BAB I(optik).docx

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifat-sifat optik non linier seperti suseptibilitas, absorbsi, refleksi, transmisi, reflektansi, superposisi dan sebagainya akan dimiliki oleh suatu bahan, jika bahan tersebut dikenai suatu cahaya dengan intensitas yang sangat tinggi seperti laser daya tinggi. Pemberian medan listrik E dan medan magnet B luar pada bahan dalam orde yang cukup besar juga akan menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan sifat-sifat optis. Semakin besar medan magnet atau medan listrik maka intensitas cahaya akan menjadi lebih besar, sehingga bila intensitas cahaya yang sangat besar tersebut mengenai suatu medium optis maka sifat-sifat linier optis tidak berlaku lagi karena peristiwa-peristiwa optis bergantung pada besarnya medan magnet atau medan listrik yang diberikan. Fenomena optika non linier diakibatkan karena dua gelombang tidak lagi hanya saling berinteraksi, dalam artian cahaya satu berinteraksi dengan cahaya yang lainnya menghasilkan pola-pola interferensi, akan tetapi juga berinteraksi dengan medium yang dilaluinya. Hal ini diakibatkan ketidakmampuan dipol dalam medan optik untuk merespon secara linier dari medan listrik E atau medan magnet B cahaya yang datang. Jika sebuah gelombang elektromagnetik terpolarisasi melewati bahan-bahan tertentu, maka bidang polarisasinya terputar. Dalam hal ini prinsip-prinsip

Transcript of BAB I(optik).docx

Page 1: BAB I(optik).docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifat-sifat optik non linier seperti suseptibilitas, absorbsi, refleksi, transmisi, reflektansi,

superposisi dan sebagainya akan dimiliki oleh suatu bahan, jika bahan tersebut dikenai suatu

cahaya dengan intensitas yang sangat tinggi seperti laser daya tinggi. Pemberian medan listrik E

dan medan magnet B luar pada bahan dalam orde yang cukup besar juga akan menyebabkan

suatu bahan mengalami perubahan sifat-sifat optis. Semakin besar medan magnet atau medan

listrik maka intensitas cahaya akan menjadi lebih besar, sehingga bila intensitas cahaya yang

sangat besar tersebut mengenai suatu medium optis maka sifat-sifat linier optis tidak berlaku lagi

karena peristiwa-peristiwa optis bergantung pada besarnya medan magnet atau medan listrik

yang diberikan.

Fenomena optika non linier diakibatkan karena dua gelombang tidak lagi hanya saling

berinteraksi, dalam artian cahaya satu berinteraksi dengan cahaya yang lainnya menghasilkan

pola-pola interferensi, akan tetapi juga berinteraksi dengan medium yang dilaluinya. Hal ini

diakibatkan ketidakmampuan dipol dalam medan optik untuk merespon secara linier dari medan

listrik E atau medan magnet B cahaya yang datang. Jika sebuah gelombang elektromagnetik

terpolarisasi melewati bahan-bahan tertentu, maka bidang polarisasinya terputar. Dalam hal ini

prinsip-prinsip superposisi yang dipenuhi oleh dua gelombang harmonik yang saling

berinterferensi tidak akan berlaku lagi di dalam kasus optik non linier ini. (Pedrotti, 1993).

1.2 Tujuan Percobaan

1. Mengukur intensitas cahaya terpolarisasi linier sebagai fungsi dari posisi analisator.

2. Pengukuran intensitas cahaya dibelakang analisator sebagai fungsi dari sudut diantara

filter plat λ/4 lamda dalam analisator.

3. Melakukan eksperimen dengan dua buat plat λ/4 lamda.

1.3 Permasalahan

1. Bagaimana mengukur cahaya terpolarisasi pada analisator

2. Bagaimana pengaruh cahaya pada analisator ketika dipasang oleh dua buah cermin λ/4

Page 2: BAB I(optik).docx

BAB 1

DASAR TEORI

Polarisasi merupakan peristiwa penyerapan arah bidang getar dari gelombang. Gejala

polarisasi hanya dapat dialami oleh gelombang transversal saja, sedangkan gelombang

longitudinal tidak mengalami gejala polarisasi, fakta bahwa cahaya dapat mengalami polarisasi

menunjukkan bahwa cahaya merupakan gelombang transversal. Pada umumnya, gelombang

cahaya mempunyai banyak arah getar. Suatu gelombang yang mempunyai banyak arah getar

disebut gelombang tak terpolarisasi, sedangkan gelombang yang memilki satu arah getar disebut

gelombang terpolarisasi.

Gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada tali yang

dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah maka gelombang pada tali

dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali digetarkan dengan arah tegak lurus celah

maka gelombang pada tali tidak bisa melewati celah tersebut. Sinar alami seperti sinar Matahari

pada umumnya adalah sinar yang tak terpolarisasi. Peristiwa terjadinya polarisasi cahaya dapat

disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena pembiasan ganda (birefrigence), penyerapan

selektif, pemantulan (refleksi), dan hamburan.

1. Birefrigence (Refraksi Ganda)

Efek polarisasi ganda atau kembar yang terjadi ketika cahaya dilewatkan melalui kristal

yang sekarang kita kenal sebagai kristal kalsit pertama kali ditemukan oleh Bartholinus pada

tahun 1669. Lalu, kemudian pada tahun 1690, Christian Huygens menemukan fenomena

polarisasi cahaya dengan melewatkan cahaya melalui dua buah kristal kalsit yang disusun secara

seri. Huygens mendapatkan bahwa jika sebuah sinar masuk ke dalam kristal kalsit dalam

berbagai sudut masuk, maka sinar itu akan terpecah menjadi dua buah sinar yang keluar dari

kristal kalsit, yakni sinar biasa (sinar o) dan sinar luar biasa (sinar e). Pembelokan ganda dari

sebuah sinar yang ditransmisikan melalui kalsit dinamakan refraksi ganda. Jadi, jika cahaya

melalui kaca, maka cahaya lewat dengan kelajuan sama ke segala arah. Ini disebabkan kaca

mempunyai satu indeks bias. Tetapi dalam bahan kristal tertentu seperti kalsit dan kuarsa.

Kelajuan cahaya tidak sama untuk ke segala arah. Ini disebabkan kristal mempunyai lebih dari

satu nilai indeks bias. Jadi cahaya yang lewat mengalami pembiasan ganda. Jika seberkas sinar

Page 3: BAB I(optik).docx

datang searah garis normal, maka sinar ini akan dibagi menjadi dua sinar. Sinar pertama

diteruskan tanpa pembelokan disebut sebagai sinar biasa. Sinar kedua dibelokkan, dan disebut

sebagai sinar istimewa. Peristiwa ini disebut sebagai polarisasi dengan pembiasan ganda. Jadi

polarisasi pembiasan ganda terjadi pada kristal yang memiliki lebih dari satu nilai indeks bias.

Jika seberkas sinar datang searah dengan sumbu normal, maka akan dibagi menjadi dua, yaitu

sinar biasa dan sinar istimewa. (Pedrotti, 1993).

2. Polarisasi karena Penyerapan Selektif

Polarisas dapat terjadi dengan bantuan kristal Polaroid, bahan polaroid bersifat

meneruskan cahaya dengan arah getar tertentu dan menyerap cahaya dengan arah getar yang lain.

Cahaya yang diteruskan adalah cahaya yang arah getarnya sejajar dengan sumbu polarisasi

polaroid. Menurut Malus, intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh analisator tergantung pada

sudut antara bidang polarisator dan bidang analisator yang dapat ditulis sebagai berikut:

I = Imax cos2 θ …………(1)

Persentase polarisasi

Imax- Imin x100% ………..(2) Imax + Imin

Teknik yang umum untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi adalah menggunakan

polaroid yang akan meneruskan gelombang–gelombang yang arah getarnya sejajar dengan

sumbu transmisi dan menyerap semua gelombang pada arah getar lainnya. Pada percobaan ini

ada dua buah polaroid, polaroid pertama disebut polarisator dan polaroid kedua disebut

analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dari cahaya tak

terpolarisasi (cahaya alami). Analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya cahaya

terpolarisasi

Page 4: BAB I(optik).docx

Gambar 1. Cahaya bias memasuki polarisator

Prinsip kerja sistem adalah sebagai berikut, seberkas cahaya alami menuju polarisator. Di

sini cahaya dipolarisasi secara vertikal, yaitu hanya komponen vektor medan listrik E yang

sejajar dengan sumbu transmisi saja yang diteruskan sedangkan lainnya diserap. Cahaya

terpolarisasi yang masih mempunyai kuat medan listrik belum berubah menuju analisator (sudut

antara sumbu transmisi analisator dan polarisator adalah θ). Di analisator, semua komponen E

yang sejajar sumbu analisator yang diteruskan. Jadi, kuat medan listrik yang diteruskan oleh

analisator adalah:

E2 = E cos ……………………………(1)

Jika cahaya alami tak terpolarisasi yang jatuh pada polaroid pertama (polarisator) memiliki

intensitas I0, maka cahaya terpolarisasi yang melewati polarisator, I1 adalah

I1= 1/2 I0 ……………………………(2)

Cahaya dengan intensitas I1 ini kemudian datang pada analisator dan cahaya yang keluar dari

analisator akan memiliki intensitas I2 . menurut hukum Maulus, hubungan antara I2 dan I1 dapat

dinyatakan

I2 = I1 cos2 θ = ½ I0 cos2 θ …………………(3)

Cahaya biasa memasuki polarisator

Cahaya tak terpolarisasi

polarisator

Terpolarisasi bidang sesuai arah polarisator

Arah rambatan cahaya

Page 5: BAB I(optik).docx

Persamaan 3 menunjukkan bahwa analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya

terpolarisasi. Intensitas cahaya yang diteruskan oleh sistem Polaroid mencapai maksimum jika

kedua sumbu polarisasi adalah sejajar (θ = 00 atau 1800) dan mencapai minimum jika kedua

sumbu polarisasi saling tegak lurus atau 900. Polarisasi oleh kristal dikroik yang dapat menyerap

secara selektif salah satu komponen yang saling tegak lurus dari cahaya alam (tak terpolarisasi).

Kristal ini mempunyai sumbu yang jika medan listrik cahaya terpolarisasi linear sejajar dengan

sumbu ini datang pada kristal, maka cahaya akan ditruskan dengan redaman yang sangat kecil.

Cara sederhana untuk medapatkan cahaya yang terpolarisasi adalah dengan pamantulan

cahaya sebagai berikut. Sinar A dipantulkan oleh cermin P1 dan sinar yang terpantul dipantulkan

lagi oleh cermin P2 apabila cermin P2 diputar terhadap poros cermin P1 dengan kelipatan 90 0

ternyata cahaya yang terpantul berintensitas nol dan sudut pantul ini disebut sudut polarisasi.

3. Hamburan (Scattering)

Hamburan cahaya oleh partikel kecil bahan adalah salah satu fenomena alam yang sangat

indah. Langit biru dan merahnya sunset merupakan peristiwa hamburan. Seperti sinar matahari

ketika melewati atmosfer, maka sebagian besar cahaya akan diserap oleh molekul udara dan

dengan seketika diberikan pada beberapa arah yang baru. Fenomena hamburan sama dengan

perilaku gelombang air pada benda yang mengapung, misalnya gabus kecil yang mengapung

akan bergerak naik turun dengan frekuensi dari gelombang yang melewatinya. Gelombang

cahaya divisualisasikan bergerak dalam cara yang sama pada molekul udara. Cahaya

dihamburkan dalam berbagai arah. Telah lama diketahui bahwa gelombang cahaya pendek

dihamburkan lebih daripada gelombang cahaya yang lebih panjang. Secara spesifik, hamburan

ditemukan dalam percobaan menjadi proporsional dengan pangkat empat dari frekuensi atau atau

berbanding terbalik dengan pangkat empat panjang gelombang.

1. Polarisasi cahaya karena Pemantulan

Pada sifat polarisasi ini sangat unik karena selain cahaya di pantulkan juga dibiaskan

pula. Bagian yang memantul pada cahaya adalah medan listrik yang tegak lurus bidang datang

(bidang yang dibentuk sinar datang dan normal bidang). Untuk sudut datang (sudut polarisasi =

θip). Dengan menggunakan hukum snelius yaitu n1 adalah medium pertama sedangkan n2 adalah

Page 6: BAB I(optik).docx

medium kedua, jadi, tan θ adalah berbanding terbalik antara n1 (indeks medium pertama) dan n2

(indeks medium kedua). Lalu jumlah sudut pantul (ip) dan sudut bias (r) adalah 90 derajat karena

kondisi terjadinya polarisasi total pada cahaya yang dipantulkan 900. Cahaya yang dipantulkan

hanya bagian medan listrik yang tegak lurus bidang datang (polarisasi linier atau bidang).

Kamil, A. 2007.

Jika seberkas pola cahaya alamiah dijatuhkan pada permukan bidang batas dua medium,

maka sebagian cahaya akan mengalami pembiasan dan sebagian lagi mengalami pemantulan.

Sinar bias dan sinar pantul akan terpolarisasi sebagian. Jika sudut sinar datang diubah-ubah, pada

suatu saat sinar bias dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Pada keadaan ini, sudut sinar datang

(i) disebut sudut polarisasi (ip) karena sinar yang terpantul mengalami polarisasi sempurna atau

terpolarisasi linear. Menurut Hukum Snellius,

n1 sin ip = n2 sin r, dengan r + ip = 90 atau r = 90 – ip

selanjutnya dapat dituliskan :

n1 sin ip = n2 sin (90 – ip)= n2 cos ip

Sudut ip disebut sudut polarisasi atau sudut Brewster, yaitu sudut datang pada sinar bias

dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Tingkat polarisasi bergantung pada sudut datang dan

indeks bias kedua medium. Gambar berikut menunjukkan sinar datang pada sudut polarisasi 570,

maka sinar pantulnya merupakan sinar terpolarisasinya. Sedangkan rumus yang tertera di gambar

dikenal sebagai "Hukum Brewster”. Dan Hukum ini didapat dari hubungan sudut polarisasi dan

indeks bias medium dengan memakai hukum "Snellius”.

Gambar 2. Sinar datang pada sudut Polarisasi

Page 7: BAB I(optik).docx

2. Polarisasi oleh kristal diploid

Kristal diploid adalah Kristal yang dapat menyerap secara selektif salah satu komponen yang

tegak lurus dari cahaya alam. Kristal ini mempunyai sumbu yang jika medan listrik cahaya

terpolarisasi linier sejajar dengan sumbu ini dating pada kristal, maka cahaya akan diteruskan

dengan redaman yang sangat kecil. Sumbu ini disebut sumbu mudah atau sumbu polarisasi.

Biasanya dipasang dua buah kristal diploid sebagai polarisator dan yang lain sebagai analisator.

Jika sumbu mudah kedua Kristal saling tegak lurus, maka tidak ada cahaya yang sampai dapat

menembus analisator (medan listrik terserap sempurna). Jika sumbu mudah analisator

membentuk sudut terhadap sumbu mudah polarisator, maka cahaya akan dapat sampai pada

pengamat dengan intensitas sebesar:

I1= I0 cos2 θ

Dimana:

I1= Intensitas cahaya setelah melewati analisator,

I0= Intensitas cahaya sebelum melewati analisator dan

θ = Sudut yang dibentuk antara sumbu mudah polarisator dan analisator.

Bila seberkas cahaya terpolarisasi diteruskan melalui jenis kristal tertentu, maka arah getar

cahaya terpolarisasi yang keluar tidak akan sama dengan arah awalnya. Fenomena inilah yang

disebut pemutaran bidang getar atau polarisasi. Ada dua macam fenomena pemutaran zat optik

aktif, yaitu efek yang memutar bidang polarisasi kekanan, di lihat secara horisontal berkas yang

bergerak maju, efek ini disebut pemutar kanan dengan simbol d, dan yang memutar bidang

polarisasi kekiri disebut pemutar kiri dengan simbol l. Aktivitas optik bisa terjadi karena

ketidaksimetrisan sifat kristal secara keseluruhan. Rotasi bidang polarisasi ini disebut aktivitas

optis. Jadi jika seberkas cahaya terpolarisasi linier melalui suatu bahan optis aktif maka

gelombang yang ditranmisikan juga terpolarisasi linier tetapi pada bidang yang lain, yang

membentuk sudut β dengan bidang datang. Dari sudut pandang seorang pengamat yang

menerima cahaya transmisi, bahan tersebut disebut pemutar kanan atau pemutar kiri. Yang

bergantung pada apakah rotasi bidang polarisasi tersebut searah atau berlawanan dengan arah

jarum jam. (Alonso, 1992).

Page 8: BAB I(optik).docx

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan bahan

NO Alat dan Bahan Jumlah

1 Laser He-Ne 5 mW 1 buah

2 Optical base plate 1 buah

3 Sensor 1 buah

4 Lensa Cembung 1 buah

5 Lensa Biasa 2 buah

6 Mica 2 buah

7 Power supply 2 buah

8 Voltmeter 1 buah

3.2 Metode Percobaan

1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan pada percobaan interferometer ini.

2. Disusun alat dan bahan sesuai dengan gambar.

3. Setalah alat dan bahan disusun sesuai dengan gambar, nyalakan power supply dan laser.

4. Kemudian atur cahaya yg keluar dari laser tepat tegak lurus dengan plat sampai laser

tersebut memantulkan cahayanya kembali.

5. Kemudian plat yang memantulkan cahaya laser duatur tepat mengenai lensa cembung.

6. Setelah itu cahaya laser dipantulkan pada lensa biasa tepat ditengah lensa.

7. Mica diatur tepat 0° dan laser dipantulkan tepat ditengah mica, sehingga dapat

memantulkan cahaya nya tepat mengenai lensa biasa.

8. Setelah itu cahaya laser pada lensa biasa dipantukan tepat mengenai detector. Detector

yang membaca cahaya laser menuju output power supply yg akan menghasilkan keluaran

berupa tegangan dalam bentuk mV.

Page 9: BAB I(optik).docx

BAB IV

DATA PENGAMATAN

Page 10: BAB I(optik).docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Polarisasi merupakan peristiwa penyerapan arah bidang getar dari gelombang.

2. Peristiwa terjadinya polarisasi cahaya dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena pembiasan ganda (birefrigence), penyerapan selektif, pemantulan (refleksi), dan hamburan.

3. Pembelokan ganda dari sebuah sinar yang ditransmisikan melalui kalsit dinamakan refraksi ganda.

4. Cahaya terpolarisasi adalah menggunakan polaroid yang akan meneruskan gelombang -gelombang yang arah getarnya sejajar dengan sumbu transmisi dan menyerap semua gelombang pada arah getar lainnya.

5. Gelombang cahaya divisualisasikan bergerak dalam cara yang sama pada molekul udara, Cahaya dihamburkan dalam berbagai arah.

6. Kristal diploid adalah Kristal yang dapat menyerap secara selektif salah satu komponen yang tegak lurus dari cahaya alam

7. Sifat-sifat optik non linier seperti suseptibilitas, absorbsi, refleksi, transmisi, reflektansi, dan superposisi

8. Fenomena optika non linier diakibatkan karena dua gelombang tidak lagi hanya saling berinteraksi, dalam artian cahaya satu berinteraksi dengan cahaya yang lainnya menghasilkan pola-pola interferensi, akan tetapi juga berinteraksi dengan medium yang dilaluinya.

Page 11: BAB I(optik).docx

DAFTAR PUSTAKA

Kamil, A. 2007. Pengamatan Perubahan Sudut Putar Polarisasi Cahaya pada Medium Transparan dalam Medan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rahmat. 2012. Polarisasi Cahaya. http://rahmakhg.blogspot.com/polarisasi cahaya. Diakses Pada Tanggal 8 November 2013.

Alonso, M. & Finn. 1992. Dasar-Dasar Fisika Universitas. Jakarta : Penerbit Erlangga

Pedrotti, Frank L. & Leno S. Pedrotti. 1993. Introduction to Optics Second Edition. New Jersey : Prentice-Hall Inc .

Sanyoto, Dro Dwi Lego. 2007. Pengamatan Sifat Optis Aktif melalui Resonansi Medan Magnet dengan Dipol-Dipol .