BAB III METODE PENELITIANrepository.upi.edu/23889/6/T_IPS_1404561_Chapter3.pdf · disusun...
Transcript of BAB III METODE PENELITIANrepository.upi.edu/23889/6/T_IPS_1404561_Chapter3.pdf · disusun...
50
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Rohmat (2010, hlm. 91) mendefinisikan metode penelitian merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Pelaksanaan penelitian harus memiliki latar belakang masalah, fenomena yang
ada, masalah-masalah yang menjadi pertanyaan penelitian, perubahan-perubahan
dan perkembangan yang dihadapi. Setiap permasalahan penelitian yang berbeda
memerlukan metode penelitian yang berbeda pula, sehingga dalam menentukan
metode penelitian yang tepat diperlukan suatu desain penelitian. Desain penelitian
atau rancangan penelitian ini akan memberikan petunjuk sistematis atau
menggambarkan langkah-langkah yang harus dilakukan, waktu pelaksaan
penelitian, sumber data, untuk apa data dikumpulkan, bagaimana cara
mengumpulkan data, dan bagaimana mengolah dan menganalisis data tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode kuantitatif dengan quasi
eksperimen. Metode penelitian kuantitatif merupakan metode-metode untuk
menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variable
(Creswell, 2009, hlm. 5). Variabel-variabel diukur biasanya dengan instrument
penelitian sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis
berdasarkan prosedur-prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian ini pada
umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan,
landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan. Penelitian
kuantitatif dengan eksperimen bertujuan menguji pengaruh suatu variable
terhadap variable lain atau menguji hubungan sebab akibat antara variable yang
satu dengan variable yang lain.
Penelitian eksperimen dalam pembelajaran merupakan penelitian yang
tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan, model, strategi, metode, dan media tertentu.
Penelitian eksperimen dilakukan dengan cara membandingkan satu kelompok
eksperimen atau lebih yang diberi perlakuan, dengan satu kelompok pembanding
atau lebih yang tidak diberi perlakuan (Rohmat, 20010. hlm. 92). Penelitian
51
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
eksperimen dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu: (1) Pre-experimental,
(2) Quasi-experimental, (3) True experimental, (4) Single-subjek (Creswell, 2012,
hlm. 241). Metode ekperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimen semu (quasi experiment). Dalam rancangan ini, kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol diseleksi tanpa prosedur penempatan acak. Pada kelompok
eksperimen diberikan perlakuan khusus yaitu variable yang akan diuji
pengaruhnya, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan secara
konvensional atau yang biasa dilakukan sebelumnya oleh guru di tempat
penelitian tersebut.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu pedoman, langkah-langkah, proses
yang harus dilakukan dalam menganalisis data hasil penelitian. Creswell dalam
Research Desain mengemukakan tiga jenis desain quasi-experimental yaitu: (1)
Kelompok-kontrol (pretest dan postest) nonekuivalen (Nonequivalent “pretest
and posttest” control group design), (2) Serangkaian waktu yang diputuskan oleh
satu kelompok (Single group interrupted time-seriess design), (3) serangkaian
waktu yang diputus oleh kelompok kontrol (control group interrupted time series
design).
Penelitian ini quasi experimental yang digunakan adalah Non Equivalent
(pre test and post test) Control Group Design (Sugiyono, 2012. hlm. 79):
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan :
O :Pretest atau Postest kemampuan berpikir kritis
X :Model Pembelajaraan Berbasis Masalah atau Model
Pembelajaran Berbasis Proyek
:Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Penelitian ini membagi kelompok menjadi tiga yaitu kelompok
eksperimen 1, kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol. Peserta didik
kelompok eksperimen 1 diberi perlakuan dengan model pembelajaran berbasis
masalah, peserta didik kelompok eksperimen 2 diberi perlakuan dengan model
52
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran berbasis proyek, dan peserta didik kelompok kontrol dengan model
pembelajaran konvensional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 15 Bandung. Pemilihan lokasi
penelitian berdasarkan pertimbangan: (1) Peserta didik aktif dalam belajar di
kelas, (2) Guru mata pelajaran IPS belum pernah menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah dan model pembelajaran berbasis proyek, (3) Telah mendapat
izin dari pihak sekolah untuk melakukan penelitian.
C. Subjek (Populasi dan Sampel) Penelitian
Sugiyono (2012, hlm. 80) menyatakan, “Populasi diartikan sebagai
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung, yaitu sebanyak delapan kelas.
Pengelompokkan sampel terdiri atas kelas eksperimen 1, kelas eksperimen
2, dan kelas kontrol. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII A, VIII C, dan
kelas VIII H. Kelas VIII A sebagai kelas eksperimen 1 dengan model
pembelajaran berbasis masalah, kelas VIII A dipilih berdasarkan pertimbangan
bahwa model pembelajaran berbasis masalah belum pernah diterapkan pada kelas
ini. Kelas VIII H sebagai kelas eksperimen 2 dengan model pembelajaran berbasis
proyek berdasarkan pertimbangan bahwa model pembelajaran berbasis proyek
E 1 E 2
K
E 1 : E 2
E 2 : K
E 1 : K
Gambar 3.1 Hubungan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
53
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sangat menuntut keaktifan peserta didik sehingga kelas VIII H yang peserta didik
sangat aktif dalam proses pembelajaran menurut keterangan guru pengajar
sehingga cocok diterapkan model pembelajaran berbasis proyek. Karena menurut
Dopplet (2003) untuk mendukung suksesnya pembelajaran, maka diperlukan
siswa yang aktif. Kelas VIII C sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran
konvensional, dengan menggunakan metode ceramah bervariasi.
D. Definisi Operational
Untuk memberikan konsep yang sama dalam upaya menghindari
kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah atau variable yang digunakan dalam
penelitian ini, pengertian dari istilah atau variable tersebut yaitu:
1. Model Pembelajaran Berasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin
ilmu. Model ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan
mempresentasikan penemuan. Menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah dalam pembelajaran diharapkan dapat mengasah kemampuan berpikir
peserta didik, terutama kemampuan berpikir kritis. Model pembelajaran
berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang difokuskan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik berpikir secara visible, karena
dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir peserta didik
betul-betul dioptimalisasikan melalui kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
2. Model pembelajaran berbasis proyek sebagai sebuah pembelajaran yang
menekankan aktivitas peserta didik dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang bersifat open-ended dan mengaplikasikan pengetahuan
mereka dalam mengerjakan sebuah proyek untuk menghasilkan sebuah produk
otentik tertentu. Pembelajaran ini lebih jauh dipandang sebagai sebuah
pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik.
54
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif
terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Indikator
berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi; memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan atau pernyataan
b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan
apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
c. Menyimpulkan yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau
mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan
hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-
istilah dan deinisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi.
e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain.
E. Instrument Penelitian
Untuk memperoleh data yang refresentatif digunakan dua jenis instrumen,
yaitu jenis tes dan non tes. Instrumen jenis tes adalah soal-soal kemampuan
berpikir kritis berupa soal pretest dan soal posttest sedangkan instrumen non tes
yaitu lembar observasi kemampuan berpikir kritis, lembar observasi selama proses
pembelajaran untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik.
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap
pembuatan instrumen dan tahap uji coba instrument. Tes akan mengukur
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Tes dilakukan sebelum dan sesudah pada
kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol. Pretest diberikan
untuk melihat kemampuan awal peserta didik pada kelas eksperimen 1, kelas
eksperimen 2, dan kelas kontrol, sedangkan posttest diberikan untuk melihat hasil
capaian peserta didik setelah mendapatkan perlakuan dengan model pembelajaran
berbasis masalah dan model pembelajaran berbasis proyek. Soal pretest berbentuk
55
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pilihan ganda sebanyak 25 soal, dengan materi pokok pada Standar Kompetensi 5;
Memahami usaha persiapan kemerdekaan. Soal posttest merupakan soal tes
kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes buatan
guru yang berbentuk soal pilihan ganda sebanyak 25 soal. Soal posttest ini
disusun berdasarkan indikator kompetensi dasar pada materi pelajaran IPS Kelas
VIII semester genap yaitu pada Standar Kompetensi 6. Memahami Pranata dan
Penyimpangan Sosial; dan Kompetensi Dasar: 6.1 Mendeskripsikan bentuk-
bentuk hubungan sosial. Soal kemampuan berpikir kritis ini selain disesuaikan
dengan materi pokok pelajaran juga dibuat berdasarkan indikator kemampuan
berpikir kritis. Kompetensi dasar tersebut diambil dari Kurikulum KTSP yang
sekarang sedang digunakan di SMP Negeri 15 Bandung.
Langkah-langkah dalam membuat tes adalah:
a. Menentukan tujuan tes
b. Menentukan acuan yang akan dipakai dalam tes (acuan kriteria atau acuan
norma)
c. Membuat kisi-kisi
d. Membuat soal sesuai kisi-kisi
Tes diberikan sebelum dan sesudah treatment diterapkan pada ketiga
kelas sampel (kelas VIII A, VIII H, dan VIII C). Selanjutkan membandingkan
hasil pretest dan posttest untuk masing-masing kelas. Hal ini untuk mengetahui
apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada kelas
eksperiment 1 yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, kelas
eksperimen 2 yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek, dan kelas
kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional untuk kemudian
dicari manakah yang lebih efektif diantara ketiga model pembelajaran tersebut
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Instrumen yang telah dibuat diujicobakan terlebih dahulu agar dapat
diketahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilaksanakan pada peserta didik
kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung. Analisis hasil uji coba instrumen meliputi uji
validitas, uji reliabilitas, analisis tingkat kesukaran, dan analisis daya pembeda.
Analisis hasil uji coba instrumen ini dilakukan dengan menggunakan Program
Software Anates.
56
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a. Analisis Validitas Tes
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir
soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal tes, skor yang
ada pada butir soal akan dikorelasikan dengan skor total. Item butir soal yang
sudah diujicobakan, dihitung validitasnya dengan cara menghitung korelasi antara
skor tiap butir soal (x) dengan skor total (y). Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui apakah instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono, 2009, hlm. 173). Hasil uji validitas kemudian
diinterpretasikan seperti berikut ini:
Tabel 3.1 Koefisien Validitas Butir Soal
NO Tingkat Hubungan Interval
1 Sangat Tinggi 0.800 < rxy ≤ 1,00
2 Tinggi 0,600< rxy ≤ 0,800
3 Cukup 0,400< rxy ≤ 0,600
4 Rendah 0,200< rxy ≤ 0,400
5 Sangat Rendah rxy ≤ 0,200
Diadaptasi dari Arikunto (2012, hlm. 89)
Rumus korelasi Produck Moment dengan angka kasar (Arikunto, 2012,
hlm. 87) :
rxy = 𝑁Σ𝑋𝑌−(Σ𝑋)(Σ𝑌)
√{𝑁Σ𝑋²−(Ʃ𝑋)²}{𝑁Σ𝑌²−(Σ𝑌)²}
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variable X dan Variabel Y
X = Skor item
Y = Skor total
N = Jumlah peserta didik
57
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Uji validitas tiap item instrument dilakukan dengan membandingkan
thitung dengan ttabel. Tiap item tes dikatakan valid apabila taraf signifikansi χ = 0,05
diperoleh thitung ≥ ttabel.
Lebih lanjut untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji t
dengan rumus berikut (Sudjana, 2002) : rxy
Keterangan :
t = Uji t
rxy = Koefisien korelasi
N = Jumlah subjek
Soal tes kemampuan berpikir kritis diujicobakan kepada 37 orang peserta
didik di kelas VIII D SMP Negeri 15 Bandung. Data hasil ujicoba soal tes serta
validitas butir soal selengkapnya ada pada lampiran. Perhitungan validitas butir
soal menggunakan software Anates V.402 For Windows. Hasil validitas butir soal
kemampuan berpikir kritis disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Hasil Uji Coba Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis
Pretest Posttest
No
Soal Koefisien Kategori Kriteria
No
Soal Koefisien Kategori Kriteria
1 0,727 Tinggi Valid 1 0,422 Cukup Valid
2 0,395 Rendah Valid 2 0,450 Cukup Valid
3 0,407 Cukup Valid 3 0,571 Cukup Valid
4 0,713 Tinggi Valid 4 0,452 Cukup Valid
5 0,722 Tinggi Valid 5 0,477 Cukup Valid
6 0,576 Cukup Valid 6 0,382 Rendah Valid
7 0,127 Sangat Rendah Tidak Valid 7 0,203 Rendah Tidak Valid
8 0,577 Cukup Valid 8 0,262 Rendah Tidak Valid
√𝑁 − 2 r xy
√1 − r 2xy t =
58
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9 0,590 Cukup Valid 9 0,454 Cukup Valid
10 0,610 Tinggi Valid 10 0,390 Rendah Valid
11 0,210 Rendah Tidak Valid 11 0,449 Cukup Valid
12 0,352 Rendah Tidak Valid 12 0,750 Tinggi Valid
13 0,377 Rendah Tidak Valid 13 0,707 Tinggi Valid
14 0,610 Tinggi Valid 14 0,645 Tinggi Valid
15 0,067 Sangat Rendah Tidak Valid 15 0,670 Tinggi Valid
16 0,560 Cukup Valid 16 0,546 Cukup Valid
17 0,542 Cukup Valid 17 0,461 Cukup Valid
18 0,240 Rendah Tidak Valid 18 0,205 Rendah Tidak Valid
19 0,397 Rendah Valid 19 0,315 Rendah Tidak Valid
20 0,510 Cukup Valid 20 0,444 Cukup Valid
21 0,566 Cukup Valid 21 0,454 Cukup Valid
22 0,561 Cukup Valid 22 0,425 Cukup Valid
23 0,563 Cukup Valid 23 0,705 Tinggi Valid
24 0,566 Cukup Valid 24 0,446 Cukup Valid
25 0,425 Cukup Valid 25 0,483 Cukup Valid
(Hasil perhitungan statistik penelitian, 2016)
Berdasarkan perhitungan validitas butir soal pretest kemampuan berpikir
kritis yang berjumlah 25 soal diperoleh 19 soal yang valid dan 6 soal yang tidak
valid yaitu soal nomor 7, 11, 12, 13, 15, dan 18 (diperbaiki). Sedangkan
perhitungan butir soal posttest kemampuan berpikir kritis yang berjumlah 25 soal
diperoleh 21 soal yang valid dan 4 soal yang tidak valid yaitu nomor 7, 8, 18, dan
19 (diperbaiki).
b. Analisis Reabilitas
Reabilitas adalah kestabilan skor yang didapat saat diuji ulang dengan tes
yang sama pada situasi atau pengukuran ke pengukuran yang lain. Menurut
Sukardi (2008, hlm. 43) realibilitas adalah karakter lain dari evaluasi. Reliabilitas
juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrument
evaluasi dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi, apabila tes yang dibuat
mempunyai hasil konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Dengan
demikian suatu instrument memiliki realibilitas yang memadai bila instrument itu
59
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
digunakan mengukur aspek yang diukur dengan ketetapan hasil. Metode yang
digunakan untuk menguji realibilitas instrument dalam penelitian ini dengan
rumus Alpha sebagai berikut (Arikunto, 2012, hlm. 122) :
r11 = [𝑛
(𝑛 − 1)] [1 Σ 𝜎𝑖² 𝜎𝑡²
]
Keterangan:
r11 = reabilitas
Σ 𝜎𝑖² = jumlah varians skor tiap-tiap item
𝜎𝑡² = varians total
𝑛 = banyaknya soal
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Menurut Suherman (2001, hlm. 156) ketentuan koefisien reabilitas sebagai
berikut:
Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas Butir Soal
Batasan Kategori
0,80<ri≤1,00 Tinggi
0,60<ri≤0,80 Cukup
0,40<ri≤0,60 Agak Rendah
0,20<ri≤0,40 Rendah
<ri≤0,20 Sangat Rendah
Instrument dapat diketahui reliable atau tidak dapat dilakukan pengujian
reliabilitas dengan rumus Alpha-Croncbach dengan bantuan program Anates
V.402 for windows. Hasil penelitian selengkapnya ada pada lampiran. Berikut ini
merupakan hasil ringkasan perhitungan reabilitas pretest dan posttest.
Tabel 3.4 Hasil Uji Coba Reabilitas
Pretest Posttest
rhitung rtabel Kriteria Kategori rhitung rtabel Kriteria Kategori
0, 92 0,325 Reliabel Tinggi 0, 94 0,325 Reliabel Tinggi
(Hasil perhitungan statistik penelitian, 2016)
Maka untuk α = 5% dengan derajat kebebasan dk = 37 diperoleh harga
rtabel 0,325. Hasil dari perhitungan reliabilitas untuk soal pretest berdasarkan tabel
6 diperoleh rhitung 0,92 artinya soal tersebu reliable karena 0,92 > 0,325 dan
60
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas untuk
soal posttest diperoleh rhitung 0,94 artinnya soal tersebut reliable karena 0,94 >
0,325 dan termasuk dalam kategori tinggi. Hasil analisis tersebut menunjukkan
bahwa soal kemampuan berpikir kritis telah memenuhi karakteristik yang
memadai untuk digunakan dalam penelitian.
c. Analisis Item Test
Langkah-langkah dan ketentuan analisis item test (Sumaatmadja, 1984,
hlm. 138) adalah sebagai berikut :
1. Membuat pedoman penilaian dan kunci jawaban
2. Membuat ketentuan tingkat signifikansi tiap item
3. Menentukan indeks kesukaran tiap item
Langkah-langkah ini kemudian dijadikan acuan untuk menganalisis item
test soal pretest dan posttest kemampuan berpikir kritis.
1. Membuat pedoman penilaian dan kunci jawaban
Pedoman penilaian objektif test menggunakan metode statistik,
menggunakan rumus umum (Sumaatmadja, 1984, hlm. 138-141) sebagai berikut :
S = R - 𝑊
0−1
Keterangan:
S = angka yang diperoleh dari penebakan
R = jumlah item yang dijawab benar
W = jumlah item yang dijawab salah
0 = banyak pilihan
1 = angka tetap
2. Membuat ketentuan tingkat signifikansi tiap item
Tingkat signifikansi tiap item didasarkan atas selisih jawaban yang salah
diantara kelompok rendah (WL) dengan kelompok tinggi (WH) atau WL - WH.
Angka selisih yang signifikan untuk tiap item yang memperlihatkan daya
pembeda.
61
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel. 3.5 Tingkat Pembeda Tiap Item yang Signifikan
yang ditunjukkan oleh Perbedaan WL dan WH
Jumlah yang
ditest N
Jumlah
kelompok
rendah atau
kelompok
tinggi (27%
N)
(WL - WH), pada angka tersebut
atau diatasnnyna yang ditetapkan
sebagai tingkat pembeda yang
signifikan
2 3 4
28 – 31
32 – 35
36 – 38
39 – 42
43 – 46
47 – 49
50 – 53
54 – 57
58 – 61
8
9
10
11
12
13
14
15
16
4
5
5
5
5
5
5
6
6
5
5
5
5
5
6
6
6
6
5
5
5
5
6
6
6
6
6
Dan seterusnya
Berdasarkan tabel di atas, jika angka ini sesuai dengan tabel atau lebih
tinggi daripada itu, berarti memiliki daya pembeda yang signifikan, sehingga
mungkin tidak perlu diganti ataupun diperbaiki (Sumaatmadja, 1984, hlm. 139).
Daya Pembeda sebuah soal merupakan kemampuan suatu soal untuk
membedakan peserta didik yang belajar dengan peserta didik yang tidak belajar.
Soal yang memiliki daya pembeda baik bila peserta didik yang belajar dapat
menyelesaikan soal dengan baik, dan peserta didik yang tidak belajar tidak dapat
menyelesaikan soal dengan baik. Klasifikasi interpretasi daya pembeda soal
menurut Arikunto (2012, hlm. 232) sebagai berikut:
Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Adapun hasil rangkuman yang diperoleh dari hasil uji coba instrument untuk daya
62
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembeda dengan menggunakan software Anates V.402 for window dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 3.7 Daya Pembeda Soal
Pretest Posttest
No
Soal DP Interpretasi
No
Soal DP Interpretasi
1 1 Sangat Baik 1 0,40 Baik
2 0,40 Baik 2 0,50 Baik
3 0,30 Cukup 3 0,70 Sangat Baik
4 1 Sangat Baik 4 0,40 Baik
5 1 Sangat Baik 5 0,40 Baik
6 0,40 Baik 6 0,50 Baik
7 0,10 Jelek 7 0,20 Cukup
8 0,40 Baik 8 0,10 Jelek
9 0,50 Baik 9 0,70 Sangat Baik
10 0,20 Cukup 10 0,60 Baik
11 0,20 Cukup 11 0,40 Baik
12 0,40 Baik 12 0,90 Sangat Baik
13 0,40 Baik 13 0,90 Sangat Baik
14 0,20 Cukup 14 0,80 Sangat Baik
15 0,10 Jelek 15 0,80 Sangat Baik
16 0,60 Baik 16 0,70 Sangat Baik
17 0,50 Baik 17 0,50 Baik
18 0,20 Cukup 18 0,30 Cukup
19 0,70 Sangat Baik 19 0,50 Baik
20 0,90 Sangat Baik 20 0,40 Baik
21 1 Sangat Baik 21 0,50 Baik
22 0,30 Cukup 22 0,10 Jelek
23 0,60 Baik 23 0,80 Sangat Baik
24 0,60 Baik 24 0,20 Cukup
63
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25 0,10 Jelek 25 0,30 Cukup
(Hasil perhitungan statistik penelitian, 2016)
Berdasarkan hasil pengujian daya pembeda untuk soal pretest dan posttest
pada tabel di atas, didapat daya pembeda dengan klasifikasi jelek sebanyak 3 soal
yaitu nomor 7, 15, 25 ; klasifikasi cukup sebanyak 5 soal yaitu nomor 3, 10, 11,
18, dan 22 ; klasifikasi baik sebanyak 10 soal yaitu nomor 2, 6, 8, 9, 12, 13, 16,
17, 23, dan 24 ; klasifikasi sangat baik sebanyak 6 soal yaitu nomor 1, 4, 5, 19, 20,
dan 21.
Hasil pengujian daya pembeda pada soal posttest, didapat daya pembeda
dengan klasifikasi jelek sebanyak 2 soal yaitu nomor 8 dan 22 ; klasifikasi cukup
sebanyak 4 soal yaitu nomor 7, 18, 24, dan 25 ; klasifikasi baik sebanyak 11 soal
yaitu nomor 1, 2, 4, 5, 6, 10, 11, 17, 19, 20, dan 21 ; klasifikasi sangat baik
sebanyak 8 soal yaitu nomor 3, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 23.
3. Menentukan Indeks Kesukaran Tiap item
Tingkat kesukaran suatu soal menunjukkan bahwa soal tersebut termasuk
kategori sukar, sedang atau mudah, hal ini menggambarkan kemampuan peserta
didik dalam menjawab soal-soal tes. Klasifikasi tingkat kesukaran dapat dianalisa
dengan menggunakan rumus indeks kesukaran (Sumaatmadja, 1984, hlm. 134)
sebagai berikut :
Difficulty index = (WL + WH) 100 𝑥 𝑂
2𝑛 (𝑂−1)
Keterangan :
WL = Kelompok rendah yang membuat kesalahan, menjawab item dengan
salah. Keseluruhan kelompok rendah = 27% dari keseluruhan yang dites
(27% dari N)
WH = Kelompok tinggi yang membuat kesalahan, menjawab item dengan
salah. Keseluruhan kelompok tinggi = 27% dari seluruh yang dites (27%
dari N)
100 = Bilangan tetap
64
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
n = 27% dari yang dites (27% dari N)
N = Jumlah individu yang dites
O = Banyak pilihan pada item (option)
Berdasarkan rumus di atas kita akan mengetahui item-item mana yang
tingkat kesukarannya terlalu besar dan item mana yang tingkat kesukarannya tidak
ada sama sekali, sehingga harus diganti atau harus diperbaiki. Melalui indek
kesukaran dan daya pembeda, maka hal itu akan menjadi syarat diterima atau
tidaknya item butir soal.
Untuk menentukan tiga tingkat kesukaran item digunakan ketentuan:
Item mudah : jika 16% yang dites tidak dapat menjawab item tersebut.
Item sedang : jika 50% yang dites tidak dapat menjawab item tersebut.
Item sukar : jika 84% yang dites tidak dapat menjawab item tersebut.
Tipe tes pilihan jamak sesuai optionnya, memiliki tingkat perhitungan
kesukaran sebagai berikut :
Tabel 3.8 Tingkat Perhitungan Kesukaran
Persentase
yang dites
yang
menjawab
item dengan
salah
Jumlah pilihan (option) tiap item
2 3 4 5
16 0,16n 0,213n 0,240n 0,256n
50 0,50n 0,667n 0,750n 0,800n
84 0,84n 1,120n 1,260n 1,344n
(Sumber : Sumaatmadja, 1984, hlm. 135)
Menurut Arikunto (2012, hlm. 225) klasifikasi tingkat kesukaran soal
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9 Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Kriteria Tingkat Kesukaran Klasifikasi
TK = 0,00 Soal sangat sukar
0,00 < TK ≤ 0,3 Soal Sukar
0,3 < TK ≤ 0,7 Soal Sedang
0,7 < TK ≤ 1,00 Soal Mudah
TK = 1,00 Soal Sangat Mudah
65
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berikut ini merupakan hasil uji coba tingkat kesukaran dengan
menggunakan bantuan software Anates V.402 for windows.
Tabel 3.10 Uji Tingkat Kesukaran
Pre Test Posttest
No
Soal IK Interpretasi
No
Soal IK Interpretasi
1 0,5000 Sedang 1 0,7297 Mudah
2 0,8333 Mudah 2 0,6486 Sedang
3 0,7222 Mudah 3 0,6757 Sedang
4 0,4722 Sedang 4 0,8649 Sangat Mudah
5 0,5278 Sedang 5 0,8078 Mudah
6 0,8056 Mudah 6 0,5676 Sedang
7 0,5556 Sedang 7 0,7568 Mudah
8 0,8611 Sangat Mudah 8 0,9730 Sangat Mudah
9 0,8056 Mudah 9 0,4865 Sedang
10 0,9444 Sangat Mudah 10 0,5135 Sedang
11 0,5556 Sedang 11 0,8378 Mudah
12 0,3611 Sedang 12 0,4865 Sedang
13 0,6389 Sedang 13 0,5135 Sedang
14 0,9444 Sangat Mudah 14 0,5405 Sedang
15 0,6944 Sedang 15 0,5676 Sedang
16 0,6944 Sedang 16 0,5946 Sedang
17 0,6667 Sedang 17 0,6486 Sedang
18 0,8056 Mudah 18 0,8378 Mudah
19 0,4167 Sedang 19 0,8108 Mudah
20 0,4160 Sedang 20 0,2973 Sukar
21 0,4444 Sedang 21 0,5135 Sedang
22 0,8611 Sangat Mudah 22 0,9730 Sangat Mudah
66
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23 0,5556 Sedang 23 0,6216 Sedang
24 0,5278 Sedang 24 0,8919 Sangat Mudah
25 0,9722 Sangat Mudah 25 0,8649 Sangat Mudah
Berdasarkan hasil uji coba instrument untuk soal pretest diperoleh 5 soal
dengan kategori sangat mudah yaitu soal nomor 8, 10, 14, 22, dan 25. Untuk
kriteria tingkat kesukaran mudah sebanyak 5 soal yaitu nomor 2, 3, 6, 9, dan 18.
Untuk kriteria kesukaran sedang sebanyak 15 soal yaitu nomor 1, 4, 5, 7, 11, 12,
15, 16, 17, 19, 20, 21, 23, dan 24.
Adapun untuk hasil uji coba soal posttest diperoleh 5 soal dengan kriteria
sangat mudah yaitu nomor 4, 7, 22, 24, dan 25. Untuk kriteria mudah sebanyak 6
soal yaitu nomor 1, 5, 7, 11, 18, dan 19. Untuk kriteria sedang sebanyak 12 soal
yaitu nomor 2, 3, 6, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, dan 23. Untuk kriteria sukar
sebanyak 1 soal yaitu nomor 20.
4. Memperbaiki dan Mengganti Item
Untuk memperbaiki dan mengganti, digunakan pedoman sebagai berikut
(Sumaatmadja, 1984, hlm. 140) :
Item-item yang harus diganti :
a. Jika daya pembedanya (WL ‒ WH) tidak signifikan, dan indeks kesukaran lebih
besar dari 100.
b. Jika daya pembedanya tidak signifikan, dan indeks kesukaran sama dengan
nol (tidak mempunyai indeks kesukaran)
Item-item yang diperbaiki :
a. Jika daya pembedanya signifikan, tetapi indeks kesukaran lebih dari 100.
b. Jika daya pembedanya tidak signifikan, tetapi indeks kesukaran kurang dari
100.
Hasil uji coba pretest dan posttest selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran. Hasil uji coba pada soal pretest dan posttest adalah sebagai berikut:
Tabel 3.11 Hasil Uji 25 Item Pretest Pilihan Ganda
Berdasarkan Daya Pembeda dan Indeks Kesukarannya
Nomor
Item WL = 10 WH = 10 WL - WH WL + WH
Indeks
Kesukaran
(WL + WH) 100 𝑥 𝑂
2𝑛 (𝑂−1)
1 10 0 10 10 66.67
67
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2 4 0 4 4 26.67
3 4 1 3 5 33.33
4 10 0 10 10 66.67
5 10 0 10 10 66.67
6 5 1 4 6 40.00
7 5 4 1 9 60.00
8 4 0 4 4 26.67
9 5 0 5 5 33.33
10 2 0 2 2 13.33
11 6 4 2 10 66.67
12 9 5 4 14 93.33
13 5 1 4 6 40.00
14 2 0 2 2 13.33
15 1 2 -1 3 20.00
16 6 0 6 6 40.00
17 6 1 5 7 46.67
18 3 1 2 4 26.67
19 9 2 7 11 73.33
20 10 1 9 11 73.33
21 10 0 10 10 66.67
22 4 1 3 5 33.33
23 9 3 6 12 80.00
24 9 3 6 12 80.00
25 1 0 1 1 6.67
(Hasil perhitungan statistik penelitian, 2016)
Berdasarkan data pada tabel di atas item yang diterima, diganti dan
diperbaiki adalah sebagai berikut :
a. Item yang diterima sebanyak 11 item yaitu nomor 1, 4, 5, 9, 16, 17, 19, 20, 21,
23, dan 24.
b. Item yang harus diganti sebanyak 1 item yaitu nomor 15.
c. Item yang harus diperbaiki sebanyak 13 item yaitu nomor 2, 3, 6, 7, 8, 10, 11,
12, 13, 14, 18, 22 dan 25.
Tabel 3.12 Hasil Uji Coba Item Posstest
Nomor
Item WL = 10 WH = 10 WL - WH WL + WH
Indeks
Kesukaran
(WL + WH) 100 𝑥 𝑂
2𝑛 (𝑂−1)
1 5 1 4 6 40.00
2 6 1 5 7 46.67
3 7 0 7 7 46.67
4 4 0 4 4 26.67
68
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5 4 0 4 4 26.67
6 7 2 5 9 60.00
7 5 3 2 8 53.33
8 1 0 1 1 6.67
9 8 1 7 9 60.00
10 7 1 6 8 53.33
11 4 0 4 4 26.67
12 9 0 9 9 60.00
13 9 0 9 9 60.00
14 8 0 8 8 53.33
15 8 0 8 8 53.33
16 8 1 7 9 60.00
17 7 2 5 9 60.00
18 3 0 3 3 20.00
19 5 0 5 5 33.33
20 9 5 4 14 93.33
21 8 3 5 11 73.33
22 1 0 1 1 6.67
23 8 0 8 8 53.33
24 2 0 2 2 13.33
25 3 0 3 3 20.00
(Hasil perhitungan statistic penelitian, 2016)
Berdasarkan data pada tabel di atas item yang diterima, diganti dan
diperbaiki adalah sebagai berikut :
a. Item yang diterima sebanyak 14 item yaitu nomor 2, 3, 6, 9, 10, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 19, 21, dan 23.
b. Item yang diperbaiki sebanyak 11 item yaitu nomor 1, 4, 5, 7, 8, 11, 18, 20,
22, 23 dan 24.
2. Non test
a. Lembar Observasi
Data nontest pada penelitian ini berupa data hasil dari observasi dan
wawancara. Ada dua bentuk observasi dalam penelitian ini: Pertama lembar
observasi yang dilakukan tiap pertemuan dalam pembelajaran terhadap aktivitas
guru dan peserta didik. Data observasi dicatat dalam lembar observasi. instrumen
ini digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik yang menjadi
subjek penelitian selama pembelajaran IPS Terpadu. Data yang diperoleh dari
observasi dijadikan sumber kesimpulan penelitian tentang aktivitas guru dan
peserta didik. Kedua, merupakan lembar observasi kemampuan berpikir kritis
69
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peserta didik digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis
peserta didik pada kelas eksperimen 1, eksperimen 2, dan kelas kontrol. Format
observasi kemampuan berpikir kritis dibuat berdasarkan indikator keterampilan
berpikir kritis sebagai berikut :
Tabel 3.13 Format Observasi Kemampuan Berpikir Kritis
No Indikator Deskriptor
1 Memberikan
penjelasan sederhana
a. Memfokuskan pertanyaan
b. Menganalisis pertanyaan dan bertanya
c. Menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan atau pernyataan
2 Membangun
Keterampilan Dasar
(Mengobservasi)
a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan
b. Melaporkan hasil pengamatan sendiri
c. Melakukan kerjasana dengan teman
3 Menyimpulkan a. Membuat generalisasi
b. Membuat hipotesis
c. Memikirkan alternative
4 Memberikan
penjelasan lebih lanjut
a. Mendefinisikan istilah
b. Mempertimbangkan definisi
c. Membuat Klasifikasi
5 Mengatur strategi dan
teknik
a. Mendefinisikan masalah
b. Memutuskn suatu tindakan
c. Mereview
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan
Tahap ini terdiri dari :
a. Menetapkan jumlah pertemuan pembelajaran
b. Menetapkan kelas penelitian eksperimen dan kontrol
c. Menetapkan waktu penelitian
d. Menetapkan kompetensi dasar dalam proses pembelajaran
e. Menyususn skenario pembelajaran
f. Menyiapkan alat tes yaitu :
1) Penyusunan instrumen penelitian berupa tes pilihan jamak kemampuan
berpikir kritis
2) Analisis instrument
3) Penetapan jumlah instrument
4) Menetapkan cara observasi dan wawancara
70
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5) Menetapkan jenis data dan teknik pengumpulan data
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap untuk mengumpulkan data. Pada
tahap ini melakukan eksperimen untuk mengetahui perbedaan keberhasilan belajar
model pembelajaran berbasis masalah dengan model pembelajaran berbasis royek
dalam rangka menumbuhkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Pelaksanaan penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain :
a. Pemberian pre test : Pre test dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir
kritis awal peserta didik pada kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan
kelas kontrol.
b. Pemberian perlakuan : Memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen 1
dengan model pembelajaran berbasis masalah dan kelas eksperimen 2 dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis proyek.
c. Pemberian post-test : Post-test digunakan dalam rangka untuk mengetahui
perubahan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diberikan
perlakuan pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
d. Membandingkan skor pre-test dan post-test
e. Menganalisis data
f. Membuat kesimpulan
g. Menyusun laporan hasil penelitian
G. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes kemampuan berpikir
kritis, observasi, dan wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dikumpulkan melalui tes tertulis (pretest dan posttest)
dan lembar observasi. Data mengenai aktivitas pembelajaran di kelas
dikumpulkan melalui lembar observasi dan wawancara.
H. Teknik Analisis Data
Ada tiga hal pokok yang harus dilakukan oleh peneliti saat melakukan
pengolahan data kuantitatif, yakni pertama memilih tektik statistik mana yang
tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian. Kedua, mempersiapkan dan memilih
software bila pengolahan data dilakukan secara elektronis. Ketiga, melaksanakan
langkah-langkah pengolahan.
71
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
G.E.R Burroughas (dalam Arikunto, 2013) mengemukakan klasifikasi
analisis data sebagai berikut:
Tabulasi data (the tabulation of the data)
Termasuk ke dalam kegiatan tabulasi antara lain: memberikan skor
terhadap item-item yang perlu diberi skor, memberikan kode terhadap item
misalnya jenis kelamin dan pelabelan, mengubah jenis data, dan
memberikan coding dalam hubungan dengan pengolahan data jika
menggunakan computer.
Penyimpulan data (the summarizing of the data)
Analisis data untuk tujuan testing hipotesis
Analisis data untuk tujuan penarikan kesimpulan
Data kuantitatif pada penelitian ini diperoleh dari hasil uji coba instrument,
data pretest, data posttest, dan hasil observasi kemampuan berpikir kritis peserta
didik. Data hasil uji coba instrument diolah dengan menggunakan software Anates
V.402 for windows untuk memperoleh validitas butir soal tes, reabilitas, daya
pembeda serta tingkat kesukaran soal. Sedangkan hasil data pretest, posttest, dan
N gain data Matched Subject diolah dengan bantuan program SPSS versi 21.
Untuk lebih jelasnya langkah-langkah analisis data pada penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
1. Data hasil tes kemampuan berpikir kritis
Hasil tes kemampuan berpikir kritis digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah untuk kelas eksperimen 1 dan model
pembelajaran berbasis proyek untuk kelas eksperimen 2, serta model
pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Untuk selanjutnya hasil perolehan
dari tes ini dibandingkan untuk mengetahui perbedaan masing-masing model yang
telah diterapkan.
Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis diolah
melalui tahapan sebagai berikut:
72
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1) Memberikan skor jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban dan
pedoman penskoran.
2) Membuat tabel skor pretest dan posttest peserta didik baik untuk kelas
eksperimen 1, eksperimen 2, maupun kelas kontrol.
3) Menentukan skor pertumbuhan kemampuan berpikir kritis peserta didik
dengan rumus Hake (Cheng et al, 2004, Nurdiansyah, 2011: 62) :
Ng =
Keterangan :
Spost = Skor Posttest
Spre = Skor Pretest
S maks = Skor Maksimum Ideal
Hasil perhitungan dari N-gain tersebut kemudian diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.14 Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi
Batasan Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretest,
posttes, dan N-gain soal kemampuan berpikir kritis peserta didik
menggunakan uji statistic Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Uji
parametric digunakan jika data berdistribusi dengan normal dan uji
nonparametric jika data tidak berdsitribusi normal.
Rumus uji normalitas :
T3 = 1
𝐷 [∑ 𝛼𝑖(𝑘
𝑖=1 𝑋𝑛−𝑖+1 ‒ 𝑋𝑖)
Keterangan :
D = Berdasarkan rumus di bawah
αi = Koefisien test Shapiro Wilk
χn-i+1 = Angka ke n – I + 1 pada data
Spost ‒ Spre
Smaks ‒ Spre
73
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
χi = Angka ke i pada data
Perumusan hipotesisnya yaitu :
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian :
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka H1 diterima
5) Menguji homogenitas varians skor pretes, posttest dan N-gain soal
kemampuan berpikir kritis menggunakan uji Levene. Pengujian homogenitas
untuk melihat apakah data yang diperoleh memiliki variasi dan nilai rata-rata
yang homogen atau tidak (Somantri, 2006, hlm. 294).
Perumusan hipotesanya yaitu :
H0 :Varian skor pretest, posttest dan N-gain ketiga kelas homogen
H1 :Variasi skor pretest, posttest dan N-gain ketiga kelas tidak homogen
Kriteria pengujiannya yaitu :
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka H0 ditolak
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka H1 diterima
6) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogenitas, selanjutnya
dilakukan uji perbedaan rata-rata skor posttest dan N-gain menggunakan uji-t
dengan software SPSS versi 21 dan dilanjutkan dengan matched subjects
adalah sebagai berikut :
t = 𝑀𝑘 ‒ 𝑀𝑒
√(𝑆𝐷𝑀𝑘 2 + 𝑆𝐷𝑀𝑒
2 )−2𝑟𝑘𝑒(𝑆𝐷𝑀𝑘)(𝑆𝐷𝑀𝑒)
dimana 𝑆𝐷𝑀𝑘2 =
𝑆𝐷𝑘2
𝑛𝑘− 1
dan 𝑆𝐷𝑀𝑒2 =
𝑆𝐷𝑒2
𝑛𝑒− 1
Hipotesis yang akan diuji :
74
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a) Skor posttest dan Matched Subject soal kemampuan berpikir kritis di
kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2
H0 = tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik
antara kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek.
H1 = terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara
kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan
kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek.
b) Skor posttest dan Matched Subject soal kemampuan berpikir kritis peserta
didik di kelas ekperimen 1 dan kelas kontrol.
H0 = tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik
antara kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
dengan kelas konvensional.
H1 = terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara
kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan
kelas konvensional.
c) Skor posttest dan Matched Subject soal kemampuan berpikir kritis peserta
didik di kelas eksperimen 2 dan kelas control.
H0 = tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik
antara kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek
dengan kelas konvensional.
H1 = terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara
kelas yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dengan
kelas konvensional.
2. Pengukuran perbedaan pertumbuhan kemampuan berpikir kritis peserta didik
dengan Matches Subjects
Penelitian ini menggunakan Matched Subjects, dimana matching dilakukan
terhadap subyek demi subyek. Matched Subjects menggunakan kombinasi ordinal
dan nominal, sehingga peserta didik akan dikelompokkan berdasarkan kesamaan
jenis kelamin dan skor pretest yang sama atau mendekati (Arikunto, 2015).
Berdasarkan hasil pretest dan posttest diperoleh skor yang sama
dimasukkan ke dalam kelompok matched subject yang tediri atas 10 pasang yang
75
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terdiri dari 5 pasang perempuan dan 5 pasang laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada table berikut :
Tabel 3.15 Matched Subjects Berdasarkan Skor Pretest
No L/P
Kelas Eskperimen
1Pembelajaran Berbasis
Masalah
Kelas Eksperimen 2
Pembelajaran Berbasis
Proyek
Kelas Kontrol
Pembelajaran
Konvensional
Nama Pretest Nama Pretest Nama Pretest
1 P SA 25 14 SB 20 14 SC 27 14
2 P SA 11 15 SB 21 15 SC 20 15
3 P SA 26 17 SB 3 17 SC 11 17
4 P SA 8 18 SB 15 18 SC 25 18
5 P SA 21 19 SB 4 19 SC 4 19
6 L SA 24 15 SB 12 15 SC 9 15
7 L SA 3 16 SB 9 16 SC 7 16
8 L SA 1 17 SB 23 17 SC 15 17
9 L SA 16 19 SB 5 19 SC 8 19
10 L SA 6 19 SB 8 19 SC 1 19
Rata-rata 16.9 Rata-rata 16.9 Rata-rata 16.9
3. Format Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Format observasi kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.16 Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis
Nama Peserta
Didik
Aspek yang dinilai
Jum
lah
Sko
r
Nil
ai P
rose
s
Kri
teri
a
Per
sen
tase
(%
)
Memberikan
Penjelasan
Sederhana
Membangun
keterampilan
dasar
Menyim
Pulkan
Memberikan
penjelasan
lanjut
Mengatur
strategi dan
teknik
76
Rina Ervina, 2016 PERBEDAAN KEBERHASILAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM RANGKA MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemudian setelah dilakukan kegiatan mengkorelasikan indikator
penilaian, maka dilakukan perhitungan nilai proses berdasarkan rumus di bawah
ini.
Nilai proses diperoleh dari : 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 x 100
Tabel 3.17 Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Persentase Katagori
76 – 100 % Baik
56-75 % Cukup
40 – 55 % Kurang Baik
0 – 39 % Tidak Baik