BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu...

44
54 BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Dalam bab ini, Penulis hendak mendiskusikan perihal ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) sebagai syarat pengusungan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah ditentukan dalam undang-undang sebagai salah satu bentuk kebijakan legislatif terbuka (open legal policy). Hal ini dikatakan oleh MKRI dalam beberapa putusannya terkait dengan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagai syarat untuk dapat berkompetisi dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, yang menjadi pembahasan utama dalam bab ini adalah menguraikan apa yang dimaksud dengan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dan juga meneliti bahwa ketentuan ambang batas tersebut merupakan produk dari kebijakan legislatif terbuka yang didelegasikan langsung oleh UUD NRI 1945 sebagai pengaturan lanjutan tentang syarat pengusungan calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Oleh karena itu, selanjutnya susunan atau sistematika pembahasan bab ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, menjelaskan bahwa Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagai Syarat Pengusungan Calon Presiden dan Wakil Presiden (infra Sub-judul A). Kedua, menjelaskan sumber hukum ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia (infra Sub-judul B). Ketiga, bahwa Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan Kebijakan Legislatif Terbuka (infra Sub-judul C).

Transcript of BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu...

Page 1: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

54

BAB III

AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

DAN WAKIL PRESIDEN

Dalam bab ini, Penulis hendak mendiskusikan perihal ketentuan ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) sebagai

syarat pengusungan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai

politik yang telah ditentukan dalam undang-undang sebagai salah satu bentuk

kebijakan legislatif terbuka (open legal policy). Hal ini dikatakan oleh MKRI

dalam beberapa putusannya terkait dengan ambang batas pencalonan Presiden dan

Wakil Presiden sebagai syarat untuk dapat berkompetisi dalam pemilihan umum.

Oleh karena itu, yang menjadi pembahasan utama dalam bab ini adalah

menguraikan apa yang dimaksud dengan ambang batas pencalonan Presiden dan

Wakil Presiden dan juga meneliti bahwa ketentuan ambang batas tersebut

merupakan produk dari kebijakan legislatif terbuka yang didelegasikan langsung

oleh UUD NRI 1945 sebagai pengaturan lanjutan tentang syarat pengusungan

calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

Oleh karena itu, selanjutnya susunan atau sistematika pembahasan bab ini

dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, menjelaskan bahwa Ambang Batas

Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagai Syarat Pengusungan Calon

Presiden dan Wakil Presiden (infra Sub-judul A). Kedua, menjelaskan sumber

hukum ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di

Indonesia (infra Sub-judul B). Ketiga, bahwa Ketentuan Ambang Batas

Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan Kebijakan Legislatif

Terbuka (infra Sub-judul C).

Page 2: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

55

A. Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

sebagai Syarat Pengusungan Calon Presiden dan Wakil

Presiden

Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu unsur

terpenting dalam penyelenggaraan Negara. Dalam konstitusi telah mengatur

bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dengan

dibantu oleh seorang Wakil Presiden, dan mekanisme pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden telah diatur pula dalam konstitusi maupun diatur secara lanjutan di

dalam suatu produk undang-undang. Pengaturan pemilu dalam konstitusi Negara

Indonesia terdapat dalam Pasal 22E UUD NRI 1945 dan secara khusus

mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden terdapat dalam Pasal

6A UUD NRI 1945 dengan salah satu syaratnya adalah mengharuskan pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai politik atau gabungan

partai politik. Pengaturan lebih lanjut mengenai Pasal 6A UUD NRI 1945 tersebut

salah satunya terwujud dengan lahirnya ketentuan ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden yang diatur secara eksplisit dalam undang-undang

pemilu yang selalu bergerak dinamis. Sehingga wewenang akan pengaturan

tersebut tentu dimiliki oleh legislator sebagai pembentuk produk undang-undang.

Bukan hal yang mudah untuk dapat menciptakan suatu norma di dalam undang-

undang, karena dalam pembentukannya haruslah tetap menjadikan konstitusi

sebagai dasar terciptanya norma baru sebagai turunan dari norma yang ada dalam

konstitusi. Untuk menerangkan lebih lanjut tentang konsep dan fungsi dari

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, maka Penulis akan

menjabarkan dalam sistematika berikut. Pertama, mengenai Pengertian Ambang

Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (infra Sub-judul 1), kedua,

Page 3: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

56

mengenai Fungsi Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (infra

Sub-judul 2).

1. Pengertian Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden

Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 hasil amandemen ketiga pada

konstitusi Indonesia telah mengamanatkan bahwa Negara Indonesia menganut

prinsip demokrasi yang berarti kedaulatan berada di tangan rakyat. Dengan

prinsip tersebut salah satu konsekuensinya adalah bahwa setiap warga Negara

memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam membangun

masyarakat dan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. Sehingga hak dan

kesempatan itu pula dituangkan dalam perubahan kedua UUD NRI 1945 dan

menjadi hak konstitusional warga Negara, tepatnya terdapat dalam Pasal 28D ayat

(3) UUD NRI 1945 yang mengatakan bahwa:

“Setiap warga berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan.”69

69Ikut serta dalam pemerintahan itu pula dapat diklasifikasikan menjadi berbagai

macam kamar, yaitu kamar eksekutif dan legislatif. Untuk ikut serta maupun

pengisian jabatan dalam dua kekuasaan tersebut, telah diatur secara prinsip di

dalam konstitusi. Pengaturan secara prinsip berarti konstitusi telah memberikan

benang merah akan pengaturan hal tersebut, dan tentu konstitusi juga

mendelegasikan beberapa pengaturan lanjutan dalam bentuk produk undang-

undang.

69

Pasal 28D ayat (3) UUD NRI 1945.

Page 4: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

54

Dalam penelitian ini terkhusus Penulis akan membahas mengenai salah satu

syarat pengisian jabatan tertinggi dalam kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden dan

Wakil Presiden. Secara eksplisit konstitusi telah mengatur secara prinsip tentang

syarat dan mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden, tepatnya

yaitu dalam Pasal 6A UUD NRI 1945. Sebelum amandemen, pengisian jabatan

Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan sistem perwakilan (representative

democracy) yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Sedangkan demokrasi langsung (direct democracy) dalam sistem pengisian

jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dimulai setelah adanya

amandemen ketiga UUD NRI 1945 yang sekarang berdasarkan ketentuan Pasal

6A ayat (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilu.

Salah satu syarat pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah

sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 yang mensyaratkan

pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusung melalui partai politik

atau gabungan partai politik, dimana pasal tersebut berbunyi:

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum

sebelum pelaksanaan pemilihan umum.” 70

Syarat pengusungan oleh partai politik dan gabungan partai politik tersebut

merupakan syarat yang menjadi wajib karena telah diatur dalam konstitusi secara

eksplisit dan tegas, sehingga menutup kemungkinan untuk dapat mengusung calon

Presiden dan Wakil Presiden secara independen. Penelitian ini akan membahas

tentang pendelegasian konstitusi untuk mengatur lebih lanjut mekanisme

pengusungan calon Presiden dan calon Wakil Presiden oleh partai politik atau

70 Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945.

Page 5: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

55

gabungan partai politik yang menjadi bagian dari tata cara pelaksanaan pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden, karena nyatanya syarat pengusungan tersebut tidak

berhenti pada titik itu saja. Hal ini terbukti dengan adanya delegasi dari konstitusi

untuk legislator dapat mengatur lebih konkrit dan teknis tentang ketentuan

tersebut yang terwujud dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945.

Berdasarkan delegasi tersebut, kemudian legislator membuat syarat

pengusungan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang lebih teknis di dalam

sebuah produk undang-undang, yang kemudian syarat tersebut dikembangkan

menjadi sebuah ambang batas pencalonan Presiden dan Waki Presiden yang juga

disebut dengan Presidential Threshold. Sehingga dalam bab ini, terkhusus Penulis

akan membahas perihal ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

tersebut sebagai salah satu tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden. Sehingga untuk tujuan tersebut, dirasa perlu untuk kita mengetahui apa

yang dimaksud dengan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

(Presidential Threshold) ini.

Secara spesifik, dalam kamus bahasa hukum tidak dijelaskan terminologi

dari istilah Presidential Threshold dan tidak terdapat banyak referensi yang

membahas secara lugas tentang apa yang dimaksud dengan Presidential

Threshold. Sehingga dalam menganalisis pengertiannya, Penulis menggunakan

kamus Bahasa Inggris dan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk membantu

menerjemahkan istilah Presidential Threshold. Istilah “presidential” berasal dari

kata “president”, yang kamus Black Law memberikan definisi president yaitu

sebagai kepala eksekutif dari suatu Negara, khususnya dalam pemerintahan yang

Page 6: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

56

kedaulatannya ada di tangan rakyat yang kita sebut dengan sistem Negara

demokrasi. Selanjutnya yaitu istilah “threshold” yang berasal dari Bahasa Inggris

yang berarti “ambang pintu” atau “ambang batas”. Dari istilah “ambang batas”

tersebut, kamus Besar Bahasa Indonesia juga mendefinisikannya sebagai

tingkatan batas yang masih dapat diterima atau ditoleransi.71

Secara teoritis, mulanya threshold merupakan tingkat minimal dukungan

yang harus diperoleh agar dapat menempatkan perwakilan dan pada umumnya

dikembangkan pada negara-negara yang menggunakan sistem pemilu

proporsional. Threshold mulanya dipergunakan dalam hal melihat tingkat

kompetisi partai untuk menduduki kursi di daerah pemilihan dalam sistem pemilu

proporsional. Konsep ini mengaitkan besaran daerah pemilihan (direct magnitude)

dan formula perolehan kursi partai dengan metode kuota. Sehingga peran

matematika berlaku dalam konsep ini, karena semakin besar besaran daerah

pemilihan maka semakin kecil persentase perolehan suara untuk mendapatkan

kursi. Sebaliknya, jika semakin kecil besaran daerah pemilihan, maka semakin

besar persentase perolehan suara untuk mendapatkan kursi.

Perkembangan sistem pemilihan umum yang semakin dinamis merupakan

konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Perkembangan dinamis

tersebut pula yang selalu membawa threshold dalam setiap perjalanan pemilihan

umum. Sehingga dari penjelasan di atas maka Penulis dapat menarik pengertian,

bahwa ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden atau Presidential

Threshold adalah ambang batas jumlah minimum suara partai politik atau

71 I Gusti Ngurah Raditya, Rethinking Ketentuan Persentase sebagai syarat pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, Universitas Udayana, Denpasar, 2013, hlm. 3.

Page 7: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

57

gabungan partai politik yang telah diperoleh dalam pemilu legislatif untuk dapat

mengusung pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu

Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun ketentuan mengenai ambang batas

tersebut tidak diatur secara eksplisit di dalam UUD NRI 1945, namun ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden ini merupakan lanjutan pengaturan

berupa ketentuan teknis dari Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 yang didelegasikan

kepada legislator untuk mengatur ketentuan syarat pengusungan yang menjadi

bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk

diatur secara lebih teknis dalam suatu produk undang-undang.

Keberadaan dan eksistensi ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden juga diamini oleh MKRI sebagai salah satu bagian tata cara pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden, yang dinyatakan pada beberapa putusan pengujian

konstitusionalitas setiap undang-undang pemilu.72

Sehingga dari putusan-putusan

tersebut membuktikan bahwa ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden tetap menjadi konsep syarat pengusungan pasangan calon Presiden dan

calon Wakil Presiden yang masih berlaku dalam pemilu Presiden dan Wakil

Presiden di Indonesia.

2. Fungsi Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden

Dalam menciptakan atau menjalankan suatu ketentuan, tentu terdapat fungsi

dan tujuan yang menjadi alasan terciptanya ketentuan tersebut yang akan

72

Putusan MKRI yang menguji ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden dalam undang-undang pemilu diantaranya adalah Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-

VI/2008, yang kemudian diperkuat dalam Putusan MKRI Nomor 53-59-70-71-72/PUU-XV/2017.

Page 8: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

58

senantiasa mengiringi perjalanan ketentuan tersebut sebagai bagian dari

instrument Negara. Seperti halnya dengan hukum tata Negara dan isi konstitusi

yang berlaku di suatu Negara adalah apa yang ditulis dan latar belakang pemikiran

apa yang melahirkan isi norma dalam konstitusi tersebut. Fungsi dan tujuan

tersebut tentu dimiliki pula oleh ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan

Wakil Presiden yang akan menjadi pokok pembahasan ini.

Di Indonesia, ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

pertama kali muncul dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, untuk kemudian

digunakan sebagai instrument pemilu Presiden dan Wakil Presiden di tahun 2004,

yang pengaturannya sebagai berikut:

“Pasal 5 Ayat (4): Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima

belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh

persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu

anggota DPR.”73

Selanjutnya, ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden ini

digunakan kembali sebagai syarat pengusungan pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden untuk pemilu 2009 yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 9

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden, yang pengaturannya sebagai berikut:

“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan

Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan

perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari

jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25%

(dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu

73

Pasal 5 ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden.

Page 9: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

59

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum pelaksanaan

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”74

Selain dua ketentuan mengenai ambang batas pencalonan Presiden dan

Wakil Presiden dalam dua undang-undang yang berbeda, tentu bukan berarti

pengaturan akan ambang batas tersebut berhenti disitu saja. Itu artinya dalam

undang-undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden setelahnya juga mengatur

mengenai ambang batas pencalonan ini pula. Untuk itu, dengan konsisten

diaturnya ambang batas pada setiap periode pemilu Presiden dan Wakil Presiden,

maka tentu terdapat serat tujuan yang tak pernah lepas dari esensi pemilu

Presiden dan Wakil Presiden itu sendiri dan fungsi yang berkorelasi penting bagi

jalannya sistem pemerintahan Indonesia.

Ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan wujud

dari implementasi pendapatan suara partai politik dalam pemilihan legislatif

sebelumnya, yang kemudian dianggap sebagai representasi dukungan rakyat

melalui perolehan suara partai politik tersebut. Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia, Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa:

“Proses pemilihan calon presiden dan wakil presiden

memerlukan dukungan riil sebagaimana pemilihan calon

anggota legislatif. Dukungan riil tersebut terlihat dari jumlah

suara yang diperoleh partai politik pada pemilu legislatif.”75

Dari pernyataan tersebut berarti bahwa dengan adanya ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diharapkan untuk dapat menunjukkan

dukungan nyata dari legislatif yang berimplementasi pada dukungan terhadap

74

Pasal 9 UU RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden. 75

Pernyataan Tjahjo Kumolo, Alasan Pemerintah Dorong "Presidential Threshold" 20-

25 Persen”, oleh Fabian Januarius Kuwado, Kompas.com, diakses Pada tanggal 15 Desember

2018, Pukul 13.08 WIB.

Page 10: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

60

pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden kelak. Hal tersebut merupakan

semangat pemerintah dalam perwujudan sistem pemerintahan presidensial sebagai

sistem pemerintahan Indonesia yang di amanatkan oleh konstitusi.

Pernyataan tersebut didukung dengan pertimbangan hakim dalam Putusan

MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017 tentang pengujian Pasal 222 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut dengan UU

Pemilu), yang pasal tersebut berisi tentang ketentuan ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pertimbangan tersebut hakim menjelaskan

tentang fungsi dari ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden,76

yang

dibawah ini Penulis ringkas dan narasikan kembali, fungsi tersebut diantaranya:

1. Bahwa, salah satu substansi penting perubahan UUD 1945

adalah penguatan sisten Presidensial. Ciri-ciri sistem

Presidensial itu ditegaskan dan, sebaliknya, ciri-ciri

Parlementer dihilangkan.

2. Bahwa, dalam konteks sosio-politik dengan

mempertimbangkan kebhinekaan atau kemajemukan

masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek, jabatan Presiden

dan Wakil Presiden atau lembaga kepresidenan adalah simbol

pemersatu bangsa.

3. Bahwa, sistem pemerintahan Presidensial oleh suatu Negara

idealnya disertai penyederhanaan dalam sistem kepartaiannya.

Pengertian ideal disini adalah mengacu pada evektivitas

jalannya pemerintahan.

Dari tiga fungsi ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

yang terambil dari pertimbangan hakim di atas, dapat ditarik kerimpulan bahwa

fungsi terpenting dari dilaksanakannya ambang batas ini adalah fungsi penguatan

sistem pemerintahan presidensial, walau di sisi lain terdapat juga fungsi sosio-

politik yang menggambarkan jabatan Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol

pemersatu bangsa. Sehingga dengan demikan fungsi utama ketentuan ambang

76

Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017, hlm. 71-73.

Page 11: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

61

batas ini adalah untuk menguatkan sistem pemerintahan presidensial sebagaimana

menjadi spirit amandemen ketiga UUD NRI 1945. Menimbang juga bahwa

seberapa besar dukungan atau legitimasi yang diperoleh seorang Presiden dan

Wakil Presiden terpilih melalui suara rakyat yang diberikan secara langsung

dalam pemilu, hal itu tidak akan menghilangkan situasi dilematis sebagaimana

digambarkan di atas yang pada akhirnya secara rasional-realistis “memaksa”

seorang Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk untuk melakukan kompromi

politik yang kemudian melahirkan corak pemerintahan presidensial rasa

parlementer. Keadaan demikian hanya dapat dicegah apabila dibangun suatu

mekanisme yang memungkinkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih memiliki

cukup dukungan suara partai-partai politik yang menduduki kursi di DPR. MKRI

juga menimbang, bahwa:

“Dengan sejak awal diberlakukan persyaratan jumlah minimum

perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik untuk

dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden, berarti sejak awal pula dua kondisi bagi hadirnya

penguatan sistem presidensial diharapkan terpenuhi, yaitu,

pertama, upaya pemenuhan kecukupan dukungan suara partai

politik atau gabungan partai politik pendukung pasangan calon

Presiden dan calon Wakil Presiden di DPR, dan, kedua,

penyederhanaan partai politik.”77

Dari pertimbangan MKRI diatas, Penulis menjustifikasi bahwa fungsi

penguatan sistem presidensial adalah fungsi atau tujuan utama lahirnya ketentuan

syarat ambang batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, hal tersebut

terbukti dengan menjadikan pertimbangan yang sama pada putusan-putusan yang

terkait dengan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

sebelumnya, seperti Putusan MKRI Nomor 14/PUU-XI/2013.

77

Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017, hlm. 76.

Page 12: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

62

Berdasarkan uraian di atas, diketahui terdapat dua kondisi dari hadirnya

penguatan sistem presidensial yang akan Penulis uraikan dengan didukung

dengan pertimbangan hakim dalam putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017.

Pertama, upaya pemenuhan kecukupan dukungan suara partai politik atau

gabungan partai politik pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

di DPR. Dalam konteks tersebut dengan pemberlakuan syarat jumlah minimum

perolehan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat

mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang bersangkutan

telah memiliki cukup gambaran yang bukan saja perihal suara yang akan

mendukungnya di DPR jika terpilih tetapi juga tentang figur-figur yang akan

mengisi personalia kabinetnya, yang tentunya sudah dapat dibicarakan sejak

sebelum pelaksanaan pemilu melalui kompromi-kompromi politik antar partai

pengusung. Namun dengan cara demikian setidaknya kompromi-kompromi

politik yang dilakukan itu tidak sampai mengorbankan hal-hal fundamental dalam

program-program pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden bersangkutan

yang ditawarkan kepada rakyat pemilih dalam kampanyenya.

Kedua, penyederhanaan jumlah partai politik. Dengan diberlakukan

persyaratan jumlah minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai

politik untuk dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

akan mendorong lahirnya penyederhanaan jumlah partai politik. Pada titik itu

sesungguhnya partai-partai politik tersebut telah bermetamorfosis menjadi satu

partai politik besar sehingga dalam realitas politik telah terwujud penyederhanaan

jumlah partai politik kendatipun secara formal mereka tetap memiliki identitas

tertentu sebagai pembeda, namun hal itu tidak lagi secara mendasar

Page 13: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

63

mempengaruhi kerjasama mereka dalam pencapaian tujuan-tujuan mereka yang

tercermin dalam program-program dan kinerja pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden yang mereka usung bersama.

Sehingga dari dua kondisi hadirnya penguatan sistem presidensial tersebut

Penulis simpulkan bahwa semangat atau fungsi utama dari legitimasi ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden adalah mendorong tercapainya

keterpusatan perolehan suara pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

tersebut di DPR sehingga diharapkan memudahkan pemerintah dalam

menjalankan birokrasinya, serta mendorong terwujudnya penyederhanaan partai

yang kedua hal itu merupakan penopang utama bekerjanya sistem presidensial

dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan Negara.

B. Sumber Hukum Ketentuan Ambang Batas Pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden

Pasca amandemen ketiga UUD NRI 1945, mekanisme pengisian jabatan

Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan mekanisme pemilu, kemudian

mekanisme pemilu tersebut diatur di dalam Pasal 22E UUD NRI 1945. Secara

khusus juga pengaturan tentang tata cara pengisian jabatan Presiden dan Wakil

Presiden terdapat dalam Pasal 6A UUD NRI 1945, dengan salah satu tata cara

tersebut mengharuskan calon Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai

politik atau gabungan parta politik sebagaimana terdapat dalam Pasal 6A ayat (2)

UUD NRI 1945. Selain tata cara pemilu dan pengisian jabatan Presiden dan Wakil

Presiden yang sudah ditentukan dasar dalam konstitusi, kemudian lahirlah

pengaturan lanjutan yaitu melalui UU Pemilu. Dalam Pasal 222 UU Pemilu

terdapat pengaturan teknis dari cara pengusungan calon Presiden dan Wakil

Presiden yang mengharuskan ketentuan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

Page 14: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

64

berasal dari partai politik atau gabungan partai politik yang wajib memenuhi

syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Syarat ambang

batas tersebut tidaklah muncul pertama kali, namun pengaturannya selalu ada

dalam setiap pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya. Dengan

diaturnya syarat ambang batas tersebut, kemudian berakibat pada munculnya

permohonan pengujian konstitusionalitas undang-undang pemilu yang mengatur

syarat tersebut kepada MKRI, dan berakhir pada lahirnya beberapa putusan.

Untuk itu dalam bab ini Penulis akan mengelaborasi lebih lanjut tentang sumber

hukum ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang

terdapat dalam konstitusi khususnya Pasal 6A UUD NRI 1945 yang kemudian

diatur lebih teknis dalam Pasal 222 UU Pemilu dan sumber hukum lain berupa

putusan-putusan MKRI.

Untuk menerangkan lebih lanjut tentang ketiga sumber hukum ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tersebut, maka Penulis akan

menjabarkannya dalam sistematika berikut. Pertama, mengenai Ambang Batas

Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Konstitusi dan Pasal 222 UU RI

Nomor 7 Tahun 2017 (infra Sub-judul 1), kedua, Putusan MKRI terkait dengan

Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (infra Sub-judul 2).

1. Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

dalam Konstitusi Pasal 222 UU RI Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum

Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden berkaitan dengan bentuk

pemerintahan, bentuk Negara, sistem pemerintahan dan sistem politik suatu

Negara. Jabatan Presiden adalah jabatan dalam Negara yang berbentuk republik.

Secara filosofis, Negara republik adalah Negara yang dibentuk oleh dan untuk

Page 15: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

65

kepentingan umum. Berdasarkan pemahaman ini sekaligus tercermin, semua

jabatan dalam Negara republik adalah jabatan yang berfungsi mewujudkan

kepentingan umum, tidak terkecuali jabatan Presiden. Sehingga semua jabatan,

pengisian jabatan, dan pemangku jabatan dalam republik pada dasarnya

memerlukan keikutsertaan publik, termasuk pertanggungjawaban, pengawasan,

dan pengendalian.78

Perbedaan kedudukan suatu Negara ini menimbulkan

perbedaan persepsi dan cara pengisian jabatan Presiden, yang dalam sistem

pemerintahan presidensial seperti di Indonesia dilakukan dengan cara pemilihan

langsung oleh rakyat, karena dalam paham kedaulatan rakyat atau demokrasi,

rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi

dalam suatu Negara.79

Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah dengan

diselenggarakannya pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dan

untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD yang dilaksanakan secara

demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Untuk itu tentang pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden seharusnya

diatur di dalam konstitusi Negara, sehingga dalam konstitusi Indonesia diatur

pada Pasal 6A UUD NRI 1945. Dalam Pasal 6A ayat (1) mengatakan bahwa

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh

rakyat melaui mekanisme pemilu, sehingga prinsip dari pemilu itu sendiri diatur

di dalam Pasal 22E UUD NRI 1945. Salah satu ketentuan dari konstitusi yang

berkaitan dengan tata cara pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden terdapat

78

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Penerbit FH UII Press, Jakarta, 2003, hlm.

68-69. 79

Kusnardi & Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, FSHTN-FHUI,

Jakarta, 1983, hlm. 328.

Page 16: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

66

dalam Pasal Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 yang di dalamnya mengatur,

bahwa:

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum

sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”80

Dari norma tersebut kemudian ditarik makna bahwa calon Presiden dan

Wakil Presiden wajib diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik

sebelum pemilu dilaksanakan, sehingga menutup kemungkinan untuk dapat

mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden independen. Dalam

rumpun Pasal 6A UUD NRI 1945 terdapat pula delegasi langsung dari konstitusi

kepada legislator untuk mengelaborasikan tata cara pengisian jabatan Presiden

dan Wakil Presiden secara lebih lanjut dalam suatu bentuk produk undang-

undang. Pendelegasian tersebut terwujud dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI

1945, yang mengatakan bahwa:

“Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

lebih lanjut diatur dalam undang-undang.”81

Sehingga legislator mengamini amanat dari konstitusi di atas untuk

mengatur mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden melalui

pelaksanaan pemilu yang berkualitas, memenuhi derajat kompetisi yang sehat,

partisipatif dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan dibentuknya Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 (selanjutnya disebut sebagai UU Pemilu). Pemilu

akan diadakan pada tanggal 17 April tahun 2019, dan yang menjadikan pemilu

kali ini berbeda dengan pemilu sebelumnya adalah dengan dilaksanakannya secara

serentak. Itu artinya akan diadakan pemilihan legislatif (DPR, DPD, DPRD)

sekaligus pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu waktu yang sama.

80

Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945. 81

Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945.

Page 17: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

67

Perubahan sistem pemilu ini bermula dari keluarnya Putusan MKRI Nomor

14/PUU-XI/2013, atas pengujian Undang-Undang 42 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum dengan Effendi Gazali sebagai Pemohon.

Disini Penulis akan membahas lebih jauh tentang salah satu ketentuan yang

ada dalam UU Pemilu yang menjadi bahan utama penelitian ini, yaitu Pasal 222

UU Pemilu. Pasal tersebut memuat ketentuan syarat pengusungan pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden yang terwujud dengan syarat ambang batas atau

Presidential Threshold. Pasal tersebut mengatur, bahwa:

“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan

Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan

perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah

kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari

suara sah nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”82

Ketentuan Pasal 222 UU Pemilu tersebut untuk merepresentasikan adanya

dukungan awal yang kuat dari DPR, yang mana DPR merupakan simbol

keterwakilan rakyat terhadap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang

diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.83

Sehingga ketentuan

tersebut dapat dimaksudkan sebagai persyaratan atau seleksi awal untuk

menunjukkan akseptabilitas atau kepercayaan terhadap calon Presiden dan Wakil

Presiden yang tercermin dari dukungan rakyat dengan DPR yang menjadi

simbolnya.

Sehingga dari uraian tentang dua dasar hukum ketentuan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diatas, Penulis menarik makna bahwa

syarat pengusungan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai

politik atau gabungan partai politik yang diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD

82

Pasal 222 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 83

Keterangan Pemerintah dalam Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017, hlm. 31.

Page 18: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

68

NRI 1945 merupakan bagian dari tata cara pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden, yang oleh Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 mendelegasikannya

kepada legislator untuk mengatur lebih jauh ketentuan tersebut ke dalam satu

bentuk undang-undang. Selain Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945, juga terdapat

Pasal 22E ayat (6) UUD NRI 1945 yang mengatakan, bahwa ketentuan lebih

lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.84

Oleh sebab itu

lahirlah UU Pemilu sekaligus sebagai dasar hukum pelaksanaan pemilu serentak

2019, dan Pasal 222 yang menjadi bagian di dalamnya.

Sehingga Penulis simpulkan bahwa Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur

tentang syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan

perwujudan pengaturan lanjutan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 yang

mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai

politik atau gabungan partai politik. Dasar pembentukan Pasal 222 UU Pemilu

tersebut berasal dari delegasi Pasal 6A ayat (5) dan Pasal 22E ayat (6) UUD NRI

1945.

Hal tersebut didukung dengan Putusan MKRI Nomor 14/PUU-XI/2013

pada angka 3 (tiga) Pertimbangan Hukum paragraf [3.18] yang menyatakan:

“Adapun mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 9 UU 4/2008,

Mahkamah mempertimbangkan bahwa dengan penyelenggaraan

Pilpres dan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan dalam pemilihan

umum secara serentak maka ketentuan pasal persyaratan perolehan

suara partai politik sebagai syarat untuk mengajukan pasangan calon

presiden dan wakil presiden merupakan kewenangan pembentuk

Undang-Undang dengan tetap mendasarkan pada ketentuan UUD

1945.”

Dari situ Penulis simpulkan bahwa dengan adanya Pasal 222 UU Pemilu

yang mengatur tentang ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden,

84

Pasal 22E ayat (6) UUD NRI 1945.

Page 19: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

69

legislator telah mengamini dan menjalankan amanat konstitusi yang terdapat

Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5) untuk mengatur lebih lanjut tentang tata

cara pengusungan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pemilu dilaksanakan, ke dalam

bentuk produk undang-undang dan juga mengamini amanat Putusan MKRI

Nomor 14/PUU-XI/2013.

2. Putusan MKRI Terkait dengan Ambang Batas Pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden

Setiap lima tahun sekali Indonesia menyelenggarakan pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden. Bila sebelumnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), maka sejak tahun 2004

Indonesia memiliki sistem pemilu yang baru, yaitu Presiden dan Wakil Presiden

dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga rakyat bebas menentukan calon

pemimpinnya secara langsung melalui mekanisme pemilu.

Sejak pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung,

persoalan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden selalu

mengemuka tiap kali pemilu dilaksanakan, karena seperti yang telah dibahas

sebelumnya bahwa pengaturan syarat ambang batas ini telah ada disetiap undang-

undang pemilu Presiden dan Wakil Presiden dari masa ke masa dengan teknis dan

persentase yang berbeda-beda. Pada pemilu 2004, ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden sebesar 10 persen. Angka ini kemudian bertambah

hingga 20 persen pada pemilu 2009, dan terus berlanjut hingga saat ini.

Dari lahirnya ketentuan ambang batas tersebut, maka sering kali

memunculkan permohonan pengujian konstitusionalitas atasnya kepada MKRI

yang kemudian melahirkan putusan-putusan tentang pengujian konstitusionalitas

Page 20: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

70

ketentuan ambang batas tersebut. MKRI telah menguji konstitusionalitas

ketentuan ambang batas tersebut dalam dua masa, yang terbagi menjadi Putusan

MKRI Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 dan kemudian diperkuat dalam putusan

termutakhir tentang ketentian serupa dalam UU Pemilu, yaitu Putusan MKRI

Nomor 53-59-70-71-72/PUU-XV/2017.

Permohonan-permohonan tersebut lahir dari pandangan kontra dari

diberlakukannya ketentuan ambang batas ini. Sebagian besar Pemohon

beranggapan bahwa syarat ambang batas dianggap mengurangi hak rakyat untuk

mendapatkan pemimpin yang diinginkan. Sebab dengan ketentuan ambang batas,

partai-partai politik harus berkoalisi untuk dapat memenuhi syarat besaran

persentase yang ada agar dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden. Seperti halnya yang terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu yang

mengharuskan partai politik atau gabugan partai politik mendapatkan perolehan

kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau

memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional pada pemilu

anggota DPR sebelumnya.

Berikut Penulis uraikan 6 alasan utama yang diajukan Pemohon dalam

permohonan pengujian konstitusionalitas ketentuan ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu,

diantaranya:

1. Pasal 222 UU Pemilu tidak didukung secara bulat karena Partai

Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai

Amanat Nasional menyatakan menolak walk out. Menurut Pemohon,

Pasal 222 UU Pemilu adalah manipulasi dan tarik-menarik

kepentingan politik partai-partai pendukung pemerintah, partai-partai

oposisi, dan pemerintah.85

85

Lutfil Ansori, “Telaah terhadap Presidential Threshold Dalam Pemilu Serentak

2019”, Jurnal Yuridis, Volume 4, Nomor 1, Juni 2017, hlm. 15.

Page 21: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

71

2. Pasal 222 UU Pemilu telah digunakan dalam Pemilu 2014 sehingga

tidak relevan dan kedaluwarsa ketika ditetapkan dalam pemilu

serentak 2019.86

3. Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan logika keserentakan

pemilu 2019, sistem pemilu baru pasca dikeluarkannya Putusan

MKRI Nomor 14/PUU-XI/2013.87

4. Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) dan

Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945.88

5. Pasal 222 UU Pemilu merusak sistem presidensial dan mengeliminasi

fungsi evaluasi penyelenggaraan pemilu.89

6. Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan prinsip One Person, One

Vote, One Value (OPOVOV) dari pemilu 2014 karena konvensi suara

pemilih menjadi kursi dalam pemilu 2014 telah digunakan untuk

mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.90

Sehingga dari perbedaan pendapat tersebut, Penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan persoalan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dengan terlebih dahulu mengkaji

pendapat hakim dari putusan-putusan terkait dengan pengujian ketentuan ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Putusan yang pertama, yaitu Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-

VI/2008.91

Dalam putusan ini pada pokoknya MKRI berpendapat bahwa

persoalan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai

berikut: Pertama, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa aturan

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sangat diskriminatif

menghilangkan kesempatan untuk diusulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik dan penerapannya menimbulkan ketidakadilan, sehingga

bertentangan dengan konstitusi, menurut MKRI adalah tidak benar. Sebab MKRI

86

Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017, hlm. 6 87

Abdul Ghoffar, Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi

dan Pengalaman di Negara Lain, Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018, hlm.

480. 88

Ibid, hlm. 483. 89

Ibid, hlm. 484. 90

Ibid. 91

Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008.

Page 22: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

72

berpendapat bahwa untuk dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

politik dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden akan lebih dahulu ditentukan

oleh rakyat dalam pemilu legislatif akan datang, ketentuan ini berlaku secara

sama bagi semua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sehingga tidak ada

unsur diskriminatif dalam ketentuan ini;

Kedua, bahwa pengaturan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden yang terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

merupakan satu norma konkret penjabaran dari Pasal 6A ayat (2) UUD NRI

1945. Kebijakan syarat perolehan suara sah nasional dalam pemilu DPR,

sebagaimana telah menjadi pendapat MKRI dalam putusan-putusan terdahulu,

merupakan kebijakan hukum terbuka/kebijakan legislatif terbuka (open legal

policy) yang didelegasikan oleh Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 yang

menentukan tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur

lebih lanjut dalam undang-undang, dan juga Pasal 22E ayat (6) UUD NRI 1945

menentukan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang pemilu diatur dengan undang-

undang.

Ketiga, MKRI melihat bahwa dalil Pemohon yang menyatakan bahwa

pengaturan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden berpotensi

menyebabkan tidak terselenggaranya pemilu yang demokratis, dan tidak

menganut asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, tidak ada korelasi yang logis

antara syarat dukungan 20% (dua puluh persen) kursi DPR atau 25% (dua puluh

lima persen) suara sah nasional yang harus diperoleh partai untuk mengusulkan

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Justru dengan perolehan partai atas

syarat tersebut diperoleh melalui proses demokrasi yang diserahkan pada rakuat

Page 23: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

73

pemilih yang berdaulat. Ketentuan ini juga untuk membuktikan apakah partai

yang mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mendapat

dukungan yang luas dari rakyat.

Sehingga MKRI berpendapat bahwa syarat dukungan 20% (dua puluh

persen) kursi DPR atau 25% (dua puluh lima persen) suara sah nasional yang

harus diperoleh partai politik sebelum pemilu Presiden merupakan dukungan

awal dengan dukungan selanjutnya yang akan ditentukan oleh hasil pemilu

Presiden dan Wakil Presiden yang kelak akan menjadi kepala pemerintahan yang

sejak awal pencalonannya telah mendapatkan dukungan rakyat yang telah

memperoleh dukungan tertentu selama pemilu. Dukungan tersebut dimaksudkan

sebagai pendukung utama dalam jalannya masa pemerintahan Presiden dan Wakil

Presiden terpilih.

Putusan yang kedua, yaitu Putusan MKRI Nomor 53-59-70-71-72/PUU-

XV/2017.92

Dalam putusan ini pada pokoknya MKRI berpendapat bahwa

persoalan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai

berikut. Pertama, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang terwujud dalam

Pasal 222 UU Pemilu adalah manipulasi dan tarik-menarik partai pendukung

pemerintah dan partai-partai oposisi dengan merujuk adanya sejumlah fraksi di

DPR yang walk out pada saat disahkannya pengambilan putusan terkait UU

Pemilu. Dari dalil tersebut, MKRI berpendapat bahwa pembentukan suatu

undang-undang adalah keputusan politik oleh suatu proses politik lembaga

92

Putusan MKRI Nomor 53-59-70-71-72/PUU-XV/2017.

Page 24: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

74

Negara yang oleh konstitusi diberikan wewenang untuk membentuk undang-

undang, yang dalam hal ini adalah legislator.93

Oleh karena itu, MKRI tidak berwenang menilai produk undang-undang

agar dikatakan konstitusionalitas atau tidak selama tata cara pembentukannya

tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam konstitusi. Sebagaimana

diatur dalam Pasal 20 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) UUD NRI 1945.

Sehingga dengan adanya sejumlah fraksi yang walk out saat pengesahan undang-

undang dimaksud tidak menyebabkan substansi atau materi muatan suatu undang-

undang menjadi inkonstitusional melainkan hanya menunjukkan tingkat

penerimaan atau persetujuan materi muatan undang-undang yang bersangkutan

tidak diperoleh secara aklamasi.94

Kedua, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan

ambang batas pencalona Presiden dan Wakil Presiden yang terwujud dalam Pasal

222 UU Pemilu telah digunakan pada pemilu 2014 sehingga dirasa tidak relevan

atau kedaluarsa jika diterapkan pada pemilu serentak 2019. Terhadap dalil

tersebut MKRI berpendapat bahwa undang-undang yang mengatur tentang

pemilu 2014 bukanlah UU Pemilu (UU RI Nomor 7 Tahun 2017), melainkan UU

RI Nomor 8 Tahun 2012 yang tidak ataupun belum memberlakukan ketentuan

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam proses

pengusungan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga tidak

mungkin suatu undang-undang dikatakan kedaluarsa terhadap suatu keadaan atau

93

Abdul Ghoffar, Op.Cit., hlm. 486. 94

Putusan MKRI Nomor 53/PUU-XV/2017, hlm. 130.

Page 25: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

75

peristiwa yang terjadi sebelumnya yang tunduk pada undang-undang yang

berbeda.95

Ketiga, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Pasal 222 UU

Pemilu bertentangan dengan logika keserentakan pemilu 2019, sebagaimana

pemilu serentak dinyatakan dalam Putusan MKRI Nomor 14/PUU-XI/2013. Dari

dalil tersebut, MKRI berpendapat dalam Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-

VI/2008 dalam pengujian UU RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum, telah menegaskan bahwa penentuan ambang batas minimum perolehan

suara partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah kebijakan hukum terbuka

pembentuk undang-undang (legislator).

Keempat, MKRI kembali mempertegas dengan putusan sebelumnya yaitu

Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, dengan penjelasan sebagai berikut:96

1. Pertimbangan hukum mengenai ambang batas minimum

perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik

untuk dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden yang diatur dalam Pasal 9 UU RI Nomor 42 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum merupakan kebijakan hukum

pembentuk undang-undang.

2. Argumen teoritik dari diberlakukannnya syarat ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden adalah untuk

memperkuat sistem presidensial dalam pengertian

mewujudkan sistem dan praktik pemerintahan yang semakin

mendekati ciri dan syarat ideal sistem pemerintahan

presidensial.

3. Argumentasi sosio-politik konstitusionalitas persyaratan

ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau

gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden adalah memperkuat

lembaga kepresidenan sebagai lembaga yang

95

Ibid, hlm. 131. 96

Ibid, hlm. 132.

Page 26: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

76

mencerminkan legitimasi sosio-politik representasi dari

kesatuan masyarakat Indonesia.

4. Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa syarat

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang

terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu justru merusak sistem

presidensial dan mengeliminasi fungsi evaluasi

penyelenggaraan pemilu. Terhadap hal tersebut MKRI

menimbang bahwa ketentuan ambang batas yang termuat

dalam Pasal 222 UU Pemilu justru berkesesuaian dengan

gagasan penguatan sistem pemerintahan presidensial yang

menjadi desain dari konstitusi UUD NRI 1945. Sementara yang

dimaksud dengan “mengeliminasi evaluasi penyelenggaraan

pemilu” adalah anggapan Pemohon tentang adanya

ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja DPR dan Presiden-Wakil

Presiden yang terpilih dalam pemilu 2014 dengan asumsi

bahwa rakyat akan dihadapkan pada pasangan calon Presiden

dan Wakil Presiden yang sama yang akan berkompetisi dalam

Pemilu 2019 sebagaimana ditegaskan Pemohon dalam

permohonannya.97

Terkait hal tersebut MKRI berpendapat

bahwa anggapan demikian terlalu prematur sebab belum tentu

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang

berkompertisi dalam Pemilu 2019 adalah pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden yang berkompetisi dalam Pemilu

2014 lalu. Namun jikalau anggapan ini benar, hal itu tidak serta-

merta menjadikan norma yang terkandung di dalam Pasal 222

UU Pemilu menjadi inkonstitusional.98

5. Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang

terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu bersifat diskriminatif

karena memangkas hak Pemohon sebagai partai politik untuk

mengusulkan ketuanya sebagai calon Presiden (in casu Partai

Idaman), MKRI berpendapat bahwa dalil diskriminasi tidak

tepat digunakan untuk menyatakan ketentuan Pasal 222 UU

Pemilu adalah inkonstitusional karena tidak setiap perbedaan

perlakuan serta-merta berarti diskriminasi. Syarat ambang batas

yang terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu diberlakukan untuk

semua partai politik peserta pemilu, dan yang terpenting adalah

ketentuan tersebut bisa dikatakan diskriminasi manakala

terhadap hal yang sama diperlakukan secara berbeda dan

perbedaan itu semata-mata didasari oleh pembedaan manusia

atas dasar suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial,

status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang

berakibat mengurangan, penyimpangan atau penghapusan,

pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dalam kehidupan, baik individual maupun

97

Abdul Ghoffar, Op.Cit., hlm. 489. 98

Putusan MKRI Nomor 53/PUU-XV/2017, hlm. 133.

Page 27: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

77

kolektif, dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,

dan aspek kehidupan lainnya, sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 1 angka 3 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia. Bahkan, andaikata terhadap partai-partai politik

peserta pemilu tersebut diberlakukan ketentuan yang berbeda,

hal itu juga tidak sertamerta dapat dikatakan sebagai

diskriminasi sepanjang perbedaan itu tidak didasari oleh alasan-

alasan sebagaimana termasud dalam pengertian diskriminasi di

atas.99

Dari uraian pertimbangan MKRI diatas, Penulis menarik kesimpulan bahwa

syarat ambang batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidaklah

merupakan ketentuan inkonstitusional. Dengan hal tersebut Penulis menyatakan

pendiriannya berkenaan dengan syarat ambang batas perolehan suara minimal

partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden, dengan argumen sebagai berikut:

Pertama, pertimbangan mengenai ambang batas minimum perolehan suara

partai politik atau gabungan partai politik untuk daoat mengusulkan pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden (yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu)

sebagai kebijakan pembentuk undang-undang (legislor) yang disebut sebagai

kebijakan legislatif terbuka (open legal policy). Kedua, argumentasi teoritik

konstitusionalitas persyaratan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden (yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu) merupakan argumentasi

teoritik untuk memperkuat sistem presidensial dalam pengertian mewujudkan

sistem dan praktik pemerintahan yang makin mendekati ciri/syarat ideal menuju

sistem pemerintahan presidensial sebagaimana menjadi desain konstitusi

Republik Indonesia, sehingga mengkikis praktik yang menuju pada ciri-ciri

sistem parlementer. Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden justru melemahkan sistem

99

Ibid., hlm. 135.

Page 28: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

78

presidensial, Penulis beranggapan bahwa ketentuan tersebut justru menguatkan

sistem presidensial yang menjadi desain konstitusional UUD NRI 1945. Ketiga,

argumentasi sosio-politik konstitusionalitas ambang batas pencalonan Presiden

dan Wakil Presiden (yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu) adalah

memperkuat lembaga Kepresidenan sebagai lembaga yang mencerminkan

legitimasi sosio-politik representasi masyarakat Indonesia yang berbhineka.

Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Pasal 222 UU

Pemilu bersifat diskriminatif karena menghilangkan hak Pemohon sebagai partai

politik peserta pemilu untuk mengusulkan ketuanya seperti contoh dalam Putusan

MKRI Nomor 53/PUU-XV/2017 sebagai calon Presiden, Penulis beranggapan

bahwa dalil diskriminasi tidak dapat dibenarkan karena tidak setiap perbedaan

perlakuan serta-merta berarti diskriminasi.

Dari ketiga argument Penulis tersebut, Penulis akan memfokuskan pada

satu argument yang akan menjadi analisis lebih lanjut, yaitu bahwa syarat

ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan

dari pada kebijakan legislatif terbuka (open legal policy) yang secara eksplisit

telah diamanatkan dalam konstitusi hingga Putusan MKRI. Untuk itu dengan

ambang batas tersebut menjadi bagian dari perwujudan kebijakan legislatif

terbuka, itu artinya ambang batas tersebut bukanlah merupakan permasalahan

HAM seperti yang menjadi dalil Pemohon dalam permohonan pengujian Pasal

222 UU Pemilu tersebut.

C. Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden merupakan Kebijakan Legislatif Terbuka

Page 29: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

79

Norma-norma UU Pemilu dimohonkan untuk diuji kepada UUD NRI 1945,

tetapi secara khsusus Penulis memusatkan perhatian pada Pasal 222 tentang

persyaratan ambang batas perolehan suara partai politik atau gabungan partai

politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Preisden dan Wakil Presiden

dalam pemilu, yang diajukan oleh Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XV/2017.

Dalam perjalanan MKRI memutus perkara pengujian konstitusionalitas

ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, dapat ditarik

makna dari pertimbangan hakim yang sering muncul hingga menjadi

pertimbangan utama, bahwa ambang batas tersebut merupakan ketentuan yang

lahir dari kebebasan kebijakan legislatif terbuka. Untuk itu dalam tulisan ini,

posisi Penulis adalah mendukung Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017 yang

menyatakan bahwa ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden merupakan perwujudan dari kebijakan legislatif terbuka, dengan

menjabarkan karakterikstik kebijakan legislatif terbuka yang ada di dalam

ketentuan ambang batas dalam Pasal 222 UU Pemilu yang menjadi bahan utama

penelitian ini. Juga Penulis akan membuktikan dalil Pemohon dalam Putusan

MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa ketentuan ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Pasal 222 UU

Pemilu tersebut melanggar HAM tidaklah terbukti berdasarkan konsep HAM dari

sumber-sumber hukum yang ada. Sehingga untuk tujuan itu, maka Penulis akan

menjabarkan dalam sistematika berikut. Pertama, mengenai Karakteristik

Kebijakan Legislatif Terbuka dalam Ketentuan Ambang Pencalonan Presiden dan

Wakil Presiden (infra Sub-judul 1), kedua, mengenai Ketentuan Ambang

Page 30: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

80

Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden bukan merupakan Isu Pelanggaran HAM

(infra Sub-judul 2).

1. Karakteristik Kebijakan Legislatif Terbuka dalam

Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden

Pemilu merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan

kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Untuk

mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa

untuk menjaga kualitas pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam UU Pemilu

diharapkan dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Pembahasan utama kali ini

yaitu Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta

pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari jumlah kursi DPR atau 25% (dua puluh lima persen) dari dari suara

sah nasional dalam pemilu anggota DPR pada pemilu selanjutnya. Ketentuan ini

Penulis justifikasi sebagai perwujudan dari kebijakan legislatif terbuka, sebab

terdapat amanat dari konstitusi sebagai pemilik hierarki yang lebih tinggi untuk

mengatur tata cara pelaksanaan pemilu di dalam sebuah produk undang-undang.

Selain itu terdapat putusan MKRI yang mendukung adanya argument tersebut,

namun dalam hal ini MKRI tidak mengelaborasi lebih jauh tentang karakteristik

kebijakan legislatif terbuka yang terpenuhi dalam ketentuan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 222 UU Pemilu. Untuk itu,

posisi pro Penulis atas diberlakukannya ketentuan ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden sebagai perwujudan dari kebijakan legislatif terbuka

Page 31: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

81

dengan mengelaborasikannya lebih lanjut akan karakteristik yang terpenuhi

berdasarkan analisis sebagai berikut:

Pertama, bahwa Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa:

“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar.” dengan salah satu wujud kedaulatan rakyat adalah dengan

diselenggarakannya pemilihan umum untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan

DPRD dan dilaksanakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat

seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Kedua, bahwa pemilu serentak antara pemilhan Presiden dan Wakil

Presiden, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana dimaknai dari Pasal 6A dan Pasal

22E UUD NRI 1945, menjadi argument yang diajukan untuk menyatakan Pasal

222 UU Pemilu tersebut inkonstitusional, berdasarkan anggapan hasil pemilu

sebelumnya yaitu Pemilu 2014 yang dijadikan dasar telah lalu atau selesai

sehingga tidak relevan lagi digunakan untuk pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden di tahun 2019, dan sekaligus mendiskriminasi partai pendatang baru. Hal

demikian Penulis katakan tidak benar, karena hasil tersebut tetap penting sebagai

peta politik dan pengalaman yang menunjukkan data dan fakta dalam menyusun

kebijakan pemerintahan dan Negara.

Ketiga, bahwa dalam Pasal 6A UUD NRI 1945 dengan tegas menyatakan

bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung

oleh rakyat, dengan syarat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan

oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang disahkan

sebelum pelaksanaan pemilu. Kemudian konstitusi menyatakan bahwa tata cara

pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilu anggota DPR,

Page 32: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

82

DPD, dan DPRD lebih lanjut diatur dalam undang-undang. Hal ini sesuai dengan

amanat Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945. Sehingga dari amanat tersebut,

kemudian legislator menciptakan instrument sebagai dasar hukum pelaksanaan

pemilu yang berisi tentang ketentuan norma teknis dari pelaksanaan pemilu

sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat. Instrument tersebut lahir dalam

bentuk UU Pemilu dengan salah satu pasal yang termuat di dalamnya adalah Pasal

222 yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, yang salah satunya Putusan

MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017. Penulis menilai bahwa Pasal 222 tersebut

adalah merupakan turunan dari bunyi Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945. Hal

tersebut memenuhi unsur sebagai perwujudan dari kebijakan legislatif terbuka,

karena dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 secara tegas konstitusi

mengamanatkan kepada pembuat undang-undang/legislator untuk mengatur lebih

jauh tata pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ke dalam satu

bentuk produk undang-undang. Dengan sebelumnya Penulis menjastifikasi

justifikasi bahwa syarat pengusungan pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden merupakan bagian dari tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden, yang kemudian dalam Pasal 222 UU Pemilu diatur menjadi

bentuk syarat ambang batas. Dengan demikian, pengaturan kebijakan ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak bertentangan dengan

konstitusi karena pengaturan akan ketentuan tersebut merupakan delegasi

langsung dari konstitusi kepada legislator. Delegasi serupa juga tercantum dalam

BAB VIIB UUD NRI 1945 yang mengatur prinsip pelaksanaan pemilu, yaitu

dalam Pasal 22E ayat (6) yang menyatakan bahwa: “Ketentuan lebih lanjut

tentang pemilihan umum diatur dalam undang-undang.” Sehingga norma yang

Page 33: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

83

terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu tidaklah bertentangan dengan norma-norma

yang terdapat dalam konstitusi, khususnya Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, juga

tidak bertentangan dengan Pasal 6A, Pasal 22E UUD NRI 1945, karena norma

yang dimaksud masih dalam constitutional boundary pembuat undang-undang

yang luas untuk diisi dengan memperhatikan sistem pemerintahan presidensial

yang berkombinasi dengan sistem multipartai, pengalaman kehidupan tata Negara

Indonesia yang terkait dengan pemerintahan yang stabil, serta tujuan untuk

membangun hubungan eksekutif-legislatif yang efektif. Dari dua ketentuan

delegasi yang tercantum dalam konstitusi tersebut, kemudian Penulis simpulkan

bahwa ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang

terwaujud dalam Pasal 222 UU Pemilu merupakan perwujudan dari kebijakan

legislatif terbuka (open legal policy), karena dengan secara langsung konstitusi

telah mengaturnya secara eksplisit dalam batang tubuhnya.

Argumen Penulis tersebut diperkuat dengan Pertimbangan Hakim dalam

Putusan MKRI Nomor 14/PUU-XI/2013 paragraf [3.18] dalam Pengujian Pasal 9

UU RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan:

“Adapun mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 9 UU 42

Tahun 2008, Mahkamah mempertimbangkan bahwa dengan

penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Anggota Lembaga

Perwakilan dalam pemilihan umum secara serentak maka

ketentuan pasal persyaratan perolehan suara partai politik sebagai

syarat untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil

presiden merupakan kewenangan pembentuk Undang-Undang

dengan tetap mendasarkan pada ketentuan UUD 1945.”

Patut untuk diketahui sebelumnya, bahwa Pasal 9 UU RI Nomor 42 Tahun

2008 tersebut juga mengatur tentang persyaratan perolehan kursi dalam

mengajukan bakal calon Presiden dan Wakil Presiden yang di dalamnya berbunyi:

Page 34: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

84

“Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan partai

politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi

paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau

memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional

dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden

dan Wakil Presiden.”

Maka dengan itu legislator berpendirian bahwa pengaturan dalam Pasal 222

UU Pemilu juga mengatur mengenai persyaratan perolehan kursi dalam rangka

pengajuan bakal calon Presiden dan Wakil Presiden adalah konstitusional. Jika

kembali kita mengulas Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, bertanggal

18 Februari 2009 dalam pengujian UU RI Nomor 42 Tahun 2009 tentang

Pemilihan Umum tersebut menegaskan bahwa ketentuan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden adalah kebijakan pembentuk undang-

undang. Disana diketahui bahwa dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2003 tentang

Pemilihan Umum sebelumnya telah menerapkan kebijakan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, dengan syarat partai politik atau

gabungan partai politik memenuhi persyaratan paling sedikit 15% (lima belas

persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 20% (dua puluh persen) dari

suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelum pelaksanaan pemilu

Presiden dan Wakil Presiden. Kebijakan threshold semacam itu juga telah

diterapkan sebagai kebijakan hukum (legal policy) dalam electoral threshold (ET)

untuk mencapai sistem multipartai yang sederhana, hal tersebut terdapat dalam

Putusan MKRI Nomor 3/PUU-VII/2009, dan dalam putusan tersebut MKRI

menyatakan bahwa ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden yang terdapat dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2003 tidak bertentangan

dengan UUD NRI 1945, karena merupakan kebijakan yang diamanatkan oleh

UUD NRI 1945 yang sifatnya terbuka. Ketentuan dan putusan tersebut lahir

Page 35: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

85

ketika pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dipisahkan

pelaksanaannya dengan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Namun dalam

perkembangan selanjutnya, melalui Putusan MKRI Nomor 14/PUU-XI/2013,

mahkamah telah menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD,

DPRD bebarengan menjadi satu waktu atau dilaksanakan serentak dengan pemilu

Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga timbul pertanyaan, apakah dengan

demikian Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 masih relevan dijadikan

sebagai acuan pertimbangan permohonan pengujian Pasal 222 UU Pemilu yang

pelaksanaannya dilakukan secara serentak?

Terhadap petanyaan tersebut, Penulis berpendirian bahwa walau pemilu

diselenggarakan secara serentak, namun Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-

VI/2008 tetaplah relevan. Pendirian tersebut mengamini pertimbangan hakim

dalam Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017, berdasarkan rangkaian

argumentasi sebagai berikut:

Pertama, argumentasi teoritik konstittusionalitas persyaratan ambang batas

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden bukanlah diturunkan dari logika

disatukan atau dipisahkaannya pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil

Presiden dengan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD

melainkan dari argumentasi teoritik untuk memperkuat sistem presidensial dengan

pengertian untuk mewujudkan sistem dan praktik pemerintahan yang makin

mendekati ciri dan syarat ideal sistem pemerintahan presidensial, desain dari pada

konstitusi. Kedua, argumentasi sosio-politik konstitusionalitas syarat ambang

batas pencaloan Presiden dan Wakil Presiden adalah memperkuat lembaga

kepresidenan sebagai lembaga yang mencerminkan legitimasi sosio-politik

Page 36: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

86

representasi bangsa Indonesia yang berbhineka. Ketiga, argumentasi yang paling

penting dari pada argumentasi pertama dan kedua, yaitu bahwa syarat ambang

batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan bentuk dari kebijakan

pembentuk undang-undang/legislator yang disebut dengan kebijakan legislatif

terbuka (open legal policy). Dengan begitu konstitusional tidaknya ketetapan

syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sama sekali tidak

dapat dikaitkan dengan keberadaan pemilu yang dilaksanakan serentak ataupun

tidak.

Sebagai tambahan atas pembelaan pada ketentuan Pasal 222 UU Pemilu

tentang syarat ambang batas, Penulis berkeyakinan bahwa MKRI memahami

posisinya secara tepat dalam menjalankan pengujian konstitusionalitas undang-

undang meskipun konstitusi tidak memberikan pembatasan secara spesifik atas

hal itu. Dalam hal ini MKRI ada dalam posisi departmentalism yang berarti

bahwa perlunya badan-badan pemerintahan lain untuk melakukan interpretasi

konstitusi, ternasuk pembentuk undang-undang dihormati pandangan atau

pendapatnya dalam interpretasi konstitusi oleh MKRI.100

Hal tersebut tidak

berarti mereduksi kewenangan hakim MKRI, namun secara persuasif,

mengarahkan hakim MKRI untuk menggunakan kewenangannya dalam

melakukan interpretasi konstitusi memperhatikan ranah kewenangan badan-

badan pemerintahan lain yang posisinya secara konstitusional bersifat co-

equal. Penghormatan terhadap kewenangan badanbadan pemerintahan lain

tersebut dalam praktik pengujian undang-undang oleh MKRI sejatinya telah

dilakukan, antara lain dalam bentuk pengakuan MKRI atas adanya kekuasaan

100

Konsep ini lahir dari gagasan Thomas Jefferson, Presiden Amerika Serikat. yang

dikutip dalam Titon Slamet Kurnia, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Sang Penjaga

HAM (The Guardian of Human Rights), PT. Alumni, Bandung, 2013, hlm.150.

Page 37: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

87

pembentuk undang-undang yang disebut dengan kebijakan legislatif terbuka.101

Akan tetapi kondisi ini tidak menutup mata atas fenomena sebaliknya. Jika

situasi produk interpretasi konstitusi secara yudisial secara masuk akal

mengandung kesalahan substansial maka seyogianya departementalism dapat

menjadi solusi dengan melakukan koreksi atas kesalahan interpretasi yudisial

yang ada. Di luar itu, idealnya, MK seyogianya mampu memproduksi

interpretasi konstitusi yang benar sehingga kebenaran produk interpretasi

tersebut dapat menjadi pedoman bagi badan-badan pemerintahan lain

koordinat.102

Dari uraian analisis dan argumentasi Penulis di atas dapat Penulis

simpulkan, bahwa syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

yang terwujud di dalam Pasal 222 UU Pemilu merupakan satu bentuk dari

kebijakan legislatif terbuka, yang merupakan delegasi langsung oleh konstitusi

yang terwujud dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 tentang pendelegasian

untuk mengatur tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam suatu

bentuk produk undang-undang dan Pasal 22E ayat (6) UUD NRI 1945 tentang

pendelegasian untuk mengatur secara umum teknis pemilihan umum ke dalam

suatu bentuk produk undang-undang. Di sisi lain juga diperkuat dengan adanya

Putusan MKRI Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, Putusan MKRI Nomor 14/PUU-

XI/2013 dan tentunya Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017 yang menyatakan

bahwa syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden merupakan

bentuk dari kebijakan legislatif terbuka (open legal policy) yang memberikan

kebebasan pada pembentuk undang-undang/legislator untuk mengatur lebih lanjut

101

Ninon Melatyugra, Loc. Cit., hlm. 3. 102

Titon Slamet Kurnia, Mahkamah Konstitusi sebagai Human Rights Court, Jurnal

Konstitusi, Nomor 11, Volume 1, Maret 2014, hlm. 149, 162-163.

Page 38: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

88

ketentuan yang telah didelegasikan oleh konstitusi kedalam suatu bentuk

peraturan perundang-undangan.

Sehingga dari kesimpulan di atas, menurut baik Penulis sehubungan dengan

syarat ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam

Pasal 222 UU Pemilu merupakan kebijakan legislatif terbuka, maka disini MKRI

membatasi wewenangnya atau menerapkan prinsip self judicial restraint untuk

tidak mengintervensi atau masuk ke dalam ranah wewenang lembaga Negara lain,

yang disini adalah legislator sebagai pencipta norma. Untuk itu disimpulkan,

walaupun suatu norma dinilai buruk kalau itu sesuai dengan kewenangan yang

sudah diamanatkan konstitusi untuk menjalankannya, maka MKRI tidak berhak

untuk menyatakan inkonstitusional dan membatalkan norma tersebut.

2. Ketentuan Ambang Pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden bukan merupakan Isu Pelanggaran HAM

Seperti yang kita ketahui, bahwa Indonesia merupakan Negara hukum. Satu

hal yang menjadi ciri utama dari pada Negara hukum adalah adanya penjaminan

terhadap HAM warga Negaranya, walaupun di satu sisi Negara juga memiliki

kewajiban selaku government as an obligation holder sebagaimana tertuang

dalam Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945.

Ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden menjadi

isu kontroversial yang dalam permohonan pengujiannya selalu dikaitkan dengan

jaminan terhadap HAM. Pertentangan ketentuan ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden yang muncul melalui judicial review terhadap Pasal

222 UU Pemilu yang akhirnya melahirkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No.

59/PUU-XV/2017.

Page 39: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

89

Salah satu jenis HAM yang menjadi pertentangan dengan ketentuan

Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Putusan MKRI

adalah Hak Politik. Hak Politik yang utama adalah hak untuk memberi suara,

yakni hak untuk turut serta dalam pemilihan anggota badan legislatif dan pejabat-

pejabat Negara lain, seperti kepala Negara dan para hakim.103

Kembali mengulas

dalil Pemohon dalam permohonannya pada Perkara Nomor 59/PUU-XV/2017,

Pemohon menyatakan bahwa ia mengalami kerugian dalam hak-hak

konstitusionalnya yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (2), Pasal

22E ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28F UUD NRI 1945.

Dalam dalilnya, Pemohon menyatakan bahwa dengan diberlakukannya syarat

ambang batas membuat dirinya kehilangan atas jaminan HAM. Sehingga yang

dipertentangkan oleh Pemohon dalam Putusan MKRI tersebut dilandaskan pada

isue HAM yang telah diringkas dalam beberapa poin di bawah ini:104

1. Pemohon akan kehilangan banyak Calon Presiden dan Wakil

Presiden yang merupakan putra-putri terbaik Indonesia yang

layak diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

politik, karena sistem Presidential Threshold secara umum

membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi Pemohon;

2. Pemohon cenderung disodorkan pasangan Calon Presiden dan

Wakil Presiden yang terpaksa harus melakukan beberapa

negoisasi dan tawar menawar (bargaining) politik terlebih

dahulu dengan partai-partai politik yang berakibat sangat

mempengaruhi jalannya roda pemerintahan dikemudian hari;

3. Pemohon merasa dirugikan kaitannya dengan hak memilih

Pemohon dalam pelaksanaan Pemilu DPR pada tahun 2014

lalu karena merasa hasil atau pelaksanaan dari hak memilih

Pemohon tersebut kemudian tidak mendapatkan jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, karena akan

digunakan secara cenderung manipulatif, tanpa seizin

Pemohon, dan tanpa memberikan informasi apapun kepada

103

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusa Media,

Bandung, 2014, hlm. 334. 104

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 59/PUU-XV/2017, hlm. 6.

Page 40: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

90

Pemohon sebelum Pemohon melaksanakan hak memilihnya

pada Pemilu DPR 2014 tersebut.

Dari beberapa pengajuan pengujian konstituionslitas Pasal 222 UU Pemilu,

perkara Nomor 59/PUU-XV/2017 ini menjadi salah satu pengajuan permohonan

dengan posisi sebagai pemilih, sehingga HAM yang didalilkan adalah HAM

pemilih yang telah dilanggar dengan keberlakukan pasal tersebut. Dalam

permohonannya, Pemohon mengakui bahwa terdapat banyak pihak yang

menyatakan bahwa syarat ambang batas ini merupakan bagian dari kebijakan

legislatif terbuka. Namun dalam dalilnya, Pemohon tetap dalam pendiriannya

bahwa keberlakuan syarat ambang batas merupakan bagian dari pelanggaran

HAM, yang Pemohon katakan sebagai berikut:

“Sekalipun ada Pihak-Pihak yang tetap menyatakan bahwa yang

terpenting adalah “Open Legal Policy” yang jauh lebih penting

dari teks konstitusi baik secara tegas (expresis verbis) maupun

yang secara implisit jelas, yaitu Pasal 6A ayat (2), namun hal ini

tidak dapat digunakan untuk mungkir dari fakta bahwa Pemohon

serta begitu banyak warga Negara yang telah mengalami kerugian

konstitusional, yaitu Hasil atau pelaksanaan dari Hak untuk

Memilih Pemohon (pada Pemilu DPR 2014) itu kemudian tidak

mendapatkan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil, karena akan digunakan secara cenderung manipulative, tanpa

seizing Pemohon, dan tanpa memberikan informasi apapun kepada

Pemohon sebelum Pemohon melaksanakan hak memilihnya pada

Pemilu DPR 2014.”105

Terhadap pernyataan tersebut, Penulis menyatakan bahwa dalil Pemohon

tidak beralasan menurut hukum. Pasalnya, terkait dengan dalil Pemohon yang

menyatakan bahwa dengan berlakunya pasal tersebut hak konstitusionalnya yang

disebutkan sebagai bagian dari HAM tersebut merasa dirugikan, Penulis katakan

bahwa Pemohon telah lalai dalam mencermati hakikat dari pada HAM itu sendiri.

Berangkat dari dalil Pemohon yang menyatakan kerugian hak konstitusional

105

Putusan MKRI Nomor 59/PUU-XV/2017, hlm. 15.

Page 41: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

91

sebagai pemilih, sehingga HAM yang dimaksud oleh Pemohon adalah bagian dari

hak politik.

Seperti yang kita ketahui bahwa terdapat pengklasifikasian bentuk

pengakuan HAM di Indonesia sebelum menanggapi dalil Pemohon di atas. Secara

mendasar, Indonesia sendiri mengakui adanya HAM dengan mencanangkannya

dalam UUD NRI 1945, dengan pengklasifikasian sebagai berikut: 106

a. Personal Right (Pasal 28 dan Pasal 29)

b. Property Right (Pasal 33)

c. Right of Legal Equality (Pasal 27 ayat (1))

d. Political Right (Pasal 27 dan Pasal 28)

e. Social and Culture Right (Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34)

f. Procedural Right (Pasal 27 ayat (1).

Dilihat dari sifatnya, hak politik merupakan derogable rights dimana tidak

bersifat absolut, yang boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara dalam keadaan

tertentu.107

Hak tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 23 ayat (1) UU No. 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM). Dapat

dijelaskan secara singkat bahwa Hak Politik (political rights) itu sendiri adalah

seperangkat hak yang menurut sifatnya berkaitan dengan aktivitas dan partisipasi

dalam proses berNegara atau penyelenggaraan pemerintah.108

Melanjutkan ulasan

dalil Pemohon dalam Putusan MKRI di atas yang mendasarkan pada alasan HAM,

Pemohon merasa sistem ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

yang terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu pada Pemilu Serentak 2019 tersebut

benar melanggar keseluruhan hak memilih warga Negara.

Jika mengikuti dan berangkat dari dalil Pemohon yang merasa hak

konstitusionalnya (hak politik) dirugikan, konstitusi sendiri telah membatasi

penyelenggaraan HAM tersebut dengan menuangkannya dalam Pasal 28J UUD

NRI 1945, yang tertulis bahwa:

106 http://kliksma.com/2016/09/klasifikasi-hak-asasi-manusia.html, diakses pada hari

Senin, 13 Februari 2018, pukul 11.30 WIB. 107

Suparman Marzuki, Jurnal “Perspektif Mahkamah Konstitusi Tentang Hak Asasi

Manusia”, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2013, hlm. 197. 108

Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, Tahun 2015, hlm. 254.

Page 42: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

92

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undnag-

undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan

serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk

memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,

nilai-nilai agama, kemanan, dan ketertiban umum dalam suatu

masyarakat demokratis.”

Sebagai perbandingan, Penulis akan mengkaitkan dalil Pemohon dengan

pengujian pasal yang sama, yang terwujud dalam permohonan Perkara Nomor

53/PUU-XV/2017 dengan Pemohon Rhoma Irama selaku Ketua Umum Partai

Idaman yang mana putusannya bersifat mutatis mutandis dengan Putusan MKRI

Nomor 59/PUU-XV/2017. Dalam permohonan tersebut, Pemohon mendalilkan

bahwa dengan berlakunya Pasal 222 UU Pemilu menyebabkan diskriminasi

terhadap partai-partai pemilu baru yang ingin mencalonakan ketua umumnya

untuk menjadi calon Presiden. Menurut baik Pemohon, hal ini lebih tidak

beralasan menurut hukum, dengan argumen bahwa dalil diskriminatif tidak dapat

digunakan dalam hubungan ini karena tidak serta perbedaan perlakuan serta-

merta dinyatakan sebagai diskriminasi. Diskriminasi baru dapat dikatakan

manakala terhadap hal yang sama diperlakukan secara berbeda dan pembeban itu

semata-mata didasari oleh pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,

kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan,

pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif, dalam bidang politik,

ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya, sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 1 angka 3 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia. Dalam perkara Nomor 53/PUU-XV/2017, berbedaan perlakuan

Page 43: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

93

yang dialami oleh Pemohon bukanlah didasarkan pada alasan-alasan yang

terkandung di dalam pengertian diskriminasi sebagaimana diuraikan di atas,

melainkan Pemohon adalah partai politik baru yang akan ikut berkompetisi dalam

Pemilu serentak 2019, sedangkan norma yang terkandung dalam Pasal 222 UU

Pemilu adalah diberlakukan untuk partai-partai politik lama yang sudah pernah

mengikuti pemilu DPR 2014 dan memperoleh dukungan suara tertentu. Bahkan,

jikalau terdapat partai-partai politik yang telah pernah mengikuti pemilu DPR

2014 diberlakukan ketentuan yang berbeda, hal tersebut juga tidak serta-merta

dapat dikatakan sebagai diskriminasi jikalau perbedaan itu tidak didasari semata-

mata oleh alasan-alasan sebagaimana ada dalam pengertian diskriminasi Pasal 1

angka 3 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di atas. Selain

itu juga, norma yang terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu juga berlakukan untuk

seluruh partai pemilu yang sudah pernah mengikuti pemilu DPR 2014 dan berarti

tidak hanya untuk partai-partai pemilu tertentu saja.

Sehingga dengan ini menarik bagi Penulis, alasan HAM yang menjadi dalil

para Pemohon adalah premature dan tidak beralasan menurut hukum. Untuk itu

Penulis meyakini bahwa pelaksanaan syarat ambang batas pencalonan Presiden

dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Pasal 222 sebenarnya tidak terkait

dengan pelanggaran HAM dan bukan merupakan isue HAM sebagaimana

dimaksud oleh para Pemohon. Seperti yang sudah ada dalam analisis sub bab

sebelumnya, Penulis berpendirian bahwa syarat ambang batas pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Pasal 222 adalah perwujudan

dari kebijakan legislatif terbuka yang telah didelegasikan oleh konstitusi secara

tegas dan eksplisit di dalam Pasal 6A ayat (5) dan Pasal 22E ayat (6) UUD NRI

Page 44: BAB III AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL … · bagian dari tata cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk diatur secara lebih teknis dalam suatu produk

94

1945. Kebijakan legislatif terbuka merupakan konsep yang lahir dari putusan

MKRI untuk menciptakan batasan diri terkait dengan kekuasaan legislator untuk

membentuk undang-undang yang merupakan dasar legitimasi demokrasi. Untuk

itu artinya, norma dalam Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang syarat

ambang batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa mendapatkan

intervensi dari pihak manapun, termasuk juga MKRI sebagai lembaga peradilan

yang memiliki fungsi lain dan juga memiliki batasan sendiri dalam melaksanakan

fungsinya, yang mana batasan tersebut adalah prinsip self judicial restraint.

Sehingga untuk itu disimpulkan bahwa syarat ambang batas pencalonan Presiden

dan Wakil Presiden merupakan ketentuan yang konstitusional.