BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain...
Transcript of BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain...
Fatimah, Sayyidah. 2014 PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Pre-Experiment. Desain
penelitian yang hanya melibatkan satu kelompok saja, tanpa adanya kelompok
kontrol. Desain penelitian yang digunakan ini adalah one group pretest-
postest design. Dalam desain penelitian ini pretest dilakukan sebelum
perlakuan, dan postest dilakukan setelah perlakuan. Pengaruh yang diberikan
adalah perlakuan berupa pendekatan pembelajaran Brain Based Learning
terhadap peningkatanketerampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII pada
materi tekanan. Desain tersebut digambarkan padaTabel 3.1.
Tabel 3.1Tabel One Group Pretest Posttest Design
Kelompok Pre-test Treatment Post-test
Eksperimen O X O
Keterangan :
O = Tesketerampilanberpikirkritis
X =Perlakuan dengan menggunakan pendekatan Brain Based
Learning
Diberikannya pretest pada siswa untuk mengetahui pengetahuan awal
siswa pada materi tekanan, kemudian dalam pembelajaran siswa diberikan
pendekatan pembelajaran (treatment) selama tiga pertemuan dengan
pendekatan Brain Based Learning. Setelah medapatkan treatment siswa
diberikan postest dengan instrumen yang sama seperti pretest.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
20
Populasi penelitian ini adalah seluruhsiswakelasVIII pada salah satu SMP
Negeri di kota Bandung sebanyak sebelas kelas, dari kesebelas kelas tersebut
dipilih salah satu kelas sebagai sampel. Penentuan sampel disini
menggunakan teknik purposive sample. Pengambilan sampel dengan cara
tersebut berdasarkan tujuan atau pertimbangan bahwa pemilihan kelas
penelitian berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran fisika.
C. Definisi Operasional
1. Pendekatan brain based learning merupakan prinsip pembelajaran yang
mengoptimalkan fungsi otak dengan menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa jenuh di dalam
pembelajarannya. Keterlaksanaan kegiatan pendekatan brain based
learning diukur menggunakan lembar observasi dengan melihat
persentase keterlaksanaan. Lembar observasi diisi oleh observer pada saat
pembelajaran di kelas berlangsung.
2. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk menentukan apa yang
harus diyakini atau tidak dan apa yang harus dilakukan atau tidak. Pada
penelitian ini, keterampilan berpikir kritis diukur dengan soal
keterampilan berpikir kritis yang berbentuk essai. Peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa diukur dari hasil pretest dan posttest.
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dicari dengan menghitung nilai
N-gain.
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap perencanaan
a. Melakukan studi literatur. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan
berbagai informasi terkait keterampilan berpikir kritis dan pendekatan
brain based learning.
b. Penyusunan proposal penelitian.
c. Seminar proposal.
d. Revisi proposal.
e. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
f. Mengurus surat izin penelitian dan menghubungi pihak sekolah.
21
g. Menyusun rencana pembelajaran dan instrumen penelitian.
h. Melakukan judgement instrumen (tes) keterampilan berpikir kritis
kepada dua orang dosen fisika. Instrumen digunakan untuk pre-test
dan post-test
i. Melakukan judgement Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
LKS.
j. Merevisi instrumen penelitian.
k. Mengujicobakan instrumen penelitian
l. Analisi statistik dan revisi soal yang dibuat apabila terdapat
kekurangan atau kesalahan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menentukan sampel penelitian yang terdiri dari satu kelas
b. Pelaksanaan pretest
c. Melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan Brain Based
Learning
d. Pelaksanaan posttest
3. Tahap Akhir
a. Mengolah hasil pretest, posttest, lembar skalasikap dan lembar
observasi.
b. Menganalisis dan membahas temuan penelitian
c. Menarik kesimpulan
d. Menyusun laporan hasil penelitian
22
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh
data yang dibutuhkan pada penelitian, maka dipergunakan instrumen tes dan
instrumen non-tes. Instrumen tesberupates keterampilan berpikir kritis.
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian
Revisi
instrumen
Studi literatur:
Pendekatan brain based learning
dan keterampilan berpikir kritis
Pembuatan perangkat pembelajaran dan
instrumen:
1. Soal tes keterampilan berpikir
kritis
2. Lembar Observasi
3. Lembar Skala Sikap
Judgement instrumen dan
perangkat pembelajaran
Uji coba dan analisis instrumen serta
perangkat pembelajaran
Pretest
KBM dengan
menggunakan
pendekatan Brain
Based Learning
Posttest
Pengolahan
dan analis data
Kesimpulan
Tahap
Persiapan
Tahap
Pelaksanaan
Tahap Akhir
Observasi
keterlaksanaan
pendekatan brain
based learing
Pengisian lembar
skala sikap siswa
23
Sementara instrumen non-tes berupa lembar observasi dan lembar skala
sikap.
1. InstrumenTes
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa diberikan tes
sebanyak dua kali yaitu pretest dan posttest dengan mengunakan soal
keterampilan berpikir kritis yang sama. Soal ini disusun oleh peneliti
sendiri dan sudah hasil judgment. Tujuan pretest untuk mengetahui
kemampuan awal berpikir kritis siswasebelumditerapkanpembelajaran
sedangkan posttest untuk melihat pengaruh keterampilan berpikir kritis
setelah diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan brain based
learning.
Tes diberikan dalam bentuk essaisupaya dapat melihat sejauh mana
kemampuan berpikir kritis siswa. Proses keterampilan berpikir kritis
peserta didik dilihat dari setiap langkah-langkah penyelesaian dalam
menjawab tes. Sesuai dengan apa yang dinyatakan Ennis (2001) dalam
menyusun tes lebih baik dengan menggunakan pertanyaan terbuka,
karena lebih mudah diadaptasi oleh diri sendiri dan lebih komprehensif
dalam menilai keterampilan, pengetahuan atau kompetensi yang ingin
diukur. Begitupun dengan Bialin (2002 dalam Hafsah, 2012) salah satu
peneliti dibidang berpikir kritis juga menganjurkan agar tes berpikir kritis
dibuat dalam bentuk essai.
Rubrik penskoran tes esai mengacu pada rubric penskoran menurut
Stiggins (1994) yang diuraikan padaTabel 3.2.
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Esai Berpikir Kritis
Skor IndikatorPenilaian
5 Jawaban yang diberikan jelas, fokus, dan akurat. Hubungan antara
jawaban soal tergambar jelas.
3 Jawaban yang diberikan jelas dan cukup fokus, namun kurang lengkap.
Keterkaitan antara jawaban dengan soal kurang akurat.
1
Jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan apa yang dimaksudkan
dalam soal, berisi informasi yang tidak akurat, atau menunjukan
kurangnya penguasaan terhadap materi. Poin-poin yang diberikan tidak
24
jelas, tidak memberikan contoh yang mendukung.
0 Tidak ada jawaban
Soal uraian yang telah dibuat berdasarkan indikator keterampilan
berpikir kritis ini sebelumnya dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan tingkat kesukaran dari instrumen tersebut, agar instrumen
tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian ini, yakni untuk
mengukur keterampilan berpikir kritis.
a. Validitas instrumen penelitian
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat
ketepatan/keabsahan sebuah instrumen (Arikunto, 2011). Suatu
instrumen dikatakan valid jika alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Validitas sebuah tes dilakukan dengan penilaian oleh ahli (Expert
judgement) dibidangnya.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan suatu tes.
Sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang
ajeg/konsisten. Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 100), reliabilitas
instrumen dalam bentuk uraian dapat menggunakan rumus alpha
sebagai berikut:
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas yang dicari
n = jumlah butir soal
= varians skor total
∑ = jumlah varians skor tiap butir soal
Interpretasi derajat reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 1990:
177 dalam Prasetyani), yaitu:
. . . . . (3.1) (
)(
∑
)
25
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Nilai r11 Interpretasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
c. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak mendorong siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyai semangat untuk mengerjakannya.Bilangan yang
menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran (dificullty index). Menurut Arikunto (2011), besarnya
indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran ini
menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran
0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks
1,00 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Rumus mencari
(indeks kesukaran) adalah sebagai berikut.
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan
benar
. . . . . . . . . . . . (3.2)
26
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut Arikunto (2011), indeks kesukaran sering diklasifikasikan
dalamTabel 3.5.
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilaip Interpretasi
P < 0.3 Sukar
0.3 P 0.7 Sedang
P > 0.7 Mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar
oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang
berkemampuan rendah, artinya soal itu tidak baik, karena tidak
mempunyai daya pembeda. Demikian pula apabila semua siswa baik
siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan
rendah tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik
juga, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah
soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi
saja.Seluruh peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok atas (kelompok siswa berkemampuan tinggi) dan kelompok
bawah (kelompok siswa berkemampuan rendah). Jika seluruh
kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan
seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut
mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua
kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah
menjawab benar, maka nilai D -1,00. Akan tetapi, jika siswa
kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab
benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut
mempunyai nilai D 0,00. Hal ini dikarenakan soal tidak mempunyai
daya pembeda sama sekali.Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 213),
27
daya pembeda dapat ditentukan dengan nilai indeks diskriminasi
sebagai berikut.
Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab
benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 218), daya pembeda dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
NilaiDP Interpretasi
Bertandanegative SangatBuruk
DP < 0.20 Buruk
0.20 < DP < 0.40 Cukup
0.41 < DP < 0.70 Baik
0.70 < DP < 1.00 BaikSekali
Setelah tes butir soal tersebut diujicobakan, maka tes tersebut
diberikan saat pretes dan postest, hal ini dilakukan untuk melihat
apakah ada pengaruh setelah diberikan materi dengan perlakuan
pembelajaran pendekatan Brain Based Learning.Berikut ini adalah
Tabel 3.7 yang memuat hasil dari analisis uji coba dan judgement.
. . . . . (3.3)
28
Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis
2. IntrumenNon Tes
a. Lembar Observasi
Lembar observasi ditujukan untuk mengetahui persentase
keterlaksanaan pendekatan brain based learning sesuai dengan
RPP yang telah disusun. Lembar observasi diisi oleh observer saat
pelaksanaan pembelajaran berlangsung.
No.
Soal
Daya Pembeda Taraf Kemudahan Reliabilitas
Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Skor Interpretasi
1 0.4 cukup 0.56 Sedang
0.70 tinggi
2 0.8 Baik sekali 0.52 Sedang
3 0.8 Baik sekali 0.7 Mudah
4 0.67 baik 0.61 Sedang
5 0.93 Baik sekali 0.43 Sedang
6 0.533 baik 0.59 Sedang
7 0.87 Baik sekali 0.56 sedang
8 0.87 Baik sekali 0.59 sedang
9 0.8 Baik sekali 0.47 sedang
10 0.8 Baik sekali 0.68 sedang
11 0.8 Baik sekali 0.44 sedang
12 0.67 baik 0.64 sedang
13 0.33 cukup 0.49 sedang
14 0.53 baik 0.52 sedang
15 0.67 baik 0.51 sedang
16 0.67 baik 0.45 sedang
17 0.67 baik 0.61 sedang
18 0.4 cukup 0.72 mudah
19 0.4 cukup 0.773 mudah
20 0.47 baik 0.32 sedang
29
b. Skala Sikap
SkalaSikapdigunakanuntukmengumpulkaninformasitentangtangga
pansiswaterhadappembelajaran yang terbagi kedalam duajenis
pernyataan positif dan pernyataan negatif.Skalasikap yang dibuat
menggunakan skala likert, yang terdiri dari empat pilihan jawaban
yaitu: SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS
(Sangat tidak setuju).
F. Teknik Pengolahan Data
1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dilakukan berdasarkan
peningkatan skor dari hasil pretest ke posttest siswa kemudian
dilanjutkan dengan analisis gain yang dinormalisasi. Persamaan yang
digunakan dalam menghitung N-gain menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kriteria klasifikasi indeks N-gain disajikan selangkapnya dalam
Tabel3.8.
Tabel 3.7 Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi
2. Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning
Lembar observasi disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang menerapkan pendekatan brain based learning. Keterlaksanaan
kegiatan pembelajaran dalam lembar observer ini disertai pilihan
kategori “terlaksana“ dan “tidak terlaksana”. Untuk kategori
“terlaksana” dilihat juga kategori kualitas keterlaksanaannya yang
Indeks N-Gain Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
... (3.4)
30
terdiri dari kategori KB (KurangBaik), B (Baik), dan BS (BaikSekali).
Dalam menentukan keterlaksanaan pembelajaran yang memiliki
kriteria KB (Kurang Baik) jika sedikit (±0%-30%) siswa yang
merespon, keterlaksanaan dengan kriteria B (Baik) jika hanya
sebagian (±30%-70%) siswa merespon, sementara untuk
keterlaksanaan dengan kriteria BS (Baik Sekali) jika hamper semua
(±70%-100%) siswa merespon. Data yang diperoleh dari hasil
observasi digunakan sebagai data pendukung yang menggambarkan
suasana pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning. Data tersebut dianalisis dengan menghitung
persentase keterlaksanaan ( ) yang menggunakan rumus sebagai
berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak satu kegiatan pun terlaksana
0<K<25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana
25<K<50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
50 Setengah kegiatan terlaksana
50<K<75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
75<K<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
100 Seluruh kegiatan terlaksana
3. Respon Skala Sikap
Analisis data dari skala sikap bertujuan untuk mengetahui respon siswa
terhadap penerapan pembelajaran brain based learning. Skala sikap
yang dibuat memuat pernyataan yang memiliki empat pilihan jawaban
SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat
Tidak Setuju). Kemudian jawaban tersebut dinyatakan dalam
persentase. Hasil persentase ini bisa mengetahui tanggapan siswa
terhadap pembelajaran. Data yang diperoleh dari skala sikap diolah
. . . (3.5)
31
dengan cara menghitung jumlah seluruh siswa yang memilih poin-poin
yang tersedia, kemudian jumlah tersebut diubah kedalam bentuk
persentase dengan cara sebagai berikut:
Keterangan:
R = Persentase responden yang menjawab
P = Jumlah responden yang memilih masing-masing poin-poin
yang tersedia
F = Jumlahseluruhresponden
Tabel 3.9 Kriteria Persentase Respon Skala Sikap
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak seorangpun
0<R<25 Sebagian kecil
25<R<50 Hampir setengahnya
50 Setengahnya
50<R<75 Sebagian besar
75<R<100 Hampir seluruhnya
100 Seluruhnya
. . . . . . . . . . . (3.6)