BAB IV
-
Upload
luhung-rahmana -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of BAB IV
BAB IV
KAJIAN STUDI KASUS
4.1 Sejarah Kota Cimahi
Cimahi mulai dikenal pada tahun 1811, Gubernur Jendral Willem Deandels membuat jalan Anyer
Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan (logi) di Alun-alun Cimahi sekarang. Pemerintah Kolonial
Belanda (setelah berhasil memperoleh profit dari tanam paksa – culture stelsel 1830 – 1919) dalamupaya
melestarikan penjajahannya, membangun kota-kota di Pulau Jawa.
Bandung dirancang sebagai ibu kota Negara, dikelilingi oleh kota satelit walaupun saat itu belum
dinamai kota yang berjarak 11 km, yaitu Cimahi, Soreang, Banjaran, Majalaya, Rancaekek, dan
Lembang. Pada tahun 1935, berdasarkan Lampiran Staatsbald Tahun 1935 Nomor 123 Cimahi statusnya
menjadi Kecamatan.
Pada tahun 1962, Cimahi dibentuk kewedanan meliputi 5 (lima) Kecamatan yaitu : Cimahi,
Padalarang, Batujajar, Cipatat, dan Cisarua. Selanjutnya Cimahi sebagai bagian dari Wilayah Kabupaten
Bandung menunjukkan perkembangan yang mempunyai karakteristik perkotaan sehingga yang semula
berstatus Kewedanan Cimahi, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1975
ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif (Kotif) serta diresmikan pada tanggal 29 Januari 1976.
Pada saat itu Cimahi merupakan Kota Administratif pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia setelah
Kota Administratif Bitung di Sulawesi Utara dan Banjar Baru di Kalimantan Selatan.
Kotif Cimahi terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi Tengah,
dan Cimahi Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2001 sampai Tahun 2010, Kotif
Cimahi antara lain ditetapkan sebagai kawasan permukiman, kawasan militer dan zona industri. Sejak
saat berdirinya Kota Administratif Cimahi telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini
terutama karena letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung sebagai Ibukota
Provinsi Jawa Barat, sehingga menjadikan Cimahi sebagai penyangga berbagai kegiatan di Kota
Bandung. Selain itu Cimahi menjadi Pusat Pendidikan Militer sejak jaman pendudukan Belanda dan telah
tumbuh berbagai jenis perdagangan, jasa serta sektor lainnya.
Sebagai prasyarat kelayakan suatu Kota, masyarakat Kotif Cimahi mendesak diadakannya Study
Kelayakan Kotif Cimahi menjadi Kota oleh 5 (lima) Perguruan Tinggi, yaitu : UNPAD, ITB, UPI,
STPDN, dan UNJANI. Dari hasil study kelayakan tersebut, ternyata merekomendasikan bahwa Kotif
Cimahi layak menjadi suatu Daerah Otonom.
Berdasarkan hasil perjuangan berbagai komponen masyarakat dan hasil study kelayakan tersebut
diusulkan ke Gubernur Jawa Barat untuk mendapatkan persetujuan DPRD Tingkat I Jawa Barat. Adanya
persetujuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat selanjutnya diusulkan ke tingkat pusat yaitu Departemen
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta DPR RI. Dari hasil perjuangan yang cukup panjang, maka
ditetapkanlah Undang – undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi yang disyahkan
dan diundangkan pada tanggal 21 Juni tahun 2003. Secara formal Kota Cimahi diresmikan pada tanggal
17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri.
4.1.2 Gambaran Geografis Kota Cimahi
Kota Cimahi terletak diantara 107 º 30’ 30” BT – 107 º 34’ 30” dan 6 º 50’ 00” - 6 º 56’ 00”
Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi 40,2 km2, menurut UU No.9 Tahun 2001 batas-batas
administrasi Kota Cimahi yaitu : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Parongpong, Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Margaasih, Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung dan
Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan
Padalarang, Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.
Kota Cimahi termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Barat, dan meliputi 3 Kecamatan yang
terdiri dari 15 Kelurahan masing-masing adalah Kecamatan Cimahi Utara terdiri dari 4 Kelurahan,
Kecamatan Cimahi Tengah terdiri dari 6 Kelurahan dan Kecamatan Cimahi Selatan terdiri dari 5
Kelurahan.
Secara geografis, wilayah ini merupakan lembah cekungan yang melandai ke arah selatan, dengan
ketinggian di bagian Utara ± 1.040 meter dpl (Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara) yang
merupakan lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu serta ketinggian di bagian selatan
sekitar ± 685 meter dpl (di Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke Sungai
Citarum. Suhu udara rata-rata pada tahun 2001 berkisar antara 18 º C – 29 º C. Sungai yang melalui Kota
Cimahi adalah Sungai Cimahi dengan debit air rata-rata 3.830 l/dt, dengan anak sungainya ada lima yaitu
Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum (masing-masing di bawah 200 l/dt) dan Kali Cisangkan (496
l/dt), sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air Cikuda dengan debit air 4 l/dt
dan mata air Cisintok (93 l/dt). Pembagian luas wilayah perkecamatan di Kota Cimahi dapat dilihat pada
tabel 4.1. :
Tabel 4.1.
Luas Wilayah Kota Cimahi Tahun 2005
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005
4.1.3 Kondisi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Penggunaan lahan di Kota Cimahi sebagian besar sebagai lahan permukiman mencapai 39,21 %
dari luas total wilayah, lahan militer 21,34 % serta lahan industri mencapai 17,06 %. Penggunaan lahan
Kecamatan
Luas Wilayah
(km²)Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan Penduduk
(jiwa/Km2)
Cimahi Selatan16,92
235.409 13,930
Cimahi Tengah10,00
172.790 17,279
Cimahi Utara13,31
143.017 10,753
Total 40,2 551,216 13,712
terkecil adalah untuk pusat perdagangan sekitar 3,41 %, sedangkan lahan untuk perkantoran yang tersebar
di sepanjang jalan raya Cimahi dan di sekitar alun – alun sekitar 4,99 %.
Kondisi transportasi menunjukkan ketidakseimbangan jaringan jalan dan sarana transportasi yang
ada, terutama di jalan raya Cimahi yang dijadikan perlintasan semua kendaraan yang melintas di Kota
Cimahi. Sementara itu pengaturan trayek angkutan kota masih memperlihatkan kinerja yang belum
optimal sehingga kemacetan merupakan hal biasa yang terjadi di Kota Cimahi. Kondisi tersebut
berdampak terhadap pencemaran udara akibat dari limbah buangan kendaraan berupa polusi udara dan
suara yang berbahaya bagi pemakai jalan dan penduduk di sekitarnya.
Salah satu dampak dari tingginya kegiatan industri di Kota Cimahi adalah tingginya pencemaran
lingkungan akibat dari limbah tidak diproses atau didaur ulang ditambah dengan limbah kantor rumah
tangga. Seluruh limbah ini bermuara ke sungai yang ada di Kota Cimahi, sehingga menimbulkan
gangguan terhadap ekosistem sungai maupun penduduk yang tinggal di sekitar sungai. Dampak lain dari
banyaknya kegiatan industri adalah pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali, sehingga permukaan air
tanah di Kota Cimahi semakin menurun dan penduduk sulit memperoleh air bersih. Volume sampah di
Kota Cimahi diperkirakan sekitar 1.100 m³/hari, sedangkan kapasitas angkut hanya 600m³/hari, sehingga
masalah yang timbul adalah masih banyak sampah yang tidak terangkut dan berdampak terhadap derajat
kesehatan masyarakat. Kondisi ini selain berdampak terhadap kesehatan masyarakat, berdampak terhadap
kebersihan dan estetika kota. Kesulitan lain yang dihadapi dalam penanganan sampah di Kota Cimahi
adalah terbatasnya sarana dan prasarana sampah dan lahan untuk TPS sehingga banyak menggunakan
badan jalan untuk keperluan tersebut.
4.1.4 Kondisi Sarana dan Prasarana Perkotaan
Berdasarkan Sensus Ekonomi Nasional Tahun 2000 jumlah rumah yang ada di Kota Cimahi
sebanyak 118.878 unit, terdiri dari 114.515 unit (96,33 %) rumah permanent, 3.400 unit (2,86 %) rumah
semi permanent dan 963 unit (0,81%) rumah sederhana atau rumah non permanent. Kondisi tersebut tidak
terlepas dari kedudukan Kota Cimahi yang berbatasan dengan Kota Bandung yang menjadi alternatif
utama bagi penduduk yang melakukan commuting dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
Prasarana dan sarana yang ada di Kota Cimahi pada saat ini seluruhnya merupakan perlimpahan
dari Kabupaten Bandung dan Propinsi Jawa Barat sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang –
Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi, dengan kondisi sebagai berikut :
a. Jaringan jalan sepanjang 304 km, terdiri dari Jalan Tol 17 km, Jalan Nasional / Propinsi 6 km, jalan
Kota 43 km, jalan Desa 88 km dan jalan perumahan dan permukiman berupa gang 150 km, dengan
kondisi berupa jalan aspal 126 km, jalan diperkeras 80 km, dan sisanya berupa jalan tanah.
b. Jaringan listrik seluruhnya dipasok dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya terpasang
sebesar 250.000 KVA serta melayani pelanggan sebanyak 131.000 buah.
c. Jaringan telekomunikasi yang seluruhnya dipasok oleh PT. Telekomunikasi Indonesia (PT. Telkom)
memiliki kapasitas jaringan 38.066 SST dengan pelanggan sebanyak 22.401 SST, telepon umum 78
buah, serta jumlah kiostel atau wartel sebanyak 36 buah.
d. Fasilitas untuk mendukung kebutuhan air bersih diperoleh dari sumber air Situ (Danau) Lembang, 2
buah mata air dan 10 buah sumur bor / debit air sebesar 180 liter / detik yang dikelola oleh PDAM
dengan kapasitas debit air 180 liter / detik untuk melayani 12.051 pelanggan.
e. Sarana dan prasarana umum berupa jembatan sebanyak 10 buah, gorong – gorong 341 buah, pasar
sebanyak 6 buah dan pertokoan / jasa sebanyak 1.685 buah.
f. Sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 94 buah, meliputi Rumah Sakit Umum (pemerintah dan
swasta) 3 buah, Puskesmas 8 buah, Balai pengobatan 24 buah, Rumah Bersalin 3 buah, Apotek 12
buah dan Dokter Praktek 44 buah.
g. Sarana keagamaan dan peribadatan sebanyak 873 buah, meliputi Mesjid Agung sebanyak 3 buah;
Mesjid Jami 307 buah; Mushola 545 buah; Gereja 16 buah; Pura 1 buah; dan Kuil 1 buah.
h. Sarana pendidikan formal berupa sekolah sebanyak 349 buah, baik Sekolah Negeri maupun Swasta,
meliputi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU, SMK dan Madrasah Aliyah) 35 buah; Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan Madrasah Tsanawiyah) 40 buah; Sekolah Dasar (SD dan
Madrasah Ibtidaiyah) 205 buah; serta Taman Kanak – Kanak 69 buah.
i. Sarana dan prasarana umum lainnya terdiri dari taman 19 buah; sarana olahraga (lapangan dan
gedung olahraga) 240 buah; SPBU (Pompa Bensin) 3 buah; Kantor Pos : 7 buah; dan Unit Pelayanan
Pos : 75 buah.
4.2 Gambaran Wilayah Kelurahan Cigugur Tengah
Kelurahan Cigugur Tengah terletak di Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi, mempunyai luas
wilayah 235,13 Ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 33.379. Kelurahan Cigugur Tengah sebelah utara
berbatasan dengan Kelurahan Karang Mekar, dan kelurahan Cibabat, sebelah barat berbatasan dengan
Kelurahan Baros. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Utama, Sebelah timur berbatasan dengan
Kelurahan Cibeureum dan Kota Bandung.
Letak lokasi Kelurahan Cigugur Tengah berdampingan dengan kawasan industri yang menyerap
banyak tenaga manusia, sehingga jumlah buruh yang ada cukup tinggi. Kawasan yang yang diteliti dan
yang menjadi sasaran rencana kebijakan penataan kawasan kumuh dengan pembangunan rumah susun oleh
Pemerintah Kota Cimahi adalah di RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah denga luas lahan 2,3 Ha dan
tingkat kepadatan lebih 500 jiwa/Ha.
Rumah-rumah masyarakat RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah sering disewakan kepada para
pekerja bahkan salah satu RT jumlah buruh pabrik lebih banyak dari pada penduduk tetap. Kaum buruh
yang bekerja di pabrik-pabrik menempati rumah kontrakan yang berukuran kecil. Kamar mandi dan kakus
dipakai secara bersama didalam rumah sewa yang belantai dau atau tiga, karena tidak ada dapur maka
memasak dilakukan dikoridor sehingga dihawatirkan terjadi kebakaran, akses untuk kendaraan pemadam
kebakaran tidak ada, sehingga kendaraan memang sulit mencapai lokasi tersebut.
Kawasan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah dibatasi oleh Sungai Ciputeri disebelah barat, yang
mengalirkan air dari hulu sungai Sungai Citarum hingga ke hilir. Lebar Sungai Ciputeri telah mengalami
pendangkalan maupun penyusutan lebar sungai dari 5 m menjadi 2,5 m. Kondisi Sungai Ciputeri saat ini
sudah memprihatinkan, karena dijadikan pembuanhan limbah rumah tanggaoleh masyarakat yang tinggal
di kawasan yang akan di remajakan.
Garis sempadan sepanjang sungai sudah digunakan untuk bangunan, untuk sumber air bersih
masyarakat menggunakan sumur artesis, hidran umum, dan sebagian kecil masyarakat menggunakan
sumur gali, karena kondisi sumur gali saat ini sudah tercemar oleh air limbah rumah tangga.
4.2.1 Tata Guna Lahan Kawasan Cigugur Tengah
Rencana peruntukan lahan di kawasan Cigugur Tengah sesuai dengan RTRK Permukiman Baros –
Cigugur Tengah untuk tahun 2007 – 2017 terdiri dari peruntukan – peruntukan sebagai berikut:
1 Untuk Kawasan perumahan, merupakan peruntukan yang paling luas terutama di blok Cigugur
Tengah. Sebagian besar lahan perumahan yang baru mulai menerapkan pola vertikal berupa Rusunawa
atau Rusunami.
2 Peruntukan fasilitas umum, meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan dan peribadatan penempatan
fasilitas tersebut merata diseluruh kawasan dengan jarak pencapaian yang tidak terlalu jauh dari
seluruh bagian kawasan.
3 3.Peruntukan fasilitas ruang terbuka untuk kawasan perencanaan tertentu pada unit rencana dengan
jarak pencapaian yang relatif sama dari semua bagian kawasan.
4 Kawasan industri dimana secara keseluruhan intensitas dari Industri rumahan ini yang relatif kecil jika
di bandingkan dengan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
5 Jaringan transportasi yang terdiri dari jalan–jalan baru frontage tol Pasteur kiri dan kanan yang
melintas disekeliling kawasan, serta jalan-jalan frontage rel Kereta Api yang juga direncanakan
membelah kawasan perencanaan.
Kelurahan Cigugur Tengah dilihat dari rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi mempunyai
fungsi sebagai kawasan permukiman, perindustrian dan perdagangan/jasa. Wilayah permukiman sebagian
besar terletak di wilayah utara, sedangkan kawasan industri terletak di wilayah selatan dengan luas kurang
lebih 40% dari total wilayah Kelurahan Cigugur Tengah. Sementara area perdangan/ terpusat di daerah
Cimindi. Berdasarkan letak Kelurahan Cigugur Tengah yang strategis yaitu dekat dengan perbatasan Kota
Bandung dan Kota Cimahi, sehingga mengundang banyak penduduk dari luar Kota Cimahi yang datang
baik untuk bekerja sebagai buruh pabrik maupun karyawan swasta, untuk lebih jelasnya tata guna lahan
Kelurahan Cigugur Tengah dapat dilihat pada gambar sebagai berikut dibawah ini.
4.2.2 Kependudukan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah
Rukun Warga (RW) 05 mempunyai 9 Rukun Tetangga (RT), jumlah penduduk, hingga tahun 2008
telah berkembang pesat mencapai 5.501 jiwa (557 KK) yang terkelompok menjadi 2 yaitu penduduk asli
sebesar 2.962 jiwa dan penduduk pendatang/pengontrak 2.539 jiwa. (Monografi kelurahan Cigugur
Tengah, 2010).
4.2.3 Kondisi Prasrana RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah
3.6.1 Kondisi Sistem Pembuangan Limbah Rumah Tangga (Padat dan Cair)
Tidak memungkinkannya masyarakat membuat tangki septik di kavlingnya, maka masyarakat di
kawasan RW 05 ini memanfaatkan Sungai Ciputri sebagai tempat pembuangan akhir limbah rumah
tangganya. Sistem jaringan saluran pembuangan dibuat dalam bentuk saluran tertutup maupun saluran
terbuka, yang melintasi jalan – jalan di lingkungan perumahan. Jaringan saluran air limbah ini pada musim
hujan berfungsi pula menjadi saluran drainase.
Namun ketidak teraturan pembangunan rumah yang ada, beberapa warga telah membangun rumah
diatas saluran air limbah ini, sehingga ketika terjadi penyumbatan, sulit sekali untuk dilakukan pengerukan.
3.6.2 Kondisi Persampahan
Sistem persampahan di RW.05 masih menggunakan sistem komunal dimana sampah-sampah
tersebut di kumpulkan pada TPS-TPS yang terdapat di RW.05. TPS yang ada di kawasan ini terdapat di
lingkungan RT.04 terletak didekat perumahan Rumah Susun. Di kawasan ini dalam sistem pengangkutan
sampah dilakukan dari lingkungan perumahan warga diangkut oleh gerobak menuju TPS, dalam sistem
pengangkutan ini terdapat masalah dimana pengambilan sampah dari lingkungan rumah warga menuju
gerobak tidak bisa masuk ke rumah warga dikarenakan sempitnya jalan menuju rumah warga, akibatnya
banyak sampah yang tidak terangkut langsung menuju TPS.
Mereka mengumpulkan sampah di depan rumah dan dijalan –jalan gang yang sempit. Hal ini
mengganggu pejalan kaki dan kenyamanan warga penghuninya. Sedangkan TPS lain yang terdapat di
Lingkungan RT.04 terletak diatas sungai Ciputri, penanganan sampah dilokasi ini dengan dua cara yaitu
dengan pengumpulan untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan dengan cara dibakar. Tidak
adanya fasilitas khusus pembuangan sampah membuat lingkungan di sebagian lingkungan di kawasan
terkesan kumuh.
3.6.3 Kondisi Pembuangan Air Hujan/Drainase
Sebagaimana jaringan saluran air limbah, jaringan saluran drainase juga dibuat tertutup dan
terbuka. Pengaliran air drainase disalurkan dari atap rumah masyarakat menuju saluran drainase dan
bermuara di sungai Ciputri Pada kondisi kemarau, saluran terbuka yang melalui kawasan perumahan
saluran mampu mengalirkan air dengan baik. Namun pada musim hujan, air di saluran tersebut dapat
meluap dan mengakibatkan genangan/banjir di beberapa lingkungan RT,diantaranya di RT 04, RT 05, RT
06, RT 07 dan RT 09. Hal ini terjadi karena : Luapan air sungai Ciputri akibat pendangkalan, yang
menglirkan air di belakang kawasan tersebut Terjadinya penyumbatan saluran di beberapa ruas saluran
karena kurangnya pemeliharaan oleh masyarakat dan terjadinya penumpukkan sampah yang me nyumbat
aliran air tersebut.
3.6.4 Kondisi Penyediaan Air Bersih/Penambahan Sumber Air
Penyediaan air bersih di kawasan ini menggunakan sistem perpipaan yang dibangun secara
swadaya oleh masyarakat. Namun dengan penataan seadanya, mengakibatkan penataan jaringan tidak
diletakkan secara teratur dan rapih, sehingga menambah visualisasi kumuh di kawasan RW 05 ini.
Sumber air diperoleh dari 2(dua) sumur artesis, yaitu yang ada di lingkungan pesantren At Takwa
dan yang berada di lingkungan Rusunawa. Namun debitnya hanya 2,1 ltr/detik masih belum mencukupi
kebutuhan warga RW 05 yang berjumlah 557 KK. Debit ini telah mengalami penurunan dari debit asalnya
yaitu 12.000 ltr/jam atau 3,33 ltr/det. Kualitas air cukup baik untuk dikonsumsi sebagai air minum, dan
kuantitasnya cukup memenuhi kebutuhan air bersih dan MCK baik di musim hujan maupun kemarau.
Selain dari sumur artesis, warga juga mendapatkan fasilitas jaringan air bersih yang lain yaitu Hidran
Umum (kran umum).
3.6.5 Kondisi Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan perumahan yang ada di diRW 05, sangat sempit, dengan lebar jalan < 1m yang
berada diantara ketinggian rumah penduduk, terasa seperti berada pada lingkungan labirin. Jalan sudah
tidak memenuhi standar jalan lingkungan yang tertuang dalam SNI nomor 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Untuk melakukan perbaikan harus mengambil lahan perumahan masyarakat yang sudah sangat
sempit, dan kualitas jalan juga sudah kurang baik. Masyarakat sangat mengharapkan perbaikan jalan
menggunakan paving blok. Untuk penanganannya tidak bisa sekedar mengganti lantai jalan dengan paving
blok, tapi perlu penanganan redevelopment secara terpadu.
4.3 Gambaran Umum Rumah Susun Sederhana Cigugur
Pesatnya pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi ke daerah perkotaan, mangakibatkan tumbuh
dan berkembangnya permukiman padat dan kumuh. Beban dari pemerintah kota, antara lain kualitas
permukima n diwilayahnya menjadi turun tajam, dan infrastruktur kota yang tersedia menjadi tidak
memadai.
Berdasarkan data penghuni di kawasan permukiman kumuh dapat dikenali bahwa umumnya
dihuni oleh masyarakat yang kurang mampu, tingkat pengangguran tinggi dan umumnya status huni adalah
menumpang atau menyewa, sehingga nilai lahan menjadi rendah. Secara fisik kondisi wilayah Cigugur
Tengah saat ini ditandai oleh permukiman padat huni yang belum sepenuhnya menyediakan kebutuhan
dasr permukiman layak. Kelangkaan air bersih, aksesbilitas rendah, sanitasi buruk, serta kualitas rumah
yang padat, tidak teratur dengan ketersediaan sarana umum yang terbatas.
Besarnya proporsi pendatang dan rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat mengakibatkan
belum maksimalnya penegelolaan lingkungan dalam skala mikro serta besarnya beban aparat ditingkat
kelurahan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Rencana kebijakan penataan sebagian kawasan kumuh
Kelurah Cigugur Tengah dengan pembagunan rumah susun merupakan upaya Pemerintah Kota Cimahi
dalam memperbaiki dan menata lingkungan permukiman perkotaan. Masyarakat yang menjadi kelompok
sasaran kebijakan penataan kawasan permukiman ini adalah masyarakat yang tinggal di RW 05 Kelurahan
Cigugur Tengah, hal tersebut dikarenakan kawasan RW 05 merupakan kawasan terpadat di Kelurahan
Cigugur Tengah. Masyarakat RW 05 merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan
rata-rata dibawah Rp. 1.000.000 per bulan, secara keseluruhan sejumlah 557 KK. Konsep dasar dari
rencana kebijakan penataan kawasan kumuh tersebut adalah mendongkrak ekonomi rakyat dengan
pemanfaatan dan pemberdayaan potensi masyarakat setempat untuk serta dalam penataan dan perbaikan
lingkungan permukimannya.
Model yang akan diterapkan rencana kebijakan penataan sebagian kawasan kumuh di RW 05
Kelurahan Cigugur Tengah oleh Pemerintah Kota Cimahi adalah perbaikan perumahan kumuh tanpa harus
mengsusur penduduk lama, akan tetapi menyatukan masyarakat penghuni lama dalam suatu
wadah/lembaga yang memiliki aset kawasan. Target fisik penataan kawasan kumuh rumah susun
sederhana merupakan suatu tujuan antara, yang justru target utamanya adalah meningkatnya ekonomi
masyarakat secara nyata. Apabila masyarakat RW 05.
Kelurahan Cigugur Tengah setuju terhadap rencana kebijakan penataan kawasan dengan
pembangunan rumah susun, maka Pemerintah Kota Cimahi telah menyiapkan prototipe rumah susun
dengan tujuan selain sebagai model yang akan diterapkan dalam penataan kawasan kumuh juga sebagai
rumah singgah bagi masyarakat yang tinggal di kawasan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah apabila
rencana penataan kumuh sudah berjalan. Sarana yang disediakan di prototipe rumah susun tersebut berupa
ruang terbuka hijau, mushola, tempat niaga, sedangkan prasarana yang disediakan berupa jaringan air
bersih, pengeloaan air limbah, tempat pembuangan sampah, hidran umum. Tipe unit rumah susun yang
disediakan oleh prototipe rumah susun terdiri dari tipe 21, tipe 27 dan tipe 36.