BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Bentuk-bentuk ......kali ini, menjadi sangat menarik karena...
Transcript of BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Bentuk-bentuk ......kali ini, menjadi sangat menarik karena...
-
63
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Bentuk-bentuk Pengalaman Religius Pendoa-Pendoa
Pada dasarnya terdapat dikotomi dalam menempatkan posisi pengalaman
religius ini dalam kapasitas yang bersifat rasional dan non-rasional. Sampai saat
ini, masih ada kejanggalan dalam beragama ketika melihat sisi pengalaman
religius sebagai sisi yang tidak mudah dipahami secara akal sehat. Manusia yang
memberikan kesaksian iman akan perjumpaannya dengan Tuhan dipahami telah
mengalami pengalaman religius, sehingga salah satu indikator sebuah wahyu
berasal dari Tuhan yakni keyakinan adanya Tuhan. Pengalaman religius itu
kemudian sangat mempengaruhi individu yang lain karena adanya keyakinan
terhadap karunia yang dimiliki adalah benar, sehingga individu yang lain tertarik
untuk mengetahui karunia tersebut. Salah satu substansi pengalaman religius
adalah adanya dimensi keilahian, sehingga kehadiran Tuhan menjadi ciri
substantif pengalaman religius.1 Harus dipahami juga bahwa kehadiran Tuhan
tidak secara empirik dan berbicara langsung dengan individu, sehingga tidak ada
satu manusiapun yang dapat membuktikan secara empirik adanya perjumpaan
dengan Tuhan. Pengalaman religius yang khas dan unik, merupakan suatu
fenomena, suatu peristiwa, yang terjadi apa adanya, dan tidak menjadi objek
verifikasi dalam kategori benar atau tidak. Saat suatu pengalaman diyakini
bersifat religius, maka keyakinan ini merupakan statement yang dibangun.
Statement yang dibangun bahwa pengalaman yang dialami bersifat religius, klaim
1Haidar Bagir, “Diskusi Pengalaman Religius,” jornal Kanz Philosophia 1, no.
1(Agustus-November: 2011), 129.
-
64
bahwa hal yang dialami merupakan pengalaman sejati, tentang perjumpaan
individu dengan Tuhan. Dalam hal ini yang menjadi objek verifikasi benar dan
salah adalah interpretasi manusia mengalami pengalaman religius tersebut,
dengan melihat sejauh mana perasaan yang ditimbulkan saat mengalami
pengalaman religius, berdampak baik pada diri individu ataupun dalam kehidupan
bersama dengan individu yang lain.
Dalam pandangan James pengalaman religius atau pengalaman keagamaan
secara keseluruhan tidak bisa ditelaah dengan rasionalitas.Jika rasionalisme
manusia mencoba memasukinya, maka ia hanya mampu menelaah bagian-bagian
yang relatif superfisial. Itu berarti hanya pada bagian yang seringkali dianggap
memiliki prestise karena mempunyai kefasihan, memberikan bukti, mematahkan
logika, dan mengalahkan diri seseorang melalui kata-kata. Sekuat apapun
rasionalitas yang dibangun untuk mengubah dan meyakinkan pendirian atau
keyakinan yang diperoleh oleh intuisi, maka kiat tersebut akan gagal. Pengalaman
religius atau pengalaman keagamaan berkaitan erat dengan keadaan kehidupan
mental dan batiniah yang secara spesifik terdapat pada bagian yang tidak tersentuk
oleh dimensi rasionalitas, dan bahkan menempatkannya dalam level
inferioritas.2Hal ini menjadi menarik untuk ditelaah pengalaman religius lebih
dahulu dalam prespektif psikologis, dan lebih jauh dilihat dampaknya dalam
kehidupan sosial. Terdapat empat bentuk pengalaman religius, yakni: a)
Penglihatan (vision); b) Ke-Ilahian (The Nominous); c) Konversi; d) Pengalaman
Mistik.
2 James, The Variaties of Religious Experience, 143-146
-
65
a) Penglihatan (vision)
Didukung dengan data penelitian maka dapat dilihat fenomena yang
terjadi, bagaimana individu memahami pengalaman yang terjadi pada dirinya.
Penilitian yang dilakukan kepada empat individu yang memiliki pengalaman yang
khas dan unik, atau dalam konteks wilayah penelitian individu-individu tersebut
dikenal sebagai pendoa-pendoa. Keempat pendoa menyatakan bahwa mereka
percaya telah melihat atau mendengar sesuatu yang bersifat supranatural.
Perjumpaan dengan yang supranatural, yang dialami oleh para pendoa berbeda-
beda, melalui “suara-suara” setelah berdoa, “penglihatan dalam keadaan
meninggal”, dan “mimpi”. Dalam pemahaman tentang penglihatan, penulis
mencoba melihat pemahaman James tentang “realitas dari yang gaib”. Dikatakan
bahwa ketiadaan yang terbatas (definite) dan terindera (sensible) yang
dikemukakan oleh otoritas mistik dalam semua agama merupakan sine qua non
(keniscayaan) demi keberhasilan sebuah doa atau kontemplasi tentang kebenaran
lebih tinggi dari Ilahi.3 Dapat dikatakan bahwa keempat pendoa bertemu dengan
“realitas yang gaib”, pertemuan tersebut sangat berdampak bagi individu secara
langsung misalnya; kesembuhan, mendapatkan kehidupan kembali, pemulihan
dari rasa duka, dan pemulihan dari rasa kecewa. Bukan saja dampak secara
langsung terhadap fisik tetapi juga menentukan sikap hidup, sehingga setelah
mengalami pengalaman religius berdampak terhadap keputusan untuk melayani
Tuhan. Pengalaman religius yang dialami pendoa-pendoa dan “realitas yang
gaib”, awalnya dipahami sebagai suatu perasaan tentang adanya kehadiran
objektif. “sesuatu” yang lebih mendalam daripada segala “penginderaan”.
3Kontemplasi di harapkan bisa memberikan pengaruh yang sangat kuat pada keyakinan
seseorang., lihat James, The Variaties of Religious Experience, 121.
-
66
Terdapat pernyataan-pernyataan seperti “selesai berdoa, tiba-tiba ada satu
kekuatan yang entah datang dari mana,” ataupun “realitas yang gaib”
digambarkan sebagai sesuatu yang tidak dapat terlihat oleh indera.
Pengalaman tersebut merupakan pengalaman perjumpaan pertama kali
dengan “realitas yang gaib,” setelah itu para pendoa mendapatkan karunia untuk
“berdoa,” dengan membantu setiap orang yang datang dengan permasalahan-
permasalahan yang dialami. Pengalaman perjumpan yang kedua atau kesekian
kali ini, menjadi sangat menarik karena dalam teori-teori tentang pengalaman
religius dari sisi psikologis, mencoba menjelaskan perjumpaan dengan yang Ilahi
pertama kali. Perjumpaan itu dikaitkan dengan perasaan-perasaan yang timbul dan
mempengaruhi kehidupan dan sikap individu yang mengalaminya. Fenomena
yang terjadi dalam diri para pendoa, dengan berbagai karunia yang ada pada
dirinya, memberikan sisi yang unik. Keunikan ini juga harus bisa dijelaskan
secara ilmiah., Oleh karena itu, pembahasan tentang keunikan ini akan dibahas
pada poin berikutnya setelah bentuk pengalaman religius.
b) Ke-Ilahian
Pendoa-pendoa dalam pengalaman religius yakni perjumpaan dengan
yang Ilahi, mengalami perasaan-perasaan yang ditimbulkan karena kehadiran
sesuatu yang lebih besar. Terkait dengan perasaan-perasaan yang timbul, maka
penulis akan melampirkan kutipan hasil wawancara sebagai suatu keterangan
akan timbulnya perasaan-perasaan tersebut.
Keterangan timbulnya perasaan takut dari Ibu Mina Finit;
“Ketika berada di dalam ruangan isolasi, saya berada dalam kondisi
yang lemah dan tidak bisa lagi bergerak bahkan di kaki dan tangan itu
ada banyak semut itu dan dokter katakan bahwa sudah tidak ada
harapan lagi. Di dalam keadaan seperti itu saya berdoa: semua orang
-
67
pasti akan mati, mati hari ini sama dengan besok hari, namun saya
mau mati dalam Tuhan artinya bahwa walaupun tubuh saya mati,
tetapi jiwa saya diselamatkan oleh Tuhan. Ketika selesai berdoa, tiba-
tiba ada satu kekuatan yang entah datang dari mana. Kekuatan yang
pertama itu ialah suara, suara itu bilang kepada saya “hai Anakku,
pilih kehidupan atau kematian”. Saya langsung gemetar, saya takut
sekali dan sempat bertanya dalam hati, apa ini suara tuhan? secara
sadar dan tidak sadar, saya takut sekali.”4
Keterangan timbulnya perasaan takut dari Ibu Yeti Pello;
“Pada saat saya ada di rumah ketika saya berdoa, tiba-tiba saya
menerima satu penglihatan. Penglihatan ini seperti layar film yang
muncul tiba-tiba di depan saya ketika berdoa. Saya dalam keadaan
yang panik dan takut waktu karena ini pertama kalinya dalam hidup
saya mengalami hal ini. Namun dalam keadaan yang panik dan
ketakutan serta rasa tidak percaya, saya berusaha untuk melihat apa
yang ditunjukan melalui penglihatan tersebut.”5
Keterangan timbulnya perasaan takut dari Ibu Merry Wungubelen.
“Ketika berdoa saya mengalami hal yang benar-benar membuat saya
ketakutan karena ketika itu mimpi yang saya ceritakan itu menjadi
nyata. Pada saat saya berdoa tutup mata, ada satu kekuatan yang
datang mengangkat jiwa saya. Jiwa saya itu terangkat dan dibawa ke
satu tempat yang saya sendiri tidak tahu ini dimana namun dalam
situasi ini saya menjadi sangat takut karena saya berada di dunia yang
berbeda namun dalam rasa ketakutan itu saya bertanya-tanya terhadap
apa yang saya alami ini, apakah ini benar-benar terjadi?.”6
Secara umum sesuai data wawancara, pendoa-pendoa merasa
“ketakutan,” dalam pernyataan-pernyataan; “ada satu suara yang muncul dan
mengatakan bahwa „hai Anakku, pilih kematian atau kehidupan‟ pada awalnya
saya merasa ketakutan yang luar biasa dengan suara yang muncul itu”7;
“Penglihatan ini seperti layar film yang muncul tiba-tiba di depan saya ketika
berdoa. Dalam keadaan yang panik dan takut waktu karena ini pertama kalinya
dalam hidup saya mengalami hal ini”8; “Ketika berdoa saya mengalami hal
4Wawancara dengan Ibu Mina Finit pada tanggal 06 September 2017.
5Wawancara dengan Ibu Yeti Pello pada tanggal 09 September 2017
6Wawancara dengan Ibu Merry Wungubelen pada tanggal 12 September 2017.
7Wawancara dengan Ibu Mina Finit pada tanggal 06 September 2017.
8Wawancara dengan Ibu Yeti Pello pada tanggal 09 September 2017
-
68
yang benar-benar membuat saya ketakutan karena ketika itu mimpi yang saya
ceritakan itu menjadi nyata.”9 Berbeda dengan salah satu pendoa yang tidak
mengungkapkan adanya perasaan takut ketika mengalami pengalaman religius,
dalam pernyataannya dikatakan; dalam situasi perjumpaan dengan Tuhan “saya
ditangkap karena karunia Tuhan”.10
Saat itu para pendoa mengalami perasaan
dalam kondisi yang konkret yang berhubungan dengan emosi individu.
Menurut James hal-hal spesifik yang dirasakan seperti ketakutan keagamaan,
cinta keagamaan, kagum keagamaan. Rasa kagum memandang satu objek di
lingkungan berbeda dengan rasa kagum terhadap hal yang supranatural, inilah
yang menjadi sebuah entitas psikis individu dalam emosi keagamaan yang
eksis sebagai kecenderungan mental elementer yang berdiri sendiri.11
Atau
yang lebih jelas disampaikan oleh Otto berkesinambungan dengan perasaan
keagamaan yang dijelaskan James. Perbedaannya Otto lebih menekankan
perasaan tersebut dalam istilahnya yang disebut numinous. Aspek penting yang
terpola dalam istilah numinous yakni mysterium tremendum et fascinas.12
Otto
menganalisa mulai dari kata tremendum atau tremor yang berarti „takut‟ (fear)
yang menunjuk pada semacam respon dari emosional seseorang. Perasaan
misterium tremendum (“yang misterius” atau “yang kudus” itu menakutkan)
perasaan ini sepenuhnya berbeda dari kata takut (being afraid) pada
9Wawancara dengan Ibu Merry Wungubelen pada tanggal 12 September 2017.
10Wawancara dengan Bapak Sepus Tefa pada tanggal 08 September 2017
11James, The Variaties of Religious Experience, 88.
12Otto, The Idea Of Holy, 12
-
69
umumnya.13
Misterium fascinosum (adanya perasaan tercekam, terpesona,
terpikat, dan tertarik oleh-Nya).14
Perasaan takut dan kagum ini lebih dari sekadar rasa takut dan kagum
sebab hal-hal yang dialami seseorang secara tersirat masuk dalam kategori nilai
yang tidak berada dalam kehidupan setiap hari secara alami dan ini hanya
mungkin dialami oleh seseorang yang membangkitkan predisposisi15
mentalnya yang berbeda dan cara yang berbeda dari yang lazim.16
Keadaan
yang dirasakan oleh pendoa-pendoa merupakan perasaan keagamaan atau
misterium tremendum dan misterium fascinosum. Dalam data pernyataan salah
satu pendoa tidak secara langsung mengatakan bahwa ia ada dalam perasaan
takut atau kagum ketika mengalami pengalaman religius tersebut. Secara
eksplisit dalam pernyataannya, dapat dipahami sebagai suatu perasaan
kekaguman atau kebahagiaan yang masuk dalam misterium fascinosum.
Hadirnya perasaan ini menunjukkan bahwa pendoa-pendoa ada dalam puncak
yang paling tinggi, yaitu keadaan ekstase dalam pengalaman mistik, sehingga
pengalaman religius tidak dapat dikonsepkan, dan bersifat irasional.
Kutipan-kutipan pernyataan pendoa-pendoa dilampirkan agar melihat
adanya perasaan yang kuat timbul dalam pengalaman religius yang dialami.
Perasaan-perasaan takut ataupun kagum terlihat sebagai suatu respons spontas
ketika merasakan kehadiran yang Ilahi. Memahami pengalaman-pengalaman
yang dialami para pendoa, dari sisi psikologis sangat membantu menelaah
13
Otto, The Idea Of Holy,13 14
Muzairi, “Dimensi Pengalaman Mistik dan Ciri-cirinya,” journal religi X, no. 1,
(Januari 2015), 57. 15
Predisposisi artinya kecenderungan untuk menerima atau menolak sesuatu berdasarkan
pengalaman dan norma yang dimilikinya, Lihat https://id.wiktionary.org/wiki/predisposisi diakses
pada tanggal 25 Januari 2018. 16
Otto, The Idea Of Holy, 15
https://id.wiktionary.org/wiki/predisposisi
-
70
secara ilmiah. James mengatakan, seseorang merasakan kehadiran Tuhan
sedemikian nyata, maka argumen-argumen kritis anda, meskipun seunggul
apapun, tidak akan berguna dalam mengubah keyakinannya.17
c) Konversi
Para pendoa memahami bahwa pengalaman perjumpaan dengan Tuhan,
terkait dengan kondisi fisik dan keadaan diri individu, misalnya; a) Pendoa yang
pertama: memahami bahwa pengalaman perjumpaan dengan Tuhan terkait dengan
kondisi fisik yakni sakit kanker darah, sehingga saat terjadi perjumpaan ia
disembuhkan dengan keyakinan bahwa adanya suara yang mengatakan
“pekerjaanmu belum selesai”18
; b) Pendoa yang kedua; memiliki pengalaman
masa lalu sebagai penganut agama Protestan, tetapi tidak memiliki relasi yang
baik dengan Tuhan. Melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain,
“Saya pernah melempari batu ke jemaat yang beribadah, dan bersikap kasar
kepada anak-anak.” Kejadian saat dikatakan meninggal dan mengalami
perjumpaan dengan Tuhan dipahami sebagai “situasi saat ditangkap oleh Tuhan
karena karunia,.” sehingga berdampak pada perubahan sikap19
; c) Pendoa yang
ketiga; mengalami kekecewaan kepada Tuhan karena suaminya meninggal dan
saudara-saudara dari suaminya mengalami sakit selama beberapa minggu,
sehingga informan ada dalam perasaan duka yang mendalam. Pendoa tersebut
berpendapat bahwa keadaan dirinya merupakan titik awal mengalami perjumpaan
dengan Tuhan20
; d) Pendoa yang keempat; mengalami kekecewaan karena suami
yang lumpuh total dan Tuhan dipersalahkan karena keadaan tersebut. Dampaknya
17
James, The Variaties of Religious Experience, 146. 18
Wawancara dengan Ibu Mina Finit pada tanggal 06 September 2017 19
Wawancara dengan Bapak Sepus Tefa pada tanggal 08 September 2017 20
Wawancara dengan Ibu Yeti Pello pada tanggal 09 September 2017.
-
71
informan jarang melakukan pelayanan di gereja dan persekutuan doa. Ketika
mengalami perjumpaan, terdapat perkataan yang diyakini sebagai perkataan
Tuhan yakni “kembalilah dan lakukan pekerjaanmu.” Sesuai dengan data maka
para pendoa menginterpretasikan perjumpaan dengan Tuhan sebagai titik balik
dari kehidupannya. Dampaknya dirasakan oleh pendoa-pendoa seperti adanya
kesembuhan, perubahan tingkah laku, dan perubahan pola pikir dengan adanya
sikap untuk melakukan pelayanan sebagai titik balik dari kekecewaan terhadap
Tuhan kerana permasalahan yang dialami.
Dapat dikatakan bahwa para pendoa mengalami konversi, dilihat dalam
pengalaman religius yang mengubah hidup para pendoa. Adanya kesembuhan,
perubahan pola pikir dan tingkah laku (pertobatan), bahkan timbul komitmen
untuk melayani. Dikatakan mengalami konversi karena adanya proses perubahan
diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik atau dengan kata lain adanya suatu
pertobatan. Atau konversi juga dipahami sebagai proses yang menjurus kepada
penerimaan suatu sikap keagamaan, dalam proses yang bertahap atau secara tiba-
tiba.
d) Pengalaman Mistis
Dalam pemahaman tentang pengalaman mistis, terdapat empat karakter
khas, yakni; 1) Tidak bisa diungkapkan, orang yang mengalaminya mengatakan
bahwa pengalaman itu tidak bisa diungkapkan; 2) Kualitas noetik; dalam situasi
ini, orang mendapat wawasan tentang kedalaman kebenaran yang tidak bisa digali
melalui intelek yang bersifat diskursif; 3) Situasi transien, keadaan mistik tidak
bisa dipertahankan dalam waktu yang cukup lama. Kecuali pada kesempatan-
kesempatan yang jarang terjadi, batas-batas yang bisa dialami seseorang sebelum
-
72
kemudian pulih ke keadaan biasa dalam rentan waktu setengah jam, atau paling
lama satu atau dua jam; 4) Kepasifan, dalam keadaan ini saat sang mistikus
merasa bahwa untuk sementara hasratnya menghilang, dan ia merasa direngkuh
dan dikuasai oleh sesuatu kekuatan yang lebih tinggi.21
Bertolak dari empat
karakter mistis yang dikemukakan oleh James, maka penulis sulit untuk
mendeskripsikan apakah pengalaman-pengalaman religius para pendoa dapat
dikategorikan sebagai pengalaman mistis. Akan tetapi hasil penelitian berkaitan
dengan pengalaman religius yang khas dan unik, juga memberikan suatu karunia
kepada pendoa-pendoa, juga tidak bisa dikatakan sebagai suatu pengalaman
religius yang umumnya terjadi.
Menurut Bernard McGinn, gagasan utamadan tujuan mistisis mungkin
dimengerti sebagai perjumpaanistimewa Tuhan dan manusia.Segala sesuatu yang
mengarahkan dan mempersiapkan perjumpaan ini, dan segala yang mengalir
darinya atau diandaikan demikian bagi kehidupan perorangan dalam komunitas
beriman juga dianggap mistis, meskipun jika dalam pengertian sekunder atau
dalam tingkat pengertian yang lebih rendah. Elemen mistis dalam ajaran Kristen
adalah bagian dari iman dan amalan-amalan dalam Kristianitas yang terkait
dengan persiapan, kesadaran, dan reaksi terhadap yang dikenal sebagai kehadiran
langsung Ilahi. Ia lebih cenderung menggunakan “kesadaran” dibandingkan
“pengalaman”. McGinn juga berpendapat bahwa “kehadiran” merupakan kategori
yang lebih berguna dalam memahami mistisisme daripada “kesatuan”, yang hanya
merupakan suatu dari banyak model, metafor, atau simbol.22
21
James, The Variaties of Religious Experience, 506-509.
22 Saeed Zarrabizadeh, “Mendefinisikan Mistisme: Sebuah Tinjauan atas beberapa Definisi Utama”, Jurnal Kanz Philosophy 1, No. 1, (Agustus-November 2011), 100.
-
73
Bertolak dari McGinn, dapat dikatakan bahwa pengalaman-pengalaman
religius yang khas dan unik yang dialami oleh pendoa-pendoa dapat termasuk
dalam bentuk pengalaman mistik. Dilihat dari adanya pengungkapan pengalaman-
pengalaman perjumpaan antara pendoa dan yang Ilahi. Akan tetapi pengalaman
mistik yang dialami para pendoa bukanlah pengalaman mistik tertinggi, yakni
adanya suatu “orison persatuan” dengan yang Ilahi.23
Dalam poin berikutnya akan
dijelaskan tentang keunikan-keunikan dari pendoa-pendoa, termasuk didalamnya
adalah karunia-karunia yang dimiliki.
Keunikan-keunikan dari pendoa-pendoa
Dalam penelitian terdapat hal-hal yang unik yang dimiliki oleh pendoa-
pendoa sebagai informan, setelah mengalami perjumpaan pertama dengan yang
Ilahi, mereka mendapatkan karunia untuk berdoa. Melalui karunia itu pelayanan-
pelayanan mereka lakukan, dengan mendoakan orang lain, serta menyampaikan
sesuatu yang dipercaya sebagai petunjuk dari Tuhan. Keunikan berikutnya ialah,
secara umum para pendoa, mendoakan orang-orang yang beragama Kristen,
dengan cara berdoa kristiani, dan menggunakan bahasa Indonesia, namun terdapat
salah satu pendoa yang memiliki perbedaan. Berikutnya, akan dijabarkan
keunikan pendoa yakni memiliki karunia dan pendoa yang mendoakan orang-
orang dari agama lain.
Dalam data penelitian, pendoa-pendoa dianggap mempunyai daya tarik
karena karunia yang dimiliki.24
Jemaat seringkali menganggap begitu saja isu-isu
fenomena di luar kebiasaan, gaib, sebagai pengalaman spiritual, karena
23 James, The Variaties of Religious Experience, 536.
24Wawancara dengan Bapak Falis Tanesab pada tanggal 25 Agustus 2017
-
74
pandangan-pandangan seperti itu sudah mengakar dalam kehidupan jemaat atau
masyarakat beragama pada umumnya. Dengan kata lain, pengalaman religius
yang disampaikan oleh individu yang mengalami pengalaman tersebut, dengan
serta merta dianggap sebagai suatu kebenaran secara keseluruhan, dan masyarakat
lupa bahwa penyampaian tentang perjumpaan tak pernah luput dari interpretasi.
Pengalaman religius itu sendiri, tentang Yang Ilahi sebagai yang misterius
tidak bisa masuk dalam kategori benar ataupun salah. Setiap manusia menyadari
bahwa terdapat kekuatan kekuatan yang transenden, yang lebih besar di luar
dirinya. Dalam hal ini yang dapat dipersoalkan dan dikaji lebih jauh ialah
interpretasi manusia yang mengalami pengalaman religius yang khas dan unik,
karena apa yang dibicarakan bukanlah pengalaman itu sebagaimana adanya akan
tetapi intepretasi individu guna memahami pengalaman yang dialami. Kenyataan
bahwa pendoa-pendoa memiliki daya tarik karena karunia, juga membenarkan
pernyataan Strickland bahwa pengalaman religius tidak hanya berkaitan dengan
pengalaman satu individu melainkan pengalaman yang dapat melibatkan individu-
individu lainnya. Berarti setiap pengalaman religius yang disampaikan kepada
orang lain, ataupun tindakan yang dilakukan oleh individu yang dipercaya
memiliki pengalaman yang khas dan unik , tidak hanya berdampak pada dirinya
secara individu namun juga berdampak kepada orang lain. Warga jemaat memiliki
persepsi yang dibangun bahwa seseorang yang mengalami perjumpaan dengan
Tuhan, mencapai pengalaman spiritual yang tinggi, dan memiliki karunia yang
dapat membantu individu yang lain. Tindakan secara langsung ataupun verbal
memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan jemaat.
-
75
Bukti dari pemahaman bahwa tindakan secara langsung dan verbal
pendoa-pendoa sangat mempengaruhi kehidupan warga jemaat. Dapat dilihat
dalam data penelitian tentang kasus yang terjadi pada pertengahan tahun 2016,
antara pendeta, seorang istri, dan pendoa. Pendeta membawa seorang istri dari
salah satu keluarga kepada seorang pendoa dengan alasan mengidap penyakit
kanker. Suatu tindakan dari seorang pendeta memperlihatkan bahwa pendeta
tersebut juga memiliki kepercayaan bahwa pendoa dengan karunianya memiliki
kekuatan yang lebih besar darinya, sehingga ia membawa warga jemaat untuk
pergi ke pendoa. Sikap pendoa atau tindakan pendoa saat mendapatkan
penglihatan adalah mengatakan kepada jemaat tersebut bahwa;
“Penyakit ini akibat dari dosa leluhur dan pendoa meminta untuk segera
keluar dari rumah, karena Tuhan tunjukkan rumah yang ia tempati
sekarang ini sangat gelap.”25
Uniknya respons warga jemaat yang bersangkutan adalah percaya terhadap
perkataan pendoa. Percaya bahwa ia harus meninggalkan keluarganya dan
penyakit yang diderita diakibatkan oleh dosa leluhur. Warga jemaat yang
bersangkutan tidak lagi ada dalam proses pertimbangan karena sejak awal sudah
terbentuk pemahaman bahwa semua hal yang dikatakan pendoa merupakan suatu
kebenaran. Warga jemaat juga tidak memahami bahwa orang yang mendapatkan
pengalaman religius akan melakukan interpretasi untuk memahami pengalaman
tersebut, sehingga interpretasi tersebut bisa saja menimbulkan kesalahan. Disisi
lain juga menunjukkan bagaimana pengalaman religius yang unik dan khas,
sangat menarik dan mempengaruhi kehidupan jemaat.
25
Wawancara dengan Bapak Pdt Ronny Runtu pada tanggal 23 Agustus 2017.
-
76
Pendoa yang dalam pengalamannya melayani, turut mendoakan orang-
orang dari agama lain adalah Sepus Tefa. Pendoa tersebut juga melayani orang-
orang dengan latar belakang agama Islam dan Kristen Katolik yang datang dengan
persoalan-persoalan tertentu. Doa yang dilakukan dengan cara Kristen, dalam
bahasa Timor, pelayanan dilakukan selama 40 tahun, melayani setiap hari senin
dan jumat, jam 06,00 WIT sampai 21.00 WIT. Dalam keterangannya lebih lanjut
pelayanan yang dilakukan bisa sampai tengah malam, karena pelayanan
merupakan suatu proses yang diberikan oleh Tuhan kepada saya. Saat melakukan
pelayanan kepada salah seorang yang beragama Islam, pendoa tersebut
mengatakan;
“Di antara saya dengan orang yang didoakan sama-sama memiliki
keyakinan dalam bentuk yang berbeda, di dalam keyakinan saya. Tuhan
memberikan tugas ini untuk melayani siapa yang membutuhkan-Nya, saya
yakin ini juga bagian dari keyakinan ibu bahwa ibu punya persoalan yang
mana Ibu juga membutuhkan Tuhan”.26
Menerima orang dari agama lain, dan memahami bahwa pelayanan
dilakukan bagi siapa saja yang membutuhkan, merupakan sikap yang terbuka
terhadap agama lain. Karunia-karunia yang didapatkan tidak hanya dibatasi
kepada orang-orang beragama kristen, tetapi karunia dipakai untuk membantu
semua orang tanpa memandang suku, ras, ataupun agama. Dengan demikian,
orang-orang dari agama lain juga merasakan dampak dari karunia yang
didapatkan. Bahasa yang digunakan dalam berdoa adalah bahasa Timor, karena
bahasa Timor itu sudah melekat dalam kehidupan saya yang tidak bisa dilepaskan
karena bahasa Timor sama seperti bahasa ibu. Pemahaman seperti ini ada dalam
pemahaman kontekstualisasi, sehingga seseorang berdoa memakai bahasa-bahasa
daerah yang dianggap melekat dengan dirinya. Dalam kehidupan bergereja
26
Wawancara dengan Bapak Sepus Tefa pada tanggal 08 September 2017
-
77
kontekstualisasi semacam ini, baru saja disadari dan dilakukan, ataupun ada gereja
yang sama sekali tidak melakukan hal ini. Dalam pengalaman pendoa ini, karunia
juga dapat dipahami tidak bisa dibatasi oleh sekat-sekat keagamaan, dan diberikan
agar bermanfaat kepada semua orang. Begitu juga dengan adanya pemakaian
bahasa daerah dalam berdoa, sehingga kedekatan dengan bahasa daerah, lebih
membebaskan seseorang menyampaikan permohonan doa kepada yang Ilahi.
Dapat juga dikatakan pemakaian bahasa daerah juga dapat memudahkan orang-
orang yang datang kepada pendoa dengan latar belakang suku yang sama, mampu
memahami dan memaknai doa yang disampaikan.
Terlepas dari keunikan-keunikan pendoa-pendoa terdapat beberapa hal
yang dianggap perlu untuk dikritisi yakni; 1) Pernyataan bahwa pelayanan yang
dilakukan bertujuan untuk “memenangkan jiwa; 2) Pelayanan yang dilakukan
berdasarkan kitab suci.
“Tuhan katakan bahwa saya harus melayani untuk memenangkan
jiwa, saya pelayanan sesuai dengan Alkitab dan bagi saya Tuhan
Allah yang menyatakan gereja bukan manusia.”27
Pelayanan yang dilakukan oleh pendoa-pendoa untuk memenangkan jiwa, yakni
orang-orang mengalami pertobatan juga menerima keselamatan. Menjadi penting
untuk dipahami bahwa memenangkan jiwa tidak bisa dipahami sebagai, membuat
seseorang individu masuk ke dalam agama kristen. Tindakan pelayanan yang
dilakukan oleh para pendoa tidak bisa menjadikan misi untuk memperkuat dan
memperluas kekristenan; melakukan penyelamatan jiwa-jiwa dari dunia untuk
masuk surga; pelayanan atau misi ditujukan kepada orang-orang yang belum
percaya; pelayanan yang dilakukan memisahkan hal-hal yang sekuler dan sakral.
27
Wawancara dengan Bapak Sepus Tefa pada tanggal 08 September 2017
-
78
Pendoa-pendoa yang memiliki karunia juga harus memahami bahwa pelayanan
atau misi yang dilakukan tidak hanya berkaitan dengan hal-hal rohani atau
aktivitas religius, maka harus berkaitan dengan dimensi kehidupan. Bagian
penting yang harus diperhatikan oleh para pendoa saat melakukan pelayanan
ialah, turut mewartakan ketuhanan Kristus agar umat juga mengatur tingkah laku
hidupnya sesuai dengan konteks kehidupan bersama. Perintah yang utama dari
Allah bukanlah supaya kita menobatkan sesama, melainkan untuk mengasihi
mereka.28
Pelayanan yang dilakukan oleh pendoa-pendoa berdasarkan pada kitab
suci. Dalam pemahaman ini, berarti bahwa para pendoa masih memahami kitab
suci sebagai suatu teks wahyu yang memiliki kebenaran mutlak. Dampak dari
pemahaman seperti itu ialah adanya pembedaan antara orang yang percaya
(penganut agama Kristen) dan yang tidak percaya (penganut agama lain). Injil
disampaikan sebagai sebuah kuasa yang menaklukkan dan menghancurkan semua
paham kepercayaan, budaya, pesan, konsep, simbol, ritus, dan praktik-praktik
religius yang ada di dunia non-Kristen. Jika pemahaman para pendoa seperti ini
maka iman mereka sekedar orthodoksi, mengakui Allah sebagai pencipta semesta
dan pengendali sejarah tanpa menghormati karya Allah dalam agama-agama
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Iman para pendoa harus sampai
pada orthopraksis, adanya partisipasi dalam pekerjaan Allah dengan bekerja sama
28
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila: Bergereja
Dengan Cita Rasa Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 231-234
-
79
dengan mereka “yang lain” agamanya untuk mendirikan tanda-tanda kerajaan
Allah di bumi.29
Pengalaman religius lebih dipahami dalam konteks-konteks kehidupan
individu, dan kitab suci juga harus dilihat sebagai teks yang mengungkapkan
pengalaman religius manusia dalam konteks kehidupannya. Kitab suci yang
dahulunya dianggap sebagai wahyu yang memiliki kebenaran mutlak, saat ini
harus dipahami dengan cara pandang yang baru, dengan lebih membebaskan
individu untuk menghayati keagamaannya.30
Kitab suci harus dipahami sebagai
teks-teks yang ditulis oleh manusia dalam konteks kehidupan masyarakat pada
masanya, dengan segala pengaruh sosial-kebudayaan, politik, dan agama. Atas
dasar itulah kitab suci harus dipandang sebagai teks rekaman sejarah komunitas-
komunitas beragama.31
Pemahaman tentang kitab suci sebagai teks yang memiliki
kebenaran mutlak, tentunya dipengaruhi oleh konsepsi agama yang memandang
kebenaran tentang yang Ilahi ada dalam agama tertentu. Ketidakmampuan untuk
memahami agama suatu kenyataan sosial yang historik, sebagai yang diusung oleh
manusia sebagai suatu komunitas sosial. Terhadap kenyataan ini, tidak seorang
manusia pun dapat menyatakan bahwa ia dapat dan telah memahami Allah secara
mutlak. Kenyataan yang Ilahi adalah sesuatu yang misterius, maka pemahaman
manusia selalu merupakan interpretasi, sekalipun yang misterius menampakkan
diri padanya manusia tidak bisa menggambarkan dan menceritakan secara
sempurna dan mutlak.
29
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, 237. 30
James, The Variaties of Religious Experience 63. 31
John A. Titaley, Persepuluhan Dalam Alkitab Ibrani Israel Alkitab (Salatiga: Satya
Wacana University Press, 2016), iii-iv.
-
80
Bentuk-bentuk pelayanan
Bentuk-bentuk pelayanan yang dimaksudkan ialah kegiatan-kegiatan
peribadatan yang dilakukan oleh pendoa-pendoa sebelum melayani warga jemaat,
dan kegiatan-kegiatan kegiatan peribadatan yang dilakukan di rumah-rumah
jemaat yang dilayani:
1. Sebelum melayani warga jemaat pendoa memperlengkapi diri dengan
melakukan doa dan puasa.
2. Tata cara beribadah yang dilakukan oleh pendoa-pendoa secara umum
sama; menyanyikan satu lagu rohani, warga jemaat yang dilayani
memberitahukan pokok-pokok doa yang diinginkan, berdoa secara khusus,
pendoa mengucapkan ayat-ayat alkitab karena mendapatkan suatu
penglihatan.32
Ada juga pendoa yang mengucapkan ayat alkitab, tetapi
langsung memberitahukan apa yang telah ditunjukkan Tuhan melalui
penglihatan.33
Terdapat pendoa yang melakukan tata cara ibadah yang
berbeda dengan pendoa yang lain; a) membicarakan mengenai pokok-
pokok doa jemaat yang ingin didoakan; b) pendoa menyalakan lilin untuk
masuk didalam doa; c) doa dilakukan dengan memakai bahasa timor
dengan durasi waktu kurang lebih 10 menit; d) melakukan percakapan
tentang apa ditunjukkan Tuhan, setelah selesai pendoa mengambil minyak
kelapa dan mengoleskan pada bagian-bagian tubuh tertentu yakni kepala,
tangan kiri dan tangan kanan, kaki kiri dan kaki kanan.
32
Wawancara dengan Ibu Mina Finit pada tanggal 06 September 2017. 33
Wawancara dengan Ibu Yeti Pello pada tanggal 09 September 2017.
-
81
3.1. Alasan-alasan Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua berdoa ke pendoa
Berdasarkan temuan penelitian, maka penulis menemukan ada lima alasan
mengapa jemaat memilih untuk berdoa ke pendoa-pendoa. Lima alasan ini
dijelaskan secara bertahap di antaranya problematika jemaat, jawaban, karunia-
karunia, kepercayaan dan relasi timbal balik.
3.1.1 Problematika jemaat.
Problematika atau persoalan-persoalan menjadi titik berangkat dari
pemahaman warga jemaat memilih berdoa ke pendoa. Penulis mengkategorikan
problematika ini di dalam dua bagian ; 1) problematika yang hanya melibatkan
diri seseorang secara individu. Contoh konkritnya dari hasil temuan lapangan,
demikian:
“Saya terkena penyakit tiroid, penyakit ini membuat saya benar-
benar kehilangan berat badan yang drastis sebanyak 12 Kg. Kondisi
tubuh saya sangat lemah, saya hanya berdoa kepada Tuhan untuk
proses kesembuhan saya”.34
Kategori melibatkan diri sendiri berkaitan dengan sakit penyakit yang
diderita oleh salah satu anggota keluarga. Ia berharap untuk memperoleh
kesembuhan untuk dirinya sendiri. 2) Problematika yang melibatkan diri dan orang
lain. Pada tahap ini persoalan yang dihadapi oleh warga jemaat karena ada
persoalan dengan keterlibatan orang yang lain. Misalnya,
“Pada waktu malam hari saya terkejut karena saya kehilangan uang
sebesar 20 juta, uang ini berhubungan dengan tanggungjawab
pekerjaan saya. Ini akan jadi persoalan yang besar kalau saya tidak
menemukan, saya harus mencari tahu siapa yang mengambil
uang ini”.35
34 Wawancara dengan Ibu Mia Laning, pada tanggal 22 Agustus 2017
35 Wawancara dengan Ibu Very Ndoen pada tanggal 23 Agustus 2017.
-
82
Persoalan menjadi titik yang penting dalam kehidupan jemaat ketika
persoalan yang dihadapi tidak dapat dikendalikan oleh jemaat itu sendiri, maka
jemaat mencari solusi untuk menyelesaikan persoalannya.
3.1.2 Jawaban dan Petunjuk
Problematika yang muncul dalam kehidupan warga jemaat menimbulkan
pemahaman jemaat untuk mencari jalan keluar atau alternatif yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan persoalan hidup warga jemaat atau dengan kata
lain dalam fase yang kedua yaitu jawaban dan petunjuk. Misalnya salah satu warga
jemaat yang sakit tiroid pada sebelumnya membutuhkan jalan keluar yang dialami
olehnya yakni proses kesembuhan, untuk sampai pada proses kesembuhan itu ia
membutuhkan petunjuk untuk memperoleh kesembuhan36
atau jawaban yang
diterima seketika sedang berdoa dengan pendoa yang dialami warga jemaat yang
sempat kehilangan uang yang cukup besar dan akhirnya memutuskan untuk berdoa
kepada pendoa yang memiliki karunia agar mengetahui siapa yang mengambil
uang tersebut dan pada saat itu juga warga jemaat menerima jawaban dari Tuhan
melalui karunia pendoa.37
Berdasarkan pemahaman warga jemaat, bahwa mereka
mengetahui keberadaan pendoa-pendoa yang memiliki karunia-karunia namun
pada tahap ini hanya pada sebatas pengetahuan jemaat tentang pendoa-pendoa,
dalam proses mencari solusi atau jawaban atu petunjuk untuk menyelesaikan
persoalan maka warga jemaat memberanikan diri untuk menghubungi pendoa-
pendoa.
36 Wawancara dengan Ibu Mia Laning, pada tanggal 22 Agustus 2017
37 Wawancara dengan Ibu Very Ndoen pada tanggal 23 Agustus 2017.
-
83
3.1.3 Karunia-karunia.
Jemaat yang didoakan sebagian besar memilih untuk berdoa ke seorang
pendoa karena adanya karunia-karunia yang dimiliki.Karunia itu memiliki ciri
yang tidak dimiliki oleh semua orang dan bagi warga jemaat itu merupakan bagian
dari kehendak Tuhan untuk orang-orang yang dipilihnya.Artinya bahwa karunia
yang berasal dari Tuhan akan terlihat dari bagaimana pendoa itu bisa memberikan
kabar yang menyenangkan hati warga jemaat melalui jika mengalami satu
persoalan yang cukup berat sehingga Tuhan peduli dengan persoalan yang dialami
oleh keluarga.38
Bertolak dari karunia-karunia pendoa, warga jemaat yang dilanda
persoalan perlu untuk didoakan oleh pendoa-pendoa tersebut
3.1.4. Kepercayaan
Fase keempat ini merupakan fase yang penting bagi keputusan atau pilihan
jemaat berdoa kepada pendoa-pendoa. Kepercayaan yang dibangun antara warga
jemaat dan pendoa bukanlah hal yang mudah. Kepercayaan akan muncul ketika
jemaat sendiri mengalami apa yang sudah dikatakan oleh pendoa melalui karunia-
karunia tersebut. Kepercayaan ini tidak bisa diganggu-gugat, warga-warga jemaat
yang didoakan memiliki keyakinan terhadap karunia dari pendoa-pendoa. Penulis
menampilkan sekali lagi pemahaman jemaat tentang pendoa yakni, “warga jemaat
percaya bahwa apa yang ditampilkan oleh pendoa itu adalah benar-benar karunia
dan Tuhan dan seketika apa yang ditunjukan Tuhan melalui karunia misalnya
penglihatan, terjadi di dalam kehidupan jemaat”.39
Kepercayaan warga jemaat juga
tidak hanya timbul dari karunia-karunia yang dimiliki pendoa melainkan juga ada
pertukaran pengalaman, warga jemaat mengetahui pengalaman pendoa ketika
38 Wawancara dengan Ibu Fanie Bhasrie pada tanggal 28 Agustus 2017.
39
Wawancara dengan Ibu Erni Riwu pada tanggal 02 September 2017.
-
84
menerima karunia tersebut dapat mempengaruhi pola piker warga jemaat untuk
percaya kepada pendoa-pendoa.
3.1.5. Relasi timbal balik
Kepercayaan yang telah dibangun maka ada relasi yang intens dibangun
antara pendoa- warga jemaat. Walaupun bukan berasal dari satu mata jemaat
namun ada relasi yang terjalin antara pendoa dengan warga jemaat yang didoakan.
Hal ini dilihat dari jangka panjang yang terus berlanjut dalam mendoakan warga
jemaat. Berdoa tidak hanya satu kali melainkan terjadi secara terus menerus
sehingga relasi ini menjadi relasi jangka panjang. Jemaat berpendapat bahwa
karunia itu berasal dari Tuhan yang diberikan bagi sebagian orang yang menjadi
pilihannya untuk menjadi kesaksian bagi banyak orang agar relasi antara warga
jemaat dengan Tuhan tidak putus.40
Jemaat juga meyakini bahwa pengalaman ini
harus terus dilakukan tidak hanya secara pribadi tetapi juga secara keluarga di
mana, kesaksian dari pengalaman pendoa itu mejadi bagian di dalam kehidupan
orang tua dan anak-anak.41
Ada hubungan timbal balik antara warga jemaat dan
pendoa baik itu secara materil maupun nonmateril,
“Saya karena sudah terlalu sering didoakan oleh pendoa yang
mendukung kehidupan keluarga saya.Saya sering juga
mendoakannya untuk tugas pelayanannya di tempat yang lain,
bahwan hal-hal sederhana seperti selesai berdoa biasa saya
suguhkan makanan, bahkan kasih uang transport pulang. Pertama
memang pendoa sempat menolak tapi saya bilang ini berkat Tuhan
bukan sesuatu yang dipikirkan secara negatif”.42
40
Wawancara dengan Keluarga Bapak Max Pati pada tanggal 05 September 2017.
41
Wawancara dengan Ibu Mia Laning, pada tanggal 22 Agustus 2017
42Wawancara dengan Bapak Yulius Daniel pada tanggal 01 September 2017
-
85
Gambar 1.1. Fase hubungan antar pendoa dan jemaat yang didoakan.
Penulis menguraikan secara garis besar dalam bentuk gambar di atas untuk
menggambarkan bagaimana hubungan antar pendoa dan warga jemaat GMIT
Kaisarea BTN yang didoakan oleh pendoa-pedoa. Pada bagian yang pertama,
problematika jemaat. Berdasarkan temuan penelitian, ungkapan-ungkapan jemaat
terkait dengan maksud problematika yang terjadi di warga jemaat hampir tidak
dapat diatur oleh warga jemaat tersebut, jemaat sampai di titik ketidakmampuan
untuk mencari solusi dalam permasalahan mereka. Penulis tertarik ketika
persoalan yang dihadapi oleh warga jemaat tidak dilayani oleh seorang pendeta
melainkan dilayani oleh seorang pendoa. Penulis kembali pada persoalan pendeta
yang juga percaya dengan keberadaan pendoa dengan karunia-karunia yang
berasal dari Tuhan. Penulis sepakat bahwa seorang pendeta yang seharusnya
mengemban tugas tanggungjawab di gereja bertugas untuk mengarahkan dan
membina warga jemaat ketika tiba pada persoalan yang tidak mampu diatasi oleh
warga jemaat namun tanggungjawab itu tidak digunakan secara maksimal bagi
warga jemaat. Bertolak dari kasus antara warga jemaat, pendeta dan pendoa
1.Problematika warga jemaat
2.Jawaban
3. Karunia-karunia 4. Kepercayaan
5.Relasi timbal balik
-
86
memberi tanggapan yang cukup serius bagi figur seorang pendeta. Apakah
kemudian ini menjadi bentuk suatu kritik terhadap pelayanan pendeta yang kurang
bersentuhan dengan persoalan warga jemaat? Kemungkinan dapat dikatakan
demikian. Ada alternatif lain yang dapat menjadi pilihan jemaat untuk proses
penyelesaian persoalan warga jemaat yakni pendoa-pendoa dengan karunia-
karunia.
Fase yang kedua berkaitan dengan jawaban dan petunjuk yang dibutuhkan
oleh jemaat. Penjelasan sebelumnya telah menguraikan sedikit tentang warga
jemaat yang dengan segera ingin mendapatkan jawaban namun ada jemaat yang
sadar terhadap proses misalnya sakit penyakit, hal ini kembali lagi pada persoalan
yang dialami. Persoalan-persoalan yang lainnya seperti kehilangan uang,
membuat salah satu warga jemaat merasa terdesak untuk mencari tahu jawaban
dari persoalan tersebut. Secara umum tindakan masyarakat yang mengalami
permasalahan seperti kehilangan uang, akan memiliki untuk melapor kepada
pihak yang berwajib (polisi). Sebaliknya dalam kenyataan penelitian, warga
jemaat yang mengalami persoalan semacam ini memilih untuk pergi ke pendoa,
dengan tujuan mendapat jawaban dari persoalan yang terjadi. Sikap untuk pergi ke
pendoa juga dapat dipahami sebagai suatu keinginan untuk mendapatkan jawaban
secara cepat terhadap persoalan-persoalan yang mendesak. Jalur-jalur
penyelesaian yang ada dalam durasi waktu yang lama, tidak menjadi jalur yang
dipilih oleh warga jemaat. Pergi ke pendoa-pendoa adalah alternatif yang
menjamin karena juga berkaitan dengan kepercayaan warga jemaat terhadap
karunia yang dimiliki, yang dipahami berasal dari Tuhan.
-
87
Fase yang ketiga berkaitan dengan karunia-karunia. Penulis meminjam
pemahaman Strickland mengenai pengaruh pengalaman satu individu yang dapat
mempengaruhi individu-individu yang lain.43
Pengalaman-pengalaman religius
yang dialami para pendoa sangat mempengaruhi kehidupan warga jemaat karena,
dipahami sebagai sebuah pengalaman yang dialami dalam perjumpaan dengan
yang Ilahi. Warga jemaat menjadi percaya karena adanya pengaruh yang Ilahi
dalam pengalaman tersebut, sehingga karunia-karunia penglihatan sebagai
pemberian yang Ilahi juga dipercaya oleh warga jemaat. Dalam tindakan warga
jemaat yang sering berdoa ke pendoa-pendoa dengan berbagai persoalan yang
terjadi, memberikan suatu pemahaman bahwa, warga jemaat menganggap karunia,
sebagai pemberian yang Ilahi yang mampu membantu menyelesaikan persoalan
yang terjadi.
Fase yang keempat, berkaitan dengan kepercayaan. Kepercayaan terhadap
pendoa-pendoa yang memiliki karunia yang dimaksudkan oleh penulis ialah suatu
pengakuan atau keyakinan karena mendapatkan atau merasakan dampak nyata
dari karunia tersebut. Melalui dampak nyata inilah relasi antara pendoa dan warga
jemaat terus berlanjut.
Fase yang kelima, berkaitan dengan relasi timbal balik. Dari fase
sebelumnya yakni timbulnya kepecayaan, maka warga jemaat dan pendoa ada
dalam relasi timbal bali. Relasi ini dilakukan oleh warga jemaat dan pendoa secara
berkelanjutan, artinya warga jemaat yang sudah merasakan dampak nyata dari
karunia tersebut, akan tetap meminta pelayanan dari pendoa. Warga jemaat tetap
datang ke pendoa karena persoalan-persoalan yang dialami. Secara umum para
43 Francis Strickland, “Pshycology of Religious Experience, 21.
-
88
pendoa tidak menerima imbalan secara materi (uang), sehingga relasi timbal balik
ini tidak bisa dipahami secara materil. Warga jemaat mendapatkan jawaban atas
persoalan yang dialami, dan pendoa mendapatkan kesempatan untuk melayani
dengan karunia yang dimiliki, sebagai bentuk komitmen pelayanan.
Sikap dan Tindakan Sebagai Seorang Pendoa
Dari deskripsi tentang bentuk-bentuk pengalaman religius dan alasan-
alasan jemaat datang ke pendoa-pendoa, maka penulis tertarik untuk merumuskan
pemahaman tentang tindakan dan sikap seorang pendoa dalam kehidupan sosial.
Penulis sampai pada pemahaman bahwa pengalaman religius dengan yang Ilahi
secara khas dan unik tidak dapat menjadi objek verifikasi benar ataupun salah.
Semua orang juga percaya terhadap kekuatan supranatural yang berada di luar
dirinya, percaya tentang adanya yang Ilahi atau yang transenden. Yang menjadi
objek verifikasi benar atau tidaknya seseorang mengalami pengalaman religius
yang khas dan unik adalah sikap dan tindakan yang dilakukan kepada sesama.
Sikap dan tindakan yang dimiliki oleh pendoa, sebagai berikut:
1. Sikap inklusif, dalam konteks kehidupan bersama dengan agama-agama
lain, pelayanan yang dilakukan tidak bisa dipahami sebagai suatu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa. Menyelamatkan jiwa dalam artian membawa
orang lain untuk masuk Kristen. Seharusnya yang dilakukan ialah tindakan
pelayanan dilakukan untuk membawa orang lain hidup dengan lebih baik
dari sebelumnya, bukanlah berfokus pada membawa individu masuk
kedalam agama kristen. Penyembahan yang benar kepada Allah tidak
terikat pada tempat atau agama, tetapi dalam roh dan kebenaran (Yoh,
4:24). Para pendoa terpanggil untuk menjalani pelayanan dan
-
89
menggunakan karunia agar berguna bagi sesama. Intisari dari misi ialah
adanya sikap hidup yang bersumber dari penghayatan yang benar akan
citra dirinya sebagai gambar Allah.44
2. Berperilaku sesuai dengan nilai-nilai etis; sikap dan cara bertindak
seseorang penting karena dipengaruhi oleh kayakinan-keyakinan tentang
apa yang baik dan jahat. Dalam kehidupan pelayanannya dengan karunia-
karunia yang dimiliki, seharusnya membawa dampak positif bagi
kehidupan banyak orang. Dengan cara inilah pendoa-pendoa yang
mendapatkan karunia, menggunakan karunia dengan cara yang benar
sesuai dengan nilai-nilai dan aturan-aturan yang ada. Sehingga kasus-
kasus saat seorang istri diminta keluar dari rumah karena penyakit yang di
deritanya adalah akibat dari dosa leluhur, dan menganggap bahwa itu
merupakan penglihatan yang di tunjukkan Tuhan.45
Begitu juga dengan
kasus-kasus seseorang yang memiliki karunia “menjamah”, sehingga
setiap orang yang datang untuk didoakan haruslah dijamah. Bahkan
bagian-bagian tubuh yang bersifat pribadi juga harus dijamah, dan
menurutnya tindakan tersebut merupakan perintah roh kudus.46
Sikap dan
tindakan seperti ini harus dipertanyakan kebenarannya, bagaimana
mungkin karunia-karunia yang diberikan oleh yang Ilahi, diaplikasikan
bagi orang lain dengan tidak membawa dampak yang baik.
3. Peduli terhadap persoalan-persoalan sosial; beriman kepada Tuhan,
bukanlah beriman dengan cara menjauhi dunia dan tidak peduli terhadap
44Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, 235.
45
Wawancara dengan Bapak Pdt Ronny Runtu pada tanggal 23 Agustus 2017
46Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami Yang Aku Imani: Memahami Allah
Tritunggal, Roh Kudus, dan Karunia-karunia Roh secara Bertanggung Jawab (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011), 158-159.
-
90
persoalan-persoalan sosial. Hidup beriman tidak bisa dipahami sebagai
tindakan tercapainya keselamatan di masa depan yang sifatnya rohani dan
individualistis.47
Pekerjaan pelayanan dengan karunia-karunia yang
dimiliki tidak hanya mencakup hal religius, tetapi juga sosial.48
Para
pendoa juga harus peduli terhadap persoalan-persoalan sosial yang terjadi
ditengah-tengah konteks kehidupannya. Oleh karena itu pelayanan yang
dilakukan pendoa-pendoa benar-benar menyentuh kehidupan-kehidupan
masyarakat dengan berbagai problematika yang ada.
47Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami Yang Aku Imani, 161.
48
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, 231.