Bab III Case Jiwa

24
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN ZAT Pengaruh penggunaan zat yang ilegal dan luas yang mempengaruhi otak telah menyebabkan kerusakan dalam sistem kemasyarakat di semua belahan dunia. Lebih dari 15 persen populasi di Amerika Serikat yang berusia lebih dari 18 tahun mempunyai masalah penggunaan zat yang serius, dengan kira-kira duapertiga merupakan penyalahgunaan alkohol dan sepertiganya lagi penyalahgunaan zat selain alkohol. Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi, dimana beberapa zat dapat mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dalam diri (mood) maupun gangguan yang dapat diobservasi dari luar (perilaku). Dari berbagai penelitian menyimpulkan terdapat hubungan antara penggunaan zat dengan gangguan psikiatrik. 3.1 TERMINOLOGI Berdasarkan DSM IV menyebutkan secara sederhana sebagai zat dan gangguan yang berhubungan dengannya sebagai gangguan berhubungan dengan zat. Penggunaan terminologi tersebut dikarenakan bila tetap digunakan zat psikoaktif maka akan beresiko membatasi perhatian terhadap kepada zat yang memiliki aktivitas otak. Konsep zat psikoaktif tidak memasukan zat kimia dengan 14

Transcript of Bab III Case Jiwa

Page 1: Bab III Case Jiwa

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3. GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN ZAT

Pengaruh penggunaan zat yang ilegal dan luas yang mempengaruhi otak

telah menyebabkan kerusakan dalam sistem kemasyarakat di semua belahan

dunia. Lebih dari 15 persen populasi di Amerika Serikat yang berusia lebih dari

18 tahun mempunyai masalah penggunaan zat yang serius, dengan kira-kira

duapertiga merupakan penyalahgunaan alkohol dan sepertiganya lagi

penyalahgunaan zat selain alkohol.

Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi, dimana

beberapa zat dapat mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dalam diri

(mood) maupun gangguan yang dapat diobservasi dari luar (perilaku). Dari

berbagai penelitian menyimpulkan terdapat hubungan antara penggunaan zat

dengan gangguan psikiatrik.

3.1 TERMINOLOGI

Berdasarkan DSM IV menyebutkan secara sederhana sebagai zat dan

gangguan yang berhubungan dengannya sebagai gangguan berhubungan dengan

zat. Penggunaan terminologi tersebut dikarenakan bila tetap digunakan zat

psikoaktif maka akan beresiko membatasi perhatian terhadap kepada zat yang

memiliki aktivitas otak. Konsep zat psikoaktif tidak memasukan zat kimia dengan

sifat mempengaruhi otak (contohnya pelarut organik) yang mungkin digunakan

dengan sengaja atau tidak disengaja. Dalam DSM-IV-TR ketergantungan dan

penyalahgunaan merupakan manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat

penggunaan obatobatan yang menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan.

Kedua hal tersebut merupakan masalah perilaku. Dengan kata lain, masalahnya

bukan terletak pada obat-obatan tersebut, tapi pada cara orang yang memakai

obatobatan

tersebut. Bahan-bahan yang digunakan dapat disalahgunakan atau

menyebabkan ketergantungan, jika bahan tersebut menjadi masalah dalam

hidupnya.

14

Page 2: Bab III Case Jiwa

Jadi sekarang DSM IV menggunakan kata gangguan berhubungan dengan

zat sebagai kelainan akibat penggunaan zat yang menggangu otak(gangguan

psikiatrik).

3.2 KETERGANTUNGAN ZAT

Konsep ketergantungan zat mempunyai banyak arti yang dikenali secara resmi

dan banyak arti yang digunakan selama beberapa tahun ini. Pada dasarnya, dua

konsep mengenai definisi dari ketergantungan zat adalah ketergantungan perilaku

dan ketergantungan fisik.

Ketergantungan perilaku, menekankan mengenai aktivitas mencari-cari zat dan

adanya bukti penggunaan patologis. Sedangkan ketergantungan fisik lebih

menekankan mengenai efek fisik (fisiologis) dari episode multipel penggunaan

zat.

Adapun kriteria diagnostik untuk ketergantungan zat yaitu

Suatu pola pemakaian zat maladaptif yang menyebabkan gangguan atau

penderitaan bermakna secara klinis seperti yang dimanifestasikan oleh tiga (atau

lebih) hal berikut, terjadi pada tiap sat dalam periode 12 bulan yang sama

1. Toleransi seperti yang didefinisikan oleh berikut :

a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk

mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan

b. Penurunan efek yang bermakana pada pemakian berlanjut dalam

jumlah zat yang sama

2. Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh berikut :

a. Sindrom putus yang karakteristik bagi zat dan adri kumpulan kriteria

untuk putus dari zat tersebut

b. Zat yang sama (atau yang berhubungan erat)digunakan untuk

menghilangkan atau menghindari gejala putus obat

3. Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama

periode yang lebih lama dari yang diinginkan

4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk

menghentikan atau mengendalikan penggunaan zat

5. Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat

15

Page 3: Bab III Case Jiwa

(misalnya mengunjungi banyak dokter atau pergi jarak jauh),

menggunakan zat atau pulih dari efeknya

6. Aktivitas sosial, pekerjaan atau rekreasional yang penting dihentikan atau

dikurangi karena penggunaan obat

7. Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahui memiliki masalah fisik

atau psikologis yang menetap atau rekuren yang kemungkinan telah

disebabkan atau dieksaserbasi oleh zat

Klasifikasi gangguan penggunaan zat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

(1) Penyalahgunaan zat, merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat

patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehngga menimbulkan gangguan

fungsi sosial atau okupasional. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik dapat

berupa intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat tersebut walaupun

penderita mengetahui dirinya sedang menderita sakit fisik berat akibat zat

tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa

menggunakan zat tersebut. Gangguan yang dapat terjadi adalah gangguaan fungsi

sosial yang berupa ketidakmampuan memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau

kawan-kawannya karena perilakunya yang tidak wajar, impulsif, atau karena

ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar. Dapat pula berupa pelanggaran lalu

lintas dan kecelakaan lalu lintas akibat intoksokasi, serta perbuatan kriminal

lainnya karena motivasi memperoleh uang

(2) Ketergantungan zat, merupakan suatu bentuk gangguan penggunaan zat yang

pada umunya lebih berat. Terdapat ketergantungan fisik yang ditandai dengan

adanya toleransi atau sindroma putus zat. Zat-zat yang sering dipakai, yang dapat

menyebabkan gangguan penggunaan zat dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Opioida : misalnya morfin, heroin,oetidin,kodein, dan candu.

2. Ganja atau kanabis atau marihuana, hashish

3. Kokain dan daun koka

4. Alkohol ( etil alkohol ) yang terdapat dalam minuman keras

5. Amfetamin

6. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin, psilosin, dan psilosibin

7. Sedativa dan hipnotika

16

Page 4: Bab III Case Jiwa

8. Solven dan inhalansia

9. Nikotin yang terdapat dalam tembakau

10. Kafein yang terdapat dalam kopi, teh, dan minuman kola

Semua zat yang disebutkan di atas mempunyai pengaruh pada susunan saraf pusat

sehingga disebut zat psikotropika psikoaktif. Tidak semua zat psikotropik dapat

menimbulkan gangguan penggunaan zat. Zat psikotropik yang disebutkan diatas

dapat menimbulkan adiksi. Oleh karena itu disebut zat adiktif. Obat antipsikosis

dan antidepresi, hampir tidak pernah menimbulkan gangguan penggunaan zat.

Opioida, ganja, hashish, kokain, dan koka menurut Undang-undang nomor 9

tahun 1976 disebut narkotika, walaupun secara farmakologik yang termasuk

narkotika hanya opioida.

3.3 PENYALAHGUNAAN ZAT

Menurut DSM–IV, meyebutkan bahwa ketergantungan zat ditandai oleh

adanya sekurangnya satu gejala spesifik yang menyatakan bahwa penggunaan zat

telah mempengaruhi seseorang. Seseorang tidak dapat memenuhi diagnostik

penyelahgunaan zat untuk suatu zat tertentu jika ia tidak pernah memenuhi kriteria

untuk ketergantungan pada zat yang sama.

Adapun, kirteria untuk penyalahgunaan zat sebagai berikut.

A. Pola penggunaan zat maladaptif yang menyebabkan gangguan atau

penderitaan yang bermakana secara klinis, seperti yang ditunjukan oleh

satu (atau lebih) hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan :

1. Penggunaan zat rekurent yang menyebabkan kegagalan untuk

memenuhi kewajiban utama dalam pekerjaan, sekolah atau

rumah(misalnya membolos berulang kali atau kinerja pekerjaan yang

buruk karena penggunaan zat)

2. Pengggunaan zat rekurent dalam situasi yang berbahaya secara fisik

(misalnya, mengemudikan kendaraan atau menjalankan mesin saat

terganggu oleh penggunaan zat)

3. Masalah hukum yang berhubungan dengan zat yang berulang kali

(misalnya penahanan karena gangguan tingkah laku yang berhubungan

dengan zat)

17

Page 5: Bab III Case Jiwa

4. Pemakaian zat yang diteruskan walaupun memiliki masalah sosial atau

interpersonal yang menetap atau rekuren karena efek zat (misalnya

perkelahian fisik)

B. Gejala diatas tidak pernah memenuhi kriteria ketergantungan zat untuk

kelas zat ini

Santrock (1999) menyebutkan jenis ketergantungan menjadi 2 jenis, meliputi 3:

a. Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan

stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif (perilaku). Stimulasi

kognitif tampak pada individu yang selalu membanyangkan, memikirkan dan

merencanakan untuk dapat menikmati zat tertentu. Stimulasi afektif adalah

rangsangan emosi yang mengarahkan individu untuk merasakan kepuasan yang

pernah dialami sebelumnya. Kondisi konatif merupakan hasil kombinasi dari

stimulasi kognitif dan afektif. Dengan demikian ketergantungan psikologis

ditandai dengan ketergantungan pada aspek-aspek kognitif dan afektif.

b. Katergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan

kecenderungan putus zat. Kondisi ini seringkali tidak mampu dihambat atau

dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya. Dengan demikian orang

yang mengalami ketergantungan secara fisiologis akan sulit dihentikan atau

dilarang untuk mengkonsumsinya.

Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba, rekreasional, situasional dan

ketergantungan.

Kriteria DSM-IV TR dan PPDSGJ III yang terpenuhi untuk menegakkan

diagnosis ketergantungan adalah:

1. Adanya toleransi (dari 2-3 butir menjadi 20 butir per pemakaian)

2. Adanya gejala withdrawal/putus zat (mual, muntah, keringat dingin, sakit

seluruh badan, kejang) yang menghilang setelah penggunaan zat dilanjutkan.

3. Adanya keinginan kuat menggunakan zat

Seseorang dapat dikategorikan mengalami substance dependence /

ketergantungan obat-obatan jika memenuhi 3 kriteria dari 7 kriteria berikut ini 2:

18

Page 6: Bab III Case Jiwa

Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau

penderitaan yang bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebih

halhal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan:

1. Toleransi yang didefinisikan sebagai berikut:

a. peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang didamba

atau mencapai intoksikasi.

b. Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang sama

dari zat.

2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

a. sindroma withdarwal khas untuk zat penyebab ( kriteria A dan B dari gejala

withdrawal zat).

b. Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau menghindari

gejala-gejala withdrawal.

3. Zat yang dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau melewati

batas pemakaiannya.

4. Adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau mengendalikan

pemakaian zat.

5. Adanya aktifitas yang menyita waktu untuk mendapatkan zat (mis. Mendatangi

berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh), untuk menggunakan zat

(merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efek-efeknya.

6. Kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan atau rekreasi dilalaikan atau

dikurangi karena penggunaan zat.

7. Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem-problem

fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat

tersebut.

Ada beberapa gejala sasaran untuk beberapa ganggguan jiwa, yaitu:

1. Gangguan Depresi

Adapun gejala sasaran diantaranya yaitu: Simtom neurovegetatif, simtom

psikomotor dll.

2. Gangguan Mania

Adapun gejala sasaran diantaranya yaitu: Kegiatn psikomotor yang tinggi, kurang

tidur dll.

19

Page 7: Bab III Case Jiwa

3. Gangguan Psikosis

Adapun gejala sasaran diantaranya yaitu berhubungan dengan gejala atau simtom

arousal, afek, aktifitas psikomotor dll.

4. Gangguan Cemas

Gejala dan sindrom sasarannya adalah pengalaman subjektif yang ditandai oleh

keresahan atau kekhawatiran

3.4 EPIDEMIOLOGI

Suatu survei besar yang belum lama ini dilakukan, suatu diagnosis

penyalahgunaan atau ketergantungan zat diantara populasi orang di Amerika

serikat yang berusia lebih dari 18 tahun adalah sebesar 16,7 persen. Prevalensi

penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol adalah 13,8 persen dan untuk yang

non alkohol adalah 6,2 persen.

Alkohol dan nikotin(rokok) adalah zat yang paling sering digunakan,

tetapi mariyuana, hashish dan kokain juga sering digunakan. Beberpa bukti telah

menunjukan bahwa penyalahgunaan zat meningkat diantara anak-anak dan remaja

yang berusia dibawah 18 tahun.

Penyalahgunaan dan ketergantungan zat lebih sering ditemukan pada laki-

laki dibandingkan perempuan dengan perbedaan lebih jelas pada zat nonalkohol

dibandingkan alkohol. Penyalhgunaan zat juga lebih sering ditemukan pada

kelompok pengangguran dan kelompok minoritas dibandingkan kelompok pekerja

dan kelompok mayotitas.

Penggunaan zat lebih sering ditemukan pada profesional medis

dibandingkan profesional non medis untuk tingkat pendidikan yang sama.

Kemungkinan dikarenakan relatif mudahnya mendapatkan suatu zat pada

profesional medis dibandingkan yang bukan.

Hubungan Demografik

Kelompok usia yang paling tinggi penggunaan zat adalah yang berusia

antara 18 sampai 25 tahun. Dengan jumlah sekitar 1,3 juta pada kelompok usia 12

sampai 17 tahun, 4,4 juta pada dewasa muda yakni berusia 18 sampai 25 tahun.

20

Page 8: Bab III Case Jiwa

Laki-laki secara signifikan lebih tinggi dibandingkan wanita untuk

penyalahgunaan zat dengan jumlah sekitar 7,4 juta laki-laki dan 5,4 juta pada

wanita.

Ras dan etnik, kelompok kulit hitam secara bermakna lebih tinggi

dibandingkan kelompok kulit putih dan hispanik. Kepadatan populasi, penduduk

didaerah metropolitan yang paling besar mungkin menggunakan zat dibandingkan

penduduk yang bukan tinggal didaerah metropolitan.

Daerah, prevalensi penggunaan zat secara bermakna lebih tinggi di daerah

barat dibandingkan dengan daerah timur laut, selatan dan utara tengah.

3.5 ETIOLOGI

Pada suatu tingkat, penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat disebabkan

oleh pemakaian zat yang oleh seseorang dalam pola yang berlebihan. Seperti pada

semua gangguan psikiatri, teori penyebab awal perkembangan, teori

psikodinamik, perilaku, genetika serta neurokimiawi diduga berperan terhadap

penyalhgunaan dan ketergantungan terhadap zat.

a. Teori Psikososial dan Psikodinamika

Teori klasik menyatakan bahwa penyalahgunaan zat adalah ekuivalen

dari masturbasi yang merupakan suatu pertahanan terhadap impuls

homoseksual atau suatu menifestasi dari regressi oral.

Rumusan psikodinamik sekarang menyebutkan bahwa, terdapat

hubungan anatara penggunaan zat dan depresi atau melibatkan penggunaan

zat sebagai suatu pencerminan fungsi ego yang terganggu.

Pada pasien penyalahgunaan zat non alkoholik yang polisubstansia

lebih mungkin memiliki masa anak-anak yang tidak stabil, lebih mungkin

mengobati diri sendiri dengan zat dan lebih mungkin mendapatkan manfaat

dari psikoterapi dibandingkan kelompok penyalahgunaan zat alkoholik.

Koadiksi

Konsep koadiksi atau kodependensi menyatakan bahwa terjadi koadiksi

jia lebih dari satu orang (biasanya suatu pasangan) mempunyai hubungan

yang terutama bertahan untuk bertanggung jawab untuk mempertahankan

perilaku adiktif pada sekurang-kurangnya satu orang.

21

Page 9: Bab III Case Jiwa

Teori Perilaku

Beberapa model perilaku penyalahgunaan zat telah dipusatkan pada

perilaku mencari zat (substance seeking behavior), dibandingkan dengna pada

gejala ketergantungan fisik.

b. Teori Genetika

Bukti-bukti kuat dari penelitian pada anak kembar, anak angkat, dan

saudara kandung telah menimbulkan indikasi yang jelas bahwa

penyalahgunaan alkohol mempunyai suatu komponen genetik dalam

penyebabnya. Sedangkan penyalhgunaan zat non alkohol masih belum jelas

memiliki pola genetik dalm perkembangannya,.

c. Teori Neurokimiawi

Berdasarkan penelitian sebagian besar zat yang disalahgunakan (kecuali

alkohol), menemukan bahwa neurotransmiter atau resptor tertentu dimana zat

menimbulkan efeknya. Sebagai contoh seseorang yang memiliki aktivitas

opiat endogen yang terlalu kecil atau yang memiliki aktivitas antagonis opiat

endogen yang terlalu banyak mungkin berada pada resiko untuk

berkembangnya ketergantungan opioid.

Bahkan pada seseorang dengan fungsi reseptor dan konsentrasi

neurotransmiter endogen yang normal seluruhnya, penggunaan zat jangka

panjang akhirnya dapat memodulasi sistem reseptor tersebut didalam otak,

sehingga otak memerlukan adanya zat eksogen untuk mempertahankan

homeostasis.

Neurotransmiter utama yang mungkin terlibat dalam perkembangan

penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat adalah sistem opiat, katekolamin

(khususnya dopamin) dan gama-aminobutyric acid (GABA). Sertaneuron

yang terkena khususnya di area tegmental ventrral yang berjalan ke daerah

kortikal dan limbik (khusunya nukleus akumbens).

3.6 GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA

1) Perubahan Fisik

Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum

dapat digolongkan sebagai berikut :

22

Page 10: Bab III Case Jiwa

a) Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel),

apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga

b) Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat,

kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.

c) Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus

menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang,

kesadaran menurun.

d) Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap

kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan

pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)

2. Perubahan Sikap dan Perilaku

a) Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering

membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.

b) Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas

atau tampat kerja.

c) Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu

lebih dulu

d) Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu

dengan anggota keluarga lain dirumah

e) Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh

keluarga,kemudian menghilang

f) Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas

penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik

keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau berurusan

dengan polisi.

g) Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap

bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia

3.7 DETEKSI DINI PENYALAHGUNAAN NAPZA

Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat

penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan

yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :

23

Page 11: Bab III Case Jiwa

1. KELOMPOK RISIKO TINGGI

Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat

dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal tersebut,

mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan rentan). Sekalipun

tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri tertentu

(kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi

penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri

kelompok risiko tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1) ANAK :

Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA

antara lain :

Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)

a) Anak yang sering sakit

b) Anak yang mudah kecewa

c) Anak yang mudah murung

d) Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar

e) Anak yang agresif dan destruktif

f) Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib

g) Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)

2. REMAJA :

Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :

a) Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai

citra diri negatif

b) Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar

c) Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)

d)Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko

tinggi/bahaya

e) Remaja yang cenderung memberontak

f) Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku

g) Remaja yang kurang taat beragama

h) Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA

i) Remaja dengan motivasi belajar rendah

24

Page 12: Bab III Case Jiwa

j) Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler

k)Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan

psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang

bergaul dengan lawan jenis).

l) Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.

m) Remaja yang cenderung merusak diri sendiri

3. KELUARGA

Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain

a) Orang tua kurang komunikatif dengan anak

b) Orang tua yang terlalu mengatur anak

c) Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi

diluar kemampuannya

d) Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk

e) Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau

ayah menikah lagi

f) Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benar salahyang

jelas

g) Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan

h) Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA

3.7 JENIS NAPZA YANG SERING DIGUNAKAN

Beberapa contoh NAPZA yang sering digunakan yaitu:

1. NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (menurut Undang-Undang RI

Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika).

NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :

a) Narkotika Golongan I :

25

Page 13: Bab III Case Jiwa

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak

ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan

ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).

b) Narkotika Golongan II :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan

dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh :

morfin,petidin)

c) Narkotika Golongan III :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I : (1) Opiat :

morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain (2) Ganja atau kanabis,

marihuana, hashis (3) Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.

2. PSIKOTROPIKA

Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropik. Yang

dimaksud dengan PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun

sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai

berikut.

a) PSIKOTROPIKA GOLONGAN I :

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan

dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat

mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)

b) PSIKOTROPIKA GOLONGAN II :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi,

dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan. (Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)

c) PSIKOTROPIKA GOLONGAN III :

26

Page 14: Bab III Case Jiwa

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).

d) PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam,

Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo,

Rohip, Dum, MG).

Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain : (1) Psikostimulansia :

amfetamin, ekstasi, shabu (2) Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur):

MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain (3) Halusinogenika : Iysergic acid

dyethylamide (LSD), mushroom.

3. ZAT ADIKTIF LAIN

Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang

disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :

a) Minuman berakohol,

Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf

pusat,

dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan

tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika,

memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.

3.8 PENGOBATAN

Pendekatan pengobatan untuk penyalahgunaan zat bervariasi menurut zat,

pola penyalahgunaan dan tersedianya sistem pendukung dan ciri individual

pasien. Pada umumnya penyalahgunaan zat melibatkan dua tujuan utama

pengobatan. Tujuen pertama adalah abstinensi dari zat, sedangkan yang kedua

adalah kesehatan fisik.

Jika pasien akan menghentikan pola penyalahgunaan zat secara berhasil,

dukungan psikososial yang adekuat harus diberikan untutk membantu perubahan

yang sulit dalam perilaku tersebut.

27

Page 15: Bab III Case Jiwa

Pendekatan pengobatan awal pada penyalahgunaan zat mungkin dilakukan

dalam lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Walaupun lingkungan rawat

jalan lebih bersifat alami namun godaan penyalahgunaan zat terlalu tinggi yang

menghalangi jalannya pengobatan.

Pengobatan rawat inap diindikasikan pada adanya gejala medis atau

psikiatri yang parah, suatu riwayat gagalnya pengobatan rawat jalan, tidak adanya

dukungan psikososial, atau riwayat peyalahgunaan zat yang parah atau telah

berlangsung lama.

Setelah periode awal detoksifikasi, pasien memerlukan periode rehabilitasi.

Keseluruhan pengobatan, terapi individual, keluarga dan kelompok dapat efektif

jika dilakukan sebagaimana dengan mestinya.

Berdasarkan Kepmenkes RI No 420 tentang Pedoman Layanan Terapi dan

Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis Rumah

Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat meliputi

Gawat darurat NAPZA – Detoksifikasi – Rehabilitasi – Rawat jalan/Rumatan.

Apabila kondisi pasien memungkinkan, pasien penyalahgunaan NAPZA dapat

langsung menjalani rawat jalan/rumatan. Pada fase gawat darurat NAPZA, hal

yang umumnya dilakukan adalah penanganan intoksikasi opioid, benzodiazepin

dan amfetamin. Terkadang pasien datang dengan gejala intoksikasi alkohol dan

halusinogen. Pada fase ini diberikan terapi suportif pada pasien hingga keadaanya

stabil. Untuk intoksikasi NAPZA lain seperti dekstrometorfan, fase gawat darurat

NAPZA bertujuan untuk menangani kondisi akut termasuk gaduh gelisah.

Pasien yang telah menunjukkan perbaikan setelah ditangani di unit gawat darurat

dapat dilanjutkan dengan parawatan rawat inap atau detoksifikasi untuk kasus

putus NAPZA atau berobat jalan untuk kondisi yang sudah memungkinkan untuk

pulang.

Pada fase rawat jalan, terapi yang digunakan umumnya berfungsi untuk

penanganan simptomatis. Pada fase detoksifikasi, terapi simptomatis dilakukan di

rumah sakit rawat inap. Detoksifikasi bertujuan untuk menghilangkan gejala putus

zat. Lama fase ini berkisar 1-3 minggu tergantung jenis zat dan gejala pasien.

Khusus untuk detoksifikasi heroin (opioida) selain simtomatis juga ada yang

mempunyai pengalaman tapering off dengan metadon dan buprenorfin.

28

Page 16: Bab III Case Jiwa

Pada fase rehabilitasi dilakukan penyesuaian perilaku pasien agar tidak kembali

menggunakan NAPZA. Fase rehabilitasi diawali dengan program jangka pendek

(1-3bulan) dengan fokus penanganan masalah medis, psikologis dan perubahan

perilaku. Apabila program ini sukses, fase rehabilitasi dilanjutkan dengan

program jangka panjang (6 bulan-lebih) yang dilanjutkan dengan

aftercare dengan terapi berbasis komunitas

29