BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Struktur...
Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Struktur...
31
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Kelembagaan Kepolisian Resort Pasuruan Kota dalam
Melakukan Upaya Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Pencurian Kekerasan
Kepolisian adalah aparat negara yang diberi wewenang oleh pemerintah
untuk menegakkan hukum, sekaligus sebagai penyelenggara hukum dalam
memelihara keamanan dan ketertiban hukum, serta menindak tegas terhadap
pelaku pelanggar hukum berdasarkan Perundang-Undangan. Tugas Kepolisian
dalam hal penelitian ini ialah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pemeliharaan
dan penegakan hukum, dengan cara melaksanakan pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum, melindungi
keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari
gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan melaksanakan
tugas lain sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. . Kepolisian yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah Kepolisian di tingkat Polres yakni Polres
Kota Pasuruan yang beralamatkan di Jalan Gajah Mada No 19 Pasuruan, jawa
Timur dengan struktur organisasi sebagai berikut:
32
Gambar 1
Struktur Organisasi Polres Pasuruan
Sumber : (Polres Pasuruan Kota)
Polres membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor.
Untuk kota-kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar.
Polres memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap layaknya Polda,
dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Besar Polisi (Kombes)
WAKA POLRES PASURUAN KOTA
BAG
OPS BAG
REN BAG
SUMDA
UR
TELEMATIKA
UNIT P3D
UR
DOKKES
SIUM
SAT
SAMAPTA
SAT
RESKRIM
SAT
LANTAS
SAT
INTELKAM
POLSEK
POLSEK
GADINGREJO
POLSEK
PURWOREJO
POLSEK
BUGULKIDUL
KAPOLRES PASURUAN KOTA
SAT
BINMA
S
33
(untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (untuk
Polres).1
Polres Pasuruan Kota merupakan salah satu bentuk institusi dari aparat
penegak hukum yakni Kepolisian yang bekerja di bawah naungan Polri
(Kepolisian Republik Indonesia). Polres Pasuruan Kota merupakan badan
pelaksana kewilayahan dibawah Kepolisian Daerah Jawa Timur. Polres
Pasuruan Kota bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan
pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat di
wilayah hukum Kota Pasuruan.
1) Visi dan Misi Polres Pasuruan Kota
Visi
“Terwujudnya Polri yang makin profesional, unggul dan dapat
dipercaya masyarakat guna mendukung terciptanya Indonesia
yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian yang berlandasan
gotong royong di wilayah Jawa Timur”
MISI
1. Mewujudkan pemuliaan dan kepercayaan publik (trust
building) melalui perlindungan, pengayoman dan pelayanan
sampai lini terdepan dengan konsep “Polda cukup – Polres
besar – Polsek kuat”.
2. Mewujudkan pemberdayaan kualitas SDM Polri yang
profesional dan kompeten, yang menjunjung etika dan sendi –
sendi HAM.
3. Meningkatkan kesejahteraan personil Polri (well motivated
dan welfare)
4. Mewujudkan deteksi aksi melalui kegiatan deteksi dini,
peringatan dini dan cegah dini secara cepat, akurat dan efektif.
5. Mewujudkan Harkamtibmas dengan pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan hukum melalui strategi Polmas serta
membangun sinergi polisional yang proaktif dengan lembaga /
instansi terkait dan seluruh komponen masyarakat.
6. Mewujudkan penegakkan hukum yang berkeadilan,
menjunjung tinggi HAM dan anti KKN.
1 Humas Polri, “Profil Polresta Pasuruan”, www.humas.polri.go.id, diakses pada tanggal 07
Juni 2016
34
7. Menjaga Kamseltibcar Lantas untuk menjamin keselamatan
dan kelancaran arus orang dan barang.
8. Mewujudkan keamanan, keselamatan dan ketertiban di
kawasan perairan laut dan danau untuk mendukung visi
pembangunan wilayah kemaritiman.
9. Mewujudkan personil Polri yang kompeten yang dibuktikan
dengan sertifikasi kecakapan kecabangan profesi.
10. Mewujudkan inteljen Kepolisian yang profesional dan
komponen untuk memastikan dukungan yang handal bagi
keamanan, pencegahan dini kriminalitas dan pengambilan
keputusan yang tepat pada kebijakan keamanan. Adapun untuk tugas – tugas di lingkup Polresta Pasuruan adalah
sebagai berikut :
1. Kapolresta ( Kepala Kepolisian Resor kota )
Bertugas mengajukan pertimbangan dan atau saran kepada
Kapolwil mengenai hal – hal yang berhubungan dengan bidang –
bidang tugasnya.
2. Waka Polresta ( Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota )
Bertugas mengajukan pertimbangan dan saran atau merumuskan
atau menyiapkan rencana dan program kerja Polresta Pasuruan.
3. Bag Sumda ( Bagian Sumber Daya )
Bertugas menyelenggarakan administrasi personal dan
menyelenggarakan perawatan personel
4. Bag Binmas ( Bagian Pembinaan Masyarakat )
Bertugas memberikan bimbingan teknis atas pelaksanaan fungsi
Binamitra pada tingkat pemuda terutama dalam rangka pencegahan
dan menanggulangi kenakalan remaja.
5. Bag Ops ( Bagian Operasional )
Bertugas memantau secara aktif dan terus menerus tentang situasi
keamanan, ketertiban masyarakat dalam wilayah
6. Taud ( Tata Urusan Dalam )
Bertugas melaksanakan koresponden, dokumentasi, termasuk
melaksanakan dinas urusan lainnya.
7. Urusan Dok Kes ( Ur Dokter Kesehatan )
Bertugas memberikan pelayanan kesehatan kepada anggota
Polresta Pasuruan beserta keluarganya.
8. Unit Pelayanan, Penertiban dan Penegakkan Disiplin ( Unit P3D )
Bertugas menyelenggarakan penegakkan hukum dan disiplin bagi
anggota Polri, serta menjaga tata tertib dan pengamanan
dilingkungan Makas Komando (mako) Polresta termasuk dalam
rangka operasi – operasi khusus satuan fungsional Polresta.
9. Urusan Telematika (Ur Telematika)
Bertugas memonitor dan mengendalikan situasi di wilayah Kota
Pasuruan melalui alat komunikasi berupa HT maupun sarana
telepon.
10. Sat Reskrim ( Satuan Reserse Kriminal )
35
Bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan yang
berkaitan dengan tindak pidana yang dilaporkan ke Polresta
Pasuruan serta memberi bantuan tehnis tentang penyelidikan dan
penyidikan kepada Polsek jajaran.
11. Sat Reskoba ( Satuan Reserse Kriminal Narkoba )
Bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan yang
berkaitan dengan tindak pidana Narkoba di wilayah Kota Pasuruan.
12. Sat Intelkam ( Satuan intelkam )
Bertugas melakukan Penyelidikan berupa Observasi (pengamatan),
Survilence (pembuntutan), dan tindakan hukum lain guna menjaga
dan menciptakan situasi wilayah Kota Pasuruan tetap aman dan
kondusif.
13. Sat Samapta ( Satuan Samapta )
Bertugas memberikan bimbingan teknis atas pelaksanaan fungsi
Samapta sampai ditingkat Polsek serta menyelenggarakan fungsi
Samapta yang meliputi penjagaan, pengawalan, patroli dan
tindakan pertama pada tempat kejadian perkara.
14. Sat Lantas ( Satuan Lalu Lintas )
Bertugas menyelenggarakan fungsi lalu lintas berupa pengaturan
lalulintas, penjagaan pos lalulintas dalam seluruh wilayah Polresta
Pasuruan.2
Penjelasan yang terdapat diatas mengenai pembagian tugas tersebut dapat
diketahui bahwa tiap-tiap departemen dan jabatan dalam Kepolisian memiliki
tanggungjawab masing-masing dalam pelaksanaan tugas utamanya sebagai
pengayom dan pelindung masyarakat. Khusus untuk penanganan penyelidikan
dan penyidikan di wilayah hukum Pasuruan, yang mana termasuk tindak
kriminalitas, pencurian dll, penanganannya diserahkan pada Satuan Reserse
dan Kriminal (Sat Reskrim) Polres Pasuruan. Satuan Reserse kriminal Polres
Pasuruan memiliki struktur organisasi sebagai berikut:
2 Humas Polri, “Profil Polresta Pasuruan”, www.humas.polri.go.id, diakses pada tanggal 07 Juni
2016
36
Gambar 2
Struktur Organisasi Satreskrim Polres Pasuruan
Sumber : (Polres Pasuruan Kota)
1. Visi dan Misi satreskrim Polres Pasuruan
Visi
Menangani tindak pidana secara profesional dan proporsional yang
mengedepankan aspek humanis
Misi
Memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat Pasuruan tentang
tindak pidana yang terjadi dan sejauh mana penanganannya.
Adapun tugas-tugas untuk lingkup satreskrim Pasuruan adalah sebagai
berikut :
1. Kasatreskrim : Bertanggung jawab kepada Kapolres Kota dan dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari berada dibawah kendali Waka Polres
Kota, Kasat Reskrim dibantu oleh Kaur Bin Ops Reskrim, disingkat
KBO Reskrim, yang bertanggung jawab kepada Kasat Reskrim
2. Kaur Mintu : bertugas menyelenggarakan urusan perencanaan dan
administrasi umum, ketatausahaan dan urusan dalam urusan personel /
logistik termasuk pelayanan keuangan dilingkungan satreskrim
3. Kaur Bin Ops : merupakan unsur pembantu pimpinan dan pelaksana
staf pada sat reskrim polres Pasuruan yang bertugas menyelenggarakan
segala pekerjaan / kegiatan staf bagi pelaksana fungsi reskrim di
lingkungan Polres Pasuruan.
KASAT
RESKRIM
KAUR MINTU
PPA
KAUR BIN
OPS
KANIT
I/PIDUM
KAUR
IDENTIFIKASI
KASUUNIT I KASUUNIT II KASUUNIT
III
KANIT
II/PIDEK
KANIT
IV/TIPIDTE
R
KANIT
III/TIPIDKO
R
KASUUNIT
SIDIK
37
4. Kaur Identifikasi : sebagai bantuan teknis fungsi reskrim dalam
melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kejahatan,
melayani kepentingan masyarakat umum yang berkaitan dengan
identifikasi, pencarian, pengambilan dan atau pengembangan sidik jari
laten.
5. Kanit Pidum : bertugas melaksanakan penyidikan kasus-kasus
pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, penipuan, penggelapan,
penganiayaan, pembunuhan dan perjudian.
6. Kanit Tipider : Melaksanakan penyidikan yang berkaitan dengan tindak
pidana tertentu
7. Kanit Tipidkor : Melaksanakan penyidikan yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi
8. Kanit Pidek : Melaksanakan penyidikan yang berkaitan dengan tindak
pidana terhadap kegiatan ekonomi, dokumen, dan pemalsuan surat-
surat.
Berdasarkan rumusan masalah dalam hal penelitian ini, unsur yang
meiliki keterkaitan dengan penanganan yang dilakukan oleh satreskrim polres
Pasuruan terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yakni dilakukan
oleh Kanit Pidum dibawah pimpinan Kasat Reskrim.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU No 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana dan pasal 1 ayat (1) UU No 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan, bahwa :
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”3
Dari pasal tersebut, bahwa penyidikan merupakan suatu kegiatan yang
berkesinambungan antara satu kegiatandengan kegiatan lainnya, dimana
kegiatan-kegiatan penyidikan tersebut dapat digolongkan menjadi 4
(empat)kelompok, yaitu kegiatan penyelidikan; kegiatan upaya paksa;
Pemeriksaan dan Penyelesaian dan penyerahan Perkara.
3 Lihat pasal 1 ayat (1) UU No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan pasal 1 ayat (1) UU
No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
38
Dalam penyelenggaraan fungsi penyidikan, sebagai pelaksana utama
pada tingkat KOD adalah Satuan Reskrim, di pimpin oleh seorang perwira
yang disebut dengan Kasat Reskrim, yang dalam pelaksanaannya bertanggung
jawab kepada Kapolresta, dan dibantu oleh para kepala unit. Kepalaunit
sebagai manajer lini terdepan yang langsung membawahi para
penyidik/penyidik pembantu dan penyelidik yang tergabung sebagai
anggotanya, yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kegiatan-
kegiatan penyelidikan dalam rangka pengungkapan perkara.
Guna pengungkapan perkara dilakukan melalui proses kegiatan
penyidikan yang dilakukan secara profesional, proporsional, efektif dan
efesien, maka penggerak, pengatur dan pengendali penyidikan dalam
pengungkapan perkara pidana dilaksanakan oleh para Kanit dan Kasat Reskrim
untuk seluruh satuan yang di dasarkan pada kemampuan manajerial dan
kemampuan tehnis dan taktis penyidikan.
Dalam menjalankan kegiatan penyidikan guna pengungkapan perkara,
para penyidik/Penyidik pembantu di berikan kewenangan hukum yang bersifat
memaksa dan bahkan dapat merampas hak-hak asasi seseorang demi
kepentingan hukum guna menemukan tersangka pelaku pidana dan
membuktikannya berdasarkan pada alat bukti yang sah (pasal 184 KUHAP).
Dengan kewenangan hukum yang di miliki oleh para penyidik/penyidik
pembantu dan atau penyelidik tersebut, mendorong seseorang atau sekelompok
orang yang demi kepentingannya menjalin hubungan saling menguntungkan
39
dengan para penyidik, penyidik pembantu tanpa mengindahkan perarutan
hukum yang berlaku.
Keterbatasan sumber daya Reskrim dan tingkat kesejahteraan anggota
yang tidak memadai, mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan
dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan. Dan dalam kegiatan pengumpulan
data, informasi, dan keterangan yang berkaitan dengan suatu perkara pidana,
baik tentang keberadaan barang bukti ataupun perbuatan dari sesorang yang di
sangka sebagai pelaku tindak pidana, para anggota masih sering menggunakan
ancaman kekerasan ataupun dengan kekerasan agar perkara tersebut dapat
segera terungkap. Untuk meningkatkan pengungkapan perkara dan
meminimalisir penyimpangan yang terjadi, maka kepala Satuan dan kepala unit
mempunyai peran yang sangat strategis, dimana kepala unit yang secara
langsung membawahi para penyidik/penyidik pembantu yang ada pada
unitnya, dan Kasat Reskrim sebagai penanggung jawab dari pada kegiatan
Kesatuan Fungsi Reskrim, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan pimpinan, selain harus memiliki kemampuan manajerial dan
kemampuan tehnis dan taktis penyidikan, harus pula di dukung pula dengan
komitmen seluruh Pimpinan Polres khususnya dan umumnya Polri secara
berjenjang. Dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan yaitu kegiatan
penyelidikan, kegiatan Upaya paksa, Kegiatan Pemeriksaan dan kegiatan
penyelesaian perkara yang dilaksanakan oleh satuan Reskrim Polres Pasuruan
40
B. Deskripsi Umum Tentang Faktor-Faktor Penyebab Pencurian Dengan
Kekerasan di Kota Pasuruan
Sebelum Penulis menjabarkan dan membahas mengenai hasil dari
penelitian dalam bab pembahasan pada skripsi ini, penulis terlebih dahulu akan
memberikan gambaran secara umum tentang faktor-faktor penyebab Pencurian
Dengan Kekerasan di Pasuruan.
Pasuruan yang berlokasi di Jawa Timur, tepatnya berada di daerah
yang berbatasan dengan Malang. Begal di Pasuruan sangat melegenda,
dan hingga hari ini masih ada saja cerita-cerita orang yang dibegal di
kota ini.Begal di Pasuruan dikenal sangat berani dan taktis. Tak hanya
merampas motor yang lewat jalanan sepi, begal-begal di kota ini juga
tidak ragu untuk melakukannya di jalan-jalan yang ramai. Namun, soal
penganiayaan, entah harus kagum atau tidak, tapi begal Pasuruan sangat
jarang melukai. Apabila si korban mau dengan begitu saja menyerahkan
motornya, ia akan pulang dengan selamat. Kalau tidak kooperatif, tak
menutup kemungkinan para begal ini akan menyabetkan clurit atau
samurai miliknya. Kepolisian sepertinya harus makin gencar melakukan
operasi-operasi agar begal-begal makin sempit ruang geraknya.
Pokoknya bagaimana caranya agar kejahatan yang bikin nggak nyaman
ini bisa segera ditanggulangi. Khususnya kota-kota di atas yang sudah
sangat lekat dengan image begal.4
Pasuruan yang berlokasi di jawa timur memiliki kenekaragaman
penduduk yang sebagian besar adalah suku jawa dan madura, namun juga
dapat ditemui suku-suku lain seperti keturunan arab dan tionghoa, selain suku-
suku tersebut terdapat juga suku Tengger yang hidup di kawasan pegunungan
Tengger terutama di kecamatan Tosari. Wilayah Pasuruan sebenarnya sangat
strategis, akses ke ibukota propinsi dari arah timur selalu melewati Pasuruan,
Pasuruan dilintasi jalur pantura Surabaya-Banyuwangi, Bagian barat wilayah
Kabupaten Pasuruan terdapat jalur utama Surabaya-Malang, serta ruas jalan tol
4 http://www.boombastis.com/daerah-indonesia-begal/61946, Pasuruan kota begal, diakses tanggal 28 maret 2017 pukul 18.10 WIB
41
Surabaya-Gempol. Demikian juga wilayah Malang dan sekitarnya. Namun
sayang, akses jalan yang demikian serupa kemudian rusak akibat banyaknya
kendaraan besar yang ,melewati jalur pantura serta kurangnya perhatian dari
pemerintah, image Pasuruan juga menjadi buruk akibat maraknya kasus
pencurian dengan kekerasan.
Jumlah kejahatan pencurian Dengan Kekerasan di Polres
Pasuruan
Tahun Laporan pencurian kekerasan Terselesaikan
2011 8 6
2012 21 11
2013 47 27
2014 33 21
2015 23 11
2016 20 10
Sumber Data : Polres Pasuruan
Data statistik kasus Pencurian yang diperoleh dari Polres Pasuruan
periode 2011-2016 Menunjukkan bahwa pada tahun 2011 pencurian dengan
kekerasan berjumlah terlapor 8 kasus dan yang terselesaikan 6 kasus, 2012
berjumlah 21 kasus terlapor dan terselesaikan 11 kasus, 2013 berjumlah 47
kasus terlapor dan 27 kasus terselaikan, 2014 berjumlah 33 kasus terlapor dan
21 kasus terselesaikan, 2015 berjumlah 23 kasus terlapor dan 11 kasus
terselesaikan, dan pada tahun 2016 laporan mengenai tindak pidana pencurian
dengan kekerasan berjumlah 20 kasus terlapor dan 10 kasus yang diselesaikan
oleh pihak polres Pasuruan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kepolisian
telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir angka Tindak Pidana
pencurian dengan kekerasan, namun Tindak pidana tersebut masih sering
terjadi di masyarakat, meski telah dilakukan berbagai upaya untuk mencegah
42
terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan “Begal” oleh Polres
Pasuruan, namun tindak pidana tersebut masih sering terjadi di wilayah hukum
Polres Pasuruan.
Pasuruan menjadi wilayah yang sangat rawan dengan kejahatan terutama
Begal motor. Banyak diberitakan di media massa bagaimana komplotan begal
beraksi menggunakan gaya rider touring. Berjalan di jalanan beriringan 3
sampai empat motor sport. Dandanannya pun demikian, mirip pengendara
touring dengan membawa lampu senter merah sebagai lampu komando.
Mereka menyusuri wilayah Pasuruan mulai dari Pasuruan timur di Grati
sampai Pasuruan Barat di Watukosek. Mulai Utara di Gempol sampai Pasuruan
Selatan di Purwodadi. Kejahatan ini dilakukan tak mengenal waktu demikian
juga mangsa. Boleh jadi kejahatannya dilakukan di pagi hari ketika banyak
orang bekerja lalu lalang dijalanan. Mangsanya pun demikian, mulai dari anak
sekolah, pelajar sampai pekerja. Beberapa kejadian juga dialami oleh petugas
keamanan (TNI dan polisi) Berbagai macam faktor dapat menjadi penyebab
terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan, berikut merupakan
faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
b. Faktor Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan
manusia, maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurianlah
yang kerap kali muncul melatarbelakangi seseorang melakukan tindak
pidana pencurian. Para pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan yang
tetap, atau bahkan tidak punya pekerjaan. Karena desakan ekonomi yang
43
menghimpit, yaitu harus memenuhi kebutuhan keluarga, membeli sandang
maupun pangan, atau ada sanak keluarganya yang sedang sakit, maka
sesorang dapat berbuat nekat dengan melakukan tindak pidana pencurian.
Menurut Harvey Bremner, terdapat tujuh macam pandangan
teoritis yang berkenaan dengan sebab-sebab kejahatan yang
berhubungan langsung dengan masalah pengaruh perubahan
ekonomi terhadap perilaku jahat teori ini mencakup :
a. Kemrosotan ekonomi
Menurunnya tingkat pendapat nasional dan lapangan kerja
b. kemunduran komparatif dalam keadaan sosial ekonomi sebagai
akibat tersebarnya sebagian besar keuntungan ekonomi pada
sebagian besar penduduk
c. meningkatnya perbuatan pelanggaran sebagai akibat
berkurangnya kesempatan dalam sektor-sektor formal ekonomi
d. teori frustasi agresi
berkaitan dengan tindak kekerasan tanpa faedah. hipotesa ini
berasal dari ilmu jiwa
e. perkembangan penyimpangan sub budaya, baik dalam nilai-nilai
maupun pola normative sebagai “reaksi formasi” terhadap
tiadanya integrasi sosial ekonomi
f. Teori Asosiasi diferential
menggambarkan mekanisme bagaimana seorang individu menjadi
akrab dengan sub-kultur kriminal
g. Urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang secara potensial
menimbulkan integrasi masyarakat yang lebih miskin5
Terhadap lingkungan ekonomi yang buruk seperti diatas, misal
minimnya kesempatan kerja maka akan menimbulkan banyak
pengangguran, orang yang tidak mendapatkan pekerjaan akan terdorong
untuk melakukan kejahatan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
sehingga dapat dikatakan pengangguran memberi dampak yang besar
timbulya suatu kejahatan.
Contoh kasus yang dapat penulis paparkan dari hasil wawancara
dengan salah seorang narapidana yang bernama Eko Wahyudi als Cecep
24 tahun pekerja serabutan kuli bangunan, Eko Wahyudi mengatakan
pendapatan yang diperoleh dari hasil bekerja sedikit selain itu saat tidak
5 Made Darma Weda, Kriminologi, rajawali Press, 1996, hal 15
44
ada pekerjaan maka eko akan menganggur sehingga terpaksa melakukan
tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dari hasil pencurian tersebut
digunakan memenuhi kebutuhannya sehari-hari.6
Adapun Susanto 23 tahun yang merupakan residivis, terpaksa
melakukan pencurian dengan kekerasan demi memenuhi kebutuhannya
dan membantu orang tuanya, Cecep melakukan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan karena sulit untuk mendapatkan pekerjaan, hal ini
dikarenakan cecep telah mendapat image buruk setelah keluar dari penjara
sedangkan latar belakang pendidikan hanya lulusan smp.7
Harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi dan rasa sayang
terhadap keluarga menjadi motivasi bagi pelaku untuk melakukan tindak
pidana pencurian dengan kekerasan, pendapatan yang rendah atau tidak
mempunyai pekerjaan yang tidak tetap membuat pelaku mencari alternatif
lain demi mendapatkan uang, hal ini penulis kemukakan karena sesuai
dengan hasil wawancara terhadap beberapa narapidana di kepolisian resort
Pasuruan, perhitungan pendapatan pelaku curas penulis ukur dengan
mengakumulasikan jumlah pendapatan dari 10 narapidana yang telah
diwawancarai, dimana tingkat pendapatan dibagi atas 3 yakni rendah,
sedang dan tinggi. Tingkatan pendapatan rendah yaitu Rp. 250.000/bulan
diambil sebagai dasar tingkatan dimana angka tersebut mendekati angka
pendapatan terendah dari keseluruhan sampel narapidana yang
diwawancarai yaitu Rp.200.000/bulan, sedangkan tingkat pendapatan
tinggi adalah Rp.900.000/bulan, dimana pendapatan tersebut mendekati
angka pendapatan tertinggi dari keseluruhan sampel narapidana yang
6 Wawancara dengan pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan atas nama Eko Wahyudi, tanggal 13 Oktober 2016 7 Wawancara dengan pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan atas nama Susanto, tanggal 13 Oktober 2016
45
diwawancarai yakni Rp.850.000/bulan. Berikut hasil data yang penulis
gambarkan dengan tabel :
Tabel 1
Tingkat Pendapatan Pelaku Pencurian dengan Kekerasan di Pasuruan
Tahun 2016
No tingkat pendapatan frekuensi Presentase
1 rendah < 250 7 70%
2 sedang >251-900 3 30%
3 tinggi >900 - -
Jumlah 10 100%
Sumber Data : Polres Pasuruan 2016
Tabel 1 menggambarkan bahwa tingkat pendapatan pelaku
pencurian dengan kekerasan yang paling banyak adalah yang
dikategorikan dalam tingkat berpendapatan rendah, pendapatannya sekitar
kurang dari Rp. 250.000 per bulan sebanyak 7 orang atau 70% sedangkan
yang berpendapatan sedang antara Rp. 251.000 s/d Rp. 900.000 per bulan
mencapai 3 orang atau sekitar 30%. Golongan pelajar juga penulis
masukkan kedalam kategori penghasilan rendah karena mereka tetap
dikategorikan berpenghasilan, karena masih bergantung pada orang tua
dan masih mendapatkan uang jajan yang jumlahnya tidak lebih dari
200.000/bulan. Data tersebut menunjukkan bahwa para pelaku kebanyakan
yang berpenghasilan rendah yaitu mencapai 70%, ini jelas menunjukkan
bahwa faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap pencurian dengan
kekerasan, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa tingkat kebutuhan manusia
46
semakin meningkat sehingga menuntut pengeluaran yang tinggi. Namun,
terkadang tuntutan pengeluaran yang tinggi itu tidak diimbangi oleh
pemasukan yang tinggi pula. Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan itu,
seseorang terkadang menghalalkan segala cara salah satunya dengan
melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
c. Faktor Pendidikan
Di samping faktor ekonomi, faktor yang berperan dalam
menyebabkan kejahatan adalah faktor pendidikan yang dapat juga
bermakna ketidaktahuan dari orang yang melakukan kejahatan terhadap
akibat-akibat perbuatannya.
Goddard dengan teorinya (The mental tester
theory) berpendapat bahwa kelemahan otak (yang diturunkan oleh
orang tua menurut hukum-hukum kebakaran dari mental)
menyebabkan orang-orang yang bersangkutan tidak mampu
menilai akibat tingkah lakunya dan tidak bisa menghargai undang-
undang sebagaimana mestinya).8
seseorang yang memiliki pendidikan rendah kurang memahami
norma dan aturan yang berlaku di masyarakat, minimnya pengetahuan
mengenai norma dan aturan membuat orang tersebut tidak dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah dari persepektif
norma yang ada di masyarakat.
Sesuai dengan hasil penelitian penulis, pendidikan juga
berpengaruh terhadap terjadinya pencurian dengan kekerasan, dimana
8 Ninik widyanti dan Yulius waskita. 1987. Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya. Jakarta. Bina Aksara. Halaman 54
47
tingkat pendidikan pelaku rata-rata hanya tamat sekolah dasar. Dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2
Tingkat Pendidikan Pelaku Pencurian dengan Kekerasan di Pasuruan
Tahun 2016
No tingkat pendidikan frekuensi Presentase
1 SD 4 40%
2 SMP 5 50%
3 SMU 1 10%
4 Perguruan Tinggi - -
Jumlah 10 100%
Sumber Data : Polres Pasuruan 2016
Tabel 2 menggambarkan bahwa faktor pendidikan juga berpengaruh
terhadap pencurian dengan kekerasan, sebagaimana tabel di atas pelaku
pencurian dengan kekerasan yang berpendidikan rendah mencapai 4 orang
atau 40% yang tamat SD, kemudian yang berpendidikan SMP sebanyak 5
orang atau 50% dan yang berpendidikan SMU sebanyak 1 orang atau 10%.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang minim di
dalam masyarakat dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat
tersebut, yaitu mereka merasa dan bersikap rendah diri serta kurang kreatif
sehingga tidak ada kontrol terhadap pribadinya sehingga mudah
melakukan tindakan-tindakan kejahatan utamanya pencurian dengan
kekerasan. Dengan pendidikan yang minim pola pemikiran mereka mudah
dipengaruhi oleh keadaan sosial sehingga pergaulan dalam lingkungannya
48
mudah mengekspresikan tingkah laku yang kurang baik lewat perbuatan
yang merugikan masyarakat.
Berbicara tentang pendidikan dikaitkan dengan kejahatan mungkin
banyak permasalahan yang akan muncul, oleh karena itu penulis batasi
seperti pendidikan yang kurang berhasil adalah dari pelaku yang relatif
pendidikan rendah, maka akan mempengaruhi pekerjaan pelaku karena
kurangnya keterampilan yang dimiliki sehingga pelaku pencurian dengan
kekerasan yang terjadi di Pasuruan pada umumnya adalah buruh yang
pekerjaannya tidak tetap. Hal itu disebabkan karena pendidikan yang
rendah, sehingga kurangnya kreatifitas dan berhubungan dengan
kurangnya peluang lapangan kerja.
Bekal pendidikan yang baik dapat mencegah tingkah laku jahat
karena faktor pendidikan ini penulis anggap penting disoroti, karena
menurut salah satu petugas lapangan Lembaga Permasyarakatan Pasuruan
bagian pembinaan mengatakan bahwa sebagian besar pelaku pencurian
dengan kekerasan yang ada dalam lembaga permasyarakatan adalah
mereka yang tergolong dalam pendidikan minim (rendah). Sehubungan
dengan pendidikan yang minim itu maka pola pikir mereka mudah
terpengaruh karena kadang-kadang mereka bisa mengekspresikan tingkah
laku yang tidak baik lewat perbuatan yang merugikan masyarakat.
Jadi melalui bekal pendidikan yang diperoleh dengan baik
merupakan proses pembentukan nilai-nilai atau perilaku mereka. Memang
jika faktor pendidikan dikaitkan dengan latar belakang kejahatan yang
49
dilakukan itu, rata-rata yang berpendidikan rendah seperti berpendidikan
sekolah dasar yang banyak melakukan kejahatan pencurian dengan
kekerasan.
d. Faktor Lingkungan
Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana orang tersebut berada, pada pergaulan yang diikuti
dengan peniruan suatu lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap
kepribadian dan tingkah laku seseorang. Lingkungan yang dimaksud
adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat itu sendiri
Lingkungan memiliki peran dalam terjadinya tindak pidana,
mengingat pengaruh terhadap pola pikir, sikap dan perilaku seseorang
dapat dipengaruhi oleh pergaulan disekitarnya, sesuai dengan pepatah
“Die welt ist shuld an mir als ich” yang berarti dunia lebih bertanggung
jawab atas jadinya saya daripada saya sendiri. Pergaulan dalam lingkup
lingkungan yang tidak sehat di sekitar dapat mengubah pendirian
seseorang dan menjadikan individu memiliki kecenderungan melakukan
tindak pidana.
Dari hasil wawancara dengan pelaku, beberapa pelaku
mengungkapkan bahwa mereka mengikuti teman dan juga membantu
temannya untuk melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan,
hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Iptu Rianto yang mengatakan:
Dari pandangan kepolisian dan hasil penegakan hukum, pergaulan
memang memiliki pengaruh terhadap timbulnya tindak pidana.
Seseorang yang biasa bergaul dengan pelanggar hukum, maka
50
akan memiliki potensi yang sama untuk menjadi seseorang
pelanggar hukum.9
Pernyataan yang diungkapkan oleh Iptu Rianto tersebut, dapat
diketahui bahwa salah satu penyebab timbulnya tindak pidana pencurian
adalah akibat pergaulan yang ada dilingkungan. Karena pergaulan dapat
membentuk kepribadian seseorang sehingga dapat dijadikan panutan.
Mazhab lingkungan seperti yang dikatakan oleh A.
Lacassagne, G. Tarde, F. Turatti, N.N. Colajani, Von Myr,
Bonger dan Shuterland berpendapat bahwa seseorang dapat
berbuat kejahatan apabila terdapat :
a. Lingkungan yang memberi kesempatan akan timbulnya
kejahatan
b. lingkungan pergaulan yang memberi contoh atau tauladan
c. lingkungan ekonomi (kemiskinan, kesengsaraan)
d. lingkungan pergaulan yang berbeda-beda (differential
association)10
Disini penulis setuju dengan faktor pergaulan sebagai penyebab
terjadinya kejahatan, karena menurut penulis seseorang terkadang labil
dalam pemilihannya yang mengakibatkan salah dalam mengambil
keputusan, dalam lingkup pergaulan yang tidak sehat dalam lingkungan,
hal ini memicu terjadinya tindak pidana khususnya tindak pidana
pencurian dengan kekerasan.
Adanya pelaku kejahatan dalam lingkup yang sama akan
memberikan pengaruh terhadap tindakan seseorang dalam melakukan
kejahatan. Keteladanan seseorang, dalam artian yang negatif, turut
memberikan impact yang besar terhadap terjadinya tindak kejahatan.
Fenomena ini tampak dimana seorang pencuri kecil yang bergaul dengan 9 Wawancara dengan Iptu Rianto selaku Kasat Reskrim di Polres Pasuruan pada tanggal 12 Oktober 2016 10 Op Cit hal 29
51
pencuri kelas kakap kemudian justru lebih termotivasi dalam melakukan
tindak kejahatan yang lebih besar ataupun yang lebih menguntungkan
dirinya. Misalnya, Si A yang biasa mencuri dompet kemudian berkumpul
dan sering berkumpul dengan SI B yang biasa mencuri motor, maka tidak
menutup kemungkinan Si A melakukan pencurian motor seperti si B,
karena dirasa lebih menguntungkan dan resikonya lebih rendah.
Pergaulan dengan teman-teman dan tetangga merupakan salah satu
penyebab terjadinya pencurian dengan kekerasan. Hal itu menunjukkan
bahwa dalam memilih teman harus memperhatikan sifat, watak, serta
kepribadian seseorang. Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan, apabila bergaul dengan orang baik
maka perbuatan mereka pasti baik pula dan apabila bergaul dengan orang
yang suka melakukan perbuatan buruk maka besar kemungkinan akan
dipengaruhinya. Hal lain yang menyebabkan terjadinya pencurian dengan
kekerasan adalah kurangnya Polisi yang berpatroli di tempat-tempat yang
wajar sering ada tindakan pencurian dengan kekerasan, begitu pula kurang
hati-hatinya para pemilik kendaraan bermotor yang melewati jalanan
jalanan yang sepi dan gelap pada malam hari.
e. Faktor Lemahnya Hukuman
Kedudukan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam tatanan
masyarakat bernegara bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja. Proses
panjang telah berlangsung hingga masyarakat di seluruh dunia sepakat
untuk menempatkan hukum sebagai salah satu pedoman tertulis yang
52
harus dipatuhi dalam rangka mencapai ketertiban, keamanan, dan keadilan
bersama. Namun demikian, dalam proses pelaksanaannya, terjadi beragam
permasalahan sehingga hukum tidak bisa begitu saja ditegakkan.
Permasalahan penegakkan hukum sebenarnya terletak pada faktor-
faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Faktor hukumnya sendiri, yang dimaksud adalah undang-undang
b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan
e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.11
Pihak penegak hukum atau yang menerapkan hukum kadang-
kadang menyimpang dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat,
sehingga ada pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
mendapat hukuman yang terlalu ringan. Dan akibatnya begitu keluar dari
lembaga permasyarakatan maka pelaku mengulangi perbuatan jahat
tersebut, menurut hasil wawancara penulis dengan 10 pelaku tindak pidana
pencurian dengan kekerasan 2 orang dintaranya merupakan residivis, yaitu
bernama Eko Wahyudi dan Susanto. Kedua pelaku tersebut memilih
melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dikarenakan
hukuman yang diterima dirasa ringan.
Susanto merupakan residivis yang melakukan 2 kali tindak pidana
pencurian dan 1 kali tindak pidana pencurian dengan kekerasan,
menurutnya hukuman yang diterima cukup ringan, sebab menurutnya
penjara merupakan tempat tinggal gratis yang penuh dengan pelayanan,
makan minum gratis dan istirahat secukupnya tanpa di bebani pekerjaan
yang berat seperti di luar tahanan, walaupun di dalamnya ada benturan –
11 Soerjono Soekanto, 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali Pers, Jakarta. Hlm 8
53
benturan kecil antara narapidana, seperti perkelahian dan perebutan
pengaruh di antara para napi, tapi semuanya itu adalah hal yang lumrah
dalam tahanan. Susanto mengaku di penjara saya tidak hanya belajar
keterampilan yang disediakan dari pihak LP tapi saya juga belajar
keterampilan yang lain dari senior saya.12
Bagi para residivis yang masih muda, penjara merupakan tempat
tinggal yang gratis, dikarenakan kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh
negara, beberapa pelaku berpendapat penjara merupakan sarana untuk
menambah wawasan dan keterampilan baik yang berdampak buruk
maupun yang berdampak baik, sehingga dapat dikatakan hukuman yang
diterima pelaku tidak memberikan efek jera dan sifat menakuti. Oleh
karena itu penulis tidak setuju apabila pelaku residis pencurian khususnya
pencurian dengan kekerasan hanya dihukum penjara namun penulis
menyarankan agar hukuman bagi pelaku yang telah lebih dari 1 kali
melakukan pencurian dengan kekerasan diberi hukaman alternatif lain
seperti dalam hukum Islam yaitu dihukum potong tangan.
C. Kendala yang Dihadapi oleh Kepolisian Dalam Menanggulangi
Maraknya Tindakan Pidana Pencurian Dengan Kekerasan.
Kepolisian dalam proses pencegahan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan telah melakukan berbagai upaya yaitu upaya prefentif dan upaya
represif, upaya represif yang dilakukan oleh kepolisian ialah melakukan
penyelidikan dan mengungkap kasus yang dilaporkan kepada pihak kepolisian,
namun kepolisian memiliki beberapa kendala yang menghambat kasus yang
dilaporkan tersebut tidak dapat terselesaikan.
12 Wawancara dengan pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan atas nama Susanto, tanggal 13 Oktober 2016
54
Menurut Iptu Rianto ada beberapa kendala yang membuat beberapa
kasus pencurian dengan kekerasan yang dilaporkan tidak dapat
terselesaikan, diantaranya:
a. Alat bukti tidak mencukupi.
b. Tersangka tidak diketahui keberadaannya.
c. Perkara tersebut belum dapat dibuktikan oleh penyidik.13
Menurut pendapat penulis, beberapa kendala diatas menjadi faktor
penghambat yang dialami oleh kepolisian dalam menuntaskan kasus pencurian
dengan kekerasan. Alat bukti yang tidak mencukupi merupakan salah satu
kendala yang dihadapi oleh kepolisian, macam-macam alat bukti diatur di
dalam KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk,
dalam KUHAP sistem pembuktian diatur dalam pasal 183 yang menyebutkan
hakimtidak bolehmenjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya, dalam proses pembuktian harus sekurang-kurangnya terdapat 2
alat bukti yang sah, hal ini menjadi tugas kepolisian untuk mencari alat-alat
bukti tersebut.
Kendala yang kedua yaitu tersangka tidak diketahui keberadaannya,
dalam mencari pelaku polisi serigkali mendapatkan kesulitan, kesulitan ini bisa
berasal dari kurangnya ciri-ciri yang disebutkan oleh saksi ataupun korban,
pelaku sering berpindah-pindah tempat, dan kurangnya petunjuk keberadaan si
pelaku, kendala yang selanjutnya yaitu perkara tersebut belum bisa dibuktikan
oleh penyidik, perkara yang tidak dapat dibuktikan oleh penyidik dikarenakan
13 Wawancara dengan Iptu Rianto selaku Kasat Reskrim di Polres Pasuruan pada tanggal 12 Oktober 2016
55
kurangnya alat bukti atau pelaku tidak memenuhi unsur yang terdapat dalam
pasal 365 KUHP. beberapa kendala tersebut dapat menghambat kepolisian
dalam menuntaskan kasus pencurian yang dilaporkan kepada kepolisian,
sehingga pihak kepolisian mendapat hambatan dalam menanggulangi tindak
pidana pencurian dengan kekerasan, namun sebagai pengayom dan penegak
hukum polisi harus bekerja lebih ekstra agar kasus pencurian dengan kekerasan
yang dilaporkan dapat terselesaikan.
Iptu Riyanto pun menjelaskan sulitnya untuk menangkap pelaku, dan
berpindah-pindah tempat juga modusnya semakin canggih membuat
para pihak kepolisian kewalahan dalam menangani kasus ini. Terlebih
lagi kurang personil dan juga sarana prasarana kurang tercukupi dari
pemerintah yang membuat Kepolisian Resor Pasuruan selalu berupaya
untuk memberikan rasa aman dan nyaman sesuai dengan kemampuan
mereka seutuhnya.
Menurut pendapat penulis kendala yang dari keterangan Iptu Rianto
diatas terdapat kendala yang dihadapi oleh kepolisian dalam menanggulangi
tindak pidana pencurian dengan kekerasan, yaitu modus yang berbeda-beda,
kurangnya jumlah personil dan juga perbedaan persepsi antara penegak hukum.
1. Modus yang Berbeda-beda
Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengen
kkerasan mengalami kendala mengalami kesulitan karena modus yang
digunakan oleh pelaku bisa berbeda-beda, berkembang dan semakin
canggih seperti begal berikut
SURYAMALANG.COM, PASURUAN – Dua pria yang
diduga kuat sebagai pelaku begal atau curas motor di wilayah
hukum Polres Pasuruan Kota dicokok. Mereka adalah Arie
Raimond Firmansyah (31) warga Desa Rabalas, Kecamatan Grati,
dan Safak (48) warga Desa Watestani, Kecamatan
Nguling, Pasuruan. Keduanya, diamankan polisi di rumahnya
56
masing-masing, Selasa (22/11/2016) malam. Dari dua tersangka,
polisi berhasil mengamankan beberapa barang bukti. Di antaranya
yakni tujuh sepeda motor dari berbagai macam jenis dan merek,
satu senjata api (senpi) jenis FN yang disinyalir itu merupakan
senjata mainan. Tiga buah handphone (Hp) dari berbagai macam
jenis, senjata tajam (sajam), dan masih banyak lagi.
Kapolres Pasuruan Kota AKBP Yong Ferryjon mengatakan, dalam
pemeriksaan, modus begal yang dilakukan keduanya ini sangat
unik. Secara umum, metode mereka sama dengan
pelaku begal lainnya yakni berkelompok. Namun sistemnya yang
mereka gunakan itu bukan hunting di jalan seperti begal pada
umumnya.“Mereka memaksimalkan situs jual beli online yang saat
ini gampang sekali dijumpai,” terangnya.
Menurut Yong, aksi keduanya ini dimulai dengan hunting di
situs jual beli online dan mencari orang-orang yang sedang menjual
sepeda motornya. Setelah itu, kedua tersangka ini melakukan
percakapan dengan penjual sepeda motor itu. Akhirnya, antara dua
tersangka dengan penjual ini ada kesepakatan dan bertemu di
sebuah tempat. Alasannya, dua tersangka ini ingin melihat kondisi
sepeda motornya. “Kedua tersangka ini cenderung berpura-pura
sebagai pembeli dan yang dipilih itu sepeda motor dengan harga
cukup tinggi , semacam Ninja, Honda CBR , dan sebagainya,”
ungkapnya. Setelah itu, dikatakan Yong, kedua tersangka ini
menyewa sebuah mobil tour and travel. Tujuannya, untuk
mengantarkan kedua tersangka ini ke lokasi yang sudah ditentutkan
. Selain itu, juga untuk memastikan penjual ini bahwa mereka
berdua berniat membeli sepeda motornya. “Setelah bertemu, kedua
tersangka ini modus ingin mencoba sepeda motornya. Setelah
penjual ini percaya, keduanya langsung membawa lari sepeda
motornya, dan tour and travel ini ditinggalkan begitu saja,”
paparnya. Terkadang, lanjut Yong, ada juga penjual sepeda motor
ini yang dianiaya karena tidak mau melepaskan sepeda motornya
untuk dicoba. Untuk alat yang digunakan bervariasi, ada clurit, ada
pedang dan sebagainya. Sesekali, tersangka juga mengancam
korbannya dengan senpi mainan dan bom ikan atau bondet.14
Modus yang digunakan pelaku yang terdahulu berbeda dengan
modus pelaku yang sekarang, dahulu pelaku bekerjasama dengan pelaku
lainnya dan mencari korban di jalan-jalan yang sepi, namun sekarang
beberapa pelaku mengembangkan berbagai macam modus seperti contoh
14 http://suryamalang.tribunnews.com, “Modus-modus begal di pasuruan” diakses tanggal 26 November 2016
57
diatas, selain menggunakan media online, beberapa pelaku bahkan
menggunakan melakukan tindak pidana pencurian kekerasan dengan cara
salah satu pelaku berpura pura jatuh dari motor, disaat korban
mengahmpiri dan menolong pelaku, pelaku lainnya menghampiri korban
dan mengancam serta membawa motor korban.
Made Darma Weda dalam bukunya menyatakan bukanlah hal yang
mudah dapat menggali sebab-sebab kejahatan, terhadap hal ini
dikarenakan :
a. Adanya kesulitan dalam menentukan factor-faktor yang menjadi
penyebabnya.
b. Karena terdapat berbagai faktor yang saling mempengaruhi
(multiple factor approacg), dimana suatu faktor tidaklah cukup
untuk menimbulkan kejahatan.
c. sebab kejahatan tidak mengenal generasi , yang berarti bila
sebab tersebut telah diketahui tidak serta merta berlaku bagi
kejahatan lainnya.15
Modus yang berbeda-beda serta berkembang membuat polisi
menjadi kewalahan dalam menanggulangi tindak pidana tersebut, sehingga
pihak polisi melakukan pengamatan dan juga mempelajarai modus yang
berkembang dalam menanggulangi berkembangnya modus yang
digunakan pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Dengan
mempelajari modus yang berkembang polisi akan lebih mengetahui
bagaimana cara mencegah terjadinya tindak pidana pencurian dengan
kekerasan di masyarakat.
2. Kurangnya Jumlah Personil
Kendala lain yang dihadapi oleh Kepolisian dalam
menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah
kurangnya jumlah personil Iptu Rianto mengatakan selain modus
yang beraneka ragam, kurangnya jumlah personil juga menjadi
15 Made Darma Weda, 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, hal 16
58
kendala yang dihadapi kepolisian dalam menanggulangi Tindak
pidana Pencurian dengan kekerasan.16
Jika dikaitkan dengan pendapat Achmad Ali (1998:211)
menyatakan : Memang tidak dapat disangka kendala yang dihadapi
pihak kepolisian kita adalah keterbatasan kepolisian Indonesia
menanggulangi berbagai jenis kriminalitas. Faktor penyebabnya
salah satu adalah tidak terlepas dari belum berimbangnya antara
jumlah personil polisi dengan jumlah warga masyarakat yang harus
dilayani.17
Dapat dilihat tidak berimbangnya jumlah personil polisi dengan
jumlah warga masyarakat yang harus dilayani, seperti yang sudah di
ketahui bahwa wilayah Pasuruan yang cukup luas dan dengan jumlah
personel pihak kepolisian yang jumlahnya terbatas untuk menangani
keseluruhan tindak pidana yang terjadi di Kabupaten Malang maka hak ini
menjadi faktor yang tidak mendukung dalam menangani kasus tindak
pidana khusunya tindak pidana Pencurian dengan kekerasan.
Polres Pasuruan hanya memiliki ±1250 personil termasuk PNS. Satuan
Reskrim masih tergolong dalam kekurangan personil, Satuan Reskrim hanya
memiliki 132 personil dari ketentuan ideal 180 orang. Kekurangan personil
yang terjadi di Satuan Reskrim sangatlah mempengaruhi kinerja satuan ini.
Berdasarkan data yang diperolehjumlah pengaduan dan laporan yang masuk ke
PolresKepanjen ± 150 kasus setiap bulan, sedangkan kemampuan Satuan
Reskrim Polres Kepanjen dalam menangani kasus hanya mampu ± 2-3 kasus
perunit tiap bulan. Disini sudah mulai tampak timpangnya penegakan hukum di
Indonesia khususnya di wilayah hukum Polres Pasuruan. dengan tidak
16 Wawancara dengan Iptu Rianto selaku Kasat Reskrim di Polres Pasuruan pada tanggal 12 Oktober 2016 17 Syafri, http://syafrifaisal-syafri.blogspot.co.id, kendala yang diahadapi kepolisian dalam
mencegah kejahatan diakses tanggal 01 November 2016
59
berimbangnya jumlah personil kepolisian dengan jumlah masyarakat maka
kepolisian tidak dapat fokus kepada kepada salah satu kasus yang ada,
khususnya kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Luasnya wilayah kota Pasuruan dengan jumlah personil yang terbatas
menjadi kendala kepolisian dalam melakukan pengawasan. Selain itu biaya
operasional yang terbatas dalam memburu pelaku kejahatan juga ikut memiliki
andil dalam menghambat upaya penanggulangan pencurian dengan kekerasan.
3. Perbedaan persepsi antara penegak hukum
Permasalahan lain adalah terjadinya perbedaan persepsi antara
polisi dengan penegak hukum lainnya dalam memperlakukan penjahat.
Polisi selaku garda paling depan dalam memburu penjahat berorientasi
pada perlindungan korban kejahatan. Polisi berusaha semaksimal mungkin
memelihara kantibmas dengan melibas segala bentuk perilaku
menyimpang yang diperangi masyarakat.
Sedangkan aparat hukum lainya (Hakim dan Penasehat Hukum)
lebih banyak berorientasi pada perlindungan hukum dan HAM pelaku
kejahatan. Hak-hak yang dipenuhi oleh penjahat dipenuhi secara optimal.
Sehingga, tidak jarang jika polisi (sakit hati) kepada penjahat yang telah
dengan susah payah ditangkap (seringkali perlaku yang tertangkap
bungkam mengenai jaringannya), kemudian dibebaskan oleh pengadilan,
baik karena tidak terbukti atau karena sang penjahat solid dan ia mampu
membeli keadilan. hal ini merupakan hambatan yang paling besar dalam
memberantas tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dengan
60
dilindunginya hak-hak pelaku maka menurut penulis tidak memberikan
efek jera terhadap si pelaku, sehingga memungkinkan si pelaku untuk
mengulangi tindak pidana yang sama.
D. Upaya Penanggulangan Preventif yang Dilakukan oleh Pihak Kepolisian
Dalam Menanggulangi Maraknya Tindak Pidana Pencurian Dengan
Kekerasan
Tindakan preventif merupakan upaya yang dilakukan kepolisian dalam
hal mencegah tindak pidana terjadi. Oleh sebab itu sebelum tindak pidana
tersebut terjadi,hendaknya memang perlu tindakan sebagi upaya pencegahan
agar tindakan secara preventif bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Djoko Prakoso di dalam bukunya yang berjudul Polri sebagai
Penyidik dalam penegakan hukum, D. Prakoso menjelaskan yang
dimaksud dengan langkah preventif adalah tindakan yang diarahkan
kepada usaha pencegahan terhadap kejahatan. Tindakan tersebut
diarahkan sebelum kejahatan tersebut dilakukan. dengan tindakan-
tindakan preventif diharapkan dapat mengurangi timbulnya kejahatan-
kejahatan baru, setidaknya bisa memperkecil jumlah pelaku-
pelakunya.18
Berdasarkan kutipan diatas, penulis berpendapat bahwa upaya preventif
merupakan tindakan yang memang harus dilakukan untuk mencegah adanya
tindak pidana. Tindakan preventif lebih baik daripada tindakan represif
karena disamping lebih ekonomis, untuk melaksanakannya juga tidak
memerlukan tenaga yang besar. Oleh sebab itu apabila tindakan ini dapat
dimaksimalkan penerapannya dengan melakukan penyuluhan maupun
sosialisasi-sosialisasi tentang hukum kepada masyarakat dan dapat diterima
dengan baik maka akan sangat menguntungkan dengan cara ini masyarakat
bisa memaknai pentingnya menegakkan hukum dalam kehidupan.
18 Djoko Prakoso, Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta, Hal 22
61
Namun sayangnya tidak semua tindakan preventif bisa mengendalikan
masyarakat, karena pemikiran setiap orang berbeda-beda oleh sebab itu
pelaksanaannya pun menuai pro dan kontra. Jika ada masyarakat yang patuh
akan peraturan hukum yang disosialisasikan, ada pula masyarakat yang justru
menyepelekan hal tersebut dengan tetap melakukan tindakan-tindakan yang
justru melanggar aturan. Usaha pencegahan yang bersifat preventif ini
dimaksudkan sebagai usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
tindak pidana pencurian dengan kekerasan di masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan responden di Polres
Pasuruan, mengenai tindakan ini, yaitu
Tindakan preventif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Resor
Pasuruan yaitu dengan melakukan patroli di jam-jam dan tempat-tempat
yang rawan untuk terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Jam-jam rawan yang dimaksud oleh Iptu Riyanto yakni pagi hari yaitu
subuh atau dini hari atau sekitar pukul 04.00-06.00 WIB, dan di malam
hari yakni pukul 23.00-04.00 WIB. Adapun tempat-tempat rawan yang
sering dijadikan incaran oleh para pelaku tindak pidana pencurian ialah
jalan raya yang lengang, biasanya dilakukan di pagi hari, lalu di daerah
perbankan yang saat ini juga marak terjadi adanya perampokan dan
biasanya dilakukan di siang hari atau pukul 12.00 WIB, dan juga daerah
pertokoan yang biasa terjadi di malam hari.19
Dari hasil keterangan Iptu Rianto dapat diketahui, salah satu tindakan
yang dilakukan oleh kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian
dengan kekerasan adalah dengan mengadakan patroli di wilayah-wilayah yang
rawan di Pasuruan. Cara ini diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak
pidana pencurian dengan kekerasan, atau apabila terjadi tindak pidana dengan
19 Wawancara dengan Iptu Rianto selaku Kasat Reskrim di Polres Pasuruan pada tanggal 12 Oktober 2016
62
cepat dapat menanggapi respon secara cepat dalam mengejar pelaku atau
menangkap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Iptu Rianto, patroli
dilakukan oleh pihak kepolisian setiap hari Senin sampai Sabtu.
Sedangkan untuk rutenya, setiap hari berbeda-beda. Petugas patroli
ditentukan berdasarkan jadwal piket, setelah pelaksanaan patroli,
petugas diharuskan memberikan laporan dan catatan lengkap mengenai
aktivitas patrolinya. Personel yang berpatroli dibagi menjadi 2 dalam
setiap wilayah yaitu petugas yang berseragam dan yang tidak berseragam
untuk melakukan penyamaran. Selain berpatroli Polisi juga bekerjasama
dengan masyarakat dengan cara melibatkan diri pada kegiatan
Siskamling warga. Cara ini selain mendekatkan Polisi dengan warga,
juga akan menjadikan warga terbiasa melakukan pengamanan swadaya
yang mendukung kinerja kepolisian dalam menciptakan keamanan di
lingkungan.20
Menurut penulis dari keterangan Iptu Rianto, Polisi telah melakukan
upaya pencegahan preventif dengan cara patroli dan bekerjasama dengan
masyarakat dalam bentuk siskamling warga, karang taruna dan lain-lain.
Sering kali kepolisian juga memberi sosialisi mengenai pentingnya
siskamling, dan juga menghimbau kepada setiap warga untuk selalu waspada.
Kepolisian dan juga tokoh masyarakat juga mempunyai tugas untuk
mengadakan penyuluhan atau suatu penerangan dalam bidang keagamaan
sebagai upaya memperkuat keyakinan beragama sehingga dapat
meminimalisir terjadinya tindak pidana Dengan cara ini diharapkan dapat
mencegah terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan sekaligus
mengurangi jumlah pelaku.
tindakan preventif yang dilakukan oleh Polres Pasuruan apabila bisa
diimplementasikan dengan baik maka kemungkinan meminimalisir adanya
20 Wawancara dengan Iptu Rianto selaku Kasat Reskrim di Polres Pasuruan pada tanggal 12 Oktober 2016
63
tindakan yang melanggar aturan akan bisa dilakukan, namun dalam hal ini
masih belum diimplementasikan secara menyeluruh dilapisan masyarakat.
Karena terbatasnya akses dengan masyarakat mengingat luasnya wilayah
pasuruan serta kurangnya jumlah personil kepolisian.
E. Upaya Penanggulangan Represif yang Dilakukan oleh Pihak Kepolisian
Dalam Menanggulangi Maraknya Tindak Pidana Pencurian Dengan
Kekerasan
Tindakan represif yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resor
Pasuruan yakni dengan menangkap pelaku dan memberikan tindakan
tegas jikalau pelaku berusaha melarikan diri akan ditembak di tempat.
Penindakan tegas ini sangatlah dibutuhkan, karena para pelaku tindak
kejahatan saat ini sangat lihai dalam melarikan diri dari kejaran aparat
kepolisian.21
Tindakan yang dilakukan oleh kepolisian apabila pada proses
penangkapan pelaku malarikan diri adalah polisi memberikan tembakan
peringatan yang mengarah keatas, jika pelaku masih berusaha lari dan tidak
memberikan peringatan maka polisi akan menembak pelaku ke arah bagian
tubuh yang tidak vital seperti kaki untuk melumpuhkan pelaku, dan jika
setelah diberi tembakan peringatan namun pelaku melawan petugas baik
dengan sajam maupun senpi yang dapat membahayakan nyawa orang lain
maka pelaku akan melakukan penembakan di tempat untuk melumpuhkan
pelaku. Penembakan ini bertujuan agar si pelaku tidak lolos dari kejaran
aparat kepolisian, sebab pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan
sangat lihai dalam melarikan diri dari kejaran aparat kepolisian..
Iptu Rianto menerangkan pihak reskrim dengan bekerjasama
dengan satuan fungsi intel akan berupaya untuk menangkap pelaku
21 Wawancara dengan Iptu Rianto selaku Kasat Reskrim di Polres Pasuruan pada tanggal 12 Oktober 2016
64
tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan mengajukan berkas
sampai ke tingkat kejaksaan yang kelak akan meneruskannya ke
pengadilan. Untuk barang yang telah hilang dan berhasil ditemukan
kembali, akan segera dikembalikan kepada pemilik sebelumnya.22
Tindakan represif yang dilakukan oleh kepolisian yaitu dengan
melakukan penangkapan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana
pencurian dengan kekerasan, identitas pelaku tersebut diperoleh dari
keterangan korban dan saksi serta hasil penyelidikan kepolisian, dalam
mengungkap identitas pelaku serta jaringannya atau sindikat tindak pidana
pencurian dengan kekerasan atau biasa dikenal dengan istilah begal polisi
bekerjasama dengan intel, setelah pelaku berhasil ditangkap maka oleh
penyelidik akan diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan proses
penyidikan atau pemeriksaan lebih lanjut, apabila penyidikan telah usai
dilakukan dan keterangan saksi, korban, tersangka, unsur-unsur tindak pidana
dan barang bukti telah jelas, maka penyidik akan menyerahkan berkas perkara
kepada kejaksaan untuk disidangkan.
Dari Keterangan Iptu Rianto, selain melakukan upaya preventif polisi
juga melakukan upaya represif yaitu dengan melakukan pengusutan,
penangkapan, penyidikan dan penahan, hal ini sesuai dengan pendapat Djoko
Prakoso di dalam bukunya yang berjudul Polri sebagai Penyidik dalam
penegakan hukum, D. Prakoso menejelaskan yang dimaksud dengan langkah
represif ini merupakan tindakan penaggulangan yang dilakukan setelah suatu
kejahatan dilakukan,. Tindakan yang dimaksud tersebut adalah tindakan yang
berupa pengusutan, penyidikan, penghukuman, dan rehabilitasi.Upaya
22 ibid
65
penaggulangan ini adalah berupa tindakan langsung yang dilakukan oleh
satuan fungsi reserse yang dikedepankan dan dibantu oleh satuan fungsi intel,
yaitu tindakan tindakan secara hukum yang ditujukan kepada pelaku
kejahatan. Perlakuan tersebut dimaksudkan sebagai suatu rangkaian
pembalasan atas perbuatan si pelanggar hukum. Penghukuman merupakan
tindakan untuk memberikan penderitaan terhadap pelaku kejahatan yang
sebanding atau mungkin lebih berat dari akibat yang ditimbulkan oleh
perbuatan kejahatan tersebut, apakah ia berupa hukuman pemenjaraan
ataupun hukuman yang bersifat penderitaan
Seseorang dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan apabila telah memenuhi unsur yang terkandung di dalam
pasal 365 ayat 1, 2, 3 dan 4. dasar sanksi hukum yang terkandung dalam pasal
365 adalah sebagai berikut:
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun,
pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau
peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
a. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau
dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
b. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama
c. jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan
membongkar, merusak, atau memanjat, atau memakai anak kunci
palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
d. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
3. Ayat 3 Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan penjara
paling lama lima belas tahun
4. Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
66
mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal
yang diterangkan dalam ayat 2 ke-1 dan ke-3
Tindak pidana pencurian memberatkan atau pencurian dengan
kekerasan yang diatur dalam pasal 365 KUHP itu juga merupakan suatu
pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan pencurian dengan unsur-
unsur yang memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam pasal ini
sesungguhnya hanya satu kejahatan, dan bukan kejahatan yang terdiri dari
kejahatan “pencurian” dan kejahatan “pemakaian kekerasan terhadap orang”
Contoh kasus yang dapat dikenakan pasal 365 KUHP adalah
Telah terjadi tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan
oleh Sariman pada tanggal 20 November 2015 pada pukul sekira 20.00
WIB. pada mulanya sariman dan temannya yang bernama Benol
berkumpul di rumah Benol, di rumah Iwan mereka berkumpul untuk
menentukan lokasi untuk melakukan pencurian, akhirnya mereka
sepakat untuk melakukan pencurian dengan kekerasan di daerah Kraton
Pasuruan dengan mengendarai motor para pelaku menuju ke lokasi, di
lokasi Benol melihat seseorang memakai motor Vario 125 warna hitam,
kemudian pelaku mengejar dan menyerempet korban, pelaku yang
bernama Sariman bersama dengan Benol menyuruh korban berhenti
sambil menodongkan celurit, karena korban takut maka korban
berhenti, Sariman merebut kunci motor korban sambil terus
menodongkan celurit, kemudian korban lari sambil teriak minta tolong
sehingga beberapa warga lari menghampiri korban, karena panik Benol
kabur duluan sedangkan Sariman saat mau kabur ditendang oleh
pengendara motor lain yang kebetulan melintas sehingga motor yang
dikemudikannya terjatuh bersama dengan sariman, dan sariman di
tangkap oleh warga, selang beberapa saat kemudian polisi datang dan
membawa pelaku serta barang buktinya.23
Dari hasil wawancara diatas, modus yang digunakan oleh pelaku adalah
menunggu korban di tempat yang sepi, kemudian memepet korban dan
menodong korban dengan menggunakan senjata tajam untuk menakuti korban
23 Hasil wawancara dengan pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan atas nama Eko wahyudi als Cecep di Lapas Klas II B PAsuruan, tanggal 7 Februari 2017
67
setelah korban terjatuh pelaku membawa lari motor korban, pelaku telah
dikenakan pasal 365 KUHP, karena telah memenuhi unsur obyektif dan unsur
subyektif, unsur obyektif dalam pasal 365 KUHP adalah Pencurian dengan
didahului, disertai, diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap
seseorang, disini pelaku melakukan perbuatan pencurian diikuti ancaman
kekerasan dalam bentuk menodong korban dengan menodong korban dengan
menggunakan senjata tajam berupa celurit. Sedangkan faktor subyektif dalam
pasal 365 KUHP adalah dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian itu atau jika tertangkap tangan memberi
kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lainnya dalam kejahatan itu, pelaku
memenuhi unsur subyektif pasal 365 KUHP, karena pelaku mempunyai
maksud untuk mempermudah melakukan pencurian dengan melakukan
ancaman kekerasan.
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh Kepolisian sudah semaksimal
mungkin dalam menekan terjadinya tindak pidana pasal 365 KUHP tentang
Pencurian dengan kekerasan, namun tindak pidana tersebut masih sering
terjadi di Pasuruan, hal ini dikarenakan polisi hanya berfokus dalam upaya
pencegahan, seharusnya polisi juga mempelajari mengenai faktor-faktor
penyebab terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan, khususnya
mengenai faktor lemahnya hukum, bagi para pelaku tindak pidana residivis
pencurian dengan kekerasan hukuman penjara dirasa cukup ringan meskipun
dalam ketentuan pasal 365 KUHP terdapat hukuman penjara seumur hidup
atau waktu tertentu. Para pelaku merasa hukuman tersebut cukup ringan
68
dikarenakan di dalam penjara pelaku merasa seperti di rumah karena
kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi, Sehingga diharapkan para penegak
hukum mencari alternatif hukuman lain seperti hukum potong tangan dalam
hukum Islam bagi pelaku yang telah melakukan tindak pidana pencurian lebih
dari 1 kali, sehingga dapat memberikan efek jera dan memiliki sifat menakuti.