BAB III PERKEMBANGAN KLUB SEPAKBOLA PROFESIONAL … · merupakan klub pindahan dari Jakarta...

47
1 BAB III PERKEMBANGAN KLUB SEPAKBOLA PROFESIONAL DI KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2006 Kota Surakarta dalam sejarah perkembangan sepakbola di Indonesia merupakan salah satu kota yang memiliki beberapa klub yang berperan dalam sepakbola Nasional. Klub VVB yang berganti nama menjadi Persis sempat berprestasi pada decade 1940 dan 1950. Namun pada decade 1950- awal 1990, kota Surakarta seakan hilang dari keramaian sepakbola Nasional. Baru pada decade 1990 sampai millennium awal, kota Solo kembali berjaya seperti pada masa colonial dan awal kemerdekaan. Hal tersebut tidak lepas dari beberapa klub yang ada di kota Solo pada masa itu. Hal lainnya adalah pada masa tersebut ada 3 klub yang berganti-ganti berada di kota Solo walaupun klub Persis yang asli kota Solo masih ada namun karena Persis hanya ada di Divisi II-III membuat klub asli kota Solo tersebut kalah pamor dan ditinggalkan masyarakat Solo sendiri. Namun kemudian Persis bisa promosi ke Divisi Utama pada tahun 2006. Arseto Solo, Pelita Jaya, Persijatim Solo FC adalah 3 klub luar kota yang sempat bermain di Surakarta dan mengubah dinamika persepakbolaan kota Surakarta. Arseto yang merupakan klub pindahan dari Jakarta mencapai puncak keemasan pada dekade 1990 tepatnya pada tahun 1992 dan kemudian bubar jga pada pada dekade 1990 yaitu tahun 1998. Arseto Solo berkompetisi di Liga Galatama dari tahun 1978 sampai tahun 19994. Salah satu presatasi yang paling bagus adalah menjadi peserta Liga Champions Asia pada tahun 1992.

Transcript of BAB III PERKEMBANGAN KLUB SEPAKBOLA PROFESIONAL … · merupakan klub pindahan dari Jakarta...

1

BAB III

PERKEMBANGAN KLUB SEPAKBOLA PROFESIONAL DI KOTA

SURAKARTA TAHUN 1990-2006

Kota Surakarta dalam sejarah perkembangan sepakbola di Indonesia

merupakan salah satu kota yang memiliki beberapa klub yang berperan dalam

sepakbola Nasional. Klub VVB yang berganti nama menjadi Persis sempat

berprestasi pada decade 1940 dan 1950. Namun pada decade 1950- awal 1990,

kota Surakarta seakan hilang dari keramaian sepakbola Nasional. Baru pada

decade 1990 sampai millennium awal, kota Solo kembali berjaya seperti pada

masa colonial dan awal kemerdekaan. Hal tersebut tidak lepas dari beberapa klub

yang ada di kota Solo pada masa itu. Hal lainnya adalah pada masa tersebut ada 3

klub yang berganti-ganti berada di kota Solo walaupun klub Persis yang asli kota

Solo masih ada namun karena Persis hanya ada di Divisi II-III membuat klub asli

kota Solo tersebut kalah pamor dan ditinggalkan masyarakat Solo sendiri. Namun

kemudian Persis bisa promosi ke Divisi Utama pada tahun 2006. Arseto Solo,

Pelita Jaya, Persijatim Solo FC adalah 3 klub luar kota yang sempat bermain di

Surakarta dan mengubah dinamika persepakbolaan kota Surakarta. Arseto yang

merupakan klub pindahan dari Jakarta mencapai puncak keemasan pada dekade

1990 tepatnya pada tahun 1992 dan kemudian bubar jga pada pada dekade 1990

yaitu tahun 1998. Arseto Solo berkompetisi di Liga Galatama dari tahun 1978

sampai tahun 19994. Salah satu presatasi yang paling bagus adalah menjadi

peserta Liga Champions Asia pada tahun 1992.

2

A. Perjalanan Klub Arseto Solo tahun 1990-1998

1. Sejarah Klub Arseto

Arseto Solo adalah sebuah klub sepakbola yang berlaga di Liga Galatama

dan Liga Indonesia dari tahun 1978-1998. Klub ini didirikan pada tahun 1978

oleh putra mantan Presiden Indonesia kedua yaitu Sigit Haryoyudanto melalui

yayasan Arseto.1 Pada awal mulanya klub ini bermarkas di Jakarta sebelum

pindah ke kota Surakarta pada tahun 1983. Klub ini adalah salah satu klub

sepakbola dari Indonesia yang pernah berlaga di Liga Champions Asia.2

Perkembangan sepakbola di Surakarta tidak bisa dilepaskan dari klub Arseto.

Pada periode tahun 1990 persaingan liga antara Galatama dan Perserikatan

semakin meningkat.3 Klub Galatama semacam Kramayudha, Pelita, Arseto

adalah sebuah klub yang didanai oleh swasta tanpa bantuan dari pemerintah. Klub

Galatama biasanya tiap tahun berganti-ganti tempat bermain, hal itu

menyebabkan kurang fanatisnya penonton yang menonton pertandingan di

stadion. Sebaliknya klub Perserikatan adalah klub yang didanai oleh pemerintah

dan atas nama daerah tersebut. Suporternya sangat fanatis karena membawa nama

daerah tersebut.

1 Wawancara dengan Chaidir Ramli. Tanggal 23 Januari 2016

2 Liga Champions Asia adalah liga yang diikuti klub sepakbola antar

Negara Asia. Juara Liga masing-masing Negara kemudian mengirimkan

wakilnya untuk ikut Liga Champions Asia.

3 Edy Alison., PSSI Alat Perjuangan Bangsa (Jakarta: PSSI, 2005), hlm.

107.

3

Perkembangan sepak bola di Surakarta tidak bisa dilepaskan hubungannya

dengan adanya klub Arseto sebagai salah klub Liga Galatama. Surakarta

merupakan sebuah kota besar di Jawa Tengah yang lekat dengan nuansa sosial,

kebudayaan dan tradisi yang lekat dengan Sepakbola. Kota Surakarta merupakan

kota pertama di Indonesia yang mendirikan GOR yang diberi nama Sriwedari

yang sekarang disebut GOR R. Maladi. Stadion R. Maladi juga dipakai sebagai

ajang PON I tahun 1948. Arseto semula bermarkas di Jakarta, namun kemudian

pada tahun 1987 pindah ke Surakarta karena bisa menjadi keuntungan secara

finansial maupun faktor penonton yang banyak di kota Surakarta. Hal ini

ditambah dengan prestasi Persis Solo yang bermain di level rendah sepakbola

Indonesia yang membuat masyarakat Solo ingin melihat tontonan sepakbola level

atas.4

Arseto sebagai tim besar Indonesia sejak awal tahun 1990. Dengan

banyaknya pemain timnas Indonesia yang memperkuat klub ini. Arseto membuat

beberapa prestasi yang diraih oleh klub di kompetisi Liga Galatama, Liga

Sepakbola se ASEAN. Salah satu prestasi terbesar adalah menjadi juara Liga

Galatama tahun 1990/1992 dan menjadi wakil Indonesia di kejuaran klub Asia.

Klub Arseto siap untuk kompetisi Liga Indonesia sebagai salah satu klub yang

diunggulkan.

2. Perjalanan Klub Arseto di Tahun 1990

Arseto yang pada tahun 1989 tidak bisa menjadi juara, mentargetkan

juara di kompetisi Liga Galatama pada tahun 1990. Arseto bersama Kramayudha

4 Wawancara dengan Chaidir Ramli. Tanggal 23 Januari 2016.

4

Tiga Berlian, Pelita Jaya, Arema dan Niac Mitra adalah beberapa klub yang

diungulkan dalam kompetisi Liga Galatama tahun 1990. Pada Liga Galatama

tahun 1990, klub Arseto Solo melakukan pergantian pada Pelatih tim Arseto.

Dananjaya yang sebelumnya menjabat sebagai asisten pelatih dari Perkesa

Mataram Jogjakarta menggantikan Sinyo Aliando sebagai pelatih Arseto Solo.5

Dananjaya diberi tanggung jawab oleh manajemen Arseto sebagai pelatih agar

mampu mengangkat performa Arseto yang buruk pada tahun 1989.

Arseto melakukan pertandingan pertama yaitu persahabatan melawan

PSSI Garuda sebelum menjalani kompetisi Liga Galatama tahun 1990.

Pertandingan persahabatan ini juga sebagai sarana pembuktian pelatih Dananjaya

yang resmi menjadi pelatih baru Arseto Solo. Pertandingan ini digelar di Stadion

Sriwedari, Solo. Pada akhirnya pertandingan tersebut dimenangkan oleh Arseto

Solo dengan skor 2-0. Gol Arseto dicetak oleh Dedy M. Darda dan Inyong

Lolombulan.6 Kompetisi Liga Galatama tahun 1990 dimulai pada 2 Februari

1990. Arseto merupakan klub besar yang mempunyai target mampu membuat

prestasi di Liga Galatama. Arseto menjalani pertandingan-pertandingan di Liga

Galatama 1990 dengan status sebagai tim yang diunggulkan untuk menjadi juara.

Materi pemain yang berkualitas bagus dan ditunjang dana yang melimpah dari

manajemen Arseto mampu membuat penampilan Arseto Solo di Liga Galatama

19990 menjadi salah satu yang terbaik. Arseto menjadi salah satu 3 tim yang

terbaik di pertandingan-pertandingan putaran pertama Liga Galatama tahun 1990

5 Kompas, “Dananjaya Gantikan Sinyo di Arseto”, tanggal 10 Januari

1990 .

6 Kompas, “Arseto tundukkan PSSI Garuda”, tanggal 14 Januari 1990.

5

bersama Kramayudha dan Pelita Jaya. Masyarakat Surakarta meyambut atas

performa Arseto Solo yang bagus. Arseto Solo mempunyai target menjadi juara

untuk kedua kalinya dan dipersembahkan bagi masyarakat kota Surakarta. Target

juara yang diberikan oleh manajemen Arseto kemudian dibuktikan dengan

performa yang bagus oleh Arseto pada putaran pertama Liga Galatama 1990.

Liga Galatama tahun 1990 memasuki putaran kedua. Arseto Solo semakin

membuat kemajuan dan meraih hasil positif di pertandingan-pertandingan Liga

Galatama 1990 untuk bisa mendekati posisi atas klasemen. Prestasi Arseto yang

mengalami kemajuan dibanding tahun lalu berdampak terhadap antusiasme

masyarakat kota Surakarta. Antusiasme masyarakat Kota Surakarta terhadap

Arseto Solo di pergelaran Liga Galatama 1990 sangat tinggi. Salah satu

contohnya ketika pertandingan tanggal 18 Juli 1990 ketika Arseto menang atas

Makassar Utama. Bermain di Sriwedari dengan dukungan kurang lebih 10.000

penonton dan mencetak rekor sebagai salah satu penonton terbanyak di Liga

Galatama.7 Hal tersebut karena masyarakat kota Surakarta mempercayai dan

mendukung penuh Arseto. Arseto Solo mengalami masa penurunan kualitas

bermain karena padatnya jadwal Liga Galatama yang digelar dari bulan Februari

1990 sampai September 1990. Arseto Solo pada akhirnya berada di posisi ke 5

klasemen akhir Liga Galatama tahun 1990. Pergantian pelatih belum mampu

membuat performa Arseto meningkat dari tahun lalu. Yayasan Arseto sudah

memberikan dana operasional kepada manajemen sesuai dengan kebutuhan tim.

Faktor teknis di lapangan seperti pergantian pelatih dan padatnya jadwal

7 Kompas, “Main Mata di hari Rabu”, tanggal 19 Juli 1990.

6

pertandingan Galatama tahun 1990 menjadi sebab utama kegagalan Arseto

menjadi juara Liga Galatama 1990.

Tabel.1

Klasemen Akhir Liga Galatama tahun 1990

N

No

Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1

1

Pelita Jaya 34 16 14 4 46

2

2

Krama Yudha 34 19 6 9 44

3

3

Pupuk Kaltim 34 15 11 8 44

4

4

Arema 34 15 11 8 41

5

5

Arseto Solo 34 14 12 8 40

6

6

Niac Mitra 34 15 8 11 38

7

7

Semen Padang 34 14 10 10 38

8

8

Pusri

Palembang

34 11 12 11 34

9

9

Petrokimia 34 13 8 13 34

1

10

Lampung Putra 34 10 13 11 33

1

11

Palu Putra 34 12 9 13 33

1

12

Medan Jaya 34 11 10 13 32

1

13

BPD Jateng 34 11 7 16 29

1

14

Makassar

Utama

34 7 15 12 29

1

15

Parkesa 34 6 14 14 26

1

16

Barito 34 8 10 16 26

1

17

Bandung Raya 34 8 9 17 25

1

18

Warna Agung 34 7 9 18 23

7

Sumber: Koran Kompas tanggal 23 November 1990. Koleksi Monumen

Pers Nasional.

Berdasarakan tabel diketahui bahwa klub Arseto dalam pertandingan-

pertandingan di Liga Galatama lebih banyak mengalami kemenangan atas

lawannya daripada kekalahan. Arseto menyelesaikan Liga Galatama dengan 14

kali menang, 12 kali imbang dan 8 kali mengalami kekalahan atas lawan-

lawannya dan Arseto Solo mendapat poin 40 selama satu tahun bermain di Liga

Galatama tahun 1990. Kemenangan Arseto atas lawan-lawanya mayoritas didapat

saat bermain di stadion Sriwedari. Posisi Arseto berada di nomor 5 klasemen

akhir Liga Galatama tahun 1990 yang merupakan bagian atas klasemen akhir.

Selisih poin antar tim yang berlaga di Liga Galatama juga hanya terpaut tipis. Hal

tersebut menandakan bahwa kompetisi Liga Galatama tahun 1990 berjalan

dengan sangat ketat.

3. Perjalanan Arseto Pada Tahun 1990/1992.

Pada musim 1990/1992, PSSI memutuskan bahwa pertandingan promosi

dan degradasi Galatama dibatalkan.8 Pada tahun 1990, Liga Galatama

mempunyai masalah dengan sedikitnya penonton yang datang ke stadion dalam

setiap pertandingan klub-klub di Liga Galatama. Hal tersebut akan berdampak

pada menurunnya minat sponsor untuk mensoponsori Liga Galatama . Bagi klub

hal tersebut akan berdampak pada rendahnya pemasukan tiket . Arseto tidak

mengalami hal tersebut karena masyarakat Surakarta sangat antusias ketika

Arseto bermain di Surakarta.

8 Kompas, “Dibatalkan, Pertandingan Promosi Degradasi Galatama”,

tanggal 13 Agustus 1990.

8

Kompetsisi Liga Galatama tahun 1990/1992 dimulai tanggal 16

November 1990- 20 Februari 1992. Lamanya kompetisi disebabkan jumlah tim

yang ada di Liga Galatama bertambah dibandingkan tahun 1990. PSSI juga

mempunyai tujuan membuat tim-tim memiliki jeda pertandingan yang banyak.

PSSI tidak ingin klub mempunyai jadwal yang padat seperti pada kompetisi

Galatama tahun 1990. Memulai kompetisi yang di tahun 1990/1992, manajemen

Arseto mentargetkan bahwa Arseto bisa masuk ke dalam jajaran 3 besar klasemen

akhir.9 Pada musim ini, manajemen Arseto bersungguh-sungguh memperisapkan

tim agar bisa menjadi juara Liga Galatama di tahun 1990/1992. Pembelian

pemain nasional yang berkualitas menjadi pilihan manajemen Arseto karena

kebijakan Yayasan Arseto yang tidak membeli pemain dari luar negeri untuk

memaksimalkan potensi anak bangsa. Kebijakan manajemen Arseto memang

terbukti berhasil, Arseto berhasil menunjukkan performa terbaik. Pertandingan

melawan tim besar seperti KTB dan Pelita Jaya yang pada tahun-tahun

sebelumnya selalu menyulitkan Arseto, pada tahun 1990/1992 bisa dikalahkan.

Arseto hanya mencatat 7 kali kekalahan dari seluruh kompetisi Liga Galatama

1990/1992. Liga Galatama tahun 1990/1992 mulai banyak kasus kerusuhan

didalam lapangan karena buruknya kepemimpinan wasit yang bertugas. Ketika

Arseto bertanding, ada beberapa kejadian anarkis dengan tim lain maupun antar

pendukung klub sepak bola. Salah satu contoh aksi anarkis saat Arseto bertanding

adalah ketika melawan Warna Agung di Sriwedari tahun 1990/1992.

Pertandingan tersebut ricuh karena pemain serta official tim Warna Agung

9 Wawancara dengan Chaidir Ramli. Tanggal 23 Januari 2016.

9

mengeroyok wasit karena gol Warna Agung dianulir. penonton yang tersulut

emosi kemudian melakukan lemaparan benda keras kedalam stadion. Hal ini

tentu saja sangat buruk bagi persepakbolaan di Indonesia.10

Performa Arseto yang

sangat bagus pada tahun 1990/1992 dengan menjadi juara Liga Galatama sempat

mempunyai catatan buruk dengan beberapa aksi anarkis yang terjadi saat

pertandingan-pertandingan. Pertandingan pada tanggal 20 Februari 1992 menjadi

penentu apakah Arseto bisa menjadi juara Galatama. Harapan Arseto dan public

Solo untuk bisa menjadi juara akhirnya terwujud setelah berhasil mengalahkan

Assyabab dengan skor 1-0.

Pengurus Yayasan Arseto hadir di stadion Sriwedari untuk melihat Arseto

menjadi Juara Liga Galatama 1990/1992. Pawai mulai dari Stadion Sriwedari

sampai seisi Kota Surakarta untuk merayakan kemenangan serta juara Arseto.

Arseto berhasil menjadi juara Liga Galatama. Masyarakat Surakarta sudah lama

tidak ada klub sepakbola yang menjuarai kompetisi Perserikatan maupun

Galatama.11

Prestasi yang bagus menjadi juara Galatama di musim 1990/1992.

Keberhasilan Arseto yang menjadi juara Liga Galatama 1992/1993 dan bisa lolos

ke babak utama Liga Champions Asia disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor

yang utama adalah kebijakan manajemen yang sangat fokus untuk menaikkan

prestasi dari tahun sebelumnya. Kebijakan tersebut salah satunya pembelian

pemain yang memiliki kualitas Nasional.

10

Kompas, “Perkelahian Massal Guncang Surabaya dan Denpasar”,

tanggal 3 Februari 1992.

11

Kompas, “Sudirman Bawa Arseto Juara”, tanggal 21 Februari 1992.

10

Kompetisi Galatama tahun 1992/1993 dimulai bulan September 1992.

Arseto sudah bertanding di bulan Agustus 1992 karena setelah menjuarai Liga

Galatama otomatis Arseto berhak mewakili Indonesia di kompetisi regional Asia

bernama Piala Champions Asia. Arseto berhasil lolos ke babak utama Liga

Champions Asia tahun 1993 setelah berhasil mengalahkan tim-tim asal Asia

Tenggara.

11

Tabel. 2

Klasemen Liga Galatama tahun 1990/1992

No Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 Arseto Solo 37 23 7 7 53

2 Pupuk Kaltim 37 22 7 8 51

3 Pelita Jaya 37 19 10 8 48

4 Arema Malang 37 18 11 8 47

5 Petrokimia Putra 37 15 16 6 46

6 Medan Jaya 37 17 10 10 44

7 Barito Putra 37 13 16 8 42

8 Gelora Dewata 37 13 13 11 39

9 Perkesa Mataram 37 13 11 13 37

10 Niac Mitra 37 11 14 12 36

11 Semen Padang 37 12 12 13 36

12 BPD Jateng 37 12 12 13 36

13 ASGG Salim Group 37 12 9 16 33

14 Bentoel Galatama 37 9 14 14 32

15 Putra Mahakam 37 8 14 15 30

16 Aceh Putra 37 8 12 17 28

17 Bandung Raya 37 8 10 19 26

18 Gajah Mukur 37 6 11 20 23

19 Kramayudha TB 19 7 5 7 19

20 Warna Agung 37 6 4 27 16

Sumber : Koran Kompas tanggal 24 Maret 1992. Koleksi Monumen Pers

Nasional

Berdasarkan data tabel tersebut, Arseto yang pada tahun sebelumnya

berada di nomor 5 klasemen akhir Liga Galatama mengalami kemajuan dengan

berada di nomor 1 klasemen akhir Liga Galatama pada tahun 1990/1992 dan

12

menjadi juara Liga. Arseto bermain sebanyak 37 kali dengan meraih hasil

menang 23 kali, imbang 7 kali dan kalah 7 kali. Persaingan antar tim yang

bermain di Liga Galatama tahun 1990/1992 sangat ketat terbukti dengan selisih

poin antar tim di klasemen hanya terpaut sedikit. Arseto hanya terpaut 2 poin

dengan tim peringkat dua yaitu Pupuk Kaltim Bontang.

4. Perjalanan Klub Arseto Pada Tahun 1992/1993

Setelah mejadi juara Liga Galatama pada tahun sebelumnya yaitu tahun

1990/1992, manajemen Arseto tidak membeli pemain baru. Manajemen yakin

Arseto bisa mengulang sukses seperti tahun sebelumnya dengan pemain yang

lama. Keberhasilan tim Arseto membuat para pemainnya dibeli klub lain. Klub

lain bisa memberikan gaji yang lebih besar daripada diterima saat bermain di

Arseto. Beberapa pemain penting, senior dan berpengalaman yang memutuskan

pergi dari Arseto adalah Ricky Yakobi dan Inyong Lolombulan. Liga Galatama

XII dibuka serentak pada tanggal 13 September 1992 berakhir pada tanggal 11

Agustus 1993. Jadwal pertandingan Arseto di tahun 1992/1993 memiliki jadwal

yang padat karena mengikuti 3 kompetisi yang berbeda dalam satu kurun waktu.

Selain mengikuti kompetisi Galatama tahun 1992/1993, Arseto yang merupakan

juara Liga Galatama 1990/1992 menjadi wakil Indonesia di kompetisi sepak bola

tingkat ASEAN dan Asia. Kompetisi lainnya yang diikuti adalah Piala Utama

13

yang diselenggarakan oleh PSSI untuk mempertandingkan 4 tim terbaik dari dari

Liga Galatama dan Liga Perserikatan.12

Manajemen Arseto memutuskan untuk tidak membeli pemain baru pada

kompetisi 1992/1993 walaupun banyak pemain andalan Arseto seperti Inyong,

Ricky Yakobi memutuskan untuk keluar dari tim. Kebijakan manajemen tersebut

adalah factor utama menurunnya prestasi Arseto di semua ajang kompetisi pada

tahun 1992/1993. Awal kompetisi Galatama bersamaan waktunya dengan

kulaifikasi Liga Champions Asia. Setelah pemain-pemain andalan Arseto pergi,

performa permainan Arseto mengalami penurunan. Mengalami 4 kekalahan dari

5 pertandingan awal Liga Galatama adalah sesuatu yang buruk. Walaupun di

kompetisi Galatama menampilkan performa buruk, Arseto berhasil lolos ke fase

grup Liga Champions Asia setelah mengalahkan Thai Farmer Bank. Setelah

bertanding di Liga Champions, Arseto kemudian harus ikut turnamen Piala

Utama yang mempertemukan tim dari Galatama dan Perserikatan. Turnamen

Liga Gaatama 1992/1993 dibuka tanggal 24 Oktober 1992 saat Arseto melawan

Pelita Jaya. Arseto 1 Grup dengan Pelita,Persib dan PSMS dan stadion Sriwedari

dipilih sebagai tempat melangsungkan pertandingan di Grup 1. Arseto yang

berstatus sebagai juara Liga Galatama tidak bisa menunjukkan performa sebagai

tim juara. 2 kekalahan di fase grup memastikan Arseto harus tersingkir dari Piala

Utama. Masyarakat Surakarta kecewa dengan hasil tersebut. Semua pertandingan

Piala Utama dilakukan di stadion Sriwedari. Terbatasnya jumlah pemain karena

12

Piala Utama adalah sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI

untuk 4 tim terbaik di Liga Galatama dan Liga Perserikatan. Kompertisi yang

terdiri dari 2 grup yang masing-masing grup terdiri dari 4 tim yang secara acak

diundi. 2 tim terbaik dari masing-masing grup kemudian lolos ke babak semifinal.

14

harus mengikuti 3 kompetisi dan kualitas pemain Arseto yang tidak memiliki

pemain asing seperti klub yang lain menjadi faktor utama tersingkirnya Arseto di

Piala Utama tahun 1992.13

Arseto kembali berkompetisi di Liga Galatama dan Liga Champions Asia

setelah tersingkir dari kompetisi Piala Utama. Arseto belum mampu bangkit dari

keterpurukan setelah tersingkir di Piala Utama. Setelah berkompetisi di Piala

Utama, Arseto siap berkompetisi di Liga Galatama dan Liga Champions Asia.

Performa Arseto sedikit mengalami kenaikan di Liga Galatama saat di tur

Sumatera setelah beberapa kali mengalami kekalahan namun masih berada di

tabel bawah klasemen sementara saat putaran pertama Liga Galatama selesai.

Setelah putaran pertama Liga Galatama selesai, Arseto kemudian melaksanakan

pertandingan di Liga Champions Asia. AFC telah membagi grup di Liga

Champions Asia, Arseto berada 1 grup dengan klub asal Asia Barat bersama Al

Muharraq, Al Shabab dan klub asal Jepang yaitu Yomiura FC.14

Kualitas pemain

dari Arseto yang semuanya adalah pemain lokal Indonesia masih kalah jika

dibandingkan kualitas dengan pemain dari negara Asia Barat dan Asia Timur.

13

Arseto mempunyai peraturan bahwa semua pemain yang bermain bagi

klub harus pemain lokal asli Indonesia dan tidak ingin membeli pemain asing. 14

AFC adalah induk olahraga sepak bola di benua Asia.

15

Tabel. 3

Klasemen Liga Champions Asia tahun 1992/1993

Grup A

No Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 Yomiuri FC

(Jepang)

3 2 1 0 5

2 Al Shabab

(Arab Saudi)

3 1 2 0 4

3 Al Muhaaraq

(Bahrain)

3 1 1 1 3

4 Arseto Solo

(Indonesia)

3 0 0 3 0

Sumber: Koran Kompas tanggal 3 Februari 1993. Koleksi Monumen Pers

Nasional

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Arseto tidak dapat bersaing di

kompetisi Liga Champions Asia tahun 1993. Bersaing dengan tim-tim asal Asia

Timur dan Barat, Arseto yang bertanding sebanyak 3 kali tidak pernah bisa

menang dan semuanya berakhir dengan kekalahan. Semua kekalahan didapat

dengan skor yang besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sepak bola

Indonesia masih kalah dengan kualitas sepak bola asal Asia Timur dan Barat.

Arseto melanjutkan pertandingan di kompetisi Liga Galatama setelah

gagal berprestasi di Liga Champions Asia.15

Liga Galatama diliburkan selama

hampir 4 bulan karena persiapan SEA Games. Banyak pemain Arseto yang

dipanggil PSSI dalam Timnas Indonesia untuk ikut Sea Games. Liga Galatama

tahun 1992/1993 segera berakhir namun posisi Arseto masih berada di bagian

tengah klasemen Liga. Pertandingan di Liga Galatama tahun 1992/1993 sulit

15

Kompas, “Aceh Tersungkur di kandang”, tanggal 15 Februari 1993.

16

bagi Arseto untuk berprestasi sama seperti tahun 1990/1992. Arseto kehilangan

pemain-pemain yang bagus karena dijual manajemen ke klub lain pada tahun ini.

Arseto menutup Liga Galatama 1992/1993 dengan berada di peringkat ke

11. Hasil yang tidak bagus bagi sebuah klub yang pada tahun sebelumnya

berhasil menjuarai Liga Galatama tahun 1990/1992. Satu-satunya prestasi yang

dilakukan oleh Arseto adalah ikut kompetisi di Liga Champions Asia. Masyarakat

pecinta bola di Surakarta sedikit terhibur ketika Arseto bermain di Liga

Champions Asia. Faktor keluarnya pemain senior dan pemain yang bagus seperti

Inyong Lolombulan dan Ricky Yakobi serta kebijakan manajemen untuk

mengandalkan pemain muda dari lulusan akademi Arseto menjadi penentu hasil

prestasi yang menurun oleh Arseto di tahun 1992/1993. Dampak positif

diberikannya kesempatan pemain muda untuk sering bermain adalah untuk

memebrikan pengalaman. Banyak pemain muda Arseto banyak dipanggil timnas

Indonesia pada tahun 1993. Salah satu sumbangan positif bagi timnas Indonesia

dari persepak bolaan Surakarta

17

Tabel. 4

Klasemen Liga Galatama tahun 1992/1993

N

o

Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 Arema 32 18 9 5 45

2 Pupuk Kaltim 32 17 7 8 41

3 Barito Putra 32 17 6 9 40

4 Assyabab SG 32 14 10 8 38

5 Gelora Dewata 32 12 14 6 38

6 Pelita Jaya 32 14 8 10 36

7 BPD Jateng 32 10 15 7 35

8 Semen Padang 32 11 13 8 33

9 Aceh Putra 32 9 14 9 32

10 Niac Mitra

Surabaya

32 12 7 13 31

11 Arseto Solo 32 8 14 10 30

12 Petrokimia 32 8 12 12 28

13 Medan Jaya 32 11 6 15 28

14 Mataram Putra 32 6 14 12 26

15 Putra Mahakam 32 7 12 3 24

16 Bandung Raya 32 6 9 17 21

17 Warna Agung 32 3 8 21 14

Sumber: Koran Kompas tahun 1993. Koleksi Monumen Pers Nasional

Berdasarkan tabel kasemen Liga Galatama tahun 1992/1993 diatas

diketahui bahwa Arseto mengalami penurunan prestasi jika dibandingkan dengan

tahun 1990/1992. Pada tahun sebelumnya, Arseto bisa menjadi nomor 1 namun

pada tahun 1992/1993 mengalami penurunan dengan berada di nomor 11

18

klasemen Liga Galatama. Bertanding sebanyak 32 kali dan hanya menang 8 kali

pertandingan. 14 kali pertandingan berakhir imbang dan 10 kali mengalami

kekalahan. Banyaknya hasil imbang yang didapat oleh Arseto dikarenakan

konsentrasi tim terpecah karena banyaknya kompetisi yang diikuti Arseto Solo.

Banyak pertandingan melawan klub yang memiliki kualitas dibawah Arseto

hanya berakhir dengan hasil imbang. Hampir setengah dari seluruh pertandingan

yang dilakukan oleh Arseto berakhir dengan hasil imbang.

5. Perjalanan Klub Arseto Pada Tahun 1993/1994

Arseto Solo yang pada tahun 1992/1993 menjalani tahun yang buruk di

semua kompetisi, tidak banyak merubah komposisi pemain dan pelatih untuk

bermain di Liga Galatama tahun 1993/1994. Manajemen dan jajaran pelatih di

Arseto percaya bahwa pemain-pemain muda yang ada di tim Arseto pada tahun

1992/1993 sudah berkembang dan sudah memiliki pengalaman. Perkembangan

pemain muda yang berpengalaman bisa membantu tim untuk bisa meraih hasil

yang positif. Paada tahun 1993/1994 Liga Galatama sudah sangat sepi penonton

dan sepi sponsor. Banyak klub bangkrut dan lama kelamaan Liga Galatama

tergeser oleh kompetisi Perserikatan. Liga Galatama akhirnya dibagi 2 wilayah

oleh PSSI agar tim lebih hemat dalam pengeluaran biaya. Setiap wilayah terdiri

dari 9 tim di wilyah barat dan 8 tim di wilayah timur. Jumlah pertandingan yang

akan dimainkan setia tim adalah 32 kali. Jadi setiap tim akan bertanding dengan

lawan yang sama sebanyak 4 kali. Setiap wilayah diambil 2 klub peringkat

terbaik kemudian masuk 4 besar Liga Galatama. Karena Liga Galatama sudah

19

sepi sponsor otomatis berdampak pada menurunnya jumlah pembayaran oleh

PSSI kepada klub yang mengikuti kompetisi Galatama. Arseto juga terkena

dampak dari kebijakan PSSI tersebut. Sebuah klub di Liga Galatama

membutuhkan setidaknya biaya Rp 2 Miliar lebih untuk segala kegiatan

operasional klub. Mulai dari pembayaran gaji pemain dan jajaran official, biaya

tempat penginapan, sewa stadion dan yang paling banyak pengeluarannya adalah

biaya saat pertandingan di tempat yang jauh terutama di luar pulau Jawa. Untuk

menutupi kekurangan di sektor finansial, Arseto banyak menjual pemain yang

memiliki gaji yang tinggi dan mengambil pemain muda dari akademi Arseto

Solo..16

Materi pemain Arseto mayoritas adalah lulusan akademi Arseto pada

tahun 1993/1994.

Pemain muda yang ada di skuad Arseto juga mampu bersaing dengan tim

lain di Liga Galatama yang bermaterikan pemain berpengalama dan pemain luar

negeri. Arseto hanya mengikuti satu kompetisi yaitu Liga Galatama. Tidak seperti

pada tahun kemarin yang harus mengikuti tiga kompetisi dalam waktu yang

bersamaan. Sehingga mampu membuat para pemain cepat kehilangan stamina

dan berimbas pada permainan dan prestasi klub yang menurun. Liga Galatama

dimulai pada 7 November 1993 berakhir pada tanggal 26 Juni 1994.

Arseto pada tahun sebelumnya menempati peringkat ke sebelas klasemen

akhir Liga Galatama. Arseto pada tahun 1993/1994 sudah melakukan perubahan

materi pemain dan mentargetkan prestasi untuk lolos ke 4 besar Liga Galatama.

Pemain bagus seperti Nasrul Kotto dibeli oleh tim Arseto. Arseto Solo yang pada

16

Wawancara dengan Chaidir Ramli. Tanggal 23 Januari 2016.

20

tahun kemarin berada di nomor 11 tetap menjadi unggulan bersama klub Pelita

Jaya, Arema, Semen Padang, dan Barito Putra. Pembuktian bahwa pemain muda

Arseto memiliki kualitas setara dengan pemain yang sudah senior dari tim lain.

Beberapa pemain muda Arseto kemudian dipanggil timnas Indonesia karena

penampilan yang bagus di Liga Galatama. Salah satu pemain yang dipanggil ke

timnas Indonesia adalah Agung Setyabudi, Rocky Putiray dan I Komang Putra.

Prestasi Arseto di Liga Galatama 1993/1994 lebih baik jika dibandingkan dengan

pencapaian pada tahun 1992/1993.

Arseto berhasil menempati peringkat ke 4 dari 9 klub di klasemen akhir

Liga Galatama tahun 1993/1994. Target untuk bisa masuk 4 besar Liga Galatama

1993/1994 tidak bisa diwujudkan. Arseto memiliki kesempatan untuk tampil

babak 4 besar Liga Galatama 1993/1994 jika bisa menang di pertandingan

terakhir. Pertandingan terakhir melawan Semen Padang pada tanggal 26 Juni

1994 yang menjadi penentu untuk Arseto apakah lolos ke babak 4 besar atau

tidak, berakhir dengan kekalahan. Sehingga Arseto tidak bisa tampil di babak 4

besar Liga Galatama. Dari faktor penonton, masyarakat Surakarta sudah puas

melihat Arseto hampir kembali berjaya seperti musim 1990/1992. Bukti tersebut

terlihat saat rata-rata penonton ketika Arseto bertanding di Sriwedari mengalami

peningkatan dibandingkan pada tahun 1992/1993. Walaupun tidak bisa lolos ke

babak 4 besar Liga Galatama 1993/1994. Prestasi Arseto Solo mengalami

peningkatan dari waktu sebelumnya jika dilihat dari segi peringkat di klasemen

Liga. Masyarakat Surakarta juga puas dengan pencapaian Arseto pada tahun

1993/1994. Menempati peringkat keempat dan hanya terpaut poin yang sedikit

21

dari peringkat kedua adalah bukti bahwa Arseto sudah berkembang jika

dibandingkan saat kompetisi tahun 1992/1993 walaupun mayoritas pemain

Arseto adalah pemain muda.

Tabel. 5

Klasemen Akhir Liga Galatama tahun 1993/1994

Wilayah Barat

No Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 Medan Jaya 32 18 10 4 46

2 Pelita Jaya 32 17 10 5 44

3 Semen padang 32 16 9 7 41

4 Arseto Solo 32 15

6 11 36

5 Mataram Putra 32 11 10 11 32

6 BPD Jawa

Tengah

32 9 10 13 28

7 Aceh Putra 32 6 14 12 26

8 Bandung Raya 32 5 12 15 22

9 Warna Agung 32 4 5 23 13

Keterangan : Medan Jaya dan Pelita Jaya lolos ke babak 4 besar Liga

Galatama tahun 1993/1994

Sumber: Koran Kompas tanggal 24 Agustus 1994. Koleksi Monumen

Pers Nasional

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Arseto berada di Grup Barat

kompetisi Liga Galatama pada tahun 1993/1994. Kompetisi Galatama pada tahun

1993/1994 dibagi menjadi 2 grup yaitu Barat dan Timur. Tiap grup akan diambil

2 tim terbaik untuk bisa maju ke babak selanjutnya yaitu babak 4 besar Liga

Galatama. Grup barat terdiri dari 9 tim dan setia tim bertanding sebanyak 32 kali.

Jadi tiap tim akan melawan tim yang sama sebanyak 4 kali dalam satu kompetisi.

Arseto Solo pada kompetisi Liga Galatama tahun 1992/1993 hanya berada di

nomor 11 klasemen akhir namun pada kompetisi tahun 1993/1994 mengalami

kenaikan prestasi dengan berada di posisi ke empat grup Barat. Dari 32 kali

22

pertandingan, Arseto berhasil memenangkan 15 pertandingan, imbang 6 kali dan

kalah 11 kali. Posisi 4 di kasemen tidak bisa membuat Aseto maju ke babak

semifinal Liga Galatama 1993/1994.

B. Perjalanan Arseto di Liga Indonesia Tahun 1994-1998

Kondisi sepakbola Indonesia terbagi menjadi dua antara Galatama dan

Perserikatan sebelum tahun 1994. Kompetsisi Galatama dan Perserikatan resmi

digabung menjadi satu yang dinamai Liga Indonesia pada tahun 1994. Klub yang

bermain di Liga Galatama dan Perserikatan kemudian disatukan dalam satu

kompetisi. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu sepakbola Nasional.

Penggabungan juga dilakukan untuk menggabungkan keunggulan masing-masing

liga. Liga Galatama dengan mayoritas tim dengan kekuatan finansial akan

digabung dengan tim perserikatan dengan fanatisme penontonnya. Pada

kompetisi Liga Indonesia tahun 1994-1998, Arseto Solo mengalami banyak

sekali kemunduruan dalam hal prestasi. Persaingan menjadi ketat karena

bertambahnya competitor dari Perserikatan.

1. Perjalanan klub Arseto Pada Tahun 1994/1995

Arseto mengalami sedikit kenaikan pada hal prestasi pada tahun

1993/1994,. Peringkat 4 di grup barat merupakan sebuah pencapaian yang bagus

karena pada tahun sebelumnya yaitu 1992/1993 berada di nomor 11 klasemen

Liga Galatama. Setelah berganti tahun, Arseto menjalani kompetisi tahun

1994/1995 Liga Indonesia. Pada tahun ini, PSSI memutuskan menggabungkan

Liga Galatama dan Perserikatan menjadi Liga Indonesia . Liga tersebut akan

23

dinamai Liga Indonesia dan disingkat Ligina.17

Penggabungan Liga tersebut

bertujuan untuk mempersatukan klub dengan supporter yang fanatik dari Liga

Perserikatan dan klub yang professional dari Liga Galatama. Persaingan untuk

menjadi juara menjadi bertambah ketat pada tahun tersebut. Tim kuat dari

Galatama seperti Pelita Jaya, Barito, Arema dan Arseto harus beraing dengan

klub kuat asal kompetisi Perserikatan seperti Persib Bandung, PSIS Semarang,

PSM Makassar dan Persebaya. Pertandingan resmi Ligina dimulai tanggal 28

November 1994-22 Juli 1995. Arseto tetap bisa bersaing di sepakbola Nasional

ketika Pererikatan dan Galatama disatukan menjadi Liga Indonesia oleh PSSI.18

.

Pada tahun lalu, Arseto hanya bersaing dengan klub dari Liga Galatama. Pada

tahun 1994/1995, Arseto mendapatkan lawan baru dari klub Liga Perserikatan.

Manajemen tetap mempertahankan prinsip bahwa Arseto tidak ingin membeli

pemain asing dan memanfaatkan talenta lokal pemain sepakbola Indonesia.19

Prinsip tersebut tidak menjadikan kualitas pemain yang dimiliki Arseto tertinggal

dari klub-klub lain di Liga Indonesia. Tidak seperti Arseto, klub peserta Liga

Indonesia yang lain paling tidak memiliki 2-3 pemain asal luar negeri. Pemain

asal luar negeri memang dibutuhkan bagi klub Indonesia untuk menarik perhatian

17

Kompas, “Liga Indonesia Menjadi Liga Dunhill”, tanggal 1 September

1994.

18

Kompetisi di Indonesia sebelum tahun 1994 dibedakan menjadi 2 yaitu

Galatama dan Perserikatan. Perserikatan adalah kompetisi bagi klub yang

dibentuk untuk mewakili suatu kota dalam hal sepakbola. Klub

Perserikatan adalah refleksi dari suatu kota sedangkan Galatama adalah

kompetisi yang dibentuk untuk klub yang dibentuk oleh persorangan

ataupun swasta

19

Wawancara dengan Chaidir Ramli. Tanggal 23 Januari 2016.

24

masyarakat dan meningkatkan kualitas timnya. Walaupun prestasi Arseto tidak

mengalami penurunan namun perhatian pengurus Yayasan Arseto dalam

membina klub sepakbola Arseto dianggap tidak serius pada kompetisi tahun

1994/1995.20

Perkembangan Arseto di Liga Galatama pada tahun 1994/1995 stagnan

dan tidak mengalami penurunan maupun peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya jika dilihat dari peringkat di klasemen Liga Indonesia tahun

1994/1995. Arseto bertanding sebanyak 34 kali dengan kemenangan 14, imbang

6 kali dan kalah 12 kali. Berada di klasemen nomor 7 dari 17 tim peserta Liga

Indonesia. Berada di peringkat 7 memastikan Arseto tidak lolos ke babak

semifinal Liga Indonesia I tahun 1994/1995. Walaupun tidak lolos ke babak 4

besar dan tidak bisa mempersembahkan Piala untuk masyarakat kota Surakarta

dalam segi prestasi, namun pemain-pemain muda Arseto seperti Agung

Setyabudi, Sudirman, I Komang masih menjadi pemain andalan Timnas

Indonesia.

Arseto yang tidak mengalami perkembangan prestasi di Liga Indonesia I

namun hal tersebut tidak mempengaruhi antusiasme penonton sepak bola di kota

Surakarta. Masyarakat Surakarta masih antusias dengan klub Arseto walaupun

prestasinya sedang mengalami penurunan. Salah satu pertandingan saat melawan

Persib Bandung pada tangal 14 Juni 1995 di stadion Sriwedari tercatat ditonton

10.000 orang. Pertandingan melawan Pelita Jaya pada tanggal 17 Mei 1995

bahkan melebih kuota tempat duduk di stadion Sriwedari yang berjumlah 10.000.

20

Wawancara dengan Chaidir Ramli. Tanggal 23 Januari 2016.

25

Penonton yang datang mencapai jumlah 11.000 orang. Antusiasme warga kota

Solo untuk melihat langsung pertandingan Arseto di Liga Indonesia I tahun

1994/1995 masih sangat besar. Kota Surakarta adalah salah satu kota dengan rata-

rata jumlah penonton terbanyak yang datang ke stadion jika tim Arseto bermain.

Hal tersebut membuktikan kota Surakarta adalah kota dengan tradisi sepak bola

yang kuat.

26

Tabel. 6

Klasemen Liga Indonesia tahun 1994/1995

No Klub Jumlah Main Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 Pelita Jaya 32 24 5 3 77

2 Persib

Bandung

32 20 9 3 69

3 Bandung

Raya

32 19 10 3 67

4 Medan

Jaya

32 15 11 6 56

5 Semen

Padang

32 14 10 8 52

6 Persiraja

Banda

Aceh

32 14

10 8 52

7 Arseto 32 14 6 12 48

8 Persita

Tangerang

32 13 6 13 45

9 PSMS

Medan

32 11 8 13 41

10 PSDS

Lubuk

Pakam

32 10

11 11 41

11 Mataram

Putra

32 11 6 15 39

12 Persiku

Kudus

32 10 7 15 37

13 Persija

Jakarta

32 11 5 16 35

14 BPD

Jateng

32 8 10 14 34

15 Persijatim

FC

32 6 6 20 24

16 PS

Bengkulu

32 5 5 22 20

27

17 Warna

Agung

32 2 5 25 11

Sumber: Koran Kompas tanggal 23 Juni 1995. Koleksi Monumen Pers Nasional

Berdasarkan tabel diatas, Arseto berkompetisi di Liga Indonesia I tahun

1994/1995. Liga Indonesia merupakan penggabungan Liga Galatama dan kopetisi

Perserikatan. Arseto bertandingan sebanyak 32 kali dengan meraih kemenangan

sebanyak 14 kali, imbang 6 kali dan kalah sebanyak 12 kali dan mendapat total

poin sebanyak 48 poin. Pertandingan dilakukan dengan system home and away

jadi setiap tim bertanding melawan tim yang sama sebanyak 2 kali. Satu kali

pertandingan dilakukan di stadion sendiri dan pertandingan yang lain dilakukan

di stadion tim lawan. Prestasi Arseto yang berada di nomor 7 klasemen akhir

tetap menjadikan klub Arseto Solo tim level atas.

2. Perjalanan Klub Arseto Pada Tahun 1995/1996

Arseto melanjutkan musim Liga Indonesia tahun 1995/1996. Liga

Indonesia pada tahun ini masih disponsori oleh Perusahaan Dunhill sehingga

namanya menjadi Liga Dunhill. PSSI selaku operator liga membagi Liga

Indonesia menjadi 2 wilayah. Hal tersebut karena tim yang berlaga bertambah

dan tidak ada tim yang ter degradasi. Untuk menghemat biaya bagi tim yang

bertanding, PSSI membagi 2 liga yaitu wilayah barat dan timur sesuai letak

geografis tim. Pada Liga Indonesia tahun 1995/1996, Arseto berada di wilayah

barat bersama tim-tim yang kuat dan mempunyai sejarah panjang sepak bola

seperti Pelita Jaya, Bandung Raya, Persib Bandung, Persija Jakarta. Arseto masih

28

diperkuat pemain muda yang sudah berpengalaman seperti Sudirman, Agung

Setyabudi dan striker andalannya Rochi Putiray. Arseto berusaha berusaha

mengembalikkan kejayaan seperti menjadi juara pada tahun 1990/1992 untuk

masyarakat Solo.

Prestasi Arseto pada tahun 1995/1996 mulai mengalami penurunan.

Penurunan prestasi juga berimbas kepada tingkat kehadiran penonton saat Arseto

bermain di stadion Sriwedari. Arseto Solo berada di posisi ke 13 dari 15 tim di

Liga Indonesia tahun 1995/1996 wilayah barat. Pada awal kompetisi, manajemen

Arseto tetap mempertahankan prinsip bahwa Arseto hanya memakai pemain asli

Indonesia. Ketika Arseto tampil buruk di tengah kompetisi dengan kekalahan 6

kali secara beruntun, manajemen mendatangakan 5 pemain baru untuk klub asal

Solo tersebut dan semuanya adalah pemain lokal Indonesia.21

Klub-klub lain di

Liga Indonesia mulai tahun 1994 sudah banyak membeli pemain-pemain asing

yang kualiatasnya di atas pemain lokal. Salah satu contoh adalah pembelian

Roger Milla oleh Pelita. Materi pemain yang tanpa pemain asing tentu

mempengaruhi penampilan Arseto. Pelatih Danurwindo menginginkan pemain

asing di klub Arseto tapi manajemen tidak menyetujui hal tersebut. Arseto gagal

bersaing dengan tim yang lain dan tampil buruk di kompetisi Liga Indonesia

tahun 1995/1996. Pertandingan-pertandingan di Liga Galatama tahun 1995/1996

juga banyak mengalami kekalahan daripada kemenangan. Arseto Solo

bertandingan sebanyak 28 kali dan memperoleh hasil menang hanyak 5 kali.

Sisanya kalah sebanyak 14 kali dan imbang 9 kali. Akhir tahun kompetisi, Arseto

21

Suara Merdeka, “Arseto Akan Tambah 5 Pemain”, tanggal 17 Januari

1996.

29

menempati nomor 13 dari 15 tim yang ada di grup barat Liga Indonesia tahun

1995/1996. Manajemen juga melakukan taktik dan rencana ketika Arseto

mengalami kekalahan secara terus menerus di kompetisi Liga Indonesia.. Janji

bonus untuk pemain dan pelatih setiap pertandingan sebanyak Rp. 200.00,00

tidak mampu membuat Arseto tampil bagus dan harus berada di bagian bawah

klasemen sementara.22

Liga Indonesia tahun 1995/1996 adalah salah satu

pencapaian terburuk Arseto sejak berdiri pada tahun 1978.

Pada pertengahan kompetisi, manajemen Arseto memutuskan untuk

mengganti Danurwindo oleh Hary Tjong setelah Arseto kembali kalah melawan

Persija pada pertandingan tanggal 17 April 1996. Hary Tjong diberikan tugas

untuk menghindarkan Arseto dari degradasi dan menyelamatkan wibawa klub

asal kota Surakarta tersebut.23

Pergantian pelatih dari Danurwindo ke Harry

Tjong juga tidak bisa memberikan hasil yang positif bagi tim Arseto. Karena

Harry Tjong tidak bisa mengangkat performa Arseto dan masih di posisi bagian

bawah klasemen Liga Indonesia tahun 1995/1996, manajemen kemudian

memecat Harry Tjong kemudian digantikan oleh Sartono Anwar. Kegagalan

Arseto di Liga Indonesia bukan hanya karena kualitas pelatih maupun pemain.

Kebijakan manajemen Arseto yang mempertahankan prinsip bahwa klub Arseto

tidak membeli pemain asing seperti klub lain juga menjadi salah satu alasan

tertinggalnya prestasi Arseto dari klub lain. Antusias masyarakat kota Surakarta

juga sudah mengalami penurunan ketika Arseto melakukan pertandingan di

22

Suara Merdeka, “Bonus Tak Mampu Angkat Arseto”, tanggal 4 April

1996.

23

Suara Merdeka, “Tjong Tak Muncul di Solo”, tanggal 24 April 1996.

30

stadion Sriwedari. Pertandingan-pertandingan melawan tim besar di Srwiedari

paling banyak dihadiri oleh penonton sebanyak 7.000 orang. Berbeda dengan

tahun 1994/1995 yang bisa sampai 10.000 orang yang datang ke stadion ketika

Arseto bertanding.

Tabel. 7

Klasemen Akhir Liga Indonesia tahun 1995/1996 Wilayah Barat

No Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 Bandung Raya 28 18 7 3 61

2 Pelita Jaya 28 16 7 5 55

3 Persib Bandung 28 13 11 4 50

4 Persita

Tangerang 28 13 8 7 47

5 Persikab

Kab. Bandung 28 13 6 9 45

6 Mataram

Indocement 28 12 9 7 45

7 Persiraja Banda

Aceh 28 11 10 7 43

8 PSDS Lubuk

Pakam 28 7 13 8 34

9 Semen Padang 28 9 5 14 32

10 Medan Jaya 28 8 8 12 32

11 PSMS Medan 28 6 10 12 28

12 Persijatim 28 7 6 15 27

13 Arseto Solo 28 5 9 14 24

14 Persija Jakarta 28 5 8 15 23

15 BPD Jateng 28 5 7 16 22

Sumber: Koran Kompas tanggal 27 September 1996. Koleksi Monumen

Pers Nasional

Berdasarkan tabel diatas, Arseto menjalani kompetisi Liga Indonesia II

pada tahun 1995/1996. Kompetisi Liga Indonesia II dibagi menjadi 2 wilayah

berdasarkan leta geografis tim yang bermain untuk menghemat pengeluaran tim.

31

Setiap grup terdiri dari 15 tim dengan sistem pertandingan home and away.

Arseto berada di grup barat Liga Indonesia tahun 1995/1996. Arseto bertandinga

sebanyak 28 kali dengan mendapat kemenangan 5 kali, imbang 9 kali dan kalah

14 kali. Hasil tersebut membuat Arseto berada di posisi ke 13 klasemen akhir

Liga Indonesia II grup Barat tahun 1995/1996. Arseto mendapat rasio kekalahan

sebanyak 50% dari seluruh pertandingan yang dimainkan. Hasil yang sangat

buruk bagi tim yang pada kompetisi tahun lalu berada di posisi ke tujuh klasemen

akhir.

3. Perjalanan Klub Arseto Tahun 1996/1997

Liga Indonesia tahun 1996/1997 kembali mengalami perubahan dalam

system pembagian grup. Pada tahun 1995/1996, PSSI memutuskan untuk

membagi 2 grup sesuai letak geografis tim. Hal tersebut bertujuan untuk

menghemat anggaran klub saat bertanding ke luar kota. Pada tahun 1996/1997

sistem pembagian kembali mengalami perubahan. PSSI membagi Liga Indonesia

menjadi 3 grup. Grup Timur, Barat dan Tengah. Masing-masing grup terdiri dari

11 tim, 4 tim terbaik dari masing-masing grup kemudian akan lolos ke babak

kedua Liga Indonesia tahun 1996/1997 yang berjumlah 12 tim dan akan

dipertandingkan kembali untuk memutuskan juara Liga Indonesia tahun

1996/1997. Arseto berada dalam grup Tengah bersama tim-tim kuat seperti Persib

Bandung, Pelita Jaya dan Barito Putra. Liga Indonesia 1996/1997 dimulai dari 20

November 1996 sampai 29 Juni 1997. Materi pemain Arseto belum mengalami

perubahan dibanding tahun lalu. Pemain-pemain top Arseto yang memperkuat

32

Timnas Indonesia antara lain Agung Setyabudi, Sudirman, Rochi Putiray dan

Nasrul Kotto masih tetap berada di Arseto Solo. Walaupun terdapat beberapa

pemain tingkat nasional, kekurangan masih ada di tim Arseto. Pemain asing tidak

dibeli oleh Arseto. Tidak seperti tim lain di Liga Indonesia tahun 1996/1997 yang

semua punya pemain asing yang berjumlah 2-3. Selain untuk menambah

kekuatan tim, pemain asing juga bisa menjadi daya tarik masyarakat untuk datang

ke stadion.

Pengurus Yayasan Arseto memang tidak mengijinkan pemain asing untuk

bermain di Arseto Solo. Pada tahun 1996/1997, pengurus Yayasan Arseto

semakin berkurang kepeduliannya dalam membina klub Arseto. Selain pengurus

Yayasan Arseto, masyarakat kota Surakarta juga mulai berkurang kepedulian

untuk menonton Arseto di stadion Sriwedari. Fenomena ini terjadi karena

minimnya prestasi yang diberikan Arseto untuk kota Surakarta. Prestasi Arseto di

Liga Indonesia pada tahun 1995/1996 dengan berada di nomor 13 dari 15 tim

merupakan sesuatu yang tidak positif. Arseto memulai tahun 1996/1997 dengan

mengontrak Sartonio Anwar sebagai pelatih baru. Sartono Anwar sempat

memberikan harapan bagi Arseto pada awal tahun kompetisi Liga Indonesia

1996/1997 dengan berhasil berada di nomor 1 selama 3 minggu. Kinerja Sartono

Anwar sebagai pelatih Arseto Solo sempat memberikan harapan untuk membuat

Arseto berjaya seperti tahun 1990/1992. Putaran pertama Liga Indonesia

1996/1997 selesai, Arseto berhasil berada di nomor 2 klasemen sementara Grup

Tengah dibawah Persib Bandung.

33

Arseto mulai mengalami penurunan performa padaa putaran kedua Liga

Indonesia 1996/1997. Manajemen Arseto sudah menjanjikan bonus berupa unag

tunai kepada pemain dan jajaran kepelatihan Arseto jika bisa menang di setiap

pertandingan. Arseto yang sempat menempati peringkat kedua pada putaran

pertama kemudian turun jauh ke posisi 8 klasemen grup tengah menjelang akhir

kompetisi Liga Indonesia 1996/1997. Arseto juga akhirnya kalah dari PSDS.

Kesempatan untuk bisa tampil di babak 12 besar akhirnya tidak dapat diwujudkan

oleh Arseto. Prestasi Arseto di Liga Indonesia tahun 1996/1997 untuk juara Liga

Indonesia belum bisa diwujudkan. Arseto menempati nomro 7 diantara 11 tim di

grup tengah Liga Indonesia tahun 1996/1997.

Pelatih Sartono Anwar sempat memberikan harapan baru untuk membawa

Arseto berprestasi. Sempat membawa Arseto berada di posisi kedua klasemen

sementara wilayah tengah Liga Indonesia tapi kemudian perlahan-lahan

mengalami penurunan prestasi dan akhirnya berada di nomor 7 klasemen akhir

Liga Indonesia tahun 1996/1997. Walapun tidak terdegradasi ke Divisi I Nasional

namun penurunan prestasi Arseto dari tahun ke tahun membuat antusiasme

masyarkat kota Surakarta mengalami penurunan. Sebuah klub yang tidak

mempunyai prestasi lama kelamaan akan ditinggalkan oleh fans nya.24

24

Pangeran Siahaan. The Big Bang Theory ( Jakarta: PT Gramedia, 2014)

hlm 51

34

Tabel. 8

Klasemen Liga Indonesia tahun 1996/1997 Wilayah Barat

No Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlh

Imbang

Jumla

h

Kalah

Poin

1 Persib

Bandung 20 8 10 2 34

2 Pelita Jaya 20 9 6 5 33

3 Mitra

Surabaya 20 8 8 4 32

4 Barito Putra 20 8 5 7 29

5 PSP Padang 20 8 5 7 29

6 PSIS

Semarang 20 7 5 8 26

7 Arseto 20 7 5 8 26

8 PSB Bogor 20 6 7 7 22

9 PSDS Deli

Serdang 20 5 7 8 22

10 PSMS

Medan 20 3 10 7 19

11 Mataram

Indocemenet 20 4 6 10 18

Sumber: Koran Kompas tanggal 15 Juli 1997. Koleksi Monumen Pers

Nasional

Berdasarkan tabel diatas, Arseto mengikuti kompetisi Liga Indonesia III

tahun 1996/1997 dan tergabung di grup barat. Grup Barat terdiri dari 11 tim yang

peserta. Setiap tim bertanding sebanyak 2 kali melawan tim yang sama dengan

sistem home and away. Arseto yang melakukan pertandingan sebanyak 20 kali,

mendapatkan kemenangan sebanyak 7 kali kemudian imbang 5 kali dan kalah 8

35

kali. Arseto berada di posisi ketujuh klasemen akhir Liga Indonesia III tahun

1996/1997 dengan mendapat poin 26. Pada tabel diatas diketahui bahwa selisih

poin antar tim hanya terpaut sedikit. Hal tersebut menandakan kompetisi Liga

Indonesia III tahun 1996/1997 grup Barat sangat sengit dan kompetitif.

4. Perjalanan klub Arseto Tahun 1997/1998 dan Pembubaran Arseto

Arseto mulai mempersiapkan untuk berlaga di Liga Indonesia 1997/1998

yang merupakan liga terakhir bagi klub asal kota Solo ini sebelum dibubarkan

karena krisis moneter yang membuat Presiden Soeharto lengser. Liga Indonesia

dibagi menjadi 3 wilayah untuk mempermudah pengaturan jadwal dan

menghemat anggaran bagi tim yang bertanding. Arseto Solo masih berada di grup

tengah sama seperti tahun 1996/1997. Pemkot Surakarta dengan dibantu oleh

Pemerintah Pusat sudah membuatkan sebuah stadion tingkat Internasional

pengganti Sriwedari yaitu Stadion Manahan Solo untuk setiap pertandingan

Arseto di Solo, namun Arseto bubar sebelum memakai stadion tersebut. Banyak

pemain senior yang berpindah dari Arseto salah satunya Sudirman, Nasrul Kotto

dan Rochy Putiray. Keadaan ini yang membuat kualitas permainan Arseto

semakin menurun. Perhatian pengurus juga menurun untuk Arseto. Tidak seperti

saat Arseto juara Liga Galatama tahun 1992, pengurus pusat Yayasan Arseto

jarang lagi melihat Arseto bertanding baik di Solo maupun saat bertandang ke

luar daerah.25

25

Suara Merdeka, “Perlunya Penyegaran dari Pengurus”, tanggal 6 Januari

1998.

36

Liga Indonesia tahun 1997/1998 dimulai tanggal 19 November 1997

sampai pada bulan Mei 1998. Liga Indonesia pada tahun ini dihentikan oleh

pemerintah karena Negara Indonesia sedang terjadi kerusuhan massa pada bulan

Mei 1998. Sepak Bola dan kota Surakarta juga memberikan andil untuk

kerusuhan Mei 1998. Banyak pertandingan sepak bola di Liga Indonesia pada

tahun 1997/1998 yang berakhir dengan benntrokan antara supporter dengan pihak

yang berwajib. Kerusuhan tersebut akhirnya merembet keluar stadion yang

memicu terjadinya kerusuhan yang lebih besar.

Prestasi Arseto pada tahun 1997/1998 juga mengalami penurunan. Setelah

ditinggal beberapa pemain senior dan berpengalaman, Arseto hanya

mengandalkan pemain muda lulusan akademi Arseto untuk bertanding di Liga

Indonesia tahun 1997/1998. Sebelum Liga Indonesia dihentikan oleh PSSI,

Arseto berada di posisi ke 11 diantara 11 tim yang ada di grup tengah Liga

Indonesia 1997/1998. Arseto berada di posisi paling terakhir klasemen Liga

Indnesia wilayah tengah. Sebelum pada akhirnya Liga Indonesia tahun 1997/1998

dihentikan oleh pemerintah. Pada putaran pertama, Arseto sudah sering mendapat

kekalahan daripada kemenangan. Dari awal kompetisi, posisi Arseto sudah ada di

bagian bawah klasemen. Kemudian menjelang berakhinya putaran pertama,

Arseto sudah berada di posisi paling bawah Liga Indonesia tahun 1997/1998

wilayah tengah.

Krisis moneter Nasional dan banyaknya huru-hara juga mempengaruhi

kondisi pesepakbolaan Nasional. Pada saat Ligina 1997/1998, banyak sekali

keributan antar supoter, pemain dengan wasit karena tidak puas dengan kinerja

37

wasit. Isu suap di Liga Indonesia juga mterungkat oleh PSSI. Beberapa klub

Ligina yang kesulitan menggaji pemain terutama pemain luar negeri karena

ekonomi nasional sedang krisis.26

Kerusuhan sosial di Indonesia pada tahun 1998

juga mempengaruhi aspek sepak bola. Arseto juga mengalami hal ini ketika

suporternya rusuh melawan suporter PSIM di Solo. Pertandingan pada tanggal 16

April 1998 mempertemukan tuan rumah Arseto melawan PSIM di Sriwedari.

Bentrok terjadi karena supporter saling ejek dan saling lempar botol ke arah

lapangan maupun melakukan lemparan ke arah supporter musuh. Supporter asal

Jogja tersebut saat pulang juga melakukan tindakan anarkis kepada pertokoan dan

rumah warga di sepanjang rute pulang dari Solo ke Jogja.27

Arseto akan menghadapi partai sulit melawan tim tangguh Pelita Jaya di

Sriwedari tanggal 6 Mei 1998. Pertandingan melawan Pelita juga berakhir dengan

kerusuhan. Setelah terjadi kerusuhan massa saat sebelumnya pertandingan Arseto

melawan PSIM Jogjakarta. Kerusuhan anatara penonton dan polisi saat

pertandingan ini merupakan salah satu rentetan kerusuhan di Solo saat peristiwa

1998. Pertandingan melawan Pelita Jaya merupakan rekor penonton terbanyak

bagi Arseto dengan 30.000 penonton yang hadir di stadion melebihi kapasitas

stadion.28

Hal ini tentu saja memicu pertikaian anatar petugas ketertiban dan

penonton karena petugas harus menertibkan 30.000 orang penonton yang

membludak sampai pinggir lapangan.

26

“Banyak Klub Anggota Ligina Menjerit.” Suara Merdeka, 5 Januari

1998. Hlm 12 27

“Suporter Arseto dan PSIM Bentrok.” Suara Merdeka, 16 April 1998.

Hlm 10 28

“Pangdam: Kecerobohan Panitia.” Solopos, 8 Mei 1998. Hlm 1

38

Kerusuhan mulai terjadi ketika pertandingan memasuki babak kedua

tepatnya jam 20.15 WIB. Berbagai bentrokan antara masyarakat dengan

TNI/POLRI di luar lapangan karena krisis moneter dan krisis politik di Indonesia

ikut terbawa di stadion. Supoter mulai marah ketika melihat beberapa polisi

memasuki lapangan untuk mengamankan kerushan dan kemudian supoter mulai

melempari Polisi dari satuan Dalmas dengan batu saat Polisi akan menertibkan

supoter di tribun timur stadion Sriwedari.29

Karena kalah jumlah, polisi akhirnya

mundur dan kerusuhan berkembang ke luar stadion. Banyak pertokoan serta

mobil yang dirusak oleh massa yang mengamuk pada waktu itu . Akhirnya

pertandingan resmi ditunda karena kerusuhan supoter yang berkembang jadi

kerusuhan massa diluar stadion. Kota Medan juga terjadi insiden yang sama saat

PSMS melawan PSIS. Karena situasi keamanan yang tidak kondusif maka Ketua

PSSI membuat kesimpulan untuk memberhentikan Liga Indonesia agar

kerusuhan tidak terjadi lagi ditengah situasi politik, ekonomi dan sosial Indonesia

yang kacau. PSSI membuat kesimpulan bahwa masalah yang memicu keributan

di Solo dan Medan bukan karen situasi pertandingan namun hal lain diluar sepak

bola.30

Setelah peristiwa kerusuhan massa di Indonesia serta mundurnya Soeharto

sebagai Presiden, klub Arseto juga dinyatakan bubar oleh Sigit Haryoyudanto

pada tanggal 28 Mei 1998. Hal ini untuk menghindari sentimen masyarakat

terhadap rezim Soeharto. Keputusan pembubaran Arseto dilakukan oleh pengurus

29

Solopos, “Massa ngamuk, Solo”, tanggal7 mei 1998.

30

Solopos, “PSSI akan Stop Ligina”, tanggal 8 Mei 1998.

39

pusat Arseto di Jakarta tanggal 27 Mei 1998.31

Pengurus Arseto Solo harus

menerima keputusan pengurus pusat dan membubarkan pemain dan jajaran

pengurus Arseto Solo. Nasib pemain menjadi tidak ada kejelasan, setelah timnya

dibubarkan dan Liga Inonesia berhenti karena kerusuhan para mantan pemain

Arseto terpaksa ikut pertandingan tarkam di desa-desa agar bisa mendapatkan

uang karena pembubaran Arseto.32

Setelah Arseto bubar, kota Surakarta sudah

tidak lagi memiliki tim sepak bola di level teratas dalam persepakbolaan

Nasional. Hanya ada 1 klub sepakbola di kota Surakarta yaitu Persis. Namun

dalam perkembangannya, klub Persis hanya ada di level ketiga sepakbola

nasional dan jika bermain di Sriwedari penonton yang datang sangat sedikit,

berbeda dengan jika Arseto bermain. Masyarakat kota Surakarta yang terbiasa

melihat tim yang bermain di Divisi teratas Liga Indonesia mulai dari Arseto

pindah ke kota Suralarta pada tahun 1983. Ketika tim Arseto bubar, tim Persis

Solo yang bermain di divisi 3 Nasional tidak bisa menarik perhatian masyarakat

kota Surakarta untuk datang ke stadion dan melihat Persis bermain, walaupun

Persis Solo adalah klub asli kota Surakarta.

31

Solopos, “Tim Arseto dibubarkan”, tanggal 29 Mei 1998.

32

Solopos, “Pemain Terpaksa Ikut Tarkam”, tanggal 4 Juni 1998.

40

Tabel. 9

Klasemen Liga Indonesia tahun 1997/1998 wilayah barat

No Klub Jumlah

Bermain

Jumlah

Menang

Jumlah

Imbang

Jumlah

Kalah

Poin

1 PSMS Medan 16 9 4 3 31

2 Pelita Jaya 14 8 3 3 27

3 Persikota Tangerang 15 8 3 4 27

4 Barito Putra 17 6 6 5 24

5 Persib Bandung 15 6 4 5 22

6 PSIS Semarang 16 4 8 4 20

7 PSB Bogor 15 5 4 6 19

8 PSDS Deli Serdang 15 6 0 9 18

9 PSP 16 3 7 6 16

10 PSIM Yogyakarta 15 3 5 7 14

11 Arseto 14 3 2 9 11

Liga Indonesia pada tahun 1997/1998 dihentikan pada bulan Mei 1998

karena kerusuhan massa di Indonesia.

Sumber: Koran Kompas tanggal 23 Mei 1998. Koleksi Monumen Pers

Nasional

Berdasarkan tabel diatas, Arseto mengikuti kompetisi Liga Indonesia IV

pada tahun 1997/1998 wilayah Barat. Sama dengan kompetisi tahun lalu, format

pertandingan masih home and away. Kompetisi Liga Indonesia IV tahun

1997/1998 dihentikan karena kerusuhan Mei 1998. Arseto berada di posisi paling

bawah sebelum kompetisi dihentikan. Arseto yang bertanding sebanyak 14 kali

dengan kemenangan sebanyak 3 kali, imbang 2 kali dan kalah sebanyak 9 kali.

Prestasi Arseto pada Liga Indonesia IV tahun 1997/1998 sangat buruk. Meraih 3

kemenagan dari 14 kali bertanding. Arseto mengalami lebih dari 5 kali kekalahan

saat bertading di stadion Sriwedari. Jika kompetisi tetap dilanjutukan maka

41

Arseto Solo akan turun kasta ke kompetisi Divisi I Nasional pada tahun

berikutnya. Hasil buruk Arseto di kompetisi Liga Indonsia IV tahun 1997/1998

juga memicu kerusuhan supporter di dalam stadion dan merembet ke luar stadion.

C. Prestasi dan kemunduran Klub Arseto Tahun 1990-1998

Kemajuan sepakbola di Kota Surakarta dimulai ketika pada decade tahun

1990 an klub sepakbola Arseto mencapai puncak kejayaannya. Pada tahun 19992,

Arseto Solo berrhasil merebut juara Liga Galatama dan bisa masuk Liga

Champions Asia serta bisa masuk Liga Champions ASEAN. Kota Surakarta

kemudian menjadi salah satu kiblat persepakbolaan di Indoensia. Prestasi

gemilang Arseto mampu mengangkat nama Kota Surakarta di persepakbolaan

Nasional. Banyak dari pemain Arseto kemudian dipanggil untuk memperkuat

Timnas Indonesia pada waktu tersebut. Kejayaan tim Arseto mulai memudar

setelah penggabungan Liga Galatama dan kompetisi Perserikatan pada tahun

1994. Setalah tahun 1994, praktis Arseto tidak bisa menjadi juara. Untuk berada

di klasemen tengah juga sulit karena dampak penggabungan Liga Galatama dan

Perserikatan. Puncak dari penurunan Arseto adalah saat tahun 1996 yang hampir

terdegradasi ke kompetisi Divisi I Naasional. Klub Arseto akhirnya bubar pada

tahun 1998 menyusul kerusuhan pada Mei 1998 untuk meredakan sentiment anti

Soeharto.

42

D. Dampak Adanya Klub Sepakbola Arseto Terhadap Kehidupan

Sosial Masyarakat Kota Surakarta

1. Terbentuknya KPAS (Komunitas Pecinta Arseto Solo)

Arseto Solo merupakan klub yang mewakili Kota Surakarta didalam

persepakbolaan Indonesia paa masa modern. Masyarakat Kota Surakarta juga

lebih memilih Arseto Solo daripada Persis Solo pada dekade tahun 1990. Prestasi

yang gennilang dari Arseto dan terpuruknya Persis Solo pada dekade tahun 1990

an menjadi alas an masyarakat Kota Surakarta lebih mendukung klub Arseto

daripada klub asli Kota Surakarta yaitu Persis Solo. Masyarakat pecinta bola

Nasional lebih memahami peran supporter dan pendukung sepakbola pada

dekade tahun 1990 an. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh

sepakbola Eropa yang diikuti masyarakat Indonesia. Sebuah supporter harus lebih

berperan aktif bagi klub daripada hanya duduk meihat sebuha tim bermain di

stadion.

Kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya perkumpulan sebuah

ssupporter untuk mendukung tim sepakbola kemudian membuat supporter Arseto

membuat perkumpulan supporter dengan nama KPAS (Komunitas Pecinta Arseto

Solo). Komunitas ini dibentuk sebagai wujud faatisme terhadap klub Arseto Solo.

Jumlah KPAS tidak sebanyak jumlah Pasoepati pada amsa sekarang. Namun

KPAS merupakan salah satu komunitas masyarakat yang mendukung klub

sepakbola pertama di Kota Surakarta. Setelah klub Arseto berada di Kota

Surakarta seama 13 tahun tepatnya pada tahun 1996, Arif Budi Prasojo

berinisiatif membuat satu perkumpulan supporter untuk mendukung Arseto Solo.

43

Perkumpulan ini dinamakan KPAS (Komunitas Pecinta Arseto Solo).33

Komunitas ini dibentuk kecintan masyarakat masyarakat Kota Surakarta terhadap

Arseto Solo. Selain sebagai bukti kecintaan terhadap Arseto Solo, KPAS juga

sebagai sarana untuk mengrdinasi penonton Arseto Solo agar lebih tertib dan

santun dalam melihat pertandingan Arseto Solo. Banyak sekali kegiatan KPAS

salah satunya adalah mengawal supporter lain yang bertanding melawan Arseto

Solo.

Gambar 1.

Surat pernyataan rencana penyambutan dan pengawalan supporter PSIS

Semarang yang dilakukan oleh KPAS tanggal 10 November 1997

Sumber: Koleksi Pribadi dari Arief Budi Raharjo

33

Wawancara dengan Arief Budi Raharjo. Tanggal 12 Februari 2016.

44

Gambar tersebut merupakan sebuah surat yang menjelaskan tata cara

penyambutan supporter PSIS Semarang yang akan datang ke kota Surakarta.

YSM atau Yayasan Suporter Mahesa Jenar melawat ke Kota Surakarta untuk

melihat pertandingan PSIS Semarang melawan Arseto Solo pada tahun 1997.

2. Kerusuhan Akibat Spekabola Pada Masa Arseto Solo.

Salah satu hal negatif dari KPAS ketika terjadi kerusuhan antara

pendukung PSIM Jogjakarta saat bertanding di Surakarta. Perkelahian antara

supporter merembet kelaur stadion. Ribuan pendukung PSIM Jogjakarta yang

kecewa karena timnya kalah dengan sengaja merusak beberapa toko atau rumah

warga yang dilewati saat akan pulang kembali ke Jogja. Puluhan rumah ataupun

toko di kota Surakarta rusak dan mengakibatkan kerugian materi dan immaterial

yang tidak sedikit. Tindakan supporter sepakbola PSIM mendapat balasan dengan

pengejaran beberapa anggota supporter KPAS dengan lemparan batu dan kayu ke

kendaraan umum maupun kendaraan pribadi supporter PSIM.34

Kopassus yang mendengar berita tersebut akhirnya mencegat bus

rombongan supporter PSIM dan memaksa masuk ke dalam markas Kopassus

Kandang Menjangan. Suporter PSIM tertahan beberapa jam sebelum Sultan HB

turun tangan dan mendatangi Markas Kopassus untuk bernegosiasi agar supporter

PSIM dapat dibebaskan. Konflik supporter warga Surakarta dengan Jogjakarta

yang sering terjadi bentrokan bahkan masih dialami sampai sekarang. Mulai

jaman Arseto sampai Persis Solo, konflik social masyarakat pecinta sepakbola

34

Suara Merdeka, “Supporter Arseto dan PSIM bentrok”, tanggal 16 April

1998.

45

yang memiliki kedekatan suku, agama, bahasa dam budaya antara kota Surakarta

dan Jogjakarta tetap lestari dan berkepanjangan.

Konfil sosial yang timbul dari penonton sepakbola di kota Surakarta pada

masa Arseto juga terjadi lagi pada waktu menjelang kompetisi Liga Indonesia

tahun 1998 berakhir. Pada masa tersebut, politik social dan ekonomi Indoensia

sedang mengalami masa yang suram karena krisis moneter. Kerusuhan-kerusuhan

semakin banyak terjadi di kalangan masyarakat, hal tersebut berdampak pula pada

saat masyarakat menyaksikan pertandingan-pertandingan sepakbola. Saat

pertandingan Arseto vs Pelita Jaya timbulah konflik yang kemudian meluas ke

luar stadion dengan pengrusakan toko-toko dan kendaraan pribadi di sekitar kota

Surakarta saat pertandingan telah usai. Pertandingan ini adalah pertandingan

terakhir Arseto sebelum dibubarkan karena kerusuhan tahun 1998 karena

menyangkut keluarga Soeharto. Pertandingan ini merupakan salah satu rentetan

kerusuhan di Solo saat peristiwa 1998. Pertandingan melawan Pelita Jaya

merupakan rekor penonton terbanyak bagi Arseto dengan 30.000 penonton yang

hadir di stadion melebihi kapasitas stadion, KPAS dan ribuan penonton asal Solo

dan sekitarnya memadati Sriwedari.35

Hal ini tentu saja memicu pertikaian anatar

petugas ketertiban dan penonton karena petugas harus menertibkan 30.000 orang

penonton yang membludak sampai pinggir lapangan.Kerusuhan mulai terjadi

ketika pertandingan memasuki babak kedua tepatnya jam 20.15 WIB. Berbagai

bentrokan antara masyarakat dengan TNI/POLRI di luar lapangan karena krisis

moneter dan krisis politik di Indonesia ikut terbawa di stadion. Supoter mulai

35

Solopos, “Pangdam: Kecerobohan Panitia”, tanggal 8 Mei 1998.

46

marah ketika melihat beberapa polisi memasuki lapangan untuk mengamankan

kerushan dan kemudian supoter mulai melempari Polisi dari satuan Dalmas

dengan batu saat Polisi akan menertibkan supporter di tribun timur stadion

Sriwedari.36

Karena kalah jumlah, polisi akhirnya mundur dan kerusuhan

berkembang ke luar stadion. Banyak pertokoan serta mobil yang dirusak oleh

massa yang mengamuk pada waktu itu . Akhirnya pertandingan resmi ditunda

karena kerusuhan supoter yang berkembang jadi kerusuhan massa diluar stadion.

Kota Medan juga terjadi insiden yang sama saat PSMS melawan PSIS. Karena

situasi keamanan yang tidak kondusif maka Ketua PSSI membuat kesimpulan

untuk menstop Ligina agar kerusuhan tidak terjadi lagi ditengah situasi politik,

ekonomi dan social Indonesia yang kacau. PSSI membuat kesimpulan bahwa

masalah yang memicu keributan di Solo dan Medan bukan karen situasi

pertandingan namun hal lain diluar sepakbola.37

Setelah peristiwa kerusuhan massa

di Indonesia serta mundurnya Soeharto sebagai Presiden, klub Arseto juga

dinyatakan bubar oleh Sigit Haryoyudanto pada tanggal 28 Mei 1998. Hal ini

untuk menghindari sentimen masyarakat terhadap rezim Soeharto. Keputusan

pembubaran rseto dilakukan oleh pengurus pusat Arseto di Jakarta tanggal 27 Mei

1998.38

36

Solopos, “Masssa ngamuk, Solo siaga I”, tanggal 7 mei 1998.

37

Solopos, “PSSI akan stop Ligina”, tanggal 8 Mei 1998.

38

Solopos, “Tim Arseto dibubarkan”, tanggal 29 Mei 1998.

47