayang

    ada hubungan 24 1 6 3177.4% 3.2% 19.4% 100.0%60.0% 4.5% 31.6% 38.3%

    Tidak ada hubungan 14 16 11 4134.1% 39.0% 26.8% 100.0%35.0% 72.7% 57.9% 50.6%

    tidak tahu 2 5 2 922.2% 55.6% 22.2% 100.0%

    5.0% 22.7% 10.5% 11.1%Total 40 22 19 81

    49.4% 27.2% 23.5% 100.0%100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 120

    Keterkaitan antara pengetahuan hubungan kondisi lahan Gunung Wayang denganSungai Citarum juga memiliki keterkaitan dengan kesediaan mengganti komoditasyang terlihat dari nilai Cramers V 0.292. Responden yang mengetahui hubungantersebut 71% bersedia untuk mengganti komoditas dan 29% tidak bersedia.Responden pada kelompok ini mengetahui dampak dari tindakan yang merekalakukan sehingga kesediaan mengganti komoditas sejalan dengan pengetahuan yangmeraka miliki. Responden yang memiliki persepsi bahwa tidak ada hubungan antaragunung dan sungai ini memberikan respon yang hampir seimbang antara bersediasebesar 58.5% dan tidak besedia 41.5%. Sedangkan responden yang tidak tahumengenai hubungan kondisi lahan Gunung Wayang dengan Sungai Citarumcenderung tidak bersedia mengganti komoditas yaitu sebesar 77.8%, dan hanya22.2% yang bersedi. Responden dengan persentase 22.2% ini bersedia menggantikomoditas dengan alasan selama meraka masih memiliki pekerjaan. Hal ini berartiselama mereka masih diijinkan menggarap dilahan hutan meskipun harus tumpangsari dengan tanaman lain, mereka bersedia untuk mengganti komoditas Alasanresponden ini menunjukkan tingkat kesulitan ekonomi dan tidak adanya pilihanmasyarakat selain melanjutkan pekerjaan sebagai petani.

    TABEL IV. 36 HASIL UJI KETERKAITAN PERSEPSI HUBUNGAN S.CITRAUMDENGAN GUNUNG WAYANG DENGAN KESEDIAAN MENGGANTI

    KOMODITAS

    HASIL UJI KETERKAITANkesediaan mengganti komoditas

    Totalbersedia tidakHubungan S.Citarum denganG.Wayang

    ada hubungan 22 9 3171.0% 29.0% 100.0%45.8% 27.3% 38.3%

    Tidak ada hubungan 24 17 4158.5% 41.5% 100.0%50.0% 51.5% 50.6%

    tidak tahu 2 7 922.2% 77.8% 100.0%4.2% 21.2% 11.1%

    Total 48 33 8159.3% 40.7% 100.0%

    100.0% 100.0% 100.0%

    Sumber: Hasil Analisis, 2012

  • 121

    3) Persepsi Pengetahuan Tentang Fungsi Hutan

    Persepsi terhadap fungsi hutan memeiliki keterkaitan yang kuat dengan keterlibatandalam kegiatan penyuluhan dan luas pembukaan hutan, yaitu dengan nilai CramersV 0.684 dan 0.601. Sebesar 96.3% responden yang tidak mengetahui fungsi hutantidak pernah terlibat dalam kegiatan penyuluhan yaitu sebesar 32% dari keseluruhanresponden, dan hanya 6.7% dari responden yang pernah terlibat kegiatan penyuluhanyang tidak mengetahui fungsi hutan. Keterkaitan antara kedua variabel ini tidakbegitu jelas karena informasi yang disampaikan oleh penyuluh tidak selalu terkaitlahan, selain itu informasi mengenai fungsi hutan dapat didapatkan di luar acarapenyuluhan.

    Persepsi mengenai fungsi hutan juga memiliki keterkaitan dengan luas lahan hutanyang dibuka. Responden yang tidak pernah melakukan pembukaan hutan 65.4%merupakan responden yang mengetahui fungsi hutan dan 34.6% sisanya yang tidakmengetahui fungsi hutan. Responden yang tidak mengetahui fungsi hutan cenderungmelakukan pembukaan hutan. Responden yang mengatahui apa saja fungsi hutannamun tetap melakukan pembukaan hutan merupakan responden yang berada dalamtekanan. Sebagian besar lahan di Desa Tarumajaya dikuasai oleh Perhutani danPT.Perkebunan. Hanya sebagian kecil yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat danharus dibagi untuk lahan perumahan dan pertanian. Katerbatasan lahan ini mendorongmasyarakat untuk membuka lahan yang menurut mereka memungkinkan, yaitu lahanh