BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

30
BAB III DASAR TEORI 3.1. Geologi Lingkungan Walaupun pembangunan kita perlukan untuk mengatasi banyak masalah, termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman menunjukan, pembangunan dapat dan telah mempunyai dampak negatif. Dengan adanya dampak negatif tersebut, haruslah kita waspada. Pada suatu pihak kita tidak boleh takut untuk melakukan pembangunan, karena tanpa pembangunan kita pasti ambruk. Pada lain pihak kita harus memperhitungkan dampak negatif dan berusaha menekannya menjadi sekecil-kecilnya. 24

description

geologi lingkungan dapat diartikan sebagai penerapan informasi geologi dalam pembangunan terutama untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk meminimalkan degradasi lingkungan sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dari pemanfaatan sumberdaya alam. geologi lingkungan dapat diartikan sebagai penerapan informasi geologi dalam pembangunan terutama untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk meminimalkan degradasi lingkungan sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dari pemanfaatan sumberdaya alam. geologi lingkungan dapat diartikan sebagai penerapan informasi geologi dalam pembangunan terutama untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk meminimalkan degradasi lingkungan sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dari pemanfaatan sumberdaya alam. geologi lingkungan dapat diartikan sebagai penerapan informasi geologi dalam pembangunan terutama untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk meminimalkan degradasi lingkungan sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dari pemanfaatan sumberdaya alam.

Transcript of BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

Page 1: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Geologi Lingkungan

Walaupun pembangunan kita perlukan untuk mengatasi banyak

masalah, termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman menunjukan,

pembangunan dapat dan telah mempunyai dampak negatif. Dengan adanya

dampak negatif tersebut, haruslah kita waspada. Pada suatu pihak kita tidak

boleh takut untuk melakukan pembangunan, karena tanpa pembangunan kita

pasti ambruk. Pada lain pihak kita harus memperhitungkan dampak negatif

dan berusaha menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Pembangunan itu harus

berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai

pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan itu.

Dengan pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan dapat

berkelanjutan.

24

Page 2: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

25

Gambar 3.1. Kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara di Samarinda

Pada hakekatnya hubungan antara ilmu geologi dan lingkungan tidak

dapat dipisahkan, mengingat permasalahan lingkungan yang muncul sebagai

akibat dari eksploitasi sumberdaya alam merupakan subyek dan obyek dari

ilmu geologi. Geologi lingkungan pada awalnya merupakan ilmu yang

kurang mendapat perhatian dari para ahli teknik maupun para pembuat

kebijakan, namun dengan bertambahnya populasi manusia di planet bumi

serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu manusia

mengeksplorasi dan eksploitasi kekayaan sumberdaya alam secara besar-

besaran yang pada gilirannya berdampak pada kelangkaan sumberdaya alam

serta kerusakan lingkungan. Gambar 3.1. merupakan salah satu contoh

kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan batubara di

Samarinda, Kalimantan Timur.

Sebagai akibat dari eksplotasi sumberdaya alam, yang tidak

mengindahkan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang

berkelanjutan telah mengakibatkan beberapa wilayah di muka bumi

mengalami penurunan kualitas lingkungan. Oleh karenanya, pengetahuan

geologi lingkungan sangat diperlukan sebagai upaya memanfaatkan

sumberdaya alam dan energi secara efisien dan efektif untuk memenuhi

kebutuhan perikehidupan manusia masa kini dan masa mendatang dengan

seminimal mungkin mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

Dengan kata lain geologi lingkungan dapat diartikan sebagai penerapan

informasi geologi dalam pembangunan terutama untuk meningkatkan kualitas

Page 3: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

26

lingkungan dan untuk meminimalkan degradasi lingkungan sebagai akibat

perubahan-perubahan yang terjadi dari pemanfaatan sumberdaya alam.

3.2. TPA Sampah

3.2.1. Pengertian Sampah

Secara umum sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia

atau proses alam yang berbentuk padat. Penghasil sampah adalah

setiap orang atau akibat proses alam yang menghasilkan sampah.

Hampir semua sampah bisa didaur ulang baik untuk pupuk atau

lainnya. Sampah merupakan material (baik padat atau cairan) sisa yang

tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah

diklasifikasikan lagi, Sampah padat adalah segala bahan buangan

selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah

rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan

lain-lain. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar

datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah),

misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua

produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan

jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Jenis-

jenis sampah dapat dibedakan sebagai berikut:

Page 4: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

27

3.2.1.1. Jenis sampah berdasarkan sumbernya

A. Sampah alam

Sampah yang diproduksi di alam mengalami proses daur

ulang alami, misalnya daun-daun kering di hutan yang

terurai menjadi tanah.

Gambar 3.2. Sampah alam

B. Sampah manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah

yang biasa digunakan untuk sampah dari hasil-hasil

pencernaan manusia, seperti feses dan urine.

C. Sampah konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh

manusia pada saat menggunakan barang. Dengan kata lain

sampah konsumsi adalah sampah-sampah yang dibuang ke

tempat sampah.

Page 5: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

28

Gambar 3.3. Tempat sampah penampung sampah konsumsi manusia

D. Sampah nuklir/radioaktif

Sampah nuklir adalah zat radioaktif yang sudah tidak dapat

digunakan lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena

zat radioaktif atau menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat

difungsikan/dimanfaatkan.

Gambar 3.4. Sampah nuklir

E. Sampah industri

Sampah industri adalah sampah yang berasal dari seluruh

rangkaian proses produksi bahan-bahan kimia,

serpihan/potongan bahan untuk membuat kertas, kayu,

plastik, kain yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan.

Page 6: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

29

Gambar 3.5. Sampah industri

F. Sampah pertambangan

Sampah pertambangan berasal dari daerah pertambangan

dan jenisnya tergantung pada jenis usaha pertambangan itu,

misalnya batubara, tanah cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran

(arang), dan lain-lain.

Gambar 3.6. Sampah pertambangan

3.2.1.2. Jenis sampah berdasarkan sifatnya

A. Sampah organik/dapat diurai (degradable), yaitu sampah

yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,

daun-daunan kering, dan sebagainya.

Page 7: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

30

Gambar 3.7. Sampah Organik

B. Sampah anorganik tidak terurai (undegradable), yaitu

sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah

pembungkus makanan, kertas, plastik, mainan, botol dan

gelas minuman, kaleng, kayu dan sebagainya.

Gambar 3.8. Sampah anorganik

3.2.1.3. Jenis sampah berdasarkan bentuknya

A. Sampah padat

Sampah padat adalah segala bahan bungan selain kotoran

manusia, urine, dan sampah cair. Dapat berupa sampah

rumah tangga misalnya sampah dapur, sampah kebun,

plastik, metal, gelas, dan lain-lain.

Page 8: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

31

B. Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan

tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat

pembuangan sampah.

Gambar 3.9. Sampah/limbah cair

3.2.2. Metode Pengolahan Sampah

Ada beberapa metode dalam proses pengolahan sampah menurut

Montgomery (Environmental Geology, 2003) yaitu dengan memakai

metode Open Dumps, metode Sanitary Landfills (pengurukan),

Incineration (insinerasi), dan Ocean Dumping (membuang ke dasar

laut) dan salah satu upaya mereduksi volume sampah yaitu dengan

proses pendauran ulang (recycle).

A. Open Dumps

Metode yang sudah ditetapkan sejak dulu untuk pengolahan

sampah yang menuntut usaha dan biaya yang minimum ialah Open

Dumps. Cara ini cukup sederhana yaitu dengan membuang sampah

pada suatu legokan atau cekungan tanpa mengunakan tanah

sebagai penutup sampah. Cara ini sudah tidak direkomendasi lagi

oleh Pemerintah RI karena tidak memenuhi syarat teknis suatu

Page 9: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

32

TPA Sampah. Open Dumps tidak sedap dipandang, tidak

bersanitasi, dan pada umumnya berbau; mengundang tikus,

serangga, dan hama lainnya, dan sangat berpotensi terjadinya

kebakaran. Air permukaan yang menapis melalui sampah dapat

melarut, atau leach (air lindi), zat-zat kimiawi yang berbahaya

dapat terbawa dari lokasi pembuangan ke aliran sungai permukaan

atau meresap ke dalam air tanah. Sampah-sampah di lokasi Open

Dumps dapat juga berserakan akibat angin dan air, dan beberapa

gas yang naik dari tempat pembuangan dapat berupa racun. Pada

metode Open Dump limbah ditumpuk sedikit demi sedikit untuk

mengendalikan polusi atau estetika. Limbah ditempatkan

sedemikian rupa sehingga tidak tersentuh atau dengan cara dibakar.

Jenis pengolahan limbah secara Open Dump dapat menjadi sumber

polusi kesehatan, bencana dan degradasi lingkungan.

Gambar 3.10. TPA sampah Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, yang

menggunakan metode Open Dump. Lokasi ini seharusnya tidak layak

dimanfaatkan sebagai TPA apalagi dengan menggunakan metode Open Dump

sebab base atau dasar litologinya berupa batugamping.

Page 10: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

33

B. Sanitary Landfills (pengurukan)

Sanitary Landfill adalah suatu metode pengolahan dan penempatan

bahan limbah diatas tanah dengan cara mengemasnya menjadi

bagian-bagian kecil yang kemudian ditutup dengan suatu lapisan

tanah penutup. Pemadatan dan penutupan lapisan tanah dilakukan

dengan menggunakan bulldozer atau alat-alat berat. Limbah padat

ditempatkan pada tempat yang telah disediakan kemudian

dipadatkan atau dibakar agar supaya volume limbahnya menjadi

kecil sehingga lokasi pembuangan limbah bisa berumur lebih

panjang. Keuntungan metoda ini adalah bekas lokasi tempat

pengolahan limbah yang telah ditutup dapat dimanfaatkan untuk

keperluan lainnya. Contohnya bekas TPA sampah yang

menggunakan metoda pengolahan sanitary landfill yaitu di Kota

Evanston, Illinois, Amerika Serikat, dimana pada tahun 1965 telah

dibangunnya area ski “Mount Trashmore” diatas tutupan lapisan

tanah pengurukan sampah.

Page 11: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

34

Gambar 3.11. Skema sanitary landfill (kiri), area ski Mt Trashmore di

Evanston, Amerika Serikat, yang dulu merupakan dump station (kanan)

C. Incineration (insinerasi)

Insinerasi atau pembakaran sampah (incineration) adalah teknologi

pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan organik.

Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya

didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi material

sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran,

partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari

polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa

dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.

Insinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%,

tergantung komposisi dan derajat recovery sampah. Ini berarti

insinerasi tidak sepenuhnya mengganti penggunaan lahan sebagai

area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi volume

sampah yang dibuang dalam jumlah yang signifikan.

Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis

sampah seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah

berbahaya di mana patogen dan racun kimia bisa hancur dengan

temperatur tinggi.

Insinerasi sangat populer di beberapa negara seperti Jepang di

mana lahan merupakan sumber daya yang sangat langka. Denmark

dan Swedia telah menjadi pionir dalam menggunakan panas dari

insinerasi untuk menghasilkan energi. Di tahun 2005, insinerasi

Page 12: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

35

sampah menghasilkan 4,8% energi listrik dan 13,7% panas yang

dikonsumsi negara itu. Beberapa negara lain di Eropa yang

mengandalkan insinerasi sebagai pengolahan sampah adalah

Luksemburg, Belanda, Jerman, dan Prancis.

Gambar 3.12. Fasilitas insinerasi SYSAV di Malmö, Swedia yang

mampu mengatasi sampah rumah tangga hingga 25 metrik ton perjam

D. Ocean Dumping (Membuang ke dasar laut)

Sebuah metode yang berbeda dengan insinerasi darat, yang

dikembangkan selama dua dasawarsa terakhir adalah insinerasi di

laut terbuka. Setelah pembakaran, bahan yang tidak terbakar hanya

dibuang di laut. Metode ini telah diterapkan untuk timbunan

limbah kimia yang sangat berbahaya. Sebuah laporan Badan

Perlindungan Lingkungan di Amerika Serikat pada tahun 1981

menjelaskan teknik ini sebagai sesuatu yang "menjanjikan" untuk

berbagai alasan, dan membuat pernyataan bahwa "ia memiliki

Page 13: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

36

dampak minimal pada lingkungan dengan memindahkan lokasi

pembuangan jauh dari daerah-daerah berpopulasi sehingga emisi

diserap oleh lautan," dan mencatat bahwa insinerator lepas pantai

tersebut yang "tidak dirugikan oleh persyaratan kontrol yang

berbasis lahan per unit" bisa juga sangat hemat biaya. Keinginan

metode ini jelas tergantung pada satu sudut pandang. Tidak

masalah jika karbon dioksida akan ditambahkan ke udara di atas

tanah atau di atas air, tetapi masih memberikan kontribusi terhadap

meningkatnya kadar karbon dioksida di atmosfer. Benar bahwa

membuang residu padat di laut dapat menempatkannya keluar dari

pandangan orang, tetapi jika bahan-bahan beracun hadir dan

dibiarkan tidak terbakar, hal tersebut dapat berkontribusi pada

pencemaran lautan dimana sekarang dunia ternyata semakin

menggunakannya sebagai sumber konsumsi.

Gambar 3.13. Ocean Dumping

E. Recycling (Mendaur ulang)

Walaupun sudah disediakan tempat pembuangan akhir untuk

menimbun limbah (sampah) padat yang dihasilkan oleh warga

Page 14: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

37

kota, namun karena limbah yang dihasilkan terus bertambah maka

tempat pembuangan akhir (TPA) makin meluas. Dengan

bertambah luasnya tempat pembuangan akhir berarti akan makin

mengurangi luas daratan yang dapat dimanfaatkan untuk daerah

pemukiman, daerah industri, daerah pertanian dan lain-lainnya.

Mengingat akan hal ini maka perlu pemikiran lebih lanjut

bagaimana mengurangi jumlah limbah padat dengan

memanfaatkan kembali limbah padat tersebut untuk kepentingan

manusia melalui proses daur ulang limbah (bahan buangan) padat,

sekaligus sebagai usaha untuk mengurangi pencemaran daratan.

Gambar 3.14. Proses daur ulang

Pemanfaatan kembali limbah padat ternyata banyak memberikan

keuntungan bagi kehidupan manusia. Limbah (bahan buangan)

padat yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali

melalui proses daur ulang, menjadi bernilai ekonomis. Beberapa

cara pemanfaatan kembali limbah padat dapat dilihat pada tabel

3.1.

Page 15: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

38

Tabel 3.1. Limbah padat dan pemanfaatannya kembali

Limbah Pemanfaatannya kembali (daur ulang)

Kertas 1. Dibuat bubur pulp untuk bahan kertas

2. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan

pengisi, bahan isolasi

3. Dinsenerasi sebagai penghasil panas

Bahan Organik 1. Dibuat kompos untuk pupuk tanaman

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas

Tekstil/pakaian (bekas) 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan

pengisi, bahan isolasi

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas

3. Disumbangkan kepada yang memerlukan

Gelas 1. Dibersihkan dan dipakai lagi (botol)

2. Dihancurkan untuk digunakan lagi sebagai

bahan pembuat gelas baru

3. Dihancurkan dan dicampur aspal untuk

pengeras jalan

4. Dihancurkan dan dicampur pasir dan batu untuk

pembuatan bata semen

Logam 1. Dicor untuk pembuatan logam baru yang dapat

digunakan untuk berbagai macam keperluan

2. Langsung digunakan lagi bila keadaannya

masih baik dan memungkinkan

Karet, kulit dan plastik 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan

pengisi, isolasi

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas

3.2.3. Pencemaran TPA Sampah

Page 16: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

39

Timbunan sampah pada daerah TPA dapat

mengganggu/mencemari karena dapat menyebabkan lindi (air

sampah), bau dan merusak keindahan. Timbunan sampah juga

menutupi permukaan tanah sehingga tanah tidak bisa dimanfaatkan.

Timbunan sampah bisa menghasilkan gas nitrogen, asam sulfida,

logam, raksa, krom, dan arsen. Pada timbunan sampah bisa timbul

pencemaran tanah/gangguan terhadap mikroorganisme tanah,

tumbuhan serta merusak struktur permukaan dan tekstur tanah. Limbah

lainnya adalah oksida logam, baik yang terlarut maupun tidak menjadi

racun di permukaan tanah.

Lapisan tanah tidak dapat ditembus oleh akar tanaman dan tidak

tembus air adalah sampah anorganik yang tidak terurai, sehingga

peresapan air dan mineral yang dapat menyuburkan tanah hilang dan

jumlah mikroorganisme di dalam tanah pun akan berkurang. Tinja

(feses), detergen, oli bekas, dan cat merupakan limbah cair rumah

tangga. Peresapannya ke dalam tanah akan merusak kandungan air

tanah dan zat kimia yang terkandung di dalamnya, dapat membunuh

mikroorganisme yang hidup di dalam tanah.

Pencemaran TPA sampah berdampak secara tidak langsung

yaitu akan menjadi pusat berkembang-biaknya tikus dan serangga yang

merugikan manusia dan juga lalat dan nyamuk. Baik tikus, lalat dan

nyamuk adalah binatang yang dapat menimbulkan penyakit menular

bagi manusia. Penyakit menular yang ditimbulkan dengan perantaraan

Page 17: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

40

tikus, lalat dan nyamuk adalah penyakit pest, kaki gajah (filariasis),

malaria dan demam berdarah.

3.3. Parameter-parameter penentuan lokasi TPA sampah

Dalam analisis regional, parameter yang dipertimbangkan dalam

penilaian kelayakan lahan TPA sampah mencakup parameter geologi.

Beberapa parameter diberi nilai kelas sesuai dengan tingkat kelayakannya

dan diberi nilai kepentingannya dan kemudian diberi pembobotan. Parameter

lainnya merupakan pembatas atau buffer yang dinyatakan daerah tidak layak.

Setiap parameter ditampilkan dalam peta tematik digital. Peta-peta tematik

ini kemudian digabungkan dengan menggunakan perangkat lunak Sistem

Informasi Geografis. Nilai bobot kemudian dijumlahkan, dan dari rentang

jumlah bobot kemudian ditentukan tingkat kelayakannya yaitu layak tinggi,

layak sedang, layak rendah dan tidak layak. Adapun parameter-parameter

tersebut berupa:

3.3.1. Batuan

Jenis batuan sangat berperan dalam mencegah atau mengurangi

pencemaran air tanah dan air permukaan secara alami yang berasal dari

leachate (air lindi). Tingkat peredaman sangat tergantung pada

kemampuan peredaman dari batuan. Kemampuan peredaman

mencakup permeabilitas, daya filtrasi, pertukaran ion, absorbs, dan

lain-lain. Material berbutir halus seperti batu lempung dan napal

mempunyai daya peredaman yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan batuan berbutir kasar seperti pasir-kerikilan. Batuan yang telah

Page 18: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

41

padu umumnya juga mempunyai daya peredaman yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan batuan yang sifatnya masih lepas. Batu

gamping diamggap tidak layak untuk menjadi TPA sampah karena

batuan ini umumnya berongga dan dapat larut oleh air.

3.3.2. Muka Air Tanah

Kedudukan muka air tanah merupakan parameter yang penting.

Semakin dangkal muka air tanah, semakin mudah pencemaran terjadi.

Daerah dengan kedalaman muka air tanah yang dangkal dengan

produktifitas akuifer yang tinggi serta kelulusan yang tinggi dianggap

tidak layak untuk dijadikan TPA sampah.

3.3.3. Kemiringan Lereng

Pengelompokan kelas lereng sangat berpengaruh terhadap

peruntukan lahan untuk TPA sampah. Kemiringan lereng berkaitan

erat dengan kemudahan pekerjaan konstruksi dan operasional TPA

sampah. Semakin terjal suatu daerah semakin sulit pekerjaan

konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah dengan kemiringan lereng

lebih dari 20-30% dianggap tidak layak untuk menjadi TPA sampah.

3.3.4. Curah Hujan

Besarnya curah hujan berkaitan dengan tingkat kesulitan

penyediaan sarana TPA sampah yaitu parit pembuangan air larian,

kolam pengumpul leachate dan oksidasi. Semakin tinggi curah hujan

semakin tinggi pula tingkat kesulitannya.

3.3.5. Jarak Terhadap Sungai

Page 19: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

42

Jarak TPA sampah terhadap sungai dan danau ditetapkan 150

meter sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagai

sempadan untuk pengelolaan sungai. Sungai yang diberi buffer adalah

sungai permanen.

3.3.6. Jarak Terhadap Sesar

Jarak terhadap patahan ditetapkan 100 meter sebagai buffer tidak

layak. Buffer TPA sampah berfungsi untuk mencegah terjadinya

pengaruh patahan terhadap konstruksi TPA sampah karena zona

patahan merupakan zona lemah sehingga tidak stabil jika terimbas

gelombang gempa.

3.3.7. Kerentanan Terhadap Gerakan Tanah

Daerah yang menempati kerentanan gerakan tanah tinggi hingga

menengah dianggap tidak layak menjadi TPA sampah, sebab

dikhawatirkan pada lokasi sampah sebagai akibatnya bebannya akan

memicu terjadinya longsoran dan dapat merusak daerah di bagian

bawahnya.

3.3.8. Kerentanan Terhadap Banjir

Daerah yang rawan banjir dianggap tidak layak menjadi TPA

sampah karena banjir dapat merusak konstruksi, sarana, dan prasarana

TPA sampah serta dapat menyebabkan pencemaran. Daerah yang

layak untuk TPA sampah harus terbebas dari banjir 25 tahunan.

3.3.9. Jarak Terhadap Garis Pantai

Page 20: BAB III - Dasar Teori Geologi Lingkungan

43

Jarak TPA sampah terhadap garis pantai ditetapkan 500 meter

sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagai sempadan

untuk pengelolaan pantai.

3.3.10. Daerah Lindung

Daerah lindung mencakup: hutan lindung, cagar alam, cagar

budaya, kawasan lindung geologi dan sebagainnya yang ditetapkan

sebagai kawasan lindung oleh peraturan perundang-undangan

dinyatakan sebagai daerah yang tidak layak untuk dijadikan TPA

sampah.

3.3.11. Jarak Terhadap Permukiman

Jarak terhadap pemukiman ditetapkan 300 meter sebagai buffer

tidak layak. Buffer ini berfungsi untuk mencegah pencemaran air,

gangguan bau, lalat, dan bising yang ditimbulkan kegiatan dari TPA

sampah.

3.3.12. Jarak Terhadap Bandara

Jarak TPA sampah terhadap bandara ditetapkan 3000 meter sebagai

buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagai pencegah gangguan

asap, bau, dan estetika yang berasal dari TPA.