BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian...

66
BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia (Catherine Marshal, 1995). Poerwandari (2007) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya. Definisi di atas menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia. Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian kualitatif oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir. Proses yang dilakukan dalam penelitian ini memerlukan waktu dan kondisi yang berubah-ubah maka definisi penelitian ini akan berdampak pada desain penelitian dan cara-cara dalam melaksanakannnya yang juga berubah-ubah atau bersifat fleksibel. Sasaran penelitian kualitatif utama ialah manusia karena manusialah sumber masalah, artefak, peninggalan-peninggalan peradaban kuno dan lain sebagainya. Intinya sasaran penelitian kualitatif ialah manusia dengan segala kebudayaan dan kegiatannya. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian...

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba

untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang

ada dalam interaksi manusia (Catherine Marshal, 1995). Poerwandari (2007)

mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data

yang sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan,

gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya.

Definisi di atas menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian

kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia.

Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian

kualitatif oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih

berfokus pada proses dari pada hasil akhir.

Proses yang dilakukan dalam penelitian ini memerlukan waktu dan kondisi

yang berubah-ubah maka definisi penelitian ini akan berdampak pada desain

penelitian dan cara-cara dalam melaksanakannnya yang juga berubah-ubah

atau bersifat fleksibel.

Sasaran penelitian kualitatif utama ialah manusia karena manusialah

sumber masalah, artefak, peninggalan-peninggalan peradaban kuno dan lain

sebagainya. Intinya sasaran penelitian kualitatif ialah manusia dengan segala

kebudayaan dan kegiatannya.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian kualitatif dipandang lebih sesuai untuk mengetahui dinamika

gambaran kecemasan ayah dalam menghadapi anak penderita thalassaemia.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Poerwandari (2007) bahwa

pendekatan yang sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami

manusia dengan segala kekompleksitasannya sebagai makhluk subjektif

adalah pendekatan kualitatif. Kecemasan adalah hal yang bersifat subjektif

yang dapat dirasakan setiap individu, dengan hal tersebutlah diharapkan dapat

memberikan gambaran yang luas mengenai gambaran kecemasan ayah dalam

menghadapi anak penderita thalassaemia. Oleh karena itu peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam meneliti kecemasan

ayah dalam menghadapi anak penderita thalassaemia, sehingga hasil yang

didapat dari peneliti ini dapat memeberikan gambaran yang luas tentang

kecemasan ayah yang menghadapi anak sebagai penderita thalassaemia. Jenis

penelitian kualitatif yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

B. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, hal

ini disebabkan karena sifat dari penelitian kualitatif terbuka dan luwes, tipe

dan metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam,

disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti.

Jika diperhatikan, metode yang paling banyak digunakan dalam penelitian

kualitatif adalah metode wawancara dan observasi. Maka dengan itu,

penelitian yang akan dilakukan ini pun menggunakan metode yang sama

yaitu metode wawancara. Alasan dipilihnya metode wawancara dalam

penelitian ini adalah karena didalam penelitian ini, informasi yang diperlukan

adalah berupa kata-kata yang diungkapkan subjek secara langsung, sehingga

dapat dengan jelas menggambarkan perasaan subjek penelitian dan mewakili

kebutuhan informasi dalam penelitian.

Wawancara

Banister, dkk (dalam Poerwandari, 2007) mengungkapkan wawancara

adalah percakapan dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai

Universitas Sumatera Utara

tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk

memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami

individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan

eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui

pendekatan lain.

Menurut Stewan dan Cash (2000), wawancara adalah suatu proses

komunikasi interaksional antara dua orang, setidaknya satu diantaranya

memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, dan biasanya

melibatkan pemberian dan menjawab pertanyaan.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam yaitu wawancara yang tetap menggunakan pedoman wawancara,

namun penggunaannya tidak seketat wawancara terstruktur. Penelitian ini

menggunakan pedoman wawancara yang bersifat umum, yaitu pedoman

wawancara yang harus mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa

menentukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara digunakan untuk

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus

menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah

dibahas atau dinyatakan (Purwandari, 2001). Adapun aspek yang ingin

diungkap peneliti melalui wawancara dalam penelitian ini adalah hal-hal yang

berhubungan dengan kecemasan ayah dalam menghadapi anak penderita

thalassaemia yang ditinjau dari perannya sebagai ayah. Meliputi, gambaran

kecemasan ayah, penyebab dari kecemasan ayah, faktor yang mempengaruhi

kecemasan ayah, dan peran ayah dalam menghadapi anak penderita

thalassemia.

C. Responden Penelitian

1. Karakteristik Responden Penelitian

Pemilihan responden penelitian didasarkan pada ciri-ciri tertentu. Dalam

penelitian ini akan diambil tiga orang responden. Adapun ciri-ciri responden

tersebut adalah ayah dari anak yang menderita Thalassaemia yang anaknya

didiagnosa menderita thalassaemia, baik perempuan maupun laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Alasan peneliti untuk mengikutsertakan responden dengan ciri di atas

adalah ingin melihat adanya kemungkinan bagi orangtuanya, khususnya bagi

ayah sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya sampai menjadi kecemasan

terhadap kondisi anak yang didiagnosa thalassaemia, oleh sebab itu peneliti

mengikutsertakan responden penelitian dengan karakteristik seperti diatas.

2. Jumlah Responden Penelitian

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2007), desain kualitatif memiliki

sifat yang luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah

sampel yang harus diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat

tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan

waktu dan sumber daya yang tersedia.

Jumlah responden penelitian ini adalah tiga orang ayah yang memiliki

anak penderita thalassaemia. Alasan utama pengambilan jumlah responden

tersebut adalah adanya keterbatasan dari peneliti sendiri baik itu waktu, biaya,

maupun kemampuan peneliti sendiri.

3. Prosedur Pengambilan Responden Penelitian

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pengambilan

sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory-

based/ operational construct sampling). Sampel dipilih dengan kriteria

tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi

sebelumnya atau sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar

sample sungguh-sungguh mewakili (bersifat representative terhadap) fenomena

yang dipelajari.

D. Alat Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2001), dalam metode wawancara, alat yang

terpenting adalah peneliti sendiri. Namun untuk memudahkan pengumpulan

data, peneliti membutuhkan alat bantu.

D. 1. Alat Bantu Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara

1. a. Alat perekam

Alat perekam digunakan sebagai alat bantu agar tidak ada informasi

yang terlewatkan dan selama wawancara peneliti dapat berkonsentrasi pada

apa yang ditanyakan tanpa harus mencatat. Alat perekam ini juga

memudahkan peneliti mengulang kembali hasil wawancara agar dapat

diperoleh data yang utuh, sesuai dengan apa yang disampaikan responden

dalam wawancara. Hal ini berguna untuk meminimalkan bias yang sering

terjadi karena keterbatasan dan subjektivitas peneliti. Alat perekam ini

digunakan dengan seizin responden.

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai

aspek-aspek yang harus digali, serta apa yang sudah atau balum ditanyakan.

Adanya pedoman wawancara juga kan memudahkan peneliti membuat

kategorisasi dalam melakukan analisis data. Dalam penelitian tentang gambaran

kecemasan ayah dalam menghadapi anak penderita thalassaemia dan hal-hal

yang akan digali dalam wawancara meliputi aspek-aspek seperti: gambaran

kecemasan ayah, penyebab dari kecemasan ayah, faktor yang mempengaruhi

kecemasan ayah, dan peran ayah dalam menghadapi anak penderita

thalassemia.

E. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti akan melakukan

sejumlah hal yang diperlukan dalam penelitian.

a) Mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyebab

kecemasan pada ayah dalam menghadapai anak berpenyakit serius.

Peneliti mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dan

sekumpulan teori-teori yang berhubungan dengan kecemasan,

terutama yang berkaitan dengan penyakit thalassaemia, dan

selanjutnya menentukan responden yang akan diikut sertakan

dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara

b) Membangun Raport pada responden

Menurut Moleong (2002), rapport adalah hubungan antara peneliti

dengan subjek penelitian yang sudah melebur sehingga seolah-olah

tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya. Dengan

demikian subjek dengan sukarela dapat menjawab pertanyaan

peneliti atau memberi informasi kepada peneliti.

c) Menyusun pedoman wawancara

Peneliti menyusun pedoman wawancara yang didasari oleh

kerangka teori yang ada, guna menghindari penyimpangan dari

tujuan penelitian yang dilakukan.

d) Persiapan untuk pengumpulan data

Mengumpulkan informasi tentang responden penelitian. Setelah

mendapatkan informasi tersebut, peneliti menghubungi calon

responden untuk menjelaskan mengenai penelitian yang akan

dilakukan dan menanyakan kesediannya untuk dapat berpartisipasi

dalam penelitian yang akan dilakukan.

e) Menentukan jadwal wawancara

Setelah mendapat persetujuan dari responden, peneliti meminta

responden untuk bertemu mengambil data. Hal ini dilakukan

setelah melakukan raport terlebih dahulu. Kemudian, peneliti dan

responden mengatur dan menyepakati waktu untuk melakukan

wawancara.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti

memasuki tahap pelaksanaan penelitian.

1. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara

sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang

waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama

dengan responden.

Universitas Sumatera Utara

2. Melakukan wawancara sesuai dengan pedoman wawancara

wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara,

hal ini berujuan agar peneliti tidak kehabisan pertanyaan.

3. Memindahkan rekaman hasil wawancara kedalam bentuk transkip

verbatim

setelah hasil wawancara diperoleh, peneliti memindahkan hasil

wawancara dan observsi kedalam verbatim tertulis. Pada tahap ini,

peneliti melakukan coding, yaitu membubuhkan kode-kode pada

materi yang diperoleh. Coding dimasukkan untuk dapat

mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap

dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran

tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2001).

4. Melakukan analisis data

bentuk transkip yang telah selesai, kemudia dibuat salinannya dan

diserahkan kepada pembimbing. Pembimbing mendapatkan

verbatim untuk mendapatkan gambaran yang jelas.

5. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran

setelah analisi data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan

untuk menjawab permasalahan. Kemudian peneliti meneruskan

diskusi terhadap kesimpulan dan seluruh hasil penelitian,

kesimpulan data dan diskusi yang telah dilakukan, peneliti

mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya.

3. Tahap Pencatatan Data

Untuk memindahkan proses pencatatan data, peneliti menggunakan

alat perekam sebagai alat bantu, agar data yang diperoleh dapat lebih

akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Sebelum wawancara dimulai,

meneliti meminta izin kepada responden untuk merekam wawancara yang

akan dilakukan. Hasil wawancara yang dilakukan akan ditranskripkan

kedalam bentuk verbatim untuk dianalisa.

Universitas Sumatera Utara

4. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian

kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007).

Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas)

aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan

merupakan interaksi berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas

penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian

kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud

mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok

sosial, atau pola interaksi yang kompleks.

Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas

penelitian ini, yaitu dengan:

1. Melakukan pemilihan sampel yang sesuai dengan karakteristik

penelitian, dalam hal ini adalah ayah yang memiliki anak penderita

thalassaemia.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan faktor-faktor kecemasan

yang meliputi timbulnya kecemasan yang dipengaruhi oleh keluarga

(faktor neurobiologis, dan kepribadian), adanya trauma dari peristiwa-

peristiwa psikologis tertentu, stress, serta adanya kegagalan dalam

belajar.

3. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk

mendapatkan data yang akurat.

4. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data

dilapangan. Hal ini memungkinkan peneliti mendapat informasi yang

lebih banyak tentang subjek penelitian.

5. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing, dan dosen yang ahli

dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan

kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil

penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan

peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara

6. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data dengan

melihat hasil wawancara yang dilakukan pertama kali dengan hasil

wawancara yang dilakukan setelahnya.

F. Metode Analisa Data

Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolute untuk

mengolah dan menganalisis data (Poerwandari, 2001). Beberapa tahapan

dalam menganalisa data kualitatif menurut Poerwandari, 2001 yaitu :

1. Organisasi data

Pengolahan dan analisis sesungguhnya dimulai dengan

mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan

banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya

dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Hal-hal yang penting

untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan,

kaset hasil rekaman), data yang sudah proses sebagainya (transkip

wawancara), data yang sudah ditandai/ dibubuhi kode-kode dan

dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan

langkah analisis.

2. Coding dan analisis

Langkah penting pertama sebelum sebelum analisis dilakukan

adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Coding

dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan membuat sistematis data

secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan

lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian pada

gilirannya peneliti dapat menemukan makna dari data yang

dikumpulkannya. Semua peneliti kualitatif menganggap coding adalah

tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dan yang lain

memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya

penelitilah yang berhak dan bertanggung jawab memilih cara coding yang

dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya.

3. Pengujian terhadap dugaan

Universitas Sumatera Utara

Dugaan adalah kesimpulan wawancara. Dengan mempelajari data,

kita mengembangkan dugaan-dugaan dan kesimpulan-kesimpulan

sementara. Dugaan yang berrkmbang tersebut juga harus dipertajam dan

diuji ketepatannya.

4. Strategi analisis

Patton dan Poerwandari (2001) menjelaskan bahwa proses analisis

dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban-jawaban atau

kata-kata responden sendiri (indegenous concept) maupun konsep-konsep

yang dikembangkan atau dipilih peneliti untuk menjelaskan yang

dianalisis (sensitizing concept). Kata-kata kunci dapat diambil dari istilah

yang dipakai oleh responden sendiri, yang oleh peneliti dianggap benar-

benar tepat dan dapat mewakili fenomena yang dijalaskan.

5. Tahap interpretasi

Meskipun dalam penelitian kualitatif istilah ‘analisis’ dan

‘interpretasi’ sering digunakan bergantian, Kvale dalam Poerwandiri

(2001) menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami

data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki

pespektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data

melalui perspektif tersebut.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

INTERPRETASI DATA

2. Responden II

a. Gambaran Umum Responden II

TABEL 3. IDENTITAS RESPONDEN

Identitas Responden Responden I Istri Responden I

Nama Inisial

Usia

Usia Perkawinan

Agama

Pendidikan

Pekerjaan

Suku Bangsa

Jumlah anak

Jumlah Anak Thalassaemia

Identitas Responden:

SA

35 tahun

10 tahun

Islam

-

Tidak Tetap/ Jelas

Jawa

1 orang

Saat ini hanya memilikianak tunggal

Identitas Istri Responden:

YT

33 tahun

10 tahun

Islam

-

Buruh Pabrik

Jawa

1 orang

Saat ini hanya memilikianak tunggal

Identitas Anak Responden

Nama Samaran

Jenis Kelamin

Usia

Agama

Pendidikan

Dhoni

Laki-laki

9 tahun

Islam

SD

Universitas Sumatera Utara

Pekerjaan

Suku Bangsa

Diagnosa penyakit

Siswa SD kelas III

Jawa

Dhoni pertama kali didiagnosa menderitathalassaemia ketika ia masih bayi berumur tigabulan. Saat itu Dhoni yang masih bayi demam dankulitnya berwarna kuning. Ketika di bwa berobat kePuskesmas, ia hanya di beri obat penambah darah,yang kemudian oleh responden II di bawa pergiberobat ke dokter spesialis anak dan kemudian daridokter tersebut di sarankan merujuk ke RumahSakit Umum. Setelah pemeriksaan yang intensifdengan pemeriksaan laboratorium dan BMP, hasilyang diberikan dokter adalah Dhoni menderitathalassaemia yang sifat penyakitnya diturunkanoleh kedua orangtuanya.

a.1. Hasil Observasi Responden II

Pada pengamatan yang dilakukan pada responden saat wawancara

diperoleh data observasi mengenai responden II, yaitu; responden II memiliki

tubuh yang cenderung kurus, tidak terlalu tinggi, sedikit berkumis, dan

rambut yang sedikit lurus. Wawancara pertama dilakukan di rumah

sakit umum Haji Adam Malik Medan, saat itu beliau seperti halnya pada

responden I ikut menghadari pertemuan antara para orangtua penderita

thalassaemia dan para dokter yang menangani pasien-pasien thalassaemia.

Beliau datang memang dalam rangka pertemuan tersebut dan tidak ada

agenda jadwal transfusi darah anaknya dan beliau datang hanya seorang diri.

Wawancara selanjutnya selalu dilakukan di kediaman beliau di jalan

Marindal, kecamatan Patumbak, Deli Serdang dan berlangsung sampai lima

puluh menit hingga satu jam lamanya dalam setiap sesi wawancara.

Universitas Sumatera Utara

Wawancara yang dilakukan di ruang tamu rumah responden, antara

responden dan iter duduk berseberangan. Saat wawancara berlangsung

responden II menjawab dan memberikan respon baik dan terlihat tenang

dalam memberikan jawaban atau respon dari setiap pertanyaan yang diajukan

oleh peneliti. Pada pertemuan terakhir wawancara anak responden II terlihat

lebih banyak menemani responden dengan bermain mobil-mobilannya di

tempat berlangsungnya wawancara.

Pada saat wawancara berlangsung, responden juga beberapa kali terlihat

bersemangat dalam merespon apa yang ditanyakan oleh peneliti.

Kesehariannya ayah yang akan memiliki anak kedua ini menghabiskan waktu

lebih banyak di rumah ketimbang istrinya, hal ini karena ia memiliki

pekerjaan yang tidak tetap berbeda dengan istrinya yang bekerja sebagai

buruh pabrik di sebuah pabrik yang tidak begitu jauh dari pemukiman tempat

tinggal mereka. Responden II mengaku bahwa ia bekerja sesuai dengan

borongan suatu perusahaan, jika ada panggilan kerja biasanya berada di luar

kota Medan dan akan berada di daerah tersebut selama beberapa hari sampai

pekerjaannya selesai dan kemudian pulang kembali. Masih menurutnya, uang

hasil bekerjanya masih belum dapat memenuhi keperluan dan kebutuhan

dirinya dan keluarganya, hal itulah yang membuat istri dari responden II ini

untuk ikut membantu mencari nafkah sebagai tambahan penghasilan

keluarga. Sebagai tambahan lainnya, responden II juga pernah menerima

mengerjakan tempahan box speaker atau membuat kusen rumah, akan tetapi

karena alasan kesehatan ia tidak lagi mengerjakan hal tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Hunian yang di tempati oleh responden II bersama keluarganya

merupakan hunian yang sederhana, dan menurut pengakuan responden II

rumah tersebut merupakan rumah orangtua responden II. Terdapat teras

depan, ruang tamu, beberapa kamar, ruang makan yang bersatu dengan ruang

keluarga, serta dapur di bagian belakang ruang tamu yang merangkap sebagai

ruang makan, dan pekarangan di belakang rumah.

a.2. Riwayat Penyakit Anak Responden II

Dhoni merupakan anak laki-laki tunggal dari responden II dan istrinya YT.

Usianya 9 tahun yang di diagnosa sejak ia masih bayi berumur 3 bulan.

Pemeriksaan dilakukan terhadap Dhoni karena pada saat itu ia mengalami

demam tinggi dan kulitnya berwarna kuning kepucat-pucatan. Dhoni yang

pertama kali dibawa ke Puskesmas terdekat mendapat pertolongan obat

penambah darah, kemudian pulang ke rumah, baru dua hari, kondisi kembali

sama. Responden II sebagai ayah kemudian membawa Dhoni yang masih

bayi berobat ke dokter spesialis anak yang terdekat. Kemudian dokter tersebut

memberi surat rujukan untuk berobat secara intensif di Rumah Sakit Umum

H. Adam Malik Medan. Di rumah sakit tersebut, responden II di sarankan

agar Dhoni melakukan pemeriksaan laboratorium dan BMP, yang kemudian

hasil yang diberikan dokter bahwa Dhoni menderita thalassaemia. Sejak di

diagnosa menderita thalassaemia, maka setiap bulannya menjalani transfusi

bahkan sampai saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Saat ini Dhoni sudah 9 tahun menjalankan hidupnya sebagai orang dengan

thalassaemia. Jika iter memperhatikan ciri fisik Dhoni, ia memiliki ciri fisik

yang sehat, meskipun kulitnya berwarna pucat hitam-kekuningan, badan yang

cenderung kurus, yang menandakan ciri khas dari seorang penderita

thalassaemia, namun ekspresi Dhoni terlihat segar, dan tidak terlihat seperti

seseorang yang menderita sakit apapun. Menurut responden II, Dhoni di

transfusi apabila ia sudah terlihat lemas, lesu dan pucat. Sama seperti halnya

Hani, putri dari responden I, Dhoni di transfusi setiap bulan namun tidak

selalu sama setiap tanggalnya. Pada saat kondisinya menurun menjadi lemas

dan lesu, maka responden II selalu menanyakan terlebih dahulu dengan Dhoni

apakah bersedia jika dibawa ke rumah sakit atau tidak. Menurut responden II

hal itu penting dilakukan karena jika tanpa persetujuan anaknya tersebut

ketika sudah sampai di rumah sakit pun ia bisa saja tidak mau melakukan

perawatan. Ia cenderung mudah mengamuk dan mengambek jika kurang

sesuai dengan kehendaknya.

Responden II hanya memiliki Dhoni sebagai anak yang menderita

thalassaemia. Dhoni yang anak tunggal responden II dan istrinya ini

menurutnya merupakan anak yang aktif. Dhoni mempunyai banyak teman,

teman sepermainannya tidak hanya orang yang seumurannya saja, akan tetapi

yang usianya lebih tua juga ikut bermain bersamanya. Dalam arti kata Dhoni

merupakan anak yang mudah bergaul

Responden II sendiri sebenarnya tidak mengetahui dengan jelas apa dan

bagaimana penyakit thalassaemia pada saat pertama kali anaknya di diagnosa.

Universitas Sumatera Utara

Responden II menyatakan bahwa di keluarga besar ia dan istrinya tidak ada

seorang pun yang mengalami penyakit thalassaemia tersebut. Setelah ia

banyak belajar dan mencari tahu tentang penyakit tersebut, untuk melakukan

perawatan dan pengobatan dan juga bertemu dengan sesama orangtua pasien

penderita thalassaemia, barulah ia menerima banyak informasi mengenai apa

itu thalassaemia, dan bagaimana merawat serta menjaga anak yang menderita

thalassaemia. Sama halnya dengan yang diutarakan responden I, responden II

mengatakan bahwa keberadaan kumpulan dari orangtua pasien penderita

thalassaemia sangat menolong bagi dirinya dan mereka-mereka yang

mengalami hal yang serupa.

b. Peran Ayah

b.1. Peran Ayah sebagai Pencari Nafkah

Seperti yang sudah di singgung di atas, responden II merupakan seorang

wiraswasta yang pekerjaannya tidak tetap dan menunggu panggilan pekerjaan

dari perusahaan yang memakai jasanya. Penghasilan yang ia peroleh untuk

memenuhi kebutuhan anggota keluarganya juga dirasa sangat minim. Namun

menurutnya, segala sesuatu harus di syukuri karena itu merupakan rezeki.

Meskipun ia mahir dalam membuat box speaker sebagai penghasilan

tambahan, akan tetapi tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama, hal

tersebut dikarenakan pembuatan kusen rumah atau box speaker tersebut

menghasilkan banyak serbuk kayu halus yang mudah terhirup, dan itu dapat

mengganggu pernapasannya. Saat iter menanyakan apakah responden II

Universitas Sumatera Utara

memiliki keahlian lain yang dapat digunakan sebagai pencari pengahasilan

tambahan, ia mengatakan tidak memiliki keahlian lain. Oleh karena itu, jika

tidak memiliki kegiatan yang berarti lainnya, ia lebih sering membantu

pekerjaan rumah dengan membereskan rumah jika istri responden II ini

sedang pergi bekerja.

“Ya wiraswasta lha mbak, mocok-mocok gitu, kalo ada panggilan dariperusahaan saya kerja. Kalo ga dipanggil ya ga ada kerjaan. Mocok-mocoklha...”(R2.W1.b.28-31.h.19)

“Dulu saya buat box speaker, tapi udah enggak lagi. Serbuknya itu halusbanget... bikin sesak napas.”(R2.W1.b.88-90.h.20)

“Wah ga bisa mbak, serbuknya halus-halus dan tipis kali, masih bisanembus kalo pake masker hidung kaya dokter-dokter itu... Kena mata juga,jadi ga pernah lagi nerima tempahan buat box speaker...”(R2.W1.b.95-100.h.20)

“Itulah mbak buat kusen rumah gitu... ambil borongan... Kalo kerja kanjuga borongan gitu tapi sama perusahaan...”(R2.W1.b.102-104.h.20)

Penghasilan yang diperoleh responden II jika dibandingkan dengan

istrinya dirasakan memiliki perbedaan yang jauh. Hal tersebut ia utarakan

ketika iter menanyakan hal tersebut, namun responden II ini juga mengatakan,

jika pekerjaan borongan yang ia kerjakan bersama teman-temannya memiliki

waktu yang lama dan banyak, maka penghasilan yang ia dapatkan juga tidak

sedikit, bahkan bisa dua kali lebih banyak. Penghasilan yang ia terima paling

minim adalah sekitar lima ratus ribuan.

“ya enggak tentulah mbak. Kalo di panggil kerja terus agak lama kerjanyaya agak banyaklah upahnya.”(R2.W1.b.35-37.h.19)

Universitas Sumatera Utara

“Tapi paling ga ada lah lima ratusan sebulan... ya segitulah mbak...(tersenyum simpul)”(R2.W1.b.38-40.h.19)

Meskipun penghasilan yang ia hasilkan tidak tetap dan cenderung lebih

rendah dari istrinya yang lebih memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang

tetap pula, namun baginya hidupnya sudah memiliki banyak kemudahan.

Untuk tempat tinggal ia dan keluarga kecilnya masih bisa menumpang tinggal

di rumah ibu kandung responden II, hal tersebut dilakukan karena ibu dari

responden II sudah usia tua dan tidak memiliki teman di rumah tersebut

karena ayah dari responden II sudah menikah lagi dan memilih untuk pindah

dan meninggalkan rumah yang sekarang mereka tempati. Kemudian

kebutuhannya untuk makan sehari-hari tidak kekurangan. Sedangkan ketika

iter menanyakan bagaimana dengan keuangan jika anak sakit, responden II

dengan tenang mengatakan bahwa rumah sakit tempat ia dan anaknya berobat

selama ini sudah dirasakan banyak memberi bantuan, karena mulai dari

pengobatan biasa, transfusi, rawat inap, infus dan lain sebagainya semua di

tanggung oleh pihak rumah sakit.

“Disini rumah orangtua saya. Karena ibu saya tinggal sendiri jadi sayatinggal disini, sekalian ngejagain, kan beliau udah tua...”(R2.W1.b.78-80.h.20)

“kalo perawatannya bayar ya ga sanggup lha mbak, mungkin pun dia gabisa berobat. Alhamdulillah rata-rata perawatannya gratis jadi agakmendinglah. Kalo pas borongan lagi rame ya lumayanlah, tapi kalo lagi sepibisa ngepas banget. Kalo dibilang cukup ya ga cukup juga lah mbak, tapi ya diputar-putarlah uangnya, untungnya istri juga kerja, mbak...”(R2.W1.b.110-119.h.21)

b.2. Peran Ayah sebagai Pemberi Rasa Aman dan Perlindungan

Universitas Sumatera Utara

Ayah yang hebat adalah ayah yang dapat memberikan perasaan aman dan

perlindungan. Peran lainnya yang dilakukan ayah adalah memberikan perasaan

yang nyaman, aman, dan melindungi setiap anggota keluarganya. Responden II

mengatakan bahwa lingkungan tempat ia dan keluarganya tinggal merupakan

tempat yang aman dan sudah tentu terlindungi dari berbagai macam gangguan.

Hal tersebut ia sampaikan bahwa karena lingkungan mereka tinggal mayoritas

di tempati oleh sanak keluarga. Hampir rata tetangga adalah saudara dan

kerabat dekat. Jadi menurutnya tidak ada yang perlu di khawatirkan dan

dicemaskan mengenai lingkungan tempat tinggal.

“aman mbak, soalnya disini juga ga banyak gangguan. Kan rata-rata yangtinggal di sini keluarga semua. Di jalan mbak masuk tadi itu, rata-rata keluargasaya semua... (nunjuk ke arah luar rumah). Jadi ga ada gangguan,”

(R2.W1.b.129-134.h.21)

Responden II juga menceritakan bagaimana kondisi aman dari hubungan

keluarganya, jika ada masalah terjadi antara suami dan istri merupakan hal

yang wajar dalam sebuah rumah tangga. Baginya tidak mungkin ada keluarga

yang akur tanpa ada ribut kecil dalam berumahtangga, namun bagaimana hal

yang jadi masalah bisa diselesaikan dan tidak menjadi permasalahan yang

besar. Kasih sayang tercurahkan penuh kepada anak yang semata wayang yang

juga menderita thalassaemia, Dhoni. Hal tersebut karena memang hanya Dhoni

anak mereka satu-satunya. Responden II mengatakan bahwa sayang yang ia

dan istrinya berikan bagi anaknya Dhoni adalah hal yang biasa orangtua

lakukan ke anaknya.

Universitas Sumatera Utara

“ya gimana ya, kami ini saya rasa aman-aman aja berumah tangga, jadi gaada bermasalah yang seriusan gitu, mbak. Tetangga kiri-kanan kan hampir ratasodara semua makanya aman, karena semua juga dekat. Orangtua istri sayajuga tinggalnya juga di dekat sini, mbak.. (sambil nunjuk-nunjuk kebeberaparumah tetangga)...”

(R2.W1.b.138-146.h.21)

“Biasa lha mbak sayang... Namanya anak, dan dia kan masi sendiri satu-satunya anak kami, jadi semua kasih sayang tercurahkan ke dia aja mbak...”

(R2.W1.b.149-152.h.21)

b.3. Peran Ayah sebagai Pemberi Perhatian dalam Pendidikan

Seorang ayah memiliki peran sebagai pemberi perhatian dalam pendidikan

putra dan putrinya. Begitu pula yang dilakukan oleh responden II. Menurutnya

ia menyayangi Dhoni dan akan memberikan yang terbaik bagi anak yang saat

ini semata wayang. Terutama dalam hal pendidikan. Responden II mengatakan

bahwa pendidikan penting bagi anak, ia juga turut memperhatikan

perkembangan sekolah anaknya.

Iter bertanya pada responden II seberapa sering ia menemani anaknya

belajar di rumah, dan responden II mengatakan ia lebih sering menemani

anaknya belajar, hal tersebut lantaran istrinya merupakan ibu yang tidak sabar

dalam menemani anak belajar, sehingga ia lebih sering mengisi posisi tersebut

ketimbang istrinya. Alasan lain adalah, karena istrinya sudah terlalu lelah

bekerja dari pagi hingga sore hari untuk bisa membantu Dhoni belajar

mengerjakan tugas-tugas dari sekolahnya.

“Penting mbak, itu kan modal anak untuk masa depannya, biar bisa lbhmaju dari orangtuanya, pekerjaannya lebih bagus lagi.”

Universitas Sumatera Utara

(R2.W1.b.187-190.h.22)

“Suka nanyain kalo dia pulang sekolah, kalo kebetulan saya di rumah,saya tanyain ada PR ga, ato gimana sekolahannya tadi pagi. Dia juga sukacerita tentang temen-temen di sekolahnnya”

(R2.W1.b.193-198.h.22)

” Ya seringlah, kalo dia ga ngerti dia tanya, tapi dia ga suka kalo di paksabelajar, sukanya ngamuk-ngamuk, merajok gitu kalo di paksa belajar.”

(R2.W1.b.202-205.h.22)

“ngajaknya pelan-pelan, makanya suka saya yang nemani belajar, kaloibunya itu suka ga sabar ngajarin, cepat emosi sakin semosinya suka mainpukul gitu...Memang nangkapnya agak lama, makanya ibunya jadi ga sabar(sambil tersenyum)”

(R2.W1.b.206-212.h.22-23)

“Ga ada, paling ngaji dekat rumah di sini, tapi kalau lainnya itu ga ada.Kayanya enggak tertarik apa-apa...”

(R2.W1.b.223-225.h.23)

c. Kecemasan Ayah

c.1. Penyesuaian dalam Mendampingi Anak Sakit

Saat pertama kali melihat anak sakit, responden II mengakami

kebingungan, ia heran mengapa anak bayi bisa sangat sepucat anaknya waktu

itu yang baru berusia tiga bulan. Demi kesehatan dan keselamatan anaknya ia

memeriksakan kesehatan anaknya ke Puskesmas terdekat. Dari Puskesmas

hanya di sarankan untuk melakukan penambahan darah. Setelah kembali

pulang ke rumah dan beberapa saat kemudian, kondisinya kembali seperti

semula, untuk antisipasi responden II membawa bayi kecilnya berobat ke

dokter spesialis yang kemudian merujuk ia dan anaknya untuk di periksa secara

Universitas Sumatera Utara

intensif. Pemeriksaan itulah yang kemudian menjelaskan semua. Bayi yang

baru berusia tiga bulan milik responden II dan istrinya di diagnosa menderita

thalassaemia. Dokter menyarankan untuk Dhoni bayi di berikan transfusi darah

secara berkala karena saat itu masih bayi selitar tiga bulan sekali, kemudian

setelah beranjak menjadi lebih besar menjadi satu bulan sekali.

“hmm, jadi pertama kali itu dia kan kok sakit...terus. kok pucat. Bayi kokpucat kali, kan gitu... jadi kami bawalah berobat, ke puskesmas... Dah, disuruhlah kami transfusi, waktu itu satu kantong. Nah abis itu ga ada perubahanyang banyak. Kata di Puskesmas sakitnya begini..begini... tapi alatnya sendirikurang kan, ga yakin saya.”

(R2.W2.b.401-409.h.26-27).

“Saya bawa lagi ke dokter Hakimi, yang di sana itu...”

(R2.W2.b.412-413.h.27)

“iya. Jadi di bawa ke dokter Hakimi, kata dokter Hakimi itu, anaknyaharus di bawa ke Rumah Sakit Adam Malik aja, nanti di kasi surat, terus disuruh jumpai beliau di Rumah Sakit bawa surat itu.”

(R2.W2.b.416-420.h.27)

“kami bawalah anak kami ini ke Rumah Sakit. Jumpai dokter Hakimi, nahsetelah itu kami di kenalkan ke Prof. Bidasari. Lalu dokter Hakimi lha cerita keProf., di kasi tau lah kan anaknya pucat, kurang darah, trus pernah transfusi.Nah, kami di sarankan untuk periksa darah di laboratorium. Lalu di BMPbarulah ketauan kalo anak kami Thalassaemia. Katanya tiga bulan sekali harustransfusi darah...”

(R2.W2.b.423-433.h.27)

c.2. Perasaan Ayah Melihat Perawatan yang Dilakukan Terhadap Anak

Responden II mengaku bahwa ia takut dan sedih melihat kondisi anaknya

yang sakit waktu itu. Hal tersebut lantaran, ia tidak mengetahui sama sekali apa

dan bagaimana thalassaemia, sehingga untuk melakukan suatu tindakan bagi

kesehatan ankanya ia menjadi takut akn terjadi kenapa-kenapa.

Universitas Sumatera Utara

“sedih yang pertama, takut juga iya sama agak cemas karena masih butasama info tentang penyakitnya, tapi setelahnya saya jadi pengen tahu. Pengentahu apa itu penyakitnya, harus bagaimana menghadapinya. Begitu tahurasanya puas aja, mbak. Kalo misalnya pengobatannya saya mampu ya sayaberobat untuk dia (anak), tapi kalo ga mampu ya mau bagaimana juga?Tadinya mamaknya ini yang ga mau, katanya udahlah, kaya pasrah gitu. Tapisaya paksa aja untuk periksa. Kita kan ga tau kalo ga di periksain, ya kanmbak?”

(R2.W2.b.450-466.h.29)

Gambaran ketakutan yang dirasakan sebagai orangtua terutama ayah

adalah bahwa Dhoni kemungkinan besar akan meninggal sempat menghantui

responden II. Namun, setelah banyaknya ketemu orangtua para penderita

thalassaemia yang jumlahnya banyak dan usia anak sakitnya beragam,

membuka pikiran responden II bahwa ternyata anaknya, Dhoni masih memiliki

harapan yang baik dan ada kemungkinan untuk sembuh, meskipun belakangan

memgetahui informasi bahwa sakit tersebut tidak akan dapat menyembuhkan

anaknya dalam arti kata, itu adalah sakit yang dialami seumur hidup Dhoni.

“wah ga keruan lha mbak, saya pikir usia anak saya pendek, mbak. Cepatmeninggal lha anak saya, gitu pikir saya...”

(R2.W2.b.474-477.h.29)

“ya karena banyak banget yang kami jumpai di Rumah Sakit yang sepertiitu, yang sakitnya kaya anak saya, jadi merasa kaya ada yang gimana ya... jadikaya senasib, dan merasa sedikit lebih kuat, mbak...”

(R2,W2.b.479-484.h.29)

“ternyata saya ga sendirian yang mengalami hal ini. Ternyata banyaksekali dan bahkan ada yang baru datang kondisinya lebih parah.”

(R2.W2.b.486-489.h.29-30)

c.3. Ketakutan Jika Penyakit Anak Menjadi Kambuh dan Anak Menjadi

Trauma

Universitas Sumatera Utara

Demi kesembuhan anak responden II pernah menjalani serangkaian

pengobatan yang ditujukan untuk kesembuhan anaknya. Bahkan pernah

membawa Dhoni berobat di berbagai pengobatan alternatif lainnya. Namun,

ketika akhirnya pengobatan tersebut memberikan efek samping, dan takut

anaknya merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut ia dan istrinya

memberhentikan pengobatan lain secara non-medis tersebut. Selain karena

takut kondisi anaknya semakin parah, faktor lain ia dan istrinya berhenti

melakukan pengobatan secara non-medis adalah karena dirasakan lebih banyak

membuang-buang waktu dan uang, dibandingkan dengan pengobatan di rumah

sakit yang lebih banyak memberikan perawatan dan pengobatan secara gratis.

“ah! Kalo sekarang kami lebih percaya medis ajalah mbak. Gimana juga.Soalnya kalo pengobatan alternatif itu banyak kali efek sampingnya, nanti adalah kulitnya jadi gembung-gembung, trus badannya jadi gemuk. Jadi kayamakin parah gitu.”

(R2.W2.b.551-559.h.31)

“jadi, saya pun perginya ada kawan yang nganjurin, kawan kerja yangngasi tau. Katanya bisa sembuh, tapi ku tengok gini-gini aja juganya. Jadibuang-buang uang aja kayanya. Bagus bawa anaknya langsung ke Rumah Sakitaja, lebih jelas.”

(R2.W2.b.580-587.h.31)

Hal yang mencemaskan ketika melihat kondisi anak sakit adalah ketika

anak mengalami masa penurunan kesehatan. Hal tersebut membuat Pak SA

mengambil inisiatif membujuk anaknya untuk pergi ke rumah sakit. Menurut

Pak SA, keadaan tersebut merupakan bentuk dari penurunan Hb darah Dhoni,

dan sebagai tanda bahwa Dhoni sudah harus melakukan transfusi darah.

Universitas Sumatera Utara

“kadang kalo dia lagi suka main terus-terusan biasanya langsung lemas,pucat gitu. Nah, kalo udah gitu saya langsung nanya sama dia “besok kita keRumah Sakit, ya?”, kalo udah gitu dia ngangguk-ngangguk aja dulu. Pasbesoknya ditanya lagi kan dia udah balik seger lagi, dia bilang enggak ya gajadi. Tapi kalo misalnya dia demam biasa aja saya langsung bawain dia kePuskesmas aja, kalo demamnya agak lain baru saya bawa dia ke Rumah Sakit.”

(R2.W2.b.633-644.h.31-32)

“ya gimana, sehari-harinya dia sama saya mbak. Jadi kalo misalnya adakenapa-kenapa atau dia emang kelihatan ga sehat langsung aja saya antar kePuskesmas, biar ga jadi tambah parah...”

(R2.W2.b.646-650.h.32)

“agak cemas lha, tapi pas kutanya lagi mau apa enggak di bawa ke RumahSakit dianya ga mau, ya ga bisa di paksa.”

(R2.W2.b.662-664.h.32)

c.4. Kecemasan Ayah yang Mengakibatkan Overprotect Terhadap Anak

yang Sakit

Saat ini responden II dan istri sedang dalam masa penantian kelahiran

anak keduanya. Selama sembilan tahun lebih Dhoni merupakan anak tunggal

dari keluarga Pak SA. Meskipun begitu, menurut responden II, selama ini ia

dan istrinya memberikan dan mencurahkan kasih sayangnya hanya untuk anak

satu-satunya mereka, Dhoni. Bagi responden II, sayang yang ia dan istrinya

berikan untuk Dhoni merupakan kasih sayang yang wajar untuk anak semata

wayangnya. Tidak ada yang berubah meskipun anaknya menderita

thalassaemia.

“Biasa lha mbak sayang... Namanya anak, dan dia kan masi sendiri satu-satunya anak kami, jadi semua kasih sayang tercurahkan ke dia aja mbak...”

Universitas Sumatera Utara

(R2.W1.b.149-152.h.22)

“enggaklah. Soalnya dia sakit dari kecil kali, sayangnya ya begitulahlumrah saja. Jangan terlalu berlebihan.”

(R2.W1.b.152-157.h.22)

Menurut responden II tidak ada perilaku yang menunjukan bahwa ia dan

istrinya menjadi overprotected dalam mengasuh Dhoni selama ini, karena

segala hal yang berlebihan akan tidak baik. Meskipun begitu, menurutnya

Dhoni merupakan anak yang sedikit manja dan keras kepala. Hal ini di

tunjukkan oleh pengakuan responden II ketika ia mengatakan bahwa ia akan

bertanya terlebih dahulu dengan Dhoni, jika akan membawa Dhoni untuk

melakukan perawatan

“kadang kalo dia lagi suka main terus-terusan biasanya langsung lemas,pucat gitu. Nah, kalo udah gitu saya langsung nanya sama dia “besok kita keRumah Sakit, ya?”, kalo udah gitu dia ngangguk-ngangguk aja dulu. Pasbesoknya ditanya lagi kan dia udah balik seger lagi, dia bilang enggak ya gajadi. Tapi kalo misalnya dia demam biasa aja saya langsung bawain dia kePuskesmas aja, kalo demamnya agak lain baru saya bawa dia ke Rumah Sakit.”

(R2.W2.b.633-644.h.31-32)

“agak cemas lha, tapi pas kutanya lagi mau apa enggak di bawa ke RumahSakit dianya ga mau, ya ga bisa di paksa.”

(R2.W2.b.662-664.h.32)

c.5. Kecemasan Ayah Antara mendapatkan dan Tidak Mendapatkan

Dukungan dari Keluarga

Banyak orang dan keluarga dari responden II yang mendukungnya. Dari

mulai anaknya di diagnosa dokter menderita thalassaemia, setiap habis

melakukan perawatan dan pengobatan, dukungan masih ada sampai saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Menurut responden II ini bisa dilihat dari perhatian teman-temannya yang

masih menganjurkan dirinya untuk berobat alternatif lagi di beberapa tempat

demi kesembuhan Dhoni.

“ya biasa aja, kalo nyemangatin masih, tapi biaya udah enggak, karena kansudah gratis. Masi juga kok usul untuk berobat ke tempat lain.”

(R1.W1.b.348-351.h.26)

“Tapi kalo keluarga besar biasanya mereka mendukung aja mana yangterbaik.”

(R2.W2.b.597-599.h.32)

“insya Allah begitu, mereka biasanya selalu nanya setiap pulang darirumah sakit gimana perkembangannya, ya gitu deh mbak.”

(R2.W2.b.662-666.h.33).

c.6. Kecemasan Ayah Akibat dari Peristiwa Psikologis Tertentu.

Kecemasan yang dirasakan oleh responden II akan kehilangan anaknya

diutarakan kepada iter, hal ini karena Dhoni merupakan anak satu-satunya dan

saat Dhoni sakit waktu itu masih sangat kecil sekali (bayi berumur 3 bulan).

Bahkan sampai saat ini pun kecemasan dan kekhawatiran responden II masih

ada, hal ini di sebabkan karena responden II paling sering dan sehari-harinya

bersama Dhoni anaknya.

“kasian ya mbak. Apalagi waktu itu tiga bulan, masi kecil banget udahtusuk sana-sini. Belum lagi pas udah agak besar udah mulai ngerti kan, dianangis-nangis kesakitan gitu... ya, saya coba tenangin diri dulu baru nenangindia. Udah gitu aja.”

(R2.W2.b.598-603.h.30)

Universitas Sumatera Utara

“ya gimana, sehari-harinya dia sama saya mbak. Jadi kalo misalnya adakenapa-kenapa atau dia emang kelihatan ga sehat langsung aja saya antar kePuskesmas, biar ga jadi tambah parah...”

(R2.W2.b.646-650.h.32)

c.7. Kecemasan Ayah Akibat Adanya Stress dan Kegagalan dalam

Belajar.

Sejak Dhoni mengalami kulit yang menggelembung pada saat berobat

alternatif, hingga sekarang ini responden II tidak pernah lagi membawa Dhoni

untuk berobat alternatif atau pindah berobat ke tempat lain. Bagi respoden II

berobat di rumah sakit sudah merupakan tempat yang paling tepat dan jelas.

Responden II pun sebagai orangtua selalu belajar dan mencoba mencari banyak

hal tentang informasi yang sangat berkaitan erat dengan penyakit yang di derita

anaknya. Karena menurut responden, ada kelegaan jika sudah mengetahui apa

yang tidak ia ketahui sebelumnya.

“Pengen tahu apa itu penyakitnya, harus bagaimana menghadapinya.Begitu tahu rasanya puas aja, mbak. Kalo misalnya pengobatannya sayamampu ya saya berobat untuk dia (anak), tapi kalo ga mampu ya maubagaimana juga? Tadinya mamaknya ini yang ga mau, katanya udahlah, kayapasrah gitu. Tapi saya paksa aja untuk periksa. “

(R2.W2.b.445-454.h. 27-28)

“enggak mbak. Udah paling tepat kalo berobatnya ke Adam Malik,makanya kalo ada pasien luar kami bilang berobatnya di Adam Malik aja.”

(R2.W2.b.518-521.h. 29)

“ah! Kalo sekarang kami lebih percaya medis ajalah mbak. Gimana juga.Soalnya kalo pengobatan alternatif itu banyak kali efek sampingnya, nanti adalah kulitnya jadi gembung-gembung, trus badannya jadi gemuk. Jadi kayamakin parah gitu.”

(R2.W2.b.528-534.h.29)

Universitas Sumatera Utara

Bagi responden yang sedang menanti kelahiran anak keduanya setelah 10

tahun memiliki anak tunggal, prestasi belajar Dhoni tidak bermasalah, selama

ini menurutnya anaknya tersebut masih dapat mengikuti semua pelajaran di

sekolah meskipun anaknya bukan merupakan anak yang juara dalam hal

akademis dan memang daya tangkapnya sedikit agak lama.

“Ya seringlah, kalo dia ga ngerti dia tanya, tapi dia ga suka kalo di paksabelajar, sukanya ngamuk-ngamuk, merajok gitu kalo di paksa belajar.”

(R1.W1.b.202-205.h.23)

“...Memang nangkapnya agak lama, makanya ibunya jadi ga sabar (sambiltersenyum)”

(R1.W1.b.211-212.h.23)

d. Reaksi Terhadap Penyakit Thalassaemia yang dialami oleh anak

Responden I

Sumber yang menjadi kecemasan responden merupakan orang yang sangat

dekat dengan responden itu sendiri, selain merupakan anak kandung, anak yang

sakit itu merupakan anak semata wayang atau masih satu-satunya dimiliki oleh

keluarga Pak SA. Sudah tentu menjadi hal yang sangat berharga dalam hidup

responden dan istrinya. Meskipun menurut responden, istrinya mrupakan orang

yang lebih mudah pasrah dan menyerah dengan keadaan, akan tetapi menurut

responden II ini, dirinya mampu lebih kuat dan mampu mengatasi rasa

kecemasan dan ketakutan terutama pengaruh negatif dari luar dirinya.

“takut juga iya sama agak cemas karena masih buta sama info tentangpenyakitnya, tapi setelahnya saya jadi pengen tahu. Pengen tahu apa itupenyakitnya, harus bagaimana menghadapinya. Begitu tahu rasanya puas aja,mbak.”

Universitas Sumatera Utara

(R2.W2.b.450-456.h.27-28)

Proses yang dilalui untuk pengobatan juga bukan merupakan hal yang

mudah untuk dilakukan. Setidaknya mulai dari anaknya di diagnosa dokter

mengalami thalassaemia, ia harus melalui serangkaian model program

pemerintah dalam penanggulangan penyakit guna mempermudah perawatan

dan pengobatan anaknya. Mulai dari menggunakan kartu khusus yang diurus

dari berbagai lembaga, sampai yang saat ini dirasakan menjadi sangat

memudakah yaitu program Jamkesmas yang diterapkan pemerintah sebagai

program kesehatan yang membantu banyak kalangan masyarakat yang tidak

mampu.

“Paling dulu lah emang agak ribet. Tapi sekarang semua gratis sudah adaJamkesmas itu... banyak kali terbantu. Kalo ada pengeluaran biaya ya palingongkos yang keluar aja. Soalnya jadi bolak-balik, kesana-kemari...”

(R2.W1.b.301-306.h24)

“Kalo dulukan sempat ribet, mbak. Urus kartu merah. Terus sempat jugapake Askes.”

(R2.W1.b.311-313.h.25)

Meskipun Pak SA melakukan serangkaian proses di atas sendiri, tapi tak

lantas ia mengeluh dan patah semangat. Hal itu semata-mata ia lakukan untuk

kesembuhan anaknya yang setelah banyak tahu bahwa penyakit yang dialami

anaknya merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan alias merupakan

penyakit yang seumur hidup.

“Oh ribet kali mbak, ada yang enam bulan sekali harus ganti urus baru,terus ada yang setahun sekali, kalo pake Askes agak lama lha. Terus pak SBYnaik, Askes pun ga di pake di ganti lagi jadi Jamkesmas.”(R2.W2.b.327-332.h.25)

Universitas Sumatera Utara

Pak SA juga mengatakan bahwa jika perawatan dan pengobatan ini

dilakukan dengan biaya pribadi, hal tersebut akan sangat sulit dilakukan

dengan kondisi ekonomi dan keuangan yang ia dan istrinya alami sekarang.

Dengan pendapatan perbulan yang pas-pasan tidaklah mungkin jika anaknya

harus menjadi pasien umum di rumah sakit.

“sempat juga lah jadi pasien umum sampe tiga kali. Jadi kalo rawat inaptiga hari bisa kena tiga juta lebih lha...”

(R2.W1.b.334-337.h.25)

e. Bentuk Reaksi Kecemasan Ayah dalam Menghadapi Anak Penderita

Thallasaemia

Adapun bentuk dari reaksi kecemasan ayah yang anaknya menderita

thalassaemia adalah:

1. Adanya ketakutan-ketakutan akan kehilangan anggota keluarga/ anak

Ketakutan akan kehilangan anak diakui oleh responden II, hal ini

diketahui ketika responden mengatakan bahwa anaknya saat itu masih

sangat kecil dan harus melakukan serangkaian tes yang berat dan juga

transfusi darah.

2. Ketakutan akan ketidakmampuan pembiayaan pengobatan

Reaksi lain yang timbul dari ayah adalah adanya ketakutan

ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan anak yang sakit.

Karena penghasilan yang di dapat responden perbulannya tidak begitu

Universitas Sumatera Utara

banyak, dan bahkan penghasilan istrinya juga dirasakan hanya mampu

memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan jika di total biaya

pengobatan dan perawatan anaknya mampu nmenghabiskan uang

sampai puluhan juta.

f. Interprestasi Intra Subjek

Tabel

Interpretasi Responden II

Aspek Kesimpulan Konfirmasi Teoritis

Peran Ayah sebagaipencari Nafkah

Responden II merupakanpekerja tidak tetap, jika adapekerjaan di sebuahperusahaan yangmenggunakan jasanya iabaru bisa bekerja.Penghasilan yang ia dapatdari pekerjaannya jugatergantung dari lama atautidak, dan ringan atauberatnya pekerjaan tersebut.Kalau rata-ratapenghasilannya responden IImengatakan penghasilanistrinya bisa lebih besardaripada penghasilan dirinya.

Penghasilan yang cukupdalam keluargamempunyai dampak yangbaik sekali dalamkeluarga. Kuat ataulemahnya ekonomikeluarga tergantung padapengahasilan ayah. Untukitu seorang ayah harusmempunyai pekerjaanyang hasilnya dapatdipegunakan untukmencukupi kebutuhankeluarga (Gunarsa, 1995).

Peran Ayah sebagaipemberi rasa amandan perlindungan

Responden II mengatakanbahwa lingkungan tempat iadan keluarganya tinggalmerupakan tempat yangaman dan sudah tentuterlindungi dari berbagaimacam gangguan. Haltersebut ia sampaikan bahwa

Dagun (2002) mengatakandalam kondisi apapunterlebih pada saat istrisedang memiliki janin(hamil) bantuan danperhatian dari ayah sangatpenting. Bukan hanyamemahami, tetapi jugasabar. Karena ibu yang

Universitas Sumatera Utara

karena lingkungan merekatinggal mayoritas di tempatioleh sanak keluarga

Responden II jugamenceritakan bagaimanakondisi aman dari hubungankeluarganya, jika adamasalah terjadi antara suamidan istri merupakan hal yangwajar dalam sebuah rumahtangga. Baginya tidakmungkin ada keluarga yangakur tanpa ada ribut kecildalam berumahtangga,namun bagaimana hal yangjadi masalah bisadiselesaikan dan tidakmenjadi permasalahan yangbesar.

sedang mengandungmemiliki sifat yangsensitif.

Gunarsa (1995),mengatakan hubunganyang baik yang terjalinantara ayah, ibu dan anak-anak akan menampilkankondisi yang nyaman didalam rumah tangga sertamenampilkan harmonisasi,menghindari kejenuhan,dan konflik.

Peran ayah sebagaipemberi perhatiandalam pendidikan

Responden II mengatakanbahwa pendidikan pentingbagi anaknya, ia juga turutmemperhatikanperkembangan sekolahanaknya. Responden II jugamengatakan bahwa ia lebihsering menemani anaknyabelajar, hal tersebut lantaranistrinya merupakan ibu yangtidak sabar dalam menemanianak belajar, sehingga ialebih sering mengisi posisitersebut ketimbang istrinya

Peran sebagai pendidikdan tokoh ini menyangkutpada perkembangan perandan pertumbuhan pribadianak. Ayah sebagaipendidik terutamamenyangkut yang bersifatrasional. Sedangkan ayahberperan sebagai tokohatau modal identifikasianak adalah dalam rangkamembentuk super egoyang ideal.Pertukaran peran yangdilakukan di dalamkeluarga responden II inidikarenakan ia sebagaikepala keluarga lebihsering berada di rumahketimbang istrinya, tidakmengurangiketerlibatannya sebagaiperan suami dan ayah

Universitas Sumatera Utara

sekaligus, serta tidakmengubah gambaran danpola pengasuhan (Dagun,2002).

Penyesuaian dalammendampingi anaksakit

Saat anak bayinya didiagnosa dokter mengalamithalassaemia, responden IItidak dapat melakukanapapun kecuali mengikutidan menjalankan apa yang disarankan oleh dokter, namunkemudian berusaha mencaritahu apa itu thalassaemia danbagaimana jenis penyakittersebut. Setelah mengetahuiia lebih ikhlas dan sabar sertamenjalankan pengobatananaknya dengan teratur.

Carpenito (1998),menyebutkan bahwakecemasan dipengaruhioleh berbagai situasi,beberapanya disebutkansebagai bentuk ketakutanindividu karena suatupenyakit dan faktorkeluarga. Meskipunkeadaannya sangat susahtapi ia berusahamenyesuaikan keadaandan tidak merasa terbebanidengan keadaan tersebut.

Perasaan ayahmelihat perawatanyang dilakukanterhadap anak.

Responden II mengakubahwa ia takut dan sedihmelihat kondisi anaknyayang sakit waktu itu. Haltersebut lantaran, ia tidakmengetahui sama sekali apadan bagaimana thalassaemia,sehingga untuk melakukansuatu tindakan bagikesehatan ankanya iamenjadi takut akn terjadikenapa-kenapa.

Keable (1997) mengatakanada suatu stres ketikaseseorang menjadi cemas.Stres tersebut merupakantekanan psikologis yangmampu membuat perasaanmenjadi sangat gelisah,takut berkepanjangan,tidak tenang, gangguanpada proses berpikir, dansebagainya. Pak SAmengalami hal tersebutkarena saat mengalamiperawatan untuk anaknya,Dhoni saat itu masih bayiberumur 3 bulan.

Universitas Sumatera Utara

Ketakutan jikapenyakit anakmenjadi kambuh dananak menjadi trauma

Responden II sangatmemperhatikan kesehatandari Dhoni. Sehingga ketikaDhoni sudah terlihat lesu danlemas juga pucat, makaresponden II langsungmengajak Dhoni untuk pergikerumah sakit atauPuskesmas terdekat untukmendapatkan pertolonganpertama.

Selain itu, pengobatan non-medis yang pernah dilakukanuntuk Dhoni harus dihentikan karenamenyebabkan efek sampingbagi tubuh Dhoni

Keable (1997)mengungkapkan Traumadari peristiwa-peristiwapsikologis tertentu;kecemasan timbuldiakibatkan mengalamikejadian yang tidakmenyenangkan sehinggaperasaan menjadi was-wasdan terlalu protektifterhadap diri sendirimaupun orang lain.Responden II yang sangatmemperhatikan kondisianaknya menjadi lebihcemas ketika melihatkondisi anaknya sedangdalam kondisi yang tidakbaik.

Menjadi overprotectterhadap anak yangsakit

Pak SA mengaku bahwa iasayang dengan kadar yangbiasa saja pada anaknya. Dantidak protektif dalammenjaga dan merawatanaknya yang mengalamithalassaemia. Hal tersebutkarena mereka hanyamemiliki Dhoni yangmerupakan anak satu-satunya, mereka (respondenII dan istrinya) membiarkananaknya beraktifitas sepertibiasa, hanya lebihmemperhatikan kondisikesehatannya yang tidakboleh terlalu lelah.

Keable (1997)mengungkapkan kejadiandan peristiwa tertentu akanmenyebabkan seseorangmenjadi terlalu protektifterhadap orang yang iasayangi. Akan tetapi dalampengakuannya kepada iter,ia tidak sampai menjadiorangtua yang pengekang.Pak SA juga mengatakanmasih dalam tahap yangwajar untuk perkembangananaknya.

Universitas Sumatera Utara

Kecemasan ayahakibat dari peristiwapsikologis tertentu

Kecemasan yang dirasakanoleh responden II akankehilangan anaknyadiutarakan kepada iter, halini karena Dhoni merupakananak satu-satunya dan saatDhoni sakit waktu itu masihsangat kecil sekali (bayiberumur 3 bulan). Bahkansampai saat ini punkecemasan dan kekhawatiranresponden II masih ada, halini di sebabkan karenaresponden II paling seringdan sehari-harinya bersamaanaknya tersebut.

Carpenito (1998)menjelaskan bahwa faktorkecemasan, disebabkanoleh situasionalberhubungan denganancaman konsep diriterhadap perubahan status,adanya kegagalankehilangan benda yangdimiliki dan kurangpenghargaan dari oranglain. Berhubungan dengankehilangan orang terdekatkarena perceraian,kematian, tekanan budaya,perindahan dan adanyaperpisahan sementara

Kecemasan Ayahakibat adanya stresdan kegagalan dalambelajar

Sebenarnya tidak adamasalah dalam hal belajarDhoni, meskipun dayanangkapnya agak lambat danbukan merupakan anak yangberprestasi di dalam kelas disekolahnya, namun sampaisaat ini urusan sekolah Dhonitidak ada masalah.Responden II adalah orangyang paling sering menemaniDhoni belajar, karena ia yanglebih sering ada di rumahsudah tentu lebih memilikibanyak waktu luang untukmambantu anaknya belajar.

Bentrok yang terjadi padaayah dan ibu dalammetode pengajaran anakyang berbeda, sehinggadiantara keduanya salingmenuduh dan salingmenyalahkan (Hurlock,1980). Pada kondisikeluarga responden II haltersebut tidak terjadi,karena dalam metodepengajaran lebih banyak dipegang oleh responden IIsebagai ayah, dan ibu tidakmengurusi hal tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Tidak mendapatkandukungan darikeluarga.

Responden II mengatakanpada iter bahwa dukunganyang diterimanya tidakberhenti bahkan sampai saatini masih banyak yangmenganjurkannya untukmelakukan pengobatanalternatif lagi, akan tetapitidak ia lakukan, lantarananaknya yang menerimaperawatan tersebutmengalami gejala efeksamping yang mencemaskan.

Dukungan sosial akanmempengaruhi individuyang mengalami peristiwa-peristiwa tertentu.Dukungan sosial tersebutakan menjadikan motivasiyang baik jika dukungantersebut merupakandukungan yang positif.Meskipun dukungantersebut merupakan saran-saran pengobatan, tapiresponden II merasa masihbanyak perhatian yang iadapatkan dalamkondisinya seperti saatsekarang ini.

3. Responden III

a. Gambaran umum responden III

TABEL 6. IDENTITAS RESPONDEN III

Universitas Sumatera Utara

Identitas Responden Responden B Identitas Istri Responden

Identitas Responden:

Nama Inisial

Usia

Usia Perkawinan

Agama

Pendidikan

Pekerjaan

Suku Bangsa

Jumlah anak

Jumlah anak penderitathalassaemia

IS

51 tahun

17 tahun

Islam

Tidak selesai SD

Kurir rantang

Tinghoa-Muslim

4 orang

2 orang (anak sulung dananak bungsu).

Tn

41 tahun

17 tahun

Islam

SD

Ibu rumah tangga

Jawa

4 orang

2 orang (anak sulung dananak bungsu).

Identitas AnakResponden

Nama Samaran

Jenis Kelamin

Usia

Agama

Pendidikan

Pekerjaan

Suku Bangsa

Diagnosa Penyakit

Vina & Dito

Perempuan & Laki-laki

16 tahun & 6 Tahun

Islam

SMK & SD

Kelas XI dan kelas I

Tionghoa-Muslim

Pertama kali yang diketahui anak dari RespondenIIImenderita thalassaemia adalah Vina yang merupakananak sulung yang pada saat itu sedang demam. Setelahpanas tubuhnya berkurang, Responden IIImenyuruhanaknya untuk mandi supaya badannya lebih segar, akantetapi yang terjadi adalah Vina pingsan setelah selesaimandi. Vina dilarikan ke rumah sakit Methodist jalanThamrin-Medan. Dokter rumah sakit menyarankan agarVina melakukan tes darah di laboratorium agar hasilnyalebih akurat. Dari pemeriksaan darah, hasil menunjukkanbahwa Vina menderita thalassaemia mayor. Kala itu Vinaberumur 12 tahun. Sebelum dirujuk ke rumah sakit umum

Universitas Sumatera Utara

pemerintah, dokter di rumah sakit tersebut menyarankanagar adik-adik Vina yan lain juga diperiksa, jika ada yangmenunjukkan gejala yang serupa, seperti pucat dan seringpusing. Dari pemeriksaan diketahui bahwa adik laki-lakibungsu Vina yang bernama Dito juga merupakan penderitathalassaemia.

a.1. Hasil Observasi Responden III

Pada pengamatan yang dilakukan pada responden saat wawancara

diperoleh data observasi mengenai responden III, yaitu; responden III

memiliki tubuh yang cenderung tegap, juga memiliki tubuh yang tinggi,

sedikit berkumis, dan rambut yang sedikit lurus dan jigrak. Wawancara

pertama dilakukan di rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan, saat itu

beliau seperti halnya pada responden I dan responden II ikut menghadari

pertemuan antara para orangtua penderita thalassaemia dan para dokter yang

menangani pasien-pasien thalassaemia. Beliau datang memang di dampingi

oleh istri beliau yang lebih sering menemani anak-anaknya melakukan

perawatan dan pengobatan.

Wawancara selanjutnya selalu dilakukan di kediaman beliau di jalan

Sutomo Medan, wawancara berlangsung sampai lima puluh menit lamanya

dalam setiap sesi wawancara. Wawancara yang dilakukan di ruang tamu

rumah responden, antara responden dan iter duduk berseberangan.

Keseharian ayah yang akan memiliki empat orang anak ini adalah sebagai

pengantar rantang katering orang lain. Sehabis jam makan siang hari kantor

(senin-jum’at) pria yang sudah kepala lima ini sudah berada di rumah, karena

jadwal mengantarkan rantang adalah sebelum jam istirahat kantor (jam makan

Universitas Sumatera Utara

siang). Ketika ditanya apakah beliauy sering menemani anak-anaknya berobat

ke rumah sakit, beliau mengatakan lebih sering berada di rumah sakit di kala

malam, melakukan pertukaran jam dengan istrinya yang harus pulang ke

rumah. Hal tersebut dikarenakan ia bekerja pada pagi hari sebagai kurir, yang

tidak dapat di tinggalkan. Istri dari responden III hanya sebagai ibu rumah

tangga. Ia yang kerap menemani anak-anak yang menderita thalassaemia

untuk melakukan perawatan dan pengobatan. Upah yang ia terima

perbulannya masih dirasakan kurang untuk memenuhi kebutuhan diri, istri

dan keempat anaknya, tapi ia bersyukur bahwa tiga dari anak-anaknya

bersekolah di sekolah negeri, sehingga ia masih merasa tidak terlalu berat

dalam menyekolahkan anak-anaknya. Kehidupan ekonomi Responden

IIImasuk kedalam golongan oang-orang yang tidak mampu. Kehidupan

sehari-harinya hanya mengandalkan penghasilan dari Responden IIIseorang,

karena istrinya hanya sebagai seorang ibu rumah tangga. Tidak ada keahlian

khusus yang dimiliki oleh pria bermata sipit ini. Ia mengaku tidak lulus

sekolah. Istrinya pun hanya tamat sekolah dasar (SD). Responden IIIsendiri

mengaku cukup bangga dengan kehidupan pendidikan anak-anaknya yang

jauh melampui pendidikan yang ia da istrinya peroleh.

Hunian yang di tempati oleh responden III bersama keluarganya

merupakan hunian yang sangat sederhana, jika pada responden I dan II iter

masih menemukan ruang tamu dan ruang keluarga terpisah tidak untuk rumah

responden III ini. Rumah yang berada di dalam gang dan masuk ke lorong

rumah orang lain, yang bagi responden itu merupakan bagian dari rumah

Universitas Sumatera Utara

kakaknya responedn tergoolong jauh lebih sederhana. Dari tampilan luar

setiap kamar hanya dibatasi oleh sekat-sekat triplex. Meskipun begitu,

rumahnya tergolong nyaman dan di penuhi oleh beberapa alat-alat elektronik

seperti komputer, televisi dan radio di sudut ruangan.

g.2. Riwayat Penyakit Anak Responden III

Anak penderita thalassaemia yang dimiliki responden III ada dua orang.

Yang pertama anak perempuan sulungnya, dan yang kedua merupakan anakl

laki-laki bungsunya. Keduanya merupakan penderita thalassaemia mayor.

Meskipun mayor, salah satu anaknya didiagnosa baru setelah ia menginjak

usia remaja. Anak perempuan yang sulunglah yang mengalami hal tersebut.

Pertama kali diketahui adanya penyakit thalassaemia dalam keluarga

responden III adalah ketika Vina, putri sulung responden dan istri yang saat

itu berusia 12 tahun mengalami demam tinggi, ketika demam mulai mereda,

responden III menyarankan agar anaknya tersebut untuk mandi bair lebih

segar dan cepat hilang panas tubuhnya. Namun, setelah mandi tersebut

putrinya semakin parah menggigil dan kemudian pingsan, sehingga dilarikan

ke rumah sakit Methodist di jalan Thamrin Medan. Dari tinjauan dokter,

responden III diarahkan untuk melakukan tes laboratorium untuk Vina.

Begitu hasilnya keluar, dan menyatakan bahwa Vina menderita thalassaemia,

responden III kemudian di sarankan untuk memeriksakan ketiga anaknya

yang lain atau sekiranya mempunyai ciri-ciri, terlihat lemas, lesu dan pucat

atau mirip-mirip dengan kondisi kakaknya. Setelah diperiksakan ternyata

Universitas Sumatera Utara

Dito anak bungsu responden III juga menderita thalassaemia mayor, saat itu

Dito berumur 4 tahun. Dua putri responden III dinyatakan sehat dan tidak

mengalami kondisi yang sama dengan Vina dan Dito.

Ia juga mengatakan bahwa sakit anak-anak merupakan bawaan dari

turunan sifat genetis dirinya dan istrinya. Menurut penuturan Pak IS, saat ini

Vina sudah tidak lagi menjalani transfusi darah sebulan sekali seperti adiknya

Dito. Vina menjalani transfusi dua sampai tiga bulan sekali saat ini. Berbeda

dengan Dito yang tetap harus menjalani transfusi darah setiap sebulan sekali.

h. Peran Ayah

b.1. Peran Ayah sebagai Pencari Nafkah

Hidup keluarga responden III sangat bergantung dengan penghasilan

dirinya sebagai kpencari nafkah tunggal. Penghasilannya yang tidak lebih dari

3 juta rupiah harus dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga sebulan penuh

baik sandang maupun pangan. Kebutuhan yang primer maupun sekunder.

Akan tetapi setiap hal yang ia lalui selalu optimis. Kalaupun ada keperluan

yang mendesak dan membutuhkan uang yang banyak, ia tidak begitu

khawatir, karena ia tinggal berada di dekat keluarganya. Hampir serupa

dengan kondisi lingkungan tempat tinggal responden II, responden III juga

tinggal di daerah dimana banyak saudara kandungnya yang tinggal

bertetanggaan.

“Oh, ya kalo dihitung-hitung ya ga cukup, wah.. tapi di cukup-cukupilah...di pada-padain.”(R3.W1.b.50-52.h.38)

Universitas Sumatera Utara

Ketika iter menanyakan apakah penghasilan yang di dapatkan perbulan

dapat dibagi dengan keperluan kesehatan/ biaya yang harus dikeluarkan untuk

pemeriksaan kesehatan/ perawatan dan pengobatan, responden III mengatakan

bahwa untuk urusan pengobatan sudah menggunakan Jamkesmas sebagai

bantuan kesehatan yang diberikan Pemerintah untuk masyarakat golongan

seperti dirinya. Sehingga dengan bantuan tersebut ia tidak lagi memikirkan

biaya kesehatan, kecuali dalam keadaan pengobatan dan perawatan tersebut

tidak di dapatkan darah untuk transfusi anak-anaknya, mau tidak mau ia harus

merogoh kantongnya untuk biaya darah sebagai pasien umum.

“ya kalau anak yang sakit kan pake Jamkesmas, ya kami mengharap darisitu ajalah biayanya”

(R3.W1.b.56-58.h.38)

“ya kalo ga pake Jamkesmas ya ga tahan juga, darah aja udah berapa yakan?”

(R3.W1.b.60-61.h.38)

b.2. Peran Ayah sebagai Pemberi Rasa Aman dan Perlindungan

Ayah merupakan sosok kuat dalam pemberian rasa aman, nyaman dan

pemberi perlindungan. Ketika iter menyinggung mengenai keamanan yang

diberikan responden III untuk keluarganya, ayah yang suaranya besar ini

mengatakan bahwa tempat tinggal yang mereka tempati saat ini merupakan

tempat yang baik. Ia besar dan tumbuh di daerah itu, sudah banyak mengenal

orang-orang sekitarnya sejak dari dulu, dan menjamin bahwa tidak akan ada

gangguan yang signifikan dari temapt mereka tinggal. Ia juga tidak secar

khusus menjaga linkungan karena ia percaya bahwa ia mengenal baik

Universitas Sumatera Utara

lingkungannya. Selama daerah itu masih bisa dihuni, masih nyaman untuk

beraktifitas menurutnya itu merupakan tempat yang masih baik.

“kalau di liat dari tempat tinggal kami termasuk aman, lingkungannyajuga. Ini rumah yang ditempati ini bekas tanah orangtua saya, di bagi untukanak-anaknya, sebelah kakak saya. Jadi, mudah-mudahan sampe sekarangbelum adalah gangguan-gangguan..”

(R3.W1.b.67-73.h.38)

“ya jauh dari gangguan, tidak terusik masalah-masalah. Hidup danaktifitas lancar, itu aja.”

(R3.W1.b.76-78.h.38)

b.3. Peran Ayah sebagai Pemberi Perhatian dalam Pendidikan

Ayah yang berusia setengah abad ini mengaku tidak lulus sekolah. Ia

pernah mengenyam bangku sekolah di sekolah dasar (SD) namun tidak sampai

selesai, hal ini lantaran orangtuanya merupakan orang susah yang tidak

sanggup menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat yang tinggi. Sang istri,

ibu Tn masih lebih baik menamatkan sekolah dasarnya. Walaupun mereka

berdua bukan merupakan orang yang berlatarbelakang pendidikan yang tinggi,

namun responden III sangat menginginkan anak-anaknya bisa bersekolah

lebih baik jauh dari mereka. Pada iter responden III sangat lantang

mengatakan bahwa ia akan berusaha mencari uang agar anak-anaknya

sekolah,dan tidak bernasib sama dengan dirinya.

Ia juga mengatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting bagi

kehidupan. Karena pendidikan dapat mengubah nasib seseorang, dan ilmu

sangat bermanfaat bagi kehidupan jangka panjang.

Universitas Sumatera Utara

“pentinglah. Ga mungkinlah orangtua mau anaknya nasibnya sama kayaorangtuanya. Mereka harus sekolah! Yang paling tua ini udah SMK, yang dualagi SMP, tinggal dia aja lah yang SD (menunjuk ke anak bungsu).”

(R3.W1.b.115-120.h.39)

Meskipun ia tidak mengerti apapun yang di pelajari anak-anaknya tapi ia

berharap nasibnya jauh lebih baik dibanding dirinya yang tidak bersekolah. Ia

juga tidak sesekali membantu anak-anaknya belaajr, meskipun ia tidak

mengerti dengan pasti ilmu yang dipelajari anak-anaknya, tapi jika ia tahu apa

yang ditanyakan anaknya ia akan membantu menjelaskan kepada anak-

anaknya tersebut.

“aku rasa, memang ga ngerti lha sekolah orang ini. Tapi mereka harussekolah. Aku cari duitnya, sekolah lah mereka. Sampe mana aku mampunyekolahinnya, aku usahakan.”

(R3.W1.b.124-128.h.39)

“sekali- sekali ke tengok aku juga. Tapi kalo ngajarin ya ga mungkinlah...mereka ini sekolahnya udah lebih tinggi, kek mana pulak ga tamat SDngajarin yang udah SMP, ya kan pulak? Hahaha...”

(R3.W1.b.132-136.h.39)

“adalah, pas yang aku ngerti, mau juga mereka nanyanya... selebihnya akujuga ga tau. Tapi ada jugalah mereka nanya sama aku...hahaha (tertawa sangatkeras).”(R3.W1.b.140-144.h.40

i. Kecemasan Ayah

c.1. Penyesuaian dalam Mendampingi Anak Sakit

Universitas Sumatera Utara

Beberapa literatur bacaan menyatakan bahwa keluarga yang memiliki anak

thalassaemia bagi sebagian orang awam merupakan hal yang sangat

mengerikan. Adanya kekurangan informasi mengenai penyakit ini

memperburuk keadaan. Bagi keluarga Responden IIIsendiri, terutama

Responden IIIsebagai seorang ayah dan kepala keluarga hal tersebut sangat

mencemaskan. Keterangan dokter mengenai diagnosa awal di rumah sakit

Methodist sempat membuat Responden IIIsangat sedih. Melalui saran dokter,

ia mulai memeriksakan Vina ke laboratorium untuk hasil yang lebih akurat.

Vina di diagnosa dokter mengalami thalassaemia pada usia 12 tahun. Vina, di

larikan ke Rumah Sakit karena demam tinggi dan mendadak pingsan setelah

mandi.

” Jadi pertama kali dia (vina) itu demam, udah seminggu lah demamnya.Udah agak sembuh saya suruh mandi, abis mandi sesak napas dia. Jadi sayabawa dia ke Rumah Sakit Methodis, disana di periksa Hbnya udah tiga, jadidiagnosa dokternya dia kena Thalassaemia Mayor, trus di rujuklah dia keAdam Malik. Sampe adam malik, di transfusi dua kali.”

(R3.W2.b.333-342.h.44)

“iya, udah saya lihat di Adam Malik, kok banyak kali juga lah yang sakitini. Tadinya rasanya cuma saya sendiri aja yang anaknya sampe dua lagi yangsakitnya seperti ini...”

(R3.W2.b.416-420.h.45)

c.2. Perasaan Ayah Melihat Perawatan yang Dilakukan Terhadap Anak

Sebagai orang awam yang tidak pernah mendapat informasi apapun

mengenai penyakit yang diderita anak-anaknya, bagi responden III cukup

Universitas Sumatera Utara

membuat sedih. Anak yang dianggap selalu sehat dan segar harus bergantung

dengan transfusi darah setiap bulannya. Ini membuat responden III sempat

merasa depresi.

“haduh, ga tau lagi lha saya dek. Kayanya saya sedih...kali. kok bisa sayalha yang nerima. Hidup enggaknya senang kali. Malah begini lagi lha cobaan.Tapi setelah ketemu banyak orang yang punya masalah serupa agak terobatijuga perasaan saya ini, saya pikir waktu itu, “o...ternyata banyak yangngalamin anaknya sakit ini” kaya terhiburlah sedikit...”

(R3.W2.b.401-410.h.45)

Tapi setelah bertemu dengan banyak orang yang mengalami nasib yang

serupa ia sedikit merasa lebih lega. Ternyata sakit itu bukan hanya ia yang

mengalaminya sendirian. Perlahan ia mencoba ikhlas dan menerima keadaan

yang dialami anak-anaknya dan berusaha menjalani perawatan dan

pengobatan dengan sebaik mungkin agar anak-anaknya selalu sehat.

“sampe udah ketemu banyak orang yang ngalamin serupa lha waktu itu.Udah ngeliat banyak yang ngalamin sakit kek gini, ada yang anaknya kecil-kecil, ada yang sakitnya lebih parah, kondisi badannya lebih rentan trus sayapikir, ga saya aja yang ngalamin... Tadinya ada juga perasaan kesal samaTuhan. Kok saya?! Tapi udah dilihat begitu, ada perasaan tenanglah...rupanya ada lah yang bayi pun udah sakit terus masih kecil begitu udahdi tusuk-tusuk jarum... Itulah yang saya lihat.”

(R3.W2.b.424-436.h.46).

c.3. Ketakutan Jika Penyakit Anak Menjadi Kambuh dan Anak Menjadi

Trauma

Yang kerap membuat khawatir responden III adalah kondisi anak

bungsunya Dito. Karena ia masih kategori anak-anak yang cenderung aktif

Universitas Sumatera Utara

dan tidak bisa diam, ia jadi lebih mudah lelah dan lemas setelah beraktifitas

berat seperti lari dan bermain-main dengan teman sebayanya. Kondisi tersebut

menjadikan Hb darah Dito jadi lebih cepat menurun, padahal orang yang

menderita thalassaemia tidak boleh terlalu lelah. Bebebrapa kali sering

memarahi Dito, karena pernah sakin capeknya bermain, anak laki-laki yang

masih kelas 1 SD ini sampai mimisan, begitu yang disampaikan responden III

kepada iter.

“Kalo adekannya ini ga ada lha, paling maen komputer itu aja. Tapi masihlebih bagus ketimbang main di luar rumah. Suka ga ke pantau kita mainnyagimana ato dimana.”

(R3.W2.b.543-548.h.48).

“enggak. Kalo sampe segitu dokternya marah. Itu si Dito, kalo Vinaterakhir drop itu pas pertama kali ketauan sakit itu aja. Selanjutnya ga pernahdi bawah tujuh.”

(R3.W2.b.572-576.h.49)

c.4. Kecemasan Ayah yang Mengakibatkan Overprotect Terhadap Anak

yang Sakit

Bagi responden III kasih sayang harus dibagi rata, tidak ada yang dibeda-

bdeakan meskipun ada anak yang sakit. Meskipun sakit tapi jika melakukan

kesalahan tetap harus di hukum. Tidak ada membeda-bedakan antara satu

dengan yang lainnya. Yang membedakan hanya bentuk nasihat agar anak yang

sakit tetap waspada dengan kondisi kesehatanya. Itu yang disampaikan oleh

responden III kepada iter pada saat wawancara di rumahnya jalan Sutomo

pada minggu siang.

Universitas Sumatera Utara

“enggaklah. Semua sama aja, ga ada yang dibeda-bedain... ga liat siapayang sakit, siapa yang sehat, tapi kalo dari perawatan sama mengingatkan yaagak bedalah.. kalo kakaknya udah besar ya udah tau juga jadi ga paladibilang kali. Tapi kalo adeknya ini kan masih perlu banyak diingatin.. nantipanas sikit dia pun suka mimisan.. agak bandel kalo yang kecil ini..”

(R3.W1.b.169-178.h.40)

c.6. Kecemasan Ayah Akibat dari Peristiwa Psikologis Tertentu.

Pengalaman adalah guru yang berharga begitu kata pepatah, namun bagi

responden III pengalaman mengajarkan kita menjadi lebih tegar dan siap

dengan kondisi apapun. Meskipun sebagai pasien Jamkesmas, tapi tidak

lantas semua hal mudah dilakukan. Sudah tertolong di masalah biaya, belum

tentu dalam prosesnya selalu mudah. Itu yang dialami oleh Ayah Vina dan

Dito ini, ada kalanya ia harus mencari stok darah ke PMI pusat dan PMI

cabang, karena stok darah di Medan sangat minim sekali sehingga banyak

pasien thalassaemia yang merasa kesulitan. Bahkan menurut Responden

IIIini, ia pernah datang ingin membeli darah, tapi dari pihak PMI sendiri

meminta donor ganti, meskipun ia sudah membeli dengan uang. Hal tersulit

yang selama ini dijalani adalah mencari-cari stok darah.

Tapi di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, ia merasa selalu di

mudahkan urusannya dalam mendapatkan darah. Banyak pihak yang mau

mambantunya seperti orang-orang dari komunitas sosial, maupun para

orangtua penderita thalassaemia.

“kalo semua pake biaya sendiri ya ga tahanlah... yang kaya pun bisamelarat kalo kaya gini. Biayanya aja udah berapa. Sekali pengobatan kalobiasa sendiri bisa sepuluh juta perbulan. Kan ada juga itu yang kaya berobat

Universitas Sumatera Utara

pake biaya sendiri. Kaya pertemuan orangtua waktu itu, dia pasien dariRumah Sakit Advent. Dia cerita kalo perbulannya bisa sepuluh juta.”

(R3.W2.b.553-561.h.48)

“payah ngurusnya, biasanya yang mau beli darah di suruh bawa donorpengganti. Stoknya juga kadang-kadang kosong. Payah sekarang susah. Tapisemua juga bilang untuk donor semua agak repot nyariin kalo ada donor apaenggak. Nawarin ke temen ato sodara untuk jadi donor semua rata-ratajawabnya enggak. Alasannya macem-macem. Itulah kendalanya tadi, keliatansepele tapi itu pula yang penting kan?”

(R3.W2.b.375-385.h.45).

c.7. Kecemasan Ayah Akibat Adanya Stress dan Kegagalan dalam

Belajar

Responden III mengakui bahwa ia tidak mengerti apapun yang dipelajari

oleh anak-anaknya di sekolah. Hal ini lantaran keterbatasan ilmu pendidikan

yang ia miliki. Namun, hal tersebut tak lantas membuta ia stress dan frustasi

apalagi rendah diri dihadapan anak-anaknya. Baginya memang sudah kodrat

Tuhan mentakdirkan hidupnya seperti ini. Di saat seperti itu ia bangga

lantaran si sulung Vina baru saja selesai PKL (Praktek Kerja Lapangan) yang

di tugaskan oleh gurunya di sekolah. Prestasi yang dilakukan Vina membuat

responden III sebagai ayahnya bangga dengan hal tersebut.

Ia merasa bangga dengan anak-anaknya yang mulai makin menanjak

tingkatan sekolahnya dan membuat responden mengatakan bahwa ia akan

menyekolahkan anaknya kemana saja sampai mana ia mampu menyekolahkan

anak-anaknya.

Universitas Sumatera Utara

“pentinglah. Ga mungkinlah orangtua mau anaknya nasibnya sama kayaorangtuanya. Mereka sekolah. Yang paling tua ini udah SMK, yang dua lagiSMP, tinggal dia aja lah yang SD (menunjuk ke anak bungsu).”

(R3.W1.b.115-120.h.39)

” Tau. Semua tahu. Kalo kakaknya ini malah baru aja selesai PKL yang ditugaskan sekolahnya. Pihak sekolah tau lah kalo mereka sakit.”

(R3.W2.b.526-529.h.48)

j. Reaksi Terhadap Penyakit Thalassaemia yang dialami oleh anak

Responden I

Anak adalah anggota keluarga yang memang diharapkan kehadirannya

dalam kehidupan berumah tangga. Dan memiliki anak thalassaemia sampai

mencapai dua orang, bagi beberapa orangtua bisa jadi merupakan kejadian

yang sangat mengkhawatirkan.

“haduh, ga tau lagi lha saya dek. Kayanya saya sedih...kali. kok bisa sayalha yang nerima. Hidup enggaknya senang kali. Malah begini lagi lha cobaan.Tapi setelah ketemu banyak orang yang punya masalah serupa agak terobatijuga perasaan saya ini...”(R3.W2.b.401-407.h.45).

Kecemasan yang lain yang dirasakan oleh Responden IIIadalah ketika

waktu untuk anak-anaknya melakukan transfusi darah, malah tidak didapati

jumlah stok darah yang memadai. Hal itu akan membuat responden III rela

mencari darah kesana-kemari sebagai bukti tanggung jawabnya sebagai

tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Selain karena usahanya, ia sangat

bersyukur dengan adanya suatu komunitas yang di buar untuk para orangtua

penderita thalassaemia., karena menurut Responden IIIsendiri ia merasa

sangat tertolong. Pertolongan itu berupa bantuan jasa dari sesama orangtua

penderita. Menurut Pak IS, pertolongan itu misalnya, pada saat tidak

Universitas Sumatera Utara

memiliki stok darah maka, saat kita memberitahu salah seorang anggota maka

rekanan itu akan mencoba mencarikan bantuan.

“itulah, pas Hb udah rendah, pucat sama lemes kali, tapi ga ada stok darah.Sibuk nyari. Kadang-kadang pun di PMI sendiri darah ga ada. Di bank darah,darahnya pun ga ada. Sekalinya ada langsung di tanya, bawa darah ganti apaenggak..duh repotnya, sampe kelimpungan lah...”(R3.W1.b.227-234.h.41-42).

“kita kan cemas juga sama anak, makanya apapun dilakukan lha untukanak. Makanya itu ada kumpulan orangtua penderita itu... banyak kalitertolong sama kumpulan. Mereka cerita-cerita kalo anaknya lebih parahkeadaannya dari anakku... kaya ada sebagian capek ini di angkat.. gitulah...(tersenyum).”(R3.W1.b.235-243.h.42)

Dalam kesehariannya Responden IIIhanya seorang pengantar rantang yang

mulai kerja saat menjelang siang sampai sekitar pukul dua siang untuk

mengantarkan rantang-rantang pesanan. Upah untuk pekerjaannya itu

dirasakan masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tapi

menurut Responden IIIanak-anaknya mengerti dan memahami kondisi

keuangan keluarganya, dan tidak pernah menuntut hal yang macam-macam.

Baginya, itu dirasakan sebagai bentuk kepedulian dan pengertian keluarga.

Selain itu bantuan pemerintah untuk pengobatan anaknya bagi Responden

IIIsangatlah membantu perekonomian keluarganya. Tanpa adanya Jamkesmas

baginya untuk membiayai perawatan dan pengobatan kedua anaknya yang

thalassaemia dirasakan menjadi sangatlah berat.

“Oh, ya kalo dihitung-hitung ya ga cukup, wah.. tapi di cukup-cukupilah...di pada-padain.”

(R3.W1.b. 50-52.h.38)

“ya kalau anak yang sakit kan pake Jamkesmas, ya kami mengharap darisitu ajalah biayanya”

Universitas Sumatera Utara

(R3.W1.b.56-58.h.38)

Kecemasan yang sering ditunjukkan Responden IIIkepada anaknya

terutama kepada anaknya Dito. Dito sering sekali keadaannya

mengkhawatirkan, karena sering demam. Sering juga mengalami mimisan

jika sudah kepanasan. Hal tersebut karena Dito sendiri sering bermain dengan

teman sebayanya sampai tidak ingat waktu. Menurut Pak IS, jika Dito sudah

terlalu letih ia jadi mudah demam, akibat parahnya jika Dito sudah terlalu

letih, Hb darahnya menjadi drop sampai 5 (lima). Kalau keadaan sudah

seperti itu, Dito harus dibawa ke rumah sakit dan melakukan transfusi darah.

Makanya jadwal transfusi darah Dito sering cepat. Dito anak yang sangat

aktif,dan sulit untuk dilarang bermain. Tapi bagi Responden IIIsendiri lebih

baik Dito sering bermain tapi di dalam rumah, jadi lebih mudah untuk di

pantau daripada ia bermain di luar dan pulang bermain dengan capek berat.

“Tapi kalo adeknya ini kan masih perlu banyak diingatin.. nanti panas sikitdia pun suka mimisan.. agak bandel kalo yang kecil ini...”

(R3.W1.b.175-178.h.40)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

k. Bentuk Reaksi Kecemasan Ayah dalam Menghadapi Anak Penderita

Thalassaemia

Universitas Sumatera Utara

Adapun bentuk dari reaksi kecemasan ayah yang anaknya menderita

thalassaemia adalah:

1. Adanya ketakutan-ketakutan akan kehilangan anggota keluarga/ anak

Ketakutan akan kehilangan anak yang menderita thalassaemia ini

diakui oleh responden III, ia mengaku bahwa anaknya saat itu pingsan

seketika setelah mandi sehabis demamnya reda. Belum lagi, ia sama

sekali tidak mengetahui penyakit kelainan darah thalassaemia. Belum

begitu paham mengenai penyakit tersebut, anaknya yang paling

bungsu juga di beritakan menderita penyakit yang sama.

2. Ketakutan akan ketidakmampuan pembiayaan pengobatan

Biaya pengobatan yang pada akhirnya dibantu dengan program

Jamkesmas pemerintah dirasa sangat meringankan pengeluaran bagi

responden III, akan tetapi masih ada keresahan lainnya yang

berhubungan dengan perawatan dan pengobatan, yaitu langkanya

ketersediaan stok darah, sehingga harus membeli jika darurat. Harga

perkantong darah tidak murah bagi responden III, karena ia

membutuhkan dua sampai tiga kantong darah untuk satu orang anak,

sedangkan jumlah anak yang menderita thalassaemia ada dua orang,

sehingga total kantong darah yang di perlukan bisa mencapai enam

sampai tujuh kantong darah.

Universitas Sumatera Utara

l. Interpretasi Intra Subjek

Tabel 7Interpretasi Responden III

Aspek Kesimpulan Konfirmasi Teoritis

Peran ayah sebagipencari nafkah

Responden III merupakanpencari nafkah tunggal didalam keluarganya,penghasilannya sebulanbelum dirasa cukup untukmemenuhi kebutuhankeluarganya dengan empatorang anak yang sudahbesar-besar akan tetapidengan kemampuanmemutar uang ia merasapasti bisa memnuhikebutuhan keluarganya.

Kebutuhan yang mendasarbisa terpenuhi denganpenghasilan yang diperoleh ayah, akan tetapiselain kebutuhan dasar,sebuah keluarga pastimemerlukan kebutuhanlainnya. Penghasilan yangcukup dalam keluargamempunyai dampak yangbaik sekali dalam keluarga(Gunarsa, 1995).Meskipun penghasilanyang diperoleh sangat pas-pasan, responden IIImencoba untukmensyukurinya.

Peran ayah sebagaipemberi rasa amandan perlindungan

Perolehan rasa aman bisa didapat melalui lingkungantempat tinggal yang nyamandan lingkungan yang amanpula. Tempat tinggal yangdi pilih responden III untukkeluarganya dirasa sudahmemberikan tempat yangterbaik dengan beradadilingkungan saudara-saudara kandungnya.

Pemberian rasa amansudah menjadi targetutama dalam pernikahan/berkeluarga. Hal inidirasakan menjadi haldasar, bagaimanasuami/istri bisamenyesuaikan diri denganlingkungan tempat tinggaldan juga sebaliknya.

Hurlock (1980)mengatakan bahwapenyesuaian dalamberkeluarga lebih rumitdaripada menjalankansebuah bisnis. Penyesuaian

Universitas Sumatera Utara

itu meliputi, penyesuaianterhadap pasangan,keluarga dari pihakpasangan penyesuaiankeuangan, seksual, minatdan pekerjaan dansebagainya yang akanmelahirkan rumah tanggayang harmonis.

Peran ayah sebagaipemberi perhatiandalam pendidikan

Karena responden III bukanmerupakan ayah yangduduk di bangku sekoalhtinggi, ia mengharapkanbahwa semua anak-anaknyamemperoleh pendidikanyang baik dan mewujudkancita-cita sebatas mana iamampu menyekolahkananak-anaknya.

Secara umum, ayah lebihmemberikan semangatkepada anak-anaknyauntuk mengenallingkungan yang luas, danmembiarkan anak untukbergerak mengenal duniamenjadi lebih baik(Dagun, 2002). Dalam halpendidikan, ayah lebihmemberikan doronganagar anaknya lebih majudan memiliki kondisi dirimenjadi lebih tajam danpeka terhadap dunia yangbegitu besar.

Penyesuaian dalammendampingi anaksakit.

Pertama kali Responden IIImengetahui penyakitanaknya karena anaknyapingsan sehabis mandi darisembuh demam tingginya.Dokter juga menyarankanuntuk memeriksakan anakyang lain untuk diperiksakarena takut ada yangmengalami hal yang sama.Kecemasan yang munculadalah bayangan biaya yangmahal untuk pengobatandan ketakutan akankehilangan anggota keluargayang disayang.

Trauma dari peristiwa-peristiwa psikologistertentu; kecemasan timbuldiakibatkan mengalamikejadian yang tidakmenyenangkan sehinggaperasaan menjadi was-wasdan terlalu protektifterhadap diri sendirimaupun orang lain(Keable, 1997). Perasaanyang cemas, sedih dankesal karena memilikianak yan mengalamiThalassaemia sekaligusdua orang, membuatResponden III sempatmerasa Tuhan tidak adildengan hidupnya.

Universitas Sumatera Utara

Perasaan ayah melihatperawatan yangdilakukan terhadapanak.

Saat menemani anaknyamelakukan perawatan danpengobatan pertama kaliadalah perasaan yangcampur aduk. Ada perasaanyang sedih dan cemas, jugaperasaan yang lega karenamelihat bahwa masihbanyak orang yangmengalami hal yang lebihparah di bandingkan dengankondisi yang ia alami.Masih banyak anak yanglebih kecil dari anak-anaknya yang di berikanperawatan dan pengobatan.Meskipun yang seringmenemani anaknyamelakukan perawatan tapiResponden III juga seringmenemani ketika rawatinap.

Faktor kecemasan yangdiungkapkan Carpenitosalah satunya adalahkecemasan yangdiakibatkan oleh situasi.Dalam kondisi sebagaikeluarga pasien baru dirumah sakit dan masihawam mengenai penyakit,kecemasan yang timbulmenimbulkan reaksi-reaksitertentu pada fisik danpsikis. Ada bayangankehilangan orang yangdikasihi, ketakutanterhadap suatu reaksibiologis atau penyakittertentu dan sebagainyayang juga di alami olehResponden III.

Ketakutan jikapenyakit anak menjadikambuh dan anakmenjadi trauma

Responden III sangatmemperhatikan kondisianak-anaknya. TerutamaDito yang paling kecilkarena susah dikontrol jikasudah bermain, sehinggaketika selesai bermain danmenjadi terlihat sangatcapek, yang di khawatirkanadalah kondisinya yanglemah akibat Hb darahnyamenjadi turun danmengalami demam.

Adanya peristiwa yangterlalu sering terjadisehingga menimbulkankecemasan yangdisebabkan oleh kegagalandalam belajar merupakankecemasan yangdisebabkan kurangnyadaya atau kemampuanuntuk menghadapikejadian/peristiwa tertentuyang serupa (pernahterjadi) sehinggamenimbulkan keresahandan ketidakmampuankontrol diri.

Universitas Sumatera Utara

Menjadi overprotectterhadap anak yangsakit

Responden III tidakmemaksakan sesuatu kepadaanak-anaknya terutama yangmengalami thalassaemia.Hanya saja ia lebih disiplinuntuk anak-anaknya yangthalassaemia agar tidakterlalu capek dalamberaktivitas. Juga tidakmengekang makanan yangdi konsumsi.

Carpenito menjelaskan,munculnya kecemasankarena disebabkan adanyaancaman atas integritasbiologis seperti penyakittertentu. Ini yangmenyebabkan RespondenIIImenjaga agar kondisianaknya tidak terlalu letih.

Kecemasan Ayahakibat adanya stresdan kegagalan dalambelajar

Kemampuan anak-anaknyabersekolah jauh dari apayang pernah didapatkanresponden III dulu,membuat responden IIIbangga terhadap anak-anaknya, dan ia berkatauntuk anak-anaknya harussekolah yang tinggi, dansemampunya ia akanmenyekolahkan anak-anaknya.

Hurlock (1980)mengatakan bahwaorangtua yang mempunyaicita-cita tiggi terhadapanaknya akan mengalamikekecewaan yang beratjika cita-cita tersebut tidakdapat terwujud, sedangkanorangtua yang cita-citanyatidak terlalu tinggi, dancenderung biasa saja,namun ketika anak-anakmampu memberikanperubahan yan besar akanmemunculkan kebangganbagi orangtua.

Tidak mendapatkandukungan darikeluarga

Dukungan selalu didapatkan dari keluargabesar. Bahkan sampaisekarang beberapa orangponakan dari RespondenIIIselalu berusaha mencariinformasi mengenaithalassaemia. Keluargabesar Responden IIItinggalberdekatan dengan tempattinggal Pak IS, hal tersebutselalu dia syukuri sebagaibentuk motivasi darikeluarganya.

Wujud dari dukungansosial tidak hanya darikeluarga dekat. Kerabatdan rekan kerja juga bisamemberikan dukungan danmotivasi yang besar untukbisa melalui masalahataupun kondisi yangsedang tidak baik,sehingga memilikisemangat untuk menjadilebih baik.

Universitas Sumatera Utara

C. Diskusi

Temuan baru yang dilihat dalam penelitian ini adalah ketiga responden

dalam penelitian ini meskipun merasakan kecemasan dalam menghadapi

anaknya yang penderita thalassaemia, serta ketakutan-ketakutan di dalam

kecemasannya, mengaku bahwa kecemasan yang mereka rasakan sedikit

terobati dengan adanya kehadiran orang lain yang mengalami hal serupa

dengan apa yang mereka alami terhadap keluarganya terutama anak-

anaknya.dengan menemukan teman/ orang lain yang memiliki keadaan yang

serupa, maka kondisi yang terjadi adalah beban yang dirasakan di pundak

ketika pertama kali anggota keluarga di diagnosa dokter, menjadi sedikit

terangkat. Bahkan salah seorang responden yaitu responden III mengatakan

bahwa ketakutan dan kecemasannya seperti hilang saat mengetahui bahwa

yang mengalami hal serupa dengan dirinya lebih banyak, bahkan dengan

kondisi anaknya lebih rentan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan kecemasan yang diungkapkan

oleh Keable (1997) yaitu kecemasan merupakan suatu rangsangan emosional

yang berlebihan, kognitif dan perilaku. Mereka juga dikaitkan dengan distres

subyektif yang signifikan dan ketakutan. Bahwa suatu kondisi atau kejadian

dapat memicu ransangan emosional yang berlebihan dan menimbulkan

ketakutan-ketakutan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berkaitan dengan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada

Bab I sebelumnya, maka dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan yang

diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu bagaimana gambaran kecemasan

ayah yang memiliki anak penderita thalassaemia, yang mencakup

bagaimana peran ayah dalam menghadapi anak penderita thalassaemia,

bagaimana gambaran kecemasan ayah dalam menghadapi anak penderita

thalassaemia, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kecemasan

ayah yang menghadapi anak penderita thalassaemia, penjabarannya adalah

sebagai berikut:

1. Peran Ayah dalam Menghadapi Anak Penderita Thalassaemia

Ketiga responden menjalankan peran keayahannya dan dua dari tiga

responden ikut terlibat langsung dalam pengasuhan anak yang menderita

thalassaemia. Maksudnya adalah hampir dari keseluruhan mengurus anak

yang menderita thalassaemia dua dari tiga responden memang menangani

langsung anaknya yang mengalami thalassaemia tersebut dan mereka

adalah responden I dan responden II, sedangkan pada responden III tidak

begitu terlibat. Hal tersebut dikarenakan pada respoden III, ia tidak

mempunyai banyak waktu luang seperti responden I dan II.

Universitas Sumatera Utara

Peran ayah yang dimaksudkan disini adalah ayah sebagai pencari

nafkah, ayah sebagai pemberi rasa aman dan perlindungan, dan ayah

sebagai pemberi perhatian dalam pendidikan anak-anaknya. Dalam peran

ini mencakup hal-hal kecil yaitu ayah yang ikut berperan dalam perawatan

dan pengobatan anaknya yang menderita thalassaemia. Pada responden III

tidak begitu terlibat dalam mengurus anaknya pada saat perawatan dan

pengobatan, karena ia sebagai satu-satunya pencari nafkah bekerja dari

pagi sampai siang hari, dimana kondisi perawatan dan pengobatan yang

rutin dilakukan di rumah sakit di jadwalkan pagi hari.

2. Kecemasan Ayah dalam Menghadapi Anak Penderita Thalassaemia

Masing-masing responden merasakan kecemasan memiliki anak yang

menderita thalassaemia baik dari sisi keuangan, kesehatan anak yang bisa

tiba-tiba menurun drastis, prosedur perawatan dan pengobatan yang

janggal dan lain sebagainya. Meskipun dari pengakuan ketiga responden

smeua biaya perawatan dan pengobatan di gratiskan, akan tetapi jika

terjadi hal-hal seperti kehabisan stok darah maka, mau tidak mau mereka

harus membeli darah dengan menjadi pasien umum ke Palang Merah

Indonesia (PMI) dan biaya untuk satu kantong darah tidak sedikit,

sedangkan mereka memerlukan paling tidak dua sampai tiga kantong

darah.

Kecemasan lain yang dirasakan adalah kondisi kesehatan anak yang

tiba-tiba menurun. Usia anak-anak merupakan usia yang aktif untuk

bergerak dan melakukan banyak aktifitas, bagi anak yang menderita

Universitas Sumatera Utara

thalassaemia disarankan untuk tidak terlalu banyak aktifitas fisik yang

dapat membuat mereka lelah. Oleh sebab itu, jika hal tersebut tidak

terkontrol dan mereka (anak-anak penderita thalassaemia) mengalami

kondisi yang menurun sehingga Hb darah menurun drastis akan

menimbulkan kecemasan bagi para orangtua, khususnya bagi ayah. Karena

tubuh anak-anaknya tidak dapat memproduksi darah baru yang baik, maka

harus disegerakan untuk dibawa ke rumah sakit untuk melakukan transfusi

darah secepatnya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Ayah yang Memiliki

Anak Penderita Thalassaemia.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ayah yang

memiliki anak penderita thalassaemia adalah adanya ketakutan akan

kehilang anak selamanya, penyakit yang di derita oleh anak akan semakin

parah, ketidak-mampuan ayah sebagai kepala keluarga untuk memenuhi

kebutuhan perawatan dan pengobatan anak yang menderita thalassaemia.

B. Saran

1. Saran Praktis

a. Bagi ayah yang memiliki anak penderita thalassaemia bahwa setiap

masalah pasti menemukan pemecahannya, termasuk masalah

kesehatan. Hal itu dikarenakan para dokter dimanapun selalu

melakukan penelitian baik untuk penyakit yang ringan sampai yang

berat. Meskipun sampai saat ini thalassaemia masih belum ada obat

Universitas Sumatera Utara

penyembuhnya, selalu optimis bahwa dengan perawatan dan mengikuti

saran dokter kondisi anak akan selalu sehat.

b. Bagi pihak keluarga dari ayah yang memiliki anak penderita

thalassaemia agar dapat mendukung penuh dan tulus untuk membantu

menghilangkan pikiran negatif yang berujung pada kecemasan

individu dengan cara memberikan dukungan secara emosional dan

mengerti kondisi yang dialami.

c. Bagi masyarakat sebaiknya bisa ikut memahami, mencari informasi

mengenai thalassaemia, mensosialisasikan serta ikut berpartisipasi

pada setiap acara donor darah, dan juga memberikan dukungan secara

psikologis.

2. Saran penelitian selanjutnya

a. Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pengambilan data

tambahan seperti kroscek data terhadap istri responden atau keluarga

terdekatnya untuk kelengkapan data yang lebih akurat

b. Penelitian selanjutnya dilakukan dengan tema yang sama dengan

karakteristik yang sedikit berbeda (ayah yang bukan dari golongan

ekonomi menengah kebawah) agar memperoleh data perbandingan

yang lebih baik.

c. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan tatap muka lebih

dari tiga kali agar lebih mampu memberikan gambaran yang lebih utuh

terhadap kecemasan ayah yang terjadi. Serta disarankan agar peneliti

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya lebih perlu lagi meningkatkan kemampuan membina

rapport dan wawancara mendalam agar lebih dapat menghayati

penghayatan responden.

Universitas Sumatera Utara