BAB III Metode Penelitian
-
Upload
renny-desiana -
Category
Documents
-
view
30 -
download
1
Transcript of BAB III Metode Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode
tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.
Kabupaten dan kota yang dianalisis berjumlah 38, terdiri dari 29 kabupaten dan 9
kota. Data yang diperlukan meliputi: (1) jumlah penduduk, (2) PDRB, (3) jumlah
pekerja, (4) luas pertanian teririgasi, (5) panjang jalan, (6) anggaran pembangunan
daerah, (7) produksi air yang disalurkan, (8) tabungan, (9) rasio murid terhadap
guru, (10) rasio dokter setiap puskesmas. Sumber data tersebut diperoleh dari: (1)
BPS Pusat, (2) BPS Provinsi Jawa Timur, dan (3) literatur lain yang mendukung.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2010
dan software Eviews 6.
3.2 Metode Analisis
Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesenjangan ekonomi
antar wilayah, analisis trend ketimpangan, dan analisis pola pertumbuhan
ekonomi dilakukan dengan metode deskriptif. Metode kuantitatif digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB.
3.2.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah
Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diukur
menggunakan Indeks Williamson. Rumus Indeks Williamson adalah sebagai
berikut:
28
∑ .CVW =
Dimana:
CVW : Indeks Williamson
fi : Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa)
f : Jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur (jiwa)
Yi :PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rp juta)
Y : PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur (Rp juta)
Apabila nilai ketimpangan kurang dari 0,35 maka di daerah tersebut terdapat
ketimpangan namun rendah. Jika nilai ketimpangan di atas 0,5 maka ketimpangan
yang ada di daerah tersebut termasuk tinggi. Kriteria yang digunakan untuk
menentukan taraf ketimpangan adalah:
CVW < 0,35 : Kesenjangan taraf rendah
0,35 < CVW< 0,5 : Kesenjangan taraf sedang
CVW > 0,5 : Kesenjangan taraf tinggi
Trend ketimpangan diamati dari perkembangan nilai indeks ketimpangan
ekonomi antar wilayah yang diperoleh dari hasil perhitungan Indeks Williamson
yang digambarkan dalam sebuah grafik. Kemudian dianalisis secara deskriptif
bagaimana trend ketimpangan dalam grafik tersebut dapat terjadi.
Pada penelitian ini terdapat dua indeks Williamson, yaitu nilai indeks
Williamson berdasarkan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dan nilai
indeks Williamson kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tanpa Kota Kediri dan
Kota Surabaya. Apabila menggunakan nilai indeks Williamson yang pertama,
maka nilai yang dihasilkan yaitu lebih dari 1 (Lampiran 5) sehingga tidak sesuai
29
dengan teori yang menyebutkan bahwa nilai indeks Williamson yaitu antara 0
hingga 1. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis nilai indeks Williamson
yang kedua, tanpa Kota Kediri dan Kota Surabaya, karena nilai yang dihasilkan
sesuai dengan teori. Nilai PDRB per kapita di Kota Kediri dan Kota Surabaya
yang sangat jauh dari rata-rata merupakan penyebab dari nilai indeks Williamson
yang melebihi 1. Sehingga penelitian ini tidak memasukkan Kota Kediri dan Kota
Surabaya ke dalam perhitungan nilai indeks Williamson yang dianalisis.
3.2.2 Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Klasifikasi pertumbuhan ekonomi daerah dianalisis menggunakan Klassen
Typology (Tipologi Klassen). Tipologi Klassen membagi daerah berdasarkan dua
indikator utama, yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita.
Melalui analisis ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan
ekonomi yang berbeda, yaitu:
1. Daerah maju dan pertumbuhan cepat, adalah daerah yang memiliki
tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih tinggi
dibandingkan provinsi.
2. Daerah berkembang cepat, adalah daerah yang memiliki
tingkatpertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi pendapatan per kapitanya
lebih rendahdibandingkan provinsi.
3. Daerah maju tetapi tertekan, adalah daerah yang memiliki
tingkatpertumbuhan ekonomi rendah sedangkan pedapatan per
kapitanya lebih tinggi dibandingkan provinsi.
30
4. Daerah relatif tertinggal, adalah daerah yang memiliki
tingkatpertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah
dibandingkan provinsi.
Tabel 3.1 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen
PDRB per Kapita
Laju Pertumbuhan
Pendapatan per Kapita di Atas Rata-rata Provinsi
Pendapatan per Kapita di Bawah Rata-rata Provinsi
Laju Pertumbuhan di atas Rata-rata Provinsi
Daerah Maju dan Pertumbuhan Cepat
Daerah Berkembang Cepat
Laju Pertumbuhan di bawah Rata-rata Provinsi
Daerah Maju Tetapi Tertekan Daerah Relatif Tertinggal
Sumber: Sjafrizal, 2008
3.2.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur maka menggunakan analisis panel data.
Faktor-faktor yang dianalisis adalah kualitas pendidikan, kesehatan, jumlah
pekerja, panjang jalan, produksi air yang disalurkan, luas pertanian teririgasi,
tabungan, dan anggaran pembangunan.
LPDRBit = α + β1 PDKit + β2KESit + β3 LNTKit + β4 LNJLNit + β5 LNAIRit
+ β6 LNPTNit + β7 LNTABit + β8 LNPEMit + eit
Dimana:
α : Intersep
β : Slope
i : Individu ke-i
t : Periode waktu ke-t
LPDRB : Laju PDRB (persen)
LNDIK : Logaritma natural rasio murid terhadap guru (orang)
LNKES : Logaritma natural jumlah penduduk terhadap jumlah dokter (orang)
31
LNTK : Logaritma natural jumlah pekerja (jiwa)
LNJLN : Logaritma natural panjang jalan (km)
LNAIR : Logaritma natural produksi air bersih (m3)
LNPTN : Logaritma natural luas pertanian teririgasi (Ha)
LNTAB : Logaritma natural tabungan (Rupiah)
LNPEM : Logaritma natural anggaran pembangunan (Rupiah)
e : Error
Berdasarkan hasil analisis data panel akan didapat besarnya nilai t-statistik,
F-statistik, dan R2. Nilai t-statistik menunjukkan apakah variabel bebas
berpengaruh signifikan secara nyata terhadap variabel terikat. Sedangkan F-
statistik menunjukkan apakah variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh
signifikan secara nyata terhadap variabel terikat. Nilai R2 digunakan untuk
melihat sejauh mana keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Menurut Baltagi (1995), keunggulan penggunaan metode panel data
dibandingkan time series dan cross-section adalah:
1. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam tiap
individu.
2. Dengan data panel, data lebih informatif dan bervariasi, sehingga
mengurangi kolinearitas antar variabel dan meningkatkan derajat
kebebasan (degree of freedom), serta lebih efisien.
3. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross-section.
32
4. Data panel mampu mendeteksi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross-section.
5. Data panel membantu menganalisis perilaku yang lebih kompleks.
6. Data panel mampu meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu karena unit data yang banyak.
Dalam analisis model data panel terdapat tiga macam pendekatan yaitu
Pooled Least Square (PLS), Model Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Model
Efek Acak (Random Effect Model). Ketiga pendekatan pada model data panel
akan dijelaskan berikut ini:
1. Pooled Least Square (PLS)
Dalam pendekatan ini terdapat regressor (K) dalam (xit), kecuali
konstanta. Jika efek individual (αi) konstan sepanjang waktu (t) dan
spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan
model regresi biasa. Jika nilai αi sama untuk setiap unitnya, maka OLS
akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk α dan β.
PLS merupakan pendekatan yang sederhana, namun hasilnya tidak
memadai karena setiap pengamatan diperlakukan seperti pengamatan
yang berdiri sendiri.
2. Fixed Effect Model (FEM)
Asumsi intersep dan slope yang konsisten pada model data panel
umumnya sulit terpenuhi. Variabel dummy berguna dalam mengatasi
masalah tersebut, sehingga perbedaan nilai parameter pada cross-
section maupun time series diperbolehkan. Pendekatan dengan
33
memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan istilah fixed effect
model (FEM) atau Least Square Dummy Variable (LSDV).
3. Random Effect Model (REM)
Keputusan untuk memasukkan variabel dummy dalam FEM dapat
mengurangi besarnya derajat kebebasan, sehingga efisiensi dari
parameter yang diestimasi akan berkurang. Model data panel yang di
dalamnya melibatkan korelasi antar error term akibat berubahnya
waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan
model efek acak (random effect model).
Untuk menentukan model yang layak digunakan maka model diuji
menggunakan uji Hausman. Uji Hausman adalah pengujian statistik sebagai dasar
pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan FEM atau REM. Uji
Hausman dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : REM
H1 : FEM
Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan Statistik Hausman dan
membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:
m = (β - b)(M0 - M1)-1(β - b) ~X2 (K)
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor
statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed
effect modeldan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model.
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari X2-Tabel, atau nilai Hausman Test
lebih besar dari taraf nyata, maka tidak cukup bukti untuk melakukan penerimaan
34
).
ij2
terhadap H0. Sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, demikian pula
sebaliknya.
3.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
3.3.1 Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti terdapatnya hubungan linier yang sempurna
diantara beberapa variabel yang menjelaskan model regresi. Indikasi
multikolinearitas tercermin dari nilai t dan F-statistik hasil regresi. Jika banyak
koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F-
hitung signifikan, maka patut dicurigai adanya multikolinearitas. Tanda-tanda
penyebab multikolinearitas yaitu :
• R2 tinggi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak
ada yang nyata.
• Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (Rij tinggi
• R2< R
Nilai koefisien korelasi tidak boleh melebihi rule of thumb 0,8 karena
diduga mengandung multikolinearitas, namun hal ini dapat diabaikan dengan uji
Klen yaitu apabila nilai R2 lebih besar daripada koefisien korelasi variabel
eksogen.
3.3.2 Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu dan ruang. Akibat dari autokorelasi dapat
mempengaruhi efisiensi dan estimatornya. Dampak lain dari autokorelasi pada
model adalah varian residual yang diperoleh akan lebih rendah daripada
35
semestinya sehingga menyebabkan R2 menjadi lebih tinggi. Untuk mendeteksi
adanya autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Correlation LM
atau dengan melihat nilai Durbin-Watson.
Hipotesis pada uji Breusch-Godfrey Correlation LM adalah sebagai berikut :
H0 : β = 0, tidak ada autokorelasi
H1 : β ≠ 0, ada autokorelasi
Cara menguji autokorelasi dengan Durbin-Watson (DW) yaitu dengan
melihat nilainya. Apabila nilainya mendekati 2, maka menunjukkan tidak ada
autokorelasi.
3.3.3 Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model
BLUE adalah semua variasi dari faktor pengganggu adalah sama. Jika pada model
dijumpai hetersokedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak
bias dan konsisten. Dengan kata lain, apabila regresi tetap dilakukan meskipun
ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan tetap terjadi
misleading (Gujarati, 2003).
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada pengolahan data panel
yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) yaitu
dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum
Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted
Statistics lebih kecil dari Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi
heteroskedastisitas.