BAB III DINAMIKA SOSIAL EKONOMI …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511030_bab3.pdfAnyar...

35
51 BAB III DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA A. Gambaran Umum Lokasi Pemukiman Liar Pemukiman liar di Surakarta terdapat di tiga tempat pokok berdirinya pemukiman liar yaitu : sepanjang bantaran sungai di Surakarta seperti Sepanjang Sungai bengawan Solo, Sepanjang Kali Anyar, dan Kali Pepe, di sepanjang rel tanah milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan di komplek-komplek pemakaman. 1 Persebaran Pemukiman Liar di Surakarta tersebar ke pinggiran kota Surakarta di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Lawean. Daerah Sampel Penilitian Ini Mengambil Pada Masa 3 Periode Pemerintahan Kota Surakarta Yaitu Pada Masa Imam Sutopo, Slamet Suryanto dan Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Imam Sutopo permukiman liar di kota Surakarta kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga mengakibatkan banyak munculnya pemukiman-pemukiman liar di lahan pemerintahan. Pada masa pemerintahan Slamet Suryanto pemukiman liar di Surakarta cukup mendapat perhatian, pemukiman-pemukiman liar di sepanjang bantaran Kali Anyar diberikan sertifikat HGB yang membuat pemukiman liar di kota Surakarta semakin bertambah dan yang terkhir adalah pada mas pemerintahan Joko Widodo. 1 Wawancara dengan Sukidi (53 tahun) selaku pegawai Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Surakarta. Tanggal 5 Maret 2016

Transcript of BAB III DINAMIKA SOSIAL EKONOMI …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511030_bab3.pdfAnyar...

51

BAB III

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PEMUKIMAN LIAR

DI SURAKARTA

A. Gambaran Umum Lokasi Pemukiman Liar

Pemukiman liar di Surakarta terdapat di tiga tempat pokok berdirinya

pemukiman liar yaitu : sepanjang bantaran sungai di Surakarta seperti Sepanjang

Sungai bengawan Solo, Sepanjang Kali Anyar, dan Kali Pepe, di sepanjang rel

tanah milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan di komplek-komplek

pemakaman. 1 Persebaran Pemukiman Liar di Surakarta tersebar ke pinggiran kota

Surakarta di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres,

Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Lawean.

Daerah Sampel Penilitian Ini Mengambil Pada Masa 3 Periode

Pemerintahan Kota Surakarta Yaitu Pada Masa Imam Sutopo, Slamet Suryanto

dan Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Imam Sutopo permukiman liar di kota

Surakarta kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga mengakibatkan

banyak munculnya pemukiman-pemukiman liar di lahan pemerintahan. Pada

masa pemerintahan Slamet Suryanto pemukiman liar di Surakarta cukup

mendapat perhatian, pemukiman-pemukiman liar di sepanjang bantaran Kali

Anyar diberikan sertifikat HGB yang membuat pemukiman liar di kota Surakarta

semakin bertambah dan yang terkhir adalah pada mas pemerintahan Joko Widodo.

1 Wawancara dengan Sukidi (53 tahun) selaku pegawai Dinas Pekerjaan

Umum (DPU) Kota Surakarta. Tanggal 5 Maret 2016

52

Pada masa pemerintahan Jokowidodo peran pemerintah terhadap pemukiman liar

di Surakarta mulai terlihat. Pemerintahan Jokowidodo melakukan progam-progam

relokasi,urban renewal dan progam perbaikan kampung yang meliputi pemukiman

liar di bantaran Kali Anyar yang terdapat di kampung Bantaran Praon Rt 09 Rw

Vii Kelurahan Nusukan, pemukiman liar di atas tanah pemakaman yang terdapat

di Sumber Nayu RT 07 Kelurahan Kadipiro dan Sepanjang Rel Kereta api Joglo

yang terdapat di kecamatan Banjarsari.

a. Pemukiman Liar Rel Kereta Api Joglo

Pemukiman liar disepanjang rel kereta api joglo yang termasuk dalam

kelurahan Kadipiro dan kelurahan Nusukan kecamatan Banjarsari. Secara

administratif Jarak rel kereta api joglo kecamatan banjarsari dibatasi oleh :

Sebelah utara berbatasan dengan Rel Bayan, sebelah Timur Berbatasan dengan

Jalan Kolonel Sugiono, sebelah Selatan berbatasan dengan rel Bonorejo, sebelah

barat berbatasan dengan Jalan Piere Tendean Nusukan.

Secara keseluruhan pemukiman di Sepanjang Rel Kereta Api Joglo

mempunyai luas 16 Ha, yang memanjang sepanjang 1,3 km kearah utara- selatan.

Pemukiman di sepanjang rel Kereta Api Joglo yang termasuk kedalam wilayah

Kelurahan Nusukan adalah seluas 2,5 Ha atau 15,62% dari kelurahan Nusukan

(206,30 Ha) dan yang termasuk kedalam Kelurahan Kadipiro adalah Seluas 13,5

Ha atau 84, 38% dari luas Kelurahan Kadipiro (508,80).2 Pemukiman liar

2Pemerintah Kota Surakarta, Monografi Kecamatan Banjarsari tahun

2012, (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2012) hlm 5.

53

disepanjang rel kereta api ini mulai muncul sejak tahun 1998.3 Pemukiman liar ini

masuk dalam 2 kelurahan yaitu Keluran Nusukan dan Kelurahan Kadipiro. Awal

mulanya tahun 1998 pemukiman liar bantaran kereta api ini hanya dihuni 2 kk,

yaitu Indri dan Sabar.4 Banyak lahan-lahan kosong yang hanya ditanami pohon

pohon pisang dan segala macam umbi.

Sebelum bangunan-bangunan liar muncul, tanah di sepanjang rel kereta

api joglo masih berupa lahan kosong yang tidak terawat dengan kondisi

permukaan tanah yang tidak rata. Penduduk sepanjang rel kerata api kemudian

memanfaatkan lahan kosong tersebut untuk ditanami berbagai macam pohon

seperti singkong, pisang dll. Lambat laun tanah tersebut tidak digunakan lagi

untuk bertanam tetapi dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan-bangunan baik

untuk tempat tinggal dan membuka usaha.5 Pada umumnya penduduk yang

bermukim di sepanjang rel kereta api joglo selain mempunyai tanah pada

kampung di sekitar rel kereta api joglo juga mempunyai tanah kavling di

sepanjang rel kereta api joglo.

3 Wawancara dengan Tulus tanggal 13 Maret 2016

4 Wawancara dengan Muji tanggal 12 Maret 2016

5 Wawancara dengan Tulus 13 Maret 2016

54

Gambar .1

Pemukiman Liar di Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api Joglo tahun 2005

Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Rel Kereta Api

Dari tanah tersebut ada yang yang sebagian mereka huni sendiri dan

sebagian dijual lagi kepada pendatang baru dengan harga yang lebih murah

dibandingkan haga tanah resmi. Melihat kondisi demikian maka status hak tanah

dan bangunan yang mereka miliki adalah liar. Penduduk hanya memakai tetapi

dengan ketentuan jika suatu saat tanah tersebut akan dimanfaatkan atau

difungsikan oleh PT.KAI maka penduduk harus meninggalkannya dan mencari

tempat tinggal lain.

55

b. Pemukiman di atas tanah pemakaman ( Kampung Jaratan6)

Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini terletak di Sumber Nayu RT

07 kelurahan Kadipiro. Pemukiman liar di atas pemakaman ini mulai muncul pada

tahun 1998.7 Pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini memiliki luas sekitar

1ha yang berbentuk melingkar dan berbatasan dengan kampung Bakalan.

Pemukiman liar di atas tanah pemakaman di Nayu RT 07 muncul karena faktor

ekonomi masyarakat sekitar dan tersedianya lahan di pemakaman tersebut.

Pada tahun 1998 pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini hanya 1-5

Kartu Keluarga yang dihuni warga sekitar pemakaman tersebut. Setelah tahun

1998 pemakaman tersebut mulai tidak difungsikan sebagai tempat pemakaman

karena keterbatasan lahan dan mulai mendekati lahan pemukiman resmi warga

sekitar, kemudian pemakaman tersebut dipindahkan ke astana Bonoloyo.8 Mulai

tidak berfungsinya pemakaman tersebut mengakibatkan mulai munculnya rumah-

rumah di atas tanah pemakaman. Banyak warga sekitar yang mulai mengkavling

tanah-tanah tersebut dan kemudian mendirikan bangunan rumah tinggal. Tanah-

tanah pemakaman tersebut ada yang dicangkuli dipindahkan jenasahnya oleh

pihak keluarga dan ada juga yang dibiarkan tetap berbentuk kijing-kijing.

6 Kampung Jaratan adalah sebutan warga sekitar, Jaratan yang artinya

tanah pemakaman.

7 Wawancara dengan Yossi selaku penghuni pemukiman liar 13 Maret

2016

8 Wawancara dengan Slamet 13 Maret 2016

56

Fenomena yang unik dari pemukiman liar di atas tanah pemakaman ini

adalah banyak kijing yang masih ada didalam rumah dan dimanfaatkan untuk

meja, tempat duduk bahkan sebagai tempat tidur dengan hanya ditutupi sebuah

papan kayu.9 Alihfungsi lahan pemakaman menjadi pemukiman ini karena

terdesaknya warga asli sekitar yang belum mempunyai tempat tinggal dan

mempunyai penghasilan rendah. Para pemukim tersebut berfikiran dari pada uang

buat sewa rumah lebih baik tinggal di tempat seadanya.

Pada tahun 2000 proses penjarahan lahan mulai banyak dilakukan oleh

warga sekitar, warga mulai mengkavling tanah-tanah pemakaman dan mulai

medirikan rumah-rumah seadanya.10

Dari proses tersebut mulai muncul para

pendatang dari luar Solo yang mulai membeli rumah-rumah tersebut dari kavling

an warga dengan harga sekitar 1-5 juta.11

Melihat kondisi demikian maka status

hak tanah dan bangunan yang mereka miliki adalah liar. Penduduk hanya

memakai tetapi dengan ketentuan jika suatu saat tanah tersebut akan dimanfaatkan

atau difungsikan oleh pemerintah kota Surakarta maka penduduk harus

meninggalkannya dan mencari tempat tinggal lain.

9 Wawancara dengan Indri 13 Maret 2016.

10 Wawancara dengan Yahmin 10 Januari 2016

11 Wawancara dengan Indri,13 Maret 2016.

57

c. Pemukiman Liar di Bantaran Kali Anyar

Pemukiman Liar di Bantaran kali anyar terdapat di Kelurahan Gilingan

dan Kelurahan Nusukan. Pemukiman liar bantaran memanjang mengikuti aliran

sungai Kali Anyar. Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar terdapat dikampung

bantaran Praon RT 09 RW VII.12

Secara administratif Pemukiman bantaran Kali

Anyar dibatasi oleh : Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Minapadi,

sebelah Timur Berbatasan dengan Kampung Gilingan, sebelah Selatan berbatasan

dengan Terminal Tirtonardi, sebelah barat berbatasan dengan Kampung

Komplang13

Pemukiman liar di Bantaran kali anyar ini mulai muncul dengan pesat

pada tahun 1998.14

Bangunan bangunan rumah di Bantaran Kali Anyar ini

tergolongan sangat padat penduduk, hampir tidak ada jarak antara rumah satu

dengan yang lainnya. Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar ini langganan

menjadi korban banjir. Tidak jauh beda dengan pemukiman liar di bantaran rel

kereta api dan di atas tanah pemakaman. Munculnya rumah-rumah kumuh di

daerah sabuk hijau ini dikarenakan karena faktor ekonomi dan kurangnya peran

pemerintah dalam menangani pemukiman liar tersebut.

12

Pemerintah Kota Surakarta, Surakarta dalam angka 2000, (Surakarta:

Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2000), hlm 3

13 Pemerintah Kota Surakarta, Data Monografi Kecamatan Banjarsari

tahun 2012. (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2012), hlm 5

14 Wawancara dengan Sukidi, 5 Maret 2016

58

B. Kondisi Fisik Pemukiman Liar di Kota Surakarta

Pada umumnya pemukiman liar mencakup menjadi tiga segi, yaitu kondisi

fisik, kondisi sosial ekonomi budaya dan dampak dari kedua kondisi

tersebut.15

Pertama, kondisi fisik tersebut tampak dari kondisi bangunannya yang

sangat rapat dengan kualitas kontruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola,

sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi, serta sampah belum dikelola dengan

baik. Kedua, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan

pemukiman liar mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar,

budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupan yang tampak dari sikap dan

perilaku apatis. Ketiga, Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi

kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan

perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.16

1. Kondisi Rumah

Keadaan rumah pemukiman liar di Solo sangat memprihatinkan. Kondisi

rumah yang ada merupakan rumah tidak layak huni/ kumuh dengan ditandai oleh

kondisi bangunan rumah yang buruk. Sebagian besar rumah penduduk memiliki

ukuran rumah yang relatif sempit untuk ukuran rumah 6m2 dengan dihuni oleh 4-6

anggota keluarga sehingga pembagian ruang sulit untuk dilakukan dan menjadi

tidak teratur.17

Rumah penduduk di sepanjang bantaran Kali Anyar berupa rumah-

15

Adon, Sosiologi Perkotaan : Memahami Masyarakat Kota dan

Problematikanya, (Bandung : Pustaka Setia Bandung,2015).hlm 336

16 Ibid, hlm 337

17 Adon Nasrullah, op.cit, hlm 343

59

rumah non permanen yang terbuat dari papan kayu, seng, dan gedek (rajutan dari

pohon bambu).

Sama halnya dengan rumah pemukiman di atas tanah pemakaman banyak

dijumpai rumah rumah non permanen yang berupa papan-papan kayu seadanya

dan masih beralaskan tanah. Fenomena yang menarik dari rumah-rumah di atas

tanah pemakaman ini adalah alih fungsi pemakaman. Kijing-kijing di pemukiman

ini dimanfaatkan sebagai meja, tempat duduk bahkan ada yang buat tidur. Masih

banyak rumah-rumah yang didalamnya ada makam nya. Masyarakat pendatang di

pemukiman liar ini awal mulanya takut dan sering dihantui oleh arwah-arwah di

pemakaman tersebut.18

Pemukiman liar di Bantaran Rel Kereta Api Joglo yang terdapat di

kelurahan nusukan justru hampir tidak ada rumah non permanen. Rumah di

pemukiman liar Bantaran Rel Kereta Api Joglo sudah permanen dan terbuat dari

batu bata, lantai sudah keramik, tetapi juga masih ada rumah yang non permanen.

Dilihat dari kondisi fisik bangunan, rumah di pemukiman liar bantaran rel kereta

api sudah memenuhi standar, hanya saja tanah yang mereka tempati berstatus liar

yaitu tanah milik PT KAI.

18

Wawancara dengan Indri,13 Maret 2016

60

Gambar.2 kondisi rumah dibantaran Kali Anyar kampung Praon tahun

2004

Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Kali Anyar

Gambar 3. Pemukiman Liar di Atas tanah pemakaman di Kadipiro tahun

2003

Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman

61

2. Sanitasi Pemukiman Liar

Salah satu ciri pemukiman kumuh adalah sanitasi yang buruk. Indikator dari

hal tersebut adalah kurang berfungsinya saluran limbah rumah tangga atau saluran

drainase, tidak adanya pembuangan sampah di lingkungan pemukiman dan sarana

MCK yang kurang memadai dari sudut kesehatan.19

Pemukiman liar di atas tanah

pemakaman ditemukan hal serupa, yakni hampir tidak berfungsinya saluran

limbah rumah tangga yang dijadikan satu dengan saluran drainase. Saluran

drainase yang semestinya dapat lancar mengalirkan air limbah rumah tangga tidak

dapat mengalir, akibatnya saluran drainase menjadi kolam-kolam kecil

memanjang di kanan kiri jalan, bahkan di beberapa tempat menjadi satu dengan

tempat sampah. Hal ini menimbulkan pemandangan yang sangat jorok secara

visual dan dampaknya tentu saja adalah sebagai sarang nyamuk yang menjadi

faktor terjangkitnya wabah penyakit.

Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai

virus menular. Berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni

kawasan kumuh, terutama di bantaran sungai Kali Anyar. Penyakit menular yang

sering dijumpai di pemukiman kumuh antara lain diare, penyakit kulit, demam

berdarah. Pola hidup jorok, tidak memperhatikan sanitasi menyebabkan usus

rentan terhadap serangan virus diare.20

19Rindarjono, Moh,Gamal, Slum Kajian Pemukiman Kumuh dalam

Perspektif Spasial. (Yogyakarta: Media Perkasa, 2012), hlm 124.

20 Akhmad Ramdhon, “Kampung (Kota) Kita”, (Yogyakarta:

Almatera.2013) hlm. 119

62

Buruknya keadaan sanitasi lingkungan juga diperparah dengan tidak

tersedianya jamban keluarga, yang ada adalah kamar mandi umum. Kepadatan

suatu kampung perkotaan merupakan suatu ciri khas tersendiri diantara kampung-

kampung yang lain.21

Kepadatan pemukiman liar di Surakarta tidak

memungkinkan setiap kepala keluarga membangun kamar mandi (MCK) didalam

rumah. Pemukiman liar di bantaran rel kereta api, di bantaran sungai kali anyar

dan di atas tanah pemakaman banyak terdapat kamar mandi umum yang kurang

layak pakai.

Tabel 5 . Jumlah Penduduk Pemukiman Liar Kota Surakarta Tahun 2003

No. KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK

1 Banjarsari 1647

2 Serengan 73

3 Laweyan 157

4 Jebres 505

5 Pasar Kliwon 104

Sumber : Community Development Strategi (CDS) Kota Surakarta

21

Ibid, hlm,115.

63

Gambar.4 Kamar mandi Umum di Bantaran Kali Anyar 2004

Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Sungai Kali Anyar

Kamar mandi yang terletak di lokasi pemukiman tidak dapat digunakan

untuk membuang air besar. Kamar mandi tersebut berfungsi untuk mandi dan cuci

saja. Jika mereka ingin membuang air besar, mereka harus membawa air bersih ke

jamban yang berada di pinggiran kali di belakang pemukiman mereka karena di

sanalah letak jamban yang bisa digunakan. Hal yang paling memprihatinkan

adalah perilaku kumuh masyarakat penghuni pemukiman kumuh, yang diajarkan

baik sadar maupun tidak sadar kepada anak-anaknya, diantaranya adalah

menyuruh anak-anaknya untuk buang air besar di saluran air dekat tempat

tinggalnya.22

22

Wawancara dengan Sukidi. 5 Maret 2016

64

3. Sarana Penerangan Warga

Sarana penerangan rumah-rumah warga di pemukiman bantaran Kali

Anyar semuanya sudah menggunakan listrik, walaupun masih ada beberapa yang

menyambung dari tetangga dan tidak ada warga yang menyambung listrik secara

illegal. Pemukiman liar di atas tanah pemakaman dan di sepanjang bantaran rel

kereta api juga telah menggunakan listrik PLN. Penangangan pihak pemerintah

kota Surakarta dalam menangani pemukiman liar di bantaran sungai, tanah PT

KAI maupun di atas tanah pemakaman sangatlah kurang tegas. Jaringan kabel

listrik yang dipasang di kawasan pemukiman liar di tanggul Sungai Kalianyar,

dianggap membahayakan. Para penghuni rumah yang berdiri di tepi tanggul itu,

banyak yang menyambung aliran dari para warga Distrikan maupun Minapadi,

Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Solo. Untuk kebutuhan penerangan,

warga yang berada di tepi tanggul itu nempil (ikut menggunakan) daya listrik

milik warga yang menjadi pelanggan PLN, di utara tanggul. Caranya, mereka

menarik kabel dari rumah penduduk yang tersambung melewati Jalan Popda.23

Warga dapat dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana dari pemerintah

termasuk listrik dari PLN. Hal tersebut membuat semakin tumbuh pesatnya

pemukiman-pemukiman liar di lahan-lahan kosong milik pemerintah.24

23“Membahayakan, Jaringan Listrik Pemukiman Liar” Harian Suara

Merdeka, Sabtu 9 April 2005.

24 Imbauan dari Wali Kota Surakarta soal larangan pemberian pelayanan

fasilitas PLN, Telkom, maupun PDAM kepada warga masyarakat yang berada di

pemukiman liar, seperti bantaran sungai atau tanggul."Imbauan itu tertuang dalam

Surat No 511.3/266 bertanggal 18 Feberuari 2004.

65

4. Sarana jalan di Pemukiman Liar

Jalan-jalan di Pemukiman liar masih dari tanah dan kerikil, khususnya di

bantaran Kali Anyar belum ada Jalan yang di semen maupun aspal. Jalan di

Pemukiman liar bantaran Kali Anyar kurang Lebih hanya 2 meter. Dengan lebar

jalan yang demikian maka akan sulit untuk dilalui kendaran roda empat semacam

mobil. Pemukiman di atas pemakaman juga tak jauh berbeda. Akses jalan menuju

pemukiman liar hanya mempunyai lebar 2m, masih terbuat dari cor semen dan

tanah. Jalan di tanah pemakaman liar ini sangat sempit mobil tidak bisa masuk di

arena ini. Pemukiman liar di bantaran rel kereta api memiliki jalan paling bagus.

Jalan di bantaran rel kereta api ini sudah aspal dan tidak ada jalan dari tanah.

Gambar.5 Akses Jalan di Pemukiman Liar Tanah Pemakaman tahun

2003

Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman

66

5. Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah di pemukiman liar Surakarta kurang terorganisasi.

Untuk membuang sampah warga membuat lobang di samping rumah atau

belakang rumah. Pemukiman bantaran ini tidak tersedia fasilitas pembuangan

sampah maupun sistem pengelolaan sampah. Masyarakat pemukiman di bantaran

Sungai Kali Anyar kebanyakan membuang sampah di sungai. Kurangnya

kesadaran masyarakat akan limbah sampah membuat pemukiman kumuh menjadi

tidak sehat dan lebih terkesan kumuh. Pembuangan sampah di pemukiman liar di

atas pemakaman lebih tertata. Warga pemukiman liar mempunyai satu tempat

khusus untuk membuang seluruh sampah-sampah dari warga pemukiman.

Sampah-sampah tersebut kemudian diambil dan dibuang di TPS kota Surakarta.25

Gambar.6 Pembuangan Sampah di Pemukiman Liar di Tanah

Pemakaman tahun 2003

Sumber : Pemukiman Liar Tanah Pemakaman

25

Wawancara dengan Yossi ,13 Maret 2016

67

C. Kondisi Sosial Ekonomi di Pemukiman Liar

Pada umumnya, masyarakat pemukiman liar di kota Surakarta memiliki

ciri-ciri dominan, yaitu : perilaku menyimpang, dan budaya permukinan kumuh.

Perilaku menyimpang : Kejahatan, kenakalan remaja, pelacuran, mabuk-mabukan,

berjudi dan pemakaian obat terlarang merupakan perilaku yang mudah di jumpai

di Pemukiman kumuh di Surakarta. Tindak kriminalitas tersebut muncul karena

faktor lingkungan yang tidak baik hal itu mengakibatkan tingkat kriminal yang

turun menurun dan mendarah daging di Pemukiman Liar.

Masyarakat pemukiman yang heterogen seperti sepanjang bantaran kali

anyar dan bantaran rel kereta api dengan tingkat kepadatan serta besaran yang luas

menimbulkan dampak negatif dari solidaritas antar masyarakat. Kelompok di

pemukiman liar biasanya memiliki ikatan moral yang kuat dari komunitas

primodial misalnya suku atau daerah yang sama, pekerjaan yang sama, ikatan

darah. Adanya Solidaritas yang kuat ini menimbulkan ikatan sentiment moral

yang mendalam, akibatnya bisa terjadi perang antar kampung atau perang antar

kelompok.26

Penduduk yang tinggal di daerah pemukiman liar Surakarta mayoritas

bekerja di sektor informal, antara lain pedagang asongan, pemulung, tukang

becak, penjahit, tukang parkir, dll. Ada jenis pekerjaan yang mereka sebut sebagai

26

Sugijanto,Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21,(Jakarta:URDI,2011),

hlm 274

68

“pekerja serabutan”, para pekerja ini sebagian bekerja sebagai kuli bangunan,

kernet angkutan dan buruh pasar. Semuanya bekerja berdasarkan kesempatana

yang diberikan kepada mereka dari orang lain, bahkan sebenarnya mereka lebih

banyak menganggur dari pada bekerja setiap minggunya. Keadaan demikian ini

mengakibatkan para pekerja serabutan sangat mudah untuk diajak berbuat

kriminal.27

Budaya pemukiman kumuh sangat melekat di sepanjang bantaran sungai

kota Surakarta. Kehidupan masyarakat pemukiman berbentuk kelompok-

kelompok dan banyak terdapat warung-warung, tempat nongkrong dan tempat

umum untuk aktivitas bersama.28

Kehidupan Masyarakat di pemukiman liar

hampir tidak ditemui kehidupan pribadi yang terpisah. Semua aktivitas dilakukan

secara komunal hampir dalam setiap segi kehidupan.

Kehidupan sosial yang terjadi di pemukiman liar ini sudah cukup baik.

Interaksi sosial antar orang yang satu dengan yang lainnya maupun antar tetangga

dalam satu pemukiman ini terjalin dengan baik. Kepedulian diantara sesama juga

diperlihatkan dalam tatanan sosial di pemukiman liar bantaran Kali Anyar,

pemukiman di atas tanah PT KAI dan Pemukiman liar di atas tanah pemakaman.

Kebersamaan masyarakat pemukiman liar juga terlihat pada kepeduliannya

terhadap lingkungan pemukimannya. Mereka secara swadana mampu untuk

membangun sarana dan prasara di lingkungan pemukiman seperti pembangunan

27

Rindarjono, Moh,Gamal,op.cit,hlm 95

28 Wawancara dengan ,Sukidi,5 Maret 2016

69

jaringan jalan, pembuatan MCK umum dan membuat tiang untuk lampu

penerangan jalan.29

Unsur penting dalam kehidupan sosial masyarakat pemukiman liar adalah

masalah keamanan kampung. Mulai dibangunnya kembali Pos Ronda pada tahun

2004 atas swadana masyarakat dapat mengurangi tingkat kriminalitas yang terjadi

di pemukiman liar.30

Pos ronda di pemukiman liar ini dilakukan setiap malam

yang digilir dan bergantian oleh warga pemukiman liar. Selain meningkatkan

keamanan di pemukiman liar, kegiatan ronda tiap malam dapat meninggatkan

kehidupan sosial masyarakat pemukiman liar.31

Gambar.7 Pos Ronda Yang Terdapat Di Pemukiman Liar Bantaran Sungai

Kali Anyar 2005

Sumber : Pemukiman Liar Bantaran Kali Anyar

29

Wawancara dengan ,Sugeng, 3 April 2016

30 Wawancara dengan, Indri ,13 Maret 2016.

31 Linda Ibrahin,2011,“Kehidupan Sosial Budaya Kota”,(Jakarta:Yayasan

Sugijanto),hlm 270

70

Fenomena yang menarik di pemukiman liar tanah pemakaman Nayu ini

adalah tingginya kepedulian sosial terhadap tindakan kriminal antar warga di

Pemukiman. Tidak hanya di Pemukiman liar tanah pemakaman, Bantaran Kali

Anyar maupun bantaran rel Kereta api ralatif sama. Masyarakat pemukiman liar

sangat menjungjung tinggi kepedulian sosial antar warga, dibandingkan dengan

daerah perkotaan. Kriminalitas di pemukiman liar tanah pemakaman sangat

dilindungi oleh warga sekitar, seperti kasus mabuk-mabukan, perjudian dan

Bandar-bandar penjual minuman keras selalu disembunyikan warga ketika ada

penggerebekan dari kepolisian.32

Dilingkungan pemukiman di tanah pemakaman ini juga sudah ada

pertemuan antar warga untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan kondisi

lingkungannya. Adanya pertemuan warga ini juga memperlihatkan bahwa sosial

antar warga di lingkungan pemukiman berjalan dengan baik apalagi mereka

merupakan masyarakat yang homogen dalam arti mempunyai latar belakang

sosial yang sama.

Kelembagaan yang sudah diikuti oleh warga diantaranya adalah :

1. Kegiatan PKK ibu-ibu yang dilakukan setiap tangaal 15.

2. Pertemuan Bapak-bapak yang dilakukan setiap tanggal 23 malam

3. Karang Taruna. Disini karang taruna untuk remaja kurang begitu aktif,

bahkan karang taruna untuk remaja bisa dikatakan sudah tidak ada. Karang

taruna di pemukiman liar ini hanya ada ketika ada sebuah kegiatan dan

32

Wawancara dengan Indri selaku penghuni pemukiman liar. 13 Maret 2016

71

mendadak ngumpul untuk membahas acara tersebut. Kurangnya kegiatan

pada pemukiman liar tersebut membuat para pemuda terlibat dalam

tindakan-tindakan Kriminal seperti, judi, mabuk-mabukan dan mencopet.

4. Kegiatan Posyandu dilaksanakan tiap minggu pertama

5. Taman Pendidikan Alquran untuk anak-anak dilaksanakan setiap sore di

Masjid

1. Sarana Peribadatan

Sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa, maka kebutuhan rohani juga

diperlukan bagi warga pemukiman liar di Surakarta. Penduduk pemukiman liar di

tanah PT KAI, bantaran sungai Kali Anyar dan Tanah Pemakaman mayoritas

memeluk agama Islam. Warga di sepanjang bantaran rel kereta api mayoritas

memeluk agama Islam, banyak nya kegiatan seperti pengajian, taman pendidikan

Alquran dan Tadarus dikarenakan pemukiman di bantaran rel kereta api tersebut

berdekatan dengan masjid. Jumlah Masjid dan Musola menempati posisi tertinggi

dengan jumlah yang terbanyak karena sebagian penduduk menganut agama islam

yaitu sebesar 25,373 jiwa untuk kelurahan kadipiro dan 15.329 jiwa untuk

kelurahan Nusukan.33

Pemukiman liar di atas tanah pemakaman pada tahun 1998

sama sekali tidak ada kegiatan keagamaan. Mayoritas agama disini adalah Islam

tapi dalam hal kegiatan keagaaman justru masih minim.

33

Pemerintah Kota Surakarta, Monografi kelurahan Nusukan dan

kelurahan Kadipiro tahun 2004, (Surakarta : Badan Pusat Statistik Kota

Surakarta,2004),hlm 5

72

Kurangnya masyarakat dalam hal rohani karena faktor lingkungan yang

mengarah ketindak kriminalitas dan tidak adanya sarana peribadatan (masjid).

Sekitar tahun 2005 warga mulai mendirikan masjid tepat di depan pintu masuk

pemukiman liar. Perubahan sejak adanya masjid tersebut mulai munculnya

kegiatan-kegiatan yang bersifat agama, yaitu pengajian dan taman pendidikan

alquran. Dengan dibangunnya Masjid di pemukiman liar ini sedikit demi sedikit

dapat mengurangi kegiatan-kegiatan anak muda yang merugikan, yaitu minum-

minuman keras dan perjudian.34

2. Tingkat Pendidikan di Pemukiman Liar

Tingkat pendidikan masyarakat penghuni pemukiman kumuh perlu dikaji

untuk melihat jenjang pendidikan formal yang ditempuh masyarakat, kaitannya

dengan kesempatan kerja serta hal-hal lain yang berkaitan dengan ciri-ciri

pemukim di pemukiman liar, serta sikap dan perilakunya. Tingkat pendidikan,

kususnya keluarga diyakini akan lebih mampu mensejahterakan keluarganya

dalam bidang ekonomi. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan, akan

semakin baik jenis pekerjaan yang didapatkannya, serta semakin baik pula tingkat

pendapatannya.

34

Wawancara dengan Yossi 13 Maret 2016

73

Tabel 6. Presentase Tingkat Pendidikan di daerah pemukiman liar

Surakarta tahun 1998-200535

No

.

TINGKAT

PENDIDIKAN

PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA

TAHUN 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1 TIDAK

TAMAT SD

25,9 22,4 16.3 14,9 10,5 7,3 5,5 0.3

2 TAMAT SD 66,8 61 40.6 39,7 35,8 21,7 15,2 5,0

3 TAMAT SLTP 5,9 14,8 37.8 38.0 30,1 40,2 36,4 33,9

4 TAMAT

SLTA

1,4 1.8 5.3 7.4 23,6 30,8 41,2 55.2

5 TAMAT DI - - - - - - - -

6 TAMAT D3 - - - - - - 1,7 2,1

7 TAMAT S1 - - - - - - - 3,5

JUMLAH 100 %

Sumber :Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan

(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)

Data di atas memperlihatkan bahwa penduduk dengan latar belakang

pendidikan dasar di pemukiman liar Surakarta berjumlah lebih dari 50 % dan

turun setiap tahunya. Hal ini memberikan gambaran bahwa para pemukim ini

memang kurang memiliki ketrampilan pengetahuan untuk hidup di kota.

Keterbatasan ijasah yang dimiliki, maka mereka tidak dapat masuk di sektor

formal. Mereka yang memiliki kesadaran untuk tetap hidup dan memberikan

35

Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan

(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)

74

penghidupan kepada keluarganya akhirnya menjadi pekerja di sektor informal.

Pemukim yang berhasil tamat pendidikan tingkat menengah mencapai 37,8. Pada

tingkat menengah mereka bekerja sebagai buruh pabrik, karena sektor formal ini

salah satu syaratnya adalah ijasah SLTP.

Pemukim di bantaran rel kereta api milik PT KAI memperlihatkan kondisi

yang lebih baik jika dibandingkan dari daerah pemukiman di tanah pemakaman.

Di daerah bantaran rel kereta api pemukim yang berpendidikan dasar tidak

sebanyak di daerah pemukiman tanah pemakaman. Pemukim dengan bekal dasar

dan tidak tamat SD hanya selisih sedikit dengan daerah pemukim pemakaman liar.

Pemukim di bantaran rel kereta api ini cukup baik dalam tingkat SLTA.

Pemukiman bantaran rel kereta api ini berhasil kejenjang pendidikan tinggi.

Mereka bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta, walaupun jumlahnya masih

sedikit, namun pemukim ini cukup mendominasi ide-ide untuk perbaikan

kampungnya.

Fenomena yang hampir sama dengan pemukiman liar di tanah pemakaman

adalah di daerah bantaran kali anyar kampung praon. Tingginya pemukim yang

tamat pendidikan dasar mencapai 48,2%, hal ini mempengaruhi tingkat pekerjaan

di bantaran kali anyar di sektor informal. Tingginya pemukim yang tamat SD

bahkan yang tidak tamat SD menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap

tingginya pekerja yang bekerja di sektor informal, kususnya mereka yang bekerja

75

sebagai pemulung, sedangkan sisanya bekerja sebagai kuli bangunan,pedagang

warung, tukang becak dan serabutan.36

Apabila tingkat pendidikan juga mencerminkan jenis pekerjaan, dengan

kata lain masyarakat yang berhasil meraih pendidikan formal tingkat SLTA akan

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan mereka yang hanya lulus

SD, maka hal tersebut tidak seratus persen tepat pada daerah pemukiman liar di

Surakarta. Para pemukim yang bekerja serabutan tergolong orang yang bekerja

pada daerah remang-remang. Para pemukim yang mengaku sebagai serabutan,

mereka tidak pernah mengaku jenis pekerjaan apa yang biasa mereka geluti,

namun dari penampilan fisik, para pekerja serabutan di pemukiman liar mereka

bukanlah orang yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Para pekerja serabutan

tersebut biasanya bekerja sebagai, preman,psk,dan pengedar narkoba.37

3. Mata Pencaharian

Untuk melihat distribusi pekerjaan berdasarkan jenis pekerjaan yang

digeluti para pemukim di pemukiman liar, tidak lepas dari adanya dua kerangka

36

Pemerintah Kota Surakarta, Surakarta dalam angka 2002, (Surakarta :

Badan Pusat Statistik Surakarta 2002) hlm 5.

37Saliman,2000,“Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang

Hubungannya Dengan Keberfungsian Keluarga”,Skripsi,Universitas Trisakti.

76

teori yang menyangkut bidang pekerjaan tersebut, yakni teori marjinalitas dan

teori ketergantungan.38

Teori marjinalitas melihat bahwa fenomena pemukiman kumuh

merupakan hasil dari adanya mobilitas permanen penduduk daerah pedesaan

menuju perkotaan, baik secara ekonomi sosial maupun budaya. Teori marjinalitas

ini mengatakan, para pemukim adalah orang-orang yang boros, konsumtif, cepat

merasa puas, tidak memiliki orientasi pasar yang ada adalah orientasi komunal.

Secara budaya pemukiman kumuh masih membawa budaya tradisional yang

mereka bawa dari daerah asalnya dan cenderung terkungkung dalam budaya

kemiskinan. Secara politik, teori marjinalitas menyatakan bahwa para penduduk

miskin kota berwatak apatis secara politik, mereka tidak ingin berpartisipasi

dalam bidang politik dan mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan revolusioner.

Teori yang kedua yakni teori ketergantungan memperlihatkan

kebalikannya. Teori ketergantungan ini sangat berbeda dengan teori marjinalitas,

didalam teori ini ketergantungan diungkapkan bahwa penghuni pemukiman

kumuh secara sosial, ekonomi dan budaya berintegrasi dengan kehidupan

masyarakat kota. Secara singkat teori ketergantungan menyimpulkan bahwa

penghuni pemukiman kumuh merupakan kelompok masyarakat yang secara sosial

di tolak, secar budaya dihinakan, secara ekonomis diperas dan secara politik

ditekan oleh struktur dominan masyarakat yang ada.

38

Richard Robison (1985). “Kesenjangan antara Modal Golongan

Ekonomi Kuat dan Lemah di Indonesia”. Jakarta. Majalah Prisma No.6/1985,

LP3ES.

77

Pemukiman liar di sepanjang bantaran rel kereta api termasuk kedalam

wilayah kelurahan kadipiro dan nusukan dimana kelurahan Kadipiro merupakan

kelurahan terluas di Kecamatan Banjarsari dengan pembangunan berbagai sektor

pembangunan sarana-prasarana pendidikan,perhubungan, pusat-pusat

perbelanjaan, pabrik, secara tidak langsung dapat meningkatkan tingkat

perekonomian penduduk karena dapat menyerap tenaga kerja atau untuk

membuka peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan. Pengaruh secara

langsung dapat dilihat dengan adanya pembangunan pusat-pusat perdangangan

adalah tampak dari pola mata pencaharian penduduk dengan memiliki jenis

perkerjaan di bidang Buruh(pemulung, kuli, tukang batu), jasa (rumah tangga,

tukang cukur, sol sepatu) pedagang dan tukang parkir.39

Mata pencaharian penduduk di sepanjang rel kereta api joglo mayoritas

terdapat di bidang jasa dan pedagang keliling. Hal ini disebabkan tingkat

pendidikan yang rendah sehingga tidak menungkinkan untuk mendapatkan

pekerjaan dengan standar tingkat pendidikan SD, Mata pencaharian yang

dimasukan dalam bidang jasa antara lain pembantu rumah tanga, tukang cukur,

tukang parkir, penjahit, sol sepatu.

Daerah pemukiman kumuh yang berpusat didaerah kegiatan, yakni di

pemukiman liar sepanjang rel kereta api Joglo sebagian besar penduduknya

bermata pencaharian sebagai pedagang keliling.40

Pedagang keliling di

39

Wawancara dengan Tulus, 13 Maret 2016

40 Wawancara degan Mulato, 27 Desember 2015

78

pemukiman liar bantaran real kereta api ini kebanyakan dari orang Madura, mulai

tahun 1998 para pendatang khususnya orang Madura mulai menempati rumah-

rumah di bantaran rel kereta api.41

Pekerjaan para pendatang tersebut kebanyakan

sebagai pedagang sate keliling, penjual nasi goreng, penjual hik dan buruh di

pasar. Tempat berjualan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka, biasanya

sekitar jalan raya, antar kampung dan jualan dirumah. Mayoritas pekerjaan warga

pemukiman di bantaran rel kereta api ini di sektor informal. Hal ini

memperlihatkan para pemukin berasal dari pedesaan, namun tidak diikuti oleh

keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk hidup di kota, sehingga

mereka tidak bisa ambil bagian bekerja di sektor formal, seperti kerja di

perusahaan-perusahaan dan pemerintahan.42

Satu-satunya kemungkinan bagi mereka adalah bekerja di sektor informal,

seperti menjadi pedagang keliling, pedagang asongan, dan pedagang kecil yang

tidak memerlukan keahlian tertentu. Apabila dikaitkan pemukiman liar mereka

yang berada di pusat kegiatan, tidak terlepas dari unsure jarak. Kemudahan

mereka untuk sampai ditempat mereka mencari nafkah sehari-hari tidak

memerlukan biaya transportasi, dengan demikian pengeluaran untuk transportasi

tidak ada dan pengeluaran sehari-hari dapat ditekan.

Untuk masyarakat Pemukiman liar di atas tanah pemakaman yang terdapat

di Nayu fenomena yang terjadi relatif sama. Warga yang ada di atas tanah

41

Wawancara dengan Muji, 12 Maret 2016

42 Sarosa, Mengetengahkan yang Terpinggirkan : Ekonomi Informal

Perkotaan, (Jakarta: LPFE UI , 2011), hlm 235.

79

pemakaman ini memiliki pekerjaan yang berbeda dari yang ada di bantaran rel

kereta api. Mayoritas pekerjaan masyarakat pemukiman liar ini berporfesi sebagai

pemulung barang-barang bekas, pengamen, pengemis dan kuli bangunan.43

TABEL 7. PRESENTASE JENIS PEKERJAAN DI DAERAH

PEMUKIMAN LIAR SURAKARTA TAHUN 1998-2005.44

No. Jenis

Pekerjaan

PEMUKIMAN LIAR DI SURAKARTA

TAHUN 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1 Sektor Formal 0,7% 0,5% 1% 2,6% 6,4% 6,8% 8.2% 8,4%

2 Sektor

Informal

99,3% 99,5% 99% 97.4% 93,6% 93,2% 91,8% 91,6%

JUMLAH 100 %

Sumber :Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan

(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)

Fenomena para pekerja di sektor informal yang cukup menarik di daerah

ini adalah munculnya para pemulung sampah dan pengepul sampah. Para

pemulung sampah adalah mereka yang mengambil sampah dari berbagai tempat

sampah di lingkungan pemukiman dan berbagai tempat sampah di kota,

sedangkan para pengepul sampah adalah mereka yang menerima sampah-sampah

yang sudah dipilah-pilah oleh warga dan kemudian dijual ke pabrik-pabrik.45

43

Wawancara dengan Sugeng, 3 April 2016

44 Data Olahan Monografi Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan

(Badan Pusat Statistik Kota Surakarta 1998-2005)

45Suparlan, Kemiskinan Perkotaan,(Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm

192.

80

Pemulung bagi sebagian orang adalah pekerjaan yang cukup menjajikan,

tanpa harus memiliki keahlian khusus, serta tidak perlu ijazah formal.Pemulung

yang ada di tanah pemakaman terbagi dalam dua sistem, yang pertama adalah

mereka para pemulung yang tidak memiliki juragan (artinya mereka bebas

menjual hasil pekerjaannya kepada lapak-lapak yang mereka inginkan), yang

kedua adalah para pemulung yang sudah memiliki juragan, sehingga mereka harus

menjual hasil mulung kepada juragannya. Para pemulung yang mempunyai

juragan biasanya diberi fasilitas oleh juragannya. Para pemulung tersebut

disediakan transportasi atau dipinjami becak untuk berkeliling mencari dan

menampung hasil dari memulung tersebut.

Para pemulung yang hidup sebagai pemukim di pemukiman kumuhlah

yang membersihkan dan menfaatkan sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam

masyarakat kota. Dengan memulung, mereka memilah-milah sampah yang ada

dan kemudian menjadi pasokan bahan mentah yang murah bagi industri, mereka

menyumbang dalam kegiatan ekonomi kota, serta ikut serta melestarikan

lingkungan hidupnya.

Keadaan yang sangat berbeda terdapat di pemukiman liar bantaran Kali

Anyar, rata-rata penduduknya bekerja di sektor informal, kelompok terbanyak

adalah pekerja serabutan, kemudian pekerja pabrik, tukang becak dan kuli

bangunan.46

Sorotan utama dalam hal ini adalah tingginya pekerja yang mengaku

sebagai pekerja serabutan. Berdasarkan kemampuan financial dan tempat

46

Wawancara dengan Bagong,10 April 2016

81

tinggalnya maka tidak mungkin mereka memiliki pendapatan yang rendah.

Masyarakat Pemukiman liar di bantaran Kali Anyar banyak yang mempunyai

usaha seperti bengkel, tukang las, pembuatan roti, sangkar burung, dan jualan

rosok.

4. Pendapatan

Ukuran yang paling umum dipakai dalam mengukur besarya kemampuan

ekonomi masyarakat adalah besarnya pendapatan perkapita masyarakat atau

rumah tangga. Besarnya pendapatan perkapita dihitung dengan cara membagi

jumlah pendapatan total rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga, sehingga

akan diperoleh nilai rata-rata hasil individu anggota keluarga. Dengan demikian,

dapatdiperkirakan besarnya beban ekonomis dan pertimbangannya dengan rata-

rata perolehan pendapatan suatu rumah tangga.

Pendapatan perkapita rumah tangga ini didasarkan atas dua pengukuran:

pertama, pengukuran perkapita rumah tangga berdasarkan tingkat kemiskinan

yang mengacu pada kebutuhan konsumsi beras, yakni pengukuran setara dengan

beras menurut tingkat kecukupan kebutuhan konsumsi makanan pokok laki-laki

dewasa yang Kedua dengan menggunakan standar pendapatan perkapita

masyarakat perkotaan dari world bank yakni pendapatan rata-rata perkapita

minimal us$370.47

Apabila menggunakan pengukuran tingkat pendapatan

47

Rindarjono, Moh,Gamal,op.cit, hlm.110,

82

perkapita dari world bank, maka semua masyarakat pemukiman liar termasuk

kedalam kategori miskin. Oleh karena itu, untuk lebih mendekati, pengukuran

yang ada di lapangan menggunakan pengukuran yang pertama, dari pengukuran

tersebut dapat diketahui tingkat pendapatan perkapita masing-masing daerah

penelitian.

Tingkat pendapat penduduk juga menjadi salah satu faktor munculnya

Pemukiman-pemukiman liar di Surakarta. Tinggi rendahnya pendapatan akan

mempengaruhi penduduk dalam memilih lokasi tempat tinggal sesuai

kebutuhannya. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin baik pula

tempat tinggal yang dibutuhkan. Sebaliknya dengan tingkat pendapatan yang

rendah maka penduduk akan memilih lokasi tempat tinggal yang sesuai dengan

kemampuan daya belinya.48

Harga lahan juga akan mempengaruhi masyarakat

untuk menentukan lokasi tempat tinggal mereka karena disesuaikan dengan

kondisi ekonomi penduduk. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan

pemukiman yaitu harga tanah, kemampuan daya beli penduduk setempat,

lapangan penghidupan, transportasi dan komunikasi setempat.49

Dengan daya beli

yang rendah penduduk hanya akan mampu membeli rumah atau tanah pada

lokasi-lokasi yang sebenarnya tidak layak untuk pemukiman. Begitu pula dengan

penduduk yang bermukim di pemukiman bantaran rel kereta api, di bantaran Kali

48

Paulus Harion, Sosiologi Kota Untuk Arsitek, (Jakarta:Bumi

Aksara,2007), hlm183.

49 Sumaatmadja, Nursid, Studi geografi : suatu pendekatan dan analisa

keruangan, (Bandung: Bandung Alumni,1988), hlm 192.

83

Anyar dan di tanah tanah pemakaman dengan melihat jenis mata pencahariannya

dapat dikatakan bahwa tigkat pendapatannya relatif rendah, sehingga penduduk

hanya mampu membeli tanah-tanah liar pemerintah yang harganya lebih murah

dibandingkan harga tanah resmi.

Pada pemukiman liar tingkat pendapatan dibedakan menjadi 3 kategori

didasarkan pada pendapatan tertinggi dan pendapatan terendah. Ketiga kategori

tersebut adalah :

1). Pendapatan rendah yaitu Rp 300.000,00-Rp500.000,00

2). Pendapatan sedang yaitu Rp 500.000,00-Rp 1000.000,00

3). Pendapatan tinggi yaitu Rp 1000.000,00-Rp 2000.000,00

Pemukiman liar di tanah pemakaman yang mayoritas bekerja di sektor

informal mempunyai pendapatan rendah yaitu kisaran Rp500.000,00.50

Pendapatan perkapita warga pemukiman liar tanah pemakaman mencerminkan

fenomena penduduk miskin kota. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah

penduduknya yang masuk kategori pendapatan rendah. Pendapatan rendah ini

didominasi oleh pedagang keliling, tenaga buruh nyuci, pembantu dll. Penduduk

dengan tingkat pendapatan sedang mewakili golongan menengah. Pendapatan

sedang ini ditempati para pemukim yang bekerja di sektor informal seperti sopir,

satpam, tenaga pabrik dll. Para pemukim yang berhasilan sedang ini justru tidak

memiliki pekerjaan sampingan apapun. Mereka hanya mengandalkan gaji/upah

50

Wawancara dengan Sugeng 3 April 2016

84

yang mereka terima dari tempat mereka bekerja. Para Pemukim ini menganggap

gaji/upah mereka sudah cukup untuk menghidupi keluarganya, dan lebih memilih

meluangkan waktu yang tersisa untuk bersosialisasi dengan tetangga kanan kiri

dari pada untuk mencari sumber ekonomi yang lain.

Fenomena yang menarik adalah penduduk yang masuk dalam kategori

berpendapatan tinggi. Penduduk pemukiman liar yang masuk dalam pendapatan

tinggi yaitu adalah pemukiman yang bekerja sebagai pengemis , pengepul barang

bekas dan penjual minuman keras. Penjual minuman keras di pemukiman liar ini

setiap harinya bisa mendapatkan untuk Rp 100,000/ hari.51

Tingginya permintaan

minuman keras di pemukiman liar membuat para penjual minuman keras

termasuk kedalam kategori pemukim berpendapatan tinggi. Tingginya anak putus

sekolah pada tahun 2000 di pemukiman liar tanah pemakaman ini membuat

semacam kebudayaan turun menurun kepada lingkungan pemukiman liar.

Tingginya pendapatan sebagai pengemis dan pemulung ini membuat anak-anak di

pemukiman liar sudah bekerja sebagai pengemis dan mengumpulkan barang-

barang bekas dari sisa-sisa sampah kota Surakarta.52

Banyak anak-anak di

pemukiman liar tanah pemakaman yang hanya lulusan SD dan SMP. Mereka lebih

memilih bekerja dan tidak mau melanjutkan pendidikannya.53

51

Wawancara dengan Indri 13 Maret 2016

52 Wawancara dengan Sugeng 3 April 2016

53 Wawancara dengan Andri,13 Maret 2016

85

Dibantaran Kali Anyar kebanyakan berprofesi sebagai tukang batu dan

buruh. Pendapatan buruh dan tukang batu masyarakat bantaran ini tiap harinya

hanya Rp 25000- Rp 40000.54

Di daerah bantaran Kali Anyar Praon merupakan

daerah pusat kegiatan, pendapatan perkapita penduduk mencerminkan fenomena

penduduk miskin kota. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah penduduk

berpenghasilan rendah hingga mencapai 80 %. Hal tersebut menunjukkan

hubungan yang signifikan apabila dilihat pula bahwa 80% penduduk nya bekerja

di sektor informal dan hampir separuh dari mereka bekerja sebagai pedagang

keliling, tukang batu, pedagang nasi goreng dan buruh.

Mulai munculnya industri-industri kreatif rumah tangga dan usaha-usaha

kecil pada tahun 2005 mampu meningkatkan pendapatan warga pemukiman

liar.55

Munculnya wirausaha masyarakat Bantran rel kereta api seperti tukang las,

bengkel montor,juragan nasi goreng dan pengusaha bambu mampu meningkatkan

standar kehidupan masyarakat di pemukiman liar.

54

Wawancara dengan Bagong 10 April 2016

55 Wawancara dengan Tri Makno 24 April 2016