BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN THOMAS DJAMALUDDIN …eprints.walisongo.ac.id/6745/5/BAB IV.pdf · WAKTU...

40
104 BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG WAKTU PUASA DI DAERAH DEKAT KUTUB DALAM PERSPEKTIF ASTRONOMI DAN FIKIH A. Konsep Pemikiran Thomas Djamaluddin tentang Waktu Puasa di Daerah Dekat Kutub Perspektif Astronomi 1. Penentuan Awal bulan Ramadan Pembahasan tentang hari tentu tidak akan lepas dari pembahasan tentang masalah waktu dan penentuannya. Permasalahan permulaan hari dalam kalender hijriyah menjadi permasalahan yang penting untuk dibicarakan. Permasalahan waktu dimulainya suatu hari menjadi salah satu persoalan yang menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama. Persoalan awal atau batas permulaan hari memiliki perbedaan yang mendasar dengan persoalan batas antara malam dan siang. Adanya berbagai hadis yang memerintahkan pengamatan hilal juga menjadi salah satu dasar bahwa pemulaan hari adalah dengan tenggelamnya Matahari. Nampak atau tidaknya Bulan saat terbenamnya Matahari menjadi salah satu ukuran dalam menentukan permulaan hari berikutnya. Artinya, hari tersebut dimulai dan diakhiri dengan terbenamnya Matahari saat masuk waktu Magrib 1 Zubair Umar al-Jailani juga merupakan sebagian diantara tokoh falak Indonesia yang menganut 1 Sa‟adoe‟ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, Jakarta:Tintamas, 1976 hlm.15

Transcript of BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN THOMAS DJAMALUDDIN …eprints.walisongo.ac.id/6745/5/BAB IV.pdf · WAKTU...

104

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN THOMAS DJAMALUDDIN TENTANG

WAKTU PUASA DI DAERAH DEKAT KUTUB DALAM PERSPEKTIF

ASTRONOMI DAN FIKIH

A. Konsep Pemikiran Thomas Djamaluddin tentang Waktu Puasa di Daerah

Dekat Kutub Perspektif Astronomi

1. Penentuan Awal bulan Ramadan

Pembahasan tentang hari tentu tidak akan lepas dari pembahasan

tentang masalah waktu dan penentuannya. Permasalahan permulaan hari

dalam kalender hijriyah menjadi permasalahan yang penting untuk

dibicarakan. Permasalahan waktu dimulainya suatu hari menjadi salah satu

persoalan yang menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Persoalan awal atau batas permulaan hari memiliki perbedaan yang

mendasar dengan persoalan batas antara malam dan siang.

Adanya berbagai hadis yang memerintahkan pengamatan hilal juga

menjadi salah satu dasar bahwa pemulaan hari adalah dengan

tenggelamnya Matahari. Nampak atau tidaknya Bulan saat terbenamnya

Matahari menjadi salah satu ukuran dalam menentukan permulaan hari

berikutnya. Artinya, hari tersebut dimulai dan diakhiri dengan

terbenamnya Matahari saat masuk waktu Magrib1 Zubair Umar al-Jailani

juga merupakan sebagian diantara tokoh falak Indonesia yang menganut

1 Sa‟adoe‟ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, Jakarta:Tintamas, 1976 hlm.15

105

pemahaman saat terbenamnya Matahari (waktu magrib) sebagai permulaan

hari dalam kalender hijriyah2

) حذ ت يسعذج انثاه حذحا تشش ت يفضم حذحا سهح حذث

.: و.قال سسل هللا ص: افع ع عثذ هللا ات عش قال ع(ات عهقح

, فإرا سأتا انالل فظيا ارا سأت فأفطشا. انشش تسع عشش

3(يسهى سا). فإ غى عهكى فاقذسا ن

Artinya: “Humaid bin Mas‟adah Al-Bahiliy bercerita kepadaku: Bisyru bin

Mufadhdhal bercerita kepada kami: Salamah bin „Alqamah

bercerita kepada kami, dari Nafi‟ dari Abdullah bin Umar, ia

berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “(Jumlah

bilangan) Bulan ada 29 (hari). Apabila kalian melihat hilal, maka

berpuasalah. Apabila kalian melihatnya (hilal) maka berbukalah.

Namun apabila kalian terhalangi (oleh mendung), maka

kadarkanlah.” (HR. Muslim)

Dengan dalil hadis tersebut bahwasanya pemulaan bulan kamariah

termasuk Ramadan adalah setelah melihat hilal. Hal ini juga dijelaskan

oleh Muhammad Hasbiash-Shiddieqy yang mengatakan bahwa “Nabi

menandaskan bahwasanya permulaan bulan kamariah adalah berhadapnya

cahaya Bulan ke permukaan Bumi sesudah keluar dari persembunyiannya

yang dapat dilihat sesudah terbenam Matahari. Dengan ketetapan itu,

permulaan bulan menurut agama Islam ialah hari yang didahului oleh

Magrib sesudah dapat melihat hilal4”.

2 Zubair Umar Al-Jalani, al-Khulasah al-Wafiyyah fi al-falak bi Jadawil al-

Lugharitmiyyah, Kudus: Menara Kudus,t.t, hlm.57 3 Muslim ibn Hajjaj, Shahih Muslim, Juz II,Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1992, hlm.

760. 4 Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Awal dan Akhir Ramadan, Mengapa harus berbeda?,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 8,10

106

Pengertian hilal atau bulan sabit yang dalam astronomi dikenal

nama dengan Crescent adalah bagian Bulan yang tampak terang dari bumi

sebagai akibat cahaya Matahari yang dipantulkan olehnya pada hari

terjadinya ijtimak sesaat setelah Matahari terbenam. Hilal ini dapat dipakai

sebagai pertanda pergantian bulan Kamariyah5. Secara

bahasaهاللmempunyai arti yang sangat banyak, antara lain bulan sabit6

Tinjauan bahasa, al-Qur‟an, dan Sunnah dapat disimpulkan bahwa hilāl

(bulan sabit) itu pasti tampak cahayanya terlihat dari bumi di awal bulan,

bukan sekedar pemikiran atau dugaan adanya hilāl7

Para astronom sudah lama berusaha untuk mendapatkan kriteria

penampakan hilal (imkan rukyah hilal) terendah. Pada tanggal 13 Agustus

1931 astronom berkebangsaan Perancis bernama Andre Danjon telah

berhasil melihat hilal di pagi hari menjelang terbit dengan elongasi (jarak

busur matahari bulan) 7, dengan umur 16 jam 12 menit sebelum ijtimak

(konjungsi). Hasil pengamatan Andre Danjon ini dipublikasikan pada

tahun 1932 melalui L‟ Astronomi8

Menurut Penulis, Thomas dalam menentukan awal bulan kamariah

dimulai saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtima‟ dan pada saat itu

5 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm. 30 6 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta, 1984. 7 A. Ghozali Masroeri, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya, disampaikan dalam

Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Badan

Hisab Rukyat Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008.Lihat Jurnal

al- Ahkam, Hasna Tuddar Putri, Redefinisi Hilāl dalam Perspektif Fikih Dan Astronomi,

Semarang: Konsorsium Sarjana Syari‟ah Indonesia ( KSSI) Berkerja Sama Dengan Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Walisongo, hlm. 106.Vol 22, Nomor 1, April 2012 8 Depag RI., Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama

Islam, 1981, hal. 55.

107

hilal (horizon) sudah berada di ufuk mar‟i.9 Adapun yang dimaksud ufuk

mar‟i adalah bidang datar yang merupakan batas pandangan mata si

pengamat.10

. Thomas merumuskan kriteria imkan rukyah (visibilitas hilal)

dengan basis data yang disesuaikan dengan kondisi geografi daerah.di

Indonesia, kriteria ini dikenal dengan kriteria Hisab Rukyah Indonesia

atau kriteria Djamaluddin 2011. Adapun parameter kriteria antara beda

tinggi Matahari dan Bulan 4 derajat dan sudut elongasi 6.4 derajat11

.

Dalam perhitungan awal bulan ada beberapa tahapan sehingga

perhitungan tersebut dapat menghasilkan arah dan kondisi hilal yang

selanjutnya dipakai sebagai penentu awal bulan atau patokan untuk rukyat

al-hilal.

a. Perhitungan Ijtimak

Ijtimak, dalam bahasa Arab disebut iqtiran sementara dalam

bahasa Inggris dikenal dengan sebutan conjunction berarti kumpul

atau bersama. Dalam pengertian astronomis ijtimak yaitu posisi

Matahari dan Bulan berada pada satu bujur astronomi. Para ahli

astronomi murni menggunakan ijtimak ini sebagai pergantian awal

bulan kamariah, sehingga disebut pula dengan New Moon12

.

9 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia Studi atas Pemikiran

Saadoe‟ddin Djambek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2002, hlm. 57. 10 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,

2004, hlm. 139. 11 Zabidah Fillinah, yang berjudul “ Kriteria Visibilitas Hilal Djamaluddin 2011 Dalam

Perspektif Majlis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah”Skripsi Sarjana Fakultas Syari‟ah UIN

Walisongo Semarang: Perpustakaan Walisongo, 2015. 12 Muhyiddin Khazin, Kamus…, hlm 32

108

Kalender Kamariah yang berpatokan pada peredaran Bulan

terhadap Bumi sangat memerlukan perhitungan ijtimak ini dalam

penentuan awal bulan, karena peristiwa ijtimak ini dalam astronomi

merupakan batas antara Bulan lama dan Bulan baru, jika ijtimak ini

terjadi maka dapat dikatakan bulan baru sudah terjadi.

b. Perhitungan saat terbenam (ghurub)

Ghurub berarti terbenam, yaitu manakala piringan suatu benda

langit (Matahari) bersinggungan dengan ufuk. Perhitungan ghurub ini

tidak semua aliran atau metode penentuan awal bulan yang

memakainya, karena beberapa aliran atau metode penentuan awal

bulan ada yang berpatokan pada tengah malam dan fajar, bukan

dengan terbenamnya Matahari.13

Dalam penentuan terbenam Matahari ada perbedaan dalam

perhitungannya, ada yang berpatokan bahwa Matahari terbenam dari

ufuk hakiki, dalam formulanya perhitungan ini tidak memberikan

koreksi apapun. Ada yang berpatokan terbenam dari ufuk hissi, dalam

formulanya perhitungan ini hanya memberikan koreksi paralaks. Ada

pula yang berpatokan pada ufuk mar‟i, dalam formulanya perhitungan

ini lebih kompleks karena memberikan lebih dari satu koreksi yakni

paralaks (beda lihat), refraksi (pembiasan), semi diameter (besar

piringan) dan juga dip (kerendahan ufuk).

13 Muhyiddin Khazin. Kamus..., hlm. 26.

109

c. Posisi hilal (ketinggian, arah, elongasi, umur Bulan,dan lama hilal di

atas ufuk)

Posisi hilal merupakan hasil yang sangat penting yang diperlukan

oleh user/observer sebagai penentu awal bulan. Untuk mengetahui

hasil posisi hilal sendiri diperlukan pula beberapa data, diantaranya

adalah posisi Matahari dan Bulan dalam koordinat ekliptika, ekuator

dan horizon saat terbenam, juga ada beberapa koreksi seperti semi

diameter Bulan dan Matahari, paralaks Bulan, refraksi Bulan dan

Matahari, juga dip (kerendahan ufuk). Posisi hilal ini meliputi

berbagai aspek.

1) Ketinggian hilal

Ketinggian hilal atau dalam istilah Arab biasa disebut

dengan irtifa‟ al-hilal adalah ketinggian benda langit (hilal)

dihitung sepanjang lingkaran vertikal dari ufuk sampai benda

langit yang dimaksud. Dalam astronomi dikenal dengan istilah

altitude. Ketinggian benda langit bertanda positif (+) apabila

benda langit berada di atas ufuk. Demikian pula bertanda negatif

bila berada di bawah ufuk. Dalam astronomi biasa diberi notasi h

(hight)14

Koreksi yang ada pada perhitungan ketinggian sama halnya

dengan penentuan tenggelamnya Matahari. Ada yang berpatokan

terhadap ufuk hakiki sehingga tidak mencantumkan koreksi

14 Ibid.,hlm. 37.

110

apapun. Ada yang berpatokan pada ufuk hissi yang hanya

memberikan koreksi paralaks. Ada yang berpatokan pada ufuk

mar‟i yang memberikan lebih dari satu koreksi, yaitu semi

diameter, paralaks, refraksi dan juga dip.

Sementara itu ada pula aliran yang berpatokan pada hasil

positif dan negatif hilal saja, tanpa memperhitungkan seberapa

ketinggian hilal yang kira-kira dimungkinkan untuk dilihat.

2) Arah Hilal

Dalam penentuan arah hilal, biasanya setiap perhitungan

berpatokan pada posisi Matahari terlebih dahulu, karena cahaya

hilal yang sangat tipis sehingga cahaya hilal sendiri harus

memiliki patokan benda langit yang mempunyai intensitas cahaya

yang besar yakni Matahari, hal ini dilakukan untuk

mempermudah observer dalam melakukan pengamatan, sehingga

biasanya dikatakan “hilal di selatan Matahari” atau “hilal di utara

Matahari”. Arah hilal juga biasanya ditampilkan dalam bentuk

azimut dan dinyatakan dalam satuan derajat.

Sementara itu ada pula yang menghilangkan beberapa

koreksi di atas, seperti koreksi semi diameter dalam menentukan

arah hilal ini.

111

3) Elongasi dan Umur Bulan

Hilal / Bulan sabit akan tampak semakin tebal bila jarak

antara Matahari dan Bulan semakin besar. Jarak Bulan dan

Matahari ini disebut sudut elongasi atau separasi.

Saat ijtimak (konjungsi), sudut elongasi mencapai nilai

terkecil. Pada kejadian tersebut, Matahari-Bulan terlihat

menyatu/bersinggungan dan menurut astronomi pada saat ini

Bulan baru terjadi. Ijtimak inilah yang dipakai sebagai patokan

awal umur Bulan. Umur Bulan dihitung dari ijtimak sampai pada

saat tenggelamnya Matahari. Sudut elongasi ini berbanding lurus

dengan umur Bulan. Sudut elongasi bertambah sekitar 12o / hari.

Jadi saat umur Bulan 24 jam sudut elongasinya sekitar 12°15

.

Kalau sudut elongasinya kecil Bulan terlihat sabit/tipis.

Bulan berumur ± 6 hari (firstquarter) sudut elongasinya sekitar

90°. Karena itu Bulan pada fase firstquarter terlihat di atas kepala

ketika Matahari di ufuk (terbenam). Bulan purnama (fullmoon)

berumur ± 15 hari sudut elongasinya sekitar 180° atau saling

bertolak belakang dengan Matahari (beroposisi).

Sudut elongasi ini digunakan untuk mengetahui ketebalan

hilal yang akan dirukyat. Semakin kecil sudut elongasi, hilal akan

semakin tipis sehingga sulit untuk dilihat.

15 Ahmad Izzuddin, Analisis Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qomariyyah Dalam Kitab

Sullam Al-Nayyirain, skripsi Sarjana Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang: Perpustakaan

Walisongo, 1997, hlm. 68.

112

Menurut teori Limit Danjon, seorang astronom Prancis,

elongasi minimal 7° agar Bulan hilal dapat dilihat. LAPAN

(Lembaga Antariksa Nasional) atau tepatnya Thomas

Djamaluddin memberikan kriteria imkanrukyat menggunakan

parameter elongasi dan beda tinggi. Kriteria imkanrukyat menurut

LAPAN adalah Elongasi minimal 6,4o. Sementara itu MABIMS

memberikan elongasi minimal 3o. Kriteria tersebut memang

masih sulit untuk dipastikan berapa kriteria minimal yang tepat,

karena memang kriteria tersebut berdasarkan pada observasi tiap

individu yang berbeda, di tempat yang berbeda, sehingga

membuahkan hasil yang berbeda pula.

4) Lama Hilal

Lama hilal dalam bahasa Arab disebut Muktsual-Hilal.

Muktsual-hilal ini diperoleh dari nilai Qausal-Muksi16

yang

diubah ke dalam bentuk jam atau dibagi dengan 15. Qausal-Muksi

adalah jarak atau busur sepanjang lintasan harian Bulan diukur

dari titik pusat Bulan ketika Matahari tenggelam sampai ke titik

pusat Bulan ketika ia terbenam17

. Jadi lama hilal yang dimaksud

adalah waktu yang dimulai ketika Matahari tenggelam sampai

Bulan/hilal tenggelam.

16Ibid.hlm. 56. 17Ibid

113

Dalam menentukan lama hilal ini caranya adalah dengan

menentukan Qausal-Muksi terlebih dahulu kemudian dibagi 15

sehingga menjadi jam18

.

5) Saat terbenam hilal

Terbenam hilal ini merupakan waktu terakhir hilal dapat

dimungkinkan terlihat, untuk perhitungannya hanya dengan

menambahkan waktu terbenam Matahari dengan lama hilal.

d. Kondisi hilal (luas cahaya dan kemiringan hilal)

1) Luas cahaya

Dalam istilah Arab disebut dengan Nur al-Hilal yaitu lebar atatu

piringan hilal yang bercahaya yang dihitung dari tepi piringan

menuju ke pusat piringan itu. Satuan ukur yang digunakan oleh para

ahli hisab tempo dulu adalah Ushbu‟ yang diterjemahkan dengan

Jari19

.

2) Kemiringan hilal

Adalah bentuk keadaan dari hilal sendiri, perhitungan ini juga

tidak kalah penting dengan perhitungan lainnya, dalam hal merukyat

keadaan bentuk hilal sangatdibutuhkan untuk meyakinkan apakah itu

benar-benar hilal yang sesuai dengan perhitungan yang dimaksud.

Dalam pengungkapannya biasanya disebut “hilal telentang”, “hilal

miring ke utara”, dan “hilal miring ke selatan”.20

18 Ibid 19 Muhyiddin Khazin, Kamus…, 61 20 Muhyiddin Khazin. Ilmu..., hlm. 160.

114

Selain itu,sebagian besar umat Islam memiliki anggapan

berdasarkan beberapa hadis Nabi bahwa apabila hilal tidak berhasil

dirukyah karena terhalangi atau tidak ada fajar atau terbenam Matahari

terutamadi bulan Ramadan dan Syawal maka bilangan bulan digenapkan

menjadi 30 hari.

Dalam penentuan Awal bulan Ramadan, Thomas berlandaskan

hadis yang menyatakan “Berpuasalah bila melihatnya (hilal) dan

berbukalah bila melihatnya. Bila terhalang awan maka sempurnakan

bilangan bulan 30 hari atau perkirakan (dengan hisab atau istikmal 30

hari)”.

ع أت ششج سض هللا ع قال قال سسل هللا طه هللا عه سهى

طيا نشؤ ت أفطشا نشؤت فا غث عهكى فاكها عذج شعثا

حالح21

(سا يسهى)

Artinya : “ Dari Abu Hurairah r.a berkata Rasulullah saw bersabda:

“Berpuasalah kamu semua karena terlihat hilal (Ramadan)

dan berbukalah kamu semua karena terlihat hilal (Syawal).

Bila hilal tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan

bulan Sya‟ban tigapuluh”.(HR. Muslim)

قال ا سهى عه هللا طه انث عاع هللا عشسض ات ع

يشجتسعحعشش تانششكزاكزاع تالحس ااايحايحالكت

(انثخاس سا)يشجحالح22

Artinya : “ Dari Sa‟id bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibnu Umar ra dari

Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kami adalah umat yang

ummi tidak mampu menulis dan menghitung umur bulan adalah

sekian dan sekian yaitu kadang 29 hari dan kadang 30 hari. (HR.

Bukhori).

21 Abu Husain Muslim, Shahih Muslim…, hlm 35 22 Muhammad ibn Isma‟il al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut, Dar al Fikr, tt, hlm.

34.

115

Dengan merujuk pada hadis tersebut, Thomas Djamaluddin mengakui

adanya metode hisab dan metode rukyah juga hilal sebagai acuan penentuan awal

Ramadan. Bagi Thomas, dalam astronomi tidak ada dikotomi hisab dan rukyat,

sebab, hisab dihasilkan dari rukyat jangka panjang dan rukyat perlu dipandu

hisab. Pengamat rukyat perlu dipandu kriteria hisab karena pengamat hilal saat ini

mudah terkecoh objek non-hilal. Hilal itu sangat tipis dan sangat redup, sementara

gangguan cuaca serta polusi udara dan polusi cahaya makin parah. Pengamat

hisab pun perlu dipandu kriteria rukyat karena hisab hanya menghasilkan angka

posisi hilal, sedangkan dalilnya merujuk pada wujud ketampakan hilal. Wujud

ketampakan hilal sangat dipengaruhi oleh kecemerlangan cahaya Matahari dan

cahayaufuk pasca-Maghrib23

.

Hisab dibuktikan dengan rukyat dan rukyat dipandu hisab. Jadi, mestinya

kompatibel, bisa saling menggantikan. Perbedaan antara kedua metode terjadi

karena kriterianya beda. Bukan hanya antara metode hisab dan rukyat yang

berbeda, sesama rukyat dan sesama hisab juga bisa berbeda keputusannya kalau

kriterianya beda. Hasil rukyat untuk hilal terlalu rendah bisa saja keliru karena

mungkin yang diamatinya ternyata bukan hilal sesungguhnya. Cahaya redup yang

dilihat pengamat bisa saja awan terang kecil atau cahaya planet Venus24

.

Penentuan awal Ramadan penetuannya mudah dari teknis ilmiah karena

merupakan bagian dari ilmu eksakta. Perbedaan yang muncul menyangkut faktor

non- eksakta seperti perbedaan mazhab hukum hisab dan rukyah, perbedaan

23http://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2010/04/wawancara-t-djamal-republika-12-12-

2010.pdf. Editor HeriRuslan, HisabdanRukyatsalingmelengkapi. Kolom Islam Digest. B8.

Diaksespada 8 Oktober 2016 pukul 8:08 WIB 24Ibid.

116

mathla‟ (daerah berlakunya suatu kesaksian hilal) dan kepercayaan pemimpin

yang tidak tunggal.

Jangan risau dengan perbedaan nama hari, karena itu hanya semu akibat

garis tanggal hasil konvensi buatan manusia. Bila itu yang dilaksanakan, berarti

lebih patuh pada garis tanggal kamariyah yang menyesuaikan dengan tampaknya

hilal sesuai sunnatullah, jangan rancukan waktu Matahari dengan bulan Hijriah.

Hasil hisab bisa membantu rukyah untuk menentukan posisi hilal.

Perbedaan yang diungkapkan Thomas Djamaluddin terdapat pada penggunaan

hisab global sebagai solusi untuk mewujudkan kesatuan awal Ramadan. Hisab

global direpresentasikan dengan garis tanggal kamariyah berdasarkan kriteria

wujudul hilal. Kriteria itu digunakan karena paling mudah menghitungnya dan

bisa dipakai sebagai pemandu awal oleh pengguna rukyat terpandu hisab sebelum

menghitung data rukyat lokal. Garis tanggal itu membagi Bumi dalam dua bagian

yang pada saat maghribnya bulan masih di atas ufuk atau telah tenggelam25

.

Hisab Global yang disebut Thomas merupakan cara pemecahan yang

memberikan kepastian dan keseragaman keputusan bagi semua negara. Thomas

menginginkan penentuan awal Ramadan yang mudah dan tidak menimbulkan

banyak perbedaansehingga umat Islam terpecah-belah. Thomas Djamaluddin

mencoba memberikan solusi dengan Hisab Global. Hisab Global melahirkan

konsep garis tanggal kamariyah berdasarkan posisi Bulan.

25Ibid

117

Thomas juga berpandangan bahwa matlak itu bersifat lokal. Pandangan

Syafi‟iah matlak lokal itu dibatasi secara matematis. Jarak antar matlak tidak

boleh kurang dari 24 farsakh.1 farsakh sama dengan 5.544 m x 24 =133.056 m

(sekitar 133 km). Ada juga yang menetapkan 1 farsakh sama dengan 3 mil,

sedangkan 1 mil sama dengan 1, 6093 km, berarti 1 matlak setara dengan 3 x 24

x1, 6093 = 115.8696 km.26

Thomas Djamaluddin juga menerapkan konsep yang diikuti adalah matlak

lokal dengan jalan wilayatul hukmi, dimana dalam penerapannya seluruh wilayah

negara dianggap sebagai satu matlak. Ada dua cara yang dipakai oleh umat Islam

sejak masa Nabi saw dalam memulai dan mengakhiri ibadah puasa Ramadan

yaitu, Pertama, dengan melihat hilal tanggal 1 Ramadan untuk memulai kewajiban

puasa, dan melihat hilal tanggal 1 Syawal untuk melihat hari raya. Hal ini dikenal

dengan metode ru‟yah al-hilal atau rukyah. Kedua, menyempurnakan bilangan

hari bulan syakban menjadi 30 hari untuk berhari raya Idul Fitri.

B. Daerah yang tidak mengalami terbit Fajar dan terbenam Matahari

Puasa dimulai ketika terbitnya fajar yaitu fajar shadiq dan diakhiri

ketika terbenam Matahari. Terbitnya fajar berbeda dengan terbitnya

Matahari27

.

Dijelaskan oleh Slamet Hambali bahwa fajar adalah cahaya putih agak

terang yang menyebar di ufuk timur yang muncul beberapa saat sebelum

26 Imam Abi Zakariya Muhyiddin ibnu Syaraf An-Nawawi, al-Majmu‟ Syarhu al-

Muhazzab, Bairut: Dar alFikr, juz 6, hal. 272. 27 Yusuf Qardawi, Fiqih Puasa, Terj.Muhammad Al-Baqir, Surakarta: Era Interrmedia,

2000, hlm. 18.

118

Matahari terbit28

. Ada dua macam fajar, yaitu fajar kazib dan fajar shadiq.

Fajar kazib sesuai namanya adalah fajar “bohong”. Hal ini sebagaimana

dijelaskan dalam hadis Nabi saw. dari Jabir bin Abdullah sebagai berikut:

انفجش فجشا: ع جاتش ت عثذ هللا قال قال سسل هللا طه هللا عه سهى

فأيا انفجش انز ك كزة انسشحا فال حم انظالج ال حشو انطعاو أيا

29 حم انظالج حشو انطعاوإانز زة يستطال ف األفق ف

Artinya“Dari Jabir bin Abdullah berkata, Nabi Muhammmad SAW

bersabda: Fajar ada dua macam, pertama fajar yang disebut dengan

seperti ekor serigala yang belum diperbolehkan salat dan tidak di

haramkan untuk makan. Adapun fajar kedua yang menyebar secara

horizontal di ufuk, maka sesungguhnya pada fajar inilah yang di

perbolehkan shalat dan diharamkan makan.”

Maksudnya, pada saat dini hari menjelang pagi, ada cahaya agak

terang yang memanjang dan mengarah keatas di tengah langit. Bentuknya

seperti serigala, kemudian langit menjadi gelap kembali. Inilah yang disebut

dengan fajar kazib. Sedangkan fajar shadiq adalah fajar yang benar-benar

fajar yang berupa cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk timur

yang muncul beberapa saat sebelum Matahari terbit. Fajar ini menandakan

masuk waktu Subuh dan imsak puasa30

. Dalam ketentuan ibadat salat, saat

fajar shadiq adalah waktu masuknya salat Subuh. Biasanya dalam praktek,

batas waktu imsak dikurangi 10 menit dari waktu salat Subuh31

yang

dimaksudkan untuk kehati-kehatian. Dalam kitab al-Mughni dijelaskan

28 Slamet Hambali, Ilmu Falak; Penentuan Awal Waktu Shalat dan Arah Kiblat Seluruh

Dunia, Semarang; Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2011, hlm. 124. 29 Maktabah Syamilah, Ahmad bin Husein bin Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy,

Sunan Al-Baihaqy Al-Kubra, Makkah al-Mukarromah: Maktabah Dar al-Baz, 1994. Juz 10. 30 Slamet Hambali, Ilmu Falak; Penentuan...., hlm. 124. 31Ibid.

119

bahwa waktu Subuh masuk dengan terbitnya fajar kedua berdasarkan ijma‟

ulama.32

Sedangkan saat terbenam Matahari, adalah waktu untuk berbuka

puasa pada bulan Ramadan atau dalam ketentuan ibadat salat menurut

jumhur ulama, sebagai tanda masuknya waktu salat Magrib. Apa yang

dijelaskan diatas adalah ketentuan umum terkait puasa Ramadan dimana

tidak akan terjadi masalah jika diterapkan pada kondisi alam yang normal.

Lain halnya akan terjadi kesulitan jika diterapkan di daerah upnormal

seperti daerah-daerah yang berdekatan dengan dekat kutub. Di daerah dekat

kutub, baik didekat kutub utara dandekat kutub selatan panjang malam dan

siang mencapai masa 6 bulan. Untuk daerah-daerah yang berdekatan dengan

dekat kutub seperti benua Australia, Eropa, dan Amerika adakalanya suatu

waktu, panjang siang dan malam bisa mencapai 20 jam.33

Dari penelitian penulis, Thomas Djamaluddin berpendapat apabila

tidak terjadi fajar terbit atau Matahari tidak terbenam di salah satu daerah

dekat kutub maka puasa Ramadan tetap bisa dilakukan. Mengingat puasa

Ramadan adalah wajib dengan perhitungan jam yang dihitung dengan

32 Dalam beberapa kitab fiqh juga ditemukan pernyataan yang sama terkait dengan

kemunculan fajar shadiq (fajar yang bentuk cahayanya bentuknya memanjang) merupakan

pertanda awal waktu shalat Shubuh. Selengkapnya lihat Malik bin Nabi, al fiqh al-Islamiyah wa

adillatuhu, Damsyiq: Dar al-Fikr, jilid I, cet. IX, 2006, hlm. 664. Musthafa al-Khin, al-Fiqh al-

Manhaji, Beirut: Dar asy-Syamsiyah, jilid I, cet.8, 2007, hlm. 106. juga lihat abi Hamid

Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, al-Wasith al-Madzhab,

Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah, Jilid I, cet I, 2001, hlm. 175-176. 33Thomas Djamaluddin, Analisis Hisab Astronomi Ramadan dan Hari Raya di Berbagai

Negeri, dimuat dalam Pikiran Rakyat, Bandung, 31 Desember 1997.

120

memperkirakan waktu normal sebelum dan sesudah ekstrim. Hal ini

dipandang sebagai suatu langkah yang tidak memberatkan34

.

Thomas Djamaluddin mengatakan secara Astronomi fajar shadiq

dipahami sebagai awal astronomical twilight, mulai munculnya cahaya ufuk

timur menjelang terbit Matahari pada saat Matahari 18 derajat di bawah

horizon35

. Pendapat Thomas Djamaluddin bukanlah pendapat tunggal

melainkan yang menetapkan 18 derajat, ada 18,5 derajat, ada yang 19 derajat,

dan pula yang 21 derajat.

Dalam ilmu falak, saat tampaknya fajar shadiq didefinisikan dengan

posisi jarak zenit Matahari sebesar 20 derajat di bawah ufuk. Pendapat ini

dikemukakan oleh Syeikh M. Thaher Jalaluddin dalam buku Jawadil Pati

Kiraan, dan diikuti oleh Saadoe‟ddin Djambek36

. Untuk lebih jelasnya

mengenai perbedaan pendapat mengenai jarak zenit Matahari, dapat dilihat

dalam tebel berikut:

ZARAK ZENIT MATAHARI SUBUH DAN ISYA

Tabel 4.137

Organisasi/tokoh Jarak Zenit

Matahari

Subuh/fajar

Jarak Zenit

Matahari Isya

Negara

University of

Islamic Science of

Karachi

18o

18o

Pakistan,

Bangladesh,

India,

Afghanistan dan

sebagian Eropa

34Diambil dari wawancara Thomas Djamaluddin melalui Whatsappp ada 15 April 2016

pukul 09:32 WIB 35Thomas Djamaluddin, Menggagas …., hlm. 138 36Teuku SaifullahNusrun, Studi Atas Pemikiran Saadoe‟ddin Djambek Tentang Puasa di

Daerah kutub, skripsi Sarjana Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang: Perpustakaan

Walisongo, 2014, hlm.65 37Slamet Hambali,Ilmu Falak…, hlm. 139.

121

Islamic Society of

North America

150

15o

Canada dan

sebagian

Amerika

Muslim World

League Ummul

Qurra Commite

19o

90 menit

setelah Magrib

(120 Menit

khusus

Ramadan)

Eropa, timur

jauh dan

sebagian

Amerika

Egyptian General

Authority of

Survey

19.5o

17.5o

Semenanjung

Amerika

Syekh Taher

Jalaluddin

20o

18o

Afrika,

Syiria,Irak,

Lebanon,

Malaysia, dan

Indonesia

Abu Raihan al

Biruni

15o-18

o 16-18

0

Ibnu Yunus, Al

Khaliliy, Ibnu

Syatir, Ath Thusiy

19o

17o

Perbedaan pendapat dikalangan para ahli terjadi karena banyak

faktor, diantaranya lokasi observasi, dimana lintang dan ketinggian tempat

mempengaruhi hasil pengamatan. Selain itu perbedaan pendapat bisa jadi

terjadi karena perbedaan data yang digunakan oleh para ahli terkait.

Thomas menjelaskan “Untuk daerah dengan lintang lebih dari 48

derajat pada musim panas senja dan fajar bersambung (continous twilight)

sehingga dalam program saya itu waktu isya dan shubuh diqiyaskan

(disamakan) pada waktu normal sebelumnya.”38

.

38 Thomas Djamaluddin, Menggagas Fiqih Astronomi, Bandung: Kaki Langit, 2005. hlm.

138-139.

122

Daftar Nama Beberapa Kota berlintang Lebih dari 48o

Nama Kota Lintang Bujur

1 Brussel-Belgium U 50o 51‟ 04

o 21‟T

2 London- United Kingdom U 51o 30‟ 00

o05‟ B

3 Rotterdam-Netherand U 51o 55‟ 04

o 30‟ T

4 „S-Gravanbage-Netherland U 52o 05‟ 04

o 18‟T

5 Amsterdam- Netherland U 52o 21‟ 04

o 55‟ T

6 Berlin- Germany U 52o 31‟ 13

o 23‟ T

7 Groningen- Netherland U 53o 13‟ 06

o 34‟ T

8 Dublin- Ireland U 53o 21‟ 06

o 15‟ B

9 Hamburg-Germany U 53o 33‟ 09

o 58‟ T

10 Liverpool-United Kingdom U 53o 33‟ 03

o 00‟ B

11 Moskow-Rusian Federation U 55o 45‟ 37

o 36‟ T

12 Edinburg-United Kingdom U 55o 57‟ 03

o 11‟B

13 Schotlandia U 56o 45‟ 04

o 30‟ B

14 Stockholm-Swedan U 59o 20‟ 18

o 00‟ T

15 Magadan U 59o 40‟ 151

o 00‟ T

16 Oslo-Norwegia U 59o 57‟ 10

o 45‟ T

17 Helsinki-Finlandia U 60o 13‟ 24

o 58‟T

18 Leksand U 60o 45‟ 15

o 05‟ T

19 Lahti U 60o 55‟ 25

o 45‟T

20 Pori U 61o 29‟ 21

o 32‟T

123

21 Sundsvall U 62o 21‟

17

o 12‟ T

22 Trondheim U 63o 25‟ 10

o 20‟ T

23 Kayaami U 64o 15‟ 27

o 42‟ T

24 Kemi U 65o 45‟ 24

o 50‟ T

25 Haparanda U 65o 49‟ 24

o 00‟ T

26 Kemiyarvi U 66o 30‟ 25

o 45‟ T

26 Bedo U 67o 16‟ 14

o 22‟ T

27 Kiruna U 67o 50‟ 20

o 20‟ T

28 Kirkenes U 69o 45‟ 30

o 00‟ T

29 Jan Mayen U 70o 40‟ 08

o 00‟ B

30 Reykjavik- Iceland U 64o 05‟ 21

o 50‟ B

31 Punta Arenas- Chile S 53o 20‟ 71

o 00 B

Tabel 4.2. Daerah Abnormal

Lintang lebih dari 48 derajat adalah batas untuk mengidentifikasi

adanya waktu salat yang digunakan Thomas Djamaluddin sebagai batas

mengakhiri sahur pada waktu subuh dan berbuka pada waktu Magrib.

Lintang tempat dan bujur tempat juga berfungsi untuk menjalankan

program yang dibuat oleh Thomas Djamaluddin yang diberi nama“Prayer

Time Table For Any Region In The Word Between 65 N-65 S” atau disebut

“Jadwal Salat Seluruh Dunia Antara Lintang 65 S – 65 U”.

124

Penulis juga mengacu keterangan Slamet Hambali dalam buku Ilmu

Falak 1 tentang persyaratan ada dan tidaknya waktu salat dan puasa di

daerah upnormal, yaitu:

1. Untuk daerah bagian Bumi Utara

Batas tanggal Awal waktu

salat Ada Tidak ada

21 Maret s/d 23

September Magrib ϕ + δ < 89° ϕ+ δ ≥ 89° ∗

Isya ϕ + δ < 72° ϕ+ δ ≥ 72°

Subuh/fajar ϕ + δ < 70° ϕ+ δ ≥ 70°

23 September s/d

21 Maret Magrib ϕ + δ < 91° ϕ+ δ ≥ 91° ∗∗

Isya ϕ+ δ < 108° ϕ+ δ ≥ 108°

Subuh/fajar ϕ+ δ < 110° ϕ+ δ ≥ 110°

Tabel 4.3. Ketentuan umum waktu salat di bagian bumi utara39

2. Untuk daerah bagian Bumi Selatan

Batas tanggal Awal waktu

salat Ada Tidak ada

21 Maret s/d 23

September Magrib ϕ+ δ < 91° ϕ + δ ≥ 91° ∗∗

Isya ϕ+ δ < 108° ϕ+ δ ≥ 108°

Subuh ϕ+ δ < 110° ϕ+ δ ≥ 110°

23 September s/d

21 Maret Magrib ϕ+ δ < 89° ϕ+ δ ≥ 89° ∗

Isya ϕ+ δ < 72° ϕ+ δ ≥ 72°

Subuh ϕ+ δ < 70° ϕ + δ ≥ 70° Tabel 4.4. Ketentuan umum waktu salat di bagian bumi selatan

40

39 Tanda ∗∗ berarti tidak ada awal Magrib karena Matahari selalu di bawah ufuk hakiki

karena Matahari tidak pernah terlihat. Sedangkan tanda ∗berarti tidak ada awal Magrib karena

Matahari tidak terbenam. Lihat Slamet Hambali, Ilmu Falak 1 Penentuan Awal waktu Shalat dan

Arah Kiblat Seluruh Dunia, Semarang; Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, hlm.138. 40Ibid., hlm.139.

125

3. Penentuan Puasa di Daerah Dekat Kutub Thomas Djamaluddin

Penentuan puasa untuk daerah dekat kutub menurut Thomas

Djamaluddin menggunakan program jadwal salat Thomas Djamaluddin.

Pada waktu puasa Thomas menggunakan waktu salat subuh untuk

mengakhiri sahur dan waktu magrib untuk berbuka. Berikut penulis

berikan hasil perhitungan menggunakan program jadwal salat beserta

kota di dekat kutub.

Ushuaia adalah ibukota Provinsi Tierre del Fuego, Antartida e

Islas del Antartida e Islas del Atlantico Sur Province, Argentina. Kota

ini umumnya dianggap sebagai kota paling selatan di dunia. Ushuaia

terletak di sebuah teluk yang luas di pantai selatan dari Isla Grande de

Tierre delFuego, dibatasi di utara oleh pegunungan Martial dan di

selatan oleh Beagle Channel41

.

41https://id.wikipedia.org/wiki/Ushuaia #Geografidiaksestanggal 13 Oktober 2016 Pukul

15:36

126

Gambar 4.1. Kota Ushuaia

Ushuaia Tanggal Shubuh Terbit Dhuhur Ashar Maghrib Isya

shubuh isya'

09-Nop-16 1:46:50 5:28:30 13:10:25 17:21:22 20:53:19 0:40:51 10-Nop-16 1:31:09 5:26:38 13:10:30 17:22:19 20:55:21 X

1

11-Nop X 5:24:47 13:10:37 17:23:15 20:57:24 X

1 2

15-Jan-16 X 5:21:29 13:35:53 17:59:21 21:49:34 X

66 67

31-Jan-16 X 5:52:55 13:40:00 17:52:34 21:26:07 X

82 83

01-Feb-17 X 5:55:00 13:40:08 17:51:52 21:24:18 1:22:43

83 02-Feb-17 2:07:45 5:57:06 13:40:16 17:51:08 21:22:27 1:05:29

84 84

Kuning Normal Pink Tidak Normal

ijo mulai tidak normal Biru mulai normal Oranye Hari ke - x dari hari yang tidak normal

Abu-abu

Jumlah hari dari tidak normal sampai normal

127

Ushuaia terletak di ujungselatan Argentina pada posisi sekitar 55 derajat

lintang selatan. Di kota Ushuaia mulai 10 November sampai1 Februari merupakan

masa tanpa gelap malam. Waktu senja bersambung dengan fajar (continous

twilight). Jadi, tidak ada awal fajar yang menjadi batasan awal waktu berpuasa.

Thomas Djamaluddin memberikan solusi dengan menginterpolasi dengan:

Rumus Interpolasi

A-(A-B)xC/I A = Data Normal Sebelum

B = Data Normal Sesudah C = Data ke berapa yang mau

dicari

I = Selisih data A dan B

Ushuaia

Tanggal Shubuh Terbit Dhuhur Ashar Maghrib Isya

09-Nop-16 1:46:50 5:28:30 13:10:25 17:21:22 20:53:19 0:40:51

10-Nop-16 1:31:09 5:26:38 13:10:30 17:22:19 20:55:21 0:41:20

11-Nop-16 1:31:36 5:24:47 13:10:37 17:23:15 20:57:24 0:41:50

15-Jan-16 1:59:55 5:21:29 13:35:53 17:59:21 21:49:34 1:14:14

31-Jan-16 2:06:53 5:52:55 13:40:00 17:52:34 21:26:07 1:22:13

01-Feb-17 2:07:19 5:55:00 13:40:08 17:51:52 21:24:18 1:22:43

02-Feb-17 2:07:45 5:57:06 13:40:16 17:51:08 21:22:27 1:05:29

Waktu normal sebelumnya, 9 November, awal fajar (subuh) pukul 01:39

LMT dan magrib pukul 21:08 LMT, dan waktu normal sesudahnya, 2 Februari,

subuh pukul 02:08 LMT dan maghrib pukul 21:36 LMT. Jadi,lamanya puasa

maksimum sekitar 19,5 jam. Masih ada waktu 4,5 jam untuk berbuka dan

bersahur. Maghrib pada awal Ramadan di Ushuaia pada pukul 22:14 LMT dan

pada akhir Ramadan pada pukul 21:45 LMT. Jadi, awal fajar untuk memulai

128

puasa bisa ditentukan denganmengurangkan 19,5 jam dari waktu maghrib. Pada

awal Ramadan puasa dimulai pukul 02:44 LMT dan pada akhir Ramadan pukul

02:15 LMT42

.

C. Lama Puasa di Daerah Dekat Kutub

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada dua kondisi

untuk pelaksanaan puasa di daerah dekat kutub, baik pada musim dingin

maupun musim panas, yaitu kondisi dimana fajar tidak terbit dan Matahari

tidak terbenam, dan kondisi dimana siang dan malam terjadi terlalu singkat

dan terlalu lama. Untuk daerah yang tidak mengalami terbit fajar dan

Matahari terbenam, solusi yang ditawarkan para ahli ada tiga, yaitu;

mengikuti waktu lampau dimana terjadi terbit fajar dan terbenam Matahari,

mengikuti waktu daerah terdekat, mengikuti waktu tempat turunnya wahyu,

Mekkah dan Madinah, atau mengqadhanya pada bulan selanjutnya yang

mengalami terbit fajar dan terbenam Matahari43

.

Untuk daerah yang mengalami terbit fajar dan terbenam Matahari

tetapi waktu siangnya lama yang terjadi pada musim panas atau siang terlalu

pendek pada musim dingin. Terkait hal tersebut ada dua pendapat. Pertama,

pendapat jumhur ulama, termasuk Saadoe‟ddin Djambek, mengatakan bahwa

penduduk muslim tetap berpuasa sebagaimana waktu yang ada, walaupun

42 Thomas Djamaluddin , Menggagas Fiqih Astronomi, Bandung: Kaki Langit,2005.hlm.

34 43 Teuku Saifullah Nusrun, Studi Atas …, hlm. 72

129

kadangkala puasa bisa terlalu singkat waktunya ataupun terlalu panjang44

.

Dalam hal ini, diberikan rukhsah kepada orang Islam yang tidak sanggup

berpuasa dalam waktu yang lama tersebut untuk berbuka dan wajib

mengqadhanya pada bulan yang lain. Salah satu pendapat tersebut

dikeluarkan oleh Dewan Riset dan Fatwa Eropa, yang berbasis di Dublin,

dimana merekomendasikan durasi berpuasa mengikuti waktu terbit dan

terbenamnya Matahari sesuai dengan lokasi masing-masing, termasuk di

daerahdekat kutub utara sekalipun45

.

Kedua, pendapat yang mengatakan puasa dilakukan dengan

mengikuti waktu daerah sekitar. Jadi, misalnya lama siang mencapai 22 jam

pada bulan Ramadan maka orang Islam yang berada disana boleh memilih

antara tetap berpuasa menurut waktu tersebut atau mengikuti waktu daerah

terdekat yang mengalami waktu normal. Alaska, Pusat Komunitas Islam

Anchorage membahas masalah ini dengan sejumlah pakar. Hasilnya,

pengelola organisasi tersebut merekomendasikan warga berpuasa mengikuti

waktu sahur dan berbuka muslim yang tinggal di kota Mekkah, Arab Saudi

atau mengikuti waktu daerah terdekat.46

Pendapat pertama yang merupakan pendapat jumhur didasarkan

pada ketentuan umum puasa yaitu puasa dimulai ketika fajar terbit dan

berbuka ketika Matahari terbenam. Selama masih terjadi fajar terbit dan

Matahari terbenam maka puasa wajib dilakukan. Faktanya, sampai saat ini

44 Unik Falak Bahagian Penyelidikan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Kaedah

Panduan Falak Syarie, Kuala Lumpur; Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2001, hlm. 55. 45Teuku Saifullah, Studi Atas…, hlm.73. 46http://Tempo.co.id/2013/07/Berpuasa-di-Kutub-Utara-Rama-dan-Tempo.co.html.

Diakses pada 25 Oktober 2016, pukul 20:49 WIB

130

orang Islam yang tinggal di daerah lintang tinggi tersebut seperti di negara

Finlandia, Swedia, suku Eskimo didekat kutub utara, maupun para peneliti

yang melakukan penelitian di daerah dekat kutub, baik dekat kutub selatan

maupun dekat kutub utara mengikuti salah satu dari dua pendapat tersebut.

Salah satu contohnya yaitu puasa pada tahun 2013 lalu yang

menurut kalender Matahari terjadi pada bulan Juli dimana merupakan musim

panas untuk bagian bumi utara dan musim dingin untuk belahan bumi selatan.

Untuk kota Rovaniemi di Finlandia, Matahari nyaris tidak pernah tenggelam.

Setiap hari fajar terbit pada pukul 03.20 dinihari dan baru menghilang sekitar

pukul 23.20 waktu setempat. Ini berarti warga muslim di kota tersebut

menahan lapar dan dahaga selama sekitar 20 jam47

.

Fajar terbit atau Matahari tidak terbenam disalah satu daerah dekat

kutub, maka puasa Ramadan tidak bisa dilakukan, karena salah satu syarat

sahnya puasa adalah dimulai ketika terbitnya fajar dan berbuka ketika

terbenamnya Matahari. Oleh karenanya, orang Islam yang berada disana tidak

bisa berpuasa dan harus mengqadhanya pada bulan-bulan lain yang

mengalami terbit fajar dan terbenamnya Matahari. Dengan syarat puasa

tersebut harus dibayar sebelum Ramadan berikutnya.48

47Ibid. Diakses pada 25 Oktober 2016, pukul 20:49 WIB. 48 Saadoeddin Djambek, Shalat dan Puasa..., hlm. 13.

131

D. Pemikiran Thomas Djamaluddin tentang Waktu Puasa di Daerah Dekat

Kutub dalam Perspektif Fikih

a. Pelaksanaan Puasa Ramadan di dekat kutub

Permasalahan ketidakteraturan terbit dan terbenam Matahari yang

terjadi di beberapa negara yang berada di sekitar daerah dekat kutub,

menurut ulama perihal tersebut termasuk pengecualian yang belum dikaji

oleh ulama klasik.

Masalah puasa pada bulan Ramadan adalah masalah yang sangat

krusial dalam Islam, karena ibadah ini termasuk dalam salah satu rukun

Islam dimana perintah pelaksanaannya tercantum dalam al-Quran dan

sunnah. Meskipun ibadah ini baru diwajibkan pada orang mukmin pada

bulan Sya‟ban tahun ke-2 hijriah.49

Puasa di daerah dekat kutub menjadi masalah karena tidak ada

satupun keterangan al-Qur‟an dan hadis Nabi yang menjelaskan tata cara

salat dan berpuasa di daerah sekitar kutub50

. Mengenai puasa Ramadan

hanya ada penjelasan bahwa awal Ramadan dimulai ketika hilal terlihat,

puasa dimulai ketika fajar terbit, dan berbuka ketika ghurub51

. Bisa

dipahami alasan mengapa al-Qur‟an dan hadis tidak pernah menyinggung

perkara di atas adalah disebabkan wahyu diturunkan di daerah yang

49Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqhu Asy-Syafi‟i al-Muyassar, Terj. M. Afifi, Jakarta Timur:

Almahera, 2012. hlm. 481. 50Mahmud Syaltout, Fatwa-Fatwa, Jilid I, Terj. Fatawa, Jakarta; Bulan Bintang, 1972,

hlm. 165. 51Kementerian Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta; Kementrian Agama, 2010, hlm.

26.

132

notabane tergolong dekat dengan khatulistiwa, di mana perjalanan dan

pergantian waktu berjalan secara normal.

Meskipun kejadian di daerah kutub telah disinggung Al-Qur‟an Al-

Insaan ayat 26

ۥ وسبحه للا طويلا ل فٱسجد ل ٢٦ونن ٱلي

Artinya: Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan

bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam

hari (QS. Al-Insaan:26)

Analisis terdahulu menuntun pada simpulan bahwa Bumi bundar

dan bergerak rotasional. Simpulan ini menuntun pada perputaran siang-

malam.Kalau sehari semalam berlangsung 24 jam,ia terbagi 12 jam siang

dan 12 jam malam. Artinya,ukuran jika malam disebut malam yang

panjang,semestinya juga terdapat siang yang panjang. Namun,tidak ada

ayat yang menyatakan naharun thowilun اس طم (siang yang

panjang)52

.

Tafsir umum yang diberikan biasanya terkait dengan keadaan

psikolog manusia. Pada siang hari,manusia sibuk sehingga tidak terasa

siang berlalu dan malam menjelang. Sebaliknya, pada malam

hari,umumnya manusia beristirahat sehingga malam terasa sangat

panjang.53

.

52 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta, Bandung:Mizan, 2015, hlm. 361 53 Ibid

133

فل تعقلون ل أ ١٣٨ وبٱلي

Artinya: Dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan?

(QS. Ash-Shaffat:138)

Dalam al-Quran perintah puasa diserukan oleh Allah dengan

seruan kepada siapa saja yang beriman bukan ber-Islam. Menurut buya

Hamka dalam Tafsir al-Azhar jika sebuah ayat dimulai dengan seruan

kepada orang yang beriman maka ayat tersebut mengandung perintah

yang penting ataupun suatu larangan yang berat. Oleh karenanya, Tuhan

yang Maha Tahu itu telah memperhitungkan bahwa yang bersedia

memikul perintah Tuhan tersebut hanyalah orang yang beriman.54

Pertanyaannya adalah apakah salat lima waktu itu sebuah

kewajiban karena datangnya waktu salat, atau salat lima waktu itu

kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah

ditentukan. Puasa pada bulan Ramadan termasuk dalam rukun Islam

yang lima, ibadah tersebut juga ditentukan batasan waktunya, yaitu;

Pertama, puasa dilaksanakan pada bulan Ramadan ketika hilal terlihat,

dan Kedua, hari puasa dimulai ketika fajar terbit dan berakhir saat

Matahari terbenam.

54 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 3, Surabaya; Yayasan Latimojong, 1981, hlm. 185.

134

Dalam hadis Nabi disebutkan:

ات ) حذ ت يسعذج انثاه حذحا تشش ت يفضم حذحا سهح حذث

انشش تسع .: و.قال سسل هللا ص: عافع ع عثذ هللا ات عش قال(عهقح

فإ غى , فإرا سأتا انالل فظيا ارا سأت فأفطشا. عشش

55(يسهى سا). عهكى فاقذسا ن

Artinya :“Humaid bin Mas‟adah Al-Bahiliy bercerita kepadaku: Bisyru bin

Mufaddal bercerita kepada kami: Salamah bin „Alqamah bercerita

kepada kami, dari Nafi‟ dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Saya

mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Jumlah bilangan bulan ada

29 (hari). Apabila kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Apabila

kalian melihatnya (hilal) maka berbukalah. Namun apabila kalian

terhalangi oleh mendung, maka kadarkanlah.” (HR. Muslim)

“Faqduru lahu”ditafsirkan berbeda-beda oleh ulama. Sebagian

ulama yang didalamnya termasuk imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat

bahwa lafadz “faqduru lahu” memiliki makna “sempitkanlah dan kira-

kirakanlah keberadaan Bulan yang ada di balik Awan”.56

Ibnu Suraij dan

beberapa orang ulama yang antara lain terdiri dari Muthraf bin Abdullah

dan Ibnu Qutaibah berpendapat bahwa makna “faqduru lahu” adalah

“kira-kirakanlah dengan melakukan perhitungan terhadap manazil

(posisi-posisi atau orbit Bulan).”57

Sedangkan Imam Malik, al-Syafi‟i,

Abu Hanifah, dan jumhur ulama berpendapat bahwa lafadz “faqduru lahu”

berarti “kira-kirakanlah dengan menyempurnakan jumlah hari pada Bulan

Syakban menjadi 30 hari”58

.

55 Muslim ibn Hajjaj, Shahih Muslim, Juz II,Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1992, hlm.

760. 56 Abdullah ibn Qudamah, Al-Mugni Jilid 3, Beirut, Libanon: Darul kutub al-Ilmiah,tt.

hlm. 7. 57 Ibid. hlm.8. 58 Muhammad bin Khalaf al-Ubay, Ikmalu Ikmali al- Mu‟allim, Beirut: Dar al-Kutub al-

„Ilmiyah, 1994, hlm. 20.

135

Pendapat para ulama terkait penentuan awal dan akhir bulan

Ramadan beragam. Ada yang berpendapat bahwa penentuan awal bulan

Ramadan, Syawal, dan Zulhijah harus didasarkan pada rukyat yang

dilakukan pada tanggal 29-nya. Jika tidak berhasil dilihat, baik karena

hilal belum bisa dilihat atau karena mendung (adanya gangguan cuaca),

maka penentuan awal bulan tersebut didasarkan pada istikmal

(disempurnakan 30 hari). Menurut mazhab ini, rukyat bersifat ta‟abbudi

tidak dapat dirasionalkan, sehingga pengertiannya tidak dapat diperluas

dan dikembangkan dan hanya terbatas pada melihat dengan mata

telanjang. Ada juga yang berpendapat bahwa kata rukyat dalam hadis-

hadis tersebut termasuk ta‟aqquli, yakni dapat dirasionalkan, sehingga

dapat dikembangkan. Jadi, kata rukyat dapat diartikan dengan

“mengetahui”, walaupun dengan zhanni (dugaan kuat) tentang adanya

hilal. Inilah pendapat yang dipakai oleh mazhab hisab59

.

b. Daerah yang tidak mengalami Terbit Fajar dan Terbenam Matahari

Selanjutnya para ahli berbeda pendapat terkait penentuan awal

bulan Ramadan di daerahdekat kutub yaitu apabila tidak terjadi Matahari

terbenam. Kondisi demikian bisa terjadi pada musim panas dan musim

dingin. Dalam penentuan awal bulan Ramadan sebagaimana pendapat

jumhur, dan sudah menjadi ketentuan yang umum dikalangan umat Islam

sejak lama bahwa penentuan awal bulan kamariah dilakukan saat Matahari

59 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah;Menyatukan NU & Muhammadiah dalam

Penentuan Awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha , Jakarta: Erlangga, 2007, hlm. 45.

136

terbenam setelah terjadi ijtimak. Alasanya, dalam sistem penanggalan

hijriah, permulaan hari dalam sehari dimulai sejak Matahari tenggelam.

Ada sementara ulama yang menganggap apabila kondisinya

demikian, penentuan bulan Ramadan dilakukan dengan mengikuti waktu

daerah terdekat yang normal.60

Ada juga ulama yang berpendapat

mengikuti waktu puasa tempat turunnya wahyu yaitu Mekkah dan

Madinah atau daerah manapun yang telah melihat hilal.61

Menurut Thomas Djamaluddin lebih baik dan lebih pasti

menggunakan waktu normal setempat, sebelum dan sesudah waktu

ekstrem itu dengan menggunakan jam. Jika seseorang yang tinggal di

wilayah sekitardekat kutub tersebut mengacu pada waktu normal terakhir

ketika waktu-waktu salat itu masih normal atau masih bisa diidentifikasi

atau ditentukan secara astronomi, maka hal ini akan memudahkan bagi

mereka dalam menyikapi fenomena alam yang terjadi di sekitar mereka.

Jika mereka harus mengacu pada ketentuan waktu daerah terdekat yang

normal (masih dapat diidentifikasi/ditentukan waktu-waktu salatnya), atau

pendapat lain yang menyatakan untuk mengikuti acuan waktu salat kota

Mekah (ada juga yang mengatakan untuk mengikuti daerah Hijaz atau juga

Madinah) yang mungkin sangat jauh berbeda dengan kondisi riil atau

fenomena alam yang terjadi di sekitar mereka tentu akan menyulitkan.

60 Unit Falak Bahagian Penyelidikan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Kaedah…, hlm.

55. 61 Pendapat ini masuk dalam golongan mereka yang menganut matlak global, dimana

apabila suatu tempat di negeri Islam hilal telah terlihat maka berlaku pula untuk seluruh kawasan

lainnya, tokohnya di Indonesia adalah Hasbi ash-Shiddiqy, sedangkan kelompok yang mengikuti

pendapat ini adalah Hisbut Tahrir Indonesia. Lihat Susiknan Azhari, Kalender Islam Ke Arah

Integrasi Muhammadiah-NU...., hlm. 84.

137

Tentu yang demikian itu tidak akan terlalu mencolok perbedaan waktu

pelaksanaan ibadah mereka dengan keadaan riil atau pun fenomena yang

terjadi di sekitar mereka. Berbeda jika waktu pelaksanaan ibadah mereka

disamakan dengan waktu daerah lain, perbedaan waktu yang mencolok

tersebut bisa saja terjadi62

.

Thomas Djamaluddin berijtihad berdasar pada hadis Nabi

digunakan dengan jalan qiyas yaitu hadis tentang turunnya Dajjal yang

diriwayatkan oleh imam Muslim, yaitu :

و و كسح يا يا نثخ ف األسع قال أستع قها ا سسل هللاه

و فزنك ان كأهايكى قها ا سسل هللاه سائش أهاي عح و كج ش كش

و قال طالج 63قذس ال اقذسا ن انهز كسح أتكفا ف Artinya : “Kami bertanya, wahai Rasulullah berapa hari dia (Dajjal)

tinggal di Bumi? Rasulullah saw. menjawab, empat puluh hari.

Satu hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari

seperti sepekan, dan hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian.

Kami bertanya lagi, wahai Rasulullah tentang satu hari seperti

setahun itu, apakah cukup bagi kami salat sehari? Beliau

menjawab, tidak, tapi perkirakanlah kadarnya.” (HR. Muslim)

Secara implisit hadis ini berbicara masalah salat lima waktu,

dimana ketika Dajjal turun peredaran waktu tidak berjalan normal. Satu

hari bisa menjadi seperti setahun, bisa seperti sebulan, dan bisa seperti

sepekan. Maksudnya, bisa jadi dalam sehari pada masa itu hanya

mengalami siang terus menerus, bisa pula malam terus menerus, atau bisa

62 Wawancara Elly Uzlifatul Jannah yang dikonfirmasi kembali Thomas Djamaluddin

melalui Whatsapp pada 29 April 2016 Pukul 5:06 WIB 63Al Imam Yahya bin Syarif an-Nawawi ad-Dimsyiqy asy-Syafi‟i, Shahih Muslim bi

Syarhi an-Nawawi, Jus 17, Beirut; Dar al-Kutub al-„Alamiyyah, tt. hlm. 50-57.

138

juga ditafsirkan waktu tetap berjalan normal, cuma karena beratnya fitnah

Dajjal membuat waktu seakan berputar sangat lambat. Dalam kondisi

demikian, Nabi memerintahkan agar perlaksanaan ibadah salat tidak

dilakukan seperti pada hari normal. Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, hadis

ini dan beberapa hadis lain yang semakna dengan ini walaupun berbicara

masalah pelaksanaan ibadah salat, namun dapat diperlebar maknanya

kepada setiap ibadah yang penentuannya didasarkan pada peredaran benda

langit, Bulan64

.

Analisis penulis terhadap qiyas yang digunakan Thomas

Djamaluddin yaitu:

a. Ashal (Pangkal) yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan

(musyabbah bih= tempat menyerupakan) yaitu kewajiban salat

Dajjal turun peredaran waktu tidak berjalan normal dengan

memperkirakannya.

b. Far‟un (cabang) yang diuku (musyabbab = yang diserupakan)

adalah salat di daerah dekat kutub yang mengalami continous

twilight Thomas menggunakan waktu magrib untuk berbuka dan

waktu subuh untuk mengakhiri sahur dalam puasa.

c. „Illat yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan cabang adalah

masalah salat lima waktu dengan peredaran waktu tidak berjalan

normal. Satu hari bisa menjadi seperti setahun, bisa seperti

sebulan, dan bisa seperti sepekan. Maksudnya, dalam pembahasan

64T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Puasa, Jakarta: Bulan Bintang, 1954. hlm. 372.

139

ini keadaan di daerah dekat kutub yang dalam sehari bahkan

berbulan-bulan hanya mengalami siang terus menerus, bisa pula

malam terus menerus.

d. Hukum yang ditetapkan pada far‟i sesudah tetap pada ashal adalah

salat tetap wajib dilakukan meskipun mengalami siang terus

menerus dan malam terus menerus dengan memperkirakannya

yakni dengan mengikut waktu normal setempat, sebelum dan

sesudah waktu ekstrim. Penentuaan waktu salat yang pada

penentuan puasa di daerah dekat kutub waktu magrib sebagai

waktu berbuka dan subuh sebagai waktu mengakhiri sahur tidak

berdasarkan fenomena sesungguhnya melainkan pada jam.

Imam Mujtahid yang pertama kali membahas dan menguraikan

masalah qiyas adalah Imam Syafi‟i. Para ulama sebelumnya telah

membicarakan tentang ra‟yu, tetapi mereka tidak memberikan batasan-

batasan, dasar-dasar penggunaannya, dan penentuan tentang norma-norma

ra‟yu yang shahih dan ra‟yu yang tidak shahih65

.

Imam Syafi‟ilah yang membuat kaidah-kaidah yang harus dipegang

dalam menentukan makna ra‟yu yang shahih dan mana yang tidak shahih.

Imam Syafi‟i menggunakan kriteria-kriteria bagi suatu istinbath yang

salah dan ia juga menjelaskan macam-macam istinbath yang lain yang

dipandang salah kecuali qiyas. Oleh karena itu, ia berpendirian bahwa

65 Muhammad Abu Zahrah, Al-Syafi‟I Hayatuhu wa „Asruhu Ara‟uhu Wa Fiqhu, Mesir:

Dar Al-Fikr. Al-„Arabi, 1948, hlm. 280

140

yang dimaksud dengan ijtihad tidaklain qiyas itu sendiri, karena qiyas dan

ijtihad adalah dua nama yang mempunyai makna satu.66

Para ulama yang telah memenuhi persyaratan diharuskan berijtihad.

Ijtihad ini dapat dilakukan dengan qiyas. Mengamalkan hukum yang

ditetapkan dengan jalan qiyas berarti mengamalkan nash tersebut. Inilah

yang dimaksud oleh Al-Quran dengan mengembalikan masalah yang

dipertengkarkan kepada Allah dan Rasulnya bila terjadi perselisihan

pendapat diantara ulil amri.67

Dengan demikian, jelaslah bahwa hakikatnya

qiyas merupakan perluasan atau pengembangan hukum yang sudah ada

ketentuannya secara jelas dalam nash atau masalah-masalah lain yang

belum ada ketentuannya dalamnash. Ini juga berarti mengamalkan nash

tersebut. Jadi dapat juga dikatakan bahwa qiyas merupakan penafsiran

terhadap maksud sesuatu nash tetapi bukan berarti penambahan terhadap

ketentuan hukum yang terdapat dalam nash itu sendiri.

Jumhur ulama menerima qiyas sebagai hujjah dalam hukum

amaliyah. Qiyas menempati tingkatan keempat dalam hujjah agama

sesudah al-Qur‟an, sunnah, dan ijma‟. Penggunaan qiyas dibolehkan

sesudah al-Qur‟an apabila tidak diperoleh pada suatu kejadian hukumnya

dari nash atau ijma68

‟.

66Syafi‟i, al-Risalah, Syirkah Ma‟tabah wa Mathba‟ah Mustafa al-Baaby al-Khalaby wa

Auladih, Mesir hlm.177 67Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Darul Fikri al-„Araby, Mesir,1958, hlm173.

Abdul al-wahab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Al-Majelis al-a‟la al-indonesia li al-Dakwah al-

Islamiyah,Jakarta,1972,hlm52.lihat juga Muhammad Abduh, Al- Mnar, jilid 5, Mesir, Mathba‟ah

al-Manar,1951 hlm.201 68Moh.Rifa‟i , Ahmad Mustofa Hadna, Fiqih,, Semarang: CV. Wicaksana, 2001.hlm 131

141

Dalil-dalil tentang kehujjahan qiyas dapat diperoleh melalui al-

Qur‟an, sunnah perkataanatau perbuatan sahabat atau dengan pemikiran.

Adapun dalilyang terdapat dalam ayat al-Qur‟an adalah firman Allah Swt

dalam surat Al-Nisa :59

ها يأ ن ٱ ي طيعوا ي

ٱ ءاننوا أ طيعوا ي

ول ليسوو ٱ وأ

ل ٱ وأ

ننكم

ء فلدوه إل ٱفإن تنزعتم ف ش ٱ إن نتم ت ننون ليسوو ٱ و ي ي ألل ٱ لو ٱو

أل وأ ويلا ن

٥٩ تأ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu

berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang

demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.

An-Nisa‟:59)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt menyuruh umat Islam untuk

mengembalikan semua permasalahan yang mereka perselisihkan itu harus

dikembalikan kepada nash, kitab Allah, dan sunnah Rasulullah. Perintah

mengembalikan permasalahan yang dipermasalahkan yang diperselisihkan

itu dikembalikan kepada nash dan jika tidak ada padanya, ia dapat

dihubungkan atau dipersamakan kepada yang ada nash karena keduanya

mempunyai persaamaan illat hukum dan inilah yang dinamakan qiyas69

.

69Ibid. hlm.132

142

Hadis Nabi pun menjelaskan tentang kehujjahan qiyas diantaranya

. و.ع ااس ي ام حض ي اطحاب يعار ت جثم ا سسل هللا ص

نا اساد ا ثعج يعارا ان ان قا ل فإ نى تجذ ف كتة هللا قا ل فثست

و ال ف كتاب .قا ل فإ نى تجذ ف سح سسل هللا ص. و.سسل هللا ص

طذ س قا ل انحذ هلل انز . و.هللا قا ل اجتذ فضشب سسل هللا ص

70(سا ات داد)فق سسل هللا نا شض سسل هللا

Artinya: “ Dari Anas Ahli Hims keluarga Mu‟ad bin Jabl sesungguhnya

Rasululullah ketika mengutus Mu‟adz ke Yaman, beliau

berkata kepadanya: Bagaimana kamu memutuskan suatu

perkara? Muadz menjawab, aku memutuskan dengan dengan

Kitab Allah. “ jika tidak ada dalam kitab maka dengan sunah

Rasulullah jika tidak ada dalam sunnah aku akan berijtihad

dengan akal pikiranku” Maka Rasulullah menepuk dada

Muadz dan berkata” segala puji bagi Allah yang telah

memberikan taufiq utusan yang diutus oleh Rasulullah saw ”

(HR. Abu Daud)

Hadis Mu‟adz itu menunjukkan bahwa Mu‟adz telah melakukan

ijtihad pada masalah-masalah yang tidak diperoleh ketentuannya dari kitab

Allah dan hadis Rasul. Ijtihad adalah usaha maksimal untuk memperoleh

hukum-hukum dan termasuk didalamnya qiyas adalah salah satu cara atau

bentuk ijtihad. Dengan demikian, qiyas adalah salah satu hujjah syara‟

pada tempat-tempat yang tidak diperoleh ketentuan suatu hukum dari Al-

Quran maupun dari hadis nabi.

70 Imam Abu Daud, Sunan Abi Daud, Jilid III, Dahlan: Bandung, hlm.303

143

Sahabat Nabi pun melakukan qiyas dengan menjadikannya sebagai

hujjah agama. Mereka telah melakukan ijtihad dengan mengqiyaskan

sesuatu masalah yang tidak ada ketentuannya dari suatu nash. Para sahabat

telah mengqiyaskan khalifah kepada imam dalam shalat dan mereka

membaiat Abu Bakar menjadi khalifah karena Abu Bakar adalah imam

shalat apabila nabi berhalangan hadir. Ibn Abbas mengqiyaskan kakek

pada cucu.71

71Ibid.hlm.134