BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan...

22
34 BAB III METODE PENELITIAN Untuk mendukung suatu penelitian, khususnya kegiatan lapangan, diperlukan aspek-aspek penting, selain dari mengetahui kondisi geologi daerah penelitian. Dalam bab ini akan dibahas mengenai materi atau objek penelitian, alat-alat yang digunakan, data yang akan dikumpulkan, langkah – langkah penelitian, dan analisis data (gambar 3.1). Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Transcript of BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan...

Page 1: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk mendukung suatu penelitian, khususnya kegiatan lapangan, diperlukan

aspek-aspek penting, selain dari mengetahui kondisi geologi daerah penelitian. Dalam

bab ini akan dibahas mengenai materi atau objek penelitian, alat-alat yang digunakan,

data yang akan dikumpulkan, langkah – langkah penelitian, dan analisis data (gambar

3.1).

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Page 2: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

35

3.1 Objek Penelitian

Objek-objek yang diteliti dalam pelaksanaan kegiatan tugas akhir khususnya

dalam kegiatan lapangan ini adalah :

1. Batuan, meliputi singkapan batuan yang tersingkap dipermukaan, mengamati

dan mendeskripsi singkapan dilapangan.

2. Unsur-unsur tekstur dan struktur batuan beku, tekstur dan struktur batuan

beku ini dapat menjelaskan proses pembentukan batuan tersebut dan asal dari

batuan tersebut. Pada batuan metamorf unsur tekstur dan struktur dapat

menjelaskan pembentukan batuan asal dan temperatur serta tekanan

pembentukan batuan tersebut dengan korelasi dari komposisi mineral

penyusun batuan tersebut.

3. Pengaruh atau hubungan antara batuan yang satu dengan yang lain.

3.2 Alat-Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan untuk melakukan pengambilan data di lapangan

diantaranya adalah :

1. Peta dasar skala 1 : 12.500, hasil perbesaran peta rupabumi skala 1 :

25.000 yang diterbikan BAKOSURTANAL, lembar Bantarujeg (1309-

112), dan Talaga (1309-121)

2. Kompas Geologi. Merupakan kompas yang dapat digunakan untuk

mengukur komponen arah seperti azimut,jurus, dan sebagainya,juga

Page 3: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

36

untuk mengukur komponen besar sudut seperti dip, slope,dan

sebagainya.

3. Palu Geologi. Meliputi palu batuan beku, dan palu batuan sedimen, yang

kegunaan utamanya adalah untuk mengambil sampel

4. Lup. Lup atau lensa pembesar yang umum digunakan yang memiliki

pembesaran 8%,10%,15%, dan. 20%. Digunakan untuk memperbesar

objek agar lebih mudah diamati dan diteliti,seperti

mineral,butiran,fosil,dll.

5. Buku Catatan Lapangan, dibuat dari kertas tahan air yang berkualitas

tinggi ,diberi sampul yang kuat ,serta dilem atau yang lebih kuat dijahit.

Buku ini harus tahan banting dan dapat tetap digunakan dalam cuaca

buruk. Sampul buku yang keras memiliki kegunaan lain yaitu dapat

digunakan sebagai alas untuk melakukan pengukuran unsur-unsur

struktur yang merupakan bidang yang tidak rata.

6. Alat-Alat Tulis , berupa :

Pensil , digunakan untuk mensketsa atau mencatat

Pensil Warna, digunakan untuk memperjelas simbol litologi pada

buku catatan lapangan maupun pada peta.

Penghapus,untuk menghapus pensil atau pensil warna.

Mistar Panjang dan Segitiga,digunakan untuj membantu

pengeplotan posisi di peta dan untuk mengukur jarak di peta.

Page 4: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

37

Busur derajat, digunakan untuk mengukur besarnya arah

(azimut) pada peta

Peruncing Pensil atau Rautan ,untuk meruncingkan pensil yang

tumpul atau patah.

Spidol Tahan Air (Water Proof), Digunakan untuk menulis

nomor contoh batuan dan keterangan lainnya pada kantong

sample batuan.

7. HCL 0,1 N. Digunakan untuk menguji kandungan karbonat dari contoh

batuan yang diamati (terutama batuan sedimen). Caranya dengan

meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. Bila terjadi

reaksi /berbuih berarti batuan tersebut mengandung karbonatan

(CaCO3).

8. Komparator Batuan. Komparator yang digunakan adalah komparator

batuan beku dan komparator batuan sedimen (skala Wentworth).

Komparator berguna untuk membantu pemberian nama batuan , dengan

cara membandingkan contoh batuan dan mineral dengan yang terdapat

pada komparator.

9. Pita atau Tali Ukur. Digunakan untuk mengukur jarak antar lokasi

pengamatan .Jenis pita ukur yang biasa digunakan adalah yang

berukuran panjang 30-100 m dan pita ukur pendek (meteran) dengan

panjang 3-5 m.

Page 5: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

38

10. Clip Board. Digunakan untuk mempermudah pencatatan data di

lapangan atau sebagai alas kompas geologi pada saat melakukan

pengukuran unsur struktur pada bidang lapisan batuan yang tidak rata.

11. Kantong Contoh Batuan atau Kantong Sampel. Digunakan untuk

membungkus contoh batuan yang akan dibawa. Kantong diberi tanda

untuk tiap batuan ,nomor stasiun (titik pengamatan), dengan

menggunakan spidol tahan air dan ditutup rapat guna menghindari

kontaminasi dengan udara bebas.

12. Kamera, digunakan untuk mengambil gambar singkapan dan

kenampakan geomorfologi

13. Tas Lapangan/Ransel. Digunakan untuk membawa peralatan geologi

dan perlengkapan lapangan. Sebaiknya dibedakan antara tas untuk

peralatan dan tas untuk perbekalan. Ukuran tas sebaiknya disesuaikan

dengan kondisi lapangan .

14. Global Positioning System (GPS) merek Garmin

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap pelaksanaan untuk memperlancar

pelaksanaan pemetaan. Tahap-tahap pekerjaan secara garis besar meliputi tahap persiapan,

survey lapangan, analisis data, dan penyusunan laporan.

3.3.1 Tahap Persiapan

Page 6: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

39

Tahap persiapan meliputi kajian pustaka untuk mengetahui gambaran keadaan

daerah pemetaan baik secara regional, maupun lokal dan untuk inventarisasi data

sekunder yang dapat diperoleh untuk mempelajari pustaka-pustaka geologi, diktat-

diktat pekuliahan, laporan-laporan peneliti terdahulu, serta peta geologi regional.

Tahap persiapan lainnya sebelum terjun langsung ke lapangan adalah :

1. Pembuatan peta dasar dengan skala 1 : 12.500, dari sebagian lembar Peta

Rupabumi No.1309-112 dan 1309-121

2. Pengadaan perlengkapan penelitian lapangan serta penyusunan rencana

kegiatan lapangan.

3.3.2 Tahap Survei Lapangan

Di lapangan penulis melakukan pengumpulan data melalui pengamatan dan

pengukuran singkapan di sungai-sungai dan di luar sungai, termasuk bukit bila ada

batuan yang tersingkap. Untuk penelusuran singkapan-singkapan tersebut tentu saja

melibatkan metoda dan teknik tertentu antara lain :

Teknik Penentuan Titik Stasiun

Teknik Pengambilan Sampel

3.3.2.1 Teknik Penentuan Stasiun Pengamatan (ploting)

Penentuan lokasi pengamatan di lapangan yang akan dituangkan ke dalam

peta secara benar menentukan ketepatan dalam penggambaran pada peta dasar.

Teknik yang digunakan adalah teknik bidik, yaitu mengambil titik-titik patokan di

sekitar titik pengamatan dan pada peta topografi, lalu membidik titik-titik patokan

Page 7: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

40

tersebut dengan menggunakan kompas. Sudut yang diperoleh kemudian diubah

menjadi back azimuthnya dan ditarik perpotongannya sebagai titik pengamatan.

Teknik tersebut digunakan tanpa menggunakan GPS, jika kita menggunakan GPS,

maka kita melihat koordinat yang tertera pada GPS, dan mencari koordinat tersebut di

peta, lalu kita dapat mengetahui posisi dimana kita berdiri.

3.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Penulis melakukan pengambilan sampel batuan pada setiap singkapan.

Sampel batuan diambil pada setiap singkapan agar selanjutnya dapat dipilih mana

yang sekiranya akan diteliti secara mikroskopis di laboratorium, sehingga

menghindari tidak teramatinya sampel pada singkapan yang bagus.

3.3.3 Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan lima langkah analisis data yaitu :

1. Analisis Petrografi

2. Analisis Petrokimia

3. Analisis Petrogenesis

3.3.3.1 Analisis Petrografi

Analisis petrografi dilakukan untuk menentukan jenis batuan. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui tekstur batuan dan sifat optik mineral yang dapat

Page 8: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

41

menunjukkan komposisi mineraloginya. Pada akhirnya, jenis dan paragenesis suatu

batuan dapat ditentukan berdasarkan komposisi jenis dan persentase mineraloginya.

Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi

pembentukan batuan itu sendiri, misalnya :

1. Tekstur faneritik menggambarkan proses pembekuan mineral yang lambat,

2. Tekstur memberikan arti bahwa terjadi dua kali proses pembentukan

mineral,

3. Tekstur afanitik menggambarkan proses pembekuan mineral yang

cenderung cepat.

Adapun dalam penelitian ini klasifikasi petrografi yang digunakan adalah

klasifikasi batuan beku menurut Travis (1955). Klasifikasi menurut Travis lebih

mudah digunakan dengan tingkat kerincian yang sama dibandingkan dengan

klasifikasi lainnya seperti misalnya klasifikasi menurut Strekeisen (1967).

3.3.3.2 Analisis Petrokimia

Perlu diketahui bahwa batuan beku yang sama penamaannya tidak mustahil

akan memberikan komposisi kimia yang berbeda. Oleh karena itu, pengklasifikasian

batuan tidak cukup hanya dengan menggunakan analisis kimia. Namun demikian,

analisis kimia dianggap penting sebagai pengontrol terhadap ketepatan pemerian

petrografi. Analisis kimia juga dapat menentukan jenis magma secara normatif ke

Page 9: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

42

dalam kriteria jenis magma asal, tahapan diferensiasi, dan pendugaan temperatur

magma pada saat kristalisasi pertama terbentuk.

Dalam analisis kimia batuan beku, diasumsikan bahwa batuan beku tersebut

mempunyai komposisi kimia yang sama dengan magma sebagai pembentuknya.

Untuk itu telah dilakukan analisis persentase berat senyawa oksida utama terhadap

batuan yang diangga mewakili seluruh tubuh batuan.

Secara megaskopis, batuan yang dianalisis – yaitu batuan basalt yang terdapat

pada batuan malihan memiliki teksturnya afanitik, selain itu terdapat batuan ultrabasa

yang telah mengalami serpentinisasi, dan batuan metamorf yaitu amfibolit. Untuk

batuan basalt merupakan batuan ekstrusif berbuitr halus, sehingga klasifikasi jenis

batuan yang digunakan untuk batuan ekstrusi berbutir halus yaitu klasifikasi menurut

Hutchinson (1970), Carlmichael (1974), dan Le Bas (1986).

Karena data kimia yang tersedia adalah peresentase berat 12 senyawa oksida

utama, maka klasifikasi jenis magma yang mudah dan dapat dilakukan meliputi

klasifikasi menurut Mc Donald dan Katsura (1964), Middlemost (1975), dan Kuno

(1966). Serupa dengan hal di atas, maka penentuan asal magma yang dapat dilakukan

meliputi penentuan asal magma menurut Pearce (1977 a dan b) dan Mullen (1983).

Dengan pertimbangan yang sama maka dalam penelitian ini digunakan penentuan

kedalaman magma asal (van Padang, 1951; dll)

Secara ringkas, analisis kimia yang dilakukan mencakup :

Page 10: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

43

1. Klasifikasi jenis batuan menurut Le Bas (1986),

2. Klasifikasi jenis batuan menurut Carlmichael (1974),

3. Klasifikasi jenis magma menurut Mc Donald dan Katsura (1964),

4. Klasifikasi jenis magma menurut Peccerillo dan Taylor (1976),

5. Klasifikasi jenis magma menurut Middlemost (1975),

6. Penentuan asal magma berdasarkan kandungan TiO2, K2O, dan P2O5 menurut

Pearce (1977),

7. Penentuan asal magma menurut Mullen (1983),

8. Penentuan kedalaman magma asal menurut van Padang (1951), dkk.

3.3.3.2.1 Klasifikasi Jenis Batuan Menurut Le Bas (1986)

Dalam penelitian ini digunakan diagram TAS untuk batuan beku berukuran

kristal halus menurut Le Bas (1986). Sebelum melakukan penempatan hasil analisis

kimia pada diagram TAS, hasil analisis harus dihitung dulu menjadi 100% tanpa H2O

dan CO2. Berdasarkan kandungan silikanya, batuan beku berukuran kristal

halusdibedakan menjadi empat kelompok, yaitu batuan ultrabasa, basa, menengah,

dan asam (Gambar 3.2)

Page 11: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

44

Gambar 3.2 Klasifikasi jenis batuan menurut Le Bas (1986)

3.3.3.2.2 Klasifikasi Jenis Batuan Menurut Carlmichael (1974)

Carmichael (1974) mengelompokkan jenis batuan berdasarkan jumlah

kandungan silikanya mengikuti aturan berikut :

1. Kandungan silica (SiO2) > 66% = batuan asam

2. Kandungan silica (SiO2) 52% - 66% = batuan menengah

3. Kandungan silica (SiO2) 45% - 52% = batuan basa

4. Kandungan silica (SiO2) < 45% = batuan ultrabasa

3.3.3.2.3 Klasifikasi Jenis Magma Menurut Mc Donald dan Katsura (1964)

Klasifikasi ini berdasarkan atas kandungan silica dan seluruh alkalinya.

Seluruh alkali meliputi jumlah Na2O dan K2O. Dalam klasifikasi ini terdapat dua

Page 12: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

45

jenis magma, yaitu magma alkali basalt dan magma tholeiite (gambar 3.3). Pada jenis

magma alkali basalt hanya terdapat satu jenis komposisi magma, yaitu alkali basalt.

Sedangkan dalam jenis tholeiite terdapat dua komposisi magma, yaitu picrite dan

olivine tholeiite. Dalam proses fraksinasi, magma yang berkomposisi olivine tholeiite

dapat berubah menjadi magma yang berkomposisi olivine basalt.

Gambar 3.3 Klasifikasi jenis magma menurut Mc Donald dan Katsura (1964)

3.3.3.2.4 Klasifikasi Jenis Magma Menurut Peccerillo dan Taylor (1976)

Peccerillo dan Taylor (1976) mengelompokkan jenis magma berdasarkan

kandungan potassium (K2O) dan silica (SiO2) menjadi empat golongan (Gambar 3.4),

yaitu :

1. Golongan Tholeiite

Page 13: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

46

Memiliki kandungan potassium yang sangat rendah. Berdasarkan kandungan

silikanya golongan ini dapat dibedakan menjadi empat jenis dengan urutan :

Low K Tholeiite, Low K Basltic Andesitic, Low K Andesite, dan Low K

Dacite. Semakin ke arah low K dacite, kandungan silikanya semakin besar.

2. Golongan Calc-Alkaline

Memiliki kandungan potassium yang relatif lebih besar dari golongan tholeiite.

Berdasarkan kandungan silikanya, golongan ini dapat dibedakan menjadi

empat jenis dengan urutan : Basalt, Basaltic Andesite, Andesite, dan Dacite.

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.

3. Golongan High K Calc-Alkaline

Memiliki kandungan potassium yang tinggi. Berdasarkan kandungan silikanya,

golongan ini dapat dibedakan menjadi tiga jenis dengan urutan : High K

basaltic Andesite, High K andesite, dan Latite. Semakin ke arahlatite,

kandungan silikanya semakin besar.

4. Golongan Shoshonite

Memiliki kandungan potassium yang sangat tinggi. Berdasarkan kandungan

silikanya, golongan ini dapat dibedakan menjadi tiga jenis dengan urutan :

Absarokite, Shoshonite, dan Banakite. Semakin ke arah banakite, kandungan

silikanya semakin besar.

Page 14: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

47

Gambar 3.4 Klasifikasi jenis magma menurut Peccerillo dan Taylor (1976)

3.3.3.2.5 Klasifikasi Jenis Magma Menurut Middlemost (1975)

Middlemost (1975) mengelompokkan magma sub-alkali berdasarkan

kandungan alumina (Al2O3) dan indeks alkali menjadi dua kelompok, yaitu basalt

tholeiite dan high alumina basalt; dengan kandungan alumina yang meningkat pada

kelompok high alumina basalt (Gambar 3.5). Nilai indeks alkali diperoleh dari

persamaan di bawah ini.

Indeks Alkali = Na2O + K2O (SiO2 – 43) x 0,17

Page 15: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

48

Gambar 3.5 Klasifikasi jenis magma menurut Middlemost (1975)

3.3.3.2.6 Penentuan Asal Magma Menurut Pearce (1977) Berdasarkan

Kandungan K2O, TiO2, dan P2O5

Pearce (1977) mengemukakan penentuan asal magma suatu batuan beku

berdasarkan perbandingan nilai persentase berat senyawa K2O, TiO2, dan P2O5. Oleh

karena melibatkan tiga buah variable, klasifikasi ini ditampilkan dalam bentuk

diagram segitiga. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui asal magma suatu batuan

beku, apakah berasal dari kerak banua atau dari kerak samudera (gambar 3.6).

Page 16: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

49

Gambar 3.6 Penentuan asal magma menurut Pearce (1977) berdasarkan kandungan

K2O, TiO2, dan P2O5

3.3.3.2.7 Penentuan Asal Magma Menurut Mullen (1983)

Penentuan asal magma ini berdasarkan pada pertimbangan nilai persentase

berat senyawa TiO2, 10 X MnO, dan 10 X P2O5, Berdasarkan analisis ini dapat

diketahui asal magma suatu batuan basaltic, apakah berasal dari pematang tengah

samudera, dari busur kepulauan, atau dari pulau samudera (Gambar 3.7). Batuan

busur kepulauan meliputi jenis tholeiite, calc alkaline basalt, dan boninite. Batuan

pulau samudera meliputi jenis tholeiite dan alkaline basalt.

Page 17: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

50

Gambar 3.7 Penentuan asal magma menurut Mullen (1983)

3.3.3.2.8 Penentuan Kedalaman magma asal menurut Neuman van Padang

(1951), Hadikusumo (1961), dan Whitford (1975)

Persamaan – persamaan dalam pentuan kedalaman magma asal ini berlaku

untuk batuan yang bersifat andesit basaltic dan andesit dimana kandungan silikanya

sebesar 52 % - 63 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan antara

persentase kandungan potassium dan persentase kandungan silica dengan kedalaman

magma asal untuk setiap jalur orogenesa adalah berbeda.

Berdasarkan perbandingan antara kandungan potassium dan silica, Whitford

(1975) membuat suatu persamaan untuk menentukan kedalaman Zona Benioff, yaitu :

H = 379 – (5,26 x % SiO2) + 35,04 x % K2O

Page 18: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

51

Dalam hal ini H merupakan kedalaman Zona Benioff (dalam km).

Menurut Neuman van Padang (1951) dan Hadikusumo (1961), Kedalaman Zona

Benioff dapat ditentukan dengan persamaan :

H = 284 – (2,75 x % SiO2) + (16,82 x %K2O),

Dua persamaan di atas dapat dikombinasikan menjadi :

H = 320 – (3,65 x %SiO2) + (22,52 x % K2O).

Persamaan di atas dapat ditampilkan dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Hubungan Zona Benioff dengan kedalaman magma asal

Persamaan SE (km) CC

Data menurut Whitford (1975)

Kedalaman Zona Benioff (km)

397 – (5.26 x % SiO2) + 35.04 x % K2O)

373 – (4.36 x % SiO2) + (0.73 x ppm Rb)

110 – (0.03 x % SiO2) + (0.14 x % ppm Sr)

26

32

30

0.87

0.80

0.83

Data menurut Neuman van Padang (1951) dan

Hadikusumo (1961)

Kedalaman Zona Benioff (km)

284 – (2.75 x % SiO2) + (16.82 x % K2O)

19

0.67

Kombinasi data Whitford (1975), Neuman van Padang

(1951), dan Hadikusumo (1961)

Kedalaman Zona Benioff (km)

320 – (3.65 x % SiO2) + (25.52 x % K2O)

24

0.76

Page 19: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

52

SE : Standard error of estimate (km) CC : Correlation coefecient.

Semakin dalam Zona Benioff, maka besarnya unsur K dan Na yang terjadi

pada pencairan akan meningkat, Maka dapat disimpulkan bahwa nilai senyawa K2O

dan N2O berbanding lurus dengan kedalaman Zona Benioff.

3.3.3.3 Analisis Petrogenesis

Dalam kajian petrogenesis akan dibahas kemungkinan genesis batuan beku

berdasarkan hasil analisis petrografi dan analisis petrokimianya berdasarkan

klasifikasi tertentu yang sesuai. Kemungkinan petrogenesis yang meliputi aspek

petrografi dan geokimia ini antara lain menyinggung :

1. Asosiasi mineral pencermin tingkat kristalisasi

2. Hubungan batuan beku dengan magma pembentuknya

3.3.3.3.1 Asosiasi Mineral Pencermin Tingkat Kristalisasi

Sifat yang paling mudah diamati dari suatu batuan adalah struktur dan

teksturnya secara megaskopis. Selain itu, sifat lain yang relatif mudah untuk diamati

dari suatu batuan adalah struktur dan komposisi mineraloginya, yang dapat diamati

dengan mikroskop polarisasi. Berangkat dari komposisi mineraloginya, seorang

peneliti dapat menceritakan tingkat kristalisasi batuan yang diamati. Ada beberapa

jenis basalt menurut klasifikasi Yoder dan Tilley (1962). Namun demikian, hanya ada

dua jenis basalt yang sangat umum dijumpai pada berbagai lingkungan tektonik.

Page 20: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

53

Kedua jenis basalt itu adalah basalt tholeiitic dan basalt alkali olivine, yang juga

dapat dibedakan berdasarkan kenampakan petrografinya (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Perbandingan Jenis Magma Tholeiitic Basalt dan Alkali Olivine Basalt Tholeiitic Basalt Alkali Olivine Basalt

Umumnya berbutir halus,

intergranular

Umumnya agak kasar, intergranular

sampai ophitic

Tidak ada olivin Olivin umum ditemukan

Klinopiroksen berupa augite Klinopiroksen berupa titaniferrous

augite

Ortopiroksen umumnya ditemukan Ortopiroksen tidak ada

Tidak ada alkali feldspar Alkali feldspar atau feldspathoid

pengisi celah dapat ditemukan

Terdapat gelas ataupun kuarsa

pengisis celah

Gelas pengisi celah jarang

ditemukan, dan kuarsa tidak ada

Olivin jarang ada Olivin umum ditemukan

Ortopiroksen jarang ada Ortopiroksen tidak ada

Plagioclase umum ditemukan Plagioclase jarang ditemukan

Klinopiroksen berupa augite cokelat

muda

Klinopiroksen berupa titaniferrous

augite kemerahan

Shand (1944) mengemukakan proses kristalisasi magma yang mengalami

perubahan temperatur melalui beberapa tingkatan. Konsep ini berlaku dengan asumsi

bahwa magma mengalami perubahan temperatur secara lambat hingga agak cepat,

tidak dengan tiba – tiba. Proses kristalisasi ini meliputi tiga tingkat magmatic, yaitu :

Mas

sa D

asar

Ph

enoc

ryst

Page 21: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

54

1. Tingkat magmatik awal

Dicirikan oleh pengkristalan magma yang miskin air pada temperatur 7000C –

1.1000C, dan pembentukan mineral – mineral pirogenetik seperti olivin dan

piroksen.

2. Tingkat magmatik menengah

Dicirikan oleh pengkristalan magma yang kaya air pada temperatur 5000C –

7000C, dan pembentukan mineral – mineral pirogenetik yang kaya akan

kandungan air seperti amfibol dan biotit.

3. Tingkat magmatik akhir

Dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan temperaturnya, yaitu :

a. Tingkat hidrotermal tinggi atau tingkat deuterik, terjadi pada temperatur

3000C – 5000C dan menghasilkan mineral – mineral bersifat hidroksil.

b. Tingkat hidrotermal rendah, terjadi pada temperatur 1000C – 3000C,

dimana peranan gas sangat dominan dan terbantuk mineral – mineral

ubahan seperti karbonat, mineral – mineral yang berserabut, atau mineral

yang banyak mengandung air.

3.3.3.3.2 Hubungan Batuan Beku dengan Magma Pembentuknya

Evolusi magma tercermin pada variasi komposisi kimia dan mineralogi

batuan beku yang dihasilkan evolusi tersebut, berjalan mengikuti salah satu jalur

kristalisasi yang bermula dari satu jenis magma induk yang bersifat basaltis dan

ditentukan pula oleh keadaan lingkungan serta proses tektonik daerah yang

Page 22: BAB III METODE PENELITIANmedia.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080056_3_4259.pdf · meneteskan larutan HCL 0,1 N tersebut ke contoh batuan. ... (titik pengamatan ... diasumsikan

55

bersangkutan sehingga menghasilkan komposisi tertentu. Secara umum, aspek tekstur

hanya dianggap sebagai cerminan proses kristalisasi, dank arena itu dianggap tidak

dapat mencerminkan sifat magma asal.

Berdasarkan data analisis petrografi, asosiasi mineral dapat mencerminkan

tingkat kristalisasi; dan berdasarkan data analisis kimia, beberapa gambaran

mengenai hipotesis magma dapat mencerminkan proses evolusi magma. Seperti telah

diungkapkan sebelumnya, komposisi batuan beku dianggap sama dengan komposisi

magma pembentuknya.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap evolusi dan diferensiasi magma

asal menjadi batuan beku diantaranya adalah :

1. Keadaan tempat dan cara magma terbentuk

2. Keadaan tempat yang dilalui magma yang bergerak ke permukaan

3. Keadaan tempat dimana magma mengalami tingkat akhir pembekuan.