BAB III SISTEM PERENCANAAN JARINGAN WIRELESS … · cukup dengan menggunakan media transmisi ......

27
11 BAB III SISTEM PERENCANAAN JARINGAN WIRELESS MAN 3.1. WIRELESS METROPOLITAN AREA NETWORK (WMAN) Teknologi WMAN merupakan teknologi yang mengizinkan koneksi dari berbagai jaringan dalam suatu area metropolitan seperti bangunan-bangunan yang berbeda dalam suatu kota tanpa harus memasang kabel tembaga atau fiber antar bangunannya, tetapi cukup dengan menggunakan media transmisi wireless untuk dapat berkomunikasi antara satu area dengan area lainnya. Pada gambar berikut anda dapat melihat salah satu bentuk dari jaringan WMAN yang didesain untuk sebuah kota. Pada gambar tersebut dapat dilihat bentuk jaringan yang terbentuk dari beberapa jaringan Wireless LAN pada suatu tempat atau daerah. Gambar 3.1. Salah satu bentuk desain Jaringan WMAN Suatu jaringan WMAN memungkinkan para pengguna untuk membuat suatu koneksi dari suatu kota ke kota lain hanya dengan menenbakkan gelombang wireless kedaerah tujuan. Gelombang yang dipancarkan oleh Wireless merupakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh pemancar. Untuk membangun sebuah jaringan Wireless tidak akan memakan banyak biaya seperti membangun jaringan dengan menggunakan kabel, karena pada jaringan wireless kemampuan yang dimiliki oleh kabel telah digantikan oleh kemampuan sinyal yang dipancarkan oleh wireless.

Transcript of BAB III SISTEM PERENCANAAN JARINGAN WIRELESS … · cukup dengan menggunakan media transmisi ......

11

BAB III

SISTEM PERENCANAAN JARINGAN WIRELESS MAN

3.1. WIRELESS METROPOLITAN AREA NETWORK (WMAN)

Teknologi WMAN merupakan teknologi yang mengizinkan koneksi dari berbagai

jaringan dalam suatu area metropolitan seperti bangunan-bangunan yang berbeda dalam

suatu kota tanpa harus memasang kabel tembaga atau fiber antar bangunannya, tetapi

cukup dengan menggunakan media transmisi wireless untuk dapat berkomunikasi antara

satu area dengan area lainnya. Pada gambar berikut anda dapat melihat salah satu bentuk

dari jaringan WMAN yang didesain untuk sebuah kota. Pada gambar tersebut dapat dilihat

bentuk jaringan yang terbentuk dari beberapa jaringan Wireless LAN pada suatu tempat

atau daerah.

Gambar 3.1. Salah satu bentuk desain Jaringan WMAN Suatu jaringan WMAN memungkinkan para pengguna untuk membuat suatu koneksi dari

suatu kota ke kota lain hanya dengan menenbakkan gelombang wireless kedaerah tujuan.

Gelombang yang dipancarkan oleh Wireless merupakan gelombang elektromagnetik yang

dihasilkan oleh pemancar. Untuk membangun sebuah jaringan Wireless tidak akan

memakan banyak biaya seperti membangun jaringan dengan menggunakan kabel, karena

pada jaringan wireless kemampuan yang dimiliki oleh kabel telah digantikan oleh

kemampuan sinyal yang dipancarkan oleh wireless.

12

3.1.1 Perangkat WMAN

Perangkat yang digunakan dalam teknologi WMAN ini adalah perangkat

Microwave dan Antenna, berikut terdapat beberapa macam jenis dan bentuk microwave

dan Antena yang digunakan untuk membangun jaringan WMAN.

1. Parabolic Antenna 7GHz, 10 GHz & 15 GHz & Perangkat Pasolink NEC (E1Connection)

Gambar 3.2. E1 Connection

2. Canopy Microwave 5,8 GHz

Gambar 3.3. Canopy Microvave

3. 24dBi Grid Antenna Parabolic

Gambar 3.4 Grid Antenna

13

4. 2.4GHz 9.6dBi 60 degree sector panel antenna

Gambar 3.5 Panel Antenna

5. 2.4 Ghz Yagi Antenna 9 db

Gambar 3.6. Yagi Antenna

6. WiMAX Antenna

Gambar 3.7. WiMax Antenna

14

3.1.2. Sistem Wireless Metropolian Area Network

Kesatuan dasar WMAN adalah sebuah sel radio, yang terdiri dari hub station and

mobile stations. Hub station adalah bertanggung jawab untuk menyediakan konektivas

antara mobile stations di dalam sel, dan dari mobile stations ke wired backbone. WMAN,

terdiri dari satu atau lebih sel radio yang terdapat pada jaringan, bersama dengan wired

terminals, dihubungkan dari jaringan satu ke jaringan lain sehingga jangkauan yang

diperoleh lebih luas (wider network) melalui wired backbone.

Gambar 3.8. Contoh Sistem Jaringan MAN yang mengunakan Wireless (The IEEE 802.16 WirelessMAN Standard for Broadband Wireless Metropolitan Area)

Pada Gambar diatas dapat dilihat bahwa Teknologi WMAN memungkinkan

pengguna untuk membuat koneksi nirkabel antara beberapa lokasi di dalam suatu area

metropolitan (contohnya, antara gedung yang berbeda-beda dalam suatu kota atau pada

kampus universitas). Pemakaian teknologi nirkabel dapat menghemat biaya fiber optic atau

kabel tembaga yang terkadang sangat mahal. WMAN juga dapat digunakan sebagai backup

bagi jaringan yang berbasis kabel dan dia akan aktif ketika jaringan yang berbasis kabel

tadi mengalami gangguan. WMAN menggunakan gelombang radio atau cahaya infrared

untuk mentransmisikan data. Jaringan akses nirkabel broadband yang melayani pengguna

dengan akses berkecepatan tinggi. Kelompok kerja IEEE 802.16 untuk standar akses

nirkabel broadband masih terus membuat spesifikasi bagi teknologi-teknologi tersebut.

15

3.1.3. Keuntungan dan Kekurangan WMAN

Jika dikaji dari keamanan Wireless, Jaringan Wireless memiliki beberapa

kelemahan dibanding dengan jaringan kabel. Saat ini perkembangan teknologi wireless

sangat signifikan sejalan dengan kebutuhan sistem informasi yang mobile. Banyak

penyedia jasa wireless seperti hotspot komersil, ISP, Warnet, kampus - kampus maupun

perkantoran sudah mulai memanfaatkan wireless pada jaringan masing masing.

Beberapa kelemahan dari jaringan wireless antara lain

Kelemahan Wireless pada Lapisan Fisik

- Interception atau penyadapan, Hal ini sangat mudah dilakukan, dan sudah tidak asing

lagi bagi para hacker. Berbagai tools dengan mudah di peroleh di internet. Berbagai

teknik kriptografi dapat di bongkar oleh tools tools tersebut.

- Injection, Pada saat transmisi melalui radio, dimungkinkan dilakukan injection karena

berbagai kelemahan pada cara kerja wifi dimana tidak ada proses validasi siapa yang

sedang terhubung atau siapa yang memutuskan koneksi saat itu.

- Jamming, Jamming sangat dimungkinkan terjadi, baik disengaja maupun tidak

disengaja karena ketidaktahuan pengguna wireless tersebut. Pengaturan penggunaan

kanal frekwensi merupakan keharusan agar jamming dapat di minimalisir. Jamming

terjadi karena frekwensi yang digunakan cukup sempit sehingga penggunaan kembali

channel sulit dilakukan pada area yang padat jaringan nirkabelnya. S

- Locating Mobile Nodes, Dengan berbagai software, setiap orang mampu melakukan

wireless site survey dan mendapatkan informasi posisi letak setiap Wifi dan beragam

konfigurasi masing masing. Hal ini dapat dilakukan dengan peralatan sederhana spt

PDA atau laptop dengan di dukung GPS sebagai penanda posisi.

- Access Control, Dalam membangun jaringan wireless perlu di design agar dapat

memisahkan node atau host yang dapat dipercaya dan host yang tidak dapat

dipercaya. Sehingga diperlukan access control yang baik.

- Hijacking, Serangan MITM (Man In The Middle) yang dapat terjadi pada wireless

karena berbagai kelemahan protokol tersebut sehingga memungkinkan terjadinya

hijacking atau pengambilalihan komunikasi yang sedang terjadi dan melakukan

pencurian atau modifikasi informasi.

Kelemahan pada Lapisan MAC (Data Layer)

Pada lapisan ini terdapat kelemahan yakni jika sudah terlalu banyak node (client)

yang menggunakan channel yang sama dan terhubung pada AP yang sama, maka

bandwidth yang mampu dilewatkan akan menurun. Selain itu MAC address sangat mudah

16

di spoofing (ditiru atau di duplikasi) membuat banyak permasalahan keamanan. Lapisan

data atau MAC juga digunakan dalam otentikasi dalam implementasi keamanan wifi

berbasis WPA Radius (802.1x plus TKIP/AES).

Kelemahan terhadap cuaca

Keadaan cuaca yang tidak bersahabat akan menimbulkan pengaruh terhadap gelombang /

sinyal yang dipancarka oleh wireless. Seperti pada saat hujan gelombang yang

ditembakkan oleh pemancar wireless akan membentur butiran hujan dan dipantulkan

kearah lain sehingga akan terjadi penurunan kualitas sinyal yang diterima oleh wireless

penerima.

Dibanding dengan kelemahan yang ada teknologi wireless pada jaringan MAN masih

menjadi yang terbaik karena keuntungan yang di dapat untuk keadaan yang aman adalah

Meningkatkan efisiensi – memperbaiki komunikasi dengan tujuan transfer informasi

yang lebih cepat dalam bisnis dan antara pelanggan.

1. Sentuhan yang dekat – Anda tidak perlu membawa kabel atau adaptor untuk mengakses

jaringan kantor.

2. Memperbesar mobilitas dan fleksibilitas bagi pemakai – pekerja kantor berbasis

wireless dapat terhubung tanpa harus duduk di depan komputer.

3. Mengurangi biaya pembuatan jaringan dan perawatannya – pada banyak kasus jaringan

wireless lebih mudah diinstalasi dan perawatannyapun lebih murah disbanding

penggunaan kabel seperti fiber optic dan coaxial.

4. Dengan menggunakan jaringan wireless biaya dapat menjadi lebih efisien karena dapat

menghemat biaya untuk penggunaan kabel.

5. More robust against multi-path propagation effects. Penggunaan media wireless akan

lebih handal dibanding media kabel.

6. Less sensitive to timing errors. Kemungkinan pengiriman ulang data yang error akan

lebih kecil.

7. High spectral efficiency. Untuk menghubungkan jaringan antar daerah spectrum

frekwensi yang digunakan akan lebih efisien disbanding dengan media kabel.

8. Very high bandwidth efficiency.Efisiensi bandwidth yang digunakan akan lebih baik

dibandingkan media kabel.

9. Dapat digunakan untuk berkomunikasi untuk jarak yang cukup jauh tergantung dengan

LoS (Line Of Sight) dan kemampuan perangkat wireless.

17

3.1.4. Standarisasi Perangkat WMAN

Standarisasi Untuk perangkat WMAN telah ditetapkan oleh IEEE yang dikenal

dengan The IEEE 802.16 WirelessMAN® Standard for Broadband Wireless Metropolitan

Area Networks. Dalam aturan standarisasi ini dituliskan property dari 802.16 adalah :

Broad bandwidth, Up to 96 Mbps (>70 Mbps throughput) pada channel 20 MHz

(Wireless MANTM-OFDM air interface).

Mampu melakukan multiple services berkeanjutan dengan QoS yang terbaik,

Efisiensi transport dengan IPv4, IPv6, ATM, Ethernet, dsb.

Bandwidth on demand (frame by frame).

MAC di desain untuk mengeffisienkan penggunaan spectrum gelombang

Comprehensive, modern, dan extensible security.

Mampu melayani alokasi frekwensi dari <1 hingga 66 GHz, ODFM dan OFDMA

untuk applikasi non-line-of-sight.

TDD dan FDD

Link adaptation: mengadaptasi modulasi dan coding, Subscriber by subscriber,

burst by burst, uplink dan downlink

Point-to-multipoint topology, dengan extensi mesh

Bisa berinteraksi dengan antenna adaptive dan space-time coding, Beamforming

dan IMO

Sesuai dengan standar ini Perangkat WMAN yang digunakan dapat menjangkau area

yang lebih luas tanpa harus mengalami data yang loss. Menurut standar IEEE 802.16

wilayah jangkauan dari Wireless MAN saat LOS dan N-LOS dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 3.9. Contoh Kondisi WMAN saat hujan biasa dan deras.

(The IEEE 802.16 WirelessMAN Standard for Broadband WirelessMetropolitan Area

18

3.2. KONSEP PERENCANAAN JARINGAN WMAN

Adapun konsep Orthogonal Channel Set digunakan untuk merencanakan atau

mendsain jaringan wireless metropolitan area network ( WMAN ) adapun factor-faktor

yang harus dimiliki wireless dengan menggunakan frekuensi 2,4 MHz, konsep diatas yaitu

suatu set channel yang mempunyai frekuensu cukup luas dan memungkinkan beberapa

sambungan radio sehingga dapat beroperasi tanpa ada gangguan. Konsep Orthogonal

Channel Set di bedakan menjadi dua macam adalah sebagai berikut :

Konsep tiga Orthogonal Channel Set terdiri dari channel :

2.412 GHz channel 1 2.437 GHz channel 6 2.462 GHz channel 11 Implementasi Konsep tiga Orthogonal Channel Set dengan memakai antenna

omdirectional dapat disimulasikan dengan gambar segi enam, dimana radius pancarannya

sangat tergantung pada kekuatan pemancar, jenis antena, kabel coaxial yang di pakai dan

tinggi tower antenna untuk pemancar dan penerima, Desain Jaringan WMAN untuk access

point yang menggunakan antenna omni directional dapat disimulasikan sebagai berikut :

Gambar 3.10. Disain WMAN untuk access point dengan antenna Omnidirectional

Pada Bagian gambar 2.3 kita menggunakan model jangkauan hexagonal dengan

melibatkan 3 channel yang berbeda yaitu channel 1 ( 2,412MHz ), channel 6 (2,437MHz)

dan channel 11 (2,462MHz).

Karena hanya menggunakan 3 channel maka logika sederhana agar tidak terjadi

interferensi yaitu dengan disusunnya channel-channel yang berbeda pada tiap-tiap sell

yang berdekatan, logika ini dituangkan pada struktur gambar diatas dimana tiap channel

yang berbeda diberi warna dan no channel yang berbeda.

Dengan susunan channel diatas diharapkan dapat menjangkau wilayah/kota seluas

35x35 km maka di dapati oleh 7 Access point yang berbeda pada 7 tower jika sebuah

access point dapat melayani 20 sampai 30 Km node, tanpa adanya interferensi. Kita

19

Asumsikan jika satu sell saja dapat menampung 10-30 node, maka pada wilaya tesebut

dapat sekitar 140 sampai 210 node

Implementasikan konsep tiga orthogonal dengan mengguakan antenna sectoral di access

pointnya akan lebih menghemat tower dari pada memakai antenna omnidiretional

Sekenarionya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.11. Implementasi konsep tiga orthogonal dengan antenna sec toral di access pointnya

Pada gambar 3.11, antena access point di letakan pada salah satu sudut segi enam,

sehingga pancarannya menyebar keseluruh segi enam. Pada prinsipnya sebuah tower dapat

di pasang sampai 3 buah access point jika memakai antena sectoral 120 derajat. Antena

sectoral ini mempunyai gain yang lebih tinggi dari pada antena omni directional dan jarak

jangkaunya sekitar 8 ~ 10 km percell

Konsep empat orthogonal channel set, terdiri dari channel : 2.412 GHz channel 1

2.432 GHz channel 5

2.452 GHz channel 9

2.4472 GHz channel 13

Konsep empat orthogonal channel set sangat baik untuk di implementasikan pada daerah

yang padat pengguna WLAN. Kelemahannya konsep ini pada pada masing-masing

ujungnya agak sedikit overlaping. Adapun simulasinya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.12. Rancangan empat orthogonal channel set menggunakan channel 1,5,9, dan 13

20

apabila emplementasinya tersebut memakai antena sectoral 90 derajat, maka dapat

diterapkan tiga buah tower dalam area tesebut dengan masing-masing tower dipasang

empat buah access point. Dari skenario tersebut jumlah sel yang dapat dilayani adalah 12

buah. Dengan demikian berlaku juga untuk wilaya yang sama dengan jumlah tower yang

sama, jumlah node yang dilayani lebih banyak. Berdasarkan penjelasan diatas dapat

diambil kesimpulan bahwa antena empat orthogonal channel set dengan antena sectoral

paling baik untuk diterapkan pada kota dengan tingkat kepadatan yang tinggi seperti kota

bekasi saat ini. Dan metode empat orthogonal cahannel set dengan antena sectoral adalah

metode yang paling baik untuk rancangan emplentasikan ke perangkat WMAN di kota

Bekasi, dengan pertimbangan sebagai berikut

Luas wilayah

Tingkat kepadatan penduduk

Peluang pasar yang besar seperti Sekolah, instansi, industri dan perdagangan

Tingkat pengguna perangkat WLAN

3.3. SISTEM PERENCANAAN WIRELESS MAN

Dalam merecanakan jaringan Wireless MAN ada dua hal mendasar yang perlu

diperhatikan yaitu pertama, cakupan area yang luas termasuk didalamnya penentuan

teknologi last mile & backhaul-nya dan yang kedua, kapasitas jumlah pengguna.

Untuk cakupan area yang luas dan sebagai teknologi lastmile-nya (disebut juga akses point)

akan menggunakan WiFi, sedangkan WiMAX akan digunakan Sebagai backhaul

jaringannya. Pemilihan kedua teknologi tersebut atas dasar bahwa keduanya merupakan

teknologi yang saling melengkapi untuk terciptanya akses jaringan Wireless WAN.

Perencanaan jaringan yang baik sangat menentukan dalam kesuksesan teknologi WiFi dan

WiMAX. Perencanaan yang baik akan membuat biaya murah dalam pengadaan

infrastruktur dan mampu menyediakan kualitas jaringan yang handal. Dalam perencanaan

jaringan ini tahap yang perlu dilakukan yaitu: pemilihan arsitektur jaringan, melakukan

survey lapangan, pemilihan sistem antena, penentuan perangkat jaringan WiFi, persiapan

dan perencanaan, dan kalkulasi radio link.

3.3.1. Arsitektur Jaringan WMAN

Dalam merencanakan suatu jaringan Wireless MAN maka perlu diketahui beberapa

jenis arsitektur jaringan yang dapat diaplikasikan. Berikut ini akan dijelaskan arsitektur

topologi jaringan yang umum diterapkan beserta beberapa pertimbangan dalam pemilihan

suatu arsitektur jaringan yang optimal pada jaringan Wireless yang akan diaplikasikan.

21

3.3.2. Arsitektur Point to Point ( PTP )

Arsitektur PTP merupakan arsitektur yang paling sederhana dari arsitektur jaringan

Wireless yang ada, yang merupakan jaringan dimana semua node bisa bertindak sebagai

server maupun client dan tidak ada otentikasi terpusat. Otentikasi diatur tersendiri disetiap

node yang memberikan layanan. Secara simultan sebuah node dapat menjalankan layanan

server and client. Arsitektur PTP ini menghubungkan sebuah node tunggal ke sebuah node

tunggal lainnya. Kelebihan dari arsitektur ini adalah kemudahan, waktu yang singkat dan

biaya yang lebih rendah dalam pengimplementasikan terutama yang berhubungan dengan

pemilihan antena, penentuan LOS, survey lapangan, biaya perangkat keras, biaya fasilitas,

testing jaringan dan maintenance jaringan.

Kekurangan yang dimiliki Arsitektur PTP lebih disebabkan karena arsitektur ini hanya

mampu menghubungkan dua buah titik tunggal pada sebuah jaringan sehingga kesulitan

dalam pengembangan jaringan itu sendiri.

Point A

Point B

Point A

Point B

Gambar 3.13. Arsitektur Point to Point

Beberapa hal tersebut dibawah ini merupakan kondisi yang mendukung untuk

direalisasikannya arsitektur PTP, yaitu :

Hanya terdapat dua node dalam jaringan yang akan dibangun, artinya arsitektur PTP

merupakan pilihan yang tepat jika tidak ada rencana pengembangan jaringan dimasa

mendatang.

Koneksi Wireless yang relative panjang, untuk link 24-28 km seperti untuk backbone

jaringan.

Tingkat noise yang tinggi, Arsitektur PTP menggunakan sistem antena directional

sehingga lebih robust terhadap noise.

3.3.3. Arsitektur Point to Multipoint ( PTM )

Arsitektur PTM merupakan arsitektur yang menghubungkan satu titik dengan

beberapa jumlah titik dalam satu jaringan. Prinsipnya arsitektur ini memiliki satu hub site

(access point) yang menghubungkan terminal-terminal (end-user/client) yang tersebar pada

coverage jaringan wireless.

22

Client 6

Client 5

Client 7Client 1

Client 2

Client 3

Client 4

Hub Site

Coverage Area

Client 6

Client 5

Client 7Client 1

Client 2

Client 3

Client 4

Hub Site

Coverage Area

Gambar 3.14. Arsitektur point to multipoint

Gambar diatas mengilustrasikan sebuah arsitektur point to multipoint dengan satu hub site.

Arsitektur ini dapat dikembangkan lagi bila jumlah client atau lokasi yang akan

dihubungkan dalam sebuah jaringan yang cukup banyak atau lebih luas. Hal ini dapat

dilakukan dengan menambah jumlah hub site yang dibagi menjadi beberapa sektor untuk

meningkatkan kapasitas jaringan. Tiap sektor memiliki sistem antena, perangkat radio dan

frekuensi sendiri. Jumlah sektor disesuaikan dengan kebutuhan dan juga bandwidth yang

tersedia. Gambar dibawah ini menunjukkan arsitektur PTM yang terbagi menjadi tiga buah

sektor.

Client 8

Client 14 Client 9

Client 14

Client 11Client 12

Client 13

Coverage AreaFrekuensi 1

Client 20

Client 21

Client 22

Client 19

Client 16

Client 17

Client 18

Hub Site

Coverage AreaFrekuensi 11

Hub Site

Client 6

Client 5

Client 7 Client 1

Client 2

Client 3

Client 4

Hub Site

Coverage AreaFrekuensi 6

Client 8

Client 14 Client 9

Client 14

Client 11Client 12

Client 13

Coverage AreaFrekuensi 1

Client 20

Client 21

Client 22

Client 19

Client 16

Client 17

Client 18

Hub Site

Coverage AreaFrekuensi 11

Hub Site

Client 6

Client 5

Client 7 Client 1

Client 2

Client 3

Client 4

Hub Site

Coverage AreaFrekuensi 6

Gambar 3.15. Arsitektur Point to Multipoint dengan 3 sektor

Kelebihan arsitektur PTM ini adalah jaringannya mudah untuk dikembangkan serta

ekonomis untuk banyak pengguna.

Sedangkan kekurangan arsitektur ini adalah membutuhkan manajemen jaringan yang lebih

kompleks dibandingkan dengan PTP.

Arsitektur PTM ini idealnya untuk diimplementasikan pada kondisi dimana terdapat

banyak pengguna, pada lokasi yang sama. Sebagai contoh lingkungan kampus yang terdiri

dari beberapa gedung yang dapat terkoneksi secara Wireless dengan menggunakan PTM.

23

3.3.4. Arsitektur Seluler

Arsitektur seluler merupakan arsitektur jaringan yang terdiri dari kumpulan

beberapa jaringan PTM yang terkoneksi pada backbone jaringan yang sama dan dirancang

untuk memanfaatkan kembali frekuensi yang sama pada lokasi atau area yang berbeda (re-

use frequency). Untuk mengcover suatu wilayah tertentu maka terdapat banyak akses point

yang harus terpasang, padahal terdapat keterbatasan spektrum frekuensi dalam WIFI. Oleh

karena itu digunakan sistem reuse frekuensi. Terdapat tiga orthogonal channel set dalam

WIFI yang dapat digunakan tanpa interferensi satu sama lainnya yaitu kanal 1, 6 dan11.

Untuk cakupan Wireless WAN dengan memanfaatkan arsitektur seluler ada dua model

coverage yang dapat digunakan yaitu model omnidirectional coverage dan model sectoral

coverage.

Model Omnidirectional Coverage

Model ini menggunakan sistem antena omnidirectional untuk pancaran dayanya,

dimana sebuah tower dipasang ditengah-tengah coveragenya. Untuk lebih jelasnya seperti

terlihat pada gambar dibawah ini:

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

CoverageFrekuensi 6

CoverageFrekuensi 1

CoverageFrekuensi 6 (re-use)

CoverageFrekuensi 1 (re-use)

CoverageFrekuensi 11

CoverageFrekuensi 11 (re-use)

WiMAXSebagaiBackhaul

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

CoverageFrekuensi 6

CoverageFrekuensi 1

CoverageFrekuensi 6 (re-use)

CoverageFrekuensi 1 (re-use)

CoverageFrekuensi 11

CoverageFrekuensi 11 (re-use)

WiMAXSebagaiBackhaul

Gambar 3.16. Arsitektur seluler model omnidirectional coverage

Model Sektoral Akses Point

Pemanfaatan antena sektoral juga mampu untuk mengcover suatu wilayah tertentu.

Sama halnya dengan omnidirectional akses point yang memanfaatkan tiga orthogonal

channel set, hanya saja akan lebih efisien, karena ketiga kanal tersebut dapat dipasang pada

satu tower, dimana masing-masing kanal dipasang satu akses point dengan menggunakan

antena sektoral dengan beamwidth 120 derajat.

24

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

CoverageFrekuensi 6

CoverageFrekuensi 1

CoverageFrekuensi 6 (re-use)

CoverageFrekuensi 1 (re-use)

CoverageFrekuensi 11

CoverageFrekuensi 11 (re-use)

WiMAXSebagaiBackhaul

WiFi SebagaiLastmile

WiFi SebagaiLastmile

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

Client

CoverageFrekuensi 6

CoverageFrekuensi 1

CoverageFrekuensi 6 (re-use)

CoverageFrekuensi 1 (re-use)

CoverageFrekuensi 11

CoverageFrekuensi 11 (re-use)

WiMAXSebagaiBackhaul

WiFi SebagaiLastmile

WiFi SebagaiLastmile

WiFi SebagaiLastmile

WiFi SebagaiLastmile

Gambar 3.17. Arsitektur seluler model directional coverage

Arsitektur seluler memiliki kelebihan diantarannya yaitu: mampu memperluas jangkauan

geografis sebuah jaringan Wireless, mampu meningkatkan kapasitas sebuah jaringan

wireless, mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya jaringan wireless, dan yang

tak kalah pentingnya memiliki fasilitas roaming.

Disamping kelebihan yang dimilikinya, arsitektur ini juga memiliki sedikit kelemahan

terutama masalah interferensi yang dapat terjadi antar sel. Oleh karena itu diperlukan

perencanaan dan pengaplikasian yang tepat sehingga diharapkan dapat mengurangi

masalah interferensi antar sel tersebut.

Pengimplementasikan arsitektur ini sangat tepat untuk mengcover jumlah user yang lebih

besar dari yang dapat dilayani oleh jaringan PTM, terutama dengan keterbatasan band

frekuensi yang digunakan.

3.3.5. Arsitektur Mesh

Arsitektur mesh merupakan arsitektur PTM dengan satu atau lebih titik interkoneksi

internet. Dalam sebuah jaringan mesh, tiap titik pada jaringan dapat terhubung dengan titik

lain yang sedang beroperasi dan berada pada jangkauan radio. Jaringan mesh ini biasanya

diaplikasikan pada area dimana terminal-terminal berada pada jarak yang berdekatan satu

sama lain, seperti berada dalam satu blok pada radius 1,5 km. Tiap jaringan mesh

melakukan dua buah fungsi yaitu sebagai sebuah router atau repeater dan sebagai sebuah

terminal. Paket dapat berjalan melalui beberapa terminal atau titik pada sebuah jaringan

25

sebelum mencapai terminal atau titik tujuan. Jika satu atau lebih titik yang dilewati tidak

beroperasi atau mati maka jalur paket akan di alihkan melalui titik lain.

H

Network Nodes

Mesh Network Hub( Internet Connection Point )

Gambar 3.18. Arsitektur Mesh

Adapun kelebihan arsitektur mesh adalah mampu menjangkau near line of sight (NLOS),

redudansi routing, proses perancangan jaringan yang lebih sederhana, dan intalasi antena

yang lebih sederhana.

Kekurangan arsitektur ini adalah diperlukannya jumlah titik yang lebih banyak untuk

menjangkau area yang sama, memerlukan prose aplikasi jaringan yang progresif serta

membutuhkan manajemen bandwidth yang rumit.

Arsitektur mesh ini paling tepat diimplementasikan bila titik-titik yang akan disambungkan

berada pada lokasi yang saling berdekatan satu sama lain dan banyak terdapat halangan

yang berpengaruh terhadap LOS, serta tidak membutuhkan throughput yang tinggi.

Berdasarkan penjelasan beberapa arsitektur umum jaringan Wireless diatas, maka

diperlukan pemilihan jaringan yang tepat sehingga dapat diimplementasikan dengan baik.

Perlu diketahui bahwa LOS merupakan salah satu bagian terpenting dalam merencanakan

dan membangun sebuah jaringan Wireless, disamping kontur tanah dan penghalang

(obstacle) yang terdapat pada tiap lokasi juga memiliki keunikan sendiri. Yang secara

keseluruhan akan digunakan untuk perhitungan link budget jaringan yang akan

direncanakan juga memiliki sifat yang unik untuk tiap lokasi, sehingga tidak tertutup

kemungkinan merupakan kombinasi dari beberapa arsitektur jaringan sekaligus. Oleh

karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk masing-masing arsitektur jaringan sesuai dengan

kebutuhan.

26

3.3.6. Pemetaan Lokasi Terminal

Untuk keperluan pemetaan lokasi terminal, dibutuhkan peta topografi dari lokasi

dimana jaringan akan diimplementasikan. Sebuah peta topografi menunjukkan kontur atau

elevasi dari permukaan tanah sebuah lokasi. Pengetahuan atau informasi akan kontur atau

elevasi permukaan tanah adalah untuk penentuan LOS pada jaringan Wireless.

Setelah dipahami kontur lokasi dan halangan-halangan utama yang terdapat pada lokasi

serta langkah-langkah di atas, maka dapat dibuat sebuah arsitektur awal dari Wireless

WAN yang akan direncanakan. Ada beberapa hal lain yang patut diperhatikan pada peta

topografi yang dipergunakan yaitu :

1. Pengukuran arah kompas

Arah kompas dari hub site ke terminal dan sebaliknya harus diukur Secara tepat.

2. Pengukuran jarak

Ukurlah jarak antar titik pada jaringan point-to-point, jarak antara Access point ke

masing-masing terminal pada jaringan point-to-multipoint, serta jarak antara access

point dengan hub seluler pada jaringan seluler.

3. Inspeksi LOS

Jalur LOS antar titik pada jaringan harus diinspeksi secara mendetail. Tambahkan

objek-objek yang dapat mengganggu LOS pada peta yang dimiliki, dan sertakan pula

tinggi dari masing-masing objek pengganggu tersebut. Hal ini untuk mempermudah

perhitungan Fresnel zone pada proses perencanaan jaringan. Karena LOS adalah faktor

yang sangat penting, maka jalur LOS yang tidak memenuhi syarat dapat memyebabkan

perubahan pada perencanaan jaringan.

4. Perencanaan frekuensi

Dalam sebuah jaringan point-to-multipoint yang mamiliki lebih dari satu sektor atau

dalam sebuah jaringan seluler, kanal yang sama dapat digunakan kembali (reuse

frequency). Yang perlu diperhatikan adalah antar penggunaan frekuensi tersebut tidak

saling interferensi satu sama lain.

Konfirmasi Ketersediaan Lokasi untuk Access Point

Sebuah jaringan point-to-multipoint atau seluler akan terdapat lebih dari satu lokasi access

point, masing-masing lokasi yang direncanakan ini harus dikonfirmasikan ketersedianya.

Bila terminal terdapat disebuah gedung komersial atau lokasi yang tidak dimiliki langsung

oleh pengguna terminal, maka perlu dikonfirmasikan pula izin atau hak penggunaan tempat

untuk penempatan perangkat terminal.

27

Konfirmasi Daya Guna Lokasi

Selain mencari kepastian akan tersediannya lokasi, dibutuhkan juga konfirmasi daya guna

dari lokasi yang bersangkutan. Untuk memenuhi hal tersebut dilakukan survey lapangan

untuk menentukan layak tidaknya sebuah lokasi atau daya guna sebuah lokasi untuk

dijadikan sebuah titik dalam sebuah jaringan nirkabel.

3.4. MELAKUKAN SURVE LAPANGAN

Setelah membuat sebuah garis besar perencanaan dari arsitektur jaringan awal maka

kemudian dilakukan kegiatan survey lapangan untuk menentukan dan memastikan apakah

perencanaan awal yang sudah disusun dapat diimplementasikan lebih lanjut. Survey

lapangan yang dilakukan terbagi dua menjadi :

1. Survey fisik lapangan

2. Survey frekuensi radio lapangan

Survey lapangan yang baik akan dapat membantu kita pada proses perencanaan selanjutnya

dalam menentukan hal-hal berikut.

Apakah sebuah lokasi 100% sempurna untuk jaringan yang direncanakan.

Apakah lokasi dapat digunakan dengan mengadakan perubahan kecil

Pada lokasi atau pada rencana jaringan, atau pada keduanya.

Apakah memungkinkan diadakan atau dilakukan sebuah perubahan pada lokasi untuk

membuat lokasi tersebut semakin sesuai dengan perencanaan jaringan yang sudah

dibuat.

Modifikasi apa yang harus dilakukan pada rencana jaringan untuk dapat

mengakomodasikan lokasi yang telah ditentukan.

Apakah lokasi tersebut tidak dapat digunakan karena perubahan atau perbaikan yang

harus dilakukan terhadapnya atau terhadap rencana jaringan terlalu mahal untuk

diimplementasikan.

Survey lapangan harus didokumentasikan secara baik untuk kemudian digunakan oleh tim

yang melakukan instalasi jaringan.

3.4.1. Survey fisik Lapangan

Survey fisik lapangan bertujuan untuk memeriksa langsung kondisi fisik lapangan

dari lokasi dimana akan ditempatkan segala perangkat radio yang akan digunakan dalam

jaringan nirkabel. Pada dasarnya hasil dari survey lapangan harus dapat memberikan

informasi yang akurat mengenai keadaan fisik suatu lokasi yang akan digunakan sehingga

dapat diperoleh kesimpulan atau keputusan mengenai layak atau tidaknya secara fisik

28

lokasi tersebut untuk dipergunakan sesuai dengan rencana jaringan. Oleh karena itu

diperlukan data yang lengkap dari suatu perencanaan awal jaringan.

Beberapa hal yang dilakukan dalam sebuah survey fisik lapangan adalah sebagai berikut.

1. Pemahamam konsep perencanaan awal jaringan

2. Mengontak pemilik lokasi

3. Persiapan survey fisik lapangan

4. Penentuan lokasi antena

Pada saat survey fisik lapangan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yang

berkaitan dengan penentuan lokasi antena.

a. Akses untuk mencapai puncak gedung bila lokasi berupa atap Gedung.

b. Survey atap gedung dan sketsa denah atap gedung.

c. Penentuan arah antena sesuai dengan perencanaan awal jaringan

d. Penempatan antena yang relatif bebas dari objek-objek yang dapat mengganggu

baik itu disekitar antena maupun dikejauhan,dan jalur distribusi listrik.

e. Penentuan tinggi antena sesuai dengan perencanaan awal Jaringan.

f. Penentuan struktur dimana antena akan ditempatkan.

g. Grounding antena yang meliputi perlindungan terhadap petir dan

Penentuan titik Grounding untuk antena.

Berdasarkan hasil yang didapat dari kegiatan survey fisik lapangan maka dapat dilakukan

revisi pada perencanaan jaringan awal sehingga benar-benar sesuai dengan keadaan fisik

lapangan dimana jaringan Wireless akan diimplementasikan.

3.4.2 Survey Frekuensi Radio Lapangan

Jika survey fisik lapangan memberikan hasil yang positif maka selanjutnya diadakan

survey frekuensi radio lapangan. Survey frekuensi radio ini bertujuan untuk :

Menentukan apakah signal yang terdapat pada lokasi bersangkutan cukup kuat untuk

mengakibatkan interferensi pada jaringan direncanakan.

Mendokumentasikan tipe, kekuatan, arah dan polarisasi dari signal yang terdapat pada

lokasi yang bersangkutan.

Mengevaluasi lokasi yang bersangkutan apakah memiliki lingkungan radio dengan

tingkat interferensi dan noise yang cukup rendah bagi jaringan yang direncanakan

untuk beroperasi dengan baik. Survey frekuensi radio bleh tidak dilakukan apabila

benar-benar diyakini bahwa dilokasi yang dimaksud tidak terdapat sistem radio lain

yang beroperasi menggunakan frekuensi yang sama dan terdapat jalur LOS radio yang

baik.

29

Variasi interval pengambilan sampling untuk mendapatkan hasil yang Lebih akurat.

Interval dapat divariasikan antara 15 detik sampai 30 menit.

Waktu pengambilan sampling

Lakukan pengambilan sampling pada saat dimana diperkirakan aktifitas dan

interferensi frekuensi radio mengalami puncak.

Lokasi pengambilan sampling

Lakukan pengambilan sampling sedekat mungkin dengan lokasi yang telah

direncanakan untuk penempatan sistem antena.

SNR (Signal to Noise Ratio)

Noise adalah segala sesuatu diluar signal yang diharapkan [3]. SNR adalah rasio antara

signal yang diharapkan terhadap noise.

SNR adalah kondisi yang paling penting yang harus didapatkan sebelum sebuah signal

radio dapat diterima dan diterjemahkan dengan baik. Level signal yang diterima harus

cukup tinggi dan level noise harus cukup rendah bagi receiver untuk dapat

membedakan antara signal yang diharapkan dengan noise.

Kelemahan access point terhadap noise

Access point sangat rentan terhadap noise karena pada umumnya terletak di lokasi

yang memiliki SNR rendah.

Proses Survey Frekuensi Radio

Dalam melakukan kegiatan survey frekuensi radio terdapat beberapa hal yang

diharapkan menjadi hasil survey.

Lokasi sumber out-of-band noise

Out-of-band noise adalah noise yang berasal dari luar frekuensi yang akan digunakan.

Seringkali out-of-band noise ini berupa signal dari transmitter berdaya tinggi yang

terdapat pada frekuensi yang berdekatan.

Lokasi sumber in-band noise

In-band noise adalah noise yang berasal dari dalam frekuensi yang sama dengan

frekuensi yang akan digunakan. Beberapa sumber in-band noise yang sering ditemui

adalah jaringan FHSS mapun DSSS lain, microwave oven,telepon nirkabel,bluetooth

dan perangkat nirkabel lain.

Lokasi access point 802.11b/g

Semakin banyak diimplementasikannya jaringan Wireless 802.11b/g maka semakin

banyak pula terdapat access point.

Evaluasi dan kesimpulan survey

30

Sebuah survey frekuensi radio juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu tiap

lingkungan frekuensi radio dan kombinasi perangkat radio yang digunakan memiliki

keunikan tersendiri, hal ini menyebabkan tidak terdapatnya jawaban absolut terhadap

sebuah hasil survey. Selain itu juga lingkungan radio berubah dari waktu ke waktu,

yang menyebabkan data atau hasil yang didapat dari survey memiliki masa berlaku

yang terbatas. Dari berbagai hasil yang didapatkan dari survey frekuensi radio,data

terbaik yang dapat digunakan dalam perencanaan adalah SNR. Pada dunia nyata level

signal yang diterima di receiver berkisar antara-85 dBm (low throughput) sampai

dengan-65 dBm (low throughput).

3.5. PEMILIHAN SISTEM ANTENA

Pemilihan sistem antena yang tepat adalah salah satu faktor terpenting yang

menjamin suksesnya implementasi sebuah jaringan Wireless. Berikut penjelasan mengenai

sistem antena pada sebuah jaringan Wimax.

Gambar 3.19: Jenis antena yang berbeda dirancang untuk berbagai aplikasi

WiMAX antena, seperti antena untuk radio mobil, telepon seluler, radio FM, atau

TV, dirancang untuk mengoptimalkan kinerja untuk sebuah aplikasi tertentu. Gambar di

atas menggambarkan tiga jenis utama antena yang digunakan dalam penyebaran WiMAX.

Dari atas ke bawah adalah omni directional, antena panel sektor dan masing-masing fungsi

memiliki spesifik.

Subscriber Stations

Istilah teknis untuk alat customer premise equipment (CPE) adalah stasiun

pelanggan. Istilah pemasaran yang berlaku umum sekarang fokus di kedua "CPE indoor"

atau "CPE outdoor". Ada kelebihan dan kekurangan untuk kedua pola penyebaran seperti

yang dijelaskan di bawah ini.

31

Gambar 3.20. Sebuah perangkat CPE outdoor

Outdoor CPE, sangat sederhana menaruh, menawarkan kinerja yang lebih baik agak lebih

CPE indoor mengingat bahwa WiMAX penerimaan tidak terhalang oleh dinding beton atau

batu bata, RF menghalangi kaca atau baja di dinding gedung.

Gambar 3.21. Indoor WiMAX CPE

Keuntungan yang paling signifikan atas CPE outdoor indoor adalah bahwa hal itu diinstal

oleh pelanggan. Hal ini membebaskan penyedia layanan dari biaya "roll truk" atau

instalasi.

3.5.1. Komponen pembangunan antena

Antena mendapatkan directifitasnya dari penggunaan sebuah kombinasi elemen-

elemen antena yang memiliki jarak dan ukuran tertentu. Elemen-elemen ini adalah

komponen pembangun gelombang elektromagnetik. Mengkombinasikan Elemen-Elemen

ini akan menghasilkan antena dengan pola radiasi yang berbeda-beda . Semua antena

menggunakan sebuah driven element atau elemen pembangkit. Driven element ini selalu

terkoneksi langsung secara elektrik (melalui coaxial) kepada perangkat radio. Antena dapat

menghasilkan gain jika driven element ini dikombinasikan dengan elemen pembangun

tambahan yang merefleksikan, mengarahkan atau mengkonsentrasikan signal.

3.5.2 Polarisasi Antena

Terdapat dua medan elektromagnetik yang meninggalkan sebuah antena pemancar

dan tiba diantena penerima, yaitu medan listrik dan medan magnet. Medan listrik dan

medan magnet tegak lurus satu sama lain, dan masing-masing magnet juga tegak lurus

terhadap arah rambatan gelombang elektromagnetik.

Medan listrik berada pada bidang yang sama dengan elemen antena, dan berdasarkan

definisinya bidang medan listrik ini menunjukkan polarisasi dari antena tersebut. Terdapat

4 jenis polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal, polarisasi horizontal, polarisasi sirkuler

32

dan polarisasi silang. Jika elemen antena vertikal relatif terhadap permukaan bumi, maka

medan listrik juga vertikal dan signal memiliki polarisasi vertigal. Jika elemen antena

horizontol relatif terhadap permukaan bumi, maka medan listrik juga horizontal dan signal

memiliki polarisasi horizontal. Pada antena yang memiliki polarisasi sirkuler, medan listrik

berotasi secara konstan relative terhadap antena. Bergantung pada rancangan antena,

medan listrik dapat memiliki polarisasi searah jarum jam, maupun polarisasi berlawanan

arah jarum jam. Polarisasi silang terjadi bila sebuah antena memiliki polarisasi vertikal dan

antena lainnya memiliki polarisasi horizontal, atau bila sebuah antena memiliki polarisasi

sirkuler searah jarum jam dan antena lainnya memiliki polarisasi sirkuler berlawanan arah

jarum jam. Pada umumnya antena memiliki diskriminasi polarisasi silang (XPD-cross

polarization discrimination) sebesar -20 dB. Hal ini berarti antena mendiskriminasi atau

menyebabkan antenuasi signal polarisasi silang sebesar -20 dB. Sebuah signal yang

terantenuasi sebesar -20 dB mengalami reduksi daya sebesar 1/100 dari level daya awal.

Karenanya antena yang berhubungan harus mempunyai polarisasi yang sama.

XPD ini juga memiliki kegunaan lain yaitu untuk mereduksi interferensi signal yang

berasal dari antena yang memiliki polarisasi yang sama. Hal ini berguna antara lain untuk

penggunaan ulang frekuensi pada sektor atau access point yang berbeda.

3.5.3. Jenis Antena dan Kombinasinya

Jenis antena yang umum ditemui dan diaplikasikan pada jaringan Wireless.

Antena omnidirectional

Antena yagi

Antena reflektor sudut

Antena reflektor parabolic

Antena helix

Beberapa kombinasi antena yang lazim digunakan dijelaskan di bawah ini.

Sistem antena bidirectional

Diversity antena sistem

Efek fading terbesar yang mempengaruhi link sebuah jaringan nirkabel adalah

multipath fading. Untuk meminimalkan multipath fading seringkali digunakan

diversity antena sistem.

3.5.4. Sistem Antena Sektoral

Sistem antena sektoral mendapat perhatian lebih karena sistem ini merupakan salah

satu sistem antena yang baik untuk diimplementasikan dalam sebuah jaringan Wireless.

33

Sistem antena sektoral memiliki kelebihan dalam kapasitas jaringan dan kinerja antena

secara keseluruhan bila dibandingkan dengan sistem antena omnidirectional.

Berikut beberapa pertimbangan dalam penggunaan sistem antena sektoral.

a. Pemilihan lokasi antena harus pada lokasi yang memiliki noise rendah.

b. Orientasi sekto sektor menetukan jumlah antena dan sudut radiasi antena.

c. Radius sektor menetukan gain antena yang digunakan.

d. Polarisasi yang menghasilkan tingkat interferensi terendah.

e. Beamwidth horizontal, Gunakan antena sektoral yang memiliki beamwidth horizontal

sebesar 75%-100% dari sudut sektor yang akan dilayani.

f. Beamwidth vertikal, Radius sektor yang lebih besar membutuhkan beamwidth vertikal

yang lebih besar juga.

g. Downtilt, Gunakan antena sektoral yang memiliki fungsi downtilt untuk dapat lebih

mengarahkan main lobe kearah terminal.

h. F/B ratio, Gunakan antena sektoral yang memiliki F/B ratio tertinggi konsisten

terhadap harga antena.

i. Ukuran,berat dan tampilan antena

3.6. KALKULASI RADIO LINK

Dalam perencanaan jaringan WIFI nuntuk implementasi Wireless MAN

perhitungan budget merupakan hal yang keritis untuk dilakukan. Beberapa parameter kritis

yang diperlukan untuk perhitungan secara benar untuk memastika bahwa sistem bekerja

dengan baik adalah : Free Space Loss (FSL), Log Distance Path Loss, Sistem Operating

Margin (SOM)

Fresnel Zone clearance (FZC), Antena bearing, Antena down tilt, dan antena down tilt

coverage radius.

3.6.1. Free Space Loss (FSL)

Ada dua parameter utama yang dibutuhkan dalam melakukan perhitungan FSL,

yaitu :

1. Frekuensi operasi (dalam MHz )

2. Jarak antar antena (dalam miles)

Keluaran dari perhitungan ini adalah :

- Free space Loss (dalam dB) Rumus yang digunakan. Yaitu :

Free Space Loss (dB) = 20 Log10 (MHz) + 20 Log10 (jarak dalam Miles) + 36.6

34

Sebagai gambaran, kita akan melihat free Space Loss sekitar 100 dB untuk sinyal radio

yang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz untuk merambat sepanjang satu (1) km. Artinya, bila

kita mengacu pada peraturan yang ada dengan daya maksimum di ujung antena sebesar 36

dBmW, maka di antena penerima hanya akan menerima daya sekitar -54 dBm – sebetulnya

cukup kecil tapi masih cukup besar untuk sensitifitas penerima yang ada.

3.6.2. Sistem Operating Margin (SOM)

Sistem operating margin berhubungan dengan daya pancar, tipe antena, panjang

koaksial kabel dan jarak. Perhitungan ini digunakan untuk memastikan bahwa sistem

mempunyai margin yang cukup untuk menjangkau jarak yang diinginkan. Umumnya

produsen perangkat radio menyarankan fade margin sebesar minimal 10 dB.

Gambar 3.22. Sistem Operating Margin

Persamaan matematis untuk menghitung SOM adalah sebagai berikut:

System Operating Margin (SOM) = Rx Signal Level - Rx Sensitivity...............................(3.1)

Rx Signal Level = (Tx Power) - (Tx Cable Loss) + (Tx Antenna Gain) - (FSL) + (Rx

Antenna Gain) - (Rx Cable Loss).…………………………………………………….………..(3.2)

Berdasarkan persamaan tersebut maka perlu diuraikan parameter-parameter yang

berhubungan dengan SOM.

EIRP (Effective Isotropically Radiated Power), menggambarkan perbandingan daya

maksimum yang dapat dirahasiakan oleh antena transmitter dengan menggunakan suatu

radiator isotropic sebagai referensi. Persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :

Sensitivitas Receiver

Thermal noise adalah noise yang muncul pada semua media dan perangkat transmisi

yang disebabkan oleh pergerakan electron secara acak. Thermal noise merupakan faktor

yang menentukan batas bawah dari sensitivitas receiver dimana besarnya sebanding

dengan bandwidth dan temperatur. Besar thermal noise yang terukur dalam suatu

perangkat dengan bandwidth sebesar B (Hz) dan noise figure NF (dB) pada temperature

290 k adalah:

Pn = -204 (dbw)+NF(dB) +10 log B Hz).....................................(3.3)

35

Sensitivitas receiver (Prx) menunjukkan besarnya kuat sinyal yang dipersyaratkan pada

input receiver dan merupakan fungsi fari teknik modulasi yang digunakan serta BER

yang diinginkan. Nilai dari sensitivitas receiver dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

Prx (dB)=Pn+SNR...................................................................................(3.4)

SNR (dB)=(Eb/No)+10 log(R/BT)...........................................................(3.5)

Dimana R adalah data rate sistem,sedangkan BT adalah Bandwidth sistem. Nilai Eb/No

tergantung dari teknik modulasi yang digunakan.

Fading Margin

Fading adalah peningkatan redaman lintasan secara acak yang terjadi pada kondisi

propagasi yang tidak normal . pada kondisi ini redaman lintasan dapat meningkat

hingga sebesar 30 dB atau lebih dan dapat menyebabkan terputusnya hubungan antara

pengirim dan penerima. Dalam desain sistem transmisi dicadangkan fading margin

untuk mengantisipasi terjadi fading. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam

menentukan fading margin adalah dengan menasumsikan kondisi terburuk pada suatu

link radio hop tunggal. Hasil pendekatan ini tunjukan dalam tabel berikut :

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam menentukan besarnya fading margin

adalah dengan mengamsumsikan kondisi terburuk pada suatu link radio hop tunggal.

Hasil pendekatan ditunjukan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 Tingkat reabilitas fading margin

Realibilitas Propagasi untuk Hop Tunggal Fading Margin

90% 8 dB

99% 18 dB

99,9% 28 dB

99,99 % 38 dB

3.5.3. Fresnel Zone Clearance ( FZC )

Diperlukan untuk menentukan tinggi antena guna menghindari penghalang yang

ada.

Gambar 3.23. Fresnel Zone Clearance

36

Persamaan untuk menentukan Fresnel Zone Clearance adalah sebagai :

......................................( 3.6 )

Dimana

r - radius dari Fresnel Zone dalam feet/meter

d - jarak antara dua titik dalam Miles/km

f - frekuensi dalam GHz.

Ketinggian antenna adalah

Tinggi antenna = tinggi rintangan + FZC.

Jadi jika ada bukit dengan ketinggian 10 meter maka ketinggian tower / antenna yang di

perlukan adalah. 10 meter di tambah FZC yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tersebut

Hasil Perhitungan

Kita biasanya masih mentolerir menggunakan clearence 80% dari perhitungan FZC

tersebut. FZC tidak sama dengan ketinggian tower atau ketinggian antenna. Tabel berikut

memperlihatkan Fresnel Zone Clearence (FZC) untuk beberapa jarak yang sering kita

gunakan.

Tabel 3.2 Hasil perhitungan FZC

Jarak (KM ) 80% FZC ( Mtr )

1 4.32

2 6.20

3 7.80

4 8.94

5 9.96

6 10.88

7 11.73

10 14.08

15 17.25

20 19.92

30 24.39

37

Gambar 3.24. Antena down tilt

Gambar 3.25. Antena down tilt coverage radius

3.7. Perhitungan Jumlah Sel

Perhitungan Jumlah sel berdasarkan radius jangkauan menggunkan pendekatan luas

daerah tinjauan. Pemilihan arsitektur dalam perencanaannya menggunakan pendekatan

arsitektur seluler. Coverage area untuk satu sel dengan konfigurasi hexagonal adalah :

L = k R2 ..............................................................( 3.7 )

Keterangan :

L = Coverage are

R = Maximum Cell Range

K = Constant Accounting for the Sector