BAB III SIKAP GEREJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT … · Wilayah Pegunungan Tengah Papua. Selain...

33
22 BAB III SIKAP GEREJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KURIMA 3.1 Pengantar Bab ini berisikan tentang data hasil observasi dan wawancara dengan informan kunci mengenai sikap Gereja dalam proses pemberdayaan masyarakat yang notabenenya jemaat Baithel Polimo di Era Otonomi Khusus. Sejalan dengan penelitian yang dimaksudkan dalam bab satu, maka dalam hal ini, penulis akan menguraikan secara berurut kondisi umum wilayah Kurima yang juga merupakan bagian dari suku Dani, 1 latar belakang masuknya Gereja di Balim Yalimo hingga ke Kurima, bagaimana gereja memahami otonomi khusus, seterusnya akan di lanjutkan dengan bagaimana sikap gereja dalam pemberdayaan masyarakat. 3.2 Letak Geografis dan Demografis Kabupaten Jayawijaya berada di kawasan Pegunungan Tengah Papua. Daerah ini terdiri atas seuntaian pegunungan yang relatif tinggi sehingga Kabupaten Jayawijaya dijuluki pegunungan Jayawijaya. Untaian gunung di Jayawijaya yaitu; Puncak Mandala, Puncak Yamin, dan Puncak Trikora. Selain daerah pegunungan, juga terdapat dataran rendah yaitu; 1 Sebutan “Orang Dani” yang sekarang dipakai untuk menamakan penduduk Lembah Balim sebenarnya merupakan sebutan orang Moni, penduduk dataran tinggi Paniai, untuk menyebut penduduk Lembah Balim. Nama Dani memiliki arti “orang asing” itu mula-mula berbunyi Ndani dan pertama kali didengar dan digunakan oleh suatu ekspedisi yang terdiri dari orang-orang Amerika dan Belanda yang mengunjungi daerah tempat tinggal orang Moni dalam Tahun 1926. Setelah mengalami perubahan sedikit dengan hilangnya fonem N, nama itu menjadi Dani dan masuk dalam kepustakaan etnografi. Koentjaraningrat, “Masyarakat Terasing di Indonesia,” (Jakarta, Gramedia 1993), 270

Transcript of BAB III SIKAP GEREJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT … · Wilayah Pegunungan Tengah Papua. Selain...

  • 22

    BAB III

    SIKAP GEREJA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

    KURIMA

    3.1 Pengantar

    Bab ini berisikan tentang data hasil observasi dan wawancara dengan informan kunci

    mengenai sikap Gereja dalam proses pemberdayaan masyarakat yang notabenenya jemaat

    Baithel Polimo di Era Otonomi Khusus.

    Sejalan dengan penelitian yang dimaksudkan dalam bab satu, maka dalam hal ini,

    penulis akan menguraikan secara berurut kondisi umum wilayah Kurima yang juga

    merupakan bagian dari suku Dani,1 latar belakang masuknya Gereja di Balim Yalimo hingga

    ke Kurima, bagaimana gereja memahami otonomi khusus, seterusnya akan di lanjutkan

    dengan bagaimana sikap gereja dalam pemberdayaan masyarakat.

    3.2 Letak Geografis dan Demografis

    Kabupaten Jayawijaya berada di kawasan Pegunungan Tengah Papua. Daerah ini terdiri

    atas seuntaian pegunungan yang relatif tinggi sehingga Kabupaten Jayawijaya dijuluki

    pegunungan Jayawijaya. Untaian gunung di Jayawijaya yaitu; Puncak Mandala, Puncak

    Yamin, dan Puncak Trikora. Selain daerah pegunungan, juga terdapat dataran rendah yaitu;

    1 Sebutan “Orang Dani” yang sekarang dipakai untuk menamakan penduduk Lembah Balim

    sebenarnya merupakan sebutan orang Moni, penduduk dataran tinggi Paniai, untuk menyebut penduduk Lembah

    Balim. Nama Dani memiliki arti “orang asing” itu mula-mula berbunyi Ndani dan pertama kali didengar dan

    digunakan oleh suatu ekspedisi yang terdiri dari orang-orang Amerika dan Belanda yang mengunjungi daerah

    tempat tinggal orang Moni dalam Tahun 1926. Setelah mengalami perubahan sedikit dengan hilangnya fonem

    N, nama itu menjadi Dani dan masuk dalam kepustakaan etnografi. Koentjaraningrat, “Masyarakat Terasing di

    Indonesia,” (Jakarta, Gramedia 1993), 270

  • 23

    Lembah Baliem. Kota Wamena adalah Ibukota Kabupaten Jayawijaya yang terdapat di

    Lembah Baliem.

    Lembah Baliem didiami oleh suku Dani, dimana suku ini merupakan peradaban suku

    yang bisa dikatakan masih sangat baru. Jika dihitung keberadaan Pulau Papua ditemukan

    pada tahun 1511 oleh bangsa Portugis dalam perjalanannya mencari rempah-rempah,

    sedangkan suku Dani sendiri baru ditemukan pada tahun 1954 oleh Lourentz pada saat

    melakukan ekspedisi ke Gunung Trikora. Sampai dengan saat ini diperkirakan Suku Dani

    yang mendiami wilayah lembah Baliem merupakan generasi ke-5 Suku Dani. Suku Dani

    yang mendiami daerah Lembah Baliem merupakan salah satu suku terbesar yang mendiami

    Wilayah Pegunungan Tengah Papua. Selain Suku Dani, Wilayah Pegunungan Tengah Papua

    didiami oleh suku Ekari, Moni, Damal, Amugme dan beberapa sub suku lainnya.

    Secara Astronomis Kabupaten Jayawijaya terletak pada 138°30°- 139°40¹ BT dan 3°

    45¹-4° 20¹ LS. Adapun batas-batas wilayahnya yakni bagian utara berbatasan dengan

    Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Tolikara, sebelah selatan

    berbatasan dengan Kabupaten Nduga dan Kabupaten Yahukimo, sebelah barat berbatasan

    dengan Kabupaten Nduga dan Kabupaten Lanny Jaya sedangkan sebelah timur berbatasan

    dengan Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Yalimo.2

    Sejarah mencatat, Kabupaten Jayawijaya dibentuk berdasarkan Undang-undang

    Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1969, tentang pembentukan Propinsi Otonom Irian

    Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    2907). Pada tahun 2002 melalui Undang-Undang No. 26 Tahun 2002 diadakan pemekaran

    2 BPS, Kabupaten Jayawijaya dalam Angka. 2009, 3.

  • 24

    Kabupaten Jayawijaya dengan menambah 3 kabupaten baru yaitu Kabupaten Tolikara

    Karubaga, Kabupaten Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Yahukimo.

    Karena pemekaran kabupaten yang telah terjadi pada tahun 2002 ini maka seluruh

    wilayah Kurima dan orang Baliem yang berada di Kurima tergabung di dalam kabupaten

    Yahukimo karena menurut letak geografi, distrik Kurima menjadi salah satu kecamatan selain

    kecamatan Ninia dan Anggruk yang berada dalam bagian kabupaten Yahukimo.

    Kabupaten Yahukimo merupakan kabupaten yang beribu kota di Dekai. Kabupaten

    hasil pemekaran ini merupakan kabupaten dengan jumlah distrik terbanyak dari 29

    kabupaten/kota di Provinsi Papua. Kabupaten ini memiliki 51 distrik, sebagai berikut. Distrik

    Kurima, Distrik Ninia, Distrik Anggruk, Distrik Dekai, Distrik Obio, Distrik Suru-Suru,

    Distrik Wusama, Distrik Amuma, Distrik Musaik, Distrik Pasema, Distrik Hogio, Distrik

    Mugi, Distrik Soba, Distrik Werima, Distrik Tangma, Distrik Ukha, Distrik Panggema,

    Distrik Kosarek, Distrik Nipsan, Distrik Ubahak, Distrik Pronggoli, Distrik Walma, Distrik

    Yahuliambut, Distrik Hereapini, Distrik Ubalihi, Distrik Dirwemna, Distrik Holuwon, Distrik

    Lolat, Distrik Soloikma, Distrik Sela, Distrik Korupun, Distrik Langda, Distrik Bomela,

    Distrik Suntamon, Distrik Seradala, Distrik Sobaham, Distrik Kebianggama, Distrik

    Kwelamdua, Distrik Kwikma, Distrik Hilipuk, Distrik Duram, Distrik Yogosem, Distrik

    Kayo, Distrik Sumo, Distrik Silimo, Distrik Samenage, dan Distrik Nalca.

    Secara astronomis Yahukimo terletak pada 138045’’- 1400154’ Bujur Timur dan 3039’

    - 5002’ LS. Sedangkan secara geografis Yahukimo berbatasan langsung dengan Kabupaten

    Jayawijaya, Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Kerom di sebelah utara, Kabupaten Boven

    Digoel dan Kabupaten Asmat di sebelah selatan, Kabupaten Nduga di sebelah barat dan

    Kabupaten Pegunungan Bintang di sebelah timur. Kabupaten dengan luas wilayah ± 17.152

    Km2 ini memiliki topografi wilayah yang cukup bervariasi antara 100 meter sampai dengan

  • 25

    3.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Sebagian besar wilayahnya terdiri dari pengunungan

    (dataran tinggi) yang dilalui beberapa aliran sungai dan anak sungai yang berasal dari bukit

    dan gunung yang ada di sekitarnya. Dataran rendah yang ada di Kabupaten Yahukimo berupa

    hutan dan rawa berair yang meliputi distrik Dekai, Seradala, Sumo, Obio, dan Suru-suru.3

    Distrik Kurima merupakan distrik terluas (3,53% dari luas Kabupaten Yahukimo) dari

    51 distrik di Kabupaten Yahukimo yaitu sekitar 605 km2 dan merupakan salah satu

    kecamatan tertua di Yahukimo, dan menjadi salah satu titik konsentrasi persebaran penduduk

    yang ada di yahukimo. Kurima dapat dicapai lebih mudah dengan menggunakan perjalanan

    darat dari Wamena (Jayawijaya) dibandingkan perjalanan ke Ibu Kota Yahukimo. Jarak

    tempuh antara satu desa dan desa lain di Kurima umumnya dengan berjalan kaki, melewati

    jalan setapak, bukit dan lereng gunung. Jarak antara satu kampung dengan kampung lain bisa

    berjam-jam bahkan berhari-hari bila dilalui dengan berjalan kaki. Penduduk yang berada di

    Kurima tersebar dalam berbagai kampung-kampung terpisah dan memiliki jumlah penduduk

    yang relatif sedikit. Total ada 22 kampung (desa) yang ada di Kurima dengan jumlah

    penduduk yang ada di Kurima berjumlah 13,985 jiwa dan rata-rata jumlah penduduk dalam

    satu kampung memiliki jumlah jiwa antara 200-600 jiwa.

    3 Katalog Badan Pusat Statitik Kabupaten yahukimo, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten

    Yahukimo 2013, 24-26

  • 26

    3.3 Karakteristik Masyarakat Kurima

    3.3.1 Kondisi Sosial Budaya

    Masyarakat Kurima biasanya bermukim di rumah-rumah tradisional Honai4 yang

    terbagi atas honai laki-laki yang disebut pilamo/rumah dan honai untuk perempuan (ebe ai)

    sedangkan biasanya didalam honawi terdapat tempat pertemuan untuk laki-laki yang biasa di

    sebut “O Silimo”5, “Lese/lesoma” (dapur/tempat masak-masak), “Wam Awila” (kandang

    Babi). Bagi masyarakat Kurima, Seorang laki-laki ketika menginjak usia lima tahun hingga

    dewasa harus sudah mengenakan holim atau dikenal dengan istilah koteka sebagai busana

    pria. Kaum wanita mengenakan youngal yaitu rok dari kulit kayu kering.

    Budaya bahasa suku dalam sistem komunikasi ataupun sistem kekerabatan yang

    dimiliki oleh masing-masing masyarakat Kurima sebagaimana terwujud dalam kehidupan

    mereka sehari-hari dalam berinteraksi. Selain itu hewan babi mempunyai nilai tukar yang

    tinggi sebagai aset berharga dibandingkan hewan lain. Dalam berbagai ritual tradisional yang

    sering digelar masyarakat, babi menjadi tolok ukur prestise golongan tertentu. Babi sangat

    penting dalam kehidupan orang Dani karena dagingnya dapat dimakan, darahnya digunakan

    untuk berbagai macam upacara gaib, tulang dan ekornya dapat dibuat hiasan, tulang rusuknya

    dibuat sebagai pisau untuk mengupas ubi, alat kelaminnya diikat pada gelang guna menolak

    ruh jahat, dan sebagai alat tukar babi memiliki nilai ekonomi, tetapi juga untuk mengukuhkan

    perdamaian dan persatuan antarkelompok kerabat maupun antarkonfederasi dalam upacara-

    4 “Honai” adalah rumah yang rendah berbentuk bulat, yang terbuat dari batang-batang kayu kasar,

    dindingnya terdiri dari dua deret papan kayu yang juga kasar. Atapnya berbentuk payung dan ditutupi rumput

    yang diikat dan disusun berlapis-lapis. Untuk mengikat atap rumput serta bagian-bagian lain dari honai

    digunakan tali rotan. Satu honai terdiri dari dua bagian, yaitu loteng dan ruang lantai dasar. Pintu masuknya

    sangat rendah sehingga untuk masuk dengan cara merangkak. 5 Pengertian “O Silimo”’ secara umum sebagai arena bermain anak-anak (dari komunitas O Silimo

    setempat), tempat pertemuan, tempat mengadakan pernikahan, tempat acara-acara umum. O Silimo merupakan

    tempat milik bersama/umum. Tempat itu tidak dimilik oleh siapapun. O Silimo secara khusus adalah tempat

    memulai atau mengadakan “inisiasi” pemuda remaja dari komunitas atau O Silimo setempat. Jadi secara tidak

    langsung O Silimo merupakan tempat sakral bagi komunitas masyarakat setempat. Agus A. Alua, Nilai-Nilai

    Hidup Masyarakat Hubula di Lembah Baliem Papua, (Jayapura: Biro Penelitian STFT Fajar Timur, 2003), 40

  • 27

    upacara pesta babi yang besar.6 Selain itu, Adat Papua tidak mengharuskan anak menuntut

    ilmu yang tinggi. Anak dan kaum perempuan cenderung berperan sebagai pekerja dan mutlak

    melakukan urusan domestik rumah tangga. Salah satu tugas utama istri adalah menjaga babi

    sebagai aset keluarga tersebut. Ada pembagian kerja antara anggota keluarga berdasarkan

    jenis kelaminnya. Anak memiliki tugas untuk bekerja dan berkebun. Peran ayah lebih

    menjaga nilai-nilai adat tetap terjaga dalam keluarga tersebut.

    3.3.2 Sistem Ekonomi Masyarakat

    Tanah Papua merupakan pulau yang memiliki kekayaan berlipat ganda, baik dari

    kearifan lokal hingga kekayaan akan alamnya berupa emas, nikel, tembaga, minyak, gas,

    kayu namun pada kenyataannya mayoritas rakyat Yahukimo terkhusus pada masyarakat Dani

    yang berada di Distrik Kurima masih hidup dalam taraf ekonomi konvensional dan primitif.

    Hutan merupakan dapur bagi masyarakat Kurima dimana terdapat bahan makanan seperti

    kelapa hutan, buah merah (Pandanus Sp) berupa buah pandan bernilai gizi tinggi yang

    berkhasiat seperti gingseng, pohon kasuari, kulit pohon lawang, gaharu (kayu yang dapat di

    produksi menjadi minyak wangi), dan rotan. Selain hutan, tanah juga bagaikan Ibu yang

    memberi hidup sebagai tempat bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

    hari. Pola bercocok tanam/pertanian tradisional (Yawu & Leget)7 masyarakat Baliem bersifat

    “Seminomad”. Pada bidang atau tanah yang luas dengan dikelilingi pagar khas suku Baliem,

    dan dibedakan dengan parit-parit kecil atau dengan pagar batu yang disusun sedemikian rupa

    sehingga tampak mengelilingi areal perkebunan, hal ini (khusus untuk dataran rendah). Untuk

    masyarakat yang bercocok tanam di bagian perbukitan atau lereng-lereng gunung cukup

    6 Koentjaraningrat, Masyarakat Terasing…, 273 7 Pemahaman “Yawu & Leget”, pada masyarakat suku Baliem, memiliki berbagai macam arti kata.

    Kata “Yawu” sendiri memiliki makna sebagai perbuatan (berbuat), atau bekerja, melakukan atau (melaksanakan

    sesuatu). Orang yang sedang melakukan suatu pekerja disebut sedang melakukan “yawu”, atau sedang bekerja.

    Sedangkan “leget” memiliki makna sebagai “pagar” atau “pagar pembatas”. Konon, pada jaman dahulu,

    masyarakat Baliem melakukan “leget” untuk membatasi ruang gerak binatang peliharaan, seperti babi (wam)

    dll. Tujuan sederhannya ialah untuk menghalau binatang dari hasil perkebunan masyarakat. R. Doddy A.

    Darmajana, “Introduction Teknologi Pertanian Pada Pengembangan Wilayah Pedesaan Wamena”, Makalah,

    LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia-Wamena 1996), 157

  • 28

    berbeda. Pola pertanian demikian menuntut suatu keberanian, kekuatan, kemauan keras,

    keterampilan, pilihan akan tempat dan waktu/musim yang tepat, sabar-tabah-setia, saling

    membantu dan gotong royong8.

    Produksi pertanian utama yang ditanam adalah ubi-ubian dan sayur-sayuran. Dengan

    kondisi tanah dan iklim yang ada. Normatifnya Yahukimo dapat dikembangkan produk

    pertanian seperti cengkeh, kopi dan tembakau. Namun karena tingkat pendidikan dan

    kepemilikan teknologi yang rendah maka masyarakat masih menanam ubi dan tidak berani

    beralih ke produk pertanian lainnya yang lebih produktif. Tidak terciptanya lapangan

    pekerjaan, tidak ada kegiatan pembagunan oleh Pemerintah di Distrik Kurima dan upah gaji

    yang minim mengakibatkan banyak masyarakat yang mengabdikan dirinya ke kota untuk

    memperoleh pekerjaan dan upah gaji yang besar.

    3.3.3 Sistem Pemerintahan

    Sistem penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Kurima, terbagi atas satu

    kelurahan (Obolma) dan 20 desa (Desa Hesmat, Ibiroma, Kima, Air Garam, Hihundes,

    Hukem, Kilise, Lukulema, Wanem, Parela, Jagaralo, Soro, Sukuarek, Heimo, Pusuage,

    Tukuarek, Anjelma, Wuklipinua, Wuluageima, Jilino). Dan sekretaris wilayah di Kecamatan

    dibantu oleh lima orang staff pemerintahan dan lima orang “hansip” (penjaga kampung)

    sebagai wakil pemerintah di tingkat desa/dusun. Di dalam pemerintahan distrik juga tersedia

    ketua pembangunan desa, ketua kemasyarakatan desa, dan ketua administrasi desa. Semua

    badan pemerintahan ini, bekerja dibawah pengawasan kepala distrik.

    Pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di tingkat distrik dan desa, secara umum

    dikoordinir oleh kepala distrik atau “camat”9 setempat, sebagai kepala wilayah di tingkat

    8 Astrid S. Susanto, Kebudayaan Jayawijaya Dalam Pembangunan Bangsa, (Jakarta: Pustaka Sinar

    Harapan,1993), 23

  • 29

    distrik. Dengan tujuan untuk mengarahkan roda pemerintahan dan untuk memperkuat tatanan

    pemerintahan di tingkat kecamatan. Secara keseluruhan, perangkat distrik dan desa, dibuat

    untuk menjangkau setiap wilayah desa yang wilayah jangkauannya jauh.

    Usaha-usaha tersebut dengan harapan agar mendapatkan distrik atau desa yang

    mampu menyelenggarakan kegiatan RT (Rumah Tangga) atau RW (Rumah Warga) dalam

    masyarakat setempat. Dengan demikian, penyelenggaraan roda pemerintahan di distrik

    Kurima dapat berjalan dengan lancer.

    3.3.4 Interaksi Masyarakat Suku Dani Dengan Kekristenan

    Sebelum Tahun 1954, daerah Balim-Yalimo pernah disebut dalam berbagai laporan

    dari expedisi yang dilakukan para ahli. Pada oktober 1909, expedisi pertama dilakukan oleh

    beberapa orang Belanda ke daerah Wusak, Balim Selatan. Dua puluh tahun kemudian, yaitu

    tahun 1921-1922 expedisi Kremer berhasil mmencapai bagian Utara. Berselang lima tahun

    berikutnya, yaitu tahun 1928 datang lagi satu tim yang menyusuri sungai dan daerah

    Mamberamo ke bagian utara Mulia di Balim Barat. Dan pada tanggal 23 Juni 1938 untuk

    pertama kalinya satu tim dengan sebuah pesawat air menelusuri dan meneliti sungai Balim

    sampai batas Bokondini dan mendarat di danau Habbema yang letaknya di kaki gunung

    Trikora. Itulah expedisi yang dipimpin oleh Richard Archbold. Selama 14 bulan Richard

    Archbold menelusuri dan menyelidiki suatu daerah yang luas disekitar lembah balim.

    Kontak langsung masyarakat suku Dani di Balim dengan dunia luar baru di awali

    pada 20 April 1954 dengan menggunakan pesawat Cessna Sealand berbaling-baling tunggal

    milik CAMA (Christian And Missionary Alliance) yang dikemudikan pilot Al Lewis dan Ed

    Ulrich yang membawa misionaris Kemah Injil Pdt. E. Mickelson, L. Van-Stone, Elisa, Ruth

    dan Markus Gobay yang mendarat pertama kali di daerah Minimo dekat Hetigima yang di

    9 Camat, sekretaris wilayah kecamatan, kepala pemerintahan tingkat kecamatan yang membawai

    beberapa kepala desa dan bertanggung jawab kepada bupati, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

  • 30

    terima langsung oleh konfederasi Asso-Lokobal/Asso-Wetipo10. Kemudian Tahun 1955

    lapangan terbang Hetigima mulai dikerjakan bersama-sama dengan penduduk setempat,

    melalui bahasa isyarat karena sulitnya komunikasi. Sebagai ongkos bagi pekerja diberikan

    kulit bia, kapak, garam, parang, dan sebagainya. Kemudian pada Tahun 1956 pemerintah

    Belanda menyusuri sungai Balim dari Minimo sampai di wesaput, lalu membuka dan

    mendirikan rumah Pos Pemerintah Belanda setelah berada di Wesaput, Pemerintah Belanda

    membuka lapangan terbang yang panjang dan lebar di wamena untuk mendaratnya pesawat

    Dakota (jenis F 27).11 Penginjil Silas Myhol menjelaskan bahwa:

    Belanda berada di Wesaput hingga Tahun 1962 karena pada Tahun 1963

    Pemerintah Indonesia masuk ke Balim Yalimo dan mengusir Belanda.

    kemudian melalui SK Menteri Agama Nomor 77 Tahun 1978 tentang

    pelarangan bantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan di Indonesia

    termasuk melarang adanya donasi dana keagamaan bagi gereja.12

    Dengan kehadiran misionaris pada saat itu sebagian orang Dani tiba-tiba dihadapkan

    pada dunia luar yang diwakili oleh orang-orang asing. Cara hidup masyarakat suku Dani

    mulai berubah ke arah yang modern dengan di perlengkapi peralatan serba modern, dari yang

    berukuran kecil yang dipakai sehari-hari, sampai pesawat terbang yang digunakan sebagai

    alat transportasi untuk keluar daerah lembah balim. Kontak dengan dunia luar menjadi lebih

    merata ketika pemerintah Belanda dalam tahun 1956 mendirikan pos pemerintah di Wamena,

    yang dilengkapi dengan lapangan terbang yang dapat didarati pesawat-pesawat sebesar

    Dakota.

    Kontak langsung masyarakat Suku Dani dengan GKI sendiri baru terjadi pada Tahun

    1958, dimana ibadah-ibadah GKI hanya dijalankan oleh pegawai-pegawai negeri, TNI,

    POLRI beserta keluarga mereka namun belum ada pengutusan secara resmi oleh Sinode GKI.

    10 Asso Lokobal/Asso-Wetipo merupakan salah satu suku dari beberapa suku yang mendiami wilayah

    Hetigima. 11 S. P. Usior, Di Belakang Gunung Terbitlah Terang (Wamena: Badan Pekerja Klasis Balim-Yalimo,

    2000), 100, 12 Wawancara bersama Bpk Silas Myhol, perintis Penginjil Pertama yang di Sekolahkan Oleh GKI.

    Wamena, 25 Oktober 2015.

  • 31

    Di Tahun 1959 GKI secara resmi baru masuk ke Balim Yalimo, kemudian membuka Klasis

    Balim Yalimo dan Gereja Betlehem Wamena kemudian di Tahun 1960 Misionaris pergi ke

    Kurima untuk membuka Gereja Beithel Polimo. Gereja kemudian melakukan kontak

    langsung kepada masyarakat dengan melihat hal-hal humanistik masyarakat seperti

    kesehatan, pendidikan formal bahkan informal.

    Terkhusus Kontak masyarakat Dani yang berada di Kurima dengan orang luar, baru

    terjadi di Tahun 1960. Melalui expedisi yang dilakukan oleh D. M. Bromley ke Kurima,

    dimana Pada saat itulah suku Dani di Kurima baru mengenal dunia luar yang di wakili oleh

    orang asing misionaris itu. Namun misionaris itu tidak tinggal lama karena pisaunya di curi

    oleh masyarakat Kurima sehingga ia menganggap masyarakat Kurima jahat kemudian pergi

    meninggalkan mereka. Setelah kepergian itu selang beberapa hari dalam bulan November

    1960 datang misionaris Pdt Zolner yang diminta dari Rheinische Missionsgesellschaft (RMG)

    dan Dokter W.Vriend dari ZNHK yang menetap beberapa hari di sana untuk membuka

    gereja, klinik, dan mendidik masyarakat Kurima. Perjalanan ini didampingi oleh Penginjil M.

    Fosba yang berasal dari Jayapura. Dengan kehadiran mereka maka masyarakat Kurima juga

    di perkenalkan dengan hal-hal baru lainnya seperti gula, garam, pisau, kulit bia, kapak, sekop,

    dan lainnya.13 Wakil ketua sinode GKI-TP mengatakan, bahwa:

    Kekristenan melalui misionaris seperti Pdt. S. Zollner dan penginjil-penginjil

    lainnya datang ke Papua dengan penuh pengorbanan, mereka masuk hutan,

    menebang pohon dan membuat peta untuk mencari manusianya. Mereka lebih

    meninggikan martabat masyarakat Papua termasuk masyarakat Dani yang ada

    di Kurima. Hal-hal yang dilakukan oleh Zollner dan para penginjil ini tidak

    dilakukan di era Otonomisasi.14

    13 Hasil Wawancara dengan Pnt.Hans Walther Selaku Sekretaris Jemaat Beithel Polimo bersama Bapak

    Luis selaku mantan Sekretaris Jemaat Beithel Polimo. 27 Oktober 2015 14 Wawancara dengan Ibu Pdt.Yemima. Krey selaku Wakil Ketua Sinode GKI-TP. Salatiga, 21

    September 2015

  • 32

    3.3.5 Masyarakat Kurima di Era Otonomi Khusus

    Otonomi Khusus (Otsus) yang terkandung didalam UU N0.21 Tahun 2001 di tujukan

    untuk meningkatkan layanan-layanan umum, mempercepat proses pembangunan dan

    pendayagunaan keseluruhan penduduk Propinsi Papua, khusus masyarakat asli Papua. Dalam

    mandatnya untuk melanjutkan dan melaksanakan ketetapan MPR No. VI/MPR/!999, sejak

    lahirnya UU No. 21/2001 mengenai Otsus untuk Papua menggarisbawahi beberapa elemen-

    elemen penting dan diperlukan dalam menghadapi hak-hak masyarakat asli Papua dan upaya-

    upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga keagamaan (gereja). Diantaranya sebagai

    berikut:

    1. UU Otsus Tentang Keagamaan

    UU N0 21/2001 Bab XV pasal 54 huruf (d) tentang “Memberikan dukungan kepada

    setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat

    mengikat.” Bentuk dukungan secara tertulis telah diatur dalam UU Otsus Papua pasal 55

    angka (1) tentang “Alokasi keuangan dan sumber daya lain oleh pemerintah dalam rangka

    pembangunan keagamaan di Provinsi Papua dilakukan secara proporsional berdasarkan

    jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.

    2. UU Otsus Tentang Pendidikan

    Memberi kesempatan dan ruang dalam bidang keagamaan termasuk gereja dalam

    pelayanannya di bidang pendidikan maka UU Otsus Papua secara tertulis telah dicantumkan

    dalam UU Otsus Bab XVI Pasal 56 Nomor (4) tentang “Dalam mengembangkan dan

    menyelenggarakan pendidikan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

    memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada lembaga keagamaan, lembaga

    swadaya masyarakat dan dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan yang

    bermutu di Provinsi Papua.”

  • 33

    3. UU Otsus Tentang Kesehatan

    Untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang beranekaragam, UU Otsus juga telah

    mengatur didalam Bab XVII tentang Kesehatan dalam pasal 59 ayat (4) berbunyi “Dalam

    melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah

    Provinsi memberikan peranan sebesar-besarnya kepada lembaga keagamaan, lembaga

    swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi persyaratan. Kemudian pasal 60 ayat

    (1) berbunyi “Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban

    merencanakan dan melaksanakan program-program perbaikan dan peningkatan gizi

    penduduk, dan pelaksanaannya dapat melibatkan lembaga keagamaan, lembaga swadaya

    masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi persyaratan”.

    Dengan adanya UU Otsus yang dinilai dapat mendukung pelayanan keagamaan bagi

    masyarakat Papua, namun bagi pemahaman gereja seperti yang disampaikan oleh Wakil

    Ketua Sinode GKI Tanah Papua, Ibu Pdt. Y. Krey, bahwa otsus merupakan politisasi

    Pemerintah Pusat dalam mengatasi atau meredam permintaan Kemerdekaan dari masyarakat

    asli Papua. Di tambahkan lagi oleh wakil ketua sinode bahwa ada hal-hal penting yang

    terkandung sebagai dasar rekomendasi dari MPR dan di kabulkan secara khusus untuk Papua

    sebagai metode penanggulangan konflik dengan penawaran politik tertentu. Komitmen

    Pemerintah Pusat melalui Perundangan mengenai Otonomi Khusus untuk Papua termasuk (1)

    Menghormati hak-hak asasi manusia, nilai-nilai keagamaan, demokrasi, nilai-nilai hukum dan

    budaya yang ada diidalam masyarakat adat, (2) Menghormati pelbagai macam dan

    keanekaragaman kehidupan sosial-budaya di masyarakat papua, (3) Melindungi dan

    menghormati etika-etika dan moral-moral, (4) Melindungi hak-hak fundamental dari

    penduduk asli dan hak-hak asasi manusia, (5) Memastikan tegaknya hukum, (6) Menjaga

    demokrasi, (7) Menghormati pluralism, dan (8) Memecahkan masalah-masalah pelanggaran

    hak-hak asasi manusia terhadap penduduk asli Papua. Pada awalnya beberapa masyarakat

  • 34

    lokal Papua mengharapkan Otsus sebagai kiriman berkat dari Pemerintah Pusat yang akan

    membawa perbaikan dalam penghidupan mereka atau berfungsi sebagai jalan keluar dari

    berbagai keluhan masyarakat. Keluhan yang telah lama ada ini memicu pengharapan besar

    terhadap Otsus yang di pandang sebagai “penyelamatan” (salvation) yang menghasilkan

    perubahan sosial secara langsung. Pemikiran untuk mendapatkan perubahan cepat ini

    kemungkinan akan bertolak belakang dengan hasil berkelanjutan jangka panjang yang

    diperlukan. Gereja melihat dan memahami bahwa Otonomi Khusus sebagai sesuatu yang

    tidak jelas (kabur). Otsus dipandang tidak jelas karena selama berjalannya hingga tersisa 9

    Tahun lagi masa berakhir Otsus bagi masyarakat Papua, tidak ada hasil signifikan yang

    ditandai pada perubahan SDM masyarakat asli Papua. Pembangunan secara fisik telah terjadi,

    tetapi secara ekonomi masyarakat Kurima masih bergantung pada orang lain dan tidak

    mandiri. Ditambahkan lagi oleh wakil ketua sinode GKI-TP, bahwa:

    Didalam pelayanan-pelayanan yang dilakukan oleh gereja bagi masyarakat Papua,

    Otsus dipandang sebagai salah satu penghambat. Gereja telah memetakan injil

    namun bekerja di Sinode GKI, gereja mengalami kesukaran-kesukaran.

    Bagaimana gereja bisa mendapatkan anggaran dari pemerintah kepada Sinode

    GKI. Dalam Otsus tertulis gereja-gereja yang ada mula-mula GKI di akui besar

    dan memiliki BPK tetapi untuk memperoleh anggaran itu tidak mudah, karena ada

    proses yang berbelit dan dana yang keluar untuk GKI melalui sinode hanya

    mencapai 1-2M saja. Bagaimana sinode dapat mengurus suatu pekerjaan yang

    besar di Tanah Papua ini. Jika pendidikan di GKI dianggap selama ini menolong

    orang Papua, maka masukan dana melalui GKI dan bukan membuat suatu

    pendidikan yang baru atau membuat sekolah-sekolah unggulan dengan bisnis

    pendidikan yang lain dan menggunakan uang otsus lalu menerima anak-anak

    Papua. Gereja memahami bahwa pendidikan GKI telah menjangkau seluruh

    wilayah Papua, namun program pendidikan itu tidak masuk dalam sistem

    pendidikan gereja yang dapat mengenai sasaran pada seluruh komponen

    masyarakat Papua. Dalam hal lain YPK (Yayasan Persekolahan Kristen) dipahami

    bagaikan jaring yang sudah menangkap dan mencerdaskan anak Papua.15

    Kucuran dana Otonomi Khusus yang diturunkan oleh Pemerintah Pusat kepada

    masyarakat Papua melalui program-program yang menguncurkan dana dalam jumlah besar

    ke kampung-kampung justru sebaliknya membuat orang Papua tidak berdaya karena

    15 Wawancara dengan Ibu Pdt. Y. Krey selaku Wakil Ketua Sinode GKI-TP. Salatiga 21 September

    2015.

  • 35

    masyarakat tidak diajarkan dalam manajemen uang dengan baik demi meningkatkan

    pemberdayaan pada masyarakat. Sedangkan bantuan kepada Gereja lebih cenderung di

    berikan pada hari-hari besar gerejawi, kemudian orientasi pelayanan menjadi berubah. Ada

    dua hal penting yang menjadi tolak ukur dari pelayanan gereja dan pemerintah.

    1. Injil datang karena orang merasa terpanggil membebaskan umat dengan iman mereka

    dan memberdayakan masyarakat dengan mensejahterakan masyarakat Papua.

    2. Otonomi Khusus datang sebagai solusi politisasi dalam mengatasi keinginan berdirinya

    Negara Papua yang Merdeka dan terlepas dari bingkai NKRI. Maka dinamika politik

    sangat besar dan selalu ada gesekan-gesekan yang membuat tidak memprotek

    kehidupan orang Papua. Itu terbukti terhadap pelayanan publik terhadap umat seperti

    kesehatan, pertanian, peternakan tidak menjadi Nampak. Pendekatan sosial kultur juga

    tidak Nampak dalam perjalanan di era Otsus. Pekerjaan diwilayah-wilayah baru tidak

    diawali dengan penelitian untuk mengetahui kebutuhan dasar masyarakat sehingga

    seterusnya pemerintah dapat melakukan pembangunan yang terarah. Pemerintah tidak

    menciptakan pekerjaan yang dapat merespon masyarakat Papua menjadi rajin bekerja,

    namun selalu kata malas yang ditanamkan bagi masyarakat Papua.

    Bagi harapan gereja bahwa pemerintah harus berani memberikan dana yang besar

    kepada gereja dengan alasan melihat pelayanan gereja yang telah berlangsung di Papua

    selama bertahun-tahun dan dalam 5 Tahun kemudian gereja pertanggung jawabkan kepada

    Negara. Gereja juga merasa bahwa jika dana otsus di berikan pada sistem gereja maka akan

    di jamin kesejahteraan orang asli Papua. Tentu juga dengan melihat presentasi program

    (Master Plan) yang akan dikerjakan gereja. Hal ini senada dengan pendapat ketua klasis

    Balim Yalimo bahwa, apabila pemerintah ingin berhasil dalam upaya pemberdayaan

    masyarakat Papua maka pemerintah mustinya menindak lanjuti kegiatan yang telah dilakukan

    oleh Gereja. Dalam Era Otonomi Khusus Ketua Klasis balim Yalimo melihat bahwa

  • 36

    pemerintah memang telah membangun akses kesehatan seperti puskesmas, Rumah sakit dan

    pendidikan seperti sekolah bahkan mengambil alih sekolah YPK yang tidak sanggup di kelola

    lagi oleh gereja. Namun dalam pelayanannya justru tidak banyak menolong masyarakat.

    Seperti pelayanan kesehatan, meskipun dipuskesmas ataupun rumah sakit telah ada dokter,

    namun pasien tidak tertangani dengan baik. Hal ini dilihat sebagai akibat dari para pelayan

    rumah sakit yang hanya fokus bagaimana mendapatkan kucuran dana yang besar di

    bandingkan bagaimana melayani pasien atau masyarakat dengan baik. Ketika gereja dihadapi

    dalam keadaan ini, gereja (para pendeta) melakukan protes namun sering dianggap sebagai

    bagian politisasi untuk mencapai Papua Merdeka bahkan dianggap sebagai sparatis. Menurut

    Ketua Klasis Balim Yalimo, bahwa:

    Era Otonomi Khusus ternyata kepentingan-kepentingan politik lebih berperan,

    penempatan kepala distrik juga tidak sesuai dengan karier seseorang yang sesuai

    dengan jabatan tersebut. Hal ini juga berdampak dalam ketidak keseriusan seorang

    kepala distrik untuk setia di distrik dan mengurus distrik. Seperti kenyataan yang

    terdapat Kurima, dimana kepala distrik justru sering didapati tinggal dikota-kota

    besar dan hanya sesekali datang kedistrik Kurima. Meski demikian tak dapat

    dipungkiri bahwa bantuan dana keagamaan dari pemerintah bagi pelayanan gereja

    nyatanya memang ada, seperti bantuan keagamaan setiap tahun dari pemerintah

    Yahukimo sekitar 1M untuk Gereja GKI yang berada di wilayah Yahukimo,

    termasuk di Kurima. Dana tersebut kemudian diatur dalam kelembagaan tingkat

    Klasis Balim-Yalimo dan dibagikan untuk wilayah Yalimo dan Kurima-Mugi.

    Biasanya wilayah Yalimo mendapat bantuan sebesar 700-800 juta rupiah setiap

    Tahun karena Yalimo merupakan penduduk terbanyak sedangkan untuk wilayah

    Kurima-Mugi mendapat bantuan dana sebesar 300-400 juta rupiah setiap Tahun.

    Meskipun ada bantuan-bantuan dari pemerintah, namun ketua Klasis berpendapat

    bahwa bantuan tersebut sangat terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan

    pelayanan gereja yang bersifat menyeluruh.16

    Sekretaris GKI Beithel Polimo di Kurima berpendapat bahwa era Otsus yang

    berlangsung di Papua ini sebenarnya membawa dampak positif karena ada perhatian khusus

    dari pemerintah pusat kepada pembangunan di atas tanah Papua, namun negatifnya ialah

    pengolahan dana yang menjadi masalah di Papua. Nyatanya bagi masyarakat di Kurima

    bahwa Kucuran dana otsus justru menimbulkan pola hidup ketergantungan masyarakat pada

    16 Wawancara dengan Pdt. Yudas Meage selaku Ketua Klasis Balim-Yalimo. Wamena, 19 Oktober

    2015

  • 37

    uang, segala bentuk kegiatan harus ada uang. Hal ini berpengaruh besar bagi program-

    program pemberdayaan yang dilakukan gereja untuk masyarakat. Minat masyarakat menjadi

    berkurang dimana dahulu masyarakat dapat terlibat dengan sukarela, namun di era Otsus

    harus ada uang. Sedangkan gereja tidak memiliki daya lagi untuk memberikan uang.

    Di Era ini Pemerintah mengutus orang untuk masuk di daerah yang baru dengan

    membawa uang. Pendekatan ini disebutkan oleh Ibu Y. Krey sebagai pendekatan uang.

    Dalam pemahaman Gereja masa kini bahwa Era Otonomi Khusus merupakan salah satu

    penghambat dalam pelayanan Gereja masa kini. Era Otsus kini telah berhasil membawa suku

    Dani termasuk masyarakat suku Dani yang berada di Kurima masuk didalam peradaban yang

    baru, beradaban yang lebih modern, peradaban dalam pendekatan uang sehingga masyakat

    untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial akan termotivasi apabila akan diberikan upah atau

    uang yang banyak. Bahasa yang sama juga di sampaikan oleh Yudas Meage bahwa di

    Kurima dahulu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, gereja menggunakan tenaga

    pembantu (masyarakat kampung) yang dibekali dengan pengetahuan yang cukup seperti

    menjadi tukang, guru injil dan ahli tani. Meskipun mereka tidak memperoleh gaji yang besar,

    tetapi mereka dapat bekerja dengan sungguh karena semangat iman yang mereka miliki.

    Namun untuk Era Otonomi Khusus dimana kucuran dana yang besar itu justru lebih

    mempengaruhi pelayanan para pekerja pembantu. Motivasi dalam pelayanan lebih kepada

    pendekatan uang yang diterima. Apabila mereka tidak memperoleh uang yang cukup maka

    pekerja pembantu itu bekerja dengan malas-malasan.

    3.4 Misi GKI Di Tanah Papua

    Berdasarkan Tata Gereja GKI TP disebutkan bahwa Visi dan Misi GKI Di TP ialah

    “menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah” sebagai visi yang menjadi dasar, pedoman dan

    tujuan hidup persekutuan dan pelayanannya di Tanah Papua. Yang dimaksud dengan kerajaan

  • 38

    Allah17 adalah suasana dan keadaan kekuasaan dan pemerintah Allah yang mencakup,

    seluruh alam semesta, termasuk manusia. Khusus bagi manusia, suasana kerajaan Allah

    mencakup seluruh aspek kehidupannya, rohani dan jasmani.

    Sedangkan yang dimaksudkan dengan tanda-tanda kerajaan Allah adalah segala hal yang

    baik dan menyenangkan kehidupan manusia sebagimana disebutkan pada aspek rohani dan

    jasmani, antara lain kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan. Kebebasan perdamaian,

    kesejahteraan, kesehatan, kemampuan dan ketrampilan, keamanan, ketertiban dan lain

    sebagainya yang mendatangkan sukacita dan kebahagiaan (syalom) kepada manusia.

    Singkatnya: Tanda-Tanda Kerajaan Allah adalah tanda-tanda syalom atau tanda-tanda

    keselamatan bagi manusia. Tanda-Tanda Kerajaan Allah dalam aspek rohani manusia

    mencakup hubungan (relasi) yang baik, benar, erat dan harmonis dengan Allah, dengan

    sesama manusia dan dengan alam sekitar, dimana manusia menaati perintah Allah,

    menghormati dan menghargai harkat serta martabat sesama manusia serta memelihara,

    melindungi dan mengolah alam sekitar secara bertanggung jawab sebagai ciptaan Allah.

    Tanda-tanda Kerajaan Allah dalam aspek jasmani manusia mencakup seluruh

    keberadaan (eksistensi) manusia, yaitu segala hal yang dimiliki manusia, seperti kemampuan,

    perasaan, keinginan, pengetahuan (hikmat), dan lain sebagainya yang dapat di manfaatkan

    seseorang untuk mencapai segala kebutuhannya, seperti sukacita, kesehatan, kekuatan,

    kesejahteraan, kebebasan, perdamaian, ketertiban dan lain sebagainya, sehingga seorang

    manusia dapat menikmati hidup yang layak sebagaimana dimaksudkan Tuhan Allah sang

    pencipta.

    Berdasarkan Visi GKI di Tanah Papua ini, maka Misi yang dirumuskan adalah

    mewujudkan Tanda-Tanda Kerajaan Allah atau Tanda-Tanda Syalom yang mencakup segala

    17 Tata Gereja & Pedoman Penggembalaan GKI Di TP, (Jayapura: Sinode GKI 1998), 3.

  • 39

    bidang kegiatan (ekonomi, kesehatan, pendidikan, perdamaian, keamanan dan lain-lain)

    secara konkrit dan relevan melalui persekutuan (Koinonia), kesaksian (Marturia), dan

    pelayanan kasih (Diakonia).

    Berkaitan dengan penjelasan di atas maka konsekwensi logis dalam menguraikan

    peraturan penggembalaan dalam GKI Di Tanah Papua ialah bagaimana Pedoman Pelayanan

    dan Penggembalaan yang ada mampu mencerminkan visi dan misi yang dirumuskan di atas,

    yakni mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah yang mencakup berbagai aspek-aspek

    kehidupan (fisik, psikis, sosial, spiritual) secara konkrit dan relevan melalui Tri panggilan

    gereja itu sendiri yakni: Persekutuan, Kesaksian, dan Pelayanan. Selanjutnya secara konkrit

    makna itu diatur dalam Struktur Organisasi Pembinaan Jemaat GKI Di TP, yaitu melalui

    program-program kerja dan pelayanan mulai dari tingkat Sinodal, Klasis, hingga jemaat

    untuk mencapai kemandirian18 di bidang: Theologia, Daya dan Dana.

    18 Yang dimaksudkan oleh GKI TP dengan kemandirian di bidang: Teologi, Daya dan Dana ialah: a).

    Kemandirian di bidang Theologia yaitu kemampuan untuk menggumuli semua persoalan yang dihadapi gereja

    dalam konteks Papua dan mencari pemecahannya secara teologis pula tanpa harus terikat pada rumusan-

    rumusan teologis dari dunia barat. b) Di Bidang Daya ialah kemampuan untuk melaksanakan segala tugas gereja

    dengan mengandalkan kekuatan/tenaga dari warga GKI sendiri baik secara kuantitas maupun kualitas. c) Di

    bidang Dana yaitu kemampuan untuk membiayai segala pekerjaan gereja itu atas kemampuan dana yang

    diperoleh dari dalam GKI sendiri.

  • 40

    BADAN PEKERJA AM SINODE GKI:· KETUA· WAKIL KETUA· SEKRETARIS· WAKIL SEKRETARIS· BENDAHARA· ANGGOTA-ANGGOTA: 8 ORANG

    BADAN PEMERIKSA PERBENDAHARAAN GEREJA:

    · KETUA· SEKRETARIS· ANGGOTA 3 ORANG

    BADAN PEKERJA KLASIS GKI:· KETUA· WAKIL KETUA· SEKRETARIS· WAKIL SEKRETARIS· BENDAHARA· ANGGOTA-ANGGOTA: 4 ORANG

    BADAN PEMERIKSA PERBENDAHARAAN GEREJA

    KLASIS DAN JEMAAT:· KETUA· SEKRETARIS· ANGGOTA (3ORANG)

    PERCETAKAN BALAI BUKU

    KETUA

    OTTOW GEISSLER

    KETUA

    PENDIDIKAN KRISTENKETUA

    DIAKONIAKETUA

    PEKABARAN INJILSEKRETARIS

    PEMB. JEMAATSEKRETARIS4 ANGGOTA

    PENDIDIKANSEKRETARIS

    PENELITIANPENGEMBANGAN

    SEKRETARIS

    PENDIDIKANSEKRETARIS

    TATA USAHA

    KEUANGANSTAF

    KEPEGAWAIANSTAF

    SEKRETARIS

    YAYASAN PENDIDIKAN KRISTEN· TK· SD· SMTP· SMTA

    KOMISI PEKABARAN INJIL

    SEKRETARIS· SUKU TERASING· PEMUKIMAN

    BARU· PEMBERDAYAAN

    MASY. DESA

    KOMISI PEMB. JMTSEKRETARIS4 ANGGOTA

    · PAR· PAM· PW· PKB

    KOMISI PENDIDIKANSEKRETARIS

    · PENDIDIKAN· SOSIAL· BUDAYA

    KOMISI EKUBANGSEKRETARIS

    · EKONOMI· KEUANGAN· PEMBANGUNAN

    SIDANG JEMAAT

    SIDANG KLASIS

    SIDANGSINODE

    · KETUA· WAKIL KETUA· SEKRETARIS

    MAJELIS JEMAAT

    BADAN PELAYANAN

    BADAN PELAYANAN

    BADAN PELAYANAN

    BADAN PELAYANAN

    JEMAAT GKIDI TANAH PAPUA

    YAYASAN DEPARTEMEN

    URUSAN PEKABARAN

    INJIL

    URUSANPEMBINAAN

    JEMAAT

    URUSAN DIAKONIA

    URUSAN EKUBANG

    URUSAN TATA USAHA

    URUSAN PEKABARAN

    INJIL

    PAR. PAM. PW. PKB

    KEGIATAN SOSIAL /

    KESEHATAN

    EKONOMI KEUANGAN

    PEMBANGUNAN

    KESEKRETARIATAN

    · WAKIL SEKRETARIS· BENDAHARA· ANGGOTA (Disesuaikan)

    SEKRETARIAT

    Gambar 3.1 Struktur GKI TP Tingkat: Sinode, Klasis, dan Jemaat

  • 41

    URUSAN PEKABARAN INJIL

    URUSANPEMBINAAN

    JEMAAT

    URUSAN DIAKONIA

    URUSAN EKUBANG

    URUSAN TATA USAHA

    URUSAN PEKABARAN INJIL

    PAR. PAM. PW. PKB

    KEGIATAN SOSIAL /

    KESEHATAN

    EKONOMI KEUANGAN

    PEMBANGUNAN

    KESEKRETARIA-TAN

    BADAN PELAYANAN

    PAR - GKI

    BADAN PELAYANANPAM - GKI

    BADAN PELAYANAN

    PW - GKI

    BADAN PELAYANAN

    PKB - GKI

    JEMAAT GKI TANAH PAPUA

    SIDANG JEMAAT

    MAJELIS JEMAAT

    · KETUA· WAKIL SEKRETARIS· WAKIL KETUA· BENDAHARA· SEKRETARIATAN· ANGGOTA (disesuaikan)

    Gambar 3.2 Struktur GKI TP Tingkat Jemaat

  • 42

    3.5 Gambaran Umum GKI Beithel Polimo Kurima

    GKI Beithel Polimo merupakan salah satu buah tangan para penginjil dari GKI yang

    didirikan sebagai Gereja Induk di Wilayah Kurima dan diterima kepala suku Liemoke Siep.

    Penyambutan dilakukan dengan pertumpahan darah babi sebagai tanda resmi penerimaan

    GKI di wilayah Kurima. Untuk kepastian waktu penerimaan injil melalui GKI ini tidak di

    catat secara khusus sehingga para pekerja gereja sendiri tidak dapat memastikan waktu kapan

    Injil itu diterima di wilayah Kurima secara resmi. Hal ini tentu saja mengakibatkan Gereja

    tidak pernah melakukan perayaan HUT Gereja. Namun belakangan ini ketika penelitian tesis

    ini dilakukan barulah gereja sadar untuk mencari informasi resmi dan mulai diketahui bahwa

    pada 4 November 1961 secara resmi GKI diterima di wilayah Kurima dan GKI Beithel

    Polimo didirikan.

    Sebagai respon masyarakat dalam menerima injil, maka di Tahun 1974 sekitar 60 jiwa

    jemaat GKI Beithel Polimo memberi diri untuk di baptis dan dilayani oleh penginjil M.

    Fosba. Dengan berjalannya waktu, gereja juga mengalami perkembangan baik secara fisik

    dan juga bertambahnya jumlah jiwa sebagai jemaat tetap. Selain ibadah mingguan, ada juga

    ibadah unsur keluarga, PKB yang baru dibentuk tahun 2015, PW, PAR, dan Sekolah Minggu.

    Pelayanan lainnya ialah dalam bentuk pastoral bagi ibu-ibu janda dan ibu-ibu yang belum

    menerima injil karena Ibu-Ibu dianggap memiliki peran sangat penting dalam keluarga.

    Dalam pelayanan di GKI Baithel Polimo belum ada pelayanan khusus katekisasi untuk

    melakukan sidi, namun katekisasi biasanya dilakukan pada saat anak berusia remaja yang

    bersedia memberi diri dibaptis. Di bawah ini jumlah jemaat yang digambarkan dalam tabel.

  • 43

    TABEL 1

    JUMLAH JEMAAT GKI BAITHEL POLIMO

    Kelompok Kepala

    Keluarga

    Laki-Laki Perempuan Jumlah Jiwa

    I 9 20 18 38

    II 6 24 37 61

    III 8 11 12 23

    IV 12 22 21 43

    Total Jumlah Jiwa 165 Jiwa

    Tabel di atas menjelaskan jumlah jiwa secara keseluruhan, di mana kepala keluarga

    juga di masukan dalam penjumlahan laki-laki. Maka dengan demikian jumlah jiwa tersebut

    yang hingga saat ini yang menjadi jemaat tetap di GKI Baithel Polimo.

    3.5.1 Tingkat Pendidikan

    Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur dari kemajuan suatu masyarakat. Tentu hal

    tersebut harus didukung oleh tersedianya bahkan terjangkaunya sarana pendidikan oleh

    masyarakat atau jemaat. Masyarakat Kurima yang notabenenya anggota jemaat saat ini bisa

    dikatakan maju karena sarana pendidikan yang baik dan mudah dijangkau oleh masyarakat

    atau jemaat. Kecamatan Kurima memiliki sarana pendidikan mulai dari TK hingga SMA. Di

    bawah ini tingkat pendidikan yang digambarkan dalam tabel berikut ini.

  • 44

    TABEL 2

    PRESENTASE TINGKAT PENDIDIKAN

    GKI BEITHEL

    POLIMO

    JENIS PENDIDIKAN

    SD SMP SMA D-III S1 S2

    WILAYAH 1 12 4 3 2 2

    WILAYAH 2 16 4 2 2

    WILAYAH 3 3 2 2 1

    WILAYAH 4 17 1 2 1

    Sumber: Data Resmi di Berikan Langsung Oleh Sekretaris Jemaat GKI Beithel

    Polimo di Kurima.

    Sarana pendidikan yang terbilang telah maju, namun dari tabel di atas menjelaskan

    bahwa tingkat pendidikan jemaat masih rendah dimana rata-rata pendidikan jemaat hanya

    mencapai pada tingkatan SD sedangkan untuk mencapai tingkat pendidikan dijenjang yang

    lebih tinggi masih minim. Dari data ini menunjukan bahwa pemberdayaan dalam bidang

    pendidikan bagi jemaat belum berjalan sehingga menjadi faktor dalam perkembangan jemaat

    dibidang pemberdayaan lainnya terutama dalam memperoleh pekerjaan.

    Dari jumlah pendidikan yang masih minim menjadi dampak bagi jemaat dalam

    memperoleh pekerjaan. Dibawah ini dapat dilihat bidang-bidang pekerjaan yang ada pada

    jemaat.

  • 45

    TABEL 3

    KLASIFIKASI JEMAAT MENURUT MATA PENCAHARIAN

    NO JENIS PEKERJAAN JUMLAH

    1 PNS 13

    2 TNI

    3 POLRI 1

    4 SWASTA/PETANI 81

    Sumber: Data Resmi di berikan langsung oleh Sekretaris Jemaat GKI-TP

    Beithel Polimo di Kurima.

    Tabel di atas memberi penjelasan bahwa rata-rata pekerjaan yang dimiliki oleh jemat

    Beithel Polimo ialah swasta/petani, meskipun sedikit dari jemaat juga bekerja menjadi PNS

    dan POLRI. Petani yang dimaksudkan ialah bukanlah petani sukses, namun petani kecil yang

    dimana hasil pertaniannya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari jemaat dan pelayan

    gereja. Dari data pekerjaan yang dimiliki oleh jemaat, dapat dilihat bahwa ini menjadi bukti

    ketidak berdayaannya jemaat terutama dalam memberikan persembahan untuk menunjang

    pekerjaan pelayanan gereja ditengah-tengah masyarakat Kurima.

    3.6 Upaya-Upaya Gereja Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Era

    Otonomi Khusus

    Sejak GKI di Tanah Papua melaksanakan kegiatan pekabaran Injil dan pembinaan

    terhadap masyarakat setempat digunakan metode pendekatan menyeluruh atau pendekatan

    multi Injil. Para penyiar Injil dalam pemberitaannya tidak hanya menekankan aspek spiritual

    saja tetapi aspek jasmaninya, seperti kesehatan, ekonomi, pendidikan.19

    Menurut Hans Walther dalam wawancara bersama penulis mengatakan bahwa gereja

    memahami pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari tugas panggilan gereja.

    19 Ismail Roby Silak, Hidup dan Kerja Para Penyiar Injil Di Balim Yalimu (Papua, Tabura 2006), 169.

  • 46

    Pemberdayaan dipahami sebagai usaha memperhatikan kesejahteraan dan menciptakan

    kemandirian masyarakat terutama dalam era Otonomi Khusus. Hal tersebut tentu saja

    termasuk tingkat kesehatan, pendidikan bahkan Ekonomi/mata pencaharian jemaat.

    3.6.1 Pemberdayaan Dalam Bidang Pendidikan

    Dengan hadirnya misionaris terdahulu di Kurima, pemberdayaan dalam bidang

    pendidikan sangat Nampak karena dapat memberi kesadaran dan mengubah peradaban hidup

    anak-anak Kurima untuk masuk dalam dunia pendidikan, dimana gereja melalui para

    penginjil memberi pendidikan mulai dari injil diajarkan tetapi juga pendidikan formal di

    berikan. Formal dan non formal diberikan seperti pendidikan keterampilan dimana

    masyarakat didorong untuk mengikuti pelatihan pertukangan, kebidanan, pertanian,

    kehewanan, administrasi sederhana dan pelatihan lainnya yang dapat mendukung perubahan

    pada pembangunan masyarakat. Selain pendidikan keterampilan diberikan, pendidikan

    moralitas masyarakat juga dibentuk melalui gereja agar masyarakat sadar akan ketertinggalan

    yang dihadapinya. GKI melalui para misionaris dan penginjil terdahulu mereka tahu bahwa

    Papua dianugerahi Kekayaan Alam sehingga masyarakat harus sekolah agar kelak nanti

    masyarakat tidak dibodohi diatas negerinya sendiri.20 “Suatu Kelak Orang Lain Tidak Dapat

    Memimpin Negerinya ini, Tetapi Orang Papua Akan Berdiri Untuk Membangun Dirinya

    sendiri.”21

    Dalam kesadaran Gereja akan pentingnya pemberdayaan dalam bidang pendidikan

    maka di Tahun 1963 untuk pertama kalinya dibuka sekolah yang diawali dengan pembukaan

    4 Sekolah Dasar oleh Yayasan Persekolahan Kristen (YPK)22 di wilayah Anggruk dan

    20 Wawancara Bersama Pdt. Alberth Suebuselaku Sekretaris Klasis Balim Yalimo, mengutip

    Misionaris I.S Kijne. Wamena, 22 Oktober 2015. 21 Pdt. A. Suebu mengutip kalimat yang pernah di utarakan oleh Misionaris I.S Kijne. Wasior, 25

    Oktober 1925. 22 Dahulu ketika Gereja masih memiliki donator dari Belanda maka YPK disebut sebagai Yayasan

    Persekolahan Kristen, namun setelah pelarangan bantuan keagamaan melalui SK Menteri Keagamaan barulah

    YPK mengganti status menjadi Yayasan Pendidikan Kristen.

  • 47

    sekitarnya. O. Usior menjadi guru pertama di wilayah itu. Setelah Sembilan tahun kemudian,

    tepatnya pada tahun 1972 sekolah pertukangan untuk pertama kalinya dibuka di Apahapsili

    sehingga masyarakat di utus dan didukung gereja untuk mengikuti pendidikan tersebut. 23

    Melihat pentingnya sekolah maka dikemudian hari Gereja mulai membuka Skolah-Sekolah

    Dasar YPK di berbagai tempat termasuk di Kurima yang didirikan pada tahun 1970. Selain

    membuka Sekolah Dasar di Kurima, atas bantuan luar negeri maka anak-anak dari Kurima

    dapat di sekolahkan ke kota-kota besar untuk melanjutkan pendidikan dalam level yang lebih

    tinggi dengan tujuan dapat kembali membantu pekerjaan pelayanan Gereja dalam bidang

    pendidikan dan bidang lainnya.

    Injil melalui para misionaris telah masuk dengan aspek pemberdayaan terutama bagi

    masyarakat yang berada di Kurima yang mau membuka diri menerima gereja sehingga GKI

    dengan mudah mengambil anak-anak Kurima untuk di sekolahkan dan hal itu menjadi

    nampak berhasil ditinjau dari hasil kerja anak-anak Kurima pada saat ini yang telah di

    sekolahkan dahulu melalui gereja.24

    Dijelaskan oleh Ketua klasis Balim Yalimo bahwa untuk membangun masyarakat asli

    seperti pada masa-masa pelayanan melalui misionaris sudah tidak berjalan lagi. Dana khusus

    untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada masyarakat melalui gereja sudah tidak

    mencukupi sehingga beberapa sekolah yang dahulu dibangun oleh gereja sudah ditutup dan

    berganti status kepada sekolah inpres. Dahulu sekolah dapat di bangun dan berjalan karena

    ada bantuan dari luar negeri kepada gereja di Papua, namun jika hal itu diteruskan maka

    Gereja akan ditegur oleh pemerintah Indonesia. Hal yang serupa juga disampaikan oleh

    Sekretaris Klasis Balim-Yalimo bahwa pemerintah dengan mengambil alih sistem

    persekolahan YPK, maka pemerintah juga memutuskan semua donator biaya pendidikan

    23 Ismail Roby Silak, Hidup dan Kerja Para Penyiar Injil Di Balim Yalimu (Papua, Tabura 2006), 30 24 Wawancara dengan Ibu Pdt. Y. Krey. Salatiga, 21 September 2015.

  • 48

    yang berasal dari luar seperti Belanda dan Jerman. Ketika gereja mendapatkan bantuan dari

    luar negeri, gereja merasa memiliki daya untuk membangun dalam dunia pendidikan bahkan

    klinik kesehatan bagi masyarakat. Bagi Pdt.A. Yoku, kelebihan dari Yayasan Persekolahan

    Kristen (YPK) ialah, gereja memiliki sistem kurikulum dalam memberi ilmu pengetahuan

    tetapi juga membentuk karakter kekristenan yang bertanggung jawab bagi peserta didik. Hal

    ini dipandang oleh Pdt.A Yoku berbeda ketika YPK diambil alih oleh pemerintah maka

    sistem kurikulumnya berbeda. Dalam kurikulum pemerintah, guru hanya lebih mementingkan

    pemberian ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi karakter hidup tidak diperhatikan.

    Sistem pendidikan yang digunakan Ketika masih menjadi Yayasan Persekolahan Kristen,

    dimana aktifitas pendidikan dalam pemberian ilmu pengetahuan hanya berlangsung hingga

    hari jumat dan pada hari sabtu siswa dilibatkan untuk membantu guru mempersiapkan

    pelayanan bagi gereja. Dalam era Otonomisasi pemerintah justru menanamkan sistem

    kurikulum pemerintah kepada YPK agar pengelolaan YPK bergantung pada pemerintah

    sehingga pemerintah dapat mengintervensi proses Pendidikan YPK.

    Pendeta Siegfred Zöllner mengatakan, ia mengetahui jelas tentang kurikulum

    Indonesia, karena pernah mendiskusikannya dan itu menunjukkan bahwa kurikulum

    Indonesia yang digunakan di Papua sangat tidak cocok dengan orang Papua, bahkan dengan

    kondisi daerahnya. Ia juga menilai, kurikulum ini seperti membebani orang Papua dan

    terkesan memaksakan kehendak. Menurutnya, Papua tidak bisa disamakan dengan daerah

    lain yang hampir mirip dengan Jakarta. Katanya, kurikulum harus mengarah kearah

    kehidupan sehari-hari. “Contoh di Jerman, para guru piara lebah untuk memproduksikan

    madu dan mereka melibatkan anak-anak mereka. Jadi mereka berpikir, bagaimana kita hidup

    kalau semua anak mereka pergi ke sekolah dan jika kita mati siapa yang akan pertahankan

    tempat mereka, jadi istilahnya mereka kaderkan anak-anak mereka dengan pengetahuan

  • 49

    lingkungan. Jadi sekolah harus bertanggung jawab, jangan sekolah terlalu mementingkan

    pengetahuan saja, tetapi tidak peduli dengan keperluan sehari-hari,” tegasnya menjelaskan.25

    Menurut Sekretaris Jemaat GKI Baithel Polimo bahwa dalam Era Otsus, upaya di

    bidang pendidikan yang dapat dilakukan oleh gereja hanya sebatas meringankan beban orang

    tua dari hasil dana bantuan yang diberikan pemerintah melalui kelembagaan Klasis. Seturut

    dengan pandangan itu, Ketua Klasis Balim-Yalimo juga mengatakan bahwa upaya

    pemberdayaan dalam bidang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh klasis dengan membantu

    dana pendidikan sesuai dengan proposal yang masuk tetapi lebih mengutamakan bagi anak

    yang menempuh jurusan pendidikan yang langkah di Balim-Yalimo termasuk Kurima seperti

    sekolah pilot, dokter, dan lainnya.

    Dalam era ini, di Papua hampir tidak ada lagi pendidikan keterampilan seperti

    pertukangan, kebidanan/keperawatan, pertanian, kehewanan, administrasi sederhana,

    perdagangan/bisnis dll yang diberikan secara sukarela oleh institusi sosial untuk

    meningkatkan kehidupan masyarakat desa. Beberapa anak-anak Kurima telah menyelesaikan

    pendidikan namun masih menganggur karena keterbatasan keterampilan dalam bekerja.

    3.6.2 Pemberdayaan Dalam Bidang Kesehatan

    Sebuah tulisan dari Bons Strom, “Pelayanan Klinis Pastoral di Rumah Sakit Kristen”,

    dalam Bunga Rampai tentang Pelayanan Penyembuhan yang

    Mengutuhkan menyatakan dalam diri manusia terdapat tiga segi yaitu: pertama: manusia

    sebagai soma, yaitu: tubuh - fisik - badan; kedua: manusia sebagai psyche, yaitu manusia

    sebagai suatu oknum yang dapat merasa, beremosi, berpikir, dan ketiga: manusia sebagai

    makluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Karena itu, manusia disebut sebagai suatu

    kesatuan sosio-psycho-somatis. Ketiga segi yang terdapat dalam diri manusia itu perlu

    25 Penjelasan menyangkut Kurikulum Pendidikan di Papua yang ditegaskan dan di kutip dalam majalah

    kemitraan. 9 April 2015.

  • 50

    mendapat perhatian dari gereja dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan bagi

    warganya.

    Pemberdayaan yang dilakukan bersama misionaris dari Belanda dan Jerman itu tidak

    hanya di mengerti bagaimana mengisi anak dengan pengetahuan, namun pemberdayaan di

    lakukan dari sejak anak berada di dalam kandungan. Hal itu di tandai dengan pelayanan

    kesehatan yang konsisten, dimana para perawat seperti Ibu Sawen dan Ibu Sawut dengan satu

    tim yang kuat serius melayani dengan memberikan makanan yang bergizi bagi Ibu-ibu hamil,

    mereka setia dari satu tempat ketempat yang lain sehingga menghasilkan anak-anak yang

    kuat, sehat dan berpikiran cerdas. Untuk menunjang kesehatan yang baik maka gereja atas

    dukungan dari luar negeri juga membuka klinik dan juga membangun kerja sama dengan

    Dokter. Klinik di Kurima dibuka sejak Februari 1974 oleh suter Martha. Terutama dalam hal

    kesehatan, Gereja sangat serius karena gereja melihat bahwa dalam bidang kesehatan

    masyarakat perlu diselamatkan.

    Pemberdayaan kesehatan yang dilakukan Klasis Balim-Yalimo dengan membuka

    klinik-klinik kecil di setiap desa, bekerja sama dengan dokter yang berada di kota, dan upaya

    menjangkau langsung kepada masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan dalam era

    otonomisasi ini sudah tidak dilakukan lagi oleh klasis. Hal ini karena segala bentuk program

    kesehatan yang diupayakan melalui gereja kini telah diambil alih sepenuhnya oleh

    pemerintah. Upaya kecil yang saat ini dilakukan gereja Beithel Polimo bagi jemaat hanya

    sebatas pemberian imunisasi.

    Dalam pemahaman budaya masyarakat Kurima, sakit dianggap sebagai gangguan

    fisik karena masuknya mistis yang melebihi kekuatan manusia sehingga merusak tubuh

    manusia. Penyakit datang karena jumlah manusia semakin banyak dan merusak lingkungan.

    Apabila alam terganggu maka orang-orang akan terserang sakit. Selain itu Masyarakat papua

  • 51

    sangat rentan terjangkit penyakit gizi buruk bagi bayi dan balita, sanitasi, pernafasan, paru-

    paru basah, penyakit kulit, AIDS, sakit gigi, malaria, dan lain lain. Masyarakat papua yang

    bertempat tinggal di honai sangat rawan memiliki banyak penyakit terutama pernafasan.

    Dalam honai terdapat dapur dengan menggunakan kayu bakar. Aktivitas harian kaum ibu,

    perempuan dan anak-anak tinggal di Honai tanpa ventilasi. Banyaknya menghirup asap kayu

    bakar dalam kurun waktu berjam-jam sangat beresiko terhadap gangguan paru-paru dan sakit

    pernafasan lainnya. Tanda umumnya adalah sebagian besar anak suku yahukimo yang

    beringus dan rambut tidak sehat. Anak-anak sering kali tidak mengenakan pakaian hingga

    umur 5-7 tahun sehingga kulit sering tidak terawat dan jarang membersihkan diri secara

    teratur. Di honai perempuan, perempuan dan anak anak hidup dalam tempat yang tidak

    higienis. Dalam honai perempuan terdapat dapur dan kandang babi. Anak-anak dan ibu rawan

    terkena banyak penyakit karena hidup bersama kotoran babi yang mengandung banyak

    bakteri berbahaya.

    Gereja memahami bahwa pelayanan tidak hanya dilakukan melalui pemberitaan firman

    saja, namun kesejahteraan umat Tuhan juga harus dilayani. Hal kesehatan merupakan salah

    satu hal terpenting yang dilihat oleh gereja dalam pengembangan pemberdayaan masyarakat

    Kurima. Namun dengan diputusnya bantuan dana dari luar negeri maka gereja tidak berdaya

    lagi dalam mengelola klinik sehingga klinik yang tadinya ada di Kurima kini sudah tidak

    difungsikan lagi. Pelayanan kesehatan kini dilakukan dengan cara memberi imunisasi bagi

    masyarakat oleh gereja dalam ibadah-ibadah Minggu.

    Warga jemaat di Klasis Balim Yalimo menganggap, gereja saat ini kurang

    memperhatikan warga jemaatnya atas kondisi kesehatan. Dan juga dinilai tidak pernah

    melakukan sosialisasi tentang kesehatan, advokasi maupun pendampingan Orang Dengan

    HIV dan AIDS (ODHA). Sebab menurut mereka, dengan kurangnya sosialisasi, maka banyak

  • 52

    warga jemaat yang belum paham akan pentingnya hidup sehat, bahkan ada yang sakit tidak

    mau pergi berobat ke rumah sakit.

    Kata Okto yang adalah ketua Komunitas Gerakan Pemuda Peduli Pendidikan Wilayah

    Kurima (KGP3WK).26

    Para penginjil atau pelayan diperhatikan klasis, tetapi warga jemaat tidak ada.

    Perhatian gereja ada hanya dari pelayan atau penginjil setempat. GKI harus

    memiliki suatu wadah yang mengakomodir kondisi kesehatan pada warga jemaat.

    “Bila perlu fungsikan wadah yang ada dengan tenaga-tenaga warga GKI, karena

    banyak warga GKI yang punya potensi, tetapi tidak digunakan potensi itu.

    Bagi Ketua Klasis Balim Yalimo, waktu lalu ada balai-balai pengobatan yang dibangun

    oleh gereja, tetapi sekarang karena adanya pemekaran Kabupaten dan distrik maka

    pemerintah mengambil alih balai-balai itu dan dijadikan sebagai Pusat Kesehatan Masyarakat

    (Puskesmas). Sekarang sudah ada Puskesmas, jadi gereja tidak masuk lagi kesana, supaya

    tidak terjadi benturan,” contoh seperti di Kurima, Yogosem dan di Angguruk dimana ada

    pusat pelayanan kesehatan dari gereja, tetapi karena adanya pemekaran, tempat-tempat

    tersebut dialihkan ke pemerintah, dalam hal ini pihak distrik setempat. Selain tempat, tenaga

    juga mengalami hal serupa, artinya tenaga gereja untuk kesehatan itu diperbantukan ke

    Puskesmas pemerintah. Tetapi Yudas menganggap, daerah yang jauh dari Puskesmas sangat

    membutuhkan penanganan kesehatan dari gereja, karena otomatis sentuhan pemerintah belum

    terpenuhi. Selain itu, Yudas Meage juga menyampaikan kesulitan penanganan orang dengan

    penyakit HIV dan AIDS. Menurutnya, untuk masalah HIV dan AIDS pihaknya pernah ada

    komisi KPKC di tingkat klasis yang bekerja sama dengan KPKC tingkat Sinode dan

    pemerintah, bahkan pihaknya sempat memfasilitasi pendeta-pendeta untuk meningkatkan

    sosialisasi, tetapi menurutnya, ketidakadaan suatu wadah untuk menangani atau

    mengadvokasi menjadi persoalan utama. “Jadi untuk sosialisasi dan advokasi memerlukan

    wadah dan biaya yang cukup besar. Tetapi sebagai relawan-relawan di masing-masing jemaat

    26 Pendapat Oktovianus Hesegem yang dikutip di dalam Majalah Kemitraan. Wamena, 11 April 2015.

  • 53

    sedang berjalan yang difasilitasi oleh kami (klasis). Macam di Wamena dan di Kurima

    melalui media yang di sediakan. Tetapi itupun belum berjalan maksimal, karena belum ada

    wadah yang benar-benar menjalankannya.” jika ada wadah dan orang yang sungguh-sungguh

    menjalankan, semua itu bisa berjalan kembali. Kalau waktu lalu tanpa uang bisa dijalankan,

    tetapi sekarang tanpa uang sulit. Hanya orang yang punya hati saja yang bisa menjalankan.

    Untuk wadah mengenai data pengindap HIV dan AIDS warga jemaat di gereja, katanya

    belum ada, karena belum ada wadah yang menangani kesehatan atau HIV dan AIDS itu.

    “Bagaimana data bisa ada, sedangkan tidak ada wadah yang menjalankan?” Namun untuk

    saat ini jika ada warga jemaat yang mau memeriksakan diri dan diketahui terdeteksi HIV dan

    AIDS, pihaknya langsung mengirim mereka ke Klinik Walihole Yoka Pantai Jayapura.

    Selaku Ketua Klasis balim-Yalimo, ia menyadari bahwa GKI-TP merupakan organisasi

    gereja yang besar, mestinya memiliki suatu lembaga atau LSM yang bisa menangani bagian

    kesehatan untuk sosialisasi, advokasi hingga penanganan dan pendampingan, namun itu

    belum ada.

    3.6.3 Pemberdayaan Dalam Bidang Pertanian dan Peternakan

    Bentuk pelatihan-pelatihan dalam mengolah kearifan lokal masyarakat, seperti

    Pelatihan berkebun, beternak dan pelatihan lainnya gereja tidak melakukan secara langsung.

    Biasanya gereja bekerja sama dengan P3W GKI (Pusat Pembinaan dan Pengembangan

    Wanita Gereja Kristen Injili)27. Bentuk kerja samanya ialah gereja mendorong agar Ibu-Ibu

    untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh P3W. Sedangkan bentuk kerja sama yang

    dilakukan oleh Klasis ialah memberi dukungan dana untuk memperlancar kegiatan yang

    dilakukan P3W bagi Ibu-ibu di Kurima. Kegiatan yang dilakukan biasanya lebih kepada

    27 Kehadiran P3W-GKI adalah untuk melakukan pekerjaan pemberdayaan bagi perempuan

    Papua untuk ikut serta menjadi alat kesaksian dan pelayanan di tengah keluarga, gereja dan masyarakat.

  • 54

    pelatihan-pelatihan membaca, kepemimpinan, pemanfaatan hasil kebun sebagai bahan

    makanan yang sehat seperti baru-baru ini dibulan April P3W melati Ibu-Ibu Rayon Kurima

    termasuk Ibu-ibu dari Jemaat Beithel Polimo untuk pembuatan tahu dan tempe. Dari hasil

    pelatihan yang dilakukan dianggap membawa perubahan yang signifikan bagi Ibu-ibu

    terkhusus komunikasi yang lancar didalam pelayanan-pelayanan gereja. Meski pelatihan

    perkebunan dan peternakan telah dilakukan, namun dalam pengelolahan perkebunan dan

    masih terbatas. Hal ini menurut sekretaris Jemaat Polimo karena terbatasnya perlengkapan

    berkebun, alat reproduksi, dan wadah yang dapat membantu jual-beli hasil kebun dan

    peternakan. Kearifan lokal jemaat hingga saat ini masih dalam tahap pengelolaan secara

    tradisional dan hasilnya masih di nikmati oleh jemaat dan para penginjil gereja.

    Di Era Otonomi Khusus dengan melihat keterbatasan yang dimiliki oleh gereja

    terutama dalam bidang pemberdayaan masyarakat, menurut ketua klasis Balim Yalimo

    bahwa masyarakat sudah diajak untuk memanfaatkan kearifan lokal seperti melibatkan

    masyarakat dalam mengolah perkebunan seperti mengolah kopi dan umbi-umbian. Namun

    masyarakat merasa hasil yang diperoleh tidak besar sehingga masyarakat lebih bergantung

    pada bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah dan bekerja kepada pengusaha-pengusaha

    yang dapat memberi penghasilan lebih besar. Maka dengan alasan ini, kearifan lokal tidak

    dilakukan lagi.