Bab Iii_tri Sandhi

12
29 BAB III DASAR TEORI 3.1. Uji Pompa (Pumping Test ) Uji pompa (pumping test ) dilakukan disuatu sumur untuk mengetahui karakteristik akuifer seperti kemampuan akuifer melakukan dan menyimpan air tanah, mengetahui kemampuan sumur bila dipompa dalam waktu lama, mengetahui efisiensi sumur saat dilakukan pemompaan dengan debit tertentu, untuk menentukan jenis pompa yang sesuai, dan memperkirakan biaya pemompaan. Uji pompa (pumping test ) dilaksanakan baik pada sumur yang airnya memancar keluar maupun yang tidak memancar keluar. Sumur yang airnya memancar keluar adalah sumur yang airnya keluar dengan sendirinya tanpa dipompa. Kondisi ini didapat karena akuifernya merupakan akuifer tertekan dengan muka air tanahnya terletak di atas muka tanah setempat. Sumur seperti ini dikatakan sebagai sumur artesis positif. Sumur yang airnya tidak memancar keluar artinya muka air tanahnya terletak di bawah muka tanah setempat. Kondisi ini umumnya dijumpai pada akuifer tidak tertekan atau akuifer tertekan tetapi muka air tanahnya terletak di bawah muka tanah setempat atau sumur artesis negatif.

description

log

Transcript of Bab Iii_tri Sandhi

Page 1: Bab Iii_tri Sandhi

29

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Uji Pompa (Pumping Test)

Uji pompa (pumping test) dilakukan disuatu sumur untuk mengetahui

karakteristik akuifer seperti kemampuan akuifer melakukan dan menyimpan air

tanah, mengetahui kemampuan sumur bila dipompa dalam waktu lama, mengetahui

efisiensi sumur saat dilakukan pemompaan dengan debit tertentu, untuk

menentukan jenis pompa yang sesuai, dan memperkirakan biaya pemompaan.

Uji pompa (pumping test) dilaksanakan baik pada sumur yang airnya

memancar keluar maupun yang tidak memancar keluar.

Sumur yang airnya memancar keluar adalah sumur yang airnya keluar

dengan sendirinya tanpa dipompa. Kondisi ini didapat karena akuifernya

merupakan akuifer tertekan dengan muka air tanahnya terletak di atas muka tanah

setempat. Sumur seperti ini dikatakan sebagai sumur artesis positif.

Sumur yang airnya tidak memancar keluar artinya muka air tanahnya

terletak di bawah muka tanah setempat. Kondisi ini umumnya dijumpai pada

akuifer tidak tertekan atau akuifer tertekan tetapi muka air tanahnya terletak di

bawah muka tanah setempat atau sumur artesis negatif.

Page 2: Bab Iii_tri Sandhi

30

Gambar 3.1. Kondisi Sumur Bor yang Dihubungkan Dengan Kedudukan

Akuifernya

Uji Pompa pada kedua kondisi sumur tersebut dilaksanakan dengan prinsip

yang sama, karena pada sumur yang airnya memancar keluar jika pipanya

disambung terus suatu saat muka air tanahnya akan berhenti di suatu kedudukan

tertentu.

3.2. Istilah-Istilah Pada Uji Pompa (Pumping Test)

Dalam uji pompa (pumping test) dikenal beberapa istilah yang perlu

diketahui, yaitu muka air tanah, tinggi kenaikan air, penurunan muka air tanah,

penurunan muka air tanah sisa, kambuh, penurunan muka air tanah tersedia.

Muka air tanah (mat) adalah kedudukan muka air tanah didalam sumur

dalam keadaan tidak dipompa dan tidak dipengaruhi oleh pemompaan sumur lain.

Tinggi kenaikan air (TKA) adalah sama dengan mat pada sumur yang

memancar keluar. TKA adalah kedudukan muka air tanah di dalam pipa sumur bila

Page 3: Bab Iii_tri Sandhi

31

pipa disambung ke atas sampai muka air tanah berhenti pada suatu keadaan tertentu.

TKA diukur dalam meter dari muka tanah setempat atau dalam kilopascal (kPa).

Penurunan muka air tanah (draw down = s) adalah besarnya penurunan

muka air tanah di dalam sumur selama pemompaan berlangsung. Penurunan muka

air tanah ini diukur pada interval waktu tertentu semenjak pemompaan dimulai

sampai pemompaan dihentikan.

Penurunan muka air tanah sisa (residual drawdown = s’) adalah jarak muka

air tanah di dalam sumur dari muka air tanah semula setelah pemompaan

dihentikan.

Kambuh (recovery = s”) adalah besarnya kenaikan muka air tanah

semenjak pompa dihentikan. Bila muka air tanah ini kembali ke posisi semula

dikatakan bahwa kambuh telah tercapai.

Penurunan muka air tanah tersedia (available drawdown = Add) adalah

besarnya penurunan yang diijinkan dari muka air tanah sampai ke ujung pipa isap

pompa atau sampai kedudukan aman pompa. Penurunan muka air tanah tersedia ini

biasa pula dikatakan sebagai debit aman suatu sumur atau well yields (Freeze and

Cherry, 1979)

Page 4: Bab Iii_tri Sandhi

32

Gambar 3.2. Keadaan Sumur Bor Selama Uji Pemompaan Air Tanah

3.3. Pengukuran dan Peralatan

Dalam uji pompa (pumping test) diperlukan beberapa peralatan dan

parameter yang perlu diukur, yaitu waktu pemompaan, debit pemompaan, dan

kedudukan muka air tanah selama pemompaan berlangsung. Untuk itu diperlukan

peralatan seperti pompa air, pencatat waktu, pengukur kedudukan muka air tanah,

dan pegukur debit.

a. Pompa air

Pompa air dabat dibedakan menjadi pompa sentrifugal, seperti

pompa isap (suction pumps), pompa turbin (turbine pumps), pompa selam

(submersible pumps); pompa jet (jet pumps); dan pompa tiup (air lift

Page 5: Bab Iii_tri Sandhi

33

pumps). Kesemua pompa tersebut dipergunakan untuk memompa air dari

dalam sumur.

b. Pengukur waktu

Waktu yang diukur dengan pencatat waktu seperti jam maupun stop

watch. Pengukur waktu diperlukan untuk mengukur debit pemompaan bila

volume air yang keluar diukur menggunakan penadah dan untuk

menetapkan interval waktu pengukuran penurunan maupun kambuhnya

muka air tanah, dan interval waktu pembacaan debit.

Lamanya pemompaan tergantung pada keperluan dari sumur seperti

peternakan, perumahan, irigasi, perkotaan, penyelidikan, atau pengujian

ulang.

c. Pengukur muka air tanah

Muka air tanah diukur dengan pencatat muka air tanah (water level

recorder) baik otomatis maupun tidak otomatis. Alat ini umumnya

dipergunakan untuk mengukur sumur yang tidak memancar. Sedangkan

sumur yang diukur adalah tekanannya dengan manometer.

d. Pengukur debit pengeluaran

Debit pemompaan diukur dengan beberapa alat, seperti penadah

dengan pengukur waktu; sekat pengukur, penadah orifice (orifice bucket),

dan pipa orifice (orifice pipe).

1. Penampung dengan pengukur waktu

Pengukuran dilakukan dengan mengisi penampung yang diketahui

volumenya, seperti ember, kaleng, dan lain sebagainya dan dicatat

Page 6: Bab Iii_tri Sandhi

34

waktunya. Cara ini sangat sederhana tetapi apabila debit pemompaan

cukup besar

2. Ambang pengukur

Ambang pengukur dipasang pada ujung saluran atau bak dan

ambang ini dapat berbentuk segitiga, trapesium, atau segiempat.

Permukaan air yang melewati sekat diukur ketinggiannya sehingga

diketahui debit pengeluarannya.

3. Penampang orifice (orifice bucket)

Penadah orifice merupakan suatu penadah yang alasnya diberi

lubang-lubang dengan jumlah tertentu. Cara pengukuran dilakukan

dengan menadah air yang keluar dan permukaan air di dalam penadah

diukur dari suatu bidang referensi.

4. Pipa orifice

` Pipa orifice merupakan pipa dengan diameter tertentu dengan salah

satu ujungnya ditutup dan diberi lubang-lubang dengan jumlah tertentu.

Bila ada aliran air maka air akan naik ke suatu ketinggian tertentu

ditempat pembacaan. Besarnya kenaikan tersebut menunjukkan debit

aliran didalam pipa yang setara dengan debit pemompaan.

e. Meter air

Debit pemompaan dapat pula diukur dengan memasang meter air

diujung pipa pengeluaran.

Page 7: Bab Iii_tri Sandhi

35

3.4. Prosedur Uji Pompa Bertingkat

Uji Pompa bertingkat dilaksanakan dengan debit pemompaan yang diubah

disetiap tingkatan yang dikehendaki. Debit tersebut dapat ditambah atau dikurangi

setiap tingkatan.

Uji Pompa bertingkat dilakukan dengan menambah debit disetiap tingkatan.

Penurunan muka air tanah diukur selama pengujian disetiap tingkatan adalah

sebagai berikut bila tingkat pertama diukur selama 180 menit maka pengukuran

dilakukan dimenit 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 25, 30, 35, 40, 45,

50, 55, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 135, 150, 165, 180; kemudian debit dibesarkan

dan penurunan muka air tanah diukur di menit 181, 182, 183, dan seterusnya sampai

menit ke 360; kemudian debit dibesarkan lagi dan pengukuran muka air tanah

dilakukan lagi di menit 361, 362, 363, dan seterusnya sampai menit ke 540.

Banyaknya tingkatan tergantung pada rencana yang telah ditentukan, dan setelah

pengujian bertingkat selesai serta pemompaan dihentikan dilakukan uji kambuh.

Keuntungan uji pompa ini adalah dapat untuk mengetahui hubungan secara

akurat antara penurunan muka air tanah, aliran laminar, aliran turbulen dengan

debit pemompaan, dan untuk menentukan besarnya debit pemompaan pada

penurunan muka air tanah yang diinginkan. Metoda ini diperlukan bila uji pompa

yang dilaksanakan lebih kecil daripada debit pemompaan yang direncanakan.

3.5. Metode Hantush-Bierschenk

Cara uji dengan metode analisis Hantush-Bierschenk bisa diterapkan

dengan pengambilan anggapan dan persyaratan berikut :

a) akuifer dalam kondisi terkekang, tidak tertekang atau bebas;

Page 8: Bab Iii_tri Sandhi

36

b) akuifer terbentang meluas tak berhingga;

c) akuifer homogen, isotropik dengan ketebalan seragam seluas daerah

yang dipengaruhi oleh uji pemompaan;

d) sebelum pemompaan muka air dalam kedudukan mendatar seluas

daerah yang dipengaruhi oleh uji pemompaan;

e) akuifer dipompa secara bertahap dengan debit yang bertambah;

f) aliran di dalam sumur dalam kondisi tak langgeng (unsteady state);

g) kehilangan tinggi tekan non linear di dalam sumur cukup berarti dan

bervariasi menurut pernyataan CQ2.

3.5.1. Prinsip metode analisis Hantush-Bierschenk

Ada beberapa metode analisis untuk uji pompa (pumping test) seperti

metode Hantush-Bierschenk, Eden-Hazel, Rorabaugh dan Sheahan. Namun dalam

hal ini menggunakan prosedur analisis metode Hantush-Bierschenk.

Jacob (1947) pertama kali menggunakan rumus berikut untuk penerapan uji

surutan bertahap :

𝑠𝑤 = 𝐵(𝑟𝑒𝑤,𝑡) 𝑄 + 𝐶 𝑄2 ................................................................... (01)

𝐵(𝑟𝑒𝑤 ,𝑡) = 𝐵1(𝑟𝑤,𝑡) + 𝐵2 .................................................................. (02)

dengan :

𝑠𝑤 : surutan;

𝐵1(𝑟𝑒𝑤 ,𝑡) : konstanta kehilangan tinggi tekan akuifer linear (aquifer loss);

𝐵2 : konstanta kehilangan tinggi tekan sumur linear;

𝐶 : konstanta kehilangan tinggi tekan sumur nonlinear (well loss);

rew : jari-jari efektif sumur;

Page 9: Bab Iii_tri Sandhi

37

rw : jari-jari sumur;

t : waktu pemompaan.

Dengan menggunakan prinsip superposisi, Hantush (1964) menerapkan

rumus berikut :

𝑠𝑤(𝑛) = ∑ ∆𝑄𝑖 𝐵(𝑟𝑒𝑤,𝑡−𝑡𝑖) 𝑄𝑛 + 𝑛𝑖=1 𝐶 𝑄𝑛

2 ........................................ (03)

Jumlah dari pertambahan surutan diambil pada interval waktu yang tetap

dihitung dari permulaan tiap tahap (t – ti) dapat diperoleh dari persamaan (03), yang

berbentuk :

∑ ∆𝑠𝑤(𝑖) = 𝑠𝑤(𝑛) = 𝐵(𝑟𝑒𝑤,∆𝑡)𝑄𝑛 + 𝐶𝑄𝑛2𝑛

𝑖=1 .................................... (04)

dan dapat ditulis kembali dan dipakai untuk metode analisis sebagai berikut :

𝑠𝑤 (𝑛)

𝑄𝑛= 𝐵(𝑟𝑒𝑤,∆𝑡) + 𝐶𝑄𝑛 .................................................................... (05)

Persamaan terakhir ini digunakan untuk menentukan konstanta B dan C,

yang merupakan karakteristik kinerja sumur uji atau sumur produksi, dengan

penjelasan sebagai berikut :

𝑠𝑤(𝑛) : surutan total dalam sumur selama n tahap pada waktu t;

𝑟𝑒𝑤 : jari-jari efektif sumur;

∆𝑡 : 𝑡 − 𝑡1;

𝑡𝑖 : waktu pada saat tahap ke i dimulai;

𝑄𝑛 : debit tetap selama tahap ke n;

𝑄𝑖 : debit tetap selama tahap ke i yang mendahului tahap n;

∆𝑄(𝑖) : 𝑄𝑖 − 𝑄𝑖−1 ;

Page 10: Bab Iii_tri Sandhi

38

∆𝑠𝑤(𝑖) : pertambahan surutan antara tahap ke i dengan tahap yang

mendahuluinya diambil pada waktu 𝑡𝑖 + ∆𝑡 dari permulaan tahap ke

i.

𝟑.5.2. Cara Uji Hantush-Bierschenk

Cara uji dilakukan menurut urutan langkah berikut ini :

a) plot data surutan hasil pengamatan sw pada kertas semilog terhadap

waktu t yang berkaitan pada skala logaritma;

b) lakukan ekstrapolasi melalui titik-titik plot untuk tiap tahap sampai ke

akhir tahap berikutnya;

c) tentukan pertambahan surutan Δsw(i) untuk setiap tahap dengan

mengambil selisih antara surutan pengamatan pada interval waktu tetap

Δt yang diambil dari awal tiap tahap dengan surutan yang berkaitan

pada lengkung ekstrapolasi dari tahap yang sebelumnya;

d) tentukan nilai sw(n) yang berkaitan dengan debit Qn dari sw(n) = Δsw(1) +

Δsw(2) + Δsw(3) +……..+ Δsw(n)

e) hitung rasio sw(n) / Qn untuk tiap tahap;

f) plot pada kertas berskala linear sw(n) / Qn terhadap Qn;

g) buat garis lurus melaui titik-titik plot (jika tidak begitu lurus maka dapat

menggunakan metode analisis yang lain);

h) tentukan kemiringan garis lurus Δ (sw(n) / Qn)/ ΔQn yang merupakan

angka C;

i) Perpanjang garis lurus sampai memotong sumbu Q = 0, titik potong

dengan sumbu (sw(n) / Qn) adalah B.

Page 11: Bab Iii_tri Sandhi

39

CATATAN 1 Angka-angka tergantung atas data ekstrapolasi dan oleh karenanya dapat terjadi

kesalahan

CATATAN 2 Jika suatu keadaan stabil tercapai untuk tiap tahap, penurunan muka air pada sumur

menjadi tidak lagi tergantung waktu. Oleh karena itu pengamatan penurunan muka

air pada kondisi stabil dan debit tiap tahap dapat digunakan langsung pada plotting

(sw(n) / Qn) terhadap Qn pada kertas skala linear

3.6. Efisiensi Sumur

Dalam pemompaan sumur terjadi penurunan muka air (drawdown), yang

mana ini terdidiri atas 2 (dua) komponen , yaitu disebut sebagai " aquifer losses

dan well losses".

Aquifer losses didefinisikan sebagai kerugian tinggi tekan atau head losses

yang terjadi akibat hambatan aliran yang terjadi pada aquifernya sendiri dan aliran

ini bersifat laminer. Sedangkan well losses terbagi lagi menjadi 2 (dua) , yaitu yang

bersifat laminer dan non linier.

Sumur dikatakan bahwa sumur yang effisien adalah sumur yang

mempunyai "well losses" kecil.

Well losses ini tergantung dari besarnya pemompaan yang terdiri atas

efisiensi pemompaan (Ep) dan faktor development ( Fd) .

Efisiensi pemompaan (Ep) dinyatakan dengan : 𝐸𝑝 =𝐵𝑄

𝑆𝑤𝑥100%. Besarnya

debit pemompaan yang efisien adalah pemompaan yang menghasilkan nilai Ep ≥

50 %. Sedangkan Fd dinyatakan dengan 𝐹𝑑 =𝐶

𝐵𝑥100.

Page 12: Bab Iii_tri Sandhi

40

Tabel 3.1. Klasifikasi Sumur berdasarkan faktor development menurut Biershenk

No Nilai Faktor Development (Fd) Klasifikasi Sumur

1

2

3

4

< 0.1

0.1 - 0.5

0.5 - 1

> 1

Sangat baik

Baik

Sedang

Jelek