BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN PEMAIN SEPAKBOLA DALAM ... III.pdf · PDF file UPAYA YANG...
date post
13-Nov-2020Category
Documents
view
7download
0
Embed Size (px)
Transcript of BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN PEMAIN SEPAKBOLA DALAM ... III.pdf · PDF file UPAYA YANG...
67
BAB III
UPAYA YANG DILAKUKAN PEMAIN SEPAKBOLA DALAM MENGHADAPI
KLUB YANG WANPRESTASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK
PEMAIN DALAM PERSPEKTIF KETENAGAKERJAAN
3.1 Upaya Pemain Sepakbola Dalam Menghadapi Klub Yang Wanprestasi
Hukum adalah badan aturan diberlakukan dan dipaksakan oleh masyarakat untuk
menentukan hak-hak warga negaranya. Hukum mengatur hubungan antara warga negara,
tetapi juga mengatur hubungan antara warga dan milik mereka sendiri, dan milik orang
lain. Undang-undang mengatur cara di mana masyarakat beroperasi dalam cara yang
sama seperti aturan olahraga mengatur cara yang dimainkan. Undang-Undang Sistem
Keolahragaan Nasional (UUSKN) pasal 8823 :
1. Penyelesaian sengkta keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan mufakat
yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.
2. Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai,
penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai dengan
yurisdiksinya.
23 http://rahasiamandar-ilara.blogspot.com/2010/10/hukum-kontrak-dalam-olahraga.html.,
Diunduh Rabu 27 Oktober 2010.
http://rahasiamandar-ilara.blogspot.com/2010/10/hukum-kontrak-dalam-olahraga.html
68
1. Penyelesaian Sengketa Secara Musyawarah
Musyawarah pada hakekatnya adalah proses atau kegiatan saling mendengar
dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan
antara pihak satu dengan pihak lainnya, untuk memperoleh kesepakatan. Kepercayaan
masyarakat pada budaya musyawarah untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang
terjadi di masyarakat, kini digantikan oleh keadilan dalam lembaga peradilan. Hal ini
tentu tidak keliru, namun menyelesaikan masalah dengan duduk bersama dan rasa
kekeluargaan adalah jauh lebih baik. Musyawarah bila dimodifikasi sedemikian rupa bisa
dijadikan model penyelesaian sengketa.
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri tidak berwenang
untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kewenangan untuk memeriksa dan
mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir kepada pihak ketiga yang netral
dan independen, yang disebut Arbiter.
Untuk mengajukan sengketa arbitrase, para pihak harus mempunyai kesepakatan
tertulis bahwa sengketa akan diselesaikan melalui Arbitrase (Perjanjian Arbitrase), dan
ada salah satu pihak yang bersengketa mengajukan surat permohonan (tuntutan).
69
Arbiter (berbentuk majelis atau tunggal) mempunyai tugas dan kewenangan memeriksa
dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya. Putusan Arbitrase bersifat final serta
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (UU No. 30/1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Arbitrase mirip dengan Pengadilan, dan Arbiter mirip dengan Hakim, tetapi ada
beberapa perbedaan mendasar:
1. Pengadilan bersifat terbuka, arbitrase bersifat tertutup;
2. Mengajukan tuntutan ke pengadilan tidak membutuhkan persetujuan pihak lawan,
tuntutan ke arbitrase harus didasari perjanjian arbitrase;
3. Proses pengadilan formal dan kaku, arbitrase lebih fleksibel;
4. Hakim pada umumnya generalist, arbiter dipilih atas dasar keahlian;
5. Putusan pengadilan masih bisa diajukan banding, kasasi dan PK, putusan arbitrase
bersifat final dan mengikat;
6. Hakim mengenal yurisprudensi, arbiter tidak mengenal hal tersebut;
7. Hakim cenderung memutus perkara atas dasar ketentuan hukum, arbiter dapat pula
memutus atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).
Para pihak tidak perlu ragu memilih APS karena APS mendapatkan pengakuan
dalam sistem hukum Indonesia, antara lain: Keppres No. 34/1981 (ratifikasi atas New
York Convention); UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang tidak menutup
70
kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan Negara; dan UU No.
30/1999 yang telah disebutkan.
Disamping itu, pengadilan dan Mahkamah Agung juga telah banyak memberikan
dukungan terhadap Arbitrase, baik dalam bentuk penguatan/pengakuan terhadap
Perjanjian Arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolut Arbitrase, dan juga
pelaksanaan putusan Arbitrase.
3. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa
yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.
Penyelesaian melalui Litigasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur penyelasaian melalui peradilan umum,
peradilan militer, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan khusus
seperti peradilan anak, peradilan niaga, peradilan pajak, peradilan penyelesaian hubungan
industrial dan lainnya. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win
solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus
menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan
pihak lain menjadi pihak yang kalah.
Kebaikan dari sistem ini adalah :
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan
71
militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat
diperiksa melalui jalur ini)
2. Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu asas peradilan Indonesia adalah Sederhana,
Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah :
1. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan
Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut
dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke
Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan
hukum tetap).
2. Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis
hukum. Namun jika sengketa yang terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh
hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak
bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan
mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim
juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada
atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi hanya
karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut).
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu
pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di
Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi untuk
72
mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan
dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan
perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya
meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk
berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi
para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi
perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke
pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara
yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan
sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
3.1.1 Upaya PSSI Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Pemain
Sepakbola dan Klub
Dalam penyelesaian sengketa pemain lokal dan pemain asing berbeda, pemain
lokal dalam penyelesaiannya di federasi atau PSSI. Sedangkan untuk penyelesaian
sengketa pemain asing bisa sampai ke FIFA. Tahapan penyelesaian sengketa pemain di
PSSI. Pertama, adalah tahapan mediasi. Dalam proses mediasi tersebut melibatkan PT
Liga Indonesia selaku operator ISL, klub dan pemain yang bersangkutan. Ketika mediasi
menemui jalan buntu, masuk ke PSSI. PSSI mempunyai tiga lembaga, lembaga pertama
yang akan mengurus masalah pemain adalah Komite Status, Alih Status dan Urusan