BAB IV

15
BAB IV KAJIAN STUDI KASUS 4.1 Sejarah Kota Cimahi Cimahi mulai dikenal pada tahun 1811, Gubernur Jendral Willem Deandels membuat jalan Anyer Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan (logi) di Alun-alun Cimahi sekarang. Pemerintah Kolonial Belanda (setelah berhasil memperoleh profit dari tanam paksa – culture stelsel 1830 – 1919) dalamupaya melestarikan penjajahannya, membangun kota-kota di Pulau Jawa. Bandung dirancang sebagai ibu kota Negara, dikelilingi oleh kota satelit walaupun saat itu belum dinamai kota yang berjarak 11 km, yaitu Cimahi, Soreang, Banjaran, Majalaya, Rancaekek, dan Lembang. Pada tahun 1935, berdasarkan Lampiran Staatsbald Tahun 1935 Nomor 123 Cimahi statusnya menjadi Kecamatan. Pada tahun 1962, Cimahi dibentuk kewedanan meliputi 5 (lima) Kecamatan yaitu : Cimahi, Padalarang, Batujajar, Cipatat, dan Cisarua. Selanjutnya Cimahi sebagai bagian dari Wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan perkembangan yang mempunyai karakteristik perkotaan sehingga yang semula berstatus Kewedanan Cimahi, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1975 ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif (Kotif) serta diresmikan pada tanggal 29 Januari 1976. Pada saat itu Cimahi merupakan Kota Administratif pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia setelah Kota Administratif Bitung di Sulawesi Utara dan Banjar Baru di Kalimantan Selatan.

description

USULAN TESIS ARSITEKTUR

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

BAB IV

KAJIAN STUDI KASUS

4.1 Sejarah Kota Cimahi

Cimahi mulai dikenal pada tahun 1811, Gubernur Jendral Willem Deandels membuat jalan Anyer

Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan (logi) di Alun-alun Cimahi sekarang. Pemerintah Kolonial

Belanda (setelah berhasil memperoleh profit dari tanam paksa – culture stelsel 1830 – 1919) dalamupaya

melestarikan penjajahannya, membangun kota-kota di Pulau Jawa.

Bandung dirancang sebagai ibu kota Negara, dikelilingi oleh kota satelit walaupun saat itu belum

dinamai kota yang berjarak 11 km, yaitu Cimahi, Soreang, Banjaran, Majalaya, Rancaekek, dan

Lembang. Pada tahun 1935, berdasarkan Lampiran Staatsbald Tahun 1935 Nomor 123 Cimahi statusnya

menjadi Kecamatan.

Pada tahun 1962, Cimahi dibentuk kewedanan meliputi 5 (lima) Kecamatan yaitu : Cimahi,

Padalarang, Batujajar, Cipatat, dan Cisarua. Selanjutnya Cimahi sebagai bagian dari Wilayah Kabupaten

Bandung menunjukkan perkembangan yang mempunyai karakteristik perkotaan sehingga yang semula

berstatus Kewedanan Cimahi, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1975

ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif (Kotif) serta diresmikan pada tanggal 29 Januari 1976.

Pada saat itu Cimahi merupakan Kota Administratif pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia setelah

Kota Administratif Bitung di Sulawesi Utara dan Banjar Baru di Kalimantan Selatan.

Kotif Cimahi terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi Tengah,

dan Cimahi Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2001 sampai Tahun 2010, Kotif

Cimahi antara lain ditetapkan sebagai kawasan permukiman, kawasan militer dan zona industri. Sejak

saat berdirinya Kota Administratif Cimahi telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini

terutama karena letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung sebagai Ibukota

Provinsi Jawa Barat, sehingga menjadikan Cimahi sebagai penyangga berbagai kegiatan di Kota

Bandung. Selain itu Cimahi menjadi Pusat Pendidikan Militer sejak jaman pendudukan Belanda dan telah

tumbuh berbagai jenis perdagangan, jasa serta sektor lainnya.

Sebagai prasyarat kelayakan suatu Kota, masyarakat Kotif Cimahi mendesak diadakannya Study

Kelayakan Kotif Cimahi menjadi Kota oleh 5 (lima) Perguruan Tinggi, yaitu : UNPAD, ITB, UPI,

STPDN, dan UNJANI. Dari hasil study kelayakan tersebut, ternyata merekomendasikan bahwa Kotif

Cimahi layak menjadi suatu Daerah Otonom.

Page 2: BAB IV

Berdasarkan hasil perjuangan berbagai komponen masyarakat dan hasil study kelayakan tersebut

diusulkan ke Gubernur Jawa Barat untuk mendapatkan persetujuan DPRD Tingkat I Jawa Barat. Adanya

persetujuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat selanjutnya diusulkan ke tingkat pusat yaitu Departemen

Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta DPR RI. Dari hasil perjuangan yang cukup panjang, maka

ditetapkanlah Undang – undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi yang disyahkan

dan diundangkan pada tanggal 21 Juni tahun 2003. Secara formal Kota Cimahi diresmikan pada tanggal

17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri.

4.1.2 Gambaran Geografis Kota Cimahi

Kota Cimahi terletak diantara 107 º 30’ 30” BT – 107 º 34’ 30” dan 6 º 50’ 00” - 6 º 56’ 00”

Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi 40,2 km2, menurut UU No.9 Tahun 2001 batas-batas

administrasi Kota Cimahi yaitu : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Parongpong, Kecamatan

Cisarua dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan

Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung. Sebelah

Selatan berbatasan dengan Kecamatan Margaasih, Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung dan

Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan

Padalarang, Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.

Page 3: BAB IV

Kota Cimahi termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Barat, dan meliputi 3 Kecamatan yang

terdiri dari 15 Kelurahan masing-masing adalah Kecamatan Cimahi Utara terdiri dari 4 Kelurahan,

Kecamatan Cimahi Tengah terdiri dari 6 Kelurahan dan Kecamatan Cimahi Selatan terdiri dari 5

Kelurahan.

Secara geografis, wilayah ini merupakan lembah cekungan yang melandai ke arah selatan, dengan

ketinggian di bagian Utara ± 1.040 meter dpl (Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara) yang

merupakan lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu serta ketinggian di bagian selatan

sekitar ± 685 meter dpl (di Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke Sungai

Citarum. Suhu udara rata-rata pada tahun 2001 berkisar antara 18 º C – 29 º C. Sungai yang melalui Kota

Cimahi adalah Sungai Cimahi dengan debit air rata-rata 3.830 l/dt, dengan anak sungainya ada lima yaitu

Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum (masing-masing di bawah 200 l/dt) dan Kali Cisangkan (496

l/dt), sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air Cikuda dengan debit air 4 l/dt

dan mata air Cisintok (93 l/dt). Pembagian luas wilayah perkecamatan di Kota Cimahi dapat dilihat pada

tabel 4.1. :

Tabel 4.1.

Luas Wilayah Kota Cimahi Tahun 2005

Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005

4.1.3 Kondisi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

Penggunaan lahan di Kota Cimahi sebagian besar sebagai lahan permukiman mencapai 39,21 %

dari luas total wilayah, lahan militer 21,34 % serta lahan industri mencapai 17,06 %. Penggunaan lahan

Kecamatan

Luas Wilayah

(km²)Jumlah Penduduk

(jiwa)

Kepadatan Penduduk

(jiwa/Km2)

Cimahi Selatan16,92

235.409 13,930

Cimahi Tengah10,00

172.790 17,279

Cimahi Utara13,31

143.017 10,753

Total 40,2 551,216 13,712

Page 4: BAB IV

terkecil adalah untuk pusat perdagangan sekitar 3,41 %, sedangkan lahan untuk perkantoran yang tersebar

di sepanjang jalan raya Cimahi dan di sekitar alun – alun sekitar 4,99 %.

Kondisi transportasi menunjukkan ketidakseimbangan jaringan jalan dan sarana transportasi yang

ada, terutama di jalan raya Cimahi yang dijadikan perlintasan semua kendaraan yang melintas di Kota

Cimahi. Sementara itu pengaturan trayek angkutan kota masih memperlihatkan kinerja yang belum

optimal sehingga kemacetan merupakan hal biasa yang terjadi di Kota Cimahi. Kondisi tersebut

berdampak terhadap pencemaran udara akibat dari limbah buangan kendaraan berupa polusi udara dan

suara yang berbahaya bagi pemakai jalan dan penduduk di sekitarnya.

Salah satu dampak dari tingginya kegiatan industri di Kota Cimahi adalah tingginya pencemaran

lingkungan akibat dari limbah tidak diproses atau didaur ulang ditambah dengan limbah kantor rumah

tangga. Seluruh limbah ini bermuara ke sungai yang ada di Kota Cimahi, sehingga menimbulkan

gangguan terhadap ekosistem sungai maupun penduduk yang tinggal di sekitar sungai. Dampak lain dari

banyaknya kegiatan industri adalah pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali, sehingga permukaan air

tanah di Kota Cimahi semakin menurun dan penduduk sulit memperoleh air bersih. Volume sampah di

Kota Cimahi diperkirakan sekitar 1.100 m³/hari, sedangkan kapasitas angkut hanya 600m³/hari, sehingga

masalah yang timbul adalah masih banyak sampah yang tidak terangkut dan berdampak terhadap derajat

kesehatan masyarakat. Kondisi ini selain berdampak terhadap kesehatan masyarakat, berdampak terhadap

kebersihan dan estetika kota. Kesulitan lain yang dihadapi dalam penanganan sampah di Kota Cimahi

adalah terbatasnya sarana dan prasarana sampah dan lahan untuk TPS sehingga banyak menggunakan

badan jalan untuk keperluan tersebut.

4.1.4 Kondisi Sarana dan Prasarana Perkotaan

Berdasarkan Sensus Ekonomi Nasional Tahun 2000 jumlah rumah yang ada di Kota Cimahi

sebanyak 118.878 unit, terdiri dari 114.515 unit (96,33 %) rumah permanent, 3.400 unit (2,86 %) rumah

semi permanent dan 963 unit (0,81%) rumah sederhana atau rumah non permanent. Kondisi tersebut tidak

terlepas dari kedudukan Kota Cimahi yang berbatasan dengan Kota Bandung yang menjadi alternatif

utama bagi penduduk yang melakukan commuting dalam melakukan aktivitas sehari – hari.

Prasarana dan sarana yang ada di Kota Cimahi pada saat ini seluruhnya merupakan perlimpahan

dari Kabupaten Bandung dan Propinsi Jawa Barat sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang –

Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi, dengan kondisi sebagai berikut :

Page 5: BAB IV

a. Jaringan jalan sepanjang 304 km, terdiri dari Jalan Tol 17 km, Jalan Nasional / Propinsi 6 km, jalan

Kota 43 km, jalan Desa 88 km dan jalan perumahan dan permukiman berupa gang 150 km, dengan

kondisi berupa jalan aspal 126 km, jalan diperkeras 80 km, dan sisanya berupa jalan tanah.

b. Jaringan listrik seluruhnya dipasok dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya terpasang

sebesar 250.000 KVA serta melayani pelanggan sebanyak 131.000 buah.

c. Jaringan telekomunikasi yang seluruhnya dipasok oleh PT. Telekomunikasi Indonesia (PT. Telkom)

memiliki kapasitas jaringan 38.066 SST dengan pelanggan sebanyak 22.401 SST, telepon umum 78

buah, serta jumlah kiostel atau wartel sebanyak 36 buah.

d. Fasilitas untuk mendukung kebutuhan air bersih diperoleh dari sumber air Situ (Danau) Lembang, 2

buah mata air dan 10 buah sumur bor / debit air sebesar 180 liter / detik yang dikelola oleh PDAM

dengan kapasitas debit air 180 liter / detik untuk melayani 12.051 pelanggan.

e. Sarana dan prasarana umum berupa jembatan sebanyak 10 buah, gorong – gorong 341 buah, pasar

sebanyak 6 buah dan pertokoan / jasa sebanyak 1.685 buah.

f. Sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 94 buah, meliputi Rumah Sakit Umum (pemerintah dan

swasta) 3 buah, Puskesmas 8 buah, Balai pengobatan 24 buah, Rumah Bersalin 3 buah, Apotek 12

buah dan Dokter Praktek 44 buah.

g. Sarana keagamaan dan peribadatan sebanyak 873 buah, meliputi Mesjid Agung sebanyak 3 buah;

Mesjid Jami 307 buah; Mushola 545 buah; Gereja 16 buah; Pura 1 buah; dan Kuil 1 buah.

h. Sarana pendidikan formal berupa sekolah sebanyak 349 buah, baik Sekolah Negeri maupun Swasta,

meliputi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU, SMK dan Madrasah Aliyah) 35 buah; Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan Madrasah Tsanawiyah) 40 buah; Sekolah Dasar (SD dan

Madrasah Ibtidaiyah) 205 buah; serta Taman Kanak – Kanak 69 buah.

i. Sarana dan prasarana umum lainnya terdiri dari taman 19 buah; sarana olahraga (lapangan dan

gedung olahraga) 240 buah; SPBU (Pompa Bensin) 3 buah; Kantor Pos : 7 buah; dan Unit Pelayanan

Pos : 75 buah.

4.2 Gambaran Wilayah Kelurahan Cigugur Tengah

Kelurahan Cigugur Tengah terletak di Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi, mempunyai luas

wilayah 235,13 Ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 33.379. Kelurahan Cigugur Tengah sebelah utara

berbatasan dengan Kelurahan Karang Mekar, dan kelurahan Cibabat, sebelah barat berbatasan dengan

Kelurahan Baros. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Utama, Sebelah timur berbatasan dengan

Kelurahan Cibeureum dan Kota Bandung.

Letak lokasi Kelurahan Cigugur Tengah berdampingan dengan kawasan industri yang menyerap

banyak tenaga manusia, sehingga jumlah buruh yang ada cukup tinggi. Kawasan yang yang diteliti dan

Page 6: BAB IV

yang menjadi sasaran rencana kebijakan penataan kawasan kumuh dengan pembangunan rumah susun oleh

Pemerintah Kota Cimahi adalah di RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah denga luas lahan 2,3 Ha dan

tingkat kepadatan lebih 500 jiwa/Ha.

Rumah-rumah masyarakat RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah sering disewakan kepada para

pekerja bahkan salah satu RT jumlah buruh pabrik lebih banyak dari pada penduduk tetap. Kaum buruh

yang bekerja di pabrik-pabrik menempati rumah kontrakan yang berukuran kecil. Kamar mandi dan kakus

dipakai secara bersama didalam rumah sewa yang belantai dau atau tiga, karena tidak ada dapur maka

memasak dilakukan dikoridor sehingga dihawatirkan terjadi kebakaran, akses untuk kendaraan pemadam

kebakaran tidak ada, sehingga kendaraan memang sulit mencapai lokasi tersebut.

Kawasan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah dibatasi oleh Sungai Ciputeri disebelah barat, yang

mengalirkan air dari hulu sungai Sungai Citarum hingga ke hilir. Lebar Sungai Ciputeri telah mengalami

pendangkalan maupun penyusutan lebar sungai dari 5 m menjadi 2,5 m. Kondisi Sungai Ciputeri saat ini

sudah memprihatinkan, karena dijadikan pembuanhan limbah rumah tanggaoleh masyarakat yang tinggal

di kawasan yang akan di remajakan.

Garis sempadan sepanjang sungai sudah digunakan untuk bangunan, untuk sumber air bersih

masyarakat menggunakan sumur artesis, hidran umum, dan sebagian kecil masyarakat menggunakan

sumur gali, karena kondisi sumur gali saat ini sudah tercemar oleh air limbah rumah tangga.

4.2.1 Tata Guna Lahan Kawasan Cigugur Tengah

Rencana peruntukan lahan di kawasan Cigugur Tengah sesuai dengan RTRK Permukiman Baros –

Cigugur Tengah untuk tahun 2007 – 2017 terdiri dari peruntukan – peruntukan sebagai berikut:

1 Untuk Kawasan perumahan, merupakan peruntukan yang paling luas terutama di blok Cigugur

Tengah. Sebagian besar lahan perumahan yang baru mulai menerapkan pola vertikal berupa Rusunawa

atau Rusunami.

2 Peruntukan fasilitas umum, meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan dan peribadatan penempatan

fasilitas tersebut merata diseluruh kawasan dengan jarak pencapaian yang tidak terlalu jauh dari

seluruh bagian kawasan.

3 3.Peruntukan fasilitas ruang terbuka untuk kawasan perencanaan tertentu pada unit rencana dengan

jarak pencapaian yang relatif sama dari semua bagian kawasan.

4 Kawasan industri dimana secara keseluruhan intensitas dari Industri rumahan ini yang relatif kecil jika

di bandingkan dengan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

5 Jaringan transportasi yang terdiri dari jalan–jalan baru frontage tol Pasteur kiri dan kanan yang

melintas disekeliling kawasan, serta jalan-jalan frontage rel Kereta Api yang juga direncanakan

membelah kawasan perencanaan.

Page 7: BAB IV

Kelurahan Cigugur Tengah dilihat dari rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi mempunyai

fungsi sebagai kawasan permukiman, perindustrian dan perdagangan/jasa. Wilayah permukiman sebagian

besar terletak di wilayah utara, sedangkan kawasan industri terletak di wilayah selatan dengan luas kurang

lebih 40% dari total wilayah Kelurahan Cigugur Tengah. Sementara area perdangan/ terpusat di daerah

Cimindi. Berdasarkan letak Kelurahan Cigugur Tengah yang strategis yaitu dekat dengan perbatasan Kota

Bandung dan Kota Cimahi, sehingga mengundang banyak penduduk dari luar Kota Cimahi yang datang

baik untuk bekerja sebagai buruh pabrik maupun karyawan swasta, untuk lebih jelasnya tata guna lahan

Kelurahan Cigugur Tengah dapat dilihat pada gambar sebagai berikut dibawah ini.

4.2.2 Kependudukan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah

Rukun Warga (RW) 05 mempunyai 9 Rukun Tetangga (RT), jumlah penduduk, hingga tahun 2008

telah berkembang pesat mencapai 5.501 jiwa (557 KK) yang terkelompok menjadi 2 yaitu penduduk asli

sebesar 2.962 jiwa dan penduduk pendatang/pengontrak 2.539 jiwa. (Monografi kelurahan Cigugur

Tengah, 2010).

4.2.3 Kondisi Prasrana RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah

3.6.1 Kondisi Sistem Pembuangan Limbah Rumah Tangga (Padat dan Cair)

Tidak memungkinkannya masyarakat membuat tangki septik di kavlingnya, maka masyarakat di

kawasan RW 05 ini memanfaatkan Sungai Ciputri sebagai tempat pembuangan akhir limbah rumah

tangganya. Sistem jaringan saluran pembuangan dibuat dalam bentuk saluran tertutup maupun saluran

terbuka, yang melintasi jalan – jalan di lingkungan perumahan. Jaringan saluran air limbah ini pada musim

hujan berfungsi pula menjadi saluran drainase.

Namun ketidak teraturan pembangunan rumah yang ada, beberapa warga telah membangun rumah

diatas saluran air limbah ini, sehingga ketika terjadi penyumbatan, sulit sekali untuk dilakukan pengerukan.

3.6.2 Kondisi Persampahan

Sistem persampahan di RW.05 masih menggunakan sistem komunal dimana sampah-sampah

tersebut di kumpulkan pada TPS-TPS yang terdapat di RW.05. TPS yang ada di kawasan ini terdapat di

lingkungan RT.04 terletak didekat perumahan Rumah Susun. Di kawasan ini dalam sistem pengangkutan

sampah dilakukan dari lingkungan perumahan warga diangkut oleh gerobak menuju TPS, dalam sistem

pengangkutan ini terdapat masalah dimana pengambilan sampah dari lingkungan rumah warga menuju

gerobak tidak bisa masuk ke rumah warga dikarenakan sempitnya jalan menuju rumah warga, akibatnya

banyak sampah yang tidak terangkut langsung menuju TPS.

Page 8: BAB IV

Mereka mengumpulkan sampah di depan rumah dan dijalan –jalan gang yang sempit. Hal ini

mengganggu pejalan kaki dan kenyamanan warga penghuninya. Sedangkan TPS lain yang terdapat di

Lingkungan RT.04 terletak diatas sungai Ciputri, penanganan sampah dilokasi ini dengan dua cara yaitu

dengan pengumpulan untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan dengan cara dibakar. Tidak

adanya fasilitas khusus pembuangan sampah membuat lingkungan di sebagian lingkungan di kawasan

terkesan kumuh.

3.6.3 Kondisi Pembuangan Air Hujan/Drainase

Sebagaimana jaringan saluran air limbah, jaringan saluran drainase juga dibuat tertutup dan

terbuka. Pengaliran air drainase disalurkan dari atap rumah masyarakat menuju saluran drainase dan

bermuara di sungai Ciputri Pada kondisi kemarau, saluran terbuka yang melalui kawasan perumahan

saluran mampu mengalirkan air dengan baik. Namun pada musim hujan, air di saluran tersebut dapat

meluap dan mengakibatkan genangan/banjir di beberapa lingkungan RT,diantaranya di RT 04, RT 05, RT

06, RT 07 dan RT 09. Hal ini terjadi karena : Luapan air sungai Ciputri akibat pendangkalan, yang

menglirkan air di belakang kawasan tersebut Terjadinya penyumbatan saluran di beberapa ruas saluran

karena kurangnya pemeliharaan oleh masyarakat dan terjadinya penumpukkan sampah yang me nyumbat

aliran air tersebut.

3.6.4 Kondisi Penyediaan Air Bersih/Penambahan Sumber Air

Penyediaan air bersih di kawasan ini menggunakan sistem perpipaan yang dibangun secara

swadaya oleh masyarakat. Namun dengan penataan seadanya, mengakibatkan penataan jaringan tidak

diletakkan secara teratur dan rapih, sehingga menambah visualisasi kumuh di kawasan RW 05 ini.

Sumber air diperoleh dari 2(dua) sumur artesis, yaitu yang ada di lingkungan pesantren At Takwa

dan yang berada di lingkungan Rusunawa. Namun debitnya hanya 2,1 ltr/detik masih belum mencukupi

kebutuhan warga RW 05 yang berjumlah 557 KK. Debit ini telah mengalami penurunan dari debit asalnya

yaitu 12.000 ltr/jam atau 3,33 ltr/det. Kualitas air cukup baik untuk dikonsumsi sebagai air minum, dan

kuantitasnya cukup memenuhi kebutuhan air bersih dan MCK baik di musim hujan maupun kemarau.

Selain dari sumur artesis, warga juga mendapatkan fasilitas jaringan air bersih yang lain yaitu Hidran

Umum (kran umum).

3.6.5 Kondisi Jalan Lingkungan

Jalan lingkungan perumahan yang ada di diRW 05, sangat sempit, dengan lebar jalan < 1m yang

berada diantara ketinggian rumah penduduk, terasa seperti berada pada lingkungan labirin. Jalan sudah

tidak memenuhi standar jalan lingkungan yang tertuang dalam SNI nomor 03-1733-2004 tentang Tata Cara

Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

Page 9: BAB IV

Untuk melakukan perbaikan harus mengambil lahan perumahan masyarakat yang sudah sangat

sempit, dan kualitas jalan juga sudah kurang baik. Masyarakat sangat mengharapkan perbaikan jalan

menggunakan paving blok. Untuk penanganannya tidak bisa sekedar mengganti lantai jalan dengan paving

blok, tapi perlu penanganan redevelopment secara terpadu.

4.3 Gambaran Umum Rumah Susun Sederhana Cigugur

Pesatnya pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi ke daerah perkotaan, mangakibatkan tumbuh

dan berkembangnya permukiman padat dan kumuh. Beban dari pemerintah kota, antara lain kualitas

permukima n diwilayahnya menjadi turun tajam, dan infrastruktur kota yang tersedia menjadi tidak

memadai.

Berdasarkan data penghuni di kawasan permukiman kumuh dapat dikenali bahwa umumnya

dihuni oleh masyarakat yang kurang mampu, tingkat pengangguran tinggi dan umumnya status huni adalah

menumpang atau menyewa, sehingga nilai lahan menjadi rendah. Secara fisik kondisi wilayah Cigugur

Tengah saat ini ditandai oleh permukiman padat huni yang belum sepenuhnya menyediakan kebutuhan

dasr permukiman layak. Kelangkaan air bersih, aksesbilitas rendah, sanitasi buruk, serta kualitas rumah

yang padat, tidak teratur dengan ketersediaan sarana umum yang terbatas.

Besarnya proporsi pendatang dan rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat mengakibatkan

belum maksimalnya penegelolaan lingkungan dalam skala mikro serta besarnya beban aparat ditingkat

kelurahan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Rencana kebijakan penataan sebagian kawasan kumuh

Kelurah Cigugur Tengah dengan pembagunan rumah susun merupakan upaya Pemerintah Kota Cimahi

dalam memperbaiki dan menata lingkungan permukiman perkotaan. Masyarakat yang menjadi kelompok

sasaran kebijakan penataan kawasan permukiman ini adalah masyarakat yang tinggal di RW 05 Kelurahan

Cigugur Tengah, hal tersebut dikarenakan kawasan RW 05 merupakan kawasan terpadat di Kelurahan

Cigugur Tengah. Masyarakat RW 05 merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan

rata-rata dibawah Rp. 1.000.000 per bulan, secara keseluruhan sejumlah 557 KK. Konsep dasar dari

rencana kebijakan penataan kawasan kumuh tersebut adalah mendongkrak ekonomi rakyat dengan

pemanfaatan dan pemberdayaan potensi masyarakat setempat untuk serta dalam penataan dan perbaikan

lingkungan permukimannya.

Model yang akan diterapkan rencana kebijakan penataan sebagian kawasan kumuh di RW 05

Kelurahan Cigugur Tengah oleh Pemerintah Kota Cimahi adalah perbaikan perumahan kumuh tanpa harus

mengsusur penduduk lama, akan tetapi menyatukan masyarakat penghuni lama dalam suatu

wadah/lembaga yang memiliki aset kawasan. Target fisik penataan kawasan kumuh rumah susun

sederhana merupakan suatu tujuan antara, yang justru target utamanya adalah meningkatnya ekonomi

masyarakat secara nyata. Apabila masyarakat RW 05.

Page 10: BAB IV

Kelurahan Cigugur Tengah setuju terhadap rencana kebijakan penataan kawasan dengan

pembangunan rumah susun, maka Pemerintah Kota Cimahi telah menyiapkan prototipe rumah susun

dengan tujuan selain sebagai model yang akan diterapkan dalam penataan kawasan kumuh juga sebagai

rumah singgah bagi masyarakat yang tinggal di kawasan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah apabila

rencana penataan kumuh sudah berjalan. Sarana yang disediakan di prototipe rumah susun tersebut berupa

ruang terbuka hijau, mushola, tempat niaga, sedangkan prasarana yang disediakan berupa jaringan air

bersih, pengeloaan air limbah, tempat pembuangan sampah, hidran umum. Tipe unit rumah susun yang

disediakan oleh prototipe rumah susun terdiri dari tipe 21, tipe 27 dan tipe 36.