BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek...
Transcript of BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek...
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan
dari suatu penelitian. Penelitian ini mengungkapkan tentang efisiensi penggunaan
faktor produksi seperti modal dan tenaga pada industri tahu di Kabupaten Cirebon
tepatnya wilayah bagian timur. Dengan demikian yang menjadi objek dalam
penelitian ini adalah efisiensi produksi.
3.2. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menentukan metode
yang akan digunakan dalam penelitiannya. Hal ini dikarenakan metode sangat
diperlukan dalam menentukan keberhasilan penelitian untuk mencapai tujuan.
Pendapat ini diperkuat oleh Surakhmad dalam Sri (2005 : 64) yang mengatakan
bahwa :
Metode penelitian merupakan cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa
dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama tersebut
dipergunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajarannya ditinjau
dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan.
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dirumuskan, maka metode yang
digunakan adalah metode survey ekplanatory. Seperti yang diungkapkan oleh
Singarimbun dalam Mardiyani (2011) mengatakan bahwa :
52
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Metode survey eksplanotory yaitu suatu metode penelitian yang mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok dan menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
3.3. Operasional Variabel
Tabel 3.1
Operasional Variabel
Konsep Variabel Definisi Operasional Sumber Data
Efisiensi Produksi
(Y)
Definisi:
Ukuran yang
menunjukan
bagamana baiknya
sumber-sumber
daya ekonomi
digunakan dalam
proses produksi
untuk
menghasilkan
output.
Tingkat
Efisiensi
Produksi
Tingkat efisiensi
penggunaan faktor-faktor
produksi dalam proses
produksi yang ditunjukan
oleh rasio antar
perubahan output dengan
perubahan biaya input.
Maka dengan begitu kita
bisa mengetahui tingkat
efisiensi dari return to
scale nya. Return to scale
mencerminkan
keresponsifan produk
total jika semua input
ditingkatkan secara
proporsional. Terdapat
tiga kondisi return to
scale diantaranya yaitu
decreasing return to
scale, constant return to
scale, dan increasing
return to scale.
Data diperoleh dari
responden yaitu para
pengusaha tahu di
Kabupaten Cirebon
bagian timur
mengenai jumlah
produksi serta total
biaya yang
dikeluarkan untuk
kegiatan produksi.
Kedelai (X1)
Definisi:
Bahan utama yang
dibutuhkan dalam
setiap proses
produksi tahu.
Kedelai Berupa penggunaan
kedelai dalam kegiatan
produksi (Kg), jenis
kedelai yang digunakan
serta harga kedelai per
kilogram (Rupiah)
Data diperoleh dari
responden yaitu para
pengusaha tahu di
Kabupaten Cirebon
bagian timur
mengenai jumlah
kedelai yang
digunakan beserta
nilainya dalam setiap
kegiatan produksi.
Tenaga Kerja (X2)
Definisi:
Tenaga
Kerja
Input tenaga kerja yang
berupa jumlah tenaga
kerja yang digunakan dan
Data diperoleh dari
responden yaitu para
pengusaha tahu di
53
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
setiap orang yang
mampu melakukan
pekerjaan guna
menghasilkan
barang dan atau
jasa baik untuk
memenuhi
kebutuhan sendiri
maupun untuk
masyarakat.
upah dalam kegitan
produksi industri tahu di
Kabupaten Cirebon
bagian timur.
Kabupaten Cirebon
bagian timur
mengenai jumlah
tenaga kerja yang
digunakan dalam
proses produksi.
Solar (X3)
Definisi:
Bahan bakar yang
digunakan untuk
menggerakan
mesin giling
kedelai dalam
proses produksi
tahu.
Solar Berupa penggunaan solar
dalam kegiatan produksi
(liter) serta harga solar
per liter (Rupiah).
Data diperoleh dari
responden yaitu para
pengusaha tahu di
Kabupaten Cirebon
bagian timur
mengenai jumlah
solar yang
digunakan beserta
nilainya dalam setiap
proses produksi
Bahan Bakar
Definisi:
suatu materi yang
mampu diubah
menjadi energi.
Dummy
Energi
Energi yang digunakan
dalam proses produksi
pada industri tahu di
Kabupaten Cirebon
bagian timur, diantaranya
adalah:
-gas
-batu bara
-minyak solar
-kayu bakar
-serbuk kayu
Data diperoleh dari
responden yaitu para
pengusaha tahu di
Kabupaten Cirebon
bagian timur
mengenai bahan
bakar yang
digunakan dalam
proses produksi
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1. Populasi
Menurut Arikunto (2010 : 173) menyatakan bahwa “populasi adalah seluruh
subjek penelitian”. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
produsen tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur dengan jumlah 73 unit usaha.
Penentuan daerah penelitian tersebut dilakukan dengan sengaja (purposive)
54
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Cirebon bagian Timur terkenal
dengan industri tahunya.
3.4.2. Sampel
Dalam penelitian ini, jenis pengambilan sampel yang digunakan adalah
sampling jenuh. Menurut Riduwan (2010: 64) sampling jenuh ialah teknik
pengambilan sampel apabila semua sampel digunakan sebagai sampel dan dikenal
dengan istilah sensus. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
seluruh dari populasi atau sebanyak 73 perusahaan tahu di Kabupaten Cirebon
bagian Timur.
3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Menurut Riduwan (2010 : 97) yang dimaksud dengan metode pengumpulan
data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Metode (cara atau teknik) menunjuk suatu kata yang abstrak
dan tidak diwujudkan benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya
melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi dan lain-lain. Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah :
1. Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang
bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan
pengguna.
2. Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasil langsung dari sumbernya.
55
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.
3.6. Teknik Analisis Data
3.6.1. Model Fungsi Cobb-Douglas
Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Ordinary Least
Square (OLS), sedangkan teknik yang digunakan adalah regresi linear berganda
melalui fungsi Cobb-Douglass yang di transformasikan ke dalam bentuk
logaritma, yaitu:
lnYi = lnβ1 + β2lnKi + β3lnLi + ui
= β0 + β2lnKi + β3lnLi+ui
dimana β0 = lnβ1
Adapun karakteristik dari fungsi produksi Cobb-Douglass tersebut adalah
sebagai berikut:
a. β2 adalah elastisitas output (parsial) terhadap input tenaga kerja yang
mengukur perubahan persentase dari output dengan menganggap input
modal konstan.
b. Demikian juga, β3 adalah elastisitas output (parsial) terhadap input modal,
dengan menganggap input tenaga kerja konstan.
c. Penjumlahan (β2+β3) menggambarkan return to scale, yaitu respon output
yang disebabkan oleh perubahan proporsional pada input.
56
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3.6.2. Menghitung Efisiensi Produksi
3.6.2.1. Efisiensi Teknis
Secara matematis, efisiensi teknis dapat diketahui melalui elastisitas
produksinya.
atau
(Mubyarto, 1989: 80)
Dikarenakan ∆Y/∆X adalah Marjinal Physical Product (MPP) dan Y/X
adalah Average Physical Product (APP).
Efisien teknis akan tercapai pada Ep = 1 yaitu:
atau
MPP = APP
(Mubyarto, 1989 : 80)
Efisiensi teknis selain dapat diketahui dari tingkat elastisitas produksi juga
merupakan koefisien regresi dari fungsi Cobb-Douglas. Efisiensi teknis tercapai
pada saat koefisien regresi = 1 atau pada saat produksi rata-rata tertinggi (Ep / Σ bi
= 1 ). Menurut Soekartawi (1989: 40) untuk mengetahui efisiensi teknis faktor
produksi dapat dilihat melalui tingkat elastisitas (Σ bi), yaitu jika :
57
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Σ bi=1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Constant Returns to Scale”.
Dalam keadaan demikian penambahan faktor produksi akan proporsional
dengan penambahan produksi yang diperoleh.
b. Σ bi<1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Decreasing Returns to Scale”.
Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan
faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
c. Σ bi>1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Increasing Returns to Scale”.
Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
Efisiensi secara teknis terjadi apabila Ep = b = 1.
3.6.2.2. Efisiensi Harga
Untuk menghitung efisiensi harga, dapat dianalisis dengan memenuhi
syarat kecukupan sebagai berikut :
(Mubyarto, 1989: 76)
di mana :
MP = Marginal Product masing- masing faktor produksi
P = Harga masing – masing faktor produksi
X1 = modal
X2 = tenaga kerja
X3 = bahan baku
58
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Secara matematis ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
Efisiensi Harga =
Produk Marginal =
(Mubyarto, 1989: 76)
di mana:
MP = Tambahan hasil Produksi (Marginal Product)
bi = Elastisitas produksi
Y = Rata-rata hasil produksi
Xi = Rata-rata faktor produksi
Px = Harga Faktor Produksi
Efisiensi akan tercapai apabila perbandingan antara Produk Marginal (PM)
dengan Harga Faktor Produksi (Px) = 1.
3.6.2.3. Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi merupakan perbandingan antara nilai marjinal dengan
harga faktor produksi, dari masing-msing faktor produksi yang digunakan. Secara
matemtis efisiensi ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
MVP = Marginal Value Product
P = Harga masing-masing faktor produksi
X1 = Kedelai
X2 = Tenaga Kerja
X3 = Solar
Px = Harga per unit
59
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kemudian rumus dari efisiensi ekonomi adalah :
Dimana bi merupakan koefisien regresi atau koefisien elastisitas. Untuk
mengetahui efisiensi faktor produksi dengan menggunakan rasio antara Marginal
Value Product (MVP) dan nilai satu unit faktor produksi (Px), jika :
MVPx1 / Px1 > 1 artinya penggunaan input X belum mencapai efisiensi
optimum. Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah.
MVPx1 / Px1 = 1 artinya penggunaan input X sudah mencapai efisiensi
optimum. Maka input X harus dipertahankan.
MVPx1 / Px1 < 1 artinya penggunaan input X sudah melebihi titik optimum
(tidak efisien). Untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.
(Soekartawi, 1994: 42)
3.6.3. Menghitung Skala Hasil
Untuk menguji skala kenaikan hasil sama dengan satu atau tidak sama
dengan satu yang dicapai dalam proses produksi maka digunakan jumlah
elastisitas produksi (∑bi). Dari hasil penjumlahan tersebut ada tiga kemungkinan
yang terjadi, yaitu :
a. Jika Σbi > 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi
skala output yang meningkat (Increasing Returns to Scale).
b. Jika Σbi = 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi
skala output yang konstan (Constant Returns to Scale).
60
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Jika Σbi < 1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi
skala output yang menurun (Decreasing Returns to Scale).
(Soekartawi, 1994: 170)
3.7. Uji Asumsi Klasik
3.7.1. Uji Multikolinearitas
3.7.1.1. Cara Mendeteksi Multikolinearitas
Pada dasarnya multikolinearitas merupakan fenomena sampel, yang sering
timbul pada data non eksperimen yang dikumpulkan dalam sebagian besar ilmu
sosial, kita tidak memiliki salah satu metode unik untuk mendeteksi aturan
mengenai kekuatannya.
Untuk itu ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan multikolinearitas
pada suatu situasi dimana melibatkan model-model yang memiliki lebih dari dua
variabel penjelas. Namun salah satunya cara untuk mendeteksi adanya
multikolinearitas adalah dengan cara melihat R2 nya.
Multikolinearitas terjadi jika R2 tinggi, katakanlah melebihi 0,8 maka uji F
pada sebagian besar kasus akan menolak hipotesis yang menyatakan bahwa
koefisien kemiringan parsial secara simultan sama dengan nol. Tetapi uji t
individu akan menunjukkan bahwa tidak ada atau sangat sedikit koefisien
kemiringan parsial yang secara statistik tidak nol.
3.7.1.2. Cara Penyembuhan Multikolinearitas
Terdapat banyak cara yang dilakukan untuk menghilangkan masalah
multikolenearitas, akan tetapi dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk
menghilangkan masalah multikolinearitas yaitu dengan meningkatkan ukuran
61
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sampel. Hal ini dikarenakan multikolinearitas merupakan ciri-ciri sampel
sehingga ada kemungkinan bahwa sampel lain melibatkan variabel kolinear yang
sama, dengan kemungkinan permasalahan yang tidak serius seperti pada sampel
yang pertama.
3.7.2. Uji Heteroskedastisitas
3.7.2.1. Cara Mendeteksi Heteroskedastisitas
Breusch Pagan Godfrey mengembangkan model yang tidak memerlukan
penghilangan data c dan pengurutan data, sebagai alternatif dari model Golgfeld-
Quandt. Metode Breusch Pagan Godfrey (BPG) ini bisa dijelaskan dengan model
regresi sederhana sebagai berikut.
Diasumsikan bahwa varian dari residual mempunyai fungsi sebagai berikut.
( )
adalah fungsi dari variabel nonstokastik Z. Kemudian diasumsikan bahwa:
adalah fungsi linier dari variabel Z. Jika , maka
berarti nilainya
konstan. Maka untuk menguji apakah adalah heteroskedastisitas maka hipoteis
yang diajukan adalah bahwa .
Berikut ini langkang-langkah pengujian metode Breusch Pagan Godfrey ata
Lagrange Multiplier (LM):
1. Estimasi persamaan { ( )} dengan OLS dan dapatkan
residualnya (e).
2. Mencari ∑
62
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Mencari pi yang didepinisikan sebagai: 깠
4. Regresi pi terhadap variabel Z (atau = X) sebagai berikut:
5. Dapatkan ESS (Exsplained Sum of Square) dari persamaan {
} dan kemudian dapatkan:
( )
Jika residual didalam persamaan { } terdistribusi normal
maka ½ (ESS) akan mengikuti distribusi chi-square (χ2) sebagai berikut:
( )
6. Ketentuannya jika ada variabel z berjumlah m maka ɸ akan mengikuti
distribusi χ2
dengan digree of freedom (m-1). Oleh karena itu:
Jika nilai ɸ hitung lebih besar dari nilai kritis χ2
maka ada
heteroskedastisitas.
Jika nilai ɸ hitung lebih kecil dari nilai kritis χ2
maka tidak ada
heteroskedastisitas (atau dalam kondisi homokedastisitas).
(Rohmana, 2010: 177)
3.7.2.2. Cara Penyembuhan Heteroskedastisitas
Cara yang digunakan untuk menyembuhkan gejala heteroskedasisitas dalam
penelitian ini adalah metode White. Metode White dikenal juga dengan varian
heteroskedastisitas terkorelasi (heteroscedasticity-corrected variances). Jika
umpamakan kita memliki model sederhana seperti berikut :
Yi = β0 + β1 X1 + ei
Dimana var (ei) = σ i 2
63
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Jika model mempunyai varian rsidual yang tidak sama, maka varian estimator
tidak lagi efisien. Varian estimator menjadi :
( ) ∑
(∑ )
Karena σ i 2
tidak bisa dicari langsung, maka White mengambil residual kuadrat
dari persamaan di atas sebagai proksi dari σ i 2
. Maka kemudian varian estimator
menjadi:
( ) ∑
(∑ )
Sebagaimana ditunjukkan oleh White, varian ( ) dalam persamaan sebelumnya
adalah estimator yang konsisten dari varian dalam persamaan. Ketika sampel
bertambah maka varian persamaan pertama akan menjadi varian persamaan
kedua.
3.7.3. Uji Autokorelasi
3.7.3.1. Cara Mendeteksi Autokorelasi
Bruesch dan Godfrey mengembangkan uji autokorekasi yang lebih umum
dan dikenal dengan Uji Lagrange Multiplier (LM). Untuk mengetahui Uji LM ini
misalkan kita mempunyai model regresi sederhana berikut:
Sebenarnya kita bisa memasukan lebih dari satu variabel indevenden, ini
hanya untuk memudahkan saja dulu. Kita asumsikan model residualnya mengikuti
model autoregreif dengan order p atau disingkat AR(p) sebagai berikut:
64
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dimana dalam model ini mempunyai ciri E ( ) ; var (
) ; dan cov
( ) .
Sebagaimana uji DW untuk AR (1), maka hipotesis nul tidak adanya autokorelasi
untuk model AR (p) dapat dirumuskan:
Jika kita menerima H0 maka dikatakan tidak ada autokorelasi dalam model.
Prosedur uji dari LM adalah sebagai berikut:
1. Estimasi persamaan yang ada dengan meode OLS dan kita dapatkan
residualnya
2. Melakukan regresi residual eidengan variabel indevenden Xt (jika ada lebih
dari satu variabel indevenden maka kita harus memasukan semua variabel
indevenden) dan lag dari residual . Langkah kedua ini
dapat ditulis sebagai berikut:
읊
3. Jika sampel adalah besar, maka menurut Bruesch dan Godfrey maka model
dalam persamaan { }
akan mengikuti distribusi Chi-Squares dengan df sebanyak p. Nilai itung
statistik Chi-Squares dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
( )
Jika (n – p) R2 yang merupakan Chi-Squares (χ) hitung lebih besar dari nilai
kritis chi-squares pada derajat kepercayaan tertentu (α), kita menolak
hipotesis nul (Ho), hal ini berarti paling tidak ada satu p dalam persamaan
{ } secara statistik signifikan tidak
65
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sama dengan nol. Ini menunjukan adanya masalah autokorelasi dalam
model, dan sebaliknya jika nilai Chi-Squares hitung lebih kecil dari nilai
kritisnya maka kita menerima hipotesis nul. Artinya, model tidak
mengandung unsur autokorelasi karena semua nilai p sama dengan nol.
4. Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai
probabilitasnya.
Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari (>) α = 5%, berarti tidak ada
autokorelasi.
Jika nilai probabilitasnya lebih kecil atau sama dengan (≤) dari α = 5%,
berarti ada autokorelasi.
3.7.3.2. Cara Penyembuhan Autokorelasi
Apabila data mengandung autokorelasi, data harus segera diperbaiki agar
model tetap dapat digunakan. Terdapat beberapa alternatif menghilangkan
masalah autokorelasi diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Jika struktur autokorelasi (ρ) diketahui, masalah autokorelasi dapat diatasi
dengan melakukan transformasi terhadap persamaan. Metode ini sering juga
disebut dengan generalized difference equation. Misal kita memiliki model
regresi sederhana berikut, dengan residual (et) mengikuti pola autoregresif
tingkat pertama AR(1), seperti pada persamaan berikut ini.
dengan
66
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Diasumsikan residual vt memenuhi asumsi residual model OLS, yakni E (vt)=0,
var (vt)=σ2, dan cov (vt,vt-1)=0. Kemudian apabila persamaan di atas
didiferensikan satu periode akan menjadi:
Jika kemudian kedua sisi persamaan kita kalikan dengan ρ, maka menghasilkan
persamaan:
Dilanjutkan dengan mengurangi persamaan awal dan akhir, akan diperoleh
persamaan diferensi tingkat pertama berikut:
( )
( ) ( )
Dimana vt = et – ρet-1 dan sudah memenuhi asumsi OLS seperti pada
persamaan dengan . Persamaan
dengan dapat ditulis menjadi persamaan sebagai berikut:
Dengan ( )
( )
( )
(Rohmana, 2010: 203)
b. Jika struktur autokorelasi (ρ) tidak diketahui, masalah autokorelasi dapat
diatasi dengan mencari nilai ρ dengan menggunakan Metode Cochrane-Orcutt.
Cochrane-Orcutt merekomendasikan untuk mengestimasi ρ dengan regresi
yang bersifat iterasi sampai mendapatkan nilai ρ yang menjamin tidak terdapat
67
Teguh Nugraha, 2013 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Produksi Tahu (Studi Kasus pada Produsen Tahu di Kabupaten Cirebon bagian Timur) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
masalah autokorelasi dalam model. Adapun metode iterasi dari Cochrane-
Orcutt dapat kita jelaskan sebagai berikut:
1. Estimasikan persamaan di atas untuk memperoleh residual êt.
2. Lakukan regresi untuk memperoleh nilai dengan persamaan berikut ini:
3. Dengan yang kita dapatkan pada langkah kedua kemudian kita jalankan
regresi persamaan berikut ini:
( ) ( )
atau dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut:
dimana: ( )
4. Karena kita tidak mengetahui apakah nilai yang diperoleh dari persamaan
di atas adalah nilai estimasi yang terbaik, maka masukkan nilai
( ) dan yang diperoleh persamaan di atas ke dalam persamaan
awal dan kemudian dapat residualnya
sebagai berikut:
5. Kemudian estimasi regresi sebagai berikut:
yang kita peroleh dari persamaan di atas (langkah 4) ini merupakan
langkah kedua mengestimasi nilai ρ.
(Rohmana, 2010: 209)