BAB IV

13
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari sumber data yang berupa pantun buatan siswa akan diperoleh informasi tentang kemampuan siswa dalam membuat pantun yang diperoleh dari tes siklus I, II, dan III; sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang diperoleh dari pengamatan; dan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang pelaksanaannya dilakukan di dalam dan di luar kelas. Data yang berupa tes membuat pantun dideskripsikan secara kuantitatif, sedangkan data hasil pengamatan dideskripsikan secara kualitatif. A. Deskripsi Kondisi Awal SD Negeri Gabus 01 Kecamatan Gabus terletak di Jalan Raya Gabus-Tlogoayu. Jumlah siswanya 235 anak. Di Desa Gabus, sebagai ibu kota kecamatan, terdapat 4 sekolah dasar. SD Negeri Gabus 01 merupakan salah satu SD inklusi di Kabupaten Pati. Sekolah ini menerima anak berkebutuhan khusus (cacat) dari berbagai kecamatan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dalam 19

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari sumber data yang berupa pantun buatan siswa akan diperoleh informasi

tentang kemampuan siswa dalam membuat pantun yang diperoleh dari tes siklus I, II,

dan III; sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang diperoleh dari

pengamatan; dan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran yang pelaksanaannya dilakukan di dalam dan di luar kelas. Data yang

berupa tes membuat pantun dideskripsikan secara kuantitatif, sedangkan data hasil

pengamatan dideskripsikan secara kualitatif.

A. Deskripsi Kondisi Awal

SD Negeri Gabus 01 Kecamatan Gabus terletak di Jalan Raya Gabus-

Tlogoayu. Jumlah siswanya 235 anak. Di Desa Gabus, sebagai ibu kota kecamatan,

terdapat 4 sekolah dasar. SD Negeri Gabus 01 merupakan salah satu SD inklusi di

Kabupaten Pati. Sekolah ini menerima anak berkebutuhan khusus (cacat) dari

berbagai kecamatan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dalam pembelajaran

bersama-sama dengan anak-anak biasa. Namun, pada hari-hari tertentu anak- anak

berkebutuhan khusus tersebut ditangani oleh guru khusus.

Motivasi siswa dalam pembelajaran dikatakan kurang. Hal ini sesuai dengan

karakateristik anak usia SD kelas IV, masih suka bermain, sehingga hasil belajar

siswa kurang maksimal. Untuk itu diperlukan metode, teknik, dan pendekatan yang

berfariasi guna memotivasi siswa agar mereka tidak jenuh dalam belajar.

19

Page 2: BAB IV

Pelaksanaan pembelajaran di SD Gabus 01 selalu menggunakan sistem

pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Efektif Kreatif dan Menyenangkan) sebelum

diberlakukannya KTSP sehingga SD Gabus 01 sering dijadikan studi banding.

Beberapa SD yang pernah belajar bersama tentang pembelajaran PAKEM adalah

dari Kecamatan Gunungsitoli Nias (Sumatera Utara), Kecamatan Situbondo Jawa

Timur, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Kudus. Dalam pembelajaran membuat

pantun ini peneliti menggunakan pendekatan kontekstual.

Ketuntasan belajar siswa ditentukan oleh seberapa besar nilai yang diperoleh

siswa dibandingkan dengan KKM yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk tahun

2008/2009, pada mata pelajaran Bahasa Indoensia kelas IV kompetensi dasar

membuat pantun anak yang menarik tentang berbagai tema (persahabatan,

ketekunan, kepatuhan,dll.) sesuai ciri-ciri pantun adalah 70. Artinya, siswa yang

memperoleh nilai 70 atau di atasnya dinyatakan tuntas dan siswa yang memperoleh

nilai di bawah 70 dinyatakan belum tuntas.

B. Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Tes

a. Siklus I

Hasil pre tes (siklus I) terhadap 40 siswa kelas IV menunjukkan

bahwa kemampuan siswa kelas IV SD Negeri Gabus 01 Pati dalam membuat

pantun sangat rendah dan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal

itu terlihat dari rata-rata nilai membuat pantun mencapai 49,25 (di bawah

KKM). Dari jumlah keseluruhan 40 siswa, 2 di antaranya memperoleh nilai

90, 1 memperoleh nilai 80, 5 memperoleh nilai 70, 2 memperoleh nilai 60, 3

memperoleh nilai 50, 12 memperoleh nilai 40, dan 15 siswa memperoleh

20

Page 3: BAB IV

nilai 30. Dengan perolehan nilai tersebut maka siswa yang dinyatakan

memenuhi standart kompetensi 70 berdasarkan KKM yang ditetapkan untuk

mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya 8 siswa atau 20 % yang tuntas.

Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam hasil tes membuat

pantun pada siklus I adalah (1) ketidakmampuan siswa menyusun kata-kata

untuk membuat sampiran maupun isi pantun, (2) diksi pantun buatan siswa

menunjukkan bahwa siswa tidak kreatif. Hasil pantun buatan siswa yang

dinilai dengan kriteria penilaian kesesuaian dengan syarat-syarat pantun,

kemenarikan isi, dan ketepatan penulisan ejaan diperoleh nilai sangat

kurang.

b. Siklus II

Hasil tes siklus II terhadap 36 siswa (4 siswa tidak masuk) kelas

IV menunjukkan bahwa kemampuan membuat pantun dengan pendekatan

kontekstual yang memanfaatkan benda- benda di dalam kelas diperoleh nilai

rata-rata 68,6 di bawah KKM (70) dengan tingkat ketuntasan 68,6 %. Dari

jumlah keseluruhan 36 siswa, 2 di antaranya memperoleh nilai 100, 5 siswa

memperoleh nilai 90, 7 siswa memperolah nilai 80, 5 siswa memperoleh

nilai 70, 10 siswa memperoleh nilai 60, 4 siswa memperoleh nilai 50, 2

siswa memperoleh nilai 40, dan 1 siswa memperoleh nilai 30. Dengan

perolehan nilai tersebut maka siswa yang dinyatakan memenuhi standart

kompetensi 70,00, berdasarkan KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran

Bahasa Indonesia kompetensi dasar membuat pantun adalah 19 siswa atau

52,8 % yang tuntas.

21

Page 4: BAB IV

Adanya tindakan yang berupa penerapan pendekatan kontekstual

dalam pembelajaran membuat pantun, menunjukkan peningkatan perolehan

nilai rata-rata 19,35, yaitu 49,25 (rata-rata siklus I) menjadi 68,6 (rata-rata

siklus II).

Hasil penilaian menunjukkan adanya peningkatan kompetensi siswa

dalam membuat pantun yaitu (1) siswa agak mudah membuat sampiran

maupun isi pantun/kreatif, (2) pantun buatan siswa sebagian sesuai dengan

syarat-syarat pantun, (3) isi pantun agak menarik, (4) kesalahan penulisan

ejaan agak berkurang.

c. Siklus III

Hasil tes pada siklus III terhadap 40 siswa kelas IV menunjukkan

bahwa kemampuan membuat pantun dengan pendekatan kontekstual

diperoleh rata-rata 83,25; di atas KKM (70) dengan tingkat ketuntasan 92,5

%. Dari keseluruhan 40 siswa, 7 di antaranya memperoleh nilai 100, 12

siswa memperoleh nilai 90, 11 siswa memperolah nilai 80, 7 siswa

memperoleh nilai 70, 3 siswa memperoleh nilai 60. Dengan perolehan nilai

tersebut maka siswa yang dinyatakan memenuhi standart kompetensi 70,00,

berdasarkan KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia

adalah 37 siswa atau 92,5 % yang tuntas. Dibanding dengan siklus II ada

peningkatan 14, 65 %.

Hasil penilaian menunjukkna adanya peningkatan kompetensi siswa

dalam membuat pantun, yaitu: (1) siswa lebih mudah menyusun kalimat

untuk membuat sampiran maupun isi pantun, (2) pantun buatan siswa rata-

rata sudah sesuai dengan syarat-syarat pantun, (3) pantun buatan siswa lebih

22

Page 5: BAB IV

menarik dan kreatif , (4) penulisan ejaan benar. Peningkatan nilai rata-rata

kompetensi siswa dalam membuat pantun dari tes awal (siklus I), siklus II,

dan siklus III dapat dilihat pada grafik berikut.

GRAFIK 1

RATA - RATA NILAI TES MEMBUAT PANTUN

Adapun peningkatan ketuntasan dan ketidaktuntasan siswa dalam

membuat pantun pada tes awal (siklus I), siklus II, dan siklus III dapat dilihat

pada grafik berikut.

23

Page 6: BAB IV

GRAFIK 2

Ketuntasan dan Ketidaktuntasan Siswa Dalam Membuat Pantun

Diterapkannya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran membuat

pantun anak yang menarik tentang berbagai tema (persahabatan, ketekunan,

kepatuhan) sesuai dengan ciri-ciri pantun pada siswa kelas IV SD Negeri Gabus

01 terbukti efektif, efisien, dan membantu pencapaian tujuan pembelajaran.

2. Hasil Nontes

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I, siklus II, dan siklus III,

terhadap sikap/perilaku siswa selama proses pembelajaran membuat pantun

dengan pendekatan kontesktual dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih

menyenangkan, menarik, kondusif, dan siswa merasa antusias.

a. Siklus I

Hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat kolaborator dalam

proses pembelajaran terhadap sikap/perilaku siswa pada siklus I

menunjukkan bahwa dari 40 siswa dapat dikategorikan yang bersikap dan

berperilaku amat baik 0 siswa, (0 %), kategori baik 5 siswa (12,5 %),

24

Page 7: BAB IV

kategori sedang 15 siswa (37,5 %), kategori kurang 20 siswa (50 %),

kategori sangat kurang 0 siswa (0 %).

Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa sikap siswa dalam

pembelajaran membuat pantun dengan pendekatan konvensioanal atau

pemberian tugas semata (1) perhatian siswa pasif dan kurang bisa bekerja

sama dengan baik, (2) siswa kurang kreatif mengungkapkan ide, (3) siswa

belajar secara verbalis karena tidak menggunakan sumber belajar yang dekat

dengan siswa.

a. Siklus II

Hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat kolaborator dalam

proses pembelajaran terhadap siswa pada siklus II menunjukkan bahwa dari

36 siswa yang mestinya 40 (4 siswa tidak masuk) dapat dikategorikan yang

bersikap dan berperilaku amat baik 4 siswa (11,1 %), kategori baik 12 siswa

(33,3 %), kategori sedang 20 siswa (55,6 %), kategori kurang 0 siswa (0 %),

kategori sangat kurang 0 siswa (0 %).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa belajar mambuat

pantun dengan pendekatan kontekstual dapat mengubah: (1) melatih kerja

sama siswa dalam kelompok, (2) siswa lebih berinisiatif dalam

mengungkapkan ide, (3) kesediaan mengerjakan tugas meningkat karena

siswa merasa tertantang. Namun demikian, efektifitas kerja siswa belum baik

sehingga waktu yang ditentukan belum cukup. Hal ini terlihat ketika satu

kelompok membuat pantun, ada di antara siswa yang bersikap pasif dan

diam saja menggantungkan teman yang dianggap pandai. Peran individu

dalam kelompok kurang nampak.

25

Page 8: BAB IV

b. Siklus III

Hasil pengamatan antara peneliti dan pengamat kolaborator dalam

proses pembelajaran terhadap sikap/perilaku siswa pada siklus III

menunjukkan bahwa dari 40 siswa dapat dikategorikan yang bersikap dan

berperilaku amat baik 9 siswa (22,5 %), kategori baik 28 siswa (70 %),

kategori sedang 3 siswa (7,5 %), kategori kurang 0 siswa (0 %), kategori

sangat kurang 0 siswa (0 %).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sikap siswa dalam

pembelajaran membuat pantun dengan pendekatan kontekstual pada tahap

siklus III lebih baik. Siswa dapat bekerja sama dengan baik dan lebih aktif,

(2) siswa lebih mudah mengungkapkan ide, (3) siswa lebih antusias

mengerjakan tugas.

Hasil pengamatan perilaku/sikap siswa dari siklus I, siklus II, dan

siklusi III dapat dilihat pada grafik berikut.

GRAFIK 3

HASIL PENGAMATAN SIKAP DAN PERILAKU SISWA

26

Page 9: BAB IV

SK = Sangat Kurang B = Baik

K = Kurang AB = Amat Baik

S = Sedang

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap siswa selama proses

pembelajaran, dapat diketahui bahwa kesiapan siswa dalam pembelajaran membuat

pantun tanpa penerapan pendekatan kontekstual (siklus I) kurang begitu memuaskan.

Hal ini dibuktikan dengan beberapa siswa yang terlihat ramai dengan temannya, kurang

antusias mengerjakan tugas, dan sulit mengungkapkan ide. Setelah diterapkan

pendekatan kontekstual, keaktifan, kreatifitas, dan kesediaan mengerjakan tugas

meningkat lebih baik mulai dari siklus II dan III.

Adanya penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran membantu

siswa mengungkapkan ide dengan menghubungkan lingkungan yang paling dekat

(lokal) dengan siswa ke lingkungan yang lebih luas (global). Hal tersebut sesuai dengan

teori yang dikemukakan oleh Gray (2006: 21) bahwa pendekatan kontekstual membantu

menciptakan pendekatan baru yang berhubungan dengan lokal dan global mengenai

tulisan dasar.

27