BAB III STUDI KRISTIS HADIS USIA MENIKAH ‘AISYAH. R.A...

41
59 BAB III STUDI KRISTIS HADIS USIA MENIKAH ‘AISYAH. R.A A. Penelusuran Redaksi Hadis Usia Menikah ‘Aisyah R.a Kegiatan penelusuran hadis dikenal dengan istilah takhij al hadis. Takhrj berasal dari fi’il madli kharaja ( ﱠﺝﺧﺭ) yang berarti “tampak atau jelas”. Arti lain dari term ini adalah al-istinba(mengeluarkan), al-tadrib (melatih) dan al-taujih (memperhadapkan). Dengan makna tersebut maka takhij al- hadis secara sederhana berarti “mengeluarkan hadits” artinya hadis dicari atau dilacak dari sumbernya (kitab hadis). Secara terminology berarti menyebutkan hadis dengan sanadnya sendiri atau cara menunjukan letak hadis pada sumber yang orisinil takhrijnya beserta sanadnya kemudian dijelaskan martabat hadisnya bila diperlukan (Ulama’i, 2006: 4). Penelusuran hadis bisa dilakukan secara manual maupun digital. Pencarian secara manual dapat ditelusuri menggunakan kitab seperti Mu’jam al Mufahras li Alfz al Hadis dengan menggunakan kata kunci lafaz hadis, namun cara ini dinilai agak lebih rumit (Weinsinck, 1987: 410). Metode yang kedua metode digital, metode ini muncul bersama dengan perkembangan tekhnologi, metode ini dapat memudahkan para scientis melakukan sebuah inovasi penelusuran hadits secara efektif dan efisien dengan menggunakan alat tekhnologi digital seperti CD Mausu’ah al-hadis al-syarf dan aplikasi Jawāmi’ al kalim. Kegiatan seperti ini sangat penting mengingat hadis tidak seluruhnya ditulis pada zaman Nabi.

Transcript of BAB III STUDI KRISTIS HADIS USIA MENIKAH ‘AISYAH. R.A...

59

BAB III

STUDI KRISTIS HADIS USIA MENIKAH AISYAH. R.A

A. Penelusuran Redaksi Hadis Usia Menikah Aisyah R.a

Kegiatan penelusuran hadis dikenal dengan istilah takhij al hadis. Takhrj

berasal dari fiil madli kharaja () yang berarti tampak atau jelas. Arti

lain dari term ini adalah al-istinba (mengeluarkan), al-tadrib (melatih)

dan al-taujih (memperhadapkan). Dengan makna tersebut maka takhij al-

hadis secara sederhana berarti mengeluarkan hadits artinya hadis dicari

atau dilacak dari sumbernya (kitab hadis). Secara terminology berarti

menyebutkan hadis dengan sanadnya sendiri atau cara menunjukan letak

hadis pada sumber yang orisinil takhrijnya beserta sanadnya kemudian

dijelaskan martabat hadisnya bila diperlukan (Ulamai, 2006: 4).

Penelusuran hadis bisa dilakukan secara manual maupun digital.

Pencarian secara manual dapat ditelusuri menggunakan kitab seperti

Mujam al Mufahras li Alfz al Hadis dengan menggunakan kata kunci

lafaz hadis, namun cara ini dinilai agak lebih rumit (Weinsinck, 1987:

410). Metode yang kedua metode digital, metode ini muncul bersama

dengan perkembangan tekhnologi, metode ini dapat memudahkan para

scientis melakukan sebuah inovasi penelusuran hadits secara efektif dan

efisien dengan menggunakan alat tekhnologi digital seperti CD Mausuah

al-hadis al-syarf dan aplikasi Jawmi al kalim. Kegiatan seperti ini

sangat penting mengingat hadis tidak seluruhnya ditulis pada zaman Nabi.

60

Dalam menelusuri hadis usia pernikahan Aisyah r.a penulis

menggunakan dua metode diatas dengan mendahulukan metode digital

kemudian menelusuri kebenannya dengan cara manual, melacak ke

sumber buku langsung. Untuk melacak hadis usia pernikaan Aisyah r.a

penulis menggunakan kata kunci bint tisa yang mana lafaz tersebut

menunjukkan usia dan terdapat hampir ada di semua redaksi hadis tentang

usia pernikahan Aisyah r.a.

Berdasar hasil penelusuran penulis menggunakan Jawmi al

Kalim terdapat 83 hadis yang berbicara tentang usia pernikahan Aisyah

r.a. Hadis-hadis tersebut diriwayatkan oleh rawi-rawi yang beragam

sehingga untuk memudahkan pengolahan hadis tersebut penulis

mengklasifikasikannya sesuai dengan kesamaan periwayat yang ada.

Adapun kelompok-kelompok hadis tersebut adalah:

1. Dari jalur Hisyam bin Urwah, dari Urwah, dari Aisyah r.a terdapat

27 (dua puluh tujuh) hadis. Contoh hadis dari Shahih Bukhari No.4738

" &% #

- - - - * /.- * "8 7

Diriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf, dari Sufyan, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah r.a, berkata: sesungguhnya Nabi Saw telah menikahi Aisyah r.a saat dia berusia enam tahun, kemudian digaulinya pada usianya sembilan tahun dan tinggal bersama dengan Nabi Saw pada usianya sembilan tahun.

2. Dari jalur Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah r.a, terdiri dari 7 (tujuh)

hadis. Diantaranya hadis yan diriwayatkan oleh imam Muslim no.

2549

61

> 8> %> 7>= 8 % 8> 8 >

- 8 - - * : " 8 7

8 - % > "

Telah menceritakan kepada kita Abd ibn Humaid, telah mengkhabarkan kepada kita Mamar, dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah r.a: Bahwa Nabi SAW menikahinya ketika dia berusia tujuh tahun , dan dia mengisi hari-harinya bersama Rasulullah pada usianya sembilan tahun, Nabi Saw bersenda gurau bersamanya, dan kemudian Nabi Saw wafat saat Aisyah r.a berusia delan belas tahun.

3. Dari jalur Abu Muawiyyah dari Al-Amasy dari Ibrahim dari Al-

Aswad, dari Aisyah r.a, terdiri dari 8 (delapan) hadis. Contoh hadis

yang dirwayatkan imam Annasai di kitabnya Sunan Annasai no. 3206

# I %G 8> & % % > :

# - * >P # " 7

" - % >

Telah menceritakan kepada kita Muhammad ibn Al Ala dan Ahmad ibn Harb mereka berkata telah menceritakan kepada kita Abu Muawiyah dari al Amasy dari Ibrahim dari Aswad dari Aisyah r.a bahwa Nabi Saw telah menikahi Aisyah r.a pada saat usia Aisyah r.a sembilan tahun dan kemudian beliau wafat saat Aisyah r.a berumur delapan belas tahun.

4. Dari jalur-jalur lainnya (bermacam jalur rawi dan berbeda-beda).

Jumlahnya 40 hadis, contoh hadis yang dirwayatkan imam Ibn Majah

dalam kitab Sunannya no. 1867

62

> & # % %

8 8 : " 7 8 - 8 S -

- % > # *

Telah menceritakan kepada kita Ahmad ibn Sinan, telah menceritakan kepada kita Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kita Israil, dari Abi Ishaq, dari Abi Ubaidah dari Abdillah, berkata: Bahwa Nabi Saw menikahi Aisyah r.a ketika dia berusia tujuh tahun , dan membangun rumah tangga bersama saat dia berusia sembilan tahun kemudian Nabi Saw wafat ketika Aisyah r.a berusia delapan belas tahun.

B. Kritik Sanad terhadap Hadis Usia Pernikahan Aisyah r.a

Pada umumnya dalam penelitian hadis kritik sanad selalu menjadi

yang utama dari kritik matan, hal itu disebabkan karena beberapa hal

diantaranya, pertama dalam latar belakang periwayatan hadis didominasi

oleh penuturan (syafahiyah) dan amat sedikit data yang tertulis sehingga

tradisi periwayatan seperti ini memposisikan keguruan dalam proses

pembelajaran, kedua sebagai upaya antsisipatif terhadap budaya

pemalsuan hadis, ketiga sanad adalah mahkota bagi keberadaan matan dan

keempat hasil dari kritik sanad menjadi point dalam melakukan kritik

matan. (Abbas, 2004: 54)

Kritik sanad disebut juga kritik eksternal, yang mana kajiannya

hanya berkutat seputar rawi bagian luar dari point hadisnya. Dalam kritik

sanad kajian berfokus pada kualitas rawinya, ketersambungan sanadnya

dan metode periwayatnnya.

Setelah melakukan penelusuran hadis seperti diatas, langkah-langh

penelitian sanad hadis selanjutnya sebagi berikut: (Ismail, 1992: 51)

63

1. Itibar

Itibar adalah masdar dari Itabaro menurut bahasa artinya peninjauan

terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang

sejenis. Sedangkan menurut istilah hadis berarti menyertakan sanad-sanad

lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya

tampak hanya seorang perawi saja. Dengan menyertakan sanad tersebut

akan dapat diketahui apakah ada perawi lain atau tidak. (Ismail, 1992: 51)

Seperti yang telah dijelaskan diatas penulis klasifikasikan jalur

rawinya menjadi 4 kelompok seperti kelompok diatas. Kelompok pertama

hingga ke tiga adalah jalur rawi yang mayoritas, kemudian yang keempat

adalah kelompok jalur rawi yang hanya sedikit diriwayatkannya.

Dalam kajian hadis usia menikah Aisyah banyak sekali jalur rawi yang

harus diteliti, oleh karena itu sebagai langkah Itibarnya penulis

menggabungkan sanad antar jalur rawi. Dari penggabungan tersebut kita

mengetahui bahwa hadis ini tidak diriwayatkan oleh satu jenis jalur rawi

saja tetapi ada empat jalur rawi.

Dari beberapa kelompok rawi diatas penulis uraikan sebgai berikut

rawi J. riwayat 1 J. riwayat 2 J. riwayat 3 J. riwayat 4

1 Aisyah r.a Aisyah r.a Aisyah r.a Abdullah

2 Urwah Urwah Aswad Abi

Ubaidah

3 Hisyam Zuhri Ibrahim Abi Ishaq

4 Sufyan Mamar Amasy Israil

64

5 Muhammad

bin Yusuf

Abdurrazaq Abu

Muawiyah

Abu Ahmad

6 Abd bin

Hamid

Ahmad bin

Harb

Ahmad bin.

Sinan

7 Muhammad

bin al Ala

8 Bukhari Muslim Annasai Ibn Majah

2. Pembuatan Skema Sanad

Untuk memudahkan pembacaan, penulis membentuk sebuah

skema sanad sebagai berikut:

Abdullah Aisyah r.a

Aswad Urwah

Zuhri Hisyam

Sufyan

Abu Muawiyah

Ahmad bin Harb

Amasy

Ibrahim

Abd bin Hamid

Mamar

Abdurrazaq Muhammad bin Yusuf

Abi Ubaiah

Abi Ishaq

Israil

Abu Ahmad

Ahmad bin Sinan

65

3. Meneliti Kepribadian Perawi

Setelah mengetahui setiap jalur rawinya langkah selanjutnya yaitu

meneliti kualitas setiap perawi. Kualitas kepribadian setiap perawi sangat

penting dan menjadi salah satu penentu kevalidan suatu hadis, oleh karena

itu dalam kajian hadis tentang usia pernikahan Aisyah r.a ini penulis

menelusuri masing-masing kualiatas rawinya.

Ulama hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti pada

diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadis

dapat diterima atau ditolak, keduanya adalah adil dan abit. Adil ini tidak

sepenuhnya sama dengan arti kata bahasa Indoenesia yang berarti tidak

berat sebelah tetapi dalam istilah hadis dimaksudkan beragama Islam,

mukallaf, melaksanakan ketentuan agama dan memelihara muruah.

Sedangkan abit diartikan dengan seorang periwayat yang hafal dengan

sempurna hadis yang diterimanya dan mampu menyampaikan hadis yang

diterimanya dengan baik kepada orang lain (Ismail, 1992: 67-70). Jika sifat

keduanya dimiliki seorang perawi maka perawi tersebut dinyatakan iqah.

Bagian yang terakhir dari penelitian kepribadian rawi yaitu

mengetahui Al Jarh Wa Attadil yaitu kritik yang bersisi pujian atau celaan

terhadap periwayat hadis, dari sini kita akan mengetahui bagaimana akhlaq

dan posisi periwayat dimata orang lain (Ismail 1992: 72).

Muhammad bin al Ala

Ibn Majah An Nasai Muslim Bukhari

66

Untuk memenuhi beberapa standar penilaian diatas penulis

menggunakan kitab rujukan seperti Tahzb at Tahzb oleh Ibnu Hajar Al

Asqalani, Tahzb al Kaml f Asma ar Rijal atau dengan bantuan CD

Mausuah al Hadis asyyarf. Di dalamnya kita bisa menemukan biografi

periwayat hadis dari mulai jalur keturunan, para gurunya, para muridnya

dan juga pendapat dari para ulama tentang kepribadiannya. Seperti halnya

sebagai berikut:

a. Jalur Rawi Pertama

1. Aisyah r.a

Aisyah r.a adalah putri dari sahabat Nabi Saw Abu Bakar as

Sidiq dan Ummu Rumman binti Amir bin Uwaimir bin Abd Syams,

nasabnya at Taimiyah, dengan nama panggilannya (kunyah) Ummu

Abdullah, dan gelarnya (laqob) Ummu al-Muminin, dalam darajah

ilmu hadis ia menduduki tingkatan Sahabat (al-Jazari, 1989: 188)

Aisyah r.a menikah dengan Nabi sepeninggalnya Khadijah, ia

adalah istri yang dapat dibilang paling disayang diantara istri-istri Nabi

Saw lainnya sehingga Nabi Saw mempunyai panggilan khuhus

kepadanya yaitu Khumaira (yang mempunyai pipi kemerah-merahan).

Aisyah r.a adalah istri Nabi Saw yang paling banyak

meriwayatkan hadis, ia meriwayatkan hadis dari Nabi Saw dari rawi-

rawi lainnya juga seperti Usaid bin Hadir, Juamah binti Wahab, Haris

bin Hisyam bin Mughirah, Hamzah bin Umar, Ramlah binti Abi

Sufyan, Saad bin Malik bin Sinan, Abdullah bin Ustman bin Amir,

Umar bin Khattab bin Nufail, Fatimah binti Rasulullah. Adapun murid-

67

muridnya Ibrahim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abi Rabiah,

Ibrahim bin Yazid bin Syarik, Ibrahim bin Yazid bin Qais, Abu Hafsah

Maula Aisyah, Abu Abdullah, Abu Iyadh, Urwah bin Zubair bin

Awwam.

Penilaian ulama tentang Asiyah r.a: dia termasuk golongan

shahabat yang adalah (mempunyai sifat adil) dan iqah (dapat

dipercaya dan kuat ingatannya). Tidak ada sahabat yang menyela

tentang kepribadiannya, dia adalah istri Nabi Saw yang sering bersama

mendampingi Nabi Saw, tidak diragukan lagi kejujuran dan kevalidan

riwayatnya.

2. Urwah bin Zubair bin Awwam

Urwah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad.

Ayahnya merupakan pendamping setia Nabi Muhammad SAW, dan

Ibunya bernama Asma Bint Abu Bakr Al-Shiddiq, dan Bibinya adalah

Sayyidah Aisyah r.a, dia termasuk dari generasi tabiin pertengahan,

guru-gurunya diantaranya Aisyah binti Abi Bakar, Asma binti Abi

Bakar, Usamah bin Zaid bin Haris. Muridnya Ibrahim bin Uqbah, Abu

Bakr bin Abdullah bin Abi Jahim, dia adalah orang yang iqah. Dia

tinggal di Madinah dan wafat pada tahun 93 H (al-Asqalani VII, 1984:

180)

Penilaian ulama tentang Urwah bin Zubair: Al ajali: iqah dan

seorang laki-laki yang shaleh. Khalid bin Nizar dari Ibnu Uyainah

mengatakan ia adalah orang yang paling memahami hadis Aisyah r.a.

68

Ibnu hibban menyebutnya termasuk qolongan orang yang iqah. (al-

Asqalani VII, 1984: 182-184)

Ulama menyimpulkan hadis dari Urwah dapat diterima karena

dia termasuk orang yang paling bisa memahami hadis Aisyah.

3. Hisyam bin Urwah

Nama lengkapnya Hisyam bin Urwah bin Zubair bin Awam,

nama panggilannya ibnu Mundir. Ia dilahirkan di Madinah dan

meninggal di Makkah pada tahun 145 H. Semasa hidupnya ia menimba

ilmu dari Bakr ibn Wail bin Daud, Husain bin Abdullah bin Ubaidillah

bin Abbas, Hafsah binti Sairin. Adapun murid-muridnya yaitu Abban

bin zaid, Ibrahim bin Humaid bin Abdurrahman, Abu Bakar bin Iyas

bin Salim. Ia termasuk kelompok Shughra minattabiin

Penilaian ulama tentang Urwah, Muhammad bin Saad

mengatakan Hisyam termasuk orang yang iqah yang ditetapkan

sebagai hujjah. Yaqub bin Syaibah dalam tahzib at tahzib (al-Asqalani

VII, 1984: 50) juga berpendapat tentang Hisyam:

Hisyam adalah orang yang terpercaya, kuat riwayatnya, tidak ada yang menolaknya kecuali setelah ia tinggal di Irak. Di Irak ia menyebarkan riwayat yang mengatasnamakan ayahnya tapi ditolak oleh orang Madinah. Di Madinah ia hanya meriwayatkan hais yang benar-benar ia dengar dari ayahnya tapi di Irak ia mengatakan menengar dari ayahnya padahal ia tiak menengar dari ayahnya namun dari orang lain (al-Asqalani, 1984: VII, 50)

4. Sufyan bin Uyainah

Sufyan bin Uyainah bin Abi Imran Maimun al-Hilali, nama

panggilannya Abu Muhammad. Dia adalah generasi pertengahan dari

69

pengikutnya tabiin. Lahir pada tahun 107 H. Ia meninggal pada hari

sabtu hari pertama pada bulan Rajab tahun 198 H. (al-Asqalani IV,

1984: 120)

Semasa hidupnya ia belajar kepada Abban ibn Taghlib, Ibrahim

bin Uqbah, Ibrahim bin Muhammad bin Muntasyir, Ismail bin

Umayyah, Amr bin Dinar, Zuhri, Muhammad bin Amr bin Alqamah.

Adapun murid muridnya seperti Amasy, Ibnu Juraij, Syubah, Abu

Muawiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, Abdurrazaq, Ahmad bin

Hanbal, Yahya bin Muin. Termasuk golongan kibaru tabiin itba. (al-

Asqalani IV, 1984: 117-118)

Penilaian ulama: Al-Ijli mengatakan bahwa Sufyan bin Uyainah

adalah seorang yang iqah dan teguh pendirian, serta hadisnya hasan.

Ibn Mahdi: orang yang lebih mengetahui hadis hijaz. Ibnu Saad

mengatakan dia adalah seorang yang iqah dan teguh pendirian dan

banyak hadis darinya yang digunakan sebagai hujjah. Ibnu Hibban

Mengatakan bahwa Ibnu Uyainah adalah seorang iqah huffadh yang

sempurna ahli wirai ( al-Asqalani IV, 1984: 119-122).

Kesimpulan Bahwa Ibnu Uyainah adalah seorang yang iqah

dan hadist periwatannya dijadikan hujjah.

5. Muhammad bin Yusuf

Muhammad bin Yusuf al-Bukhari nama panggilannya adalah

Abu Ahmad. Gurunya Ibnu Uyainah, Abi Usamah, Waqi, Ahmad bin

Yazid bin Ibrahim, Jarir bin Abi Humai bin Qarthammad bin Usamah

bin Zaid. Dan salah satu muridnya adalah Imam Bukhari. Khallah

70

menilainya dengan penilaian iqah muttafaq alaih. (al-Asqalani VIII,

1984: 538)

6. Bukhari

Nama lengkap Imam Bukhari adalah Muhammad bin Ismail bin

Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari.

Panggilannya Abu Abdullah Abi Hasan al-Bukhari. Dia lahir pada hari

jumat setelah shalat jumat, 13 Syawal 194 H, wafat pada hari sabtu

malam hari raya idul fitri tahun 256 H. Beliau adalah penulis Kitab

Shahih Bukhari. Dia mengembara mencari hadis dari beberapa perawi

hadist di Mesir, kota-kota di Irak, Hijaz, Syam (al-Mizzy XXIV, 1980:

48).

Imam Bukhari berjumpa dengan sekelompok kalangan atba' at

tabi'in muda, dan beliau meriwayatkan hadis dari mereka, sebagaimana

beliau juga meriwayatkan dengan jumlah yang sangat besar dari

kalangan selain mereka. Dalam masalah ini beliau telah menulis dari

sekitar 1030 hadis dari kalangan ahlul hadis. (al-Mizzy 1980:, 441)

Guru-guru Imam Bukhari terkemuka yang telah beliau

riwayatkan haditsnya ialah : Ibrahim bin Musa, Ahmad bin Hambal,

Yahya bin Main, Hisyam bin Ammar Ad-Dimasyqi, dan sebagainya.

Sedangkan diantara murid beliau adalah : Imam Muslim bin Al-Hajjad

An-Naisaburi, Imam Abu Isa at-Tirmidzi, Al-Imam Shalih bin

Muhammad, dan sebagainya. (al-Mizzy, 1980: 431-434)

Ahmad bin Yassar al-Mawarzi mengatakan bahwa Muhammad

bin Ismail mencari ilmu, berada dalam majlis bersama orang-orang,

71

serta melakukan perjalanan dalam mendapat hadis dan dia mahir

tentang hadis, dia memiliki pengetahuan dan hafalan yang baik, serta

hadisnya disepakati. (al-Mizzy, 1980: 438)

An-Nasai mengatakan bahwa kitab paling bagus adalah kitab

muhammad bin Ismail al-Bukhari. (al-Mizzy, 1980: 442)

b. Jalur Riwayat Kedua

1. Zuhri

Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin

Syihab, tinggal di Syam, dia termasuk golongan tabiin pertengahan dia

lahir pada tahun 58 H, akhir masa kekhalifahan Muawiyah yaitu tahun

wafatnya Aisyah r.a dan dia wafat pada tahun 124 H. (al-Mizzy XXVI,

1980: 441)

Para gurunya adalah Aban bin Ustman, Ibrahim bin

Abdurahman bin Auf, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah

bin Jafar, Rabiah bin Ibad, Abdurrahman bin Azhar, Abdullah bin

Amir. Adapun muridnya Abban bin Shalih bin Umair bin Ubaid,

Ibrahim bin Amir bin Masud, Usamah bin Yazid, Ishaq bin Yahya bin

al-Qamah. Hisyam bin Urwah, Mamar, Sufyan bin Uyainah. (al-

Asqalani VIII, 1984: 445-447)

Pendapat ulama tentang kepribadiannya: Ibnu Saad mngatakan

bahwa Zuhri adalah seorang yang iqah, memiliki banyak hadis, dan

memiliki banyak pengetahuan, banyak meriwayatkan hadis serta

seorang yang fakih. Allaits bin Saad: dia adalah orang yang alim dan

72

seorang yang fakih. (al-Asqalani VIII, 1984: 448-449). Abu Masud

Ahmad bin Furat mengatakan bahwa tidak ada sanad yang lebih baik

dari Zuhri, dan dia memiliki seribu hadis. (al-Mizzy VIII, 1980: 431)

Kesimpulannaya Zuhri adalah seorang yang telah diyakini

keiqahannya.

2. Mamar bin Rasyid

Termasuk dalam kelompok kibar al itba, nama panggilannya

abu Uwah dia wafat pada tahun154 H. gurunya Abban bin abi Iyas,

Ibrahim bin Aqbah bin Abi Iyas, Ishaq bin Rasyid, Ismail bin

Umayyah, Sulaiman al-Amasy, Amr bin Dinar, Muhammad bin

Muslim bin Syihab az-Zuhri. Muridnya antara lain Abban bi Yazid,

Ismail bin Ibrahim bin Muqsim, Ibrahim bin Khalid, Sufyan at-Tsauri,

Sufyan bin Uyainah, Abdurrazzaq bin Hammam. (al-Mizzy

XXVIII,1980: 304-305)

Pendapat ulama: Yahya bin Muin mengatakan Mamar

termasuk orang yang iqah. Amr bin Ali mengatakan bahwa Mamar

adalah seorang yang jujur dapat dipercaya. Ibnu hibban mengatakan ia

seorang hafiz hadis dapat dipercaya dan seorang yang wirai. (al-

Mizzy XXVIII, 1980: 309-310)

Kesimpulannya Mamar termasuk perawi yang diakui

kestiqahannya.

3. Abdurrazzaq

Abdurrazzaq bin Hamam bin Nafi al-Himyari, ugra min al

itba. Dia wafat pada 211 H. Gurunya: Ibrahim bin umar bin kisan,

73

Ibrahim bin maimun, Ibrahim bin Yazid, Israil bin Yunus bin abi

Ishaq, Jafar bin Sulaiman, Muhammad bin Muslim at-Thaifi, Malik

bin Anas, Mamar bin Rasyid. Muridnya Ibrahim bin Musa bin Yazid,

Ahmad bis Shalih, Ahmad bin Fadholah bin Ibrahim, Ahma bin

Muhammad bin Sabit, Ahmad bin Ali al-Jurjani, Ahmad bin

Muhammad bin Hanbal, Abd bin Humaid, Muhammad bin Daud bin

Sofyan. (al-Mizzy XVIII, 1980: 53-55)

Pendapat ulama: Ahmad bin Shalah berkata kepada Ahmad

bin Hanbal apakah ada orang yang lebih baik hadistnya dari pada

Abdurrazaq? Ahmad mengatakan tidak ada. Abu Zurah mengatakan

bahwa Abdurrazaq adalah salah satu dari orang yang kuat dalam

periwatan hadis. Yaqub bin Saibah mengatakan bahwa Abdurrazaq

adalah seorang yang iqah dan kuat dalam periwayatan hadis. (al-

Mizzy XVIII, 1980: 56-58)

Ahmad bin Adiy mengatakan bahwa Adurrazaq memiliki

beberapa asnaf dan banyak hadis, banyak kalangan muslim yang

mengambil dan menulis hadis darinya, dan mereka tidak meriwayatkan

hadisnya sama sekali kecuali dengan menisbatkannya pada paham

Syiah. Dan Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad mengatakan bahwa

Abdurrazaq dalam bermadzhab lebih mendahulukan madzhab Jafar

bin Sulaiman (al-Mizzy XVIII, 1980: 60-61). Al-ajali mengatakan ia

iqah dan berpaham Syiah (al-Asqalani, 1984: VI, 341).

Kesimpulannya Abdurrazaq adalah seorang perawi yang iqah dan

berhaluan Syiah.

74

4. Abd bin Humaid

Nama lengkapanya Abdul Amid bin Umaid bin Nasr, gelarnya

abu Muhammad. Dia hidup di Hams dan meninggal di Karbal pada

tahun 249 H. Semasa hidupnya ia pernah berguru kepada Ahmad bin

Ishaq bin Yazid, Jafar bin Aun bin Jafar bin Umar, Abdurrazzaq bin

Himam bin Nafi. Adapun salah satu muridnya adalah Imam Muslim.

Az-Dzahabi mengatakan Abd bin Humaid adalah orang yang hafidz,

dan Ibnu Hibban jua mengatakan dia adala oran yang iqah.

5. Imam Muslim

Nama lengkapnya adalah Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin

Kusyadz al-Qusyairi an-Naisaburi. Beliau lahir di Naisabur pada tahun

204 H, wafat pada hari Ahad bulan Rajab tahun 261 H. (al-Mizzy

XXVII, 1980: 505)

Guru-guru dari Imam Muslim antara lain: Ibrahim bin Halid al-

Yaskuri, Ibrahim bin Ziyad an-Tamr, Ahmad bin Sinan al-Qathan,

Ahmad bin Muhammad bin Ibnu Hanbal, Adbul Hamid Bayan, Abd

bin Humaid. (al-Mizzy XXVII, 1980: 409-504)

Murid-muridnya antara lain: Ibrahim bin Ishaq, at-Tirmidzi,

Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah, Abu Hamid Ahmad bin

Muhammad, Abu Hamid Ahmad bin Muhammad bin Hasan. (al-Mizzy

XXVII, 1980: 505)

Imam Muslim adalah seorang Muhaddis, hafiz yang terpercaya.

Belia banyak menerima pujian dari para ulama hadis maupun ulama

lainnya. Hatim mengatakan dia adalah seorang yang iqah. Al Khatib al

75

Baghdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah saya melihat abu

Zurah dan Abu Hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan

Muslin bin al-Hajjaj di bidang pengetahuan hadis sahih atas guru-guru

mereka pada masanya (Suryadilaga, 2003: 60)

c. Jalur Riwayat Ketiga

1. Aswad

Aswad bin Yazid bin Qaisy an-Nakhai, atau Abu Amar,

disebut juga Abdurrahman al-Kufiy, beliau adalah saudara dari

Abdurrahman bin Yazid, dan paman dari Ibrahim an-Nakhai Puteranya

bermana Abdurrahman bin Aswad. Beliau dari kalangan tabiin, wafat

di Kuffah pada tahun 75 H. Ada juga yang mengatakan tahun 74 H.

(al-Asqalani II, 1984: 233-235).

Gurunya : Bilal bin Rabah, Hudzaifah bin al-Yaman, Salman

al-Farisiy, Abdullah bin Masud, Ali bin Abi Thalib, Umar bin

Khattab, Muadz bin Jabal, Maqol bin Sinn al-Asyjaiy, Abu Bakar,

Abu Mahdzrah al-Jumakhiy, Abu Musa al-Asyari, Aisyah, Fatimah

binti Saad, Ummu Salamah. (al-Asqalani II, 1984: 233-24).

Adapun murid-murid dari Abu Aswad antara lain: Ibrahim bin

Suwaid an-Nakhai, Ibrahim bin Yazid an-Nakhai, Asyast bin Abu

Syatsa, Riyah bin Hrist an-Nakhai, Saad bin Ilaqah, Dhahak bin

Muzahim, Abdurrahman bin Aswad bin Yazid, Umarah bin Umair,

Kastir bin Mudrik, Muharib bin Distar, Mustayyab bin Rafi, Abu

76

Ishaq as-Sabii, Abu Burdah bin Abu Musa, Abu Hasan al-Araj. (al-

Asqalani II, 1984: 234)

Pendapat ulama tentang Aswad: Menurut Abu Thalib dari

Ahmad bahwa Aswad adalah orang yang iqoh dan temasuk ahli

kebaikan. Abu Ishaq mengatakan bahwa Aswad adalah seorang yang

iqah Sedangkan menurut Muhammad bin Saad bahwa Aswad adalah

seorang yang iqah. (al-Asqalani II, 1984: 235). Ibnu Hibban berkata

bahwa Aswad adalah seorang yang iqah yang faqh serta seorang

zahid. (al-Asqalani II, 1984: 343)

2. Ibrahim

Ibrahim bin Yazid bin Qaisy bin Amr bin Rabiah bin Dzahl

an-Nakhai, ugra min at tabiin, nasabnya an-Nakhai, gelarnya Abu

Imran, dia tinggal di Kufah dan wafat pada tahun 96 H pada masa

pemerintahan Walid bin Malik (al-Asqalani II, 1984: 340).

Guru-guru dari Ibrahim bin Yazid diantara pamanya sendiri

Aswad dan Abdurrahman, Masyruq, Alqamah, Abu Mamar, Hamam

bin Harist.(al-Asqalani II, 1984: 177)

Murid-murid Ibrahim an-Nakhai: Sulaiman al-Amasy,

Manshur, Ibnu Aun, Zabid al-Yamiy, Hamad bin Sulaiman, Mughirah

bin Muqassim, adh-Dhobiy, Hasan bin Ubaidillah an-Nakhai, Hakam

bin Utaibah, Zubair bin Adi.

Pendapat ulama: Ahmad bin Abdullah al-Ijliy berkata tidak

diceritakan seorangpun dari shahabat nabi tentang hadis kecuali hadis

yang diceritakan secara berjamaah. Dia juga merupakan laki-laki yang

77

shalih, fakih dan termasuk mufti ahli Kufah bersama dengan asy-

Syabi. (al-Mizzy II, 1980: 237). Asy-Syabi mengatakan bahwa

Ibrahim adalah seorang yang alim (al-Asqalani I, 1984: 178). Abu

Usamah berkata dari Amasy bahwa Ibrahim an-Nakhai sering kali

bertukar pengetahuan tentang hadist (al-Mizzy I, 1980: 238). Ibnu

Madini berkata bahwa an-Nakhai tidak bertemu dengan salah

golongan sahabat, sedangkan Abu Hatim berpendapat bahwa Ibrahim

tidak bertemu dengan golongan sahabat kecuali dengan Aisyah, dia

tidak mendengar hadis dari Aisyah r.a. (al-Asqalani I, 1984: 178)

3. Amasy

Sulaiman bin Mihran al-Asyadi al-Kahili terkenal dengan

sebutan al-Amasyi, dia merupakan ulama kufah lahir pada tahun 61 H

dan wafat pada tahun 148 H

Guru-gurunya antara lain: Aban bin Ayyasy, Ibrahim at-

Tamimi, Ibrahim an-Nakhai, Ismail bin Abi Khalid, Ismail bin Raja

az-Zubaidi, Ismail bin Muslim al-Makki, Anas bin Malik. (al-Mizzy

XII, 1980: 77)

Murid-murid dari Amasy antara lain: Aban bin Taghlib,

Ibrahim bin Tahman, Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Fazari,

Asbad bin Muhammad al-Qurasyi, Ishaq bin Yusuf al-Azraq, Israil bin

Yunus, Ismail bin Zakaria, Jabir bin Nuh al-Khimani, Jarir bin Hazim,

Jarir bin Abdul hamid, Jafar bin Aun, Hasan bin Ayyasy, khafs bin

Iyas, Abu Muawiyah, Abu Awanah. (al-Mizzy XI, 1980: 80-83)

78

Pendapat ulama: Bukhari berkata bahwa Amasy meriwayatkan

1300 hadis. (al-Mizzy XII, 1980: 83) Yahya bin Muin berkata bahwa

hadist yang diriwayatkan Amasy dari Anas adalah mursal. Ali bin

Madani berkata bahwa ada enam orang yang menjaga ilmu dari umat

Nabi Muhammad yaitu Amar bin Dinar yang merupakan ahli Makkah,

Ibnu Shihab az-Zuhri ahli Madinah, Abu Ishaq Asy-Syabii ahli

Kufah, Sulaiman bin Mihran al-Amasy, Yahya bin Abi Kastir an-

Nafilah ahli Basrah, dan Qatadah. (al-Mizzy XII, 1980: 84) Ahmad bin

Abdullah al-Ijli berkata Amasy merupakan orang yang iqah. (al-

Mizzy XII, 1980: 87) Menurut an-Nasai bahwa Amasy adalah

seorang yang iqah yang tetap. (al-Mizzy XII, 1980: 89). Kesimpulan

Amasy termasuk perawi yang iqah.

4. Abu Muawiyah

Abu Muawiyah Muhammad bin Khazim al-Kufi adh-Dhorir,

lahir pada tahun 113 H wafat pada bulan Safar atau Rabiul Awwal 195

H ada juga yang mengatakan dia meninggal pada tahun 194 H. (al-

Mizzy XXV, 1980: 133)

Guru-gurunya antara lain: Ibrahim bin Thahman, Ismail bin

Abi Khalid, Ismail bin Muslim al-Maki, Abi Burdah Buraid bin

Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa al-Asyari, Bassyar bin

kadam, Jafar bin Burqan, Juwaibar bin Said, Haristah bin Abi Rijal,

Sulaiman al-Amasyi. (al-Mizzy XXV, 1980: 124)

Murid-muridnya antara lain: Ibrahim bin Abu Muawiyah adh-

Dharir, Ahmad bin Harb al-Muwshalli, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin

79

Abu al-Hawari, Ahmad bin Abu Syuraih ar-Razi, Ahmad bin Sinan,

Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Ahmad bin Abdul jabbar. (al-Mizzy

XXV, 1980: 125)

Pendapat ulama tentang Abu Muawiyah Abdullah bin Hanbal

berkata dia mendengar dari ayahnya bahwa hadis yang diriwayatkan

Abu Muawiyah selain dari riwayat Amasy adalah hadis yang

mutorib karena dia tidak menjaga hadis tersebut dengan baik. (al-

Mizzy XXV, 1980: 128)

Al-Ijli mengatakan bahwa Abu Muawiyah adalah seorang yang

iqah, dan memiliki ucapan yang lembut. Abu daud mengatakan Abu

Muawiyah termasuk golongan Murjiah, dan merupakan pembesar

Murjiah di Kufah (al-Mizzy, 1980: XXV, 132). Sedangkan Ibnu

Hibban mengatakan bahwa Abu Muawiyah adalah seorang Hafi yang

sempurna tetapi dalam golongan Murjiah yang keji. (al-Mizzy XXV,

1980: 133)

Kesimpulan: Abu Muawiyah adalah seorang perawi yang iqah

dan berpaham Murjiah

5. Ahmad bin Harb

Ahmad bin Harb bin Muhammad bin Ali bin Hayyan bin

Mayan, abaqahnya kibar tabii al-itba, nasabnya Attai, gelarnya

Abu Ali Ayyub, tinggalnya di al-Musali dan wafat di al-Azanah pada

tahun 263 H. Guru-gurunya antara lain: Ibnu Uyainah, Abu Muawiyah,

Ibnu Idris, Ibnu Fudail. Sedangkan murid-muridnya: Nasai, Ahmad

80

bin Abdullah, Ahmad bin Abdurrahman, Abu Bakar Ahmad bin

Muhammad. (al-Mizzy I, 1980: 288-289)

Pendapat Ulama: Abdurrahman bin Abi Hatim mengatakan

bahwa Ahmad bin Harb adalah orang yang terpercaya kebenarannya.

Abu Zakaria mengatakan bahwa Ahmad adalah orang yang

diutamakan dan wirai. (al-Mizzy I, 1980: 288)

6. Muhammad bin Ala

Muhammad bin Ala bin Kuraib, thabaqahnya kibar tabii al-

itba, gelarnya Abu Kuraib dan tinggal di Kufah wafat pada tahun 248

H. Guru-gurunya antara lain: Ibrahim bin Ismail, Ibrahim bin Yazid,

Ibrahim bin Yusuf, Bakr bin Abdurrahman, Jafar bin Aun, Sufyan bin

Uyainah, Muawiyah bin Hisyam, Abu Muawiyah adh-dharir. Murid-

muridnya antara lain: Ibrahim bin Maqil, Abu Hamdan bin Gharim al-

Bukhari, Abu Khatim. (al-Mizzy XXVI, 1980: 243-246)

Pendapat ulama: Abi hatim berkata bahwa Muhammad bin

Ala adalah orang yang terpercaya kebenarannya. Didalam kitabnya

Ibnu Hibban ia mengatakan bahwa Muhammad termasuk dari orang-

orang yang iqah. Ibrahim bin Abu Thalib mengatakan bahwa

Muhammad bin Yahya berkata kepadaku siapakah yang paling hafidh

didaerah Iraq? Kemudian aku berkata aku tidak melihat orang yang

lebih hafidz setelah Ahmad bin Hanbal selain Abu Kuraib. (al-Mizzy

XXVI, 1980: 247)

Kesimpulan: Muhammad bin Ala termasuk orang yang iqah

81

7. An-Nasai

Nama lengkap dari Imam an-Nasai adalah Abu Abdurrahman

Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Kurasani An-Nasai.

Nama imam An-Nasai dinisbatkan pada sebuah daerah bernama Nasa

di wilayah Kurasan yang disebut juga Nasawi yang masih termasuk

wilayah Khurasan. Dia lahir di daerah Nasa pada tahun 214 H dan

wafat di Palestina pada hari Senin 13 Shafar tahun 33 H (al-Mizzy I,

1980: 340). Imam Nasai termasuk salah satu dari beberapa Imam ahli

hadis yang terkenal, ia pemilik kitab Sunan an-Nasai.

Diantara guru-guru beliau: Ahmad bin Nashr an-Naysaburi,

Abi Shalih bin Ziyad as Susii. Sedangkan murid-muridnya antara lain:

Ibrahim bin Ishaq bin Ibrahim, Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin

Shalih, Abu Hasan Ahamad bin Umair, dan sebagainya.(al-Mizzy I,

1980: 329)

Pandangan Ulama tentang an-Nasai: Ali bin Umar mengatakan

bahwa Abdurrahman an-Nasai pada zamannya adalah seorang syaikh

yang paling faqih di Mesir, lebih mengetahui tentang hadis yang ahih

dan aar-aar yang cacat. (al-Mizzy I, 1980: 338). Abu Said bin

Yunus mengatakan an-Nasai merupakan Imam yang iqah yang teguh

pendirian dan seorang hafi (al-Mizzy I, 1980: 243-340).

d. Jalur Riwayat Keempat

1. Abdullah

Abdullah bin Masud bin Ghafil bin Habib bin Syamhi bin

Mahzum. Dia termasuk golongan Sahabat. Nasabnya Huzail al-Madani.

82

Nama gelarnya Abu Abdurrahman, julukannya Ibnu Ummi Abd,

tinggalnya di Kufah. Dia merupakan golongan sahabat yang awal masuk

Islam dan banyak mengetahui rahasia Rasulullah Saw karena sebagian

besar waktunya dihabiskan untuk mememani Rasulullah Saw. Dia

termasuk sahabat yang banyak memiliki keutamaan.

Dia meriwayatkan hadis langsung dari Nabi Saw juga dari

perawi yang lain seperti Saad bin Muad al-Anshari, Safwan bin Asal al-

Maradi, Umar bin Khattab. Murid-murid dari Abdullah antara lain

anaknya Abdurrahman, Abu Ubaidah, Abdullah bin Utbah bin Masud,

Anas, Jabir, Ibnu Umar. (al-Asqalani VI, 1984: 27). Nabi Saw berkata

kepada Abdullah bahwa dia adalah seorang muallim (al-Asqalani VI,

1984: 28).

Ali bin Abdullah al-Madini mengatakan bahwa tidak ada sahabat

Nabi Saw yang memiliki sejumlah murid yang menghafal riwayat-

riwayatnya dan melestarikan pendapat-pendapat fikihnya kecuali tiga

orang Zaid bin Sabit, Abdullah bin Masud dan Ibnu Abbas. (al-

Ghaitabi, tt: 394) .

Bukhari mengatakan bahwa Abdullah wafat di Madinah sebelum

wafatnya Umar bin khattab, Abu Naim mengatakan Abdullah wafat

pada tahun 32 H sedangkan Yahya bin Bakir mengatakan Abdullah

wafat tahun 33. Ibnu Naim berkata bahwa Ibnu Masud telah mengambil

dari Rasulullah serta keluarga 70 surat.

83

2. Abi Ubaidah

Amir bin Abdullah bin Masud, tingkatannya tabiin pertengahan

nasabnya Huzali, gelarnya Abu Ubaidah dia tinggal di kufah dan wafat

pada tahun 83 H. Gurunya antara lain bapaknya meskipun dia tidak

mendengar langsung hadistnya, Abu Musa al-Asyari, Amr bin Haris,

Kaab bin Ujrah Aisyah, Umi Zainab ats-Tsaqafiyah, Bara bin Azi,

Masyruq. Murid-muridnya antara lain: Ibahim an-Nakhai, Abu Ishaq

an-Sabii, Saad bin Ibrahim, Amr bin Marrah, Nafi bin Jabir. (al-

Asqalani V, 1984: 75)

Pendapat ulama: at-Tarmidzi mengatakan bahwa dia tidak

mengenal nama Abu Ubaidah, dan Abu Ubaidah tidak mendengar

apapun dari ayahnya, dan dia banyak kekeliruan. Ibnu Hibban

mengatakan Abu Ubaidah termasuk seorang yang iqah dan dia tidak

mendengar hadis dari ayahnya. Darquthni mengatakan bahwa Abu

Ubaidah adalah orang yang lebih mengetahui tentang hadis-hadis yang

diriwayatkan ayahnya dari Hanif bin Malik. (al-Asqalani V, 1984: 76)

3. Abu Ishaq

Umar bin Abdullah bin Ubaid, thabaqahnya tabiin pertengahan,

julukannya Abu Ishaq , dia tinggal dan wafat di Kufah pada tahun 128

H.

Guru-gurunnya antara lain: Ibrahim bin Muhammad bin Ali,

Anas bin Malik, Ayyub bn Khalid, Stalabah bin Malik, Hisyam bin

Urwah. Huzaifah. Diantara murid-muurid Abu Ishaq adalah Ismail bin

84

Ayyas, Ali bin Ghurab, Amr bin Muhammad, Isa bin Yunus. (al-

Asqalani VII, 1984: 471-472)

Pendapat Ulama: Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan

bahwa tidak ada cacat dalam periwayatan Abu Ishaq, tetapi banyak

hadist darinya yang mursal. An-Nasai dan Yahya bin Main mengatakan

bahwa periwayatan dari Abu Ishaq adalah aif (lemah). Abu Hatim bin

Hibban mengatakan bahwa Abu Ishaq memalingkan beberapa khabar

serta hadis, periwatannya tidak dapat dijadikan hujjah. Ibnu Saad

mengatakan bahwa Abu Ishaq adalah seorang yang iqah banyak hadis

yang tidak ada sanad dan hadisnya adalah Mursal. (al-Asqalani, 1984:

VII, 472-473

Kesimpulan: bahwa hadis dari periwayatan Abu Ishaq adalah

lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah

4. Israil

Israil bin Yunus bin Abi Ishaq. Thabaqahnya kibarul al-Itba,

nasabnya SabiI al-Hamdani, julukannya Abu Yusuf, dia tinggal di

Kufah dan wafat pada tahun 160 H. Diantara guru-guru Israil adalah

Ibrahim bin Muhajir, Ibrahim biin Abdul Ala, Sulaiman al-Amasy.

Murid-muridnya antara lain: Ahmad bin Abdullah, Ahmad bin khalid,

Abdurrazaq bin Hamman, Abu Ahmad Muhammad bin abdullah. (al-

Asqalani II, 1984: 517-518).

Pendapat ulama tentang kepribadian Israil, Ahmad bin Hanbal

mengatakan bahwa Israil adalah seorang yang iqah. Yahya bin Main

mengatakan bahwa Israil adalah seorang yang iqah dan lebih Hafidh.

85

al-Ajili mengatakan dia iqah. Abu Hatim mengatakan termasuk iqah

serta orang yang jujur. Abi Yaqub bin Syaibah mengatakan bahwa

hadis-hadis riwayat Israil diperbincangkan. Muhammad bin Ahmad

mengatakan aif, sedangkan an-Nasai mengatakan tidak ada kecacatan

dalam periwatannya. (al-Asqalani II, 1984: 521-523)

5. Abu Ahmad

Muhammad bin Abdullah bin Zubair bin Umar bin Dirham,

thabaqahnya sugra min al itba, nasabnya Zubairi al Asadi, gelarnya

Abu Ahmad, dia tinggal di Kufah dan meninggal pada tahun 203 H.

Diantara guru-guru Abu Ahmad adalah Aban bin Abdullah al Bajalli,

Ibrahim bin Thamhan, Israil bin Yunus, Basyir bin Muhajir, Habib bin

Hasan. Sedangkan nama murid-muraidnya antara lain: Ibrahim bin Said

al-Jauhari, Ahmad bin Abi Suraij ar-Razi, Ahmad bin Said ar-Ribathi,

Ahmad bin Sinan al-Qathan. (al-Mizzy XXV, 1980: 476-477)

Pendapat ulama tentang Abu Ahmad: Ibnu Numair mengatakan

dia adalah orang yang jujur. Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Abu

Ahmad memiliki banyak kesalahan dalam hadis Sofyan. Al-Ijli

mengatakan bahwa dia termasuk perawi yang iqah dan berpaham

Syiah. Abu Zurah dan Ibnu Hirasy mengatakan ia termasuk seorang

yang jujur. An-Nasai mengatakan tidak ada kecacatan didalam hadist

periwatannya. (al-Mizzy XXV, 1980: 379-380). Kesimpulan bahwa Abu

Ahmad adalah seorang perawi yang jujur, meskipun banyak kesalahan

dalam hadist Sofyan.

6. Ahmad bin Sinan

86

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Sinan bin Asad bin

Hibban al-Qathan. Thabaqahnya wusa min tabii al itba, nasabnya

al Wasiti al Qathan, gelarnya Abu Jafar, dia tinggal di hait dan

meninggal pada tahun 259 H. Para gurunya antara lain Ishaq bin

Yusuf Arzaq, Abi Usamah Hammad bin Usamah, Afwan bin

Muslim, Muhammad bin Abdullah bin Zubair. Sedangkan muridnya

antara lain: An-Nasai didalam hadist Malik, Jafar bin Ahmad bin

Sinan, Zakaria bin Yahya as-Saji, Abu Bakar Abdullah bin Abi

Daud. (al-Mizzy I, 1980: 321-322) .

Pandangan ulama tentang pribadi Ahmad bin Sinan, an-Nasai

mengatakan iqah. Abu Hatim mengatakaan bahwa dia adalah

seorang yang iqah dan jujur. Abdurrahman bin Abi Hatim

berpandangan bahwa dia adalah seorang Imam pada zamannya.

Ibrahim bin Arumah berpendapat bahwa dia adalah orang yang

sempurna atau profesional dan terpercaya keabitannya. (al-Mizzy I,

1980: 323)

7. Ibnu Majah.

Nama lengkapnya Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin

Majah al-Rab'i al-Quzwaini adalah seorang ahli hadis yang terkenal

karena menyusun kitab Sunan Ibnu Majah. Ia memiliki gelar Abu

Abdullah, lebih akrab dipanggil Ibnu Majah. Lahir di Iraq pada

tahun 209 H dan wafat pada hari Senin bulan Ramadhan 273 H. Dia

telah melakukan lawatan dan berkeliling dibeberapa negara seperti

87

Irak, Mesir, Syam, Hijaz, Kufah Bashrah dan negara-negara lain. (al-

Mizzy XXVII, 1980: 41).

Murid-murid Ibnu majah antara lain: Ibrahim bin Dinar al-

Hausyabi, Ahmad bin Ibrahim al-Qazuyani, Abu Amr Ahmad bin

Muhammad. Jafar bin Idris. (al-Mizzy XXVII, 1980: 40)

Pandangan ulama tentang Ibnu Majah: Abu Yala al-Khalil

bin Abdullah al-Halili mengatakan bahwa Ibnu Majah adalah

seorang yang sangat iqah, riwayat-riwayatnya adalah mutafaq

alaih dan dapat dijadikan hujjah, memiliki pengetahuan tentang

hadis dan seorang hafi, dia juga banyak menyusun kitab-kitab

dalam berbagai ilmu seperti hadis, tafsir dan tarikh. (al-Mizzy

XXVII, 1980: 41)

4. Persambungan Sanad

Sanad hadis memuat dua komponen yang penting, memuat nama-

nama periwayat seperti yang telah diuraikan diatas dan memuat lambang-

lambang periwayatan (igat) yang berfungsi memberikan petunjuk tentang

metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing perawi. Dari

lambang-lambang tersebut kita bisa melihat tingkat akurasi sebuah

riwayat.

Kegiatan periwayatan hadis berkutat pada kegiatan menerima dan

menyampaikan hadis kepada seseorang atau dari seseorang dan dengan

cara tertentu, hal itu dikenal shighat Tahammul Wa al Ada Al Hadis

88

Dilihat dari jenis igat penyampainnya, hadis diatas menggunakan

lafaz addasan dan an. Sigat addasan disepakati ulama sebagai

bentuk periwayatan as sama (pendengaran) artinya disitu terdapat

ketersambungan periwayat, sedangakan igat an sebagian ulama banyak

yang mempersoalkannya karena tergolong pada hadis muanan yang

dicurigai memiliki sanad yang putus. Namun itu bukan keputusan final,

hadis muanan dapat dinilai sanadnya bersambung jika dipenuhi beberapa

syarat: yang pertama tidak ada tadlis, kedua adanya pertemuan antara

perawi, ketiga periwayat yang menggunakan lafaz an adalah rawi yang

iqah. (Ismail, 1992: 83)

Jalur rawi pertama perawinya orang-orang yang iqah kecuali

Hisyam bin Urwah yang disinyalir lemah ingatanya dan diragukan

periwayatannya saat di Irak. Jalur kedua dan ketiga perawinya iqah dan

muttasil sanadnya. Adapun untuk kategori hadis yang keempat

diriwayatkan dari sedikit rawi, berdasar catatan Muhammad Fuad Abdul

Baqi hadis tersebut munqoti karena Aba Ubaid tidak mendengar dari

ayahnya seperti yang dikatakan Abu Syuba Abu Atim dan Ibn Ibban (al

Asqalani V, tt: 76)

Dalam jalur kedua meskipun muttasil dan iqah ada sedikit

kejanggalan, terdapat rawi yang mempunyai aqidah tertentu seperti

Abdurrazzaq bin Hamam penganut Syiah (dalam jalur rawi kedua) dan

Abu Muawiyah penganut Murjiah (dalam jalur rawi ketiga). Dalam

kaitannya dengan aqidah para ulama hadis sangat berhati-hati karena hal

itu bisa berdampak pada kepentingan golongan. Oleh karena itu ulama

89

hadis menetapkan persyaratan bagi rawi yang menganut aqidah tertentu

dan dikatakan dapat diterima. Pertama, periwayatnya harus Muslim,

kedua, jika mengikuti mazhab yang menyimpang (bidah) ia bukan orang

yang ekstrim dalam bidah dan bukan termasuk provokator, ketiga hadis

yang diriwayatkan tidak berkaitan dengan bidahnya. (Fathullah, 2005:

37). Kaitanya dengan persyaratan tersebut keduanya tegolong orang yang

pasif dalam beraqidah tersebut, jadi periwayatannya dapat diterima.

Adapun kesimpulan darajah hadisnya adalah:

No Dilihat dari jumlah perawinyaDilihat dari maqbul mardudnya

1 Khabar/Hadis Ahad Sahih ligoirihi/Hasan liatihi

2 Khabar/Hadis Ahad Sahih liatihi

3 Khabar/Hadis Ahad Sahih liatihi

4 Khabar/Hadis Ahad Hadis Munqai

C. Kritrik Matan Hadis

1. Aspek Bahasa

Dari segi teks atau kebahasaan hadis di atas mempunyai 4 kata

kunci pokok yang dapat di jadikan penelitian dalam matan yakni

tazawwaja, Bintu, Ban, sitta sinn dan saba sinn.

Kata tazawwaja pada dasarnya tidak mempunyai makna lain selain

apa yang telah diketahui bersama yaitu memperistri, menikahi, atau

mengawini sama halnya dengan kata nikah (Bisri, 1999: 303)

Selanjutnya kata binta merupakan bentuk mufrad (tunggal) jama

dari banat kata yang digunakan untuk menunjukkan nasab yang

90

merupakan lawan dari ibna, nasab untuk garis laki-laki, binta tidak selalu

menunjukkan arti perempuan yang masih kecil tetapi penggunaannya bisa

bagi semua umur seperti contoh Fatimah binti Muhammad, Salma binti

Fulan. Berbeda dengan kata ibyan, iflun yang artinya menunjukkan anak

kecil dibawah lima tahun/belum balig. (Bisri, 2002: 112)

Adapun ban yang masdarnya bunyn berarti membangun yakni

membangun rumah tangga namun demikian arti membangun rumah

tangga yang dikehendaki hadis ini adalah kiasan secara halus yang

bermakna jima yang berarti menggauli. Artinya Aisyah r.a baru digauli

Nabi ketika usianya mencapai 9 tahun, 2 atau 3 tahun setelah

pernikahannya. (Manzhur, 206-207)

Sedangkan perbedaan usia Aisyah r.a yang ada dalam beberapa

redaksi hadis ada yang meriwayatkan sitta ada juga yang saba. al-

Nawawi (tt: 207) menjelaskan dalam kitab Sahih Muslim Syarah al

Nawawi tidak ada pertentangan diantara ulama tentang umur Aisyah r.a,

perbedaan tersebut dikarenakan Asiyah r.a menikah umur 6 dan akan

menginjak 7.

2. Kesesuaian dengan al-Quran dan Hadis Lainnya

Al-Quran tidak menyebutkan secara spesifik pada usia berapa

seseorang sebaiknya menikah, namun ada ayat yang sering dikaitkan

dengan usia pernikahan (Q.S Thalaq [65]: 4)

9 $# u z t z s y9 $# /3 !$ |p ) F; s?$# E s sWn=rO 9 r& 9 $# u s9

z ts 4 Ms9 ' & u $uq F{ $# =y_ r& r& z t n=xq 4 tu , G t !$# ygs & ! r&

# Z

91

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka masa iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Perempuan-perempuan yang hamil waktu iddah mereka sampai mereka melahirkan. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

Kata yang perlu digaris bawahi adala wa allti lam yahina At-

Tabari mengartikan dengan perempuan yang belum haid, karena masih

kecil. Senada juga dengan Jalaludiin al-Mahali dan al-Suyuti dalam tafsir

Jalalin, mereka mengartikan sama. Penjelasan yang berbeda ungkap

Iffatul Umniati (Rahima, 2012: 25) dikatakanan oleh Hayyan Muhammad

bin Yusuf dalam tafsir al-Bahr al-Muhi yang memaknai sebagai

perempuan yang masih kecil yang belum haid dan juga bisa berlaku untuk

perempuan yang dewasa yang juga belum haid.

Sedangkan kebanyakan ulama fiqh mengkaitkannya dengan

pembolehan pernikahan anak. Dengan alasan jika iddahnya anak kecil

yang belum haid saja diatur dalam al-Quran itu berarti menikahkan anak di

usia kecil adalah boleh. Namun jika ayat tersebut di atas dimaknai dengan

perempuan dewasa yang tidak mengalami haid maka pemaknaan ini tidak

bisa di jadikan dasar atas pernikahan muda.

Dilihat dari hubungannya dengan hadis lain, penulis tidak

menemukan pertentangan namun ada sebuah hadis yang menganjurkan

para pemuda dan pemudi yang sudah mampu untuk melaksanakan

pernikahan.

) : 5

92

Saya pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan dalam hal baah maka kawinlah karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum mampu melaksanakannya hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya puasa itu dapat menjadi tameng ( HR.Bukhari Mislim). Hadis tersebut menganjurkan para pemuda pemudi yang sudah

mampu untuk menikah. mampu bukan hanya kemampuan fisik

(biologis) tetapi juga kemampuan psikis. Jika seseorang secara psikis atau

batin atau keduanya belum mempunyai kemampuan dan kematangan

sebaiknya menunda pernikahan tersebut dengan cara berpuasa karena

puasa dapat mencegah dari jahatnya nafsu birahi.

Berdasarkan data sejarah Aisyah r.a adalah perempuan yang

cerdas dan matang secara fisik dan psikis, gadis-gadis bermukim di daerah

tropis sering kali lebih cepat dewasa dibandingkan dengan mereka yang

bermukim di daerah dingin.

3. Asbab Al Wurud

Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap beberapa kitab

syarh hadis, hadis tersebut tidak mempunyai asbb al-wurd al-khssah,

hadis ini termasuk dalam kategori hadis fili (perbuatan yang dilakukan

Nabi Saw). Pada saat itu Nabi saw telah ditinggal mati oleh Khadijah r.a,

Nabi Saw merasakan sangat sedih kemudian Khaulah mengusulkan

kepada Nabi Saw untuk menikahi Aisyah bint Abu Bakar untuk

menguatkan persahabatannya dengan Abu Bakar, sahabat yang sangat

dicintainya. Kemudian Nabi Saw mengutus Khaulah kepada keluarga Abu

93

Bakar, setujulah mereka kemudian berlangsunglah pernikahan. (Bint

Syathi, 1974: 62)

D. Pandangan Ulama Terhadap Hadis Usia Menikah Aisyah r.a (Pro-

Kontra)

Terlepas dari suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dalam

memahami suatu teks pastinya ada perbedaan diantara para ulama, hal itu

dianggap suatu hal yang wajar. Kaitannya dengan hadis usia menikah

Aisyah r.a ada ulama yang setuju dengan hadis diatas namun ada juga

yang tidak setuju dan menggugat keabsahan hadis dengan menyertakan

beberapa argument kesejarahan.

1. Ulama yang menerima riwayat hadis usia menikah Aisyah r.a

Sudah tidak menjadi hal yang asing lagi di kalangan para

ilmuwan dan orang awam bahwa Aisyah r.a menikah pada usia yang

sangat belia. Hal itu dapat dibuktikan dengan keberadaan buku-buku

sejarah, sirah, yang mengutip usia belia Aisyah r.a saat menikah

tentunya semua itu berlandaskan pada hadis diatas.

Diantara ulama yang menerima riwayat tersebut seperti Aisyah

Abdurrahman binta as Syati, dalam bukunya Sayyidti Baiti

Annubuwwah, bintu Syati menulis Aisyah r.a dilahirkan tiga atau

empat tahun setelah diutusnya Nabi Muhammad menjadi Rasul dan

Abu Bakar menikahkan putrinya tersebut dengan Nabi Saw pada usia

enam atau tujuh tahun dengan mahar 400 Dirham (Bint Syathi, 1974:

205)

94

Dalam literature sejarah tidak satupun memuat berita tentang

adanya reaksi masyarakat waktu itu terhadap pernikahan Nabi Saw

dengan Aisyah r.a, itu artinya pernikahan tersebut dianggap sebagai

peristiwa yang wajar. Masyarakat Makkah tidak kaget dengan

peristiwa tersebut bahkan tidak seorang pun dari musuh Nabi Saw

menanggapi pernikahan tersebut sebagai suatu bahan ejekan dan

celaan, walaupun sebenarnaya mereka tidak akan membiarkan hal

sekecil apapun dari diri Nabi Saw untuk dijadikan bahan gunjingan

terhadap Islam. Artinya pernikahan pada usia yang belia merupakan

hal yang lumrah dan Aisyah r.a bukanlah orang yang pertama

melakukannya.

Quraish Shihab (2011: 530) juga menuturkan pada masa

lampau sebelum dan masa Rasul bahkan generasi susudahnya

menikahi perempuan yang seusia dengan dengan anak kandung

merupakan suatu yang lumrah dalam masyarakat umat manusia.,

artinya itulah adat kebiasaan yang dapat diterima masyarakat masa

lampau. Faktor usia tidak terlalu berperan dalam memilih calon

pasangan.

Kasus tersebut dapat dilihat seperti pernikahan Abdul Muthalib

menikahi perempuan yang sebaya dengan istri anknya yakni Halah

anak paman Aminah.

2. Ulama yang menolak hadis usia menikah Aisyah r.a

Tuduhan-tuduhan negative terhadap Nabi Saw seakan tidak

pernah usai, para misonaris dan orientaslis terus saja menuduh Nabi

95

Saw mempunyai ahlak yang tercela, kaitannya dengan hal ini mereka

menuduh Nabi Saw seorang pedofilia (kelainan seksual yang

melibatkan anak dibawah umur). Tuduhan-tuduhan itu sangat tidak

beralasan sebab mereka menjustifikasi suatu persoalan tanpa

mengadakan penelitian terlebih dahulu. Mereka menjadikan nilai di

negara-negaranya sebagai tolak ukur untuk menjustifikasi apa saja

yang ada di dunia. Seperti halnya hukum rajam, hukum cambuk yang

mereka nilai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Bahkan juga

seorang laki-laki dewasa yang menikahi wanita yang sudah mencapai

tahap pubertas dianggap sebuah pemerkosaan terhadap hak asasi

manusia.

Tuduhan miring tersebut yang kemudian membangunkan rasa

geram para ilmuwan masa kini seperti Habib ur Rahman Sidiqui

Kandhalvi, Hakeem Niaz Ahmad dan ulama Indonesia O. Hashem

mereka mengadakan penelitian tentang hadis pernikahan usia tersebut

dengan menggunakan beberapa argument data sehingga menghasilkan

kesimpulan bahwa Aisyah r.a menikah tidak di usia belia.

Adapun argument-argument yang dikemukakan mereka yaitu:

1. Sikap ahl hadis.

Mereka meragukan keiqahan perawi hadis usia menikah

Aisyah r.a yang bernama Hisyam bin Urwah. Ibn Hajar al

Asqalani dalam bukunya Tahzb at Tahzb yang membahas

kredibilitas perawi Hisyam bin Urwah menuturkan bahwa

penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam yang disampaikan

96

orang-orang Irak. Yaqub bin Syaibah dalam Tahzb at Tahzb (Al-

Asqalani: 50) juga berpendapat tentang Hisyam:

Hisyam adalah orang yang terpercaya, kuat riwayatnya, tidak ada yang menolaknya kecuali setelah ia tinggal di Irak. Di Irak ia menyebarkan riwayat yang mengatasnamakan ayahnya, tapi ditolak oleh orang Madinah. Di Madinah ia hanya meriwayatkan hadis yang benar-benar ia dengar dari ayahnya tapi di Irak ia mengatakan mendengar dari ayahnya padahal ia tidak mendengar dari ayahnya namun dari orang lain

Dengan demikian Hisyam dituduh sebagai mudallis ia

mendengar dari orang lain tetapi mengatakannya mendengar dari

ayahnya.

Ibn Hajar (tt: 50) mengatakan "Hisyam sangat bisa

dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia

ceritakan setelah ia pindah ke Iraq. Mizan al i`tidal buku lain yang

berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadis Nabi saw

mencatat: Ketika masa tua, ingatan Hisyam mengalami

kemunduran yang mencolok (Al-Zahbi, tt: 301). Oleh karena itu

Khandhalvi mengatakan sangat dimungkinkan ada riwayat yang

terselip yaitu lafaz asyroh dari lafaz sitta, saba dan tisa yang

mana seharusnya sabata asyaroh, sittata asyroh dan tisata

asyroh. (Kandhalvi, 1997: 35)

Kandhalvi mengatakan (1997: 42) bahwa pada tahun 131 H

tatkala berumur 70 tahun Hisyam pindah ke Irak untuk

mendapatkan uang karena ia terbelit hutang setelah pernikahan

anaknya, dia tinggal di Irak selama 15 tahun dan meninggal pada

tahun 146 dalam usia 85 tahun. Adapun saat ia tinggal di Madinah

97

imam Malik dan Abu Hanifah tercatat sebagai salah satu muridnya,

tetapi anehnya diantara mereka tidak ada yang mengutip riwayat

hadis tentang usia pernikahan Aisyah ini. Ini artinya Hisyam tidak

meriwayatkan hadis tersebut di Madinah tetapi di Irak.

2. Perbandingan umur Aisyah r.a dengan Asma kakaknya

Umur Aisyah r.a dihitung dari umur Asma Menurut Abdur

rahman ibn Abi Zannad: Asma lebih tua 10 tahun dibanding

Aisyah r.a (al-Zahabi, 1992: 289). Menurut Ibn Hajar Al-

Asqalani: Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73

or 74 H. Menurut riwayat dari Ibnu Kair (1933: 371)

Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun

Habib ar Rahman Kandhalvi (1997: 79) mengutip riwayat-riwayat

tersebut sebagai perhitungan. Ia menceritakan Saudara tertua dari

Aisyah r.a berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100

tahun di tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika

hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah

(ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau

18 tahun. Jadi, Aisyah r.a, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada

tahun dimana Aisyah r.a berumah tangga. Jadi berdasarkan data dari

Ibn Hajar, Ibn Katir, dan Abdurrahman ibn Abi Zannad, usia Aisyah

98

ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20

tahun.

3. Perbandingan umur Aisyah r.a dengan Fatimah r.a

Umur Aisyah r.a jika dihubungkan dengan umur Fatimah r.a

Menurut Ibn Hajar al-Asqalani (1978: 377) Fatimah r.a dilahirkan

ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun

Fatimah r.a 5 tahun lebih tua dari Aisyah r.a. Jika Statement Ibn

Hajar adalah faktual, berarti Aisyah r.a dilahirkan ketika Nabi Saw

berusia 40 tahun. Jika Aisyah r.a dinikahi Nabi pada saat usia Nabi

Saw 52 tahun, maka usia Aisyah r.a ketika menikah adalah 12 tahun.

4. Perang Badr dan Uhud.

Kandhalvi mengutip sebuah riwayat mengenai partisipasi

Aisyah r.a dalam perang Badr yang dijabarkan dalam Shahih Muslim

No. 4472 Aisyah mengatakan Rasulullah berangkat ke Badar tatkala

mencapai Harrat al Wabarah (sekitar 9,4 Km dari Madinah seorang

laki-laki yang sudah terkenal keberaniannya menemuinya. Dari

pernyataan ini tampak jelas, Aisyah r.a merupakan anggota

perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah r.a dalam perang

Uhud juga tercatat dalam Shahih Bukhari Kitab al-Jihad wa al-Siyar,

Bab Ghazwi al-Nisa wa Qitalihinna ma`a al Rijal: Anas bin Malik

mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri

dekat Rasulullah. [pada hari itu] Saya melihat Aisyah r.a dan Ummi-

99

Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya untuk

mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]. Hal ini dijadikan

bukti yang menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang

Uhud dan Badr.

Kandhalvi selanjutkan mengatakan terdapat riwayat lain yang

menyatakan larangan anak-anak mengikuti perang Badar maupun

Uhud. Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitab al-Magazi, Bab Gazwah al-

Khandaq wa Hiya al-Ahzab): Ibn `Umar menyatakan bahwa

Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud,

pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang

Khandaq, ia berusia 15 tahun, Nabi Saw mengijinkan Ibnu Umar ikut

dalam perang tsb. Berdasarkan riwayat di atas, anak-anak berusia di

bawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam

perang, dan kenyataanya Aisyah r.a ikut dalam perang Badar dan

Uhud artinya beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal

berusia 15 tahun. Disamping itu, Wanita-wanita yang ikut menemani

para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu,

bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain

dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah r.a. (Hashem, 2009: 69-70)

Itulah beberapa data sejarah yang diungkapkan oleh Kandhalvi

untuk menolak keabsahan hadis tentang usia menikah Aisyah r.a saat

masih belia.