BAB III IKM

61
BAB III PEMBAHASAN 3.1.1 Industri Besi dan Baja A. Ruang Lingkup Industri Baja Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Industri Logam Dasar Besi dan Baja termasuk dalam kode 2710 yang terdiri dari: 27101 : Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) 27102 : Industri penggilingan baja (steel rolling) 27103 : Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi B. Pengelompokan Industri Baja Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk, maka struktur industri baja dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Kelompok Industri Hulu a. Pertambangan Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu

Transcript of BAB III IKM

Page 1: BAB III IKM

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.1 Industri Besi dan Baja

A. Ruang Lingkup Industri Baja

Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Industri

Logam Dasar Besi dan Baja termasuk dalam kode 2710 yang terdiri dari:

27101 : Industri besi dan baja dasar (iron and steel making)

27102 : Industri penggilingan baja (steel rolling)

27103 : Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi

B. Pengelompokan Industri Baja

Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk,

maka struktur industri baja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Kelompok Industri Hulu

a. Pertambangan

Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri

besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri

baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya

saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini

adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik

untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral

penunjang seperti batu kapur dan dolomit.

b. Penyedia Bahan Baku.

Kelompok ini juga sangat strategis dalam menentukan daya saing

industri baja suatu negara. Kelompok ini terdiri dua jalur proses

pembuatan besi (iron making) serta satu industri penyediaan scrap yang

merupakan material besi bekas. Sebagaimana dipahami secara umum

dalam dunia perbajaan, bahwa terdapat dua jalur utama dalam industri

pembuatan besi. Jalur pertama yang mendominasi sebesar 70% dari

Page 2: BAB III IKM

produksi besi dunia adalah melalui teknologi blast furnace. Melalui

proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah

tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang

kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau

dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron. Jalur lain

yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur

pembuatan besi spons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk

atau pellet direduksi dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam

atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atau hot

briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making

selanjutnya. Jalur ini menguasai sekitar 25 dari produksi besi dunia. Di

samping dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi

penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti

teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart.

2. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel)

Kelompok ini sering dijadikan ukuran produksi industri baja suatu negara.

Melalui proses yang tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat

ini dihasilkan bloom dan billet sebagai bahan baku industri baja pengolahan

long product, slab sebagai bahan baku industri pengolahan flat product dan

ingot sebagai bahan baku industry pembentukan baja lainnya.

Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah

produksi baja kasar ini dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut pada

saat itu.

3. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product

Kelompok ketiga ini adalah tahap yang memproses baja kasar menjadi

produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk

pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire

rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished

Page 3: BAB III IKM

product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire. Sedangkan green pipe

akan menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi

industri migas.

Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil

(HRC), hot rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain

merupakan bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti

untuk konstruksi, pipa las spiral dan otomotif. Sementara CRC digunakan

sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan

seng. Pelat baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai

bahan baku industri pipa las longitudinal, profil dan perkapalan.

4. Kelompok Industri Hilir

a. Pembuatan baja finished flat productKelompok ini merupakan

konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai

diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan.

Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan

industri pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam

kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran

(shearing/slitting lines).

b. Pembuatan baja finished long product

Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industry

baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja

batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku, mur/baut.

SASARAN

Sasaran pengembangan jangka menengah antara lain mengembangkan

industri pengolahan bahan baku besi baja berbasis sumber daya lokal,

mengoptimalkan kapasitas terpasang industri baja kasar (7.4 juta ton) dan

berkembangnya produk baja lembaran dan baja batangan untuk kebutuhan

Page 4: BAB III IKM

industri perkapalan, pipa migas, konstruksi, otomotif, kemasan dan peralatan

rumah tangga. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang adalah

tumbuhnya industri peleburan baja terintegrasi yang menghasilkan baja khusus

berbasis sumber daya lokal.

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Baja Nasional

1. Visi Industri Baja Nasional

Memiliki industri baja modern dan efisien yang berstandar dunia yang

memenuhi kebutuhan seluruh produk baja domestik dengan pencapaian

konsumsi per kapita dunia.

2. Arah Pengembangan

Memiliki industri baja yang mencapai daya saing global dalam aspek

biaya, mutu, dan kemampuan sumber daya manusia dan level teknologi.

Setelah merumuskan gambaran masa depan dan arah pengembangan

industri baja nasional, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan peta

arsitektur strategis sebagai cetak biru rumusan strategi berikut skenarionya

untuk mendukung tercapainya visi industri dalamwaktu yang telah

ditentukan, yaitu 15 tahun. Gambar III.1 menunjukkan hasil penyusunan

peta arsitektur strategik yang dibuat secara skematik sederhana.

Simplifikasi peta arsitektur strategik dipilih dan ditetapkan untuk memberi

kemudahan dalam mendapatkan pengertian dan ide-ide skenario yang

diusulkan.

Peta arsitektur tersebut disusun sebagai berikut :

a. Bahwa sebagai hasil gambaran masa depan, dicita-citakan terciptanya

industri baja nasional pada tahun 2020 yang memiliki daya saing tinggi.

b. Indikasi daya saing tersebut dijabarkan dalam empat indicator pencapaian

yaitu:

1) Kapasitas produksi

2) Teknologi, research & development, dan sumber daya manusia

3) Supporting

4) Pendanaan

Page 5: BAB III IKM

c. Untuk mengusahakan jalur pencapaian dilakukan dengan 3 tahap

implementasi yang berjangka masing-masing lima tahun.

d. Dalam setiap tahap implementasi kemudian diusulkan berbagai action plan

yang menunjang dan mensukseskan setiap jalur pencapaian

3.1.2 Industri Semen

A. Ruang Lingkup Industri Semen

1. Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan potensi sumber

daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir

besi dan gipsum (diimpor) melalui proses pembakaran temperature tinggi

(di atas 1.000 0C).

2. Industri semen mempunyai karakteristik :

a. Padat modal (capital intensive);

b. Padat energi berupa batubara dalam proses pembakaran dan energy

listrik;

c. Bersifat padat (bulky) dalam volume besar sehingga biaya transportasi

tinggi.

3. Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen

menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah

semen Portland (tipe I – V), semen komposit/campur dan semen putih.

4. Hasil produksi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan nasional untuk

mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan

kelebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan dan

silo-silo tidak penuh.

5. Industri semen nasional mempunyai daya saing yang tinggi dan termasuk

kelompok komoditi yang diperdagangkan tanpa hambatan tarif (BM =

0%) sesuai dengan kesepakatan perdagangan bebas hambatan (FTA).

B. Pengelompokan Industri Semen

1. Produsen semen mampu memproduksi berbagai jenis (saat ini ada 11)

semen menurut kegunaannya;

Page 6: BAB III IKM

2. Tarif Bea Masuk semen sejak tahun 1995 adalah 0% dan mulai tahun

2010 akan menjadi 5%;

3. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semen telah direvisi dan akan

dinotifikasikan ke Sekretariat WTO bidang standardisasi untuk

diberlakukan secara wajib.

Tabel 1. Tarif Bea Masuk Produk Semen Berdasarkan HS Tahun 2008

HS DESKRIPSI BM PPN (%) SNI2523.21.00.00 Portlan putih 0 10 15-0129-20042523.29.90.00 Portlan Pozoland 0 10 15-0302-20042523.29.10.00 Portland Type I – V 0 10 15-2049-20042523.29.29.00 Portland Campur 0 10 15-3500-20042523.90.00.00 Masonry 0 10 15-3758-20042523.29.29.00 Semen Portland Komposit 0 10 15-7064-20042523.90.00.00 Oil Well Cement (OWC) 0 10 15.3044-1992

A. Sasaran Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Meningkatnya utilitas produksi dari 70% menjadi 80% yang didukung

kemampuan produksi berbagai jenis semen dengan spesifikasi khusus;

2. Terpenuhinya kebutuhan semen nasional;

3. Diterapkannya secara wajib SNI No. 35/M-IND/PER/4/2007 tanggal 31

Agustus 2007 terhadap produk semen.

B. Sasaran Jangka Panjang (2010-2025)

1. Terpenuhinya kebutuhan semen nasional di seluruh pelosok tanah air

dengan harga jual yang tidak jauh berbeda di masing-masing daerah;

2. Terjaminnya pasokan energi khususnya batubara untuk periode jangka

panjang;

3. Tersedianya tenaga kerja operator pabrik yang kompeten;

4. Makin menguatnya daya saing industri semen;

5. Terwujudnya kemampuan rekayasa dan fabrikasi pembangunan pabrik

semen.

Page 7: BAB III IKM

C. Visi dan Arah Pengembangan Industri Semen

1. Visi Industri Semen

Menjadikan industri semen nasional berdaya saing tinggi dan mampu

memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2. Arah Pengembangan

Arah pengembangan industri semen adalah meningkatkan daya saing

melalui efisiensi penggunaan energi dan diversifikasi produk semen.

B. Strategi Kebijakan

1. Memenuhi kebutuhan nasional;

2. Melakukan persebaran pembangunan pabrik semen ke arah luar Pulau

Jawa;

3. Meningkatkan daya saing industri semen melalui efisiensi penggunaan

energi;

4. Meningkatkan kemampuan kompetensi sumber daya manusia dalam

desain dan perekayasaan pengembangan industri semen.

A. Program Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Meningkatkan kemampuan SDM persemenan melalui program

pendidikan dan pelatihan kompetensi SDM;

2. Meningkatkan penggunaan semen non Portland tipe I melalui kegiatan

sosialisasi dan kerjasama dengan pihak REI;

3. Meningkatkan penghematan dalam penggunaan energi melalui:

Kajian audit energi;

Peningkatan efisiensi energi panas dari 800 kkal per kg klinker

menjadi 760 kkal per kg klinker;

Penggunaan sumber energi alternatif;

Penggunaan peralatan tambahan seperti Waste Heat Recovery

Boiler.

Page 8: BAB III IKM

B. Program Jangka Panjang (2010-2025)

1. Mengembangkan industri semen di luar Pulau Jawa khususnya

Kawasan Timur Indonesia melalui pembangunan unit pengepakan,

cement mill sampai pabrik semen secara utuh;

2. Meningkatkan kemampuan SDM dalam rekayasa dan pabrikasi melalui

kerjasama dengan Institut Semen Beton Indonesia (ISBI) dalam

program diklat dari tingkat operator hingga D3;

3. Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam penggunaan

bahan baku, emisi debu dan efisiensi energi, melalui program CDM

secara berkesinambungan;

4. Meningkatkan kerjasama kemitraan antara produsen batubara dan

semen;

5. Mendorong pengembangan teknologi yang lebih efisien melalui

peningkatan kerjasama dengan NEDO maupun perusahaan permesinan

dunia.

Page 9: BAB III IKM

3.1.3 Industri Petrokimia

A. Ruang Lingkup Industri Petrokimia

Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai ”industri

yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang

merupakan produk samping eksploitasi gas bumi, gas alam), batubara, gas

metana batubara, serta biomassa yang mengandung senyawa-senyawa

olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan menghasilkan

beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari bahan-bahan baku

utama tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai

tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya.” Kondisi ketersediaan bahan

baku dari produk migas yang makin terbatas dan mahal mengakibatkan

mulai munculnya pencarian-pencarian bahan bakupengganti, diantaranya

gas etana, batubara, gas dari coal bed methane, dan limbah refinery (coke).

Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan

klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar

manusia seperti sandang, papan dan pangan. Produk-produk petrokimia

merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku bagi industri

hilirnya (industry tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan

pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, kulit imitasi, dll).

B. Pengelompokan Industri Petrokimia

Industri petrokimia dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

1. Industri petrokimia hulu

Industri petrokimia hulu merupakan industri paling hulu dalam rangkaian

industri petrokimia, memproses bahan baku berupa naphta dan/atau

kondensat menjadi hidrokarbon olefin, aromatik, dan parafin. Contoh :

industri olefin (ethylene, polyethylene, dll), industri aromatic (benzene,

paraxylene, dll), industri berbasis C-1 (ammonia, methanol)

Page 10: BAB III IKM

2. Industri petrokimia antara

Industri petrokimia antara adalah industri yang memproses bahan baku

olefin, aromatik (produk industri petrokimia hulu) menjadi produk-produk

turunannya seperti vinyl chloride, styrene, ethylene glycol, dll.

3. Industri petrokimia hilir

Industri petrokimia hilir adalah industri yang mengolah bahan yang

dihasilkan oleh industri petrokimia antara menjadi berbagai produk akhir

yang digunakan oleh industri atau konsumen akhir (industrial dan

consumer goods). Contoh : industri PET, PP, HDPE, PVC, EDC, PTA, dll.

A. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014)

1. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari

81% (2009) menjadi lebih dari 85% (2014).

2. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20%

(2014).

3. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu:

a. Olefin : ethylene dari 600.000 Ton/Tahun menjadi 900.000 Ton/Tahun,

b. Aromatik : toluene 100.000 Ton/Tahun, dan orthoxylene 120.000

Ton/Tahun.

c. Berbasis C1 : amoniak 6,1 Juta Ton/Tahun menjadi 6,8 Juta

Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun.

4. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan pendekatan

klaster, berlokasi di Banten (Anyer, Merak, Cilegon) untuk yang

berbasis olefin, di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) untuk yang

berbasis aromatik dan di Kalimantan Timur (Bontang) untuk yang

berbasis C1.

Page 11: BAB III IKM

B. Sasaran Jangka Panjang (2015-2025)

1. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :

a. Olefin : ethylene dari 900.000 Ton/Tahun menjadi 1,25 Juta

Ton/Tahun,

b. Berbasis C1 : amoniak 6,8 Juta Ton/Tahun menjadi 7,5 Juta

Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun menjadi 1,5 Juta

Ton/Tahun, pupuk NPK dari 700.000 Ton/Tahun menjadi 1,9 Juta

Ton/Tahun.

2. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu,

industry petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan

distribusi dan infrastruktur yang efektif dan efisien.

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Petrokimia

1. Visi Industri petrokimia

Mewujudkan industri petrokimia yang berdaya saing dan mandiri.

2. Misi

Pemantapan struktur industri petrokimia

Peningkatan efisiensi.

Perluasan lapangan kerja.

Percepatan alih teknologi

3. Arah Pengembangan Industri Petrokimia :

Pengembangan industri berskala besar

4. Strategi

a. Peningkatan utilisasi:

Penguasaan pasar DN dan pasar ekspor, serta peningkatan

informasi pasar.

Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.

Optimalisasi pemanfaatan bahan baku dalam negeri.

Penciptaan iklim usaha kondusif terhadap industri daur ulang

petrokimia.

Integrasi industri petrokimia hulu dengan industri migas.

Page 12: BAB III IKM

b. Penguatan struktur industri petrokimia yang terkait pada semua tingkat

dalam rantai nilai (value chain):

Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan local

(bahan baku, barang modal/peralatan pabrik, SDM, teknologi, jasa

konstruksi, jasa pemeliharaan dan modal DN)

Penciptaan Iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui

pemberian insentif dibidang fiskal, moneter dan administrasi

termasuk jaminan hukum dan kestabilan keamanan.

Pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan

Pengembangan kemampuan SDM.

c. Pengembangan teknologi kedepan :

Meningkatkan kemampuan alih teknologi dengan memanfaatkan

lisensi teknologi proses petrokimia C-1, Olefin dan Aromatik yang

habis masa lisensinya berdasarkan inovasi teknologi dalam negeri.

Mengaplikasikan lisensi teknologi proses Industri Urea

yangdikembangkan bersama pemilik lisensor.

Sinergi dalam penelitian teknologi proses industri polimer seperti

alkyd resin, unsaturated polyester resin, polyurethane resin.

d. Pengembangan lokasi klaster :

Bontang, Kaltim

Tuban - Gresik, Jawa Timur

Anyer – Merak – Cilegon – Serang, Banten

5. Kebijakan

a. Pengaturan alokasi SDA lokal sebagai bahan baku industri petrokimia.

b. Pengaturan efisiensi bahan baku/energi melalui penghematan maupun

diversifikasi bahan baku/energi.

c. Pengaturan limbah/scrap/used-product petrokimia sebagai bahan baku.

d. Pengaturan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi

industri petrokimia.

Page 13: BAB III IKM

e. Pengaturan peningkatan SDM melalui peningkatan standar

kompetensi kerja nasional industri petrokimia.

f. Pengaturan mengenai pembangunan infrastruktur industri antara

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan swasta.

g. Pengaturan yang mengutamakan penggunaan produksi DN.

h. Pengaturan pengembangan litbang teknologi DN yang terintegrasi dan

berkualitas melalui pemberian insentif.

A. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) :

1. Revisi UU No. 22 / 2001 tentang Migas, Peraturan Pemerintah Nomor

35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Peraturan

Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas,

sebagai upaya pengamanan pasok migas nasional untuk bahan baku

industri (sebagai tindak lanjut amandemen UU No. 22 / 2001 tentang

Migas).

2. Mengupayakan insentif berupa split yang lebih besar bagi KPS yang

memasok industri dalam negeri.

3. Proses Debottlenecking Unit Ethylene meningkatkan kapasitas produksi

ethylene 30.000 Ton/Tahun.

4. Fasilitasi penerapan AICO (ASEAN Industrial Co-operation) scheme

dan pengembangan Ethylene Cracker Unit PT. Titan Indonesia di

Merak untuk mendukung industri polietilen pada tahun 2009.

5. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku dengan harga khusus

yang diprioritaskan untuk industri petrokimia hulu;

6. Studi untuk mengkaji fasilitasi proses integrasi antara industri primer,

petrokimia hulu, antara, dan hilir;

7. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industry

petrokimia antara lain pelabuhan, kereta api & aero-train, jalan akses,

serta utilitas.

Page 14: BAB III IKM

8. Revitalisasi 5 pabrik urea yang sudah tua, pembangunan 1 pabrik urea,

pembangunan 5 pabrik compound, 6 pabrik amonia (terintegrasi dengan

pabrik pupuk).

9. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk

petrokimia yang terintegrasi.

10. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak

industry dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi.

11. Promosi investasi industri petrokimia (pengembangan bahan baku

industry plastik teknik) seperti polycarbonate, polyacetal, polyamide, ke

negara a.l. Jepang, Korea dan China.

12. Pembentukan Working Group Klaster Industri Petrokimia, melalui

kegiatan kegiatan pembahasan/evaluasi pengembangan industri

petrokimia di wilayah klaster industri meliputi aspek bahan baku,

teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate

Social Responsibility (CSR), pengelolaan lingkungan, manajemen

tanggap darurat (emergency response), sinkronisasi kebijakan

pemerintah pusat dan daerah.

13. Pengembangan sistem informasi industri petrokimia.

14. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia, yang mencakup

aspek penyediaan, konservasi dan efisiensi bahan baku & energi,

teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate

Social Responsibility (CSR), kerjasama luar negeri, serta penerapan

manajemen penanganan dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan

dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri petrokimia.

15. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia dalam rangka AFTA

maupun FTA.

16. New PP Plant (kapasitas 250.000 ton/tahun) yang terintegrasi dengan

RCC Offgas to Propylene Project/Methatesis pada awal 2011 oleh

Pertamina.

17. Kajian/bantuan teknik “Gas bumi melalui proses splitting untuk

industry olefin dan aromatik”.

Page 15: BAB III IKM

18. Belum ada studi Prakelayakan Industri Unggulan ”Batubara melalui

proses gasifikasi untuk industri ammonia & methanol”.

19. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat

Olefin berbasis pati khususnya sagu di wilayah Riau yang akan

dikembangkan oleh Mitsubishi Group.

20. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat

Olefin yang bahan bakunya berasal dari pati atau biomassa di

wil.Banten yang akan dikembangkan oleh PT. Titan.

21. Mempercepat realisasi MOU antara PT. Pertamina /PT. Medco Energy

dg PT. Pusri (holding) mengenai rencana pembangunan industry

ammonia/urea dengan kapasitas global terintegrasi berbasis gas bumi,

berlokasi di Sonoro (Sulawesi Tengah).

22. Mendorong perencanaan pembangunan infrastruktur industri petrokimia

di Sonoro dan Papua Barat.

23. Pertemuan dengan instansi terkait untuk pengembangan, perawatan dan

perawatan infrastruktur.

B. Rencana Aksi Jangka Panjang (2015-2025) :

1. Meneruskan & meningkatkan diversifikasi sumber bahan baku dan

sumber energi industri petrokimia.

2. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk

petrokimia yang terintegrasi.

3. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar kompetensi

kerja nasional industri petrokimia.

4. Pemeliharaan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industry

petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan utilitas.

5. Pengembangan centre of excellence industri petrokimia.

Page 16: BAB III IKM

3.1.4 Industri Keramik

A. Ruang Lingkup Industri Keramik

Keramik adalah berbagai produk industri kimia yang dihasilkan dari

pengolahan tambang seperti clay, feldspar, pasir silika dan kaolin melalui

tahapan pembakaran dengan suhu tinggi. Industri keramik yaang terdiri dari

ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah

memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan nasional

melalui penyediaan kebutuhan domestik, perolehan devisa dan penyerapan

tenaga kerja. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti

lembpung, feldspar dan pasir silika yang tersebar di berbagai daerah,

industri keramik terus tumbuh baik dalam kapasitas maupun tipe dan desain

produk yang semakin berdaya saing tinggi. Kondisi ini dapat terlihat

pertumbuhan rata – rata sekitar 6% dan perolehan devisa yang mencapai

Page 17: BAB III IKM

US$ 220 juta pada tahun 2008 ataau meningkat dibandingkan dengan tahun

2007 sebesar US$ 212 juta serta penyerapan tenaga kerja lebih dari 200.000

orang. Saat ini kapasitas kapasitas industri keramik tile mencapai 327 juta

m2, keramik saniter 4,6 juta pcs dan keramik tableware 268 juta pcs,

sehingga untuk keramik telah menempatkan Indonesia sebagai produsen

keramik terbesar dunia setelah China, Italy, Spanyol, Turki dan Brazil.

Industri keramik meliputi industri bahan baku, industri bahan penolong dan

industri bahan setengah jadi serta produk keramik seperti tile, saniter dan

tableware dan alat laboratorium meliputi KBLI 26201 s/d 26209 atau HS

6901 s/d 6914. Keramik adalah berbagai produk industri kimia yang

dihasilkan dari pengolahan bahan tambang seperti kaolin, feldspar, pasir

silika dan tanah liat (clay) melalui tahapan pembakaran dengan suhu tinggi

(sekitar 1.300 oC).

Adapun karakteristik industri keramik meliputi :

Padat energy

Padat karya

Penggunaan bahan baku tambang yang tidak dapat diperbaharui.

B. Pengelompokan Industri Keramik

1. Kelompok Industri Hulu

Meliputi Industri bahan baku keramik seperti tanah liat, kaolin,

feldspar, pasir kuarsa, zircon. Bahan baku dan penolong yang masih di

impor sebagian besar dari China seperti feldspar, glazur / fritz, China

Stone dan zat pewarna (pigmen). Sedangkan sumber deposit bahan

baku tersebut banyak terdapat di Indonesia tetapi belum diolah seperti

tabel berikut:

Jenis Bahan Lokasi Cadangan

Page 18: BAB III IKM

Feldspar

Pengaribuan, Sumut 400 ribu ton

Lampung 12,5 juta m3

Banjar Negara, Jabar 642 ribu ton

Tulung Agung 40 ribu ton

ClayLampung 10 juta ton

Monterado, Kalbar 250 ribu ton

KaolinBangka 7 juta ton

Belitung 6 juta ton

Toseki Pacitan, Jawa Timur 5 juta m3

2. Kelompok Industri Antara

Meliputi bahan baku body keramik, bahan pewarna, frits dan glasir.

3. Kelompok Industri Hilir

Meliputi industri barang jadi keramik seperti perlengkapan rumah

tanggal dari porselin, bahan bangunan dari porselin, alat laboratorium

dan alat listrik/teknik dari porselin, barang untuk keperluan

laboratorium kimia dan kesehatan dari porselin serta barang-barang

lainnya dari porselin.

No Uraian

1Keramik ubin/ tile :Ubin lantai, ubin perapian atau ubin dinding

2

Keramik Saniter :Bak cuci, wastafel, alas baskom cuci, bak mandi, bidet, bejana kloset, tangki air pembilasan, tempat kencing dan perlengkapan saniter semacam itu dari keramik, dari porselen atau tanah lempung China

3Keramik table ware :Perangkat makan, perangkat dapur,perlengkapan rumah tangga lainnya

Page 19: BAB III IKM

Keramik termasuk dalam katagori thermoset yaitu suatu benda yang

setelah mengalami pemanasan dan pendinginan kembali tidak dapat

berubah lagi kebentuk asalnya. Berdasarkan fungsi dan strukturnya

produk keramik dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu

keramikkonvensional dan keramik maju. Keramik konvensional

menggunakan bahan–bahan alam fas amorf (dengan atau tanpa diolah).

Keramik konvensional dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan masing–

masing :

Industri keramik berat terdiri dari refraktori, mortar, abrasive dan

industri semen

Industri keramik halus yang terdiri dari industri gerabah/keramik hias,

porselen lantai dan dinding (ltile), saniter, tableware dan isolator listrik.

Keramik maju dikenal juga advanced ceramics menggunakan bahan

baku artifikal murni yang memepunayi fasa kristalin. Beberapa jenis

industry keramik maju antara lain :

Zirkonia dan silikon, seperti untuk kebutuhan otomotif (blok mesin,

gear, mata pisau dan gunting

Barium titanat untuk industri elektronika (kapasitor dan gunting)

Keramik nitrid oksida (zirkon nitride, magnesium nitride, cilikon

karbida) digunakan untuk high technologi, cutting tools, komponen

mesin, alat ekstraksi dan pengolahan logam

Fiber optic di industri telekomunikasi, penerangan, gedung pencakar

langit dan tenaga surya

A. Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Terpenuhinya kebutuhan bahan bakar gas sebanyak 130 mmscfd

(2010);

2. Tercapainya tingkat utilisasi rata-rata diatas 90 persen;

3. Meningkatnya nilai ekspor dari USD 222 juta (2006) menjadi USD.

250 juta (2010);

Page 20: BAB III IKM

4. Tersusun dan diterapkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) secara

wajib untuk keramik ubin dan saniter;

5. Pengembangan pemanfaatan bahan baku keramik di Kalimantan Barat.

B. Jangka Panjang (2010-2025)

1. Menguatnya struktur industri keramik mulai dari penyediaan bahan

baku hingga produk jadi;

2. Tingginya daya saing industri keramik nasional di pasar domestik dan

ekspor;

3. Tersedianya industri bahan baku keramik yang sesuai dengan

kebutuhan.

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Keramik

1. Visi Industri Keramik

Membangun industri keramik nasional yang mempunyai daya saing

internasional dan mempunyai nilai tambah yang tinggi pada tahun

2025.

2. Arah Pengembangan

Pengembangan industri Keramik untuk peningkatan nilai tambah.

Adanya klaster industri Keramik diharapkan memperkuat keterkaitan

pada semua tingkatan rantai nilai (value chain) dari industri hulunya,

mampu meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan

membangun visi dan misi yang selaras, sehingga mampu meningkatkan

produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam

industri, dan memfokuskan keterkaitan yang kuat antara sektor hulu

sampai dengan hilir.

A. Rencana Aksi Jangka Pendek (2010 – 2015)

Koordinasi pengamanan pasokan gas untuk industri keramik;

Promosi investasi bahan baku keramik;

Peningkatan produksi bahan baku keramik untuk substitusi impor;

Page 21: BAB III IKM

Peningkatan efisiensi energi melalui penerapan konservasi energi;

Pengembangan desain produk industri keramik;

Meningkatkan kualitas produk keramik melalui SNI;

B. Rencana Aksi Jangka Menengah ke-1 (2014 – 2019)

Memenuhi pasokan gas sesuai kebutuhan industri keramik nasional.

Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan

produsenkeramik dalam rangka pengembangan industri inti di daerah,

khususnya penggunaan bahan baku yang tersedia di dalam negeri.

Mempromosikan investasi industri bahan baku keramik.

Melakukan revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil dan

Menengah Keramik.

C. Rencana Aksi Jangka Menengah ke-2 (2020 – 2025)

Meningkatkan efisiensi dan konservasi energi;

Menerapkan dan pengawasan SNI;

Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia bagi industry

keramik;

Mengembangkan industri pemurnian dan penyiapan bahan baku;

Mengembangkan industri keramik bernilai tambah tinggi (advanced

ceramic);

Mengembangkan bidang desain, rekayasa dan fabrikasi pabrik keramik

yang hemat energi.

D. Rencana Aksi Jangka Panjang (2010-2025)

Memenuhi pasokan gas sesuai kebutuhan industri keramik nasional;

Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan produsen

keramik dalam rangka pengembangan industri inti di daerah, khususnya

penggunaan bahan-bahan baku yang tersedia di dalam negeri;

Mempromosikan investasi industri bahan baku keramik;

Melakukan Revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil

dan Menengah Keramik. Kerangka pengembangan industri keramik

perlu ditunjang oleh infrastruktur ekonomi yang memadai seperti

Page 22: BAB III IKM

teknologi, SDM, infrastruktur dan pasar. Pada Gambar 1. disampaikan

Kerangka Pengembangan Industri Keramik, Gambar 2 tentang

Kerangka Keterkaitan Industri Keramik dan Gambar 3. Tentang Lokasi

Pengembangan Klaster Keramik, sedangkan pada Tabel 1. disampaikan

Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Industri Keramik.

3.2 Kelompok Industri Mesin

3.2.1Industri Mesin Listrik dan Peralatan listrik

1. Ruang Lingkup Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik

Ruang lingkup industri Mesin Listrik dan Peralatan listrik mencakup:

84.02 : ketel uap

84.06 : turbin uap air dan uap• 85.02 : perangkat pembangkit listrik

85.04 : transformator elektris, konverter statis dan inductor

85.37 : papan panel listrik

85.38 : Komponen papan, panel listrik

85,46 : isolator listrik dari berbagai bahan

90.28.30 : pengukur listrik

Page 23: BAB III IKM

B. Pengelompokan Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listri Berdasarkan

pada penggunaan dan fungsinya dalam suatu rangkaian

pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan maka mesin listrik dan

peralatan

listrik dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelompok Pembangkit Listrik

1) Turbin

2) Generator

3) Boiler

4) Solar Cell

5) Balance of Plant

6) Instrumen and Control

7) Electrical

2. Kelompok Primary Substantion

1) Power Trafo

2) MV Switchgear

3) Circuit Breaker

4) Switches

5) Relay

6) Arrester

7) Busbar

8) Meter Listrik

9) HV Insulator

3. Kelompok Switching Substation

1) Power Trafo

2) MV Switchgear

3) Circuit Breaker

4) Switches

5) Relay

6) Arrester

Page 24: BAB III IKM

7) Busbar

8) Meter Listrik

9) HV Insulator

4. Kelompok Distribution Substantion

1) Power Trafo

2) MV Switchgear

3) Circuit Breaker

4) Switches

5) Relay

6) Arrester

7) Busbar

8) Meter Listrik

9) HV Insulator

S A S A R A N

Dalam rangka program pembangunan ketenagalistrikan nasional sudah saatnya

mulai dikembangkan konsep kemandirian dalam pembangunan pembangkit

tenaga listrik dan pembangunan jaringan transmisi – distribusi. Sehingga

diharapkan akan diperoleh pembangunan ketenagalistrikan yang tidak

tergantung pada impor mesin peralatan, yang berdampak pada biaya

pembangunan dan pemeliharaannya. Dalam rangka meningkatkan kemampuan

industri mesin listrik dan peralatan listrik, untuk mendukung kemandirian

pembangunan ketenagalistrikan nasional perlu adanya arah pembangunan

industri mesin peralatan listrik yang mempunyai tujuan yang jelas dan sasaran

yang ingin dicapai.

Tujuan pembangunan industri mesin listrik dan peralatan listrik adalah

meningkatkan kemampuan industri dalam negeri dalam mendukung

kemandirian pembangunan ketenagalistrikan nasional dengan sumber daya

lokal.

Page 25: BAB III IKM

Sasaran pembangunan industri mesin listrik dan peralatan listrik adalah

meningkatnya daya saing produk industri mesin listrik dan peralatan listrik

dalam negeri yang digunakan dalam pembangunan ketenagalistrikan baik di

dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri.

1. Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Meningkatnya peran industri mesin listrik dan peralatan listrik dalam

pembangunan ketenagalistrikan program 10.000 MW tahap II.

2. Meningkatnya kemampuan SDM industri untuk mendukung

pengembangan industri mesin listrik dan peralatan listrik.

3. Meningkatnya sinergi antara lembaga litbang dengan industri mesin

listrik dan peralatan listrik untuk mendukung penguasaan teknologi,

khususnya untuk produk seperti turbin, generator, dsb.

4. Meningkatnya investasi baru dan perluasan usaha industri mesin listrik

dan peralatan listrik.

5. Industri mesin listrik dan peralatan listrik bersama EPC nasional

menjadi pelaku utama dalam pembangunan ketenagalistrikan

6. Meningkatnya tingkat komponen lokal dalam pembangunan

ketenagalistrikan nasional.

2. Jangka Panjang (2010 – 2025)

1. Meningkatnya kemampuan industri mesin listrik dan peralatan listrik

bersama EPC nasional dalam membangun semua pembangkit tenaga

listrik dan transmisi-distribusi berdasarkan rancang bangun dan

rekayasa dalam negeri.

2. Meningkatnya kemampuan industri mesin listrik dan peralatan listrik

dalam negeri untuk memproduksi mesin peralatan utama pembangkit

tenaga listrik.

3. Meningkatnya pangsa pasar luar negeri.

C. Visi dan Arah Pengembangan Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik

1. Visi Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik

Page 26: BAB III IKM

Menjadikan industri mesin listrik dan peralatan listrik berdaya saing

tinggi untuk mendukung kemandirian pembangunan ketenagalistrikan

nasional.

2. Arah Pengembangan

Menyediakan mesin peralatan listrik untuk mendukung kemandirian

pembangunan ketenagalistrikan nasional.

Menjadi basis pengembangan teknologi pembangunan

ketenagalistrikan.

Meningkatkan pangsa pasar ekspor .

Page 27: BAB III IKM

3.2.2 Industri Mesin dan Peralatan Umum

A. Ruang Lingkup Industri Mesin Peralatan Umum

Ruang lingkup industri mesin peralatan umum mencakup mesin

peralatan yang digunakan untuk berbagai industri dan sektor seperti

konstruksi baja, alat berat, alsintan, mesin peralatan pabrik, mesin

perkakas, mesin pengukur, engine, boiler industri, dan sebagainya.

Cakupan HS meliputi HS 84.

B. Pengelompokan Industri Mesin Peralatan Umum

Berdasarkan karakteristik dari masing-masing produk mesin peralatan

umum dapat dikelompokkan menjadi :

1. Konstruksi baja

Konstruksi baja struktur, konstruksi baja bangunan, konstruksi baja

pelat, dan sejenisnya (HS 7308, 7309, 7310, dan 7311).

2. Alat konstruksi

Alat berat, alat handling mekanik, dan sejenisnya (HS 8428, 8429,

8430).

3. Mesin pertanian

Traktor, thresher, reaper, RMU, huller, dan sejenisnya (HS 8424,

8432, 8433, 8435, 8436, 8437).

4. Mesin proses

Mesin peralatan pabrik untuk pabrik tekstil, pabrik kulit, pabrik

kertas, pabrik percetakan, pabrik pengolahan makanan dan

minuman, pabrik kimia dan sebagainya (HS 8422, 8438, 8439, 8440,

8441, 8443, 8444, 8446, 8447, 8448, 8449, 8456, 8457, 8458, 8459,

8460, 8461, 8462, 8463, 8464, 8465, 8474, 8479).

5. Alat energi

Boiler industri, heat exchanger, engine, dan sebagainya (HS 8406,

8407, 8408, 8410, 8411).

6. Mesin penunjang

Page 28: BAB III IKM

Mesin perkakas, pompa, peralatan pemanas dan pendingin, alat ukur,

dan sejenisnya (HS 8413, 8414, 8417, 8418, 8419, 8423, 8425, 8426,

8427, 8483, 9024, 9026, 9427, 9428, 9429, 9430).

S A S A R A N

Dalam rangka program pembangunan industri nasional sudah saatnya mulai

dikembangkan konsep kemandirian dalam setiap pembangunan pabrik-pabrik

pengolahan dan pembangunan infrastruktur dimana peranan EPC nasional

dapat lebih diutamakan agar mampu menarik industri mesin peralatan umum

sebagai industri pendukungnya. Sehingga diharapkan pembangunan industri

mesin peralatan umum menjadi tulang punggung daripada pembangunan

industry unggulan yang akan datang, dengan mengurangi ketergantungan pada

impor mesin peralatan.

Tujuan pembangunan industri mesin peralatan umum adalah meningkatkan

kemampuan industri dalam negeri dalam mendukung pembangunan industri

manufaktur dan sektor ekonomi lainnya.

Sasaran pembangunan industri mesin peralatan umum adalah meningkatnya

daya saing produk industri mesin peralatan umum dalam negeri untuk

mendukung pembangunan industri manufaktur dan sektor ekonomi lainnya.

A. Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Meningkatnya kemampuan industri mesin peralatan umum untuk

memenuhi kebutuhan mesin peralatan pembangunan industri

manufaktur dan sektor ekonomi lainnya.

2. Meningkatnya kemampuan SDM industri untuk mendukung

pengembangan industri mesin peralatan umum.

3. Meningkatnya sinergi antara lembaga litbang dengan industri mesin

peralatan umum dalam rangka penguasaan teknologi.

4. Meningkatnya investasi baru/perluasan usaha dan penyebaran industri

mesin peralatan umum di Jawa maupun di luar Jawa.

5. Meningkatnya peran EPC nasional dalam setiap pembangunan di dalam

negeri yang didukung oleh Industri mesin peralatan umum.

Page 29: BAB III IKM

B. Jangka Panjang (2010 – 2025)

1. Meningkatnya kemampuan industri mesin peralatan umum bersama

EPC nasional dalam setiap pembangunan industri manufaktur dan

sector ekonomi lainnya.

2. Meningkatnya kemampuan industri mesin peralatan umum dalam

negeri untuk memproduksi barang modal.

3. Meningkatnya pangsa pasar luar negeri.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Mesin Peralatan Umum

1. Visi Industri Mesin Peralatan Umum

Menjadikan industri mesin peralatan umum berdaya saing tinggi untuk

mendukung pembangunan industri unggulan masa depan.

2. Arah Pengembangan

Menyediakan mesin peralatan umum sebagai barang modal untuk

mendukung pembangunan industri manufaktur dan sektor ekonomi

lainnya.

Memperkuat kemampuan dan pengembangan teknologi produk

berbasis static equipment/plate working dan meningkatkan

penguasaan teknologi produk berbasis rotating equipment.

Page 30: BAB III IKM

3.3 Kelompok Industry Padat Tenaga Kerja

3.3.1 Industri Tekstil dan Produk Tekstil

A. Ruang Lingkup Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Berdasarkan No. HS, ruang lingkup klaster Industri Tekstil dan Produk

Tekstil (ITPT) mencakup No. HS 50 hingga 63. Berdasarkan rantai

nilainya, industry ini dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu :

1. Industri Serat (Fiber)

Adalah industri yang memproduksi serat-serat baik serat alam

maupun serat buatan. Berdasarkan KBLI tahun 2007, yang termasuk

dalam kelompok industri serat adalah :

KBLI No 17111 Industri persiapan serat tekstil, yang terdiri dari

HS No 5001, 5003, 5101, 5102, 5103, 5104, 5105, 5201, 5202,

5301, 5302, 5303, 5304 dan 5305.

KBLI No 24302 Industri serat stapel buatan, yang terdiri dari

HS No. 5502, 5503, 5504, 5506 dan 5507

Page 31: BAB III IKM

2. lndustri Benang (Pemintalan/Spinning)

Adalah industri yang mengolah serat menjadi benang. Berdasarkan

KBLI tahun 2007, yang termasuk dalam kelompok industri benang

adalah :

KBLI No 17112 Industri Pemintalan Benang yang terdiri dari

HS No 5002, 5003, 5004, 5005, 5006, 5103, , 5105, 5106, 5107,

5108, 5109, 5110, 5202, 5203, 5204, 5205, 5207, 5301, 5302,

5303, 5304, 5305, 5306, 5307, 5308, 5402, 5403, 5406, 5505,

5509, 5510, 5511, 5604,

KBLI No 17113 Industri Pemintalan Benang Jahit yang terdiri

dari HS No. 5401 dan 5508

KBLI No 17121 Industri Penyempurnaan Benang yang terdiri

dari HS No 5205 dan 5206.

KBLI No 24301 Industri serat/benang filamen buatan yang

terdiri dari HS No 5401, 5402, 5403, 5404 dan 5405

3. Industri Kain (Pertenunan/Weaving, Perajutan/Knitting, Pencelupan/

Dyeing, Pencapan/Printing, Penyempurnaan/Finishing dan Non-

Woven)

Adalah industri yang mengolah benang menjadi kain. Berdasarkan

KBLI tahun 2007, yang termasuk dalam Kelompok Industri Kain

adalah :

KBLI No 17123 Industri Pencetakan Kain yang terdiri dari HS

No. 5208, 5209, 5211, 5212, 5407, 5408, 5513, 5514 dan 5516.

KBLI No 17292 Industri yang menghasilkan kain keperluan

industry yang terdiri dari HS No. 5811, 5901, 5906, 5907, 5908,

5910 dan 5911

KBLI No 17294 Industri Non Woven (bukan tenunan) yang

terdiri dari HS No. 5603 dan 6002

KBLI No 17301 Industri Kain Rajut yang terdiri dari HS No

6001 dan 6002.

Page 32: BAB III IKM

4. Industri Pakaian Jadi (Garment)

Adalah industri yang mengolah kain menjadi pakaian jadi.

Berdasarkan KBLI tahun 2007, yang termasuk dalam Kelompok

Industri Pakaian Jadi adalah :

KBLI No 17302 Industri Pakaian Jadi Rajutan yang terdiri dari

HS No. 6101, 6102, 6103, 6104, 6109, 6110, 6111, 6112, 6113,

6114, 6115, 6116 dan 6117.

KBLI No 18101 Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan

Perlengkapannya yang terdiri dari HS No. 6201, 6202, 6203,

6204, 6205, 6206, 6207, 6208, 6209, 6210, 6211 dan 6212

KBLI No 18102 Industri Pakaian Jadi (konveksi) dan

perlengkapanya yang terdiri dari HS No 6212, 6213, 6214,

6215, 6216 dan 6217.

5. Industri Tekstil dan Produk Tekstil Lainnya

Adalah industri yang mengolah serat atau benang atau kain menjadi

produk jadi lainnya selain pakaian jadi. Berdasarkan KBLI tahun

2007, yang termasuk dalam Kelompok Industri Tekstil dan Produk

Tekstil Lainnya adalah :

KBLI No 17211 Industri Barang Jadi Tekstil, untuk keperluan

rumah tangga yang terdiri dari HS No. 6301, 6302, 6303, 6304,

6306, 6307 dan 6308.

KBLI No 17213 Industri Barang Jadi Tekstil Lainnya yang

terdiri dari HS No. 5601.

KBLI No 17220 Industri Permadani (ambal) yang terdiri dari

HS No. 5701, 5702, 5703, 5704 dan 5705

KBLI No 17292 Industri yang menghasilkan kain keperluan

industry yang terdiri dari HS No. 5811, 5901, 5906, 5907, 5908,

5910 dan 5911.

KBLI No 17293 Industri bordir/sulaman yang terdiri dari HS

No. 5810

Page 33: BAB III IKM

KBLI No 17303Industri Rajutan Kaos Kaki yang terdiri dari HS

No. 6115 dan 6217

B. Pengelompokan Industri TPT

1. Kelompok Industri Hulu

Termasuk dalam Industri Hulu adalah industri serat dan benang

didalamnya adalah :

Industri Serat Alam yang memproduksi serat alam seperti

kapas, sutera, rami, wol dan lain sebagainya.

Industri Serat Buatan Staple yang mengolah PX, PTA, MEG

dan pulp kayu menjadi serat pendek seperti polyester, nylon,

rayon dan lain sebagainya.

Industri Benang filamen yang mengolah PX, PTA, MEG dan

pulp kayu menjadi benang filament seperti polyester, nylon,

rayon dan lain sebagainya.

Industri Pemintalan yang memproduksi benang dari bahan baku

berupa serat buatan maupun serat alam atau campuran

keduanya.

Industri Pencelupan Benang untuk memberikan efek warna

pada benang.

1. Kelompok Industri Antara

Termasuk dalam Industri Antara adalah industri yang memproduksi

kain, diantaranya adalah:

Industri Pertenunan (Weaving) yang mengolah benang menjadi

kain tenun mentah (grey fabric).

Industri Perajutan (Knitting) yang mengolah benang menjadi

kain rajut mentah (grey fabric).

Industri Pencelupan (Dyeing) yang mengolah kain mentah

menjadi kain setengah jadi dengan memberikan efek warna

pada kain.

Page 34: BAB III IKM

Industri Pencapan (Printing) yang mengolah kain mentah

menjadi kain setengah jadi dengan memberikan efek motif

warna pada kain.

Industri Penyempurnaan (Finishing) yang mengolah kain

setengah jadi menjadi kain jadi (finish fabric).

Industri Non Woven yang mengolah serat atau benang menjadi

kain selain melalui proses tenun atau rajut.

2. Kelompok Industri Hilir

Termasuk dalam Industri Hilir adalah industri yang memproduksi

barangbarang jadi tekstil konsumsi masyarakat, diantaranya adalah :

Industri Pakaian Jadi (Garmen) yang mengolah kain jadi

menjadi pakaian jadi baik kain rajut maupun kain tenun.

Industri Embroideri yang memberikan efek motif atau corak

pada kain jadi ataupun barang jadi tekstil.

Industri Produk Tekstil lainnya yang mengolah kain jadi

menjadi produk tekstil lainnya selain pakaian jadi.

Diagram Alir Ruang Lingkup dan Pengelompokan Klaster Industri TPT

dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 35: BAB III IKM

Secara fisik kelompok-kelompok industri TPT di atas pada dasarnya

sudah membentuk klaster-klaster industri dari mulai industri hulu,

antara dan industri hilir yang beraglomerasi di suatu daerah tertentu

seperti yang terlihat di wilayah Bandung Selatan, Cimahi, Pekalongan,

Purwakarta, Semarang Selatan, Solo Raya dan Tanggerang.

SASARAN

A. Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Mantapnya struktur ITPT melalui peningkatan investasi (proyeksi

total 2014 = Rp. 172 trilyun);

2. Meningkatnya ekspor dengan proyeksi 2014 = US$ 16,7 Milyar;

3. Teramankannya pasar dalam negeri (proyeksi nilai produksi = Rp.

144,8 trilyun dan konsumsi perkapita = 6 kg);

4. Penyerapan tenaga kerja (proyeksi 2014 = 1,47 juta orang) dan

meningkatkan kemampuan.

5. Meningkatnya ekspor ke pasar non tradisional.

B. Jangka Panjang (2010-2025)

1. Meningkatnya produktifitas, kualitas dan effisiensi yang

berdaya saing ke arah competitive advantage;

2. Meningkatnya daya saing melalui spesialisasi pada produk TPT

bernilai tambah tinggi dan high fashion yang berbahan baku

lokal;

3. Berkembangnya merek – merek Indonesia untuk tujuan ekspor;

4. Meningkatnya penggunaan produk TPT lokal di dalam negeri

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil

1. Visi Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Visi:Terwujudnya industri Tekstil dan Produk Tekstil Nasional

sebagai produsen TPT kelas dunia.

Page 36: BAB III IKM

Misi:

Meningkatkan produktifitas, kualitas dan efisiensi yang

berdayasaing kearah “competitive advantage”.

Meningkatkan dayasaing melalui spesialisasi pada produk

TPT bernilai tambah tinggi dan high fashion yang berbahan

baku lokal.

2. Kebijakan

Kebijakan yang diperlukan sektor TPT untuk memperbaiki iklim

usahanya adalah untuk merestrukturisasi permesinannya,

ketersediaan bahan baku, ketersediaan energi listrik dan

ketenagakerjaan.

Melanjutkan program peningkatan teknologi (restrukturisasi

permesinan) di industri TPT.

Peninjauan ulang kebijakan ekspor MIGAS agar dapat lebih

memenuhi kebutuhan PTA dan MEG didalam negeri dan

memberikan kontinyuitas suplai energi dengan harga

dibawah 6 cent/ kwh.

Kebijakan kemudahan/insentif bagi industri yang

melakukan diversifikasi sumber energi dan industri yang

memproduksi dissolving pulp.

Pengaturan peningkatan kemampuan SDM melalui

peningkatan standar kompetensi kerja nasional dan

penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi industri TPT.

Pengaturan pengembangan litbang teknologi DN yang

terintegrasi dan berkualitas melalui pemberian insentif.

3.3.2 Industri Alas Kaki

A. Ruang Lingkup Industri Alas Kaki

Berdasarkan KBLI Industri Alas Kaki termasuk dalam kode 1920 yang

terdiri dari :

Page 37: BAB III IKM

19201 : Industri Alas Kaki untuk keperluan sehari-hari

19202 : Industri Sepatu Olah Raga

19203 : Industri Sepatu Teknik Lapangan/Keperluan Industri

19204 : Industri Alas Kaki Lainnya.

B. Pengelompokan Industri Alas Kaki

1. Industri Hulu

a. Industri Penyamakan Kulit

b. Industri Kulit Buatan/Imitasi

c. Industri Karet Remah (SIR, Crepe)

d. Industri Pemintalan Benang

e. Industri Bahan Kimia dari Aromatic

2. Industri Antara

a. Industri Sol dari Karet/Plastik

b. Industri Assesories dari Logam

c. Industri Pertenunan Kain (Kain Kanvas, Kain Lapis, Kain Pita)

d. Industri Embroydery (Label)

e. Industri Perekat/Lem

f. Industri Rajut (Tali Sepatu)

3. Industri Hilir

a. Industri Alas kaki untuk keperluan sehari-hari

b. Industri Sepatu Olahraga

c. Industri sepatu tekniklapangan/keperluan industry

d. Industri Alas Kaki lainnya

SASARAN

A. Jangka Menengah (2010 -2014)

1. Sasaran Kualitatif

Berkembangnya Merk Nasional, terutama untuk kebutuhan

pasar dalam negeri dan secara bertahap mampu bersaing di pasar

regional.

Page 38: BAB III IKM

Meningkat dan bertambahnya negara tujuan ekspor , terutama

untuk produk dengan nilai tambah tinggi dan memiliki

keunggulan/ diferensiasi, seperti sepatu kulit formal/pesta.

Meningkatnya penggunaan produksi dalam negeri dan

meningkatnya pangsa pasar dalam negeri

Berkurangnya impor terutama pemasukan dengan cara tidak

wajar/illegal impor

Terciptanya iklim usaha yang kondusif.

Berkembangnya industri supporting dan berkurangnya

ketergantungan terhadap impor bahan baku

Meningkatnya daya saing produk alas kaki di pasar dunia

2. Sasaran Kuantitatif.

Peningkatan ekspor rata-rata 10 % per tahun sehingga tahun

2014 ekspor mencapai USD 3,2 Milyar

Penambahan tenaga kerja baru rata-rata 4 % pertahun

Tambahan investasi baru maupun perluasan sekitar USD. 500

juta pertahun.

B. Jangka Panjang (2010 – 2025)

1. Sasaran Kuanlitatif

Merek Nasional telah mendominasi pasar domestik dan

regional.

Meningkatnya penyerapan tenaga kerja

Meningkatnya share dan peran yang signifikan dalam

pertumbuhan ekonomi nasional.

Klaster telah kuat dan berkembang dan industri besar sebagai

mitra pendorong pertumbuhan UKM dalam rangka menciptakan

peningkatan peran UKM serta peluang berusaha dan kesempatan

kerja.

Struktur industri telah kuat dengan tumbuhnya industry

pendukung

Page 39: BAB III IKM

Lembaga R&D telah berperan yang berarti sebagai fasilitator

pelaku usaha dalam pengembangan teknologi, desain dan

kemampuan SDM

Meningkatnya peran dalam pengembangan wilayah melalui

penyebaran industri alas kaki keluar Jawa.

2. Sasaran Kuantitatif.

Indonesia menjadi produsen eksportir alas kaki kelas dunia

dengan pangsa pasar sekitar ... %

Penambahan tenaga kerja baru sebanyak 10.000 orang pertahun

Tambahan investasi baru maupun perluasan sekitar USD. 500

juta Per tahun

STRATEGI DAN KEBIJAKAN

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Alas Kaki

1. Visi Industri Alas kaki

Indonesia menjadi produsen eksportir alas kaki kelas dunia

2. Arah Pengembangan

Pengembangan industri alas kaki diarahkan kepada penguatan dan

pengembangan klaster industri alas kaki guna meningkatkan daya

saing dipasar global dengan memperkuat sisi supplay/produksi dan

mengembangkan pemasaran/permintaan . Untuk itu upaya-upaya

yang dilakukan untuk mencapai kedua hal tersebut adalah dengan (1)

meningkatkan pasokan bahan baku, teknologi, SDM dan (2)

meningkatkan pasar ekspor dan dalam negeri. Untuk mencapai

terlaksananya arah pengembangan tersebut, maka strategi

pengembangan dilakukan dengan penguatan pada level sector dan

perusahaan (mikro) dan penciptaan iklim usaha dan kebijakan yang

lebih kondusif (makro).

B. Rencana Aksi Jangka Panjang (2010 – 2025)

Page 40: BAB III IKM

Rencana Aksi pengembangan Industri Alas kaki jangka panjang pada

dasarnya adalah melanjutkan rencana aksi dari hasil-hasil yang telah

dicapai pada rencana aksi jangka menengah, dengan intgi rencana aksi

terdiri dari :

1. Penguatan Struktur Industri Alas kaki dengan mendorong lebih

tumbuhnya industri supporting.

2. Mendorong tumbuh dan berkembangnya bahan baku yang

bersumber dari dalam negeri

3. Mendorong untuk menjadi industri alas kaki yang berkelas

internasional dengan :

Meningkatkan mutu produksi dan penerapan manajemen mutu

Meningkatkan kemampuan SDM industri alas kaki termasuk

penyamakan kulit

Meningkatkan kerjasama kemiteraan antara industri besar

dengan IKM melalui aliansi strategis atau subcontracting

dengan mutu prima harga bersaing