Bab IV Analisa Rumah Adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi · 2017. 12. 15. · Mircea Eliade. Mitos...

17
36 Bab IV Analisa Rumah Adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi Pada Bab ini penulis akan melakukan analisa secara mendalam tentang Rumah adat dari suku Astalin, dengan menggunakan teori-teori yang telah dijabarkan pada bab II. Pembahasan dan analisa ini meliputi Rumah Adat sebagai Axis Mundi yang kemudian terbagi dalam poin- poinnya tentang hakikat dari sebuah rumah adat, Rumah Adat sebagai pusat Ritual dan Sakralitas, dan Rumah adat sebagai Simbol dan Mitos. Rumah adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi Konsep Axis Mundi berakar dari pemahaman kuno yang digambarkan oleh Eliade bahwa kuil ataupun istana secara situasi berada di pusat kosmos, sehingga kuil maupun kota suci atau istana senantiasa merupakan titik pertemuan antara tiga wilayah kosmik: surga, bumi, dan neraka. 1 Bagi suku Astalin Rumah adat merupakan sebuah tempat yang suci, karena merupakan pemberian dari nenek moyang atau leluhur dari suku tersebut. Rumah adat suku Astalin merupakan pusat dunia bagi suku tersebut. Kenyataan ini ditunjukan melalui praktek hidup mereka, dengan praktek hidup suku tersebut dapat dikatakan bahwa rumah tersebut telah menjadi axis mundi, yang menandakan rumah adat tersebut menjadi titik pertemuan tiga dunia yaitu surga, bumi dan neraka. Pertemuan ketiga dunia ini bukan sebuah pemaksaan konsep, namun dinyatakan langsung melalui praktek hidup yang dilakukan 1 Mircea Eliade. Mitos gerakan kembali yang abadi Kosmos dan sejarah.Terjemahan.Cuk Ananta (Yogyakarta: Ikon Terakitera,2002), 15.

Transcript of Bab IV Analisa Rumah Adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi · 2017. 12. 15. · Mircea Eliade. Mitos...

  • 36

    Bab IV

    Analisa

    Rumah Adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi

    Pada Bab ini penulis akan melakukan analisa secara mendalam tentang Rumah adat dari

    suku Astalin, dengan menggunakan teori-teori yang telah dijabarkan pada bab II. Pembahasan

    dan analisa ini meliputi Rumah Adat sebagai Axis Mundi yang kemudian terbagi dalam poin-

    poinnya tentang hakikat dari sebuah rumah adat, Rumah Adat sebagai pusat Ritual dan

    Sakralitas, dan Rumah adat sebagai Simbol dan Mitos.

    Rumah adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi

    Konsep Axis Mundi berakar dari pemahaman kuno yang digambarkan oleh Eliade bahwa

    kuil ataupun istana secara situasi berada di pusat kosmos, sehingga kuil maupun kota suci atau

    istana senantiasa merupakan titik pertemuan antara tiga wilayah kosmik: surga, bumi, dan

    neraka.1 Bagi suku Astalin Rumah adat merupakan sebuah tempat yang suci, karena merupakan

    pemberian dari nenek moyang atau leluhur dari suku tersebut.

    Rumah adat suku Astalin merupakan pusat dunia bagi suku tersebut. Kenyataan ini

    ditunjukan melalui praktek hidup mereka, dengan praktek hidup suku tersebut dapat dikatakan

    bahwa rumah tersebut telah menjadi axis mundi, yang menandakan rumah adat tersebut menjadi

    titik pertemuan tiga dunia yaitu surga, bumi dan neraka. Pertemuan ketiga dunia ini bukan

    sebuah pemaksaan konsep, namun dinyatakan langsung melalui praktek hidup yang dilakukan

    1 Mircea Eliade. Mitos gerakan kembali yang abadi Kosmos dan sejarah.Terjemahan.Cuk Ananta

    (Yogyakarta: Ikon Terakitera,2002), 15.

  • 37

    oleh suku Astalin yang meliputi ritus atau ritual, simbol, dan mitos yang dipercayai oleh suku

    tersebut.

    Keberadaan rumah adat yang menjadi sebuah pusat dunia menjadi penggambaran

    langsung dari sebuah pemahaman kuno yang masih terus dipelihara sampai saat ini. Alasannya

    karena rumah adat adalah sebuah bangunan yang suci dan selalu mempunyai makna yang sakral.

    Pusat dunia dari kehidupan suku Astalin menunjukkan bahwa eksistensi atau keberadaan dari

    rumah adat memainkan peran sentral dalam kehidupan suku tersebut. Tanpa rumah adat maka

    suku tersebut menjadi sebuah suku yang telah kehilangan identitas diri dan sumber kebudayaan

    mereka yang mana dikembangkan dan dihidupi nilai-nilai budaya setempat melalui rumah adat

    sebagai pusatnya.

    Rumah adat suku Astalin secara tidak langsung menghadirkan nilai-nilai suci dan positif

    bagi anggota suku. Nilai-nilai yang dihadirkan oleh rumah adat yaitu: Pertama, nilai

    kekeluargaan atau kekerabatan. Misalnya ketika bertemu dalam rumah adat setiap anggota

    diwajibkan untuk saling menghormati dan saling mengenal antara seluruh anggota suku baik

    yang seketurunan maupun yang telah menjadi bagian dari uma tersebut seperti Fetosawa dan

    Umamane. Hal ini secara konkrit dapat dilihat ketika seluruh anggota suku dari Uma Astalin

    diwajibkan harus hadir dan berpartisipasi mendapatkan tanggungan serta bergotong-royong

    dalam membangun rumah adat atau merenovasi rumah adat tersebut.

    Kedua, nilai keharmonisan. Rumah adat selalu berfungsi sebagai penengah ketika terjadi

    perselisihan atau pertengkaran antara sesama anggota suku Astalin. ketika terjadi pertengkaran,

    atau perselisihan antara sesama anggota suku maka rumah adat akan menjadi tempat

    pendamaian. Bahkan anggota suku yang bertengkar harus masuk ke dalam rumah tersebut untuk

  • 38

    melakukan ritual dan saling berdamai dan tidak boleh ada lagi perasaan untuk mendendam

    karena itu akan menghadirkan celaka bagi orang tersebut. Artinya bahwa rumah adat dapat

    menjadi sebuah tempat mediasi yang baik untuk menyelesaikan masalah.

    Ketiga, nilai musyawarah, pembahasan nilai ketiga ini bersifat suci karena nilai

    musyawarah ini tidak memiliki arti yang sama dengan musyawarah pada umumnya, namun

    dalam hal ini rumah adat menjadi sebuah tempat yang menghadirkan nilai musyawarah adat.

    Pertimbangannya karena ketika membicarakan tentang adat dalam rumah adat, tempat ini

    kemudian berubah menjadi sebuah seni dan menjadi ruang yang tepat untuk dilaksanakan

    musyawarah bagi suku Astalin. Musyawarah dalam rumah adat biasanya berlangsung lama dan

    cukup panjang prosesnya. Contohnya percakapan mengenai “belis” atau mas kawin pernikahan

    maka membutuhkan waktu yang cukup panjang dan dapat dilakukan berkali-kali jika tidak

    menemukan kata sepakat. Waktu yang ditentukan untuk berbicara adat biasanya pada malam hari

    dan itu akan berlangsung hingga subuh.

    Kehadiran rumah adat suku Astalin dengan membawa nilai-nilai tersebut memberikan

    bukti bahwa rumah adat akan selalu menjadi pusat kehidupan, pusat dunia, dan pusat nilai-nilai

    suci bagi suku Astalin. Sehingga dapat dipahami bahwa rumah adat suku Astalin merupakan

    sebuah bangunan kuno yang bersejarah, bernilai sakral, menjadi simbol kehidupan dan sejarah

    dari suku Astalin. Ide tentang axis mundi dari Eliade menunjukkan bahwa rumah merupakan

    pusat yang menyimbolkan tiga zona bumi, langit dan neraka. Artinya bahwa Rumah dalam

    konteks masyarakat Belu di jadikan secara fungsional sebagai tempat kepercayaan atau ritus,

    tempat tinggal atau untuk melindungi mereka dari bahaya seperti fungsi rumah pada umumnya,

    dan sebagai identitas dan pusat pengembangan dan pewarisan keberadaan generasi-generasi

    terdahulu dalam konteks sebagai pusat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah adat

  • 39

    pada dasarnya menjadi tempat yang menghasilkan nilai-nilai serta perilaku suku Astalin untuk

    mempertahankan identitas mereka.

    Rumah adat suku Astalin merupakan sebuah fenomena. Kehadiran rumah adat yang

    menjadi pusat dunia suku Astalin. Secara tidak langsung Rumah adat tersebut menunjukkan

    fungsinya tersendiri. Rumah adat membuat semua anggota suku Astalin hidup lebih teratur,

    sehingga menjadikan rumah adat suku Astalin sebagai pengatur kekacauan yang ada didalam

    kehidupan suku Astalin. Semua kehidupan suku astalin yang kacau karena berbagai aturan dan

    perkembangan teknologi diatur dan ditata secara teratur melalui kehadiran rumah adat suku

    Astalin.

    Axis Mundi dalam konteks kehidupan suku Astalin terwujud nyata melalui rumah adat.

    Sebuah konsep kritis berkembang dalam analisa ini bahwa rumah adat sebagai axis mundinya

    orang belu dalam hal ini suku Astalin hadir melalui pengaturan kehidupan anggota suku Astalin

    berdasarkan aturan-aturan yang terkandung dalam rumah adat. Jika Axis mundi Eliade

    menempatkan sebuah kuil atau kota pada pusat dunia dengan hubungan yang mendalam dengan

    sebuah konsep wilayah suci dan bentuk yang dijelaskan bahwa mempunyai prototipe aslinya di

    surga. Maka rumah adat suku astalin digambarkan sebagai pusat dunia bukan hanya melalui

    wilayah dan bentuk namun memiliki ciri khasnya tersendiri melalui konsep kehidupan bersama

    yang lebih kuat melalui nilai-nilai yang diwariskan.

    Hakikat Rumah Adat

    Rumah adalah gambaran kecil dari dunia yang luas. Yang dipahami dalam wilayah-

    wilayah kediamannya atau tempat tinggal suatu masyarakat. Artinya, ekspresi kehidupan umat

    manusia dalam kondisi emosional seperti perasaan gembira, sakit, atau sedih bahkan yang

  • 40

    tergabung dalam pembentukan suatu identitas yang menjadi makna terdapat dalam dunia yang

    disebut rumah. Oleh karena itu rumah menjadi salah satu pusat produksi kebudayaan suatu

    masyarkat yang kemudian disakralkan lewat simbol-simbol parang alat perang lainnya yang

    menunjukkan eksistensi dan anggapan tentang relevannya suatu aturan hidup yang membudaya.

    Hakikatnya rumah merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Rumah

    memiliki berbagai macam makna menurut setiap manusia, yang dikategorikan dalam dua jenis

    rumah. Rumah sebagai tempat tinggal maknanya diperhatikan melalui letak, wilayah, dan

    manfaatnya. Kondisi ini berlaku juga bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, khususnya di

    Timor terdapat sebuah kebiasaan tak tertulis namun selalu menjadi sebuah nilai kekeluargaan.

    Kebiasaan atau budaya tersebut adalah “rumah tinggal tua” dari sebuah keluarga yang telah

    ditempati oleh sebuah keluarga secara turun-temurun selalu menjadi hak milik dari anak laki-

    laki yang terakhir dari urutan keluarga tersebut. Rumah tersebut harus di rawat dan di jaga

    olehnya sebagai harta yang “suci”, jika rumah beserta wilayah sekitar rumah tersebut di jual

    maka dapat berdampak negatif atau buruk bagi anak tersebut. “Rumah tinggal tua” ini memiliki

    makna ganda yaitu dimaknai sebagai tempat menjaga kenangan manis dan pahit dari semua

    anggota keluarga yang menjadi bagian dari rumah tersebut, sehingga disebut Rumah Tua penuh

    kenangan. Disatu sisi rumah ini selalu dimaknai sebagai sebuah tempat tinggal biasa dimana

    anggota keluarga selalu berkumpul bersama disana ketika memiliki waktu luang.

    Rumah Tinggal atau Dwelling house yaitu sebuah rumah yang menjadi tempat

    peristirahatan. Selain menjadi tempat peristirahatan, rumah tinggal juga merupakan tempat bagi

    seorang atau sebuah keluarga berlindung dari hujan dan panasnya terik matahari, serta juga

    bermanfaat sebagai tempat sosialisasi antara anggota keluarga dalam memahami nilai-nilai

    masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa rumah tinggal bermakna profan, karena rumah

  • 41

    tinggal bagi seseorang atau sebuah keluarga hanya dimanfaatkan sebagai tempat tinggal biasa

    dan hanya bangunan semata tanpa makna tertentu.

    Makna sebuah rumah secara umum selalu dilihat dari sejarah. Bangunan dan wilayah

    sebuah rumah selalu mempunyai sejarah tersendiri. Hal ini mengindikasikan sebuah makna

    khusus bahwa rumah memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

    Rumah bukan hanya sekedar menjadi tempat tinggal biasa namun rumah dapat menjadi sebuah

    tempat sebagai pusat ritus dan doa. Namun pada masa kini rumah tinggal hanya difungsikan

    sebagai tempat berlindung biasa. Padahal satu-satunya alasan kuat yang menjadikan rumah

    tinggal menjadi sebuah tempat yang bernilai sakral yaitu ketika rumah tinggal itu dijadikan

    sebagai sebuah tempat persekutuan umat sehingga rumah tersebut diberi identitas baru oleh

    masyarakat dengan mengatakan rumah tersebut adalah rumah doa.

    Rumah panjang atau rumah keturunan/klan merupakan rumah atau tempat berkumpulnya

    sebuah klan atau orang-orang yang masih satu keturunan. Bahkan terdapat aturan-aturan dan

    pantangan-pantangan yang berlaku untuk klan tersebut yang diberlakukan secara langsung.

    Rumah panjang atau keturunan ini merupakan bagian dari kehidupan orang Flores, yang juga

    menunjukan bahwa rumah tersebut mengandung nilai yang sakral karena di dalamnya rumah

    tersebut terdapat aturan-aturan yang masih di yakini dan diberlakukan bagi kehidupan orang-

    orang Flores.

  • 42

    Rumah adat Astalin sebagai Pusat Ritual

    Menurut Clark E Cunningham, rumah adalah pusat pelaksana ritus doa, korban, dan

    pesta.2 Dengan kata lain rumah dapat dikatakan sebagai wujud yang tak terlihat dari aktivitas

    sejarah, masa kini maupun masa depan yang merefleksikan siklus hidup keberadaan budaya,

    kepercayaan atau agama dan manusia dalam menjalankan proses hidupnya secara dinamis dan

    lintas generasi. Hal ini berdasarkan aturan-aturan hidup yang diikuti sebagai tata cara hidup

    masyarakat. Oleh karena itu dalam prosesnya terjadi interaksi dan relasi kekerabatan yang

    berlangsung sebagai suatu siklus hidup. Pandangan ini didasari atas pemahaman bahwa rumah

    merupakan mikrokosmos yang menghimpun semua jenis kekerabatan dengan dunia metafisik

    maupun fisik.

    Wilayah kosmik, letak, model sebuah bangunan, dan cara melaksanakan pembangunan

    menunjukan makna yang sakral. Rumah merupakan simbol tata dunia dan tata sosial, menarik

    untuk dipahami bahwa penataan rumah bagi orang Timor tidak ditentukan oleh pertimbangan

    seni atau fungsi tetapi oleh satu makna yang hendak diungkapkan. Dalam hal ini ketentuan

    bentuk, letak, arah, jumlah dan lain-lain semuanya mengungkap makna tertentu yang diyakini

    memiliki unsur yang sakral.

    Sakralitas rumah adat dari suku Astalin juga ditunjukkan melalui wilayah kosmik, letak,

    model, arah, dan tahap-tahap pembangunan. Wilayah menjadi acuan pertama yang menentukan

    rumah tersebut dikatakan sakral. Mengapa demikian? Hal ini dapat dipahami demikian karena

    sebuah wilayah merupakan ketentuan penting dalam menentukan di mana seharusnya rumah adat

    suku Astalin berada. Wilayah desa Maneikun merupakan satu-satunya wilayah atau daerah yang

    2 Clark E Cunningham dikutip oleh Eben Nuban Timo.Pemberita Firman Pencinta Budaya: Mendengar

    dan Melihat Karya Allah dalam Tradisi (Jakarta: Gunung Mulia,2006) 56.

  • 43

    harus menjadi tempat rumah adat tersebut berdiri. Pemahamannya didasarkan pada cerita-cerita

    yang berkembang bahwa ketika selesai perang antara suku Astalin dan Leowes untuk

    memperebutkan gelar bangsawan sebagai panglima dari kerajaan Fialaran, nenek

    moyang/leluhur dari suku Astalin mendapatkan wilayah ini sebagai sumber penghasilan dan

    mata air kehidupan ketika mereka pada waktu itu dalam proses perjalanan untuk menjauhkan

    diri dari suku Leowes atau yang sering disebut orang Melus di daerah Fataran. Alasan

    selanjutnya yang menunjukan bahwa wilayah desa Maneikun merupakan wilayah yang sakral

    untuk mendirikan rumah adat yang sakral karena daerah ini merupakan pemberian dan sudah

    ditentukan oleh nenek moyang/leluhur suku Astalin sebagai tempat berdirinya Rumah adat bagi

    Suku Astalin.

    Lebih lanjut, pada saat Rumah adat suku Astalin akan dibangun hal kedua yang harus

    diperhatikan adalah letak arah rumah adat dan modelnya. Hal-hal ini tidak dapat dilupakan

    karena dapat menghilangkan nilai-nilai sakral dari sebuah Rumah Adat. Letak dan arah yang

    ditentukan yaitu menghadap ke utara, lebih tepatnya menghadap langsung ke Gunung Laka’an,

    karena orang-orang Belu mempunyai kepercayaan bahwa kekuatan magis, atau pusat mitos dan

    sakralitas serta asal-usul orang Belu semuanya berasal dari gunung tersebut. Diceritakan bahwa

    pada zaman dahulu sebelum memiliki rumah adat di setiap wilayah tertentu, nenek

    moyang/leluhur orang Belu hidup dan tinggal di kaki gunung Laka’an serta membangun rumah

    adat di sana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, identitas, masyarakat Belu mulai

    terbentuk dari penentuan wilayah yang di dasarkan pada letak Gunung dalam membangun

    Rumah adat berdasarkan perintah dan nilai-nilai yang didapatkan oleh leluhur mereka di masa

    lalu.

  • 44

    Model rumah adat awalnya berbentuk seperti rumah panggung. Namun memiliki kaki-

    kaki rumah yang pendek. Bahan-bahan untuk pembangunan rumah adat juga terbilang sakral,

    pada zaman dulu terbuat dari kayu-kayu yang diambil dari hutan, serta beratapkan alang-alang.

    Terdapat dua tiang agung yang terbuat dari kayu bulat besar yang tingginya kurang lebih 10

    meter. Di antara semua bahan-bahan di atas yang tetap dipakai hingga masa kini dalam

    pembangunan rumah adat yaitu kedua tiang agung. Perubahan dalam menggunakan bahan

    pembuatan rumah lebih bersifat kondisional dikarenakan bahan-bahan seperti alang-alang dan

    kayu-kayu mudah rusak dan tidak bertahan lama, serta makin sulitnya mencari bahan-bahan

    tersebut menjadi salah satu pertimbangan terjadinya perubahan terkait bahan-bahan

    pembangunan rumah saat ini. Walaupun demikian, pergantian bahan-bahan ini tidak

    menghilangkan kesakralan yang di miliki Rumah adat. Karena masih dilakukan terlebih dahulu

    pembicaraan adat dan ritual oleh semua anggota suku, terutama matas/ kepala suku yang mana

    bertugas menanyakan terlebih dahulu rencana tersebut kepada nenek moyang atau leluhur. Agar

    mendapatkan persetujuan dari nenek moyang/leluhur yang merupakan pemilik Rumah adat

    menurut kepercayaan mereka. Khusus untuk kedua tiang agung yang melambangkan leluhur

    laki-laki (kakuluk bei mane) leluhur perempuan (kakuluk bei feto) harus diambil dari hutan adat

    dan harus diarak oleh semua anggota suku, dan ketika di tanam maka harus memulainya dengan

    memukul gendang serta kedua tiang agung tersebut harus dihias atau didandani seperti manusia

    dengan memakai pakaian adat.

    Sakralitas Rumah adat semacam ini menunjukan bahwa rumah adat suku Astalin telah

    menjadi sebuah simbolisasi pusat yang mengungkap Fakta bahwa kota, kuil dan rumah menjadi

    nyata karena diasimilasikan dengan “pusat dunia”, yang ditemukan adanya penggambaran serta

    pemaknaan yang sakral dalam menunjukkan proses terjadinya kota, kuil, dan rumah.

  • 45

    Selanjutnya, sebelum memahami ketiga unsur tersebut harus dipahami terlebih dahulu bahwa

    bangunan tersebut menjadi sakral bukan hanya karena makna yang diberikan oleh manusia kuno

    serta proses terjadinya, tapi faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah “wilayah”.

    Berdasarkan pandangan teori tersebut di atas maka, dapat dipahami bahwa kesakralan

    yang melekat pada Rumah Adat merupakan sebuah pengantar pada proses memahami tempat

    tersebut sebagai sebuah tempat yang suci dan sakral sebagai pusat dunia dari suku Astalin.

    Dibuktikan melalui cara anggota suku menjaga dan merawat rumah adat sehingga menjadi saling

    ketergantungan antara anggota suku dengan rumah adat begitu juga sebaliknya. Rumah adat

    tanpa anggota suku dan ritusnya menjadi sebuah bangunan biasa, begitu pula ketika anggota

    suku tanpa rumah adat mereka seakan kehilangan jati diri dan pusat aktivitas mereka yang

    bersifat sakral. Sebuah catatan penting dari analisa ini bahwa kesakralan Rumah adat mengantar

    anggota suku untuk mampu sadar secara individu maupun berkelompok bahwa rumah adat

    merupakan tempat suci dan pusat dunia mereka melalui aktivitas ritus dan kepercayaan yang

    bersifat supranatural.

    Oleh karena itu, rumah adat yang mengandung nilai sakral selalu berkaitan erat dengan

    ritual. Ritual selalu menjadi sebuah unsur penting dalam kehidupan sebuah suku. Rumah adat

    sebagai pusat ritual sudah tentu mengindikasikan bahwa terdapat banyak ritus yang dilakukan

    dan berpusat di rumah adat. Ritus kemudian menjadi sebuah sarana yang tepat bagi anggota

    suku untuk memahami serta mempelajari sejarah suku mereka. Ritual yang dilakukan selain

    merupakan proses untuk memahami sejarah, ritual juga berguna sebagai sebuah ikatan sakralitas

    untuk mempererat hubungan kekerabatan antara sesama anggota suku yang seketurunan maupun

    tidak, serta mempererat sebuah hubungan suci antar anggota suku dengan para leluhur yang

    mana dipandang sebagai satu kesatuan.

  • 46

    Rumah adat sebagai Simbol dan Mitos

    Rumah adat sebagai pusat kehidupan suatu komunitas atau seketerunan/ satu garis

    keturunan yang sama dianggap sebagai simbol pemersatu dan penyelesaian segala perkara. Serta

    sebagai tempat di simpannya segala peninggalan leluhur, seperti tempat siri, uang logam zaman

    dahulu, serta benda-benda pemali parang/kelewang, keris, tombak, dll. Sebelum melakukan

    penelitian ini banyak cerita yang penulis dengar bahwa “kalau ingin masalah selesai dengan

    cepat pergi ke Rumah adat Belu”, apapun masalahnya. Ada pula yang bercerita bahwa “di rumah

    adat orang Belu kita bisa mengambil kakaluk untuk jaga diri”. Awalnya penulis berpikir bahwa

    semua itu adalah cerita rakyat biasa atau dongeng, namun ternyata itu adalah sebuah kebenaran

    yang menjadi mitos. Mengapa disebut sebagai kebenaran yang menjadi mitos? Karena hal

    tersebut betul-betul terjadi dan dapat dilakukan ketika seseorang masuk ke dalam rumah adat.

    Walaupun demikian apa yang dikatakan ini harus dibuktikan secara pribadi karena cerita

    tersebut dipahami menurut perkataan orang-orang suku setempat, oleh sebab itu penulis

    menyebutnya sebagai kebenaran yang menjadi mitos.

    Dengan kata lain temuan ini memahami bahwa Rumah adat dalam pengertian tersebut

    dapat dipandang sebagai Mitos bahwa kakaluk dan penyelesaian masalah pada masyarakat adat

    Belu dipandang menjadi sebuah kebenaran. Mitos tersebut biasanya dilakukan oleh anggota suku

    Astalin dengan mengambil berkat Ritual yang dilakukan ketika anggota suku yang mau

    melakukan hal-hal di atas. Proses yang dilakukan “biasanya datang haleka anakmatan

    (memberikan seserahan siri pinang, uang logam zaman belanda, dan uang kertas untuk bei atau

    nenek moyang) kalau sekolah membawa ayam merah atau putih dengan lilin satu pak, setelah

    semuanya di simpan maka penjaga rumah adat berbicara dalam bahasa tetun kepada leluhur

    ayam tidak boleh langsung mati sehingga darahnya dicampur dengan siri untuk dipakai

  • 47

    memberkati, kamudian potong bagian pantatnya untuk mengeluarkan usus untuk melihat apakah

    uratnya lurus atau tidur, melihat petanda kebaikan atau pertanda kematian. Siri harus utuh tidak

    boleh terdapat lubang pada daunnya, buah pinang juga harus bulat bagus dan mengambil bagian

    tengahnya dan atasnya saja. Harus ganjil karena setelah naik ke atas satunya untuk Tuhan.

    Bahasa tetunnya nai as nai leten iha fulan fohon fitun fohon lololiman latoo bi’I ain ladai artinya

    nai itu Tuhan diatas langit bulan dan bintang menengadah tangan tidak sampai”.

    Berdasarkan penjelasan tata cara di atas dapat dikatakan bahwa mitos yang dimiliki oleh

    rumah adat kini menjadi bagian dari proses bertemunya tiga dunia yaitu surga, neraka dan bumi.

    Oleh sebab itu Rumah Adat disebut sebagai Axis Mundinya orang Belu khususnya Suku Astalin.

    Mengapa demikian? Karen rumat adat telah menampilkan dirinya sebagaimana makna yang

    diberikan oleh anggota suku Astalin. Rumah adat sebagai pusat kehidupan orang Belu menjadi

    simbol suci yang dapat dilihat oleh masyarakat sekitar selain suku Astalin atau orang Belu,

    simbol itu dinyatakan dengan peranan rumah adat sebagai sebuah tempat untuk berkumpulnya

    para anggota suku yang akan melakukan berbagai prosesi adat, baik yang bersifat pribadi

    maupun bersifat umum untuk kepentingan Suku. Rumah adat menjadi simbol pusat yang selalu

    dipenuhi dengan mitos-mitos dibalik sebuah Rumah adat pada umumnya yang telah terkonsep

    dalam masyarakat dan menjadi kepercayaan yang di kenal oleh masyarakat sekitar.

    Simbol kekuatan “adat” dan penyelesaian masalah “adat”, serta permohonan “adat” untuk

    berbagai macam keadaan atau situasi hidup anggota suku merupakan sebuah mitos yang

    tergambar jelas bagi orang di luar suku tersebut namun menjadi kebenaran mutlak bagi anggota

    suku. Rumah adat sebagai pusat dunianya suku astalin menunjukan eksistensinya dengan

    memberikan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh anggota sukunya tanpa magis atau

    kekuatan rumah adat.

  • 48

    Kata “adat” yang digunakan di atas menunjukan sesuatu yang melebihi akal sehat

    manusia namun terjadi dalam kehidupan manusia, kekuatan “adat” didapatkan melalui ritual

    “menaikkan kakaluk” yaitu proses penerimaan kakaluk oleh anggota suku sebagai “penjaga”

    “pelindung” yang memiliki daya tempur melebihi manusia, ini merupakan simbol kekuatan

    magis.

    Penyelesaian masalah “adat” dijelaskan secara detail bahwa bagi anggota suku yang

    memiliki masalah berat dapat melakukan acara adat/upacara adat atau ritual adat untuk memohon

    bantuan dari leluhur untuk membantu penyelesaian masalah dengan orang lain, hal ini biasa

    dikatakan “kasih dingin orang” dalam bahasa sehari-hari.

    Permohonan “adat” yang lainnya bersifat kondisional seperti anggota suku yang akan

    merantau untuk sekolah di jawa, pergi bekerja di daerah lain, ataupun memohon kenaikan

    jabatan dalam pekerjaan. Prosesi adat yang dilakukan sama dengan yang dilakukan oleh orang

    yang akan meminta kekuatan maupun yang memohon bantuan untuk menyelesaikan masalah.

    Rumah adat suku Astalin merupakan sebuah bangunan yang penuh dengan sejarah suci.

    Sejarah suci tersebut dinyatakan melalui simbol-simbol kebendaan yang terdapat di dalam rumah

    adat. Setiap benda/barang yang terdapat di dalam rumah adat memiliki makna dan sejarah yang

    berkaitan langsung dengan kehidupan suku tersebut berserta peristiwa-perstiwa yang terjadi.

    Selain benda/barang yang terdapat di dalam rumah adat, rumah tersebut secara tidak langsung

    telah menjadi simbol yang menunjukkan keberadaan suku tersebut, rumah sebagai simbol nyata

    yang harus di maknai terlebih dahulu sebagai sebuah tempat yang menjadi pusat simbolik

    keberadan sebuah suku. Keberadaan sebuah rumah menyatakan bahwa suku tersebut tetap hidup

    dengan nilai-nilai kebudayaan yang telah diwarisi oleh para leluhur.

  • 49

    Mitos, simbol, dan sakralitas yang dimiliki oleh rumah adat suku Astalin merupakan

    sebuah gambaran kenyataan kehidupan sebuah masyrakat. Hakikatnya mitos, simbol dan

    sakralitas dari rumah adat ini menunjukan bahwa telah terjadi pertemuan tiga dunia surga,

    neraka, dan bumi. Rumah adat telah menjadi pusat kehidupan yang simbolik dari suku Astalin,

    kehidupan yang terarah pada sebuah rumah yang menjadi simbol sejarah kehadiran suku Astalin

    yang telah hadir sejak didirikan oleh nenek moyang/leluhur mereka. Sebuah rumah adat yang

    menjadi buktinya kehadiran roh-roh nenek moyang sehingga menjadi sebuah bangunan yang

    memiliki nilai sakral dan daya magis tersendiri. Rumah adat suku Astalin hadir dengan sebuah

    harapan bahwa bangunan tersebut menjadi simbol pemersatu seluruh anggota suku, dan simbol

    kehadiran nilai-nilai sakral yang menuntut semua anggota untuk bertingkah laku sesuai nilai-

    nilai tersebut.

    Rumah adat dan Konsep Kekristenan

    Rumah adat dalam konteks teologis digambarkan dalam sebuah bangunan suci

    kekristenan yang bernama Gereja. Gereja dalam pemahaman kekristenan dimaknai sebagai

    bangunan suci dan pusat spiritual orang Kristen, orang Kristen yang pergi ke gereja selalu

    menjaga tata krama yang sudah diajarkan, terdapat simbol-simbol suci yang berada di dalam

    gereja.

    Secara nyata kehadiran sebuah rumah adat selalu memiliki nilai negatif bagi orang-orang

    di luar suku Astalin, namun tanpa disadari rumah menjadi pusat pengembangan teologis

    tergantung pada, kesepakatan musyawarah dan terlebih lagi keyakinan yang diikatkan pada

    gedung dan arsitekturnya, secara simbolis sehingga melahirkan pemaknaan bahwa bangunan

    rumah memiliki kekuatan tertentu dalam konteks kebutuhan kepada mereka yang membutuhkan

    perawatan, ataupun pengenalan terkait asal usul dan kepentingan yang ingin dicapai lewat

  • 50

    upacara-upacaranya. Baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Yang tidak kelihatan

    seperti memori terkait leluhur, lewat benda-benda peninggalan yang berada dalam rumah,

    maupun gedung peninggalan tersebut lewat nilai-nilai yang diikatkan pada dirinya atau pada

    rumah serta isinya menurut pembagian dan fungsinya dalam budaya setempat khususnya pada

    masyarakat Belu dan pemaknaannya oleh karena itu terdapat makna rumah sebagai gunung suci,

    rumah sebagai bumi dan sebagainya. Fungsinya untuk memperkuat kekuatan mitos atau

    kepercayaan masyarakat setempat. Dan selanjutnya dipandang sebagai Konsep Axis Mundi

    berakar dari pemahaman kuno yang digambarkan oleh Eliade bahwa kuil ataupun istana secara

    situasi berada di pusat kosmos, sehingga kuil maupun kota suci atau istana senantiasa merupakan

    titik pertemuan antara tiga wilayah kosmik: surga, bumi, dan neraka.

    Jika sampai pada ruang makna yang terkait dengan Tuhan, maka rumah yang pandang

    sebagai pusat berbeda dengan rumah tempat tinggal. Hal terjadi karena terdapat pemisahan dan

    pengkhususan berdasarkan pembagian fungsi bangunannya yang diberi makna religius atau nilai-

    nilai ketuhanan. Atau yang hanya sebatas profan atau rumah biasa untuk tinggal dan berteduh

    dalam menjalani aktivitas siklus kebutuhan sehari-hari.

    Rumah adat dalam konsep teologis menghadirkan perdebatan ilmiah yang lebih

    mendalam sehingga mempertajam analisa tentan Rumah adat suku Astalin. Harus dipahami

    bahwa rumah adat dengan kesakralannya menjadi sebuah objek suci yang sering menjadi tujuan

    ziarah (kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia: makam dan lainnya) sebuah

    masyarakat. Dengan latar belakang anggota suku Astalin yang merupakan pemeluk agama

    Khatolik, menjadi sebuah kebiasaan yang memiliki nilai teologis tersendiri. Tradisi ziarah bagi

    orang beragama Khatolik merupakan sebuah ritual yang sakral, karena tradisi ini menghadirkan

    makna yang sangat berguna dalam kehidupan antara yang sudah meninggal dengan yang masih

  • 51

    hidup di dunia ini. Berbeda halnya dengan kepercayaan Kristen Protestan yang masih

    menganggap sebuah ziarah merupakan kegiatan yang biasa saja. Kekristenan menganggap

    sebuah ziarah merupakan hal yang biasa dan tidak sakral karena tidak meghadirkan nilai teologis

    dalam kehidupan orang Kristen bahkan ziarah dapat dianggap sebagai sesuatu yang tabu atau

    dilarang oleh agama (mengindikasikan ziarah merupakan sesuatu yang tabu bisa disebabkan oleh

    beberapa faktor yaitu ajaran, kesalahan penafsiran, dll).

    Ziarah ke rumah adat sebagai sebuah tempat suci yang merupakan pusat dunianya orang

    belu merupakan sebuah tradisi suci, dikarenakan rumah adat merupakan simbol kehadiran ketiga

    dunia yang menghadirkan dimensi kehidupan berbeda di dalamnya. Pertemuan bumi, surga dan

    neraka ini juga dapat dilihat dan dianalisa melalui makna rumah adat dalam relasi antara sesama,

    Tuhan dan leluhur. Ziarah suci ini menghadirkan sebuah konsep yang baik bagi relasi antara

    sesama anggota suku Astalin karena ketika proses ziarah atau kunjungan ini merupakan waktu

    yang tepat dalam mempererat hubungan antara sesama anggota suku maupun suku yang terkait

    sehingga saling kenal, saling menghormati dan saling memikul tanggung jawab. Relasi antara

    anggota suku yang baik dan mengandung nilai positif ini menular pada relasi dengan Tuhan dan

    Leluhur karena dalam setiap upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Relasi ini

    dibangun melalui sebuah tata krama dalam sebuah ritual yang dilakukan maupun dalam

    kehidupan sehari-hari.

    Berbeda dengan kekristenan yang selalu melihat relasi hanya terjadi antara sesama manusia, dan

    relasi antara manusia dan Tuhan, kepercayaan seperti ini selalu menghadirkan nilai teologis yang

    menjadi sebuah ajaran yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Kekristenan mengajarkan

    bahwa leluhur patut dihormati dan dipercayai kehadirannya namun bukan untuk disembah

    melalui pemberian-pemberian barang tertentu karena hal tersebut dianggap tabu. Hal inilah yang

  • 52

    membedakan cara pandang orang beragama Khatolik (khususnya orang Belu dan suku Astalin)

    dan Kristen Protestan dalam memaknai sebuah Rumah Adat. Jika orang Belu atau suku Astalin

    selalu mensakralkan rumah adat, roh-roh leluhur, ritual, simbol, dan mitos maka orang diluar

    suku Astalin atau orang belu hanya menganggap rumah adat sebagai sebuah mitos yang tidak

    nyata.