BAB III WAKAF PRODUKTIF DI SINGAPURA - …eprints.walisongo.ac.id/7079/4/085113028_Bab3.pdf · 88...
Transcript of BAB III WAKAF PRODUKTIF DI SINGAPURA - …eprints.walisongo.ac.id/7079/4/085113028_Bab3.pdf · 88...
85
BAB III
WAKAF PRODUKTIF DI SINGAPURA
A. WAKAF DI SINGAPURA
1. Sejarah Wakaf di Singapura
Wakaf pertama kali yang dilakukan di Singapura pada tahun 1820.
Wakaf pertama ini adalah wakaf masjid Omar Kampung Melaka. Wakaf ini
diwakafkan oleh Omar Ali Aljunied pedagang dari Indonesia yang asalnya dari
Yaman. Omar Ali juga mewakafkan masjid Bencoleen dan properti lainnya
untuk mendukung itu (www.muis.gov.sg, diakses 16 Februari 2015).
Pada abad ke-19 wakaf di Singapura telah banyak terjadi dan dilakukan
oleh para saudagar (pedagang) dari Yaman. Para saudagar dari Yaman telah
membawa tradisi wakaf bagi orang yang kaya dari tanah kelahiran mereka.
Selanjutnya semakin terbukti wakaf di Singapura dengan kedatangan para
pedagang dari India. Mereka memulai wakaf dengan membangun masjid
Jamae tahun 1820, selanjutnya wakaf Ahna Ally Mohammad Kassim. Total
wakaf yang dilakukan oleh muslim India berjumlah 14. Selain dari para
pedagang India dan Arab, perkembangan wakaf pun ikut diramaikan oleh
pedagang keturunan Bugis dari Indonesia. (www.muis.gov.sg, diakses 16
Februari 2015).
Sebagian besar wakaf diciptakan pada masa awal migrasi muslim yaitu
pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Setelah itu tidak ada lagi wakaf baru,
karena alasan berikut (Shamsiah, 2010:144):
86
a. Kurangnya informasi pada penciptaan wakaf yang tidak
dipromosikan secara agresif.
b. Harga properti meningkat di luar kemampuan kebanyakan muslim
Singapura untuk mewariskan properti sebagai wakaf.
c. Ada banyak bentuk lain dari sumbangan agresif yang ditargetkan
pada umat Islam di Singapura seperti madrasah, masjid dan
organisasi amal lainnya.
d. Karena semua wakaf dipegang oleh Majlis atau dibolehkan dikelola
sendiri tanpa campur tangan otoritas melalui wali yang ditunjuk.
Semua wakaf di Singapura terdaftar di MUIS. Berdasarkan data wakaf
di Singapura sebanyak 101 wakaf. 68 wakaf dikelola oleh MUIS, selebihnya-
sebanyak 33 wakaf- dikelola oleh wali lain (www.muis.gov.sg, diakses 16
Februari 2015).
2. Definisi dan Jenis Wakaf di Singapura
Definisi wakaf yang dirumuskan dalam Bagian I, pasal 2 AMLA
adalah: “Wakaf adalah pengabdian yang permanen dari seorang muslim dalam
bentuk benda bergerak atau tidak bergerak dengan berbagai tujuan yang diakui
oleh hukum Islam sebagai bentuk ibadah, kesalehan, dan kedermawanan”
(AMLA, Pasal 2).
Jenis wakaf di Singapura, sebagaimana halnya pembagian secara umum
wakaf, dibagi menjadi dua, yaitu „Wakaf Am‟ dan „Wakaf Khas‟. “Wakaf am
berarti mendedikasikan modal dan pendapatan properti untuk tujuan ibadah,
kesalehan dan amal (derma) yang diakui oleh hukum Islam dan properti
87
didedikasikan.” Sedangkan “Wakaf Khas berarti dedikasi selamanya modal
dan pendapatan properti untuk tujuan ibadah, kesalehan dan amal (derma) yang
diakui oleh hukum Islam, pendapatan dari properti yang disalurkan kepada
orang atau tujuan tertentu dalam wakaf, dan properti yang didedikasikan.”
(AMLA, Pasal 2).
B. PENGATURAN WAKAF DI SINGAPURA
Sebelum munculnya AMLA, seluruh wakaf yang ada diatur dalam
Dewan Penyokong Bagi Pemeluk Islam dan Hindu (the Muhammaedan and
Hindu Endowments Ordinance) yang diundangkan sejak tanggal 8 September
1905 (Shamsiah, 2010:82). Setelah disahkannya AMLA pada tanggal 1 Juli
1968, otoritas pengelolaan dan adminsitrasi wakaf di Singapura beralih
menjadi di bawah kendali MUIS (AMLA, BAB IV Pasal 58).
Namun di awal tidak semua wakaf terdaftar dan dapat dikelola oleh
MUIS, karena ada juga wali wakaf yang mengelolanya secara pribadi. Hal ini
berdampak pada manajemen yang buruk, dan kasus salah urus seperti
banyaknya tanah atau bangunan wakaf yang dijual oleh wali wakif tanpa
sepengetahuan MUIS (Shamsiah, 2010: 82). Berkaitan dengan hal tersebut,
diidentifikasi adanya kelemahan-kelemahan dalam adminsitrasi wakaf:
1. Wali yang ditunjuk oleh wakif tidak berkoordinasi dengan Majlis.
2. Tidak melaporkan mekanisme, misalnya wali menentukan harta wakaf
tanpa sepengetahuan dan izin Majlis.
Dalam rangka memperbaiki keadaan tersebut, AMLA diamandemen dan
menegaskan kembali bahwasannya seluruh aset wakaf yang berada di
88
Singapura wajib terdaftar dan dalam kontrol MUIS untuk memastikan
keberadaan aset wakaf (AMLA, Bab IV Pasal 64).
Ketentuan atau peraturan yang mengatur hal ihwal umat Islam di
Singapura adalah Administration of Muslim Law Act atau disingkat dengan
AMLA. AMLA terdiri dari 10 (sepuluh) BAB dan 146 (seratus empat puluh
enam) pasal. AMLA diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 27 tahun
1966. Adapun pemberlakuannya secara efektif pada tanggal 1 Juli 1968.
AMLA telah beberapa kali mengalami perubahan (amandemen). Perubahan
(amandemen) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Tabel 1: Perubahan (Amandemen) AMLA
No. Nomor Undang-Undang Tanggal
diundangkan
Tanggal
Pemberlakuan
1. Undang-Undang Nomor 3
tahun 1973
14 Juli 1973 24 Agustus 1973
2. Undang-Undang Nomor 31
tahun 1975
1 Agustus 1975 1 Oktober 1975
3. Undang-Undang Nomor 31
tahun 1984
3 Agustus 1984 1 Oktober 1975
4. Undang-Undang Nomor 14
tahun 1990
15 Juli 1990 1 Oktober 1990
5. Undang-Undang Nomor 20
tahun 1999
21 April 1999 1 Agustus 1999
6. Undang-Undang Nomor 35
tahun 2005
16 Agustus 2005 19 Maret 2007
7. Undang-Undang Nomor 29
tahun 2008
16 September
2008
2 Januari 2009
Pengaturan tentang wakaf secara general diatur dalam AMLA pasal
57 sampai dengan pasal 64, sebagaimana dikemukakan oleh Walshalafah
(Wawancara: 21 Februari 2012). Sedangkan berkaitan dengan aturan-aturan
teknisnya, maka MUIS yang menetapkannya demikian pula melalui mufti
89
berupa fatwa. Berkaitan dengan wakaf, MUIS berfungsi sebagai pembuat
regulasi (regulator) sekaligus pengontrol pengelolaan wakaf. Dalam AMLA
(Pasal 64 ayat 12) dinyatakan:
(12) Majlis, dengan rekomendasi resmi Kementerian, membuat aturan-aturan
untuk menyediakan:
a. persiapan keterangan tahunan mengenai rekening, laporan dan
penerimaan oleh para mutawalli wakaf dan penyerahannya kepada
Majlis;
b. pembayaran atas biaya-biaya inspeksi, dan intisari dari, registrasi
wakaf; dan
c. secara umum memberikan efek sepenuhnya atau mengejawantahkan
tujuan-tujuan dari bagian ini.
Berdasarkan Administrasion of Muslim Law Act (AMLA: Pasal 64
ayat 1) setiap wakaf, apakah yang dibuat sebelum atau sesudah 1 Juli 1968
akan didaftarkan pada kantor Majelis. Sedangkan pelaksanaan pendaftaran
wakaf dilakukan oleh mutawwali wakaf (AMLA: Pasal 64 ayat 2). Adapun
tata cara dan ketentuan pendaftaran wakaf adalah sebagai berikut (AMLA:
Pasal 64 ayat 3-8):
(3) Aplikasi pendaftaran akan dilakukan dalam bentuk dan cara sebagaimana
Majelis syaratkan dan terdiri dari beberapa rincian sebagai berikut:
a. Pendeskripsian properti-properti wakaf dianggap cukup untuk
mengidentifikasi properti-properti;
b. total income tahunan dari properti-properti wakaf;
90
c. jumlah tarif dan pajak tahunan dibayarkan sesuai dengan properti-
properti wakaf;
d. Estimasi pengeluaran tahunan yang diadakan dalam realisasi income
dari properti-properti wakaf;
e. Jumlah tersebut diatur dari wakaf untuk:
1) Gaji mutawalli dan biaya hidup bagi para individu-individu;
2) Tujuan-tujuan yang murni keagamaan
3) tujuan-tujuan sosial; dan
4) tujuan-tujuan suci lainnya; dan
5) setiap rincian-rincian lain disyaratkan oleh Majelis.
(4) setiap aplikasi pendaftaran disertai dengan salinan dokumen wakaf, atau
jika tidak ada dokumen seperti itu dieksekusi atau salinan karena itu tidak
bisa diperoleh, harus berisi salinan lengkap, sejauh semua itu diketahui
oleh pendaftar, asal-usulnya, sifat dan objek wakafnya.
(5) majelis mensyaratkan pendaftar untuk menyediakan rincian-rincian lebih
lanjut atau informasi yang Majlis anggap diperlukan.
(6) mengenai tanda penerimaan pendaftaran, Majelis, sebelum pendaftaran
wakaf, melakukan investigasi apakah sesuai dengan kenyataan dan
keabsahan pelaksanaananya dan kebenaran setiap rincian dalam
pelaksanaan pendaftaran.
(7) Ketika aplikasi pendaftaran dilakukan oleh setiap orang selain orang yang
mengelola properti wakaf, Majelis, sebelum mendaftarkan wakaf, memberi
catatan mengenai aplikasi tersebut kepada orang yang mengelola properti
91
wakaf dan akan menginformasikan kepadanya jika yang bersangkutan
ingin mengetahuinya.
(8) dalam kasus wakaf yang dibuat sebelum 1 Agustus 1999, setiap aplikasi
pendaftaran dilakukan dalam jangka waktu 6 bulan dari tanggal tersebut;
dan dalam kasus wakaf-wakaf yang dibuat setelah tanggal itu, dalam
jangka waktu 6 bulan dari tanggal penetapan wakafnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa untuk
pendaftaran wakaf yang melakukannya adalah mutawwali (pengelola wakaf).
Untuk melakukan pendaftaran wakaf, maka mutawwali harus medeskripsikan
kondisi wakaf, total pendapatan tahunan dari hasil kelolaan wakaf, estimasi
pengeluaran tahunan, gaji mutawwali, serta dokumen-dokumen sebagai bukti
aset wakaf yang dikelola. Setelah mutawwali melakukan aplikasi pendaftaran
disertai dengan syarat-syarat dan dokumen yang harus dilampirkan, maka
kemudian Majlis melakukan investigasi (cross check) ke lapangan untuk
melihat kesesuaian antara dokumen yang disertakan dengan kondisi aset wakaf
secara faktual.
Majlis melakukan pencatatan dan dokumentasi wakaf, bahkan dalam
hal ini termasuk dalam bentuk elektronik komputer. Hal ini sebagaimana
termuat dalam AMLA (Pasal 64 ayat 9-10):
(9) Majlis akan menjaga catatan wakaf-wakaf dalam cara yang Majelis anggap
sesuai, termasuk dalam bentuk elektronik di komputer, di mana akan
dimasukkan rincian-rincian tersebut di mana Majlis akan tentukan dari
waktu ke waktu.
92
(10) Majelis sendiri membuat wakaf terdaftar atau menerima daftar wakaf
setiap waktu.
Demikian pula disebutkan dalam pasal lain (AMLA: Pasal 62 ayat 5):
(5) Semua instrumen yang menetapkan, menjadi bukti atau membawahi
setiap wakaf atau wakaf ‘amm, bersama dengan setiap dokumen atau
jaminan-jaminan lain berkait ke sana, akan dioperasikan dan disimpan oleh
Majlis.
Sedangkan bagi mutawwali yang gagal/tidak melakukan pendaftaran
wakaf, atau memberikan keterangan/informasi yang tidak benar, tidak
mengizinkan inspeksi atas properti-properti wakaf, maka dikategorikan sebagai
tindakan pidana dan dapat diberikan sanksi pidana berupa denda tidak melebihi
$5000 atau penjara tidak melebihi 12 bulan atau keduanya. Hal tersebut
sebagai tertuang dalam AMLA (Pasal 64 ayat 11):
(11) Setiap mutawalli wakaf yang gagal untuk:
a. aplikasi registrasi wakaf;
b. membuat keterangan atas rincian sebagaimana disyaratkan di bawah
bagian ini;
c. menyediakan informasi atau rincian-rincian sebagaimana disyaratkan
oleh Majlis;
d. mengizinkan inspeksi atas properti-properti wakaf, rekening, rekaman-
rekaman atau kontrak-kontrak dan dokumen-dokumen berkait dengan
wakaf;
93
e. mengantarkan kepemilikan setiap properti wakaf, jika diminta oleh
Majlis;
f. melaksanakan perintah-perintah Majlis; atau
g. melakukan setiap tindakan lain yang secara legal disyaratkan untuk
dilakukan atau berdasarkan bagian ini, akan dianggap bersalah atas
kejahatan dan akan mendapatkan denda tidak melebihi $5000 atau penjara
untuk waktu tidak melebihi 12 bulan atau keduanya dan, dalam kasus
pembelaan yang sedang berlangsung, untuk denda lebih lanjut yang tidak
melebihi $50 untuk setiap harinya atau sebagiannya yang dalam jangka
waktu itu tindak kejahatan berlangsung setelah vonis.
Berkaitan dengan pendaftaran aset-aset wakaf di Singapura, maka
menurut Walshalafah (Wawancara: 21 Februari 2012) semua wakaf telah
terdaftar di MUIS. Demikian pula yang dikemukakan oleh Shamsiah Abdul
Karim, semua wakaf telah tercatat di MUIS (Sudewo:32). Walaupun di awal
menurut Harrif Hambali (wawancara: 22 Februari 2012), kewajiban melakukan
pendaftaran wakaf mendapat tentangan dari umat Islam, terutama wakaf ahli,
akan tetapi setelah dilakukan sosialisasi dan diberikan pemahaman tujuan
dilakukannya registrasi, maka kemudian seluruh aset-aset wakaf di Singapura
telah terdaftar di MUIS. Tentangan yang dilakukan terhadap kewajiban
melakukan pendaftaran aset wakaf, karena menurut Fariz (wawancara: 28
Februari 2012), ada kecenderungan MUIS akan mengambil alih wakaf ahli.
Lebih lanjut ia menyatakan bahwa wakaf ahli yang dikelola oleh mereka
adalah wakaf kakeknya yang hasilnya diperuntukkan bagi ahli waris. Sehingga
94
menurutnya wajar jika kami menentang, karena wakaf kakek mereka adalah
wakaf ahli bukan wakaf khairi.
Wakaf-wakaf di Singapura diberikan sertifikat wakaf (bukti wakaf) dan
dinamakan sesuai dengan nama wakifnya. Seperti wakaf Masjid Kasim, karena
yang mewakafkan Kasim. Namun demikian tidak seluruhnya dinamakan sesuai
dengan nama wakifnya.
Sedangkan dukungan ulama dalam pengembangan aset wakaf di
Singapura sangat terlihat dalam keterlibatan MUIS. Melalui Dewan MUIS
(termasuk Mufti di dalamnya) selalu memberikan respon dan legitimasi syar‟i
yang diperlukan. Dalam hal ini paling tidak ada 14 (empat belas) fatwa MUIS
yang berkaitan dengan wakaf (www.MUIS.gov.sg).
Memperhatikan fatwa-fatwa komisi Fatwa MUIS, maka dapat terlihat
adanya respon dan legitimasi syariah dalam pengembangan harta wakaf. Hal
ini paling tidak dapat terlihat pada fatwa no. 1, 4, 5, 6, 8, 9, 13. Pada fatwa no.
1 berkaitan dengan kebolehan MUIS untuk membangun kembali aset-aset
wakaf demi menjaga tujuan wakaf, yaitu melestarikan manfaatnya. Pada fatwa
no. 4, ditegaskan bahwa dalam rangka membangun kembali aset-aset wakaf
yang sebelumnya hasilnya sedikit, tidak dianggap salah jika untuk sementara
waktu (saat pembangunan sedang berjalan) manfaat wakaf untuk sementara
waktu juga terhenti. Fatwa no. 5, kebolehan menjual harta wakaf dikarenakan
sebab-sebab yang tidak dapat dielakkan, dengan keharusan digantikan yang
sejenis, jika jenisnya tidak dapat dilaksanakan, maka bolehlah digunakan untuk
jenis wakaf yang lain. Fatwa no. 6, kebolehan berutang untuk membangun
95
harta wakaf dan kebolehan menggunakan hasil wakaf untuk membayar utang
tersebut. Bahkan pada fatwa no. 8, ditegaskan bolehnya ada tambahan dalam
mengembalikan pinjaman yang digunakan untuk membangun aset wakaf.
Dalam hal ini dinyatakan itu adalah suatu hal yang wajar dan bukan dianggap
bunga, akan tetapi dianggap sebagai ungkapan terimakasih/penghargaan atas
pinjaman yang diberikan. Fatwa no. 9, dinyatakan kebolehan untuk
menyewakan aset wakaf dalam jangka waktu yang sangat panjang, semisal 99
tahun. Fatwa no. 13, menyatakan kebolehan menjual barang-barang masjid jika
tidak digunakan (dikarenakan rusak atau berlebihan), dan hasilnya digunakan
untuk masjid tersebut atau kemaslahatan lainnya.
Sedangkan fatwa yang kurang merespon perkembangan fikih wakaf
adalah fatwa no. 11, di mana fatwa tersebut menyatakan bahwa wakaf
sementara (semisal untuk jangka waktu 20 tahun) tidak diperbolehkan. Tidak
dibolehkannya wakaf yang sedemikian dikarenakan prinsip wakaf adalah
kekal, sehingga tidak boleh wakaf untuk jangka waktu tertentu.
Akan tetapi jika kita kalkulasikan secara keseluruhan fatwa tersebut,
maka kita bisa menyimpulkan bahwa ulama di Singapura, melalui Mufti dan
MUIS memberikan dukungan yang sangat baik dalam pengembangan wakaf
produktif. Dengan adanya dukungan yang sangat baik ini, maka muncul upaya-
upaya yang kreatif dan inovatif dalam pengembangan wakaf produktif. Upaya-
upaya tersebut dapat terlihat melalui sistem pendanaan yang telah dilakukan,
seperti istibdal, sewa jangka panjang, penjualan properti wakaf yang telah ada,
pembiayaan eksternal-keberanian melakukan obligasi musyarakah (sukuk).
96
Berkaitan dengan ini ditegaskan oleh Shamsiah (2008), MUIS mampu
mengembangkan harta wakaf produktif secara maksimal dikarenakan salah
satunya adalah adanya fatwa yang progresif.
C. LEMBAGA PENGELOLA WAKAF DI SINGAPURA
Umat Islam di Singapura memiliki kebebasan dalam menjalankan
ajaran Islam. Termasuk dalam hal pelaksanaan wakaf sebagai bentuk lain dari
amal ibadah maliyah (berkaitan dengan harta) bagi umat Islam di Singapura.
Kegiatan-kegiatan keagamaan umat Islam di Singapura lebih lanjut didukung
melalui Undang-Undang Administrasi Hukum Muslim.1
Sebelum munculnya AMLA, seluruh wakaf yang ada diatur dalam
Dewan Penyokong Bagi Pemeluk Islam dan Hindu (the Muhammaedan and
Hindu Endowments Ordinance) yang diundangkan sejak tanggal 8 September
1905 (Shamsiah, 2010:82). Setelah disahkannya AMLA pada tanggal 1 Juli
1968, otoritas pengelolaan dan adminsitrasi wakaf di Singapura beralih
menjadi di bawah kendali MUIS (AMLA, BAB IV Pasal 58).
Namun di awal tidak semua wakaf terdaftar dan dapat dikelola oleh
MUIS, karena ada juga wali wakaf yang mengelolanya secara pribadi. Hal ini
berdampak pada manajemen yang buruk, dan kasus salah urus seperti
banyaknya tanah atau bangunan wakaf yang dijual oleh wali wakif tanpa
sepengetahuan MUIS (Shamsiah, 2010: 82). Pada tahun 1995 dalam rangka
memperbaiki keadaan tersebut, AMLA diamandemen dan menegaskan kembali
bahwasannya seluruh aset wakaf yang berada di Singapura wajib terdaftar dan
1 Dalam bahasa Inggris disebut dengan Administration of Muslim Law Act (AMLA).
97
dalam kontrol MUIS untuk memastikan keberadaan aset wakaf (AMLA, Bab
IV Pasal 64).
Semua wakaf di bawah pengawasan Majlis Ugama Islam Singapura
(MUIS). MUIS berada di bawah koordinasi Kementerian Pembangunan
Masyarakat, Pemuda dan Olahraga. Merupakan Menteri yang
bertanggungjawab atas perkara umat Islam. Wakaf berada di bawah koordinasi
unit strategi dan wakaf (Wawancara, Walshalafa: 21 Februari 2012).
Membicarakan lembaga pengelola wakaf di Singapura maka yang
dipaparkan adalah Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) dan Wakaf Real
Estate Singapura (WAREES).
1. Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS)
a. Sejarah Berdirinya MUIS
Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) adalah lembaga/dewan bagi
agama Islam di Singapura, disebut juga dengan “The Islamic Religious Council
of Singapore. Keberadaan MUIS sejak tahun 1968, yaitu sejak adanya the
Administration of Muslim Law Act (AMLA) (www.muis.gov.sg, diakses 16
Februari 2015). AMLA merupakan ketentuan atau hukum Islam yang berlaku
bagi umat Islam di Singapura.
b. Struktur dan Kepengurusan MUIS
Berdasarkan ketentuan AMLA Pasal 7 ayat (1), Majelis terdiri dari:
1). Seorang Presiden;
2). Seorang Wakil Presiden;
3). Mufti
98
4). Tidak lebih 7 (tujuh) orang anggota yang direkomendasikan oleh
Menteri;
5). Tidak kurang 7 (tujuh) orang anggota yang dinominasikan oleh
organisasi Islam2 yang didaftarkan oleh Presiden MUIS.
Dalam Pasal 7 ayat (2) dinyatakan: “(2) Daftar calon yang akan
diajukan oleh Presiden3 kepada Presiden Singapura dalam ayat (1) (e) terdiri
dari orang yang diusulkan oleh masyarakat sesuai dengan tujuan MAJLIS.”
(AMLA, Pasal 7 ayat 2). Sedangkan masa bakti kepengurusan MUIS adalah 3
(tiga) tahun, dikecualikan dalam hal ini adalah Mufti. Adapun syarat-syarat
untuk dapat diangkat sebagai pengurus MUIS adalah: warga negara Singapura,
usia di atas 25 tahun, dan muslim (AMLA Pasal 7 ayat 3-5).
Struktur dari MUIS adalah sebagai berikut (http://www.muis.gov.sg,
diakses 16 Februari 2015):
2 Tidak kurang dari sepuluh organisasi muslim di Singapura, di antaranya adalah:
Assosiation of Muslim Professionals (AMP), Kesatuan Guru-Guru Melayu Singapura (KGMS),
Muslim Converts Assosiation (Darul Arqam), Muhammadiyah, Muslim Missionary Soceity
Singapore (Jamiyah), Council for the Development of Singapura Muslim Community
(MENDAKI), National University Singapore (NUS) Muslim Society, Perdaus (Persatuan Dai dan
Ulama Singapura), Singapore Religious Teachers Association (Pergas), Mercy Relief (Center for
Humanitarian), International Assembly of Islamic Studies (IMPIAN), dan Lembaga Pendidikan
Al-Quran Singapura (LPQS). 3 Yang dimaksudkan adalah Presiden MUIS.
99
Gambar 1: Struktur MUIS
Pengurusan dan pengembangan harta wakaf berada di bawah asset
cluster, yang mempunyai empat bagian, yaitu finance, halal certification, haj
services, serta zakat & wakaf.
c. Visi dan Misi MUIS
MUIS memiliki visi: “Menjadi sebuah organisasi yang memiliki
kredibilitas tinggi, agama dan intelektual yang kuat, dukungan yang luas dan
sangat efektif dalam mengelola isu-isu yang berhubungan dengan Islam.”
Sedangkan misinya adalah: “Untuk memperluas dan memperdalam
pemahaman dan pengamalan umat Islam, bersamaan peningkatan
kesejahteraan bangsa.” (www.muis.gov.sg, diakses 16 Februari 2015).
100
d. Fungsi dan Peran MUIS
Dalam Pasal 3 ayat (2) (AMLA: Bagian II), disebutkan fungsi dan
tugas MUIS:
1). Untuk memberikan nasihat kepada Presiden Singapura dalam hal yang
berkaitan dengan agama Islam di Singapura;
2). Untuk mengelola hal yang berkaitan dengan agama Islam dan muslim di
Singapura termasuk segala hal yang berkaitan dengan haji atau sertifikasi
halal;
3). Untuk mengelola semua wakaf dan dana-dana yang diperuntukkan bagi
kepentingan umat Islam menurut hukum tertulis atau kepercayaan muslim;
4). Untuk mengelola dana zakat maal maupun zakat fitrah dan dana-dana
dermawan lainnya untuk memberikan dukungan dan pengembangan
agama Islam atau untuk kepentingan umat Islam sesuai dengan undang-
undang ini;
5). Untuk mengelola semua masjid dan sekolah Islam di Singapura; dan
6). Untuk melaksanakan fungsi-fungsi lain seperti tugas yang diberikan pada
Majlis berdasarkan undang-undang ini atau hukum tertulis lainnya.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, MUIS menjadi
sebuah perusahaan (AMLA, Bagian II: Pasal 4): Menjadi badan hukum dengan
nama Majelis Ugama Islam Singapura, adanya pergantian pengurus dan
memiliki cap (stempel) perusahaan. Sebagai sebuah perusahaan yang berbadan
hukum, maka (AMLA, Bagian II: Pasal 5): (1) Majlis dapat menuntut dan
dituntut atas nama perusahaan; (2) Majlis dimungkinkan melakukan (a)
101
kontrak, (b) pembelian, memiliki benda bergerak dan tidak bergerak, (c)
mendirikan bangunan apapun pada properti (tanah) yang dimiliki, (d) tunduk
pada hukum tertulis, (e) memberikan layanan dan jasa konsultasi dan (f)
menetapkan biaya-biaya atau komisi atas setiap layanan atau produk yang
disediakan Majlis; (3) Majlis memiliki kuasa untuk bertindak sebagai
eksekutor surat wasiat atau sebagai pengelola dari harta muslim yang
meninggal yang memberikan kepercayaan kepada Majlis; (4) Majlis
dimungkinkan, dengan persetujuan Menteri, berpartisipasi dalam pembentukan
perusahaan apapun, atau masuk dalam join ventura atau kemitraan untuk
melaksanakan salah satu tujuan Undang-Undang ini; (5) Majlis dapat
melakukan tindakan-tindakan lain yang bersifat isidentil atau diperlukan untuk
pelaksanaan fungsi dan tugasnya berdasarkan Undang-undang ini.
2. WAKAF REAL ESTATE (WAREES) SINGAPURA
WAREES didirikan pada tanggan 26 September 2001, mulai beroperasi
pada bulan Januari 2002. Sejak berdirinya, WAREES telah memberi pengaruh
luas dan meninggalkan bekas nyata dalam bidang real estate. Mengembangkan
area khusus dalam pengelolaan property dan aset dana perwalian Muslim
(muslim trust) dan baitulmal (Islamic Treasury or General Fund). WAREES
telah berhasil berevolusi dan sekarang menyediakan berbagai pelayanan
khususnya berkait di bidang konstruksi dan real estate. Warees secara strategis
sedang memosisikan dirinya sebagai penyedia layanan real estate yang lengkap
dalam skala regional dan global (www.warees.com, diakses 15 Februari 2015).
102
WAREES memiliki visi: “Menjadi perusahaan real estate yang
dirasakan (keberadaan/manfaatnya) oleh masyarakat.” Sedangkan misinya
adalah: “Menyediakan pelayanan real estate yang memberikan nilai tambah.”
Aktivitas-aktivitas utama Perusahaan ini, atau ruang lingkup layanan
meliputi (www.warees.com, diakses 15 Februari 2015):
a. Manajemen proyek
1). Pengelola untuk semua proyek MUIS;
2). Bertanggungjawab untuk desain pembangunan, kontrak, proyek,
pembiayaan dan kontrol biaya;
3). Menangani lebih dari 10 proyek pada satu waktu.
b. Pengembangan dan upgrade lahan atau properti
1). Agen pengelola semua properti MUIS;
2). Mengelola 69 masjid dan lebih dari 150 unit wakaf/harta baitul mal.
c. Pengelolaan leasing
d. Membeli, menjual dan mengakuisisi property-properti
e. Mengelola dan memelihara fasilitas-fasilitas properti
f. Mendesain dan membangun masjid-masjid, lembaga pendidikan dan
properti-properti komersial.
g. Pembangunan dan pengelolaan, penasihat dan konsultan proyek di bidang
real estate
Bagian dari portfolio WAREES adalah pengelolaan aset-aset berharga
wakaf dan Baitulmal lebih dari $250 juta yang terdiri dari bangunan-bangunan
keagamaan, komersial, tempat tinggal dan pendidikan. WAREES telah berhasil
103
menjadikan sejumlah asset yang bernilai rendah menjadi asset yang
menghasilkan pendapatan tinggi yang memberikan keuntungan-keuntungan
yang lebih tinggi bagi para ahli waris Dana Perwalian. WAREES juga secara
langsung memegang aset-aset MUIS untuk tujuan investasi dan
pengembangan.
WAREES bekerjasama membangun perusahaan tersebut menjadi salah
satu pemain berpengaruh di bidang properti dan akhirnya menjadi perusahaan
di bidang real estate yang memiliki posisi penting. Lembaga saat ini sedang
berusaha melampaui portfolio MUIS secara lokal dan menjangkau luar negeri.
Tidak seperti perusahaan real estate lain, WAREES memiliki misi sosial dan
secara konsisten telah mendonasikan banyak dari keuntungan yang
diperolehnya untuk pendidikan dan membantu pihak-pihak yang
membutuhkan.
Adapun struktur WAREES adalah sebagai berikut (www.warees.com,
diakses 15 Februari 2015):
Gambar 2: Struktur WAREES
Board of Directors
WAREES Investments
WAREES
Land
WAREES
Halal
WAREES
Managements
Lease
Management
IT & Corporate
Support
Facilities
Management
Project
Management
104
Berkaitan dengan peran MUIS dan WAREES, maka telah dipisahkan
secara jelas antara keduanya sebagai berikut (Shamsiah: 2008):
Tabel 2. Pemisahan Peran MUIS dan WAREES
MUIS WAREES
Kewajiban-kewajiban agama
Fungsi Regulasi
Fungsi komersil (Investasi Harta
Wakaf)
Penjabaran peran tersebut sebagai berikut (Shamsiyah:2008):
Kewajiban-kewajiban agama (MUIS):
a. Perlindungan dan pelestarian aset;
b. Pelaksanaan keinginan wakif;
c. Pengumpulan keuntungan;
d. Pembayaran/penyaluran kepada penerima.
Fungsi regulasi (MUIS):
a. Pengamanan rekaman/dokumentasi;
b. Tanggung jawab akunting dan audit;
c. Pemilihan mutawwali;
d. Administrasi dan pengelolaan benda wakaf.
Fungsi komersil (WAREES):
a. Manajemen proyek;
b. Manajemen properti;
c. Manajemen sewa;
d. Investasi dan pengembangan.
105
Berkaitan dengan pemisahan peran tersebut, maka manfaatnya adalah
(Shamsiah: 2008):
a. Membuat MUIS mampu fokus kepada fungsi utama dan terpisah dari
aktivitas bisnis dan komersil.
b. Meningkatkan fleksibilitas, efektivitas dan efisiensi.
c. Menyediakan pengawas langsung terhadap resiko komersil.
d. Meningkatkan profitabilitas (kemampuan dalam meraih keuntungan).
Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) memiliki tanggung jawab:
a. Mengatur dan mengelola properti-properti wakaf;
b. Secara efisien mengelola dana-dana wakaf;
c. Memaksimalkan potensi properti-properti wakaf untuk kemanfaatan ahli
waris dan masyarakat muslim.
Sedangkan peran MUIS dalam pengembangan wakaf di Singapura
adalah:
a. Untuk melanjutkan pembangunan kembali semua properti wakaf dalam
portofolio-nya
b. Untuk menjamin pertumbuhan dan diversifikasi aset-aset wakaf
c. Untuk memaksimalkan potensi properti-properti wakaf
d. Untuk mengelola dana-dana wakaf secara efisien dan efektif
e. Untuk membangun pemahaman bahwa wakaf adalah formula yang
menjadi model untuk mengeluarkan sedekah.
f. Untuk menghubungkan hasil-hasilnya bagi pembangunan masyarakat.
106
WAREES memiliki ruang lingkup layanan:
a. Manajemen proyek.
1). Pengelola untuk semua proyek MUIS.
2). Bertanggung jawab untuk pembangunan desain, kontrak, proyek,
pembiayaan dan kontrol harga.
3). Menangani lebih dari 10 proyek pada satu waktu.
b. Manajemen dan perawatan properti
1). Mengelola agen semua properti.
2). Mengelola 69 masjid dan lebih dari 150 unit wsksf/harta baitul mal.
c. Manajemen sewa.
1). Penjualan dan penyewaan semua properti MUIS.
2). Permasalahan-permasalahan sewa.
3). Koleksi/daftar sewa.
d. Pengembangan dan investasi real estate.
1). Investasi atau pembelian gedung.
2). Pengembangan penjaga.
3). Permintaan dan penyusunan penawaran properti.
e. Membangun dan mendesain masjid.
Dalam pengembangan wakaf, WAREES memiliki metode:
a. Memastikan kerangka hukum yang tepat.
b. Memastikan sistem Akunting/keuangan dan administratif di tempat.
c. Memastikan daftar wakaf.
107
d. Mengumpulkan tim yang berkualitas terdiri dari perencana dan praktisi
(pakar eksternal jika diperlukan).
e. Menjelaskan permasalahan berkaitan dengan agama.
f. Mengadakan portofolio audit/penilaian/studi kelayakan dan draf master
plan.
g. Mengerjakan komitmen finansial.
h. Bertindak.
Sedangkan prinsip-prinsip dalam pengembangan wakaf adalah:
a. Tidak ada resiko untuk wakaf (tanah) yaitu tidak adanya hipotek.
b. Pembiayaan yang sesuai syariah.
c. Penggunaan yang sesuai dengan syariah.
d. Keberlangsungan secara ekonomi dan nilai serta hasil (pendapatan) yang
meningkat dari wakaf.
e. Manfaat yang berkesinambungan untuk para penerima wakaf.
f. Simpel/Mudah.
D. PRODUKTIVITAS PENGELOLAAN WAKAF DI SINGAPURA
Pengembangan aset wakaf, memberikan pilihan bagi nazhir dengan
menanggung resiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, ataukah
cukup dengan resiko rendah dan hasil rendah. Hal ini sesuai dengan teori investasi
“High risk higt return, low risk low return” (Yaumidin, 2008: 332). Nazhir wakaf
beruntung jika semua properti terletak di wilayah yang strategis. Namun beberapa
properti wakaf tidak demikian, terletak di wilayah yang kurang strategis, sehingga
kurang sesuai antara pemasukan dan kebutuhan dalam memelihara dan menutupi
108
biaya operasional. Oleh karenanya strategi-strategi yang tepat perlu diambil dan
dilakukan oleh nazhir wakaf dalam mengembangkan aset wakaf.
MUIS telah memulai banyak proyek pembangunan yang agresif dimulai
pada tahun 1990. Dalam mengembangkan aset wakaf ini, banyak instrumen wakaf
telah ditingkatkan. WAREES berusaha memperbaharui properti wakaf yang sudah
lama. Bangunan-bangunan lama yang lebih 50 tahun harus diperbaharui.
WAREES dalam melakukan pembangunan aset-aset wakaf membuat skala
prioritas (wawancara dengan Harrif, 22 Februari 2012). Demikian pula menurut
Walshalafah (wawancara, 21 Februari 2012), MUIS akan berusaha mengupayakan
aset-aset wakaf secara maksimal. Dalam hal ini, terhadap aset-aset wakaf yang
memiliki pendapatan tidak maksimal, atau aset-aset wakaf yang sudah perlu
diperbaharui, akan diperbaharui dan dibangunkan properti-properti yang bisa
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.
Pengelolaan dan pengembangan aset-aset wakaf yang telah dilakukan oleh
MUIS bersama WAREES telah mampu meningkatkan nilai aset wakaf. Hal ini
terbukti dengan adanya perubahan yang sangat signifikan terhadap aset-aset wakaf
yang sudah dibangun atau dikembangkan (Observasi, 24 Februari 2012).
Peningkatan nilai aset-aset wakaf di Singapura, sudah barang tentu meningkatkan
Produktivitas dan pendapatan wakaf.
Peningkatan nilai aset-aset wakaf dan Produktivitas beberapa aset wakaf di
Singapura dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1. Pengembangan pertama di Jalan Duku berupa 4 rumah dari wakaf Jabbar yang
disewakan. MUIS mengembangkan properti ini pada tahun 1991 dan selesai
109
pada tahun 1993. Pengembangan ini terdiri dari empat unit rumah lantai tiga
seharga $1,6 juta dolar Singapura. Untuk membayar biaya pengembangan
properti, 2 unit properti dijual. Meskipun dalam hal ini lahan wakaf telah
berkurang, nilai wakaf telah ditingkatkan. Nilai aset bersih properti meningkat
dari $14.821 pada tahun 1990 menjadi nilai aset $2,8 juta pada tahun 2006.
Pendapatan wakaf juga telah ditingkatkan sedemikian rupa sehingga properti
yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan dari $68 per tahun di 1990
menjadi $106.357 pada tahun 2006. Keuntungan menggunakan metode ini
adalah bahwa biaya pembangunan akan dilunasi oleh penjualan properti maka
wakaf tidak ada utang. Satu-satunya kelemahan adalah bahwa bagian tanah
wakaf kini telah berkurang. Meskipun luas lahan telah berkurang, tetapi nilai
bersih aset meningkat (Shamsiah, 2010: 151). Untuk melakukan penjualan aset
ini, maka menurut Walshalafah (wawancara, tanggal 21 Februari 2012) harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari komite fatwa MUIS. Ini tidak
mungkin dilakukan jika tidak mendapatkan persetujuan komisi fatwa MUIS
tentang kebolehannya.
2. Pengembangan aset wakaf melalui sewa jangka panjang yang dilakukan oleh
perusahaan Syiah Dawoodi Bohra di jalan Serangoon no. 509. Tanah tersebut
saat ini ditempati oleh sebuah pom bensin. Wali wakaf telah memberikan sewa
jangka panjang kepada pemilik pom bensin untuk meningkatkan dana untuk
membangun masjid yang merupakan penerima manfaat dari wakaf. Oleh
karena itu sewa jangka panjang dilakukan dengan uang muka dapat digunakan
untuk membangun masjid yang sudah tidak layak.
110
3. Pengembangan aset wakaf melalui sewa jangka panjang juga dilakukan
terhadap wakaf di jalan Dickson milik wakif Sharifa Zain Alsharof. Penyewa
adalah perusahaan makanan waralaba terkenal di India. Dalam hal ini penyewa
mengeluarkan modal untuk memperbaharui properti dan dikenakan sewa
secara rutin tahunan. Dengan metode ini, properti wakaf akan direnovasi dan
wali wakaf tidak perlu menanggung semua pembiayaan sendiri. Pada saat yang
sama, wali wakaf menikmati sewa berkala yang setidaknya akan dapat
memberikan manfaat pada penerima wakaf.
4. Pengembangan Madrasah al-Ma‟arif al-Islamiyah melalui istibdal. Madrasah
tersebut telah dipindahkan untuk memberikan kehidupan baru dengan fasilitas
yang lebih baik. Madrasah ini awalnya terletak di Ipoh Lane, di daerah
keramaian sehingga tidak kondusif untuk belajar. Selain itu jumlah siswa yang
semakin meningkat, sementara gedung sekolah terbatas (dikarenakan lahan
terbatas, tidak memungkinkan untuk menambah gedung), sehingga sekolah
membutuhkan perluasan dan pembangunan kembali. Hal ini dimungkinkan
karena tanah di Ipoh Lane harganya lebih tinggi daripada tanah yang
dipindahkan untuk madrasah. Karena madrasah bukanlah entitas komersil,
maka logis dan masuk akal jika tidak ditempatkan di daerah utama. Tindakan
untuk memindahkan madrasah adalah penting karena memberikan madrasah
kehidupan baru dengan gedung baru, fasilitas yang lebih baik, sarana
pembelajaran lengkap (seperti laboratorium dan sebagainya) tanpa pengeluaran
modal yang tinggi dan pinjaman untuk membangun kembali bangunannya.
111
Lebih lanjut Walshalafah menegaskan, bahwa istibdal madrasah ini dilakukan
setelah dimintakan fatwa kepada Komisi Fatwa MUIS.
5. Pengembangan wakaf Somerset Bencoolen yang berada di Beach Road 11
(Harrif, wawancara: 22 Februari 2012) . Awalnya merupakan sebuah masjid
dan 4 buah kedai/toko yang sudah tidak layak pakai, yang diwakafkan oleh
Syed Omar bin Ali Aljunaid. Pembangunan ini dimulai dengan membangun
gedung 12 lantai apartemen dengan 104 unit kamar di dalamnya, 3 unit kantor,
3 unit toko, dan 1 bangunan masjid yang moderen. Pendanaan yang dilakukan
yaitu kombinasi istibdal dan obligasi syariah (sukuk). Mengingat lokasinya
yang strategis, kelayakan proyek ini sangat tinggi. Total biaya yang dibutuhkan
untuk pembangunan aset wakaf ini adalah $35 juta. Ini merupakan untuk yang
pertama kali MUIS menghadapi pembangunan aset wakaf skala besar dan
membutuhkan dana yang cukup besar untuk pembangunan projek ini
(Shamsiah, 2010: 53).
Untuk meningkatkan modal untuk pengembangan ini, dilakukanlah
solusi inovatif meningkatkan dana melalui sukuk musyarakah. Struktur dalam
sukuk musyarakah ini terbagi menjadi 2 bagian kontrak, yaitu:
a. Bagian pertama - joint venture atau musyarakah.
Wali wakaf, Baitul Mal (MUIS) dan WAREES Investment menandatangani
perjanjian untuk membangun pembangunan bersama/musyarakah Somerset
Bancoolen.yang terdiri dari, apartemen, kantor, toko dan masjid. Wali
wakaf memberikan kontribusi dalam penyediaan tanah (bernilai S$4,2 juta)
dan sumbangan dana sebesar S$ 519.000. Baitul Mal (MUIS) akan
112
memberikan jumlah yang dibutuhkan untuk mengembangkannya yaitu $35
juta melalui investor. WAREES Investment memberikan kontribusi dalam
hal keahlian manajerial.
b. Bagian kedua –kontrak sewa atau ijarah (leasing)
Agar dapat memberikan keuntungan sekaligus memberikan hasil bagi
investor, maka kontrak sewa (akad ijarah) dijamin oleh Special Purpose
Vehicle (SPV) untuk melakukan perjanjian sewa dengan Ascott
International Pte Ltd (perusahaan yang bergerak di bidang service excellent
bagi pengelolaan apartemen dan hotel di Singapura dan di luar negeri).
Ascott setuju untuk menyewakan properti untuk jangka waktu 10 tahun.
Oleh karena itu aliran pendapatan dijamin dan dapat dicocokkan dengan
hasil yang akan diberikan kepada investor. Meskipun obligasi diterbitkan
selama 5 tahun, perjanjian sewa ditandatangani selama 10 tahun. Meskipun
demikian tidak menjadi hambatan karena ada pilihan untuk memperbaharui
ikatan setelah bertahun-tahun.
c. Distribusi laba
Dalam perjanjian musyarakah di atas, keuntungan harus dibagi sesuai dalam
proporsi modal yang diinvestasikan. Para investor melalui Baitul Mal akan
mendapatkan aliran pendapatan berdasarkan pendapatan sewa yang
disepakati diterima dalam hal ini dikontrak 3,03%. Wali wakaf akan
mendapatkan masjid baru dengan peningkatan kapasitas jamaah dan 3 unit
toko yang disewakan untuk menyediakan pendapatan bagi masjid untuk
biaya operasionalnya. Baitul Mal (MUIS) yang menanggung sebagian besar
113
resiko dalam sukuk musyarakah akan menerima layanan apartemen dengan
sewa 99 tahun. WAREES akan menerima hasil investasi dan biaya
profesional (gaji) untuk pengelolaan pembangunan.
Ada banyak keuntungan yang diperoleh dengan pembiayaan obligasi
musyarakah ini. Kebutuhan penerima manfaat yang diniatkan wakif telah
terpenuhi, kebutuhan masjid yang akan diperbaharui dan menciptakan
kapasitas yang lebih besar untuk jamaah. Sekarang dapat mengakomodasi
jamaah 2 (dua) kali lipat dari sebelumnya. Selain itu, masjid sekarang memiliki
pendapatan dari 3 unit toko yang disewakan. Menurut Lukman(wawancara, 24
Februari 2012), pengurus masjid Kasim, pendanaan untuk operasional masjid
dan kegiatan-kegiatan keagamaan tidak perlu minta-minta sumbangan, tetapi
sudah tercukupi dari pendapatan sewa 3 unit toko. Bahkan pendapatan dari
sewa setiap tahunnya surplus sehingga bisa membantu masjid-masjid lain dan
kegiatan keagamaan lainnya. Berdasarkan observasi juga terlihat bahwa 3 unit
toko yang disewakan sangat ramai dan memiliki nilai komersil yang tinggi
(Observasi, 24 Februari 2012). Sebagaimana dinyatakan oleh Fariz, seorang
penyewa yang membuka toko buku), lokasi ini sangat strategis dan ramai
dikunjungi konsumen (Wawancara, 24 Februari 2012).
Dalam konsteks Singapura, meskipun ini adalah sewa jangka panjang,
untuk mempertahankan kelestarian wakaf, model ini dapat diterima mengingat
terwujudnya akuntansi yang ketat dan tata kelola yang baik dari pemerintah
Singapura dalam menjaga catatan merupakan faktor-faktor yang membuat
kepercayaan diri dalam melakukan kontrak ini (Shamsiah, 2010: 156-157).
114
6. Pengembangan aset wakaf dengan menerapkan konsep istibdal dan sukuk
musyarakah. MUIS menukarkan (istibdal) 43 tanah wakaf (berupa toko kecil)
yang kurang potensial dengan bangunan moderen yang berada di pusat kota.
Setiap wakaf yang ditukarkan (istibdal) diberikan kesempatan untuk menjadi
pemegang saham atas bangunan tersebut. Selain pendanaan yang diperoleh
melalui istibdal, pendanaan diperoleh juga melalui penerbitan S$ 25 juta sukuk
musyarakah oleh MUIS dan WAREES. Sedangkan pendistribusian hasil
wakaf berdasarkan jumlah kontribusi saham yang dimiliki.
Bangunan tersebut berada di jalan Bandemeer 7. Menurut Harrif
(wawancara: 22 Februari 2012), Gedung ini terdiri atas 8 (delapan) lantai, satu
lantai digunakan sebagai kantor WAREES Investments dan sisanya disewakan
sebagai kantor bagi perusahaan lain. Pinjaman dana sukuk tersebut harus
dikembalikan selama 5 (lima) tahun. Akan tetapi, dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun, pinjaman dana sukuk tersebut sudah dapat dilunasi. WAREES berkantor
di salah satu bagian gedung 8 (delapan) lantai ini, yang lainnya disewakan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan, gedung 8 (delapan) lantai ini cukup
megah dan seluruhnya terisi disewakan (Observasi, 23 Februari 2012). Manfaat
pengembangan melalui istibdal dan sukuk musyarakah ini adalah aset wakaf
yang memiliki nilai yang rendah serta kurang produktif ditukar dengan aset
yang memiliki kualitas tinggi. Selain itu, aset yang bernilai rendah tersebut
dapat diselematkan dan dapat berkontribusi dalam isntrumen pembangunan
aset umat.
115
Peningkatan nilai aset wakaf di Singapura dapat terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Perkembangan Nilai Aset Wakaf di Singapura Tahun 2008-2013
(Sumber Data Annual Report MUIS 2008-2013)
Tahun Total Asset dalam $ Peningkatan(%) Net Asset dalam $ Peningkatan (%)
2008 409.226.349
344.556.970 2009 422.944.216 3,4 393.884.461 14,3
2010 433.493.225 2,5 405.317.749 2,9
2011 503.315.223 16,1 443.837.537 9,5
2012 550.437.360 9,4 486.733.086 9,7
2013 683.781.734 24,2 614.470.581 26,2
Perkembangan nilai aset wakaf di Singapura tersebut jika disajikan
disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Gambar 3. Grafik Perkembangan Nilai Aset Wakaf di Singapura
Tahun 2008-2013
(Sumber Data Annual Report MUIS 2008-2013)
116
Sedangkan peningkatan pendapatan dari aset wakaf di Singapura dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Perkembangan Pendapatan Aset Wakaf di Singapura
Tahun 2008-2013
(Sumber Data Annual Report MUIS 2011-2013)
Tahun Total Pendapatan dalam $ Peningkatan(%)
2011 23.530.925 2012 38.674.700 64,4
2013 157.906.183 308,3
Berdasarkan tabel tersebut maka pada tahun 2012 terjadi peningkatan
pendapatan sebesar 64,4% jika dibandingkan dengan tahun 2011. Sedangkan pada
tahun 2013 terjadi peningkatan pendapatan yang sangat signifikan dibandingkan
pendapatan tahun 2012 yaitu sebesar 308,3%.
Peningkatan pendapatan aset wakaf di Singapura tersebut jika disajikan
dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Gambar 4. Grafik Perkembangan Pendapatan Aset Wakaf di Singapura
Tahun 2011-2013
(Sumber Data Annual Report MUIS 2011-2013)
117
Pendistribusian hasil wakaf di Singapura tahun 2011-2013 adalah sebagai
berikut:
Gambar 5. Grafik Distribusi Hasil Wakaf di Singapura Tahun 2011
(Sumber Distribusi Wakaf di Singapura Tahun 2011)
Gambar 6. Grafik Distribusi Hasil Wakaf di Singapura Tahun 2012
(Sumber Distribusi Wakaf di Singapura Tahun 2012)
118
Gambar 7. Grafik Distribusi Hasil Wakaf di Singapura Tahun 2013
(Sumber Distribusi Wakaf di Singapura Tahun 2013)
Memperhatikan pengembangan aset-aset wakaf tersebut, maka
pengelolaan wakaf di Singapura cenderung dilakukan secara produktif.
Sebagaimana dikemukakan oleh Qahaf (2006:34), wakaf produktif, yaitu wakaf
harta yang digunakan untuk kepentingan produksi, baik di bidang pertanian,
perindustrian, perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf
secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang
diberikan kepada orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Dalam hal
ini, wakaf produktif diolah untuk dapat menghasilkan barang atau jasa kemudian
dijual dan hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan wakaf.
Produktivitas pengelolaan wakaf di Singapura tersebut, sebagaimana
ditegaskan oleh Zalman, kepala divisi pembangunan agama dan penelitian MUIS,
wakaf dikelola dengan sistem wakaf produktif. Harta benda wakaf dikelola
dengan asas manfaat, bukan hanya untuk pembangunan masjid atau kuburan.
119
Misalnya, dana wakaf digunakan untuk pembangunan real estate atau supermarket
atau usaha lainnya yang menguntungkan. Keuntungannya kemudian disalurkan
untuk pengembangan Islam (http://komunitaswakaf.org, diakses 2 Maret 2012).
Bukti keberhasilan Produktivitas pengelolaan wakaf di Singapura diakui
dan dibenarkan oleh masyarakat. Sebagaimana dinyatakan oleh Salma
(wawancara, 25 Februari 2012), bahwa aset-aset wakaf di telah berhasil
dikembangakan oleh MUIS bersama WAREES dengan baik. Demikian pula
ditegaskan oleh Abdul Latif dan Abdul Rahim (kakak beradik muslim dari India),
bahwa terlihat secara nyata MUIS telah berhasil mengelola dan mengembangkan
aset-aset wakaf di Singapura secara produktif. Keberhasilan mewujudkan
Produktivitas wakaf di Singapura telah manghasilkan pendapatan yang maksimal
dari sektor wakaf. Walaupun dalam kondisi yang sedemikian tetap ada yang tidak
setuju dengan adanya pembangunan atau perubahan bangunan-bangunan wakaf.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Muhammad (wawancara, 24 Februari 2012),
ia kurang setuju dengan adanya perubahan bangunan wakaf. Semisal orang
mewakafkan bangunan masjid, atau kedai kemudian ditambah dengan bangunan-
bangunan lain. Atau semisal masjid yang diwakafkan kemudian dirubah dan
dibangun kembali dengan adanya penambahan fasilitas-fasilitas lain.
Walaupun ada sebagian kecil umat Islam di Singapura yang tidak setuju
dengan pengembangan dan pembangunan kembali aset-aset wakaf di Singapura.
Namun sebagian besar atau mayoritas umat Islam di Singapura sangat mendukung
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh MUIS dan WAREES. Demikian pula,
pengembangan dan pembangunan kembali aset-aset wakaf yang ada di Singapura
120
yang dilakukan oleh WAREES sudah dikaji dan ditetapkan kebolehan secara
syar‟i oleh Mufti. Keberadaan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan wakaf cukup
responsif dan mendukung upaya perwujudan pengembangan aset-aset wakaf
secara produktif.
Keberhasilan pengelolaan wakaf di Singapura juga mendukung usulan
Qahaf berkaitan dengan kepengurusan wakaf. Adapun bentuk kepengurusan
swasta yang diusulkan oleh Qahaf, terdiri dari beberapa perangkat berikut:
1). Pengurus langsung yang merupakan badan hukum atau dewan yang terdiri
dari beberapa orang.
2). Organisasi atau dewan pengelola harta wakaf yang tugasnya adalah memilih
pengurus, mengawasi pengurus dan mengontrolnya.
Alternatif 2 (dua) bentuk kepengurusan wakaf yang diusulkan oleh Qahaf,
maka bentuk kedua yang dilakukan di Singapura. MUIS yang diberikan
kewenangan oleh Undang-Undang (AMLA), tidak langsung mengelola wakaf
terutama dalam hal investasi, akan tetapi membentuk WAREES sebagai anak
perusahaan yang diberikan kewenangan untuk melakukan investasi dan
mengembangkan aset-aset wakaf. Model kepengurusan seperti ini juga dilakukan
di Kuwait. Melalui Badan Wakaf (Kuwait Awkaf Publik Foundation), untuk
merealisasikan tujuan dari pembentukan lembaga wakaf ini, dibentuk dua bagian
utama, yaitu:
a). Bagian investasi dan pengembangan harta wakaf lama dan baru dan
pencapaian hasil-hasilnya.
121
b). Bagian penyaluran hasil-hasil wakaf yang ada sesuai dengan tujuan masing-
masing dan melakukan kampanye pembentukan wakaf baru yang dapat
memberi pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prioritas dan tingkat
kebutuhannya.
Badan Wakaf di Sudan dalam rangka memberi bantuan, membuat dan
mengatur perencanaan pengembangan harta wakaf dan pendanaannya,
membentuk beberapa yayasan wakaf yang bertujuan untuk mendorong kegiatan
pengembangan wakaf, di antaranya adalah rumah wakaf untuk jasa kontraktor,
yaitu perusahaan kontraktor yang dimiliki oleh Badan Wakaf Umum dan
bertujuan melakukan rehabilitasi bangunan serta membuat perencanaan bangunan
dan penyelesaiannya. Perusahaan ini dimulai masa kerjanya bersamaan dengan
kebanyakan proyek pengembangan wakaf lainnya. Di antara perusahaan
pembantu yang didirikan oleh Badan Wakaf Umum ini adalah bank simpanan
untuk pembangunan sosial yang bertujuan untuk membantu pendanaan proyek
pengembangan wakaf. Badan Wakaf Umum juga mendirikan perusahaan
pelaksana sebagai tangan kanan wakaf dalam melakukan proyek pengembangan
bisnis dan industri.
Pemisahan peran dan pembidangan sesuai dengan spesialisasi tersebut
membuktikan juga bahwa profesionalisme nazhir sangat menentukan dalam
keberhasilan pengelolaan wakaf. Sesuai dengan prinsip wakaf -menahan pokonya
dan menyalurkan hasilnya-, maka wakaf harus dikelola untuk dikembangkan dan
diinvestasikan. Untuk mewujudkan pengembangan dan investasi wakaf
dibutuhkan skill (keahlian) di bidang investasi. Oleh karenanya sulit diwujudkan
122
jika badan wakaf, yang memiliki peran secara umum dalam pengelolaan wakaf,
dibebani juga untuk mengembangkan dan menginvestasikan aset-aset wakaf.
Idealnya nazhir bukan hanya orang atau badan hukum yang memiliki kemampuan
agama, tetapi juga keahlian dalam melihat peluang-peluang usaha produktif
sehingga harta benda wakaf benar-benar berkembang secara optimal (Erfanie,
2008: 321). Untuk mewujudkan profesionalisme tersebut, MUIS, terutama Mufti
yang memiliki wawasan ilmu-ilmu syariah hanya fokus di bidang regulasi dan
keagamaan. Sedangkan WAREES yang memiliki wawasan dan kemampuan di
bidang ekonomi, bisnis, manajemen, keuangan dan investasi, hanya fokus di
bidang pengembangan dan investasi wakaf. Bahkan untuk manajemen
hotel/apartemen, MUIS dan WAREES tidak mau mengambil resiko dengan
mengelolanya secara langsung. MUIS dan WAREES menunjuk PT. Ascot yang
telah berpengalaman untuk mengelolanya. Berdasarkan pemisahan peran dan
fungsi ini, maka masing-masing pihak baik MUIS dan WAREES profesional di
bidang masing-masing.
Pemisahan peran dan fungsi MUIS dan WAREES dalam pengelolaan
wakaf di Singapura tersebut, sehingga telah berhasil dalam mewujudkan
pengelolaan wakaf produktif, hendaknya perlu menjadi pertimbangan dalam
pengelolaan wakaf di Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) memiliki tugas
yang terlalu banyak sehingga tidak bisa fokus dan dan tidak bisa menyelesaikan
tugas-tugasnya dengan baik.4 Dalam hal ini BWI hendaknya fokus pada
4 Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 49 ayat (1) dinyatakan:Badan
Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf;
123
pembinaan nazhir, memberikan masukan kepada pemerintah berkaitan dengan
kebijakan pengelolaan dan pengembangan harta wakaf. Sedangkan untuk
pengelolaan wakaf -termasuk wakaf uang- seharusnya BWI membentuk lembaga
semi otonom yang bertanggung jawab kepada BWI.
Berkaitan dengan investasi dalam pengembangan aset-aset wakaf, tidak
kalah pentingnya adalah pendanaannya. Qahaf (2006:242), menyimpulkan bahwa
menurut para ahli fikih ada 5 cara mendanai wakaf, yaitu: meminjamkan wakaf,
menjual hak monopoli wakaf, menyewakan wakaf, menambah wakaf baru, dan
menukar wakaf. Keberhasilan pengembangan aset-aset wakaf di Singapura selain
menggunakan cara-cara tradisional tersebut, juga menggunakan cara-cara
moderen. Pendanaan dengan cara menggalang dana publik, atau disebut dengan
penawaran umum, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dana
dari masyarakat investor dengan cara menjual saham atau obligasi. Keberanian
menggunakan sitem pendanaan dalam pengembangan wakaf produktif secara
variatif, maka Shamsiah (2008) menyebutnya sebagai strategi pembangunan yang
agresif. Strategi pembangunan yang agresif dengan sistem pendanaan yang
variatif, menjadikan MUIS memperoleh anugrah di Forum Keuangan Islam
Antarbangsa (IIFF)5 yang berlangsung di Dubai pada tahun 2006. Keberanian
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda
wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di
bidang perwakafan.
5 Forum ini di bawah naungan Perdana Menteri Uni Emirat Arab (UAE) dan Sultan
Dubai, Syeikh Mohammed bin Rasyid al-Maktoum.
124
melakukan pendanaan secara variatif dan agresif ini telah berhasil dalam
meningkatkan nilai aset wakaf serta penghasilan yang didapatkan. Sebagaimana
ditegaskan oleh Yacob (2008), termasuk yang menjadi prinsip-prinsip
pengembangan wakaf adalah viabilitas (keberlangsungan) ekonomi, nilai dan
hasil yang meningkat.
Keberadaan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan wakaf cukup responsif,
menjadikan MUIS dan WAREES berani melakukan penukaran harta wakaf
(istibdal) bahkan menjual aset wakaf untuk mengembangkan aset wakaf. Sebagai
contoh, wakaf Jabbar di Jalan Duku berupa 4 rumah yang disewakan. MUIS
mengembangkan properti ini pada tahun 1991 dan selesai pada tahun 1993. Untuk
membayar biaya pengembangan properti, 2 unit properti dijual. Meskipun dalam
hal ini lahan wakaf telah berkurang, nilai wakaf telah ditingkatkan.
Istibdal (penukaran harta wakaf) dengan harta lain sebagai penggantinya
dapat dilakukan jika kondisi menghendakinya. Akan tetapi hendaknya tidak
dilakukan secara mudah.6 Terlebih lagi seperti yang dilakukan terhadap aset
wakaf di Jalan Duku berupa 4 rumah yang disewakan. MUIS melalui WAREES
mengembangkan aset wakaf tersebut dengan menjual 2 properti untuk
membangun dan mengembangkan 2 properti lainnya. Dalam hal ini tidak
terjadinya penukaran aset wakaf sesuai dengan asalnya, yaitu berupa tanah di
mana 2 properti yang dijual berada di tanah tersebut. Penjualan tanah tersebut
hanya diganti dengan nilai aset bangunan di atas tanah yang tidak dijual.
6 Mazhab Syafi‟i dan Maliki terkesan sangat hati-hati dalam memperbolehkan
penjualan dan penggantian barang wakaf. Bahkan, mereka cenderung melarang praktik tersebut
selama tidak ada kebutuhan yang mendesak. Mazhab Hanafi dan Hambali pun berpendapat boleh
melakukan penukaran harta wakaf jika adanya alasan yang kuat.
125
Walaupun nilai aset wakaf bertambah berupa bangunan yang dibangun, namun
tanah di mana 2 properti berada di atasnya yang telah dijual tidak digantikan
sesuai dengan asal wakaf. MUIS dan WAREES seharusnya tidak melakukan
penjualan aset tanah wakaf tersebut tanpa mengganti dengan aset tanah lainnya.
Qahaf menegaskan salah satu tujuan kepengurusan wakaf adalah melindungi
pokok-pokok harta wakaf dengan mengadakan pemeliharaan dan penjagaan yang
baik dalam menginvestasikan harta wakaf (2005:321).
MUIS dan WAREES seharusnya bisa melakukan upaya lain untuk
membangun dan mengembangkan properti wakaf. Pendanaan lain yang mungkin
dan dapat dilakukan cukup banyak, seperti meminjamkan wakaf, menjual hak
monopoli wakaf (hukr), penyewaan ganda (ijaratain), pendanaan yayasan,
pendanaan dengan menggalang dana publik.