Bab i,II,III,IV,V Makalah Akad Salam
description
Transcript of Bab i,II,III,IV,V Makalah Akad Salam
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan zaman, umat manusia khusus nya umat islam dalam
kehidupan modern ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Di satu sisi harus
mampu mengikuti perkembangan global di bidang ekonomi dan tekhnologi,
sementara disisi lain juga harus berpegang teguh pada ketentuan yang ada dalam
syariah. Dengan kata lain, umat islam harus mampu bertahan menyesuaikan diri
di era globalisasi dengan tetap berpedoman pada nilai-nilai syariah. Selain itu,
masih terdapat anggapan bahwa islam sering kali menjadi penghambat kemajuan.
Sebagian meniali bahwa islam hanya berkaitan dengan masalah ritual keagamaan,
namun pada kenyataannya dalam islam terdapat berbagai sistem yang mencakup
seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri
perbankan sebagai slah satu penggerak perekonomian. Dalam pandangan islam
kegiatan ekonomi tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan materi, tetati
harus memiliki nilai ibadah. Sistem ekonomi islam lebih menitik beratkan kepada
persaudaraan umat manusia yang disertai keadilan ekonomidan sosial serta
distribusi pendapatan yang adil. Upaya memperkenalkan sistem ekonomi
berdasarkan pandangan islam tersebut harus melewati jalan panjang tidak hanya
dari segi pemantapan fondasi teoritis dan praktis tetapi lebih dari itu di perlukan
kekuatan untuk meyakinkan kelompok pelaku utama keuangan internasional dan
negara maju bahwa sistem keuangan yang berbasis pada prinsip ekonomi islam
dapat menjamin terselenggaranya perekonomian dunia yang lebih baik dan
membawa kesejahteraan umat manusia sesuai konsep islam.
Lembaga keuangan khususnya Bank, merupakan inti sari sistem keuangan
di setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi
perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan untuk
menyimpan dana-dananya. Karena sebagian besar masyarakat sulit mencari
lembaga keuangan atau bank untuk menghimpun dana masyarakat yang jauh dari
riba atau yang halal dan aman.
1
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuksimpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
( Undang- undang Perbankan No.21 tahun 2008 pasal 1 ayat 2)
Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia telah menujukan bahwa
perbankan dengan sistem konvensional bukan satu-satunya sistem yang dapat
diandalkan. Perbankan syariah merupakan salah satu sistem perbankan lain yang
lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan keterbukaan. Perbankan
syariah yang dilaksakan diatas prinsip yang berbeda dengan perbankan
konvensional yang kenyataan nya lebih terbukti mampu bertahan pada saat krisis
sekalipun. Saat ini, sistem pebankan syariah lebih berkembang dan menjadi
alternatif menarik bagi kalangan perusahaan sebagi pelaku bisnis, akademisi
sebagi sumber penyedia sumber daya manusia dan masyarakat sebagai pengguna
jasa pebankan. Pada prinsip operasional bank syariah terdapat ciri khusus, yaitu
pemilik dana menyimpan dan menanamkan dananya di bank syariah tidak dengan
motif untuk mendapatkan bunga. Bank syariah secara umum bertujuan untuk
mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi satu masyarakat dengan
melakukan kegiatan perbankan, finansial, komersial, dan investasi sesuai kaidah
syariah. Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil, sedangkan bank nvensional
menggunakan sistem bunga sebagai dasar untuk menentukan imabalan yang
diberikan kepada nasabah yang bertujuan untuk mencapai keuntungan setinggi-
tingginya ( profit maximization).
Salahsatu pembiayaan yang di kenal bank syariah adalah pembiayaan yang
menggunkan akad jual beli.Akad pembiayaan jual beli di kembangkan oleh bank
syariah adalah tiga akad yaitu al-murabahah, al-istishna, dan as-salam.Masing-
masing jenis akad pembiayaan jual beli memiliki ciri khas yang berbeda-beda.
Return atas pembiayaan jual beli berasal dari selisih antara harga jual dan harga
beli yang disebut dengan margin keuntungan.Salah satu pembiayaan syariah yang
dapat digunakan untuk sektor pertanian adalah akad Bai’ Salam. Menurut Kaleem
(2008) kontrak Bai’ Salam sepenuhnya telah dapat diterima oleh perbankan
modern. Masalah dapat diselesaikan melalui kontrak Salam paralel dimana bank
2
masuk ke dalam dua kontrak yang terpisah - pertama dengan penjual (produsen)
dan kedua dengan pembeli komoditas. Kerjanya sebagai penengah antara kedua
pihak. Satu-satunya syarat adalah bahwa kontrak-kontrak dengan kedua pihak
harus sepenuhnya independen satu sama lain. Namun, aplikasi akad Bai’ Salam
sangat ditentukan oleh penerimaan dari para petani. Sehingga diperlukan suatu
penelitian terhadap penerimaan akad Bai’ Salam di kalangan para petani.Menurut
Amin, et al. (2010) yang melakukan riset terhadap penerimaan pembiayaan
syariah dengan menggunakan akad Qardhul Hassan menemukan bahwa
penerimaan akad Qardhul Hassan dipengaruhi oleh Sikap, Norma 3 Subjektif
dan Harga. Dengan analogi penerimaan pembiayaan Qardhul Hasan tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variabel Sikap, Norma
Subjektif dan Harga sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan petani
terhadap akad Bai’ Salam. Akad Bai’ Salam merupakan akad jual beli antara
bank dengan nasabahnya atas suatu barang, dimana harganya dibayar oleh bank
dengan segera, sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian oleh nasabah
(produsen) kepada bank dalam jangka waktu yang telah disepakati. Selanjutnya,
bank dapat menjual kembali barang tersebut kepada nasabah/pihak lain (pembeli).
Syarat utama dari Bai’Salam adalah jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah
barang yang dijual harus jelas dan menguntungkan. Keuntungan diperoleh oleh
bank dari selisih harga jual barang antara bank kepada pihak lain (pembeli) dan
nasabah (produsen) kepada bank. Pada umumnya banyak dilakukan untuk
pembiayaan sektor pertanian (Kristiyanto, 2008). Akad Bai’ Salam merupakan
bentuk jual beli sesuatu dalam tanggungan yang dijelaskan dengan harga yang
dibayar dimuka. Ulama fiqh menyebutnya dengan istilah bai’u al-maḫâwij,
karena Bai’ Salam termasuk jenis jual beli yang tidak nyata dan atas dasar
tuntutan kebutuhan orang yang bertransaksi. Bagi yang memiliki uang,
diamembutuhkan pembelian barang.Sementara orang yang memiliki barang, dia
membutuhkan uang sebelum barang tersebut ada ditangannya, untuk
dibelanjakannya baik untuk dirinya sendiri dan bagi tanamannya sampai panen.
Untuk orang yang membeli disebut muslim atau rabbu as-silm. Sementara
3
pembeli disebut muslam ilaih. Barang yang dijual dinamakan muslam fûh. Dan,
alat penukarnya disebut dengan ra’su as-salam (Sabiq, 2009).
Untuk mengetahui masalah (pembiayaan dan pemasaran serta
produktivitas) yang dihadapi oleh petani pada saat penanaman dan pemanenan,
kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor pertanian dan
metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai
alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian di Kabupaten Bogor, serta
profitabilitas yang dihasilkan dari usaha pertanian di Kabupaten Bogor, maka
peneliti menggunakan Analisis Deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh petani di Kabupaten Bogor, sedangkan sampel yang direncanakan dalam
penelitian ini adalah petani dari Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang,
Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden.Metode pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik
convinience sampling.
Indonesia memiliki potensi ekonomi dari bidang pertanian yang sangat
besar.Hal ini karena Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup
besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan kondisi biofisik lahan
(fisiografi, bentuk wilayah,lereng dan iklim), luas potensi lahan basah yang belum
digarap adalah 16,7 juta hektar. Sedangkan untuk lahan kering masih tersisa lahan
potensial seluas 22,3 juta hektar (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
2005). Namun, potensi yang besar tersebut tidak dapat dioptimalkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.Sebagai negara agraris, Indonesia
mengimport beras, sayur-sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang sangat
besar.Pada tahun 2011, Indonesia mengimpor beras sebanyak 800.000 ton, dari
Vietnam sebanyak 500.000 ton dan dari Thailand sebanyak 300.000 ton
(bisniskeuangan.kompas.com, 2012).Hal ini adalah tantangan bagi semua pihak
untuk dapat memanfaatkan potensi ketersediaan lahan yang sangat luas tersebut
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.Balitbang Pertanian dalam Bachrein
(2006) mengatakan bahwa usaha tani haruslah dipandang sebagai suatu komersial
4
yang otonom, berorientasi pasar dan bertujuan untuk meraih hasil usaha
(laba).Oleh karena itu, petani adalah manajer yang bebas mengelola usaha
taninya.Pada kenyataannya, petani saat ini hanyalah menjadi objek dari bisnis
pertanian tersebut.Hal ini disebabkan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki
petani dan semakin meningkatnya sistem kapitalisme di bidang pertanian (Sitepu,
2008). Menurut Muhammad (2009), menempatkan bisnis dan nilai etika serta
moralitas agama sebagai dua kutub yang binary opposition tidak lain adalah cara
pandang sistem kapitalisme. Hal ini diperparah oleh mitos masyarakat modern
yang mengamini bahwa ekonomi dan bisnis adalah kegiatan yang harus dijauhkan
dari nilai etika atau moral. Padahal Syariah Islam telah mengatur cara pemenuhan
kebutuhan manusia (usaha bisnis) sesuai dengan tuntutan garis-garis maqâshidasy
syariah.
Menurut Beik dan Hafiduddin (2008) salah satu permasalahan mendasar
yang dihadapi oleh sektor pertanian di Indonesia adalah ketersediaan kredit
(pembiayaan).Marsden et al. dalam Kaleem (2008) mengatakan bahwa sektor
pertanian memiliki permintaan yang meningkat untuk kredit selama periode
waktu tertentu karena meningkatnya penggunaan pupuk, pestisida, benih unggul
dan mekanisasi. Menurut Syukur dalam Kurnia (2009) segementasi pelaku usaha
agribisnis ditinjau dari sisi perbankan ada empat segmentasi yaitu, pertama
kelompok usaha agribisnis yang feasible dan bankable, kedua kelompok usaha
agribisnis yang feasible tapi tidak bankable, ketiga kelompok usaha agribisnis
yang tidak feasible tapi bankable dan keempat kelompok usaha agribisnis yang
tidak feasible dan tidak bankable. Sehingga pembiayaan perbankan bagi sektor
pertanian sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan adanya bunga pada
pembiayaan konvensional (non-syariah), dimana pendanaan kegiatan agribisnis di
Indonesia masih memberlakukan tingkat bunga yang sangat tinggi yang hampir
sama dengan tingkat bunga komersial (Wulandari dan Suroso, 2004)
1.2 Identifikasi Masalah
5
Sebagaimana latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan beberapa pernyataan yang merupakan gambran ruang lingkup
penelitian yang akan di teliti sebagi berikut :
1. Masalah apa saja yang timbul dalam pembiayaan dan pemasaran yang
dihadapi oleh petani di Kabupaten Bogor pada saat penanaman dan
pemanenan?
2. Berapa besar kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor
pertanian di Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana respon petani tehadap pembiayaan syariah dengan akad Bai’
Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian
di Kabupaten Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas penulis merumuskan
tujuan penelitian sebagia berikut :
1. Untuk mengetahui Masalah apa saja yang timbul dalam pembiayaan dan
pemasaran yang dihadapi oleh petani di Kabupaten Bogor pada saat
penanaman dan pemanenan.
2. Untuk mengetahui besarnya kontribusi lembaga pembiayaan formal dan
informal pada sektor pertanian di Kabupaten Bogor.
3. Untuk mengetahui respon petani tehadap pembiayaan syariah dengan akad
Bai’ Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor
pertanian di Kabupaten Bogor.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasil dari penelitian ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak, antara lain :
1. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, wawasan
serta menambah pengetahuanyang berharga dalam memahami dan
6
mempelajari ilmu yang berhubungan dengan judul penelitian, baik dari segi
teoritis maupun sosialisasinya secara rill dalam kehidupan penulis.
2. Bagi petani
Dengan adanya hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat
bagi para petani khususnya petani yang ada di daerah bogor sebagi bahan
masukan dalam pengambilan keputusan untuk peminjaman dana kepada bank
syariah dengan menggunakan menggunakan pembiayaan akad jual beli as-
salam yang di harapkan dapat menaikan pendapatan parapetani.
3. Bagi pihak lain
Penelitian ini diharaokan dapat menjadi bahan masukan dan perbandingan
yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca dalam
mengembangkan penelitian lebih lanjut lagi.
1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian
1.5.1 Lokasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Kabupaten Bogor,
sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah petani dari
Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Cibungbulang dan
Kecamatan Pamijahan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 100 responden.Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
non-probability sampling dengan teknik conviniencesampling.
1.5.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilakukan penulis adalah 2 minggu.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Bank Syariah
2.1.1.1 Konsep Dasar Bank Syariah
Menurut Drs. Ismail, MBA., Ak mengenai konsep dasar Bank Syariah
dalam bukunya Perbankan Syariah:
Bank syariah merupakan bank yang secara operasional berbeda dengan
bank konvesional. Salah satu ciri khas babnk syariah yaitu tidak menerimma atau
membebani bunga kepada nasabah, akan tetapi menerima atau membebankan bagi
hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad yang diperjanjikan. Konsep
dasar bank syariah didasarkan pada Al-Qur’an dan hadis. Semua produk dan jasa
yang ditaawarkan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan hadis
Rasulullah SAW.
Bank syariah di Indonesia lahir sejak 1992.Bank syariah pertama di
Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia.Pada tahun 1992 hingga 1999,
perkembangan Bank Muamalat Indonesia, masih tergolong stagnan. Namun sejak
adanya krisis moneter yang melanda indonesia pada tahun 1997 dan 1998, maka
para bankir melihat bahwa Bank Muamalat Indonesia (BMI) tidak terlalu terkena
dampak krisis moneter. Para bankir berpikir bahwa BMI, satu-satunya bank
syariah di Indonesia, tahan terhadap krisis moneter. Pada tahun 1999, berdirilah
Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari bank Susila Bakti. Bank
Susila Bakti merupakan bank konvesional yang dibeli oleh Bank Dagang Negara,
kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua di
Indonesia.
Pendirian Bank Syaiah Mandiri (BSM) menjadi pertaruhan bagi bankir
syariah.Bila BSM berhasil, maka bank syariah di Indonesia dapat berkembang.
8
Sebaliknya, bila BSM gagal, maka besar kemungkinan bank syariah di Indonesia
akan gagal. Hal ini disebabkan karena BSM merupakan bank syariah yang
didirikan oleh Bank BUMN milik pemerintah.Ternyata BSM dengan cepat
mengalami perkembangan.Pendirian Bank Syariah Mandiri diikuti oleh pendirian
beberapa bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.
Bank syariah memiliki sistem operasional yang berbeda dengan bank
konvesional.Bank syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para
nasabahnya.Dalam sistem operasional bank syariah, ppembayaran dan penarikan
bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Bank syariah tidak mengenal
sistem bunga, baik bunga yang dipeoleh dari nasabah yang meminjam uang atau
bunga yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syariah.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah memiliki fungsi
menghimpun dana dari pihak pemilik dana. Fungsi lainnya ialah menyalurkan
dana kepada pihak lain yang membutuhkan dana dalam bentuk jual beli maupun
kerja sama usaha.
Bank syariah sebagai lembaga intermediasi antara pihak investor yang
menginvestasikan dananya di bank kemudian selanjutnya bank syariah
menyalurkan dananya kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Investor yang
menempatkan dananya akan mendapatkan imbalan dari bank dalam bentuk bagi
hasil atau bentuk lainnya yang disahkan dlam syariah islam. Bank syariah
menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan pada umumnya dalam
akad jual beli dan kerja sama usaha. Imbalan yang diperoleh dalam margin
keuntungan, bentuk bagi hasil, dan bentuk lainnya sesuai dengan syariah islam.
Bank syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada hukum
islam, dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak
membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank syariah
maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari kad dan perjanjian
antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang terdapat diperbankan syariah
harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariah islam.
9
Undang-undang perbankan syariah No.21 tahun 2008 menyatakan bahwa
perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah
dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah (UUS), dan bank
pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
Bank umum syariah adalah bank syariah yang berdiri sendiri sesuai
dengan akta pendiriannya, bukan merupakan bagian dari bank
konvesional.Beberapa contoh bank umum syariah antara lain Bank Syariah
Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mega, Bank Syariah Bukopin,
Bank BCA Syariah, dan Bank BRI Syariah.
Unit usaha syariah merupakan unit usaha syariah yang masih dibawah
pengelolaan bank konvesional. Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja dari
kantorpusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan diluar negri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan unit syariah. Contoh unit usaha
syariah antara lain BNI Syariah, Bank Permata Syariah, BII Syariah, dan Bank
Danamon Syariah.
2.1.1.2 Fungsi Bank Syariah
Menurut Drs. Ismail, MBA., Ak mengenai Fungsi Bank Syariah dalam
bukunya Perbankan Syariah:
Bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu:
1. Penghimpun dana masyarakat
Fungsi bank syariah yang pertama yaitu mengimpun dana dari masyarakat
yang kelebihan dana. Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk titipan dengan menggunakan akad Al-Wadiah dan dalam bentuk investasi
dengan menggunakan akad al-Mudharabah. Al-Wadiah adalah akad antara pihak
10
pertama (masyarakat) dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama
menitipkan dananya kepada bank, dan pihak kedua, bank menerima titipan untuk
dapat memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan
dalam islam. Al-Mdharabah merupakan akad antara pihak yang memiliki dana
kemudian menginvestasikan dananya atau disebut juga dengan shahibul maal
dengan pihak kedua atau bank yang menerima dana yang disebut juga dengan
mudharib, yang mana pihak mudharib dapat memanfaatkan dana yang
diinvestasikan oleh shahibul maal untuk tujuan tertentu yang diperbolehkan dalam
syariah islam.
Masyarakat mempercayai bank syariah sebagai tempat yang aman untuk
melakukan investasi, dan menyimpan dana (uang). Masyarakat yang kelebihan
dana membutuhkan keberadaan bank syariah untuk menitipkan dananya atau
menginvestasikan dananya dengan aman. Keamanan atas dana (uang) yang
dititipkan atau diinvestasikan di bank oleh masyarakat merupakan faktor yang
sangat penting yang menjadi pertimbangan. Masyarakat akan merasa lebih aman
apabila uangnya diinvestasikan di bank syariah. Dengan menyimpan uangnya di
bank, nasabah juga akan mendapatkan keuntungan berupa return atas uang yang
diinvestasikan yang besarnya tegantung kebijakan masing-masing bank syariah
serta tergantung pada hasi yang diperoleh bank syariah.
Return merupakan imbalan yang diperoleh nasabah atau sejumlah dana
yang diinvestasikan di bank. Imbalan yang diberikan oleh bank bisa dalam bentuk
bonus dalam hal dananya dititipkan dengan menggunakan akad al-Wadiah, dan
bagi hasil dalam hal dana yang diinvestasikan menggunakan akad al-Mudharabah.
Dalam menghimpun dana pihak ketiga, bank menawakan produk titipan dan
investasi antaa lain; giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah, dan
deposito mudharabah, serta investasi syariah lainnya yang diperkenankan sesuai
dengan sistem operasional bank syariah.
2. Penyaluran dana kepada masyarakat
Fungsi bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan (user of fund). Masyarakat dapat memperoleh
11
pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan
persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat
penting bagi bank syariah. Bank syariah akan memperoleh return atas dana yang
disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh bank atas penyaluran dana ini
tergantung pada akad nya.
Bank menyalukan dana kepada masyarakat dengan menggunakan
bermacam-macam akad, antaa lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja
sama usaha. Dalam akad jual beli, maka return yang diperoleh bank atas
penyaluran dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin keuntungan
merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah dan harga beli bank.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang
menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil.
Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat, di samping merupakan
aktivitas yang dapat menghasilkan keuntungan berupa pendapatan margin
keuntungan dan bagi hasil, juga untuk memanfaatkan dana yang idle ( idle fund).
Bank telah membayar sejumlah tertentu atas dana yang telah dihimpunnya. Pada
akhir bulan atau pada saat tertentu bank akan mengeluarkan biaya atas dana yang
telah dihimpun dari masyarakat yang telah menginvestasikan dananya di bank.
Bank tidak boleh membiarkan dana masyarakat mengendap. Dana nasabah
investor harus segera disalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan aga
memperoleh pendapatan.
Pembiayaan bank syariah dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
Mudharabah merupakan kontrak antara dua pihak atau lebih yang mana
satu pihak sebagai shahibul maal dan pihak lain sebagai mudharib.
Musyarakah merupakan kontrak antara dua pihak atau lebih yang mana
semua pihak merupakan patner dan mengikutsertakan modal dalam usaha
yang dijalankan.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.
12
d. Transaksi minjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa.
3. Pelayanan jasa bank
Bank syariah, disamping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada
masyarakat, juga memberikan pelayanan jasa perbankan. Pelayanan jasa bank
syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
menjalankan aktivitasnya.Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank
syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan
oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan,
penagihan surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank, dan
pelayanan jasa bank lainnya.
Aktivitas pelayanan jasa,merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank
syariah untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yank berasal dari fee atas
pelayanan jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan teknologi
informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan
nasabah.Pelayanan yang dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan jasa yang
cepat dan akurat.Harapan nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah kecepatan dan
ke akuratannya.Bank syariah berlomba-lomba untuk berinovasi dalam
meningkatkan kualitas produk layanan jasanya. Dengan pelayanan jasa, bank
syariah mendapat imbalan berupa fee yang disebut fe based income.
2.1.1.3 Jenis dan Kegiatan Bank Syariah
Menurut Drs. Ismail, MBA., Ak mengenai Jenis dan Kegiatan Bank
Syariah dalam bukunya Perbankan Syariah:
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan maupun transaksi perbankan
lainnya.Transaksi yang dapat ditawarkan oleh bank berbeda antara satu bank dan
bank lainnya.Beberapa bank syariah menawarkan semua produk perbankan,
sebagian bank syariah hanya menawarkan produk tertentu dan seterusnya.Produk
13
dan jasa bank syariah yang dapat diberikan kepada masyarakat tergantung jenis
banknya.
A. Jenis Bank Syariah Ditinjau Dari Segi Fungsinya
1. Bank Umum Syariah
Bank umum syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya
melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan melaksanakan
kegiatan lalu lintas pembayaran. Bank umum syariah dapat melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeuarkan oleh loembaga
yang memliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank umum
syariah disebut juga dengan full branch, karena tidak dibawah koordinasi bank
konvesional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan konvensional. Bank umum
syariah dapat dimiliki oleh bank konvensional, akan tetapi aktivitas serta
pelaporannya terpisah dengan induk banknya.
Bank umum syariah memiliki akta pendirian yang terpisah dari induknya,
bank konvesional, atau berdiri sendiri, bukan anak perusahaan bank konvesional.
Sehingga setiap laporan yang diterbitkan oleh bank syariah akan terpisah dengan
induknya. Dengan demikian, dalam hal kewajiban memberikan pelaporan kepada
pihak lain seperti BI, dirjen pajak, dan lembaga lain, dilakukan secara terpisah.
Kegiatan bank umum syariah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga fungsi
utama yaitu:
a. Penghimpun dana masyarakat
Bank umun syariah menghimpun dana dari masyarakat dengan cara
menawarkan berbagai jenis produk pendanaan antara lain giro wadiah,
tabungan wadiah, tabungan mudharabah, deposito mudhorobah, dan
produk pendanaan lainnya yang diperbolehkan sesuai dengan syariah
islam. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dilakukan dengan
akad wadiah dan mudharabah. Dengan menghimpun dana sari
14
masyarakat, maka bank syariah akan membayar biaya dalam bentuk
bonus untuk akad wadiah dn bagi hasil untuk akad mudharabah.
b. Penyaluran dana kepada masyarakat
Bank umun syariah perlu menyalurkan dananya kepada pihak yang
membutuhkan dana, agar tidak terjadi idle fund. Bank umum syariah
dapat menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan serta dalam
bentuk penempatan dana lainnya. Dengan aktivitas penyaluran dana ini
bank syariahakan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin
keuntungan bila menggunakakn akad jual beli, bagi hasil bila
menggunakan akad kerja sama usaha, dan sewa bila menggunakan
akad sewa menyewa.
c. Pelayanan jasa
Bank umum syariah juga menawarkan produk palayanan jasa untuk
membantu transaksi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa bank syariah.
Hasil yang diperoleh bank atas pelayanan jasa syariah yaitu berupa
pendapatan fee dan komisi.
2. Unit usaha syariah
Unit usaha syariah merupakan unit usaha yang dibentuk oleh bank
konvensional, akan tetapi dalam aktivitasnya menjalankan kegiatan perbankan
berdasarkan prinsip syariah, serta melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran.
Aktivitas unit usaha syariah sama dengan aktivitas yang dilakukan oleh bank
umum syariah, yaitu aktivitas dalam menawrkan produk penghimpunan dana
pihak ketiga, penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan, serta
memberikan pelayanan jasa perbankan lainnya. Unit usaha syariah (UUS) adalah
unit kerja dari kantor pusat bank konvesional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kakntor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan
unit syariah, (undang-undang perbankan no.21 tahun 2008).
Unit usaha syariah tidak berdiri sendiri, akan tetapi masih menjadi bagian
dari induknya yang pada umumnya bank konvensional. Unit usaha syariah tidak
memiliki kantor pusat, karena merupakan bagian atau unit tertentu dlam stuktur
15
organisasi bank konvensional. Namun demikian tarnsaksi unit usaha syariah tetap
dipisahkan dengan transaksi yang terjadi di bank konvensional. Hal ini dilakukan
dengan alasan bahwa semua transaksi syariah tidak boleh dicampur dengan
transaksi konvensional. Unit usaha syariah memberikan laporan secara terpisah
atas aktivitas oprasionalnya, meskipun pada akhirnya dilakukan konsolidasi oleh
induknya.
Unit usaha syariah tidak memiliki akta pendirian secara terpisah dari
induknya bank konvensional, akan tetapi merupakan devisi tersendiri atau cabang
tersendiri yang khusus melakukan transaksi perbankan sesuai syariah islam.
Berapa contoh unit usaha syariah antara lain, bank danamon syariah, BII syariah,
bank permata syariah, CIMB naiaga syariah, dan unit usaha syariah lainnya.
Secara umum, kegiatan unit usaha syariah sama dengan bank umum syariah.
3. Bank pembiayaan rakyat syariah
Bank pembiayaan syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran atau transaksi dalam lalu lintas
giral. Fungsi BPRS pada umumnya terbatas pada hanya penghimpunan dana dan
penyaluran dana.
a. Penghimpun dana masyarakat
BPRS menghimpun dana masyarakat dengan menawarkan produk
tabungan wadiah, mudharabah,dan deposito mudharabah. BPRS akan
membayar bonus atau bagi hasil atas dana simpan dan investasi
nasabah. Besarnya bonus yang diberikan kepada nasabah sesuai
dengan kemampuan bank dan bagi hasil yang diberikan sesuai dengan
ksepakatan antara bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) dan
nasabah.
b. Penyaluran dana pada masyarakat
BPRS menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan dan
penempatan pada bank syariah lain atau BPRS lainnya. Dari aktivitas
16
penyaluran dana ini BPRS memperoleh pendapatan dalam bentuk
margin keuntungan yang berasal dari pembiayaan dengan akad jual
beli atau pendapatan bagi hasil yang diperoleh dari pembiayaan kerja
sama usaha.
c. BPRS tidak melaksanakan transaksi lalu lintas
BPRS tiidak melaksanakan transaksi lalu lintas pembayaran, oleh
karena itu BPRS tidak diperbolehkan menawarkan produk giro
wadiah. Hal inilah yang membedakan antara bank umum syariah atau
unit usaha syariah dengan BPRS.
B. Jenis Bank Syariah Ditinjau Dari Segi Statusnya
1. Bank Devisa
Bank devisa merupakan bank syariah yang dapat melakukan aktivitas
transaksi ke luar negri atau transaksi yang berhubungan dengan mata uang asing
secara keseluruhan. Produk yang ditawarkan oleh bank devisa lebih lengkap
dibanding produk yang ditawarkan oleh bank non devisa. Bank devisa wajib
menyampaikan laporan keuangan sekurang-kurangnya dalam dua bahasa, yaitu
bahasa indonesia dan inggris.
2. Bank Nondevisa
Bank nondevisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk
melaksanakan kegiatan seperti bank devisa. Transaksi yang dilakukan oleh
bank nondevisa masih terbatas pada transaksi dalam negri atau transaksi
dalam mata uang rupiah saja. Bank nondevisa dapat mengubah statusnya
menjadi bank devisa apabila telah memenuhi persyaratan menjadi bank
devisa. Salah satu persyartan menjadi bank devisa yaitu telah memperoleh
keuntungan dua tahun trakhir secara berturut-turut. Produk dan jada yang
ditawarkan oleh bank nondevisa lebih terbatas dibanding dengan bank
nondevisa.
17
C. Jenis bank syariah ditinjau dari segi levelnya.
1. Kantor pusat
Kantor pusat merupakan antor yang menjadi pusat dari kantor cabang
diseluruh wilayah negara maupun kantor cabang yang ada dinegara lain. Setiap
bank hanya memiliki satu kantor pusat yang berlokasi dinegara di mana bank
syariah didirikan. Tugas utama kantor pusat bank syariah antara lain menyusun
kebijakan oprasional bank secara keseluruhan, membuat perencanaan strategis,
dan melakukan terhadap oprasional yang terjadi di kantor cabang bank syariah.
Kantor pusat tidak melakukan kegiatan dalam melayani produk jasa
perbankkan kepada masyarakat umum, akan tetapi terbatas pada pelayanan
aktivitas dan transaksi kantor cabang, yang meliputi transaksi antarkantor seperti
transaksi antarkantor pusat dan kantor cabang, transaksi antarcabang dan transaksi
lainnya yang tidak dapat dilayani oleh kanto cabang. Ksntor pusat bank syariah
berada di wilayah negara indonesia.
2. Kantor wilayah
Kantor wilayah, merupakan perwakilan dari kantor pusat yang
membawahi suatu wilayah tertentu. Pembagian kantor wilayah didasarkan pada
besar kecilnya bank maupun wilayah yang menjadi target pemasarannya. Kantor
wilayah tidak melayani transaksi perbankan secara langsung, akan tetapi sebagai
koordinator dari kantor cabang dalam mencapai target penghimpun dana,
penyaluran dana, maupun pelayanan jasa. Kantor wilayah bank dibagi
berdasarkan area, misalnya kantor wilayah jakarta, kantor wilayah indonesia
timur, dan lainnya.
3. Kantor cabang
Kantor cabang penuh merupakan kantor cabang yang di beri kewenangan
oleh kantor pusat atau kantor wilayah untuk melakukan semua transaksi
perbankan. Dengan kata lain, semua transaksi perbankan dapat dilakukan oleh
kantor cabang penuh. Kantor cabang penuh menawarkan semua produk baik
produk penghimpunan dana, penyaluran dana, dan jasa pelayanan perbankan.
Kantor cabang penuh membawahi kantor cabang pembantu dan kantor kas, oleh
18
karena itu kantor cabang pembantu dan kantor cabnag kas bertanggungjawab
kepada kantor cabang penuh dalam melakukan aktivitas oprasionalnya.
4. Kantor cabang pembantu
Berbeda dengan kantor cabang penuh yangf dapat melayani semua
transaksi perbankan, kantor cabang pembantu hanya dapat melayani beberapa
aktivitas perbankan. Pada umumnya, kantor cabang pembantu lebih memfokuskan
pada aktivitas oenghimoun dana pihak ketiga saja. Dalam hal pembiayaan, kantor
cabang pembantu hanya diberi kewenangan untuk mencari calon nasbah.
Keputusan persetujan maupun penolakan pembiayaan dilakukan oleh kantor
cabang. Pimpinan kantor cabang pembantu menjadi salah satu komite
pembiayaan.
5. Kantor kas
Kantor kas merupakan kantor cabnag yang paling kecil, karena aktivitas
yang dapat dilakukan oleh kantor kas oada mulanya hanya meliputi transaksi yang
terkait dengan tabungan baik setoran dan penarikan tunai. Transaksi lain, seperti
pwmbukuan simpanan giro wadiah, deposito mudharabah, pemberian
pembiayaan, pelayanan transfer, kliring, inkaso, ditangani oleh kantor cabang
penuh sebagai induknya.
Dalam perkembangannya, saat ini kantor kas juga dapat melayani secara
langsung produk dan jasa bank yang ditawarkan, misalnya ransaksi lalu lintas
pembayaran, transfer, kliring, intencity kliring dan transaksi pembayaran lalu
lintas giral lainnya. Simpanan giro wadiah, tabungan wadiah, mudharabah, dan
deposito mudharabah juga dapat dilayani melalui kantor kas, dan menjadi beban
target kantor kas dalam memperoleh dana pihak ketiga.
2.1.2 Pembiayaan Syariah
2.1.2.1 Konsep Pembiayaan Syariah
Menurut Drs. Ismail, MBA., Ak mengenai Konsep Pembiayaan Syariah
dalam bukunya Perbankan Syariah:
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana
kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam
19
bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik
dana kepada pengguna dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah,
nasabah, dan pemerintah.Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk
mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank
syariah kepada nasabah.Pembiayaan secara luas berarti financing atau
pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
Menurut Kasmir pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil. Sedangkan menurut Muhammad pembiayaan secara luas
berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk
mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti
Bank Syariah kepada nasabah.Dalam kondisi ini arti pembiayaan menjadi sempit
dan pasif.
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998:
“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Di dalam perbankan syariah,
pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan pada
prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum islam.”
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit
yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam perbankan syariah, return atas
pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain sesuai
dengan akad-akad yang disediakan dibank syariah. Dalam Undang-Undang
Perbankan No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
20
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak di kenal karena bank
syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional dalam
menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan.Bank syariah
menyalurkan dananya kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan.Sifat
pembiayaan bukan merupakan utang piutang, tetapi merupakan investasi yang
diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha.
2.1.2.2 Unsur-unsur Pembiayaan Syariah
Menurut Drs. Ismail, MBA., Ak mengenai Unsur-unsur Pembiayaan Syariah
dalam bukunya Perbankan Syariah:
1. Bank Syariah
Merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak lain
yang membutuhkan dana.
2. Mitra Usaha / Partner
Merupakan pihak yang mendapatkan pembiayan dari bank syariah, atau
pengguna dana yang disalurkan oleh bank syariah.
3. Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan
benar – benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu
yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh bank sebagai dasar utama
yang melandasi mengapa suatu pembiayaan berani dikucurkan.Oleh karena itu
sebelum sebelum pembiayaan dikucurkan harus dilakukan penyelidikan dan
penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara
intern maupun ekstern.Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon
pembiayaan sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik
nasabah terhadap bank.
4. Kesepakatan / Akad
Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak bank.Kesepakatan ini
dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing - masing pihak
21
menandatangani hak dan kewajiban masing - masing.Kesepakatan ini kemudian
dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak.
5. Jangka Waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka
waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah
disepakati.Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang
sudah disepakati kedua belah pihak.Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini bisa
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
6. Risiko
Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan
memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu
pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar
risikonya, demikian pula sebaliknya.
Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko disengaja, maupun risiko
yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha
nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi
pembiayaan yang diperoleh.
7. Balas Jasa
Dalam Bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga.
Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada
nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan bank.Bagi bank
yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dikenal dengan bagi hasil.
2.1.2.3 Fungsi Pembiayaan Syariah
Pembiayaan yang diberikan pleh bank syariah berfungsi sebagai
membantu masyarakatdalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan
usahanya. Masyarakat merupakan individu, pengusaha, lembaga, badan uasaha,
dan lain-lain yang membutuhkan dana.
Secara perinci pembiayaan memiliki fungsi antara lain :
a. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan jasa.
22
Pembiayaan dapatmeningkatkan arus tukar barang, hal ini seandainya
belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, maka pembiayaan akakn
membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa.
b. Pembayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund.
Bank dapat mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak
yang memerlukan dana. Pembiayaan merupakan satu cara untuk mengatasi
gap antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang membutuhkan dana.
Bank dapat memanfaatkan dana yang idle untuk di salurkab kepada pihak
yang membutuhkan. Dana yang berasal dari golongan yang kelebihan
dana, apabila di salurkan kepada pihak yang membutuhkan dana, maka
akan efektif, karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang
membutuhkan dana.
c. Pembiayaan sebagai alat pengendalian harga
Ekspansi pembiayaan akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang
beredar, dan peningkatan peredaran uang akan mendorong kenaikan harg.
Sebaliknya, pembatasan pembiayaan, akan berpengaruh pada jumlah uang
yang beredar, dan keterbatasan uang yang beredar di masyarakat memiliki
dampak pada penurunan harga.
d. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi
yang ada.
Pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang diberikan oleh bank
syariah memiliki dampak pada kenaikan makro-ekonomi. Mitra
(pengusaha), setelah mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, akan
memproduksi barang, mengolah bahan baku nmenjadi barang jadi,
meningkatkan
23
2.1.2.4 Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
Jenis-jenis Pembiayaan
A. Berdasarkan Tujuan Penggunaannya1. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku
atau barang yang akan diperdagangkan.
2. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan yang ditujukan untuk modal
usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang
modal berupa aktiva tetap / investaris.
3. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang ditujukan
untukpembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan
perseorangan ( pribadi ).
B. Berdasarkan Cara Pembayaran / Angsuran Bagi Hasil1. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Periodik
Pembiayaan dengan angsuran pokok dan bagi hasil periodik adalah
angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar / diangsur tiap
periodik yang telah ditentukan misalnya bulanan.
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil Angsuran Pokok Periodik dan Akhir
Pembiayaan dengan bagi hasil angsuran pokok periodik dan akhir
adalah untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik sedangkan
pokok dibayar sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran
3. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Akhir
Pembiayaan dengan angsuran pokok dan bagi hasil akhir adalah untuk
pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu
pembayaran, dengan catatan jangka waktu maksimal satu bulan.
C. Berdasarkan Jangka Waktu Pemberiannya1. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Pendek umumnya dibawah 1 tahun
24
Pembiayaan dengan Jangka Waktu Menengah umumnya sama dengan
1 tahun
2. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Panjang, umumnya diatas 1 tahun
sampai dengan 3 tahun.
3. Pembiayaan dengan jangka waktu diatas tiga tahun dalam kasus yang
tertentu seperti untuk pembiayaan investasi perumahan, atau
penyelamatan pembiayaan
D. Berdasarkan Sektor Usaha yang dibiayai
1. Pembiayaan Sektor Perdagangan (contoh : pasar, toko kelontong, warung sembako dll.)
2. Pembiayaan Sektor Industri (contoh : home industri; konfeksi)
3. Sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan
Pembiayaan ini diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor
pertanian, perkebunan, dan peterbakan, serta perikanan.
4. Sektor jasa
Beberapa sektor jasa sebagaimana tersebut di bawah ini yang dapat
diberikan oleh bank antara lain:
Jasa pendidikan
Jasa rumah sakit
Jasa angkutan
Jasa lainnya
5. Sektor perumahan
Bank syariah memberikan pembiayaan kepada mitra usaha yanbg
bergerak di bidang pembangunan perumahan. Pada umumnya
diberikan dalam bentuk pembiayaan konstruksi, yaitu pembiayaan
untuk pembangunan perumahan. Carapembayaran kembali yaitu di
potong dari rumah yang terjual.
25
E. Berdasarkan dari segi jaminan1. Pembiayaan dengan jaminan
Pembiayaan dengan jaminan merupakan jenis pembiayaan yang
didukung dengan jaminan ( agunan) yang cukup. Agunan atau
jaminan dapat di golongkan menjadi jaminan perorangan, benda
berwujud, dan benda tidak berwujud.
2. Pembiayaan tanpa jaminan
Pembiayaan yang diberikqan kepada nasabah tanpa di dukung adanya
jaminan. Pembiayaan ini berikan oleh bank syariah atas dasar
kepercayaan. Pembayaran tanpa jaminan ini risikonya tinggi karaean
tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank sayriah apabila nasabah
wanprestasi.
3. Pembiayaan dilihat sari jumlahnya
Dilihat dari jumlahnya, pembiayaan dibagi menjadi pembagian retail,
menengah, dan koporasi.
2.1.3 Sektor Pertanian di Indonesia
2.1.3.1 Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia
Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan.Sebagai
penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian
memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat.Di masa lampau,
pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi
penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis.Hal ini dicapai dengan
memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan
kacang kedelai.Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil
produktifitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas
petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah hektar, aktifitas pertanian
kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan
peningkatan penghasilan.Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian
dengan nilai tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada
26
daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman Negara
tetangga menekankan pentingnya dukungan dalam proses pergeseran tersebut.
Sebagai contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu Indonesia mencapai
swasembada beras, 41% dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat
ini hanya 38%; suatu perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun.
Sebaliknya, penanaman padi dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya
dari 25% di tahun 1972 menjadi 13% di 1998. Selain itu seperti tercatat dalam
hasil studi baru-baru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian industrial,
hortikultura, perikanan, dan peternakan, yang sekarang ini berkisar 54% dari
semua hasil produksi pertanian, kemungkinan besar akan berkembang menjadi
80% dari pertumbuhan hasil agraris di masa yang akan datang. Panen beras tetap
memegang peranan penting dengan nilai sekitar 29% dari nilai panen agraris.
Tetapi meskipun disertai dengan tingkat pertumbuhan hasil yang tinggi, panen
beras tidak akan dapat mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan
hasil. Dari paparan yang telah diuraikan diatas, maka perkembangan sektor
pertanian yang terjadi saat ini tidak menunjukan progress yang baik bagi beberapa
pihak penting, seperti petani. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan pertanian
saat ini dan nilai indeks yang di terima petani (IT) yang semakin menurun pada
periodenya.
Kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian
Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan
arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
1. Perkembangan Sejak Awal Dekade 1970-an
Selama periode 1995-1997 pangsa PDB dari sector pertanian (termasuk
peternakan, kehutanan, dan perikanan) mengalami penurunan (pada harga konstan
1993). Pada saat krisis mencapai puncaknya tahun 1999, semua sector mengalami
pertumbuhan negative, kecuali listrik, gas, dan air minum dengan tetap positif
2,6% sector pertanian mengalami pertumbuhan -0,7%, dan sector industri
manufaktur -11,4%. Rendahnya pertumbuhan output pertanian pada tahun-tahun
tertentu disebabkan salah satunya oleh musim kemarau yang panjang, yang
memang merupakan salah satu kendala serius tidak saja bagi kelangsungan
27
kegiatan pertanian, tetapi juga bisa berdampak negative terhadap tingkat daya
saing produk-produk pertanian, termasuk padi.
2. Produksi Padi/Beras
Peranan sector pertanian di Indonesia sangat krusial karena harus memenuhi
kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya lebih dari 200 juta prediksi
kebutuhan beras nasional didasarkan pada asumsi :
· Setiap penduduk mengkonsumsi 144 kilogram per tahun
· Seluruh penduduk mengkonsumsi beras,
· Indonesia tetap dengan luasan wilayah dan penduduk yang relative sama
(artinya, lepasnya propinsi kecil, seperti Timor Timur, tidak banyak
berpengaruh dalam hitungan) Walaupun merupakan suatu Negara agraris
yang besar, ternyata Indonesia sangat tergantung pada impor beras.
3. Daya Saing dan Perkembangan Ekspor
a. Dampak Liberalisasi
Perdagangan Penerapan liberalisasi perdagangan dunia berdampak negative
terhadap ekspor komoditas pertanian Indonesia. Memang dalam jangka pendek
liberalisasi perdagangan atas beras atau kebijakan pemerintah yang secara tiba-
tiba mengenakan tariff nol terhadap impor beras bisa berdampak negative
terhadap sektor-sektor pertanian Indonesia.terutama melihat kenyataanya bahwa
sector pertanian di Indonesian di dominasi oleh petani-petani gurem yang
mengusahakan pertanian padi nya selama ini secara tradisional dengan luas lahan
rata-rata 0,5 ha dan tanpa didukung oleh teknologi modern serta kualitas sumber
daya manusia dan manajemen yang baik.
b. Perkembangan Ekspor Beras
Data dari Departemen Pertanian (Deptan) menunjukkan bahwa beras bukan
merupakan salah satu produk pertanian yang diunggulkan untuk ekspor,
melainkan komoditas- komoditas lainnya, seperti karet, minyak kelapa sawit, teh,
kopi, dan kakau. Namum ini bukan berarti Indonesia tidak pernah mengekspr
beras.Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai
28
pengekspor beras adalah Sulawesi Selatan.Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
paling tidak beberapa daerah tertentu mampu menghasilkan beras dengan kulaitas
tinggi yang diminati oleh pasar dunia.
Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah
produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar
Jawa.Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk
bertani.Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan
untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga
bertambah.Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis
semakin berkurang.Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat
produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan.Salah satu penyebab dari
produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga
berkurang.Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu
diperbaiki.Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah
lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global
semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan
pertanian. Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita
akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.
Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor
pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk
memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk
pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita
juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian
Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan
arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
2.1.3.2 Masalah Pendanaan Sektor Pertanian
Salah satu permasalahan utama pengembangan usaha di bidang pertanian
di Indonesia adalah masalah permodalan. Masalah permodalan dan pembiayaan
usaha di bidang pertanian tersebut mempunyai cerita yang panjang sejalan upaya
29
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Berbagai
program terobosan telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain:
1) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani (Departemen Pertanian),
2) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dibina oleh Departemen Sosial,
3) Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UUPKS), binaan
BKKBN,
4) Program Penguatan UKM yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara
Koperasi dan UKM,
5) Program-program pemberdayaan masyarakat dengan berbagai bentuk dan
strateginya.
Dimana semua program tersebut dimaksudkan untuk memberikan penguatan
permodalan kepada masyarakat miskin (kelompok masyarakat yang tidak
memiliki akses modal/kredit perbankan).
Modal bisa bersumber dari investasi dari luar negeri dan/atau dalam negeri
dan dana pinjaman (kredit) dari bank. Hasil studi yang dilakukan oleh Supranto
(1998) menyimpulkan bahwa rendahnya laju pertumbuhan sektor pertanian,
khususnya di sub sektor bahan makanan, antara lain disebabkan oleh kurangnya
investasi dari dalam dan luar negeri disektor tersebut dan kredit yang mengalir
kesektor tersebut relative kecil jika dibandingkan kesektor lain, seperti industri
manufaktur. Alasannya adalah kegiatan pertanian mempunyai risiko, misalnya
gagal panen, jauh lebih tinggi dibandingkan kegiatan industri karena sektor
pertanian sangat tergantung pada iklim.Selain itu, kegiatan industri manufaktur
memiliki nilai tambah atau keuntungan yang jauh lebih tinggi dibanding kegiatan
pertanian. Selain itu, studi dari simatupang (1995) juga memberikan suatu
informasi yang berharga yang menujukkan bahwa kredit perbankan lebih banyak
mengucur kesektor industri manufaktur dan sector jasa daripada kesektor
pertanian, hal itu menyebabakan sektor pertanian menderita underinvestment ,
yang menunjukan bahwa investasi kesektor pertanian cenderung menurun
dibanding ke sektor industri dan jasa. Penurunan ini dapat dikaitkan dengan sifat
investasi di sektor pertanian yang rate of return on investmen (ROI)-nya rendah
sehingga kurang menarik bagi investor.
30
2.1.4 Pembiayaan Salam
2.1.4.1 Pengertian Salam
Dalam pengertian yang sederhana menurut Drs. Ismail, MBA., Ak. , bai`
as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangakan
pembayarannya dilakukan dimuka pada saat akad dan pengiriman barang
dilakukan pada saat akhir kontrak
2.1.4.2 Jenis Salam
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana
barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli
melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di
kemudian hari.
2. Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara
pemesanan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier)
atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memilikibarang
pesanan dan memesan kepada pihak lainuntuk menyediakan barang pesanan
tersebut.
Salam parallel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada
akad yang pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung
pada akad antar pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat
tidak diperbolehkan.
Beberapa ulama kontemporer tidak membolehkan transasksi salam paralel
terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-
menerus, karena dapat menjurus kepada riba.
2.1.4.3 Dasar Syariah Salam
a. Sumber Hukum Akad Salam
1. Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar….” (Q.S 2:282)
31
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu….(Q.S 5:1)
2. Al-Hadits “Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengantakaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim) “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh muqaradhah(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
b. Rukun dan Ketentuan Akad Salam
Rukun salam ada tiga, yaitu:
1. Pelaku, terdiri atas penjual(muslim illaihi) dan pembeli(al muslam) 2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan modal
salam (ra’su maalis salam) 3. ijab Kabul/serah terima
Ketentuan sayri’ah, terdiri:
1. Pelaku adalah cakap hokum dan baligh 2. Objek akad
Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu:
1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya. 2) Modal salam bebrbentuk uang tunai 3) Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau
pelunasan piutang.
Ketentuan syariah barang salam , yaitu:
1)Barang tersebut harus dapat dibedakan mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas sehingga tidak ada gharar.
2) Barang tersebut harus dapat dikuantifikasikan. 3) Waktu penyerahan barang harus jelas. 4) Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan.5) Apabila barang tidak ada pada waktu yang ditentukan amaka akad
menjadi fasakh/ rusakdan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad.
32
6) Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.
7) Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran
8) Apabila barang yang dikirim kualitasnya rendah, pembeli boleh memilih atau menolaknya.
9) Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempoasalan diketahui oleh kedua belah pihak.
10)Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah.
11) Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain. 12) Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah.
Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho diantara pelaku-pelaku akad baik
secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
kmunikasi modern.
c. Berakhirnya Akad Salam
Hal-hal yang dpat membatalkan kontrak adalah:
1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam
akad.
3. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk
menolak atau membatalkan akad.
4. Barang yang dikirim kualitsnya tidak sesuai akd tetapi pembeli
menerimanya.
5. Barang diterima.
Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih
untuk membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal
salam yang sudah diserahkannya. Pembatalan dimungkinkan untuk
keseluruhan barang pesanan, yang mengakibatkan pengembalian semua modal
salam yang telah dibayarkan. Dapat juga berupa pembatalan sebagian
penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal salam.
33
2.2 Kerangka Pemikiran
Salah satu pembiayaan syariah yang dapat digunakan untuk sektor
pertanian adalahakad Bai’ Salam.Menurut Kaleem (2008) kontrak Bai’ Salam
sepenuhnya telah dapatditerima oleh perbankan modern. Masalah dapat
diselesaikan melalui kontrak Salam paraleldimana bank masuk ke dalam dua
kontrak yang terpisah - pertama dengan penjual (produsen)dan kedua dengan
pembeli komoditas. Kerjanya sebagai penengah antara kedua pihak.
Satusatunyasyarat adalah bahwa kontrak-kontrak dengan kedua pihak harus
sepenuhnyaindependen satu sama lain. Namun, aplikasi akad Bai’ Salam sangat
ditentukan olehpenerimaan dari para petani.Sehingga diperlukan suatu penelitian
terhadap penerimaan akadBai’ Salam di kalangan para petani.
Menurut Beik dan Hafiduddin (2008) salah satu permasalahan mendasar
yangdihadapi oleh sektor pertanian di Indonesia adalah ketersediaan kredit
(pembiayaan).Marsdenet al. dalam Kaleem (2008) mengatakan bahwa sektor
pertanian memiliki permintaan yangmeningkat untuk kredit selama periode waktu
tertentu karena meningkatnya penggunaanpupuk, pestisida, benih unggul dan
mekanisasi. Menurut Syukur dalam Kurnia (2009)segementasi pelaku usaha
agribisnis ditinjau dari sisi perbankan ada empat segmentasi yaitu :
Pertama kelompok usaha agribisnis yang feasible dan bankable
Keduakelompok usahaagribisnis yang feasible tapi tidak bankable
Ketiga kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible tapi bankable dan
Keempat kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible dan tidakbankable.
Sehingga pembiayaan perbankan bagi sektor pertanian sangat terbatas. Hal
inidiperparah dengan adanya bunga pada pembiayaan konvensional (non-syariah),
dimanapendanaan kegiatan agribisnis di Indonesia masih memberlakukan tingkat
bunga yang sangattinggi yang hampir sama dengan tingkat bunga komersial
(Wulandari dan Suroso, 2004).
34
2.3 Hipotesis
Menurut Moh.Nazir (2003 : 151) yang dimaksud dengan hipotesis adalah :
”jawaban sementara terhadap masalah penelitian, kebenarannya harus diuji secara
empiris”.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba mengemukakan
hipotesis sebagai berikut :
1. Akad bai’ salam dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dalam
bidang pertanian.
2. Kontrak bai’ salam telah sepenuhnya diterima oleh perbankan modern.
3. Aplikasi bai’ salam memerlukan penelitian lebih lanjut agar dapat
diterima oleh para petani.
35
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek atau Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Kabupaten
Bogor, sedangkan sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah petani
dari Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Cibungbulang dan
Kecamatan Pamijahan.
3.2 Meode Penelitian
3.2.1 Metode Yang Digunakan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan satu kali
dalam satu periode (single cross sectional design).Penelitian deskriptif merupakan
tipe riset konklusif (Cooper dan Schindler, 2008).Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
cara membuat kuisioner yang akan dibagikan kepada responden. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari hasil riset kepustakaan (library research) berupa
penelitian terdahulu, buku-buku yang terkait, jurnal dan informasi valid yang
diperoleh dari internet.
Untuk mengetahui masalah (pembiayaan dan pemasaran serta produktivitas)
yang dihadapi oleh petani pada saat penanaman dan pemanenan, kontribusi
lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor pertanian dan metode
pembiayaan syariah dengan akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai alternatif
untuk pembiayaan sektor pertanian di Kabupaten Bogor, serta profitabilitas yang
dihasilkan dari usaha pertanian di Kabupaten Bogor, maka peneliti menggunakan
Analisis Deskriptif.Digunakan Microsoft Office Excel 2003 untuk menguji
Analisis Deskriptif.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Untuk menganalisis pengaruh “Sikap” (Attitudes), “Norma Subjektif”
(Subjective Norm), ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal”
36
dan ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” terhadap
Penerimaan (Acceptance) untuk menggunakan akad Bai’ Salam sebagai metode
pembiayaan syariah bagi sektor pertanian digunakan Regresi Logistik, karena
variabel terikat bersifat dikotomi (bersedia atau tidak bersedia untuk
menggunakan akad Bai’ Salam). Menurut Ghozali (2011) Regresi Logistik
bertujuan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat
diprediksi dengan variabel bebasnya.
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling dengan teknik convinience sampling.Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 100 responden.
3.3 Model/Paradigma Penelitian
Untuk melakukan analisis Regresi Logistik digunakan software SPSS 15.0
for Windows.Dalam diagram, Model Penelitian dapat dilihat pada Gambar berikut
ini.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 3.1
Model Penelitian (Sumber : Amin et al., 2010)
37
SIKAP
NORMA SUBJEKTIF
HARGA DARI AKAD
BAI’ SALAM RELATIF
TERHADAP PINJAM
MODALHARGA DARI AKAD BAI’
SALAM RELATIF
TERHADAP SISTEM IJON
PENERIMAAN UNTUK
MENGGUNAKAN
AKAD BAI’ SALAM
3.4 Rancangan Analisis Data dan Uji Hipotesis
Ghozali (2011) menyatakan bahwa, tahapan dalam pengujian dengan
menggunakan uji Rergresi Logistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data.
Beberapa test statistik diberikan untuk menilai hal ini. Statistik yang
digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood. Penurunan likelihood (-
2LogL) menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain
model yang dihipotesiskan fit dengan data.
2. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square). Merupakan ukuran yang
mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression.
3. Kelayakan Model Regresi, dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, berarti model
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya.
4. Matriks Klasifikasi, Tabel Klasifikasi 2X2 menghitung nilai estimasi
yang benar (correct) dan salah (incorrect) . Pada model yang sempurna,
maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan
peramalam 100%.
5. Estimasi Parameter dan Interpretasinya, Estimasi maksimum likelihood
parameter dari model dapat dilihat pada tampilan output variable in the
equation.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Untuk mengetahui masalah pembiayaan dan pemasaran yang dihadapi oleh
petani di Kabupaten Bogor pada saat penanaman dan pemanenan, dapat dilihat
pada Tabel berikut ini.
Tabel 4.1
Metode Pengadaan Input Pertanian dan Penjualan Hasil Pertanian
Sumber Pengadaan Input Pertanian (%)
sumber Penjualan Hasil Pertanian (%)
Tunai 30Tunai (setelah panen) 62
Tunai (sebelum panen) 1
Kredit 4 Kredit 9
Keduanya 66 Keduanya 28
TOTAL 100 100
(Sumber : Data Primer, 2012)
Hasil yang diperoleh memberikan informasi bahwa mayoritas petani atau
sebanyak 70% responden membutuhkan pembiayaan untuk pengadaan input
pertanian, hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki petani. Hasil ini
senada dengan pendapat Beik dan Hafiduddin (2008) yang menyatakan bahwa
salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh sektor pertanian di
Indonesia yaitu ketersediaan kredit (pembiayaan).Aburaida (2011) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa permintaan kredit (pada sektor pertanian)
muncul untuk modal kerja jangka pendek.Sedangkan untuk pemasaran hasil
pertanian, memberikan informasi bahwa petani memiliki daya tawar yang baik
dalam hal penjualan, karena mayoritas pembeli membayar secara tunai.
Menurut Ashari dan Saptana dalam Rahmita (2011), pemerintah telah
berusaha mengatasi permasalahan lemahnya permodalan petani dengan
39
meluncurkan berbagai program kredit untuk sektor pertanian.Kredit untuk petani
tersebut memakai sistem bunga yang menunjukkan hasil kurang memuaskan,
bahkan menimbulkan permasalahan baru yaitu membengkaknya hutang petani
dan kredit macet.Berdasarkan hal tersebut model pembiayaan dengan skema
sesuai syariah merupakan model pembiayaan alternatif untuk sektor pertanian.
Untuk mengetahui masalah produktivitas petani di Kabupaten Bogor pada
saat pemanenan, maka responden ditanyakan tentang masalah utama yang dapat
menyebabkan hasil panen rendah (Tabel 4.2), masalah utama yang yang dihadapi
ketika menjual hasil panen (Tabel 4.3), dan siapa pembeli yang paling sering
membeli hasil panen.
Tabel 4.2
Masalah Utama yang Menyebabkan Hasil Panen Rendah
Masalah Utama (%) Ranking
Kualitas benih, pupuk dan pestisida yang tidak bagus 46 1
Tidak tersedia pengairan yang cukup untuk lahan pertanian 29 2
Hama dan Penyakit tanaman 20 3
Tidak tersedia mesin dan alat pertanian yang dibutuhkan 3 4
Tidak tersedia kendaraan untuk transportasi 2 5
Rendahnya penyuluhan tentang tata cara pertanian yang baik 0 6
Total 100
(Sumber : Data Primer, 2012)
Menurut pengamatan peneliti di lapangan, menemukan bahwa sebagian
besar petani menggunakan benih dari menyisihkan sebagian dari hasil panen
sebelumnya, hal ini mengindikasikan ketiadaan modal petani untuk membeli
benih kualitas unggul hasil penelitian terkini.Selain itu, pemupukan dengan jenis,
dosis dan waktu yang tepat merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan
produktivitas, karena keterbatasan modal petani, menyebabkan petani seringkali
memberikan pemupukan dengan dosis yang kurang dan jadwal yang seringkali
terlambat.
40
Tabel 4.3
Masalah Utama yang Dihadapi Ketika Menjual Hasil Panen
Masalah Utama (%) Ranking
Terpaksa menjual ke tengkulak dengan harga yang rendah,
karena harus segera bayar hutang44 1
Hasil panen rusak karena banjir dan cuaca buruk (kekeringan) 27 2
Tidak ada kendaraan untuk menjualnya ke kota atau ke pasar 12 3
Tidak menerima uang tunai pada waktu penjualan hasil panen 7 4
Pemerintah tidak perduli terhadap hasil panen petani karena
membeli dengan harga yang rendah7 5
Tertipu oleh pembeli 3 6
Total 100
(Sumber : Data Primer, 2012)
Senada dengan temuan yang ditunjukkan pada Tabel 3. diatas, ketika
responden ditanyakan tentang siapa yang paling sering membeli hasil panen,
sebanyak 43% responden menyatakan bahwa tengkulak adalah pembeli yang
paling sering membeli hasil panen dan juga sebesar 43% responden menyatakan
pemilik penggilingan padi atau pemilik pengolahan hasil panen merupakan
pembeli yang paling sering membeli hasil panen. Dan hanya 14% responden yang
menyatakan bahwa pembeli besar dari pasar di kota yang merupakan pembeli
hasil panen.
Untuk mengetahui kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal
pada sektor pertanian di Kabupaten Bogor, responden ditanyakan mengenai
bagaimana mereka mendapatkan modal untuk membiayai penanaman dalam satu
musim. Sebesar 29% responden menyatakan memakai tabungan sendiri, 24%
responden menyatakan bahwa mereka meminjam ke tengkulak, 19% responden
meminjam ke teman/tetangga, 17% pinjam ke toko pertanian, 6% responden
menjual hasil pertanian sebelum panen, dan hanya 5% pinjam ke Bank atau
Koperasi. Dari hasil tersebut diperoleh informasi bahwa 60% petani mendapatkan
41
modal dari sumber informal. Hasil ini sejalan dengan temuan dari Aburaida
(2011) yang menyatakan bahwa di area pedesaan Sudan, petani kecil lebih senang
dengan institusi keuangan informal dengan alasan: hubungan yang lebih erat
dengan pemberi pinjaman, elastisitas waktu pembayaran dan kondisi sosial petani.
Selain itu, adanya keterbatasan petani untuk mengakses sumber keuangan
formal.Tingginya margin keuntungan yang diinginkan oleh perbankan dan tidak
adanya jaminan serta batas waktu yang singkat adalah beberapa alasan petani
tidak menggunakan sumber pembiayaan formal (Aburaida, 2011).
Untuk mendapatkan pembiayaan dari sumber formal, seperti Perbankan atau
Koperasi, biasanya diperlukan jaminan (collateral). Ketika responden ditanyakan
mengenai jaminan apa yang akan diserahkan untuk meminjam uang, sebesar 52%
responden menyatakan tidak ada jaminan sama sekali, sedangkan 43% responden
menawarkan jaminan diri pribadi/nama baik dan hanya 5% responden yang
menyatakan memberikan jaminan barang berharga. Hal ini senada dengan
penelitian Aburaida (2011) dan Kaleem (2008) yang menemukan bahwa tipe
jaminan yang diserahkan sebagian besar petani adalah jaminan diri pribadi. Dari
hasil penelitian juga diperoleh bahwa 56% responden membayar pinjaman mereka
setelah panen, sedangkan 17% dan 27% responden membayar pinjaman mereka
setelah mendapatkan uang dari hasil usaha selain pertanian dan sesuai perjanjian
kapan akan dilunasi. Menurut Aburaida (2011), Petani biasanya meminjam
kepada toko tani, toko hasil pertanian, petani yang lebih mampu, pemilik traktor,
dan lain sebagainya, dimana petani berjanji akan membayarnya setelah panen.
Untuk mengetahui apakah metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’
Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian di
Kabupaten Bogor, maka responden diminta menyatakan pendapatnya tentang cara
jual beli Salam.
Tabel 4.4
Pendapat Petani terhadap Cara Jual Beli Salam
42
Pendapat terhadap cara jual beli Salam (%)
Bagus
Tidak Bagus
Tidak Tahu
Total
59
12
29
100
(Sumber : Data Primer, 2012)
Tabel 4.4. diatas memberikan informasi bahwa, sesuai dengan kebutuhan
petani akan modal awal untuk penanaman, maka opini responden terhadap cara
jual beli Salam menunjukkan sebanyak 59% responden menyatakan bagus,
sisanya sebanyak 29% tidak tahu dan 12% tidak bagus. Ada berbagai alasan yang
diperoleh oleh peneliti yang menyebutkan cara jual beli Salam bagus, diantaranya
petani telah memiliki kepastian pembeli dan kepastian harga yang telah ditetapkan
diawal, serta adanya kepastian modal diawal penanaman.
Argumentasi petani tersebut dikuatkan dengan pernyataan Wulandari dan
Suroso (2004) bahwa untuk aktivitas pemasaran hasil pertanian, Bai’ Salam
merupakan solusi pembiayaan secara syariah untuk mengatasi kendala kepastian
harga bagi petani. Argumentasi yang menyebutkan cara jual beli Salam tidak
bagus dan tidak tahu, diantaranya yaitu ketidakpastian kuantitas dan kualitas hasil
panen yang disebabkan ketidakpastian kondisi cuaca dan iklim, hasil panen yang
terlalu sedikit, tidak ingin menjual hasil panen karena untuk digunakan sebagai
keperluan sehari-hari dan telah terbiasa dengan cara pinjam modal ke tengkulak
dan menjual hasil panen kepada tengkulak serta penawaran harga jual hasil panen
yang dianggap reponden dapat memangkas keuntungan mereka.
Penelitian ini mengungkapkan persentase margin untuk pembeli hasil panen
dengan cara jual beli Salam. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.5.berikut
ini.
Tabel 4.5
Persentase Margin untuk Pembeli dengan Cara Jual Beli
43
Salam
Persentase Margin (%)
0% - 3%
4% - 6%
7% - 9%
10% - 12%
13% - 15%
>15%
Total
23
13
16
21
22
5
100
(Sumber : Data Primer, 2012)
Tabel 4.5.diatas menunjukkan bahwa sebagian besar petani yaitu hampir
50% responden bersedia memberikan harga jual dengan persentase margin untuk
pembeli sebesar lebih dari 10%.Hal ini senada dengan pendapat Mujahidin (2010)
yang menyebutkan, biasanya harga pada pembiayaan dengan akad Bai’ Salam
yang disepakati lebih rendah dari harga pasar. Namun, dalam penentuan harga
Salam, tidak diperbolehkan menggunakan harga pasar di masa yang akan datang
(Al Zaabi, 2010). Hal tersebut dimaksudkan agar kepentingan pembeli tidak
terabaikan dan petani juga dapat terpenuhi kebutuhannya. Demi terwujudnya
pemenuhan kebutuhan pokok (hâjat al dhâruriyat) manusia dalam perspektif
maqâshid asy syariah, maka cara jual beli Salam dapat digunakan sebagai
pembiayaan syariah pada sektor pertanian.
4.2 Pembahasan
Menurut Uthman dalam Putri dan Dewi (2011) mengatakan bahwa, Salam
adalah kombinasi dari pembiayaan, produksi dan penjualan. Oleh karena itu,
untuk mendorong terpenuhinya cita-cita luhur untuk mensejahterakan petani dan
meningkatkan produksi hasil pertanian, maka Perbankan Syariah sebagai lembaga
intermediary dapat menyalurkan pembiayaan dengan cara jual beli Salam dengan
44
kisaran persentase margin antara 10-15%. Peneliti menyadari, bahwa untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan memberikan keuntungan bagi Perbankan
Syariah sebagai pembeli dalam akad Bai’ Salam, maka persentase margin yang
disarankan adalah sebesar 12,5% dengan maksimal jangka waktu pembiayaan
adalah 6 (enam) bulan. Namun, bila jangka waktu pembiayaan untuk hasil
pertanian lebih dari 6 (enam) bulan, maka disarankan dilakukan negosiasi dengan
kenaikan persentase margin sebesar 0,5% setiap bulan. Misalkan, untuk panen
hasil pertanian yang memerlukan waktu 7 (tujuh) bulan, maka persentase margin
yang digunakan adalah sebesar 13%.
Walaupun, persentase margin sebesar 12,5% tersebut lebih rendah 1,5%
dibanding persentase margin yang mengacu pada Margin program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) di Bank Syariah Mandiri (BSM) untuk Segmen Ritel yaitu sebesar
14% (syariahmandiri.co.id., 2012). Namun, persentase margin sebesar 12,5%
dengan maksimal jangka waktu pembiayaan adalah 6 (enam) bulan, secara
kumulatif diharapkan akan memberikan keuntungan bagi pihak Perbankan
Syariah. Hal ini tentunya masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk menghitung
profitabilitas Perbankan Syariah. Dibawah ini disajikan simulasi cara jual beli
Salam dengan persentase margin untuk pembeli sebesar 12,5% untuk komoditi
Gabah Kering:
Harga pasar Gabah Kering pada saat akad : Rp 4,000,000/ton
Persentase Margin untuk pembeli sebesar 12,5% : Rp 500,000/ton
Harga beli Salam dengan margin sebesar 12,5% : Rp 3,500,000/ton
Dari simulasi diatas, Perbankan Syariah (sebagai pembeli) akan membayar
harga beli gabah kering dari petani sebesar Rp 3.500.000,- per ton atau lebih
rendah 12,5% dari harga pasar gabah kering pada saat akad. Hal ini dimaksudkan
agar kepentingan pihak Perbankan Syariah sebagai pembeli tidak terabaikan. Pada
kondisi ini Perbankan Syariah melakukan pembayaran kepada petani secara tunai
dan penyerahan gabah kering oleh petani akan dilakukan 4 (empat) bulan
kemudian.
45
Perbankan Syariah sebagai pembeli akan menanggung resiko gagal serah
hasil pertanian dari petani sebagai pihak penjual. Terdapat 3 (tiga) solusi yang
ditawarkan untuk meminimalkan resiko tersebut.Pertama, apabila petani hanya
mampu menyerahkan setengah (1/2) dari perjanjian quantity transaksi jual beli
Salam, maka petani diharuskan mengembalikan uang kepada pembeli sejumlah
dari setengah quantity hasil panen yang tidak dapat diserahkan. Misalnya
perjanjian quanitity adalah 4 ton dengan harga Rp 3.500.000,- per ton, pada saat
penyerahan hasil panen 4 (empat) bulan kemudian, Petani hanya menyerahkan
sebanyak 2 (dua) ton, maka petani berkewajiban mengembalikannya dalam
bentuk uang sebesar 2 (dua) ton dikali Rp 3.500.000,- per ton adalah Rp
7.000.000,-. Kedua, petani dapat meminta kepada Perbankan Syariah sebagai
pembeli untuk ditunda penyerahan setengah quantity yang gagal serah tersebut
hingga saat panen berikutnya, dengan syarat bahwa gagal serah disebabkan gagal
panen karena kondisi cuaca (kekeringan atau banjir) bukan disebabkan karena
kelalaian petani dalam melakukan pemeliharaan tanaman. Ketiga, petani sebagai
penjual dapat membeli kekurangan setengah quantity dari petani lain yang
kemudian diserahkan kepada Perbankan Syariah sebagai pembeli.
Selanjutnya dengan skema akad Bai’ Salam Paralel, Perbankan Syariah
dapat menjualnya kembali kepada pemilik penggilingan padi dengan harga jual
adalah harga pokok ditambah margin penjualan. Pemilik penggilingan padi juga
akan diuntungkan oleh akad Bai’ Salam Paralel, karena pemilik penggilingan padi
akan mendapatkan jaminan kontinuitas ketersediaan bahan baku gabah kering.
Dalam grafik, Model skema pembiayaan syariah bagi sektor pertanian dengan
menggunakan akad Bai’ Salam Paralel dapat dilihat pada Gambar 3. berikut ini.
46
Jual Beli Komoditas
Penyerahan Komoditas
Penjual Salam (Petani)
Jual Beli Salam
Pembeli (Penggilingan Padi)
Bank Syariah
(Pembeli / Penjual)
Gambar 4.1
Skema Akad Bai’ Salam Paralel
Terdapat perbedaan mendasar antara sistem ijon dengan Bai’ Salam ditinjau
dari perhitungan margin.Dibawah ini disajikan simulasi perhitungan margin yang
diperoleh oleh petani (penjual) dan perbankan syariah (pembeli).
Tabel 4.6
Simulasi Perhitungan Perbandingan Margin Antara Sistem Ijon Dengan Bai’ Salam
Petani (Penjual) Penyedia pembiayaan (Pembeli)
Perhitungan
MarginSistem Ijon Bai' Salam
Perhitungan
MarginSistem Ijon Bai' Salam
Revenue 2.000.000 15.000.000 Revenue 20.000.000 20.000.000
Cost 0 11.000.000 Cost 13.000.000 15.000.000
Margin 2.000.000 4.000.000 Margin 7.000.000 5.000.000
Berdasarkan simulasi pada Tabel 4.6. diatas, dapat diketahui bahwa di sisi
Petani (penjual), pada sistem jual beli ijon, diperoleh margin hanya Rp
2.000.000,- yang diperoleh dari harga penawaran pada sistem jual beli ijon,
dimana pembeli dengan leluasa membeli hasil panen petani dengan harga yang
47
sangat rendah karena posisi tawar pembeli yang sangat kuat dihadapan petani.
Sedangkan pada sistem jual beli Salam, petani memperoleh margin sebesar Rp
4.000.000,-. Hasil ini diperoleh dari selisih antara pendapatan yaitu Rp
15.000.000,- (harga penawaran dengan jual beli Salam sebesar Rp 3000,- per
kilogram dikali 5 ton atau 5000 kilogram gabah kering) dengan biaya yang harus
dikeluarkan yaitu Rp 11.000.000,- (biaya produksi sekitar Rp 2200 per kilogram
dikali hasil panen sebesar 5 ton).
Di sisi penyedia pembiayaan (pembeli), pada sistem jual beli ijon, diperoleh
margin sebesar Rp 7.000.000,- diperoleh dari selisih pendapatan yaitu Rp
20.000.000,- (Rp 4000 per kilogram dikali 5 ton gabah kering) dengan biaya Rp
13.000.000,- (untuk membayar petani sebesar Rp 2.000.000,- dan pemeliharaan
tanaman sebesar Rp 11.000.000,-). Sedangkan dengan sistem jual beli Salam,
penyedia pembiayaan (pembeli) mendapatkan margin sebesar Rp 5.000.000,-
diperoleh dari selisih pendapatan Rp 20.000.000,- (Harga pasar gabah kering Rp
4000,- per kilogram dikali hasil panen gabah kering sebanyak 5 ton) dengan biaya
sebesar Rp 15.000.000,- (Harga penawaran jual beli Salam Rp 3000 per kilogram
dikali 5 ton gabah kering).
Berdasarkan Simulasi pada Tabel 4.6.diatas, maka dapat diketahui bahwa
manfaat dengan menggunakan akad Bai’ Salam bagi petani adalah petani
memperoleh margin yang lebih besar yaitu Rp 4.000.000,- dibandingkan dengan
menggunakan sistem ijon yaitu Rp 2.000.000,-. Oleh karena itu, diharapkan
dengan menggunakan akad Bai’ Salam dapat meningkatkan kesejateraan petani.
Kemudian secara makro akan meningkatkan daya beli petani. Di lain sisi, pihak
penyedia pembiayaan dengan menggunakan akad Bai’ Salam juga memperoleh
margin yang menarik yaitu Rp 5.000.000,-, secara kumulatif akan memberikan
keuntungan bagi penyedia pembiayaan.
Keseimbangan (equilibrium) margin antara sistem jual beli ijon dengan jual
beli Salam dapat diperoleh bila penyedia pembiayaan (pembeli) menaikkan harga
penawaran pada sistem jual beli ijon sebesar Rp 4.000.000,-. Simulasi perhitungan
perbandingan margin dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
48
Tabel 4.7
Equilibrium Margin Sistem Ijon dengan Bai' Salam bagi Petani (Penjual) dan
Penyedia Pembiayaan (Pembeli)
Petani (Penjual) Penyedia pembiayaan (Pembeli)
Perhitungan
MarginSistem Ijon Bai' Salam
Perhitungan
MarginSistem Ijon Bai' Salam
Revenue 4.000.000 15.000.000 Revenue 20.000.000 20.000.000
Cost 0 11.000.000 Cost 15.000.000 15.000.000
Margin 4.000.000 4.000.000 Margin 5.000.000 5.000.000
Dengan demikian, juga dapat diketahui perbedaan perhitungan margin bagi
petani dan penyedia pembiayaan antara pembiayaan dengan cara pinjam modal
dan pembiayaan dengan akad Bai’ Salam. Dibawah ini disajikan simulasi
perhitungan margin antara pembiayaan dengan pinjam modal dan pembiayaan
dengan akad Bai’ Salam bagi petani dan penyedia pembiayaan.
Tabel 4.8
Simulasi Perhitungan Perbandingan Margin Antara Pinjam Modal Dengan Bai’
Salam
Petani (Penjual) Penyedia pembiayaan (Pembeli)
Perhitungan
MarginSistem Ijon Bai' Salam
Perhitungan
MarginSistem Ijon Bai' Salam
Revenue 20.000.000 15.000.000 Revenue 2.800.000 20.000.000
Cost 13.800.000 11.000.000 Cost 500.000 15.000.000
Margin 6.200.000 4.000.000 Margin 2.300.000 5.000.000
Berdasarkan Tabel diatas, diketahui bahwa pada pembiayaan pinjam modal,
petani memperoleh margin sebesar Rp 6.200.000,- diperoleh dari selisih antara
pendapatan dari hasil menjual hasil panen sebesar Rp 20.000.000,- (Rp 4000 per
kilogram dikali 5 ton gabah kering) dengan biaya penanaman dan membayar
49
bunga sebesar Rp 13.800.000,- (biaya penanaman Rp 11.000.000,- ditambah
membayar bunga dengan persentase 14% sebesar Rp 2.800.000,-). Sedangkan
pada pembiayaan akad Bai’ Salam, petani mendapatkan margin sebesar Rp
4,000.000,-. Sehingga dapat dikatakan bahwa di sisi petani, margin pada
pembiayaan dengan akad Bai’ Salam lebih kecil dibandingkan dengan margin
pada pembiayaan dengan pinjam modal. Oleh karena itu, sebagian besar petani
tentunya akan lebih memilih pinjam modal atau berbasis hutang sebagai sumber
pembiayaan usaha pertanian mereka.
Hal ini sesuai dengan pendapat Akerlof dalam Ross et al. (2002) dalam
Teori Ketidaksimetrisan Informasi, menyatakan bahwa sebuah usaha yang ”sehat”
akan lebih memilih instrumen berbasis hutang, karena pemilik usaha tidak akan
pernah mau berbagi keuntungan dengan orang lain dan memilih membayar biaya
modal. Menguatkan pendapat Akerlof diatas, Harris dan Raviv dalam Ross et al.
(2002) dalam Teori Signaling menyatakan bahwa, sebuah usaha akan lebih
memilih untuk mengoptimalkan sumber pendanaan berbasis hutang, dibandingkan
dengan menggunakan dana internal atau ekuitas. Lebih lanjut Harris dan Raviv
dalam Ross et al. (2002) menyatakan bahwa sebuah usaha menggunakan
instrumen berbasis hutang untuk membiayai ekspansi bisnis atau investasi
produktif lainnya.Teori ini sesuai untuk usaha yang diekspektasikan dalam fase
tumbuh.
Senada dengan pernyataan Akerlof dan Harris dan Raviv diatas, Myers
dalam Ross et al. (2002) dalam Teori Pecking Order, menyatakan bahwa terdapat
hubungan negatif antara arus kas saat ini dan utilisasi instrumen berbasis hutang,
artinya dengan menggunakan instrumen berbasis hutang maka arus kas usaha saat
ini akan semakin meningkat. Lebih lanjut Myers dalam Ross et al. (2002)
berpendapat bahwa, suatu usaha memiliki preferensi pemilihan sumber
pembiayaan berasal dari dana eksternal yaitu hutang dan ekuitas. Suatu usaha
yang membutuhkan dana eksternal mengindikasikan adanya masalah kesulitan
keuangan. Dalam kondisi ini, posisi tawar (bargaining position) perusahaan
menjadi kurang menguntungkan.
50
Penelitian ini juga melakukan pengukuran terhadap profitabilitas dari usaha
pertanian di Kabupaten Bogor. Menurut Hyuha et al. (2011), untuk mengukur
profitability petani, diperlukan informasi struktur biaya (cost structure) yang
digunakan. Tabel 4.9.menunjukkan informasi rata-rata biaya produksi pertanian.
Tabel 4.9Rata-rata Biaya Produksi untuk Penanaman dalam Satu Musim
Tipe Biaya (Cost Type)Rata-rata Biaya
(Rupiah)Persentase
(%)Beli Benih, pupuk dan pestisida
Bayar sewa mesin dan alat pertanian
Bayar buruh tani (bagi hasil) / buruh angkut
Total Variable Costs (TVC)
Total Fixed Costs (TFC)
Total Costs (TVC+TFC)
1,219,500
689,000
3,138,000
5,046,500
2,780,500
7,827,000
16%
9%
40%
64%
36%
(Sumber : Data Primer, 2012)Berdasarkan Tabel diatas, rata-rata biaya yang dibutuhkan oleh petani untuk
penanaman dalam satu musim yaitu sekitar Rp 7.827.000,-. Dengan komposisi
struktur biaya untuk variable costs sebesar 64% dan untuk fixed costs sebesar
36%. Tingginya komponen fixed costs disebabkan karena mayoritas petani tidak
memiliki lahan sendiri atau mengelola lahan milik orang lain.
Dari hasil perhitungan total biaya, maka selanjutnya dapat dilakukan
pengukuran profitability. Menurut Langemeier (1996), pengukuran profitability
dapat menjelaskan efisiensi antara sumberdaya yang digunakan oleh petani untuk
menghasilkan keuntungan (profit). Tabel 10.berikut ini akan menyajikan
informasi profitability petani untuk satu siklus atau satu musim penanaman,
khususnya petani di Kabupaten Bogor yang menjadi objek pada penelitian ini.
Tabel 4.10
51
Hasil Perhitungan Profitabilitas Petani di Kabupaten Bogor
Variabel Rupiah
Total Cost (TVC+TFC)
Total Revenue (TR)
Gross Margin (TR-TVC)
Net Farm Income (TR-TC)
Net Return on Investment atau Net Farm Income/Total Cost
(%)
Profit Margin Ratio atau Net Farm Income/Total Revenue (%)
7,827,000
10,882,500
5,836,000
3,055,500
39%
28%
(Sumber : Data Primer, 2012
Hasil perhitungan profitabilitas petani yang disajikan dalam Tabel 10.diatas
mengindikasikan bahwa rata-rata pendapatan kotor (gross margin) yang dapat
dihasilkan petani di Kabupaten Bogor adalah Rp 5.836.000,- dan rata-rata
pendapatan bersih (net farm income) adalah Rp 3.055.500,-. Nilai positif pada net
farm income berarti usaha pertanian menguntungkan (profitable) dan layak untuk
dijalankan.Hasil ini menunjukkan usaha pertanian yang dijalankan oleh petani di
Kabupaten Bogor adalah usaha yang dapat terus hidup (viable enterprises).
Net return on investment yang diperoleh yaitu 39% atau 0,39,
mengindikasikan bahwa setiap Rp 1.000.000,- yang diinvestasikan dalam usaha
pertanian dapat menghasilkan imbal hasil (return) sebesar Rp 390.000,-. Nilai net
return on investment yang dihasilkan ini menunjukkan nilai yang sangat menarik
bagi investor potensial, khususnya perbankan syariah. Sejalan dengan hasil net
return on investment, nilai profit margin ratio juga menunjukkan nilai yang sangat
menarik bagi investor potensial dengan nilai 28%. Sehingga dapat dikatakan
usaha pertanian adalah usaha yang menguntungkan, baik bagi petani yang
menjalankan maupun bagi investor.
Regresi Logistik
52
Dari hasil Regresi Logistik, diketahui bahwa terjadi penurunan likelihood (-
2LogL), hasil tersebut menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan
data. Selisih nilai -2LogL dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 4.11
Selisih Nilai -2LogL dari Model
Selisih nilai -2LogL Selisih Degree of Freedom (df) Sig.
63,186 3 .000
(Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
Output SPSS diatas menunjukkan selisih nilai -2LogL sebesar 63,186
dengan df = 2 dan angka signifikansi <.005, yang berarti penambahan variabel
bebas memberikan pengaruh nyata terhadap model, atau dengan kata lain model
dinyatakan fit.
Menurut Ghozali (2011), Nilai Nagelkerke’s R2 dapat diinterpretasikan
seperti nilai R2 pada linier multiple regression. Dibawah ini disajikan hasil output
SPSS untuk nilai Nagelkerke’s R2.
Tabel 4.12
Nilai Nagelkerke’s R2
Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
0,468 0,63
(Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Nagelkerke’s R2 sebesar 0,632
yang berarti variabilitas variabel dependent yang dapat dijelaskan oleh variabilitas
variabel independent sebesar 63,2% dan sisanya sebesar 36,8% dijelaskan oleh
faktor lain.
53
Ghozali (2011) menyatakan bahwa, kelayakan model regresi dinilai dengan
menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Dibawah ini
disajikan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test.
Tabel 4.13
Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Nilai test Sig.
8,977 .344
(Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
Menurut Ghozali (2011), jika nilai Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of
Fit Test Statistic lebih besar 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan
berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Pada Tabel 13. diatas
dapat dilihat bahwa nilai Hosmer dan Lemenshow’s Goodness of Fit Test Statistic
sebesar 8,977 dengan probabilitas signifikansi 0,344 yang nilainya jauh diatas
0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima karena
cocok dengan data observasinya dan pengujian hipotesis dapat dilakukan.
Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk
memprediksi kemungkinan penerimaan (acceptance) petani untuk menggunakan
akad Bai’ Salam sebagai metode pembiayaan syariah untuk usaha pertanian
mereka. Menurut Ghozali (2011) Untuk menghitung nilai estimasi yang benar
(correct) dan salah (incorrect) dapat dilihat dari Tabel Klasifikasi dari output
SPSS. Tabel Klasifikasi dapat dilihat Pada Tabel dibawah.
Tabel 4.14Tabel Klasifikasi
ObservedPredicted Percentage
CorrectAcceptance
54
Acceptance 0 (tidak) 1 (ya)
0 (tidak) 47 12 79,7
1 (ya) 2 39 95,1
Overall Percentage 86,0
(Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
Dengan demikian tabel di atas memberikan nilai overall percentage sebesar
(47+39)/100 = 86%, yang berarti ketepatan model penelitian ini adalah sebesar
86%. Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal
dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Output SPSS hasil analisis regresi
logistik, dapat dilihat pada Tabel 4.15.berikut ini.
Tabel 4.15
Hasil Analisis Regresi Logistik
Variabel Koefisien Sig.
Sikap 0,765 0,038
Norma Subjektif 0,643 0,018
Harga dari akad Bai’ Salam Relatif terhadap Pinjam Modal 0,631 0,230
Harga dari akad Bai’ Salam Relatif terhadap Sistem Ijon 1,359 0,007
Konstanta -9,949 0,000
(Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
Dari hasil output SPSS diatas diperoleh hasil bahwa, variabel bebas ”Sikap”
memiliki nilai signifikansi 0,038, variabel bebas ”Norma Subjektif” memiliki nilai
signifikansi 0,018 dan variabel bebas ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap
sistem ijon” memiliki nilai signifikansi 0,007, menunjukkan nilai yang lebih kecil
dari 0,050. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas ”Sikap” dan
”Norma Subjektif” serta ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon”
55
memiliki pengaruh terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam.
Dari nilai positif pada koefisien variabel ”Sikap” dan ”Norma Subjektif” serta
”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon”, dapat dikatakan bahwa
pengaruh yang terjadi adalah pengaruh yang positif. Dengan demikian,
interpretasi dapat dilakukan dengan menyatakan bahwa semakin tinggi nilai
”Sikap” dan ”Norma Subjektif” serta ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap
sistem ijon” dari seorang responden, maka probabilitas responden tersebut untuk
menerima akad Bai’ Salam juga semakin tinggi.
Sedangkan nilai signifikansi dari variabel bebas ”Harga dari akad Bai’
Salam relatif terhadap pinjam modal” menunjukkan nilai jauh diatas 0,050 yaitu
0,230, sehingga dapat disimpulkan bahwa ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif
terhadap pinjam modal” tidak mempengaruhi penerimaan untuk menggunakan
akad Bai’ Salam atau dengan kata lain variabel ”Harga dari akad Bai’ Salam
relatif terhadap pinjam modal” tidak dimasukkan kedalam model hasil penelitian.
Berdasarkan Tabel 4.15. diatas, maka model regresi logistik yang terbentuk
dari hasil penelitian ini, dinyatakan dalam persamaan berikut ini:
Lnp
= -9,949 + 0,765X1 + 0,643X2 + 1,359X31-p Atau
p= e (-9,949 + 0,765X
1 + 0,643X
2 + 1,359X
3)
1-pKeterangan :
p= odds Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam
1-p
p = Probabilitas Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam
X1 = Sikap
X2 = Norma Subjektif
X3 = Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon
e = Eksponensial
56
Dari persamaan logistik diatas dapat dilihat bahwa log of odds penerimaan
untuk menggunakan akad Bai’ Salam secara positif berhubungan dengan Sikap
dan Norma Subjektif serta Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem
ijon. Jika nilai Sikap dan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon
dianggap konstan, maka (odds) penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam
naik dengan faktor sebesar e 0,643 atau sebesar 1,90 untuk setiap unit kenaikan
Norma Subjektif. Sedangkan jika variabel Norma Subjektif dan Harga dari akad
Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon dianggap konstan, maka (odds)
penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam naik dengan faktor sebesar
e0,765 atau sebesar 2,15 untuk setiap unit perubahan dari Sikap. Dan bila variabel
Sikap dan Norma Subjektif serta Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap
sistem ijon dianggap konsta, maka (odds) penerimaan untuk menggunakan akad
Bai’ Salam adalah 0,00 (e -9,949). Dalam diagram, dapat dilihat pada Gambar
4.berikut ini.
Gambar 4.2
Model Penelitian Hasil Analisis Regresi Logistik
Keterangan: * Signifikan positif
Hasil tidak signifikan
57
SIKAP
NORMA SUBJEKTIF
HARGA DARI AKAD
BAI’ SALAM RELATIF
TERHADAP PINJAM
MODALHARGA DARI AKAD BAI’
SALAM RELATIF
TERHADAP SISTEM IJON
PENERIMAAN UNTUK
MENGGUNAKAN AKAD
BAI’ SALAM
(R2 = 63,2%)
Menurut Ajzen (1991), bahwa sikap berkembang dari kepercayaan
seseorang memegang keyakinan tentang obyek sikap. Dalam hal ini, petani
memiliki keyakinan bahwa dengan menggunakan akad Bai’ Salam, mereka
memiliki kepastian akan modal, pembeli dan harga diawal. Maka sesuai dengan
pendapat Ajzen (1991), hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh
yang positif antara sikap para petani terhadap penerimaan untuk menggunakan
akad Bai’ Salam.
Adanya pengaruh sikap terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’
Salam, sejalan dengan temuan Lada et al. (2009), bahwa sikap secara signifikan
berpengaruh terhadap penerimaan untuk mengkonsumsi produk halal. Begitu juga
Taib et al. dalam Amin et al. (2010) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara sikap dengan penerimaan untuk menggunakan akad
musharakah mutanaqisah untuk pembiayaan perumahan. Sedangkan Tarkiainen
dan Sundqvist dalam Amin et al. (2010), menemukan bahwa niat konsumen untuk
membeli makanan organik dapat diprediksi dengan sikap mereka.
Selain variabel Sikap, variabel Norma Subjektif diketahui memiliki
pengaruh yang positif terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam.
Menurut Ajzen (1991), keyakinan normatif concern dengan kemungkinan bahwa
penting rujukan individu atau kelompok menyetujui atau menolak melakukan
suatu perilaku yang diberikan. Kekuatan dari setiap keyakinan normatif (n)
dikalikan dengan motivasi seseorang untuk mematuhi (m) dengan rujukan yang
bersangkutan, dan norma subyektif (SN) berbanding lurus dengan jumlah yang
dihasilkan produk di seluruh rujukan penting n. Dalam persamaan dapat dilihat
pada persamaan berikut ini: SN = ∑ ni mi
Sejalan dengan temuan ini, Ramayah et al. dalam Amin et al.
(2010) menemukan bahwa Norma Subjektif adalah faktor yang signifikan
berpengaruh terhadap penerimaan untuk menggunakan internet banking, atau
dengan kata lain, semakin besar tekanan norma subjektif maka semakin tinggi niat
untuk menerima internet banking. Tarkiainen dan Sundqvist dalam Amin et al.
58
ni-n
(2010), menegaskan bahwa norma subjektif dapat memprediksi niat konsumen
untuk membeli makanan organik.
Berdasarkan Gambar 4.2. Diatas, temuan pada penelitian ini menyatakan
bahwa, variabel “harga dari Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” berpengaruh
signifikan positif terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam,
yang artinya semakin tinggi harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem
ijon maka semakin tinggi penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Hasil
ini menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Bogor beranggapan bila
menggunakan akad Bai’ Salam, maka akan lebih menguntungkan bagi usaha
pertanian mereka, dibandingkan dengan harga pada transaksi dengan sistem ijon.
Senada dengan temuan diatas, menurut Anugrah (2009) dalam penelitiannya
tentang sistem agribisnis komoditas buah Mangga, menyatakan bahwa pada
sistem ijon komoditas buah Mangga, transaksi pembelian buah Mangga dilakukan
pada saat pohon Mangga masih berbunga, dimana cara perhitungan dan
penaksiran dilakukan pada satuan pohon Mangga. Kemudian pada saat itu juga
terjadi transaksi. Oleh karena itu, harga penawaran dari pembeli sangat rendah,
yang menyebabkan keuntungan bagi petani akan tergerus oleh pembeli. Sehingga
petani tentunya akan lebih memilih cara jual beli Salam dibandingkan jual beli
sistem ijon.
Temuan lain dari penelitian ini yaitu, Variabel “harga dari Bai’ Salam relatif
terhadap pinjam modal” diketahui tidak berpengaruh terhadap penerimaan untuk
menggunakan akad Bai’ Salam, yang artinya bahwa harga pada akad Bai’ Salam
tidak lebih menguntungkan daripada harga dengan cara jual beli pada umumnya
dengan kondisi petani meminjam modal untuk penanaman. Walaupun petani akan
dihadapkan pada konsekuensi harus membayar bunga yang cukup besar pada
pinjam modal, namum pinjam modal menjadi pilihan petani. Hal ini senada
dengan Teori Ketidaksimetrisan Informasi (Akerlof dalam Ross et al, 2002), Teori
Signaling (Harris dan Raviv dalam Ross et al., 2002), dan Teori Pecking Order
(Myers dalam Ross et al., 2002), yang memiliki kesamaan teori bahwa suatu
usaha akan lebih memilih instrumen berbasis hutang (pinjam modal) untuk
membiayai aktivitas operasional usaha.
59
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
60
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Untuk tujuan identifikasi masalah pembiayaan dan pemasaran yang dihadapi
oleh petani di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa mayoritas petani
atau 70% responden membutuhkan pembiayaan untuk pengadaan input
pertanian. Sedangkan untuk pemasaran hasil pertanian, 43% responden
menyatakan bahwa tengkulak adalah pembeli yang paling sering membeli
hasil panen.Untuk tujuan identifikasi masalah produktivitas petani di
Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa kualitas benih, pupuk dan
pestisida yang tidak bagus merupakan masalah utama (rangking pertama)
yang menyebabkan hasil panen rendah.
2. Untuk tujuan mengetahui kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal
pada sektor pertanian di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa
sebanyak 60% petani mendapatkan modal dari sumber informal.
3. Mayoritas petani (59% responden) menyatakan cara jual beli Salam bagus.
Sehingga disimpulkan bahwa metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’
Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian
di Kabupaten Bogor.
4. Untuk tujuan pengukuran profitabilitas usaha pertanian di Kabupaten Bogor.
Dapat disimpulkan bahwa, rata-rata pendapatan bersih petani (net farm
income) adalah Rp 3.055.500,-. Dengan nilai Net Return on Investment (Net
ROI) yang diperoleh yaitu 39%, ini menunjukkan nilai yang sangat menarik
bagi investor potensial, khususnya perbankan syariah sebagai penyedia
pembiayaan syariah.
5. Dari hasil analisis regresi dapat disimpulkan bahwa Sikap, Norma Subjektif
dan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon berpengaruh
signifikan positif terhadap Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam.
Sedangkan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal tidak
berpengaruh terhadap Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam.
61
6. Nilai Koefisien Determinasi (nilai Nagelkerke’s R2) sebesar 0,632 yang berarti
variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel
bebas adalah sebesar 63,2% dan sisanya sebesar 36,8% dijelaskan oleh faktor
lain. Dengan melihat matriks klasifikasi, maka dapat dikatakan persamaan
pada model ini memiliki tingkat ketepatan peramalan sebesar 86%.
5.2 Saran
Berdasarkan analisis dan pembahasan serta kesimpulan yang telah
dikemukakan diatas, maka saran atau rekomendasi dari penelitian ini yang
mungkin dapat ditindaklanjuti adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas petani memerlukan
pembiayaan untuk usaha pertanian mereka, dapat menjadi perhatian dan
pertimbangan dari perbankan syariah atau pemerintah melalui berbagai
program pembiayaan. Hal ini tentunya sudah banyak dilakukan, namun demi
peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani, disarankan agar program
pembiayaan adalah program yang pro kepada petani, salah satunya
pembiayaan dengan akad Bai’ Salam.
2. Hasil penelitian ini menemukan bahwa mayoritas petani menyatakan akad Bai’
Salam bagus. Walaupun demikian, diperlukan adanya sosialisasi kepada
petani bahwa pembiayaan dengan cara jual beli Salam memberikan
konsekuensi pelunasan hasil komoditas pertanian yang harus diserahkan
sesuai dengan jumlah dan kualitas yang telah disepakati diawal kontrak dan
penyerahan hasil agar sesuai dengan tempo penyerahan yang telah disepakati.
3. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa profitabilitas yang dihasilkan dari
usaha pertanian di Kabupaten Bogor sudah layak dan menguntungkan
(profitable), peneliti menyarankan agar dapat dipertahankan oleh petani.
Walaupun demikian, peningkatan kuantitas dan kualitas masih sangat
diperlukan untuk tujuan yang lebih luas, misalnya untuk tujuan ketahanan
pangan nasional.
4. Berdasarkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 50% petani
bersedia memberikan harga jual dengan persentase margin untuk pembeli
62
yaitu lebih dari 10%, dapat menjadi perhatian perbankan syariah. Oleh karena
itu, disarankan kisaran persentase margin yaitu antara 10% - 15%. Namun,
untuk mencapai tujuan bersama, peneliti menyarankan pada persentase
sebesar 12,5% dengan maksimal jangka waktu pembiayaan adalah 6 (enam)
bulan.
5. Sikap dan Norma Subjektif merupakan faktor utama yang mempengaruhi
penerimaan petani untuk menggunakan akad Bai’ Salam, hasil ini
menunjukkan bahwa penelitian ini mengaplikasikan model klasik Theory of
Reasoned Action (TRA).Sehingga dapat disarankan penggunaan model TRA
untuk riset-riset akad keuangan syariah lainnya.
6. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, variabel “harga dari akad Bai’
Salam relatif terhadap sistem ijon” berpengaruh signifikan positif terhadap
penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, dan variabel “harga dari
akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” tidak berpengaruh terhadap
penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, sehingga disarankan agar
petani lebih memilih akad Bai’ Salam sebagai pembiayaan bagi usaha
pertanian mereka, karena lebih menguntungkan daripada dengan sistem ijon
dan tidak akan terjerat oleh sistem bunga pada pinjam modal.
63
DAFTAR PUSTAKA
Suwiknyo, Dwi. Pengantar Akuntansi Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
Ismail.Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Nurhayati, Sri. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Antonio, Muhammad Syafi’l. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan.
Tazkia Institute, 1999.
Muthaher, Osmad. Akuntansi Perbankan Syariah. Graha Ilmu, 2012.
http://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/02/manajemen-pembiayaan-
syariah/
inspirasitabloid.wordpress.com/2011/07/01/Lembaga-keuangan-mkro-dalam-
permodalan-pertanian/
Asboch.blogspot.com/2013/03/Perkembangan-Pertanian-di-indonesia.html?m=1
64