BAB IV
-
Upload
amrie-dpunk-limaenamtujuhdelapansembilan -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
Transcript of BAB IV
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari sumber data yang berupa pantun buatan siswa akan diperoleh informasi
tentang kemampuan siswa dalam membuat pantun yang diperoleh dari tes siklus I, II,
dan III; sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang diperoleh dari
pengamatan; dan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang pelaksanaannya dilakukan di dalam dan di luar kelas. Data yang
berupa tes membuat pantun dideskripsikan secara kuantitatif, sedangkan data hasil
pengamatan dideskripsikan secara kualitatif.
A. Deskripsi Kondisi Awal
SD Negeri Gabus 01 Kecamatan Gabus terletak di Jalan Raya Gabus-
Tlogoayu. Jumlah siswanya 235 anak. Di Desa Gabus, sebagai ibu kota kecamatan,
terdapat 4 sekolah dasar. SD Negeri Gabus 01 merupakan salah satu SD inklusi di
Kabupaten Pati. Sekolah ini menerima anak berkebutuhan khusus (cacat) dari
berbagai kecamatan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dalam pembelajaran
bersama-sama dengan anak-anak biasa. Namun, pada hari-hari tertentu anak- anak
berkebutuhan khusus tersebut ditangani oleh guru khusus.
Motivasi siswa dalam pembelajaran dikatakan kurang. Hal ini sesuai dengan
karakateristik anak usia SD kelas IV, masih suka bermain, sehingga hasil belajar
siswa kurang maksimal. Untuk itu diperlukan metode, teknik, dan pendekatan yang
berfariasi guna memotivasi siswa agar mereka tidak jenuh dalam belajar.
19
Pelaksanaan pembelajaran di SD Gabus 01 selalu menggunakan sistem
pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Efektif Kreatif dan Menyenangkan) sebelum
diberlakukannya KTSP sehingga SD Gabus 01 sering dijadikan studi banding.
Beberapa SD yang pernah belajar bersama tentang pembelajaran PAKEM adalah
dari Kecamatan Gunungsitoli Nias (Sumatera Utara), Kecamatan Situbondo Jawa
Timur, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Kudus. Dalam pembelajaran membuat
pantun ini peneliti menggunakan pendekatan kontekstual.
Ketuntasan belajar siswa ditentukan oleh seberapa besar nilai yang diperoleh
siswa dibandingkan dengan KKM yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk tahun
2008/2009, pada mata pelajaran Bahasa Indoensia kelas IV kompetensi dasar
membuat pantun anak yang menarik tentang berbagai tema (persahabatan,
ketekunan, kepatuhan,dll.) sesuai ciri-ciri pantun adalah 70. Artinya, siswa yang
memperoleh nilai 70 atau di atasnya dinyatakan tuntas dan siswa yang memperoleh
nilai di bawah 70 dinyatakan belum tuntas.
B. Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Tes
a. Siklus I
Hasil pre tes (siklus I) terhadap 40 siswa kelas IV menunjukkan
bahwa kemampuan siswa kelas IV SD Negeri Gabus 01 Pati dalam membuat
pantun sangat rendah dan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal
itu terlihat dari rata-rata nilai membuat pantun mencapai 49,25 (di bawah
KKM). Dari jumlah keseluruhan 40 siswa, 2 di antaranya memperoleh nilai
90, 1 memperoleh nilai 80, 5 memperoleh nilai 70, 2 memperoleh nilai 60, 3
memperoleh nilai 50, 12 memperoleh nilai 40, dan 15 siswa memperoleh
20
nilai 30. Dengan perolehan nilai tersebut maka siswa yang dinyatakan
memenuhi standart kompetensi 70 berdasarkan KKM yang ditetapkan untuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya 8 siswa atau 20 % yang tuntas.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam hasil tes membuat
pantun pada siklus I adalah (1) ketidakmampuan siswa menyusun kata-kata
untuk membuat sampiran maupun isi pantun, (2) diksi pantun buatan siswa
menunjukkan bahwa siswa tidak kreatif. Hasil pantun buatan siswa yang
dinilai dengan kriteria penilaian kesesuaian dengan syarat-syarat pantun,
kemenarikan isi, dan ketepatan penulisan ejaan diperoleh nilai sangat
kurang.
b. Siklus II
Hasil tes siklus II terhadap 36 siswa (4 siswa tidak masuk) kelas
IV menunjukkan bahwa kemampuan membuat pantun dengan pendekatan
kontekstual yang memanfaatkan benda- benda di dalam kelas diperoleh nilai
rata-rata 68,6 di bawah KKM (70) dengan tingkat ketuntasan 68,6 %. Dari
jumlah keseluruhan 36 siswa, 2 di antaranya memperoleh nilai 100, 5 siswa
memperoleh nilai 90, 7 siswa memperolah nilai 80, 5 siswa memperoleh
nilai 70, 10 siswa memperoleh nilai 60, 4 siswa memperoleh nilai 50, 2
siswa memperoleh nilai 40, dan 1 siswa memperoleh nilai 30. Dengan
perolehan nilai tersebut maka siswa yang dinyatakan memenuhi standart
kompetensi 70,00, berdasarkan KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia kompetensi dasar membuat pantun adalah 19 siswa atau
52,8 % yang tuntas.
21
Adanya tindakan yang berupa penerapan pendekatan kontekstual
dalam pembelajaran membuat pantun, menunjukkan peningkatan perolehan
nilai rata-rata 19,35, yaitu 49,25 (rata-rata siklus I) menjadi 68,6 (rata-rata
siklus II).
Hasil penilaian menunjukkan adanya peningkatan kompetensi siswa
dalam membuat pantun yaitu (1) siswa agak mudah membuat sampiran
maupun isi pantun/kreatif, (2) pantun buatan siswa sebagian sesuai dengan
syarat-syarat pantun, (3) isi pantun agak menarik, (4) kesalahan penulisan
ejaan agak berkurang.
c. Siklus III
Hasil tes pada siklus III terhadap 40 siswa kelas IV menunjukkan
bahwa kemampuan membuat pantun dengan pendekatan kontekstual
diperoleh rata-rata 83,25; di atas KKM (70) dengan tingkat ketuntasan 92,5
%. Dari keseluruhan 40 siswa, 7 di antaranya memperoleh nilai 100, 12
siswa memperoleh nilai 90, 11 siswa memperolah nilai 80, 7 siswa
memperoleh nilai 70, 3 siswa memperoleh nilai 60. Dengan perolehan nilai
tersebut maka siswa yang dinyatakan memenuhi standart kompetensi 70,00,
berdasarkan KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia
adalah 37 siswa atau 92,5 % yang tuntas. Dibanding dengan siklus II ada
peningkatan 14, 65 %.
Hasil penilaian menunjukkna adanya peningkatan kompetensi siswa
dalam membuat pantun, yaitu: (1) siswa lebih mudah menyusun kalimat
untuk membuat sampiran maupun isi pantun, (2) pantun buatan siswa rata-
rata sudah sesuai dengan syarat-syarat pantun, (3) pantun buatan siswa lebih
22
menarik dan kreatif , (4) penulisan ejaan benar. Peningkatan nilai rata-rata
kompetensi siswa dalam membuat pantun dari tes awal (siklus I), siklus II,
dan siklus III dapat dilihat pada grafik berikut.
GRAFIK 1
RATA - RATA NILAI TES MEMBUAT PANTUN
Adapun peningkatan ketuntasan dan ketidaktuntasan siswa dalam
membuat pantun pada tes awal (siklus I), siklus II, dan siklus III dapat dilihat
pada grafik berikut.
23
GRAFIK 2
Ketuntasan dan Ketidaktuntasan Siswa Dalam Membuat Pantun
Diterapkannya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran membuat
pantun anak yang menarik tentang berbagai tema (persahabatan, ketekunan,
kepatuhan) sesuai dengan ciri-ciri pantun pada siswa kelas IV SD Negeri Gabus
01 terbukti efektif, efisien, dan membantu pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Hasil Nontes
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I, siklus II, dan siklus III,
terhadap sikap/perilaku siswa selama proses pembelajaran membuat pantun
dengan pendekatan kontesktual dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih
menyenangkan, menarik, kondusif, dan siswa merasa antusias.
a. Siklus I
Hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat kolaborator dalam
proses pembelajaran terhadap sikap/perilaku siswa pada siklus I
menunjukkan bahwa dari 40 siswa dapat dikategorikan yang bersikap dan
berperilaku amat baik 0 siswa, (0 %), kategori baik 5 siswa (12,5 %),
24
kategori sedang 15 siswa (37,5 %), kategori kurang 20 siswa (50 %),
kategori sangat kurang 0 siswa (0 %).
Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa sikap siswa dalam
pembelajaran membuat pantun dengan pendekatan konvensioanal atau
pemberian tugas semata (1) perhatian siswa pasif dan kurang bisa bekerja
sama dengan baik, (2) siswa kurang kreatif mengungkapkan ide, (3) siswa
belajar secara verbalis karena tidak menggunakan sumber belajar yang dekat
dengan siswa.
a. Siklus II
Hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat kolaborator dalam
proses pembelajaran terhadap siswa pada siklus II menunjukkan bahwa dari
36 siswa yang mestinya 40 (4 siswa tidak masuk) dapat dikategorikan yang
bersikap dan berperilaku amat baik 4 siswa (11,1 %), kategori baik 12 siswa
(33,3 %), kategori sedang 20 siswa (55,6 %), kategori kurang 0 siswa (0 %),
kategori sangat kurang 0 siswa (0 %).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa belajar mambuat
pantun dengan pendekatan kontekstual dapat mengubah: (1) melatih kerja
sama siswa dalam kelompok, (2) siswa lebih berinisiatif dalam
mengungkapkan ide, (3) kesediaan mengerjakan tugas meningkat karena
siswa merasa tertantang. Namun demikian, efektifitas kerja siswa belum baik
sehingga waktu yang ditentukan belum cukup. Hal ini terlihat ketika satu
kelompok membuat pantun, ada di antara siswa yang bersikap pasif dan
diam saja menggantungkan teman yang dianggap pandai. Peran individu
dalam kelompok kurang nampak.
25
b. Siklus III
Hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat kolaborator dalam
proses pembelajaran terhadap sikap/perilaku siswa pada siklus III
menunjukkan bahwa dari 40 siswa dapat dikategorikan yang bersikap dan
berperilaku amat baik 9 siswa (22,5 %), kategori baik 28 siswa (70 %),
kategori sedang 3 siswa (7,5 %), kategori kurang 0 siswa (0 %), kategori
sangat kurang 0 siswa (0 %).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sikap siswa dalam
pembelajaran membuat pantun dengan pendekatan kontekstual pada tahap
siklus III lebih baik. Siswa dapat bekerja sama dengan baik dan lebih aktif,
(2) siswa lebih mudah mengungkapkan ide, (3) siswa lebih antusias
mengerjakan tugas.
Hasil pengamatan perilaku/sikap siswa dari siklus I, siklus II, dan
siklusi III dapat dilihat pada grafik berikut.
GRAFIK 3
HASIL PENGAMATAN SIKAP DAN PERILAKU SISWA
26
SK = Sangat Kurang B = Baik
K = Kurang AB = Amat Baik
S = Sedang
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap siswa selama proses
pembelajaran, dapat diketahui bahwa kesiapan siswa dalam pembelajaran membuat
pantun tanpa penerapan pendekatan kontekstual (siklus I) kurang begitu memuaskan.
Hal ini dibuktikan dengan beberapa siswa yang terlihat ramai dengan temannya, kurang
antusias mengerjakan tugas, dan sulit mengungkapkan ide. Setelah diterapkan
pendekatan kontekstual, keaktifan, kreatifitas, dan kesediaan mengerjakan tugas
meningkat lebih baik mulai dari siklus II dan III.
Adanya penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran membantu
siswa mengungkapkan ide dengan menghubungkan lingkungan yang paling dekat
(lokal) dengan siswa ke lingkungan yang lebih luas (global). Hal tersebut sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Gray (2006: 21) bahwa pendekatan kontekstual membantu
menciptakan pendekatan baru yang berhubungan dengan lokal dan global mengenai
tulisan dasar.
27