BAB III AKAD PRODUK SIMPANAN - arditobhinadi.comarditobhinadi.com/downlot.php?file=Bab 3 Berbagai...

download BAB III AKAD PRODUK SIMPANAN - arditobhinadi.comarditobhinadi.com/downlot.php?file=Bab 3 Berbagai Macam Akad... · berbagai macam akad yang biasa digunakan dalam produk simpanan lembaga

If you can't read please download the document

Transcript of BAB III AKAD PRODUK SIMPANAN - arditobhinadi.comarditobhinadi.com/downlot.php?file=Bab 3 Berbagai...

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 42

    BAB III

    AKAD PRODUK SIMPANAN1

    Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai kaidah fikih muamalah dan

    tujuh transaksi yang diharamkan. Pada Bab III ini akan dibahas mengenai

    berbagai macam akad yang biasa digunakan dalam produk simpanan lembaga

    keuangan syariah (LKS).

    Akad secara bahasa berarti ikatan ( ), atau perikatan, perjanjian, dan

    permufakatan ( ) dan dalam ilmu fikih disebut:

    Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan

    ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek (yang

    diikatkan).

    Ketika menyusun suatu akad, harus diperhatikan rukun dan syarat akad.

    Rukun ialah sesuatu (kewajiban) yang tidak boleh tidak harus ada di dalam suatu

    akad dan jika tidak ada salah satunya, maka transaksi menjadi batal. Rukun akad

    menurut para ulama terdiri dari: 1) pihak yang berakad; 2) obyek akad; 3)

    tujuan pokok akad; dan 4) kesepakatan. Syarat adalah sesuatu yang

    menimbulkan adanya hukum, tidak adanya syarat menimbulkan tidak adanya

    hukum. Contoh syarat pihak yang berakad: cakap hukum dan tidak dalam

    keadaan dipaksa.

    Sesuai dengan tujuannya, akad dapat dikelompokkan menjadi dua

    macam, yaitu akad tabarru dan akad tijarah. Akad tabarru adalah segala macam

    1 Disusun oleh: KH. Kasmudi Ashshidiqi, SE., M.Akt dan Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 43

    perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba (tidak mencari keuntungan). Akad

    tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi untuk

    memperoleh keuntungan. Menurut kaidah fikih tentang akad, akad tabarru tidak

    boleh dirubah menjadi akad tijarah. Maksudnya, setiap transaksi yang asalnya

    bermaksud untuk tidak mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadinya

    akad ternyata pihak yang terkait di dalamnya mengharapkan keuntungan dari

    transaksi tersebut, maka transaksi itu dilarang. Contoh: A memberikan pinjaman

    murni kepada B sebanyak satu juta rupiah dengan perjanjian B mengembalikan

    satu juta rupiah tanpa adanya tujuan mencari keuntungan sama sekali. Setelah

    terjadi transaksi, selang beberapa hari kemudian A berkata pada B: berhubung

    saya sudah membantu memberikan pinjaman kepada kamu maka tolonglah saya

    diberi tanda syukur berupa kamu bekerja di tempat saya selama tiga hari tanpa

    dibayar. Demikian ini contoh akad tabarru dirubah menjadi akad tijarah,

    hukumnya haram.

    Kaidah fikih mengatakan:

    Artinya: setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi orang yang

    berpiutang, muqtaridh) maka ia adalah riba. Hal ini juga melanggar prinsip ayat:

    972

    Kamu tidak boleh mendhalimi dan tidak boleh didhalimi.

    Dengan adanya A memperkerjakan B selama tiga hari tanpa dibayar,

    dikaitkan dengan piutang A yang ada pada B maka berarti A telah melakukan

    kedhaliman kepada B, dan B didhalimi oleh A karena diperas tenaganya secara

    paksa tanpa dibayar.

    Sebaliknya, akad tijarah boleh dirubah menjadi akad tabarru. Dalam

    setiap transaksi yang asalnya bertujuan mendapatkan keuntungan, kemudian

    setelah terjadinya akad pihak yang terkait di dalamnya meringankan/

    memudahkan pihak yang lain dengan menjadikan akad tersebut menjadi akad

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 44

    tabarru (tanpa ada tambahan keuntungan), maka transaksi itu dibolehkan.

    Contoh: A menjual jam tangan kepada B seharga Rp 2.500.000 dicicil selama

    tiga bulan. Dari jual beli ini, A mengambil keuntungan Rp 500.000 setelah satu

    minggu A mentransaksikan kepada B dengan akat tijarah, tiba-tiba A merubah

    akadnya menjadi akad tabarru, yaitu dengan cara A berkata kepada B: B saya

    tidak jadi menjual jam tangan itu kepadamu, tetapi saya shadaqahkan saja

    kepadamu supaya kamu tidak mempunyai tanggungan membayar kepada saya.

    Maka hal ini hukumnya boleh.

    Secara umum, di dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) baik berbentuk

    bank syariah maupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT), mereka memiliki dua

    produk yaitu produk simpanan dan produk pembiayaan. Secara umum ada tiga

    produk simpanan yang dikelola oleh bank syariah, yaitu produk tabungan,

    deposito, dan giro. Pada bab berikut akan dibahas mengenai akad-akad yang

    digunakan dalam produk simpanan.

    3.1. Tabungan

    Salah satu fungsi LKS adalah menghimpun dana dari masyarakat antara

    lain melalui produk berupa tabungan. Perjanjian untuk produk tabungan dapat

    menggunakan akad wadiah atau akad mudharabah.

    3.1.1. Wadiah

    Wadiah (titipan) adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik

    individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja

    si penitip menghendaki. Wadiah adalah akad antar pemilik barang/modal

    (mudi) dengan penerima titipan (wadi) untuk menjaga harta/modal (ida) atau

    kerugian dan untuk keamanan harta.

    Rukun wadiah:

    1. pihak yang berakad, yaitu penitip (muwaddi) dan yang menerima titipan

    (wadi);

    2. obyek yang diakadkan, yaitu barang yang dititipkan (wadiah/ida);

    3. ijab (serah);

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 45

    4. qabul (terima).

    Syarat wadiah:

    1. pihak yang berakad: cakap hukum, sukarela (ridho), tidak dalam keadaan

    dipaksa/terpaksa di bawah tekanan;

    2. obyek yang diakadkan: merupakan milik mutlak bagi penitip (muwaddi);

    3. sighot: apa yang dititipkan harus jelas dan tidak mengandung persyaratan-

    persyaratan lain.

    Sifat wadiah:

    1. pihak yang berakad: para pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini

    setiap saat, karena wadiah termasuk akad ghairu lazim;

    2. terdapat unsur permintaan tolong dari penitip (muwaddi) dan pemberian

    pertolongan adalah hak dari penerima titipan (wadi), kalau penerima titipan

    tidak mau, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menjaga titipan;

    3. apabila penerima titipan mengharuskan adanya pembayaran berupa upah

    atau biaya administrasi maka akad wadiah berubah menjadi akad ijarah

    (sewa) yang mengandung unsur lazim.

    Penjelasan:

    Penerima simpanan tangan amanah = yad al-amanah

    Penerima simpanan tangan penanggung = yad adh-dhamanah

    Penitip = muwaddi

    Pemilik barang = mudi

    Penerima titipan = wadi/mustauda

    Penyimpan = mustaudi /wadi

    Harta/modal = ida

    Jadi wadiah itu ada dua macam:

    1. Wadiah yad al-amanah

    2. Wadiah yad adh-dhamanah

    1. Wadiah yad al-amanah

    Wadiah yad al-amanah adalah akad titipan di mana penerima titipan

    (custodian) adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya dia tidak diharuskan

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 46

    mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset

    titipan (karena akadnya adalah titipan murni), kecuali bila hal itu terjadi karena

    akibat kelalaian atau kecerobohan dari penerima titipan. Barang/obyek titipan

    tidak boleh diubah atau diganti dengan jenis yang sama oleh pihak yang

    menerima titipan (karena akadnya adalah titipan murni), titipan tersebut akan

    diambil kembali oleh penitip sebagaimana kondisi, bentuk dan kriteria semula

    pada saat dititipkan. Penerima titipan berhak mendapatkan upah (ujrah) di

    dalam akad wadiah yad al-amanah karena telah menjaga, memelihara dan

    mengamankan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh pihak penitip.

    Contoh dalam dunia perbankan: safe deposit box (kotak penyimpanan

    barang/uang). Bank menerima fee (upah) karena menjaga keamanan barang

    yang dimasukkan dalam kotak tersebut.

    2.Wadiah yad al-dhamanah

    Wadiah yad al-dhamanah adalah akad titipan di mana penerima titipan

    adalah penerima kepercayaan yang sekaligus sebagai penjamin (guarantor)

    keamanan aset yang dititipkan. Penerima titipan memperoleh izin dari pemilik

    aset titipan/barang/harta untuk menggunakannya dalam perniagaan

    /perdagangan selama aset tersebut berada ditangannya serta berhak atas

    pendapatan/keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan aset tersebut.

    Penitip/penyimpan mempunyai kebebasan mutlak untuk sewaktu-waktu

    menarik kembali sebagian atau seluruh asetnya dan semua keuntungan yang

    dihasilkan dari pengelolaan harta tersebut selama dalam status simpanan adalah

    menjadi hak penerima titipan. Penerima titipan boleh memberikan bonus kepada

    pemilik aset atas kehendaknya sendiri tanpa diikat oleh perjanjian. Dalam dunia

    perbankan wadiah yad adh-dhamanah digunakan dalam bentuk:

    - current account (berbentuk giro);

    - saving account (tabungan dan deposito).

    Catatan: Di beberapa Negara seperti Iran, produk giro berdasarkan prinsip Qord

    al-Hasan; di Malaysia saving account tidak berdasarkan prinsip wadiah

    melainkan berdasarkan prinsip mudharabah.

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 47

    Beberapa dalil al-Quran dan al-Hadits yang menjelaskan secara implisit

    mengenai akad wadiah adalah berikut ini.

    85

    Sesungguhnya Alloh memerintahkan kepada kalian untuk mendatangkan

    (melaksanakan) pada amanat kepada ahlinya (yang memberikan amanah).

    Datangkanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas

    khianat pada orang yang berkhianat padamu.

    Dari Amr bin Suaib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, bersabda

    Rasululah SAW: Barangsiapa yang dititipi barang titipan, maka dia tidak ada

    kewajiban menanggung ganti rugi atasnya.

    Dari Aisyah RA, dia berkata: Bersabda Rasulullah SAW: (Hak mendapatkan)

    upah/keuntungan itu karena menjamin atau menanggung.

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 48

    Mekanisme penggunaan akad wadiah dalam produk simpanan di bank

    syariah dapat diuraikan berikut ini.

    1. Penabung menyimpan uangnyanya di bank syariah dengan akad wadiah yad

    adh-dhomanah.

    2. Bank menyalurkan uang yang dihimpun dari para penabung dengan prinsip

    syariah kepada pengguna dana (pembiayaan syariah).

    3. Bank memperoleh bagi hasil, bagian keuntungan atau jasa sesuai dengan

    akad pembiayaan antara bank dengan pengguna dana.

    4. Hasil yang diterima bank dari produk pembiayaan sebagian digunakan untuk

    memberikan bonus kepada para penabung.

    Gambar 3.1. Mekanisme Penyimpanan Dana dengan Akad Wadiah

    Ada beberapa ketentuan yang terkait dengan tabungan yang menggunakan akad

    wadiah.

    1. Bersifat simpanan.

    2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call ) atau berdasarkan kesepakatan.

    3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian

    (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

    3.1.2. Mudharabah

    Dalam penyimpanan uang, bisa juga digunakan akad mudharabah. Al-

    Mudharabah/trust financing/trust investment/trust profit sharing:

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 49

    adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama

    (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), dan pihak lainya

    adalah sebagai pengusaha/pengelola (mudharib);

    keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam

    akad;

    apabila terjadi kerugian akibat kelalaian dan kecerobohan mudharib maka

    kerugian ditanggung oleh mudharib;

    apabila terjadi kerugian bukan karena kelalaian dan kecerobohan mudharib

    seperti kerugian akibat bencana alam, kerusuhan dan faktor eksternal

    lainnya di luar kemampuan mudharib, maka kerugian ditanggung oleh

    shahibul maal.

    Rukun Mudharabah:

    1. Pihak yang berakad

    - Pemilik modal (shahibul maal)

    - Pengelola dana (mudharib)

    2. Obyek yang diakadkan

    - Modal (maal)

    - Kerja

    - Keuntungan (ribh)

    3. Akad

    - Serah (sighat)

    - Terima (qabul)

    Syarat Mudharabah:

    1. Pihak yang berakad.

    - Shahibul maal dan mudharib, cakap hukum/kedua-duanya harus memiliki

    kemampuan untuk diwakili dan mewakilkan.

    2. Obyek yang diakadkan adalah modal, kerja dan nisbah.

    - Modal yang disetorkan kepada mudharib, harus jelas jumlah dan mata

    uangnya.

    - Jangka waktu pengelolaan modal.

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 50

    - Jenis pekerjaan yang di mudharabah-kan

    - Proporsi pembagian keuntungan (nisbah).

    Akad Sighot (bentuk) Mudharabah:

    - Harus jelas dan disebutkan secara spesifik, dengan siapa berakad.

    - Antara ijab-qabul harus selaras, baik dalam modal, kerja dan penentuan

    nisbah.

    - Tidak mengandung ketentuan yang bersifat menggantungkan keabsahan

    transaksi pada hal/kejadian yang akan datang.

    Mudharabah ada dua macam yaitu:

    1. Mudharabah mutlaqah

    2. Mudharabah muqayyadah

    Mudharabah mutlaqah adalah kontrak mudharabah yang cakupannya

    sangat luas dan tidak dibatasi oleh ketentuan khusus (tidak memiliki ikatan

    tertentu) sepanjang sesuai dengan syariah. Ada ungkapan tentang hal ini ifal

    ma syita (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal kepada mudharib .

    Mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah/specified mudharabah)

    adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Mudharib dibatasi dengan

    ketentuan-ketentuan khusus seperti jenis usaha, waktu, tempat usaha, dan

    seterusnya (adalah kontrak mudharabah yang memiliki ikatan tertentu).

    Gambar 3.2. Mekanisme Penyimpanan Dana dengan Akad Mudharabah

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 51

    Mudharabah aplikasi dari perbankan/LKS:

    - Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan &

    pendanaan.

    - Pada sisi penghimpunan dana, biasanya diterapkan pada tabungan

    berjangka (untuk tujuan khusus seperti: tabungan haji, tabungan kurban,

    dll), deposito biasa.

    - Special investment di mana dana yang dititipkan nasabah, khusus untuk

    bisnis tertentu saja, misal: murabahah saja, ijarah saja.

    Dalam transaksi tabungan mudharabah ini nasabah bertindak sebagai

    pemilik dana (shahibul maal) dan LKS/perbankan syariah bertindak sebagai

    pengelola dana (mudharib). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib,

    LKS/perbangkan syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak

    bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di

    dalamnya melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Dana yang disetor

    sebagai modal melalui tabungan mudharabah harus dinyatakan jumlahnya

    dalam bentuk tunai.

    Nasabah wajib memelihara saldo tabungan minimum yang ditetapkan

    oleh LKS dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan

    rekening. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan

    dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Bagi hasil mudharabah dapat

    dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing)

    atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing)

    dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional.

    Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan

    mudharabah yang diterima oleh LKS.

    Pemberian bagi hasil untuk nasabah didasarkan pada saldo rata-rata

    dalam satu bulan laporan. Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 52

    menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan

    yang menjadi haknya. Biaya operasional tabungan yang menjadi beban LKS

    sebagai mudharib adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi

    pengelolaan dana kecuali biaya administrasi. Contoh biaya administrasi antara

    lain biaya penggantian buku, biaya cetak laporan, biaya cetak rekening, dan

    biaya materai. Lembaga Keuangan Syariah tidak diperkenankan mengurangi

    nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.

    Dalil-dalil yang berkaitan dengan mudharabah:

    Dari Ala bin Abdurrohman dari bapaknya dari kakeknya, sesungguhnya Utsman

    bin Affan menyerahkan hartanya sebagai modal, di mana kakeknya Ala (Yaqub)

    bekerja mengelola harta, dan bahwa untungnya dibagi dua diantara mereka.

    Tiga hal di dalamnya ada kebarokahan, jual beli sistim jatuh tempo, muqaradhah

    (mudharabah) dan mencampur gandum dengan syair untuk di rumah bukan

    untuk dijual.

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 53

    Adalah Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib ketika menyerahkan hartanya

    sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak

    mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah/jurang, serta tidak membeli

    hewan ternak. Jika persyaratannya dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung

    risikonya. Maka sampai persyaratan itu kepada Rasululah SAW, dan beliau

    memperbolehkannya.

    Diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Aisyah, Ibnu Masud dan Ibnu Umar mereka

    berkata perdagangkanlah harta anak yatim supaya tidak dimakan oleh zakat,

    maka para shahabat melakukan kerjasama mudharabah dengan harta bendanya

    anak yatim dan sungguh-sungguh telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa

    beliau bersabda: Gunakanlah untuk usaha harta anak yatim supaya tidak

    dimakan oleh zakat dan dia bersabda: supaya tidak dihilangkan oleh zakat

    (hadits ini kedudukannya mursal).

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 54

    Dan Amr bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya dia berkata:

    Rasulullah SAW berkhutbah dan bersabda: ketahuilah barang siapa yang

    meramut harta anak yatim hendaknya diperdagangkan dan jangan sampai

    dibiarkan lantas dimakan oleh zakat. Atsar shahabat yang saya sebutkan dan

    yang semisalnya menunjukkan atas bolehnya kerjasama mudharabah dalam hal

    yang telah kami sebutkan dari ijma para ulama dan kesepakatan para fuqaha /

    imam-imam ahli fatwa atas bolehnya kerjasama mudharabah sebagai hujjah

    yang cukup memuaskan insya Allah dan berdasarkan taufiq dari Allah.

    Imam Malik menceritakan dalam kitab Muwatho dari Zaid bin Aslam dari

    bapaknya, bahwa Abdullah dan Ubaidillah bin Umar bin Khattab keluar mengikuti

    peperangan di Irak. Ketika mereka berdua pulang dari peperangan melewati

    Basroh bertemu dengan Abu Musa al-Asyari sebagai amir Basroh, maka

    keduanya disambut dengan ucapan selamat datang dan dipermudah urusannya,

    kemudian Abu Musa al-Asyari berkata: seandainya aku mampu memberi kalian

    berdua sesuatu yang bermanfaat niscaya aku lakukan. Kemudian dia berkata o

    ya, disini ada harta sabilillah, aku hendak mengirimkannya kepada amirul

    muminin, maka aku pinjamkan dulu harta itu kepada kamu berdua, lantas

    gunakanlah untuk membeli dagangan dari Irak, kemudian juallah dagangan

    tersebut di Madinah, kemudian pokok modalnya berikan pada Amirul Muminin

    dan keuntungannya untuk kamu berdua. Keduanya berkata, Aku senang

    tentang tawaranmu itu. Lantas Abu Musa al-Asyari melakukannya dan menulis

    surat kepada khalifah Umar bin Khattab agar mengambil harta sabilillah yang dia

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 55

    kirimkan melalui kedua anaknya. Ketika keduanya sampai di Madinah maka

    dijuallah dagangannya dan mereka berdua memperoleh keuntungan.

    Ketika pokok modal diberikan kepada khalifah Umar, maka beliau

    bertanya, apakah semua tentara dipinjami seperti dia meminjami kamu

    berdua?. Keduanya menjawab Tidak. Khalifah Umar bin Khattab berkata:

    karena kamu berdua anak dari Amirul Muminin maka dia memberikan

    pinjaman. Berikanlah pokok modal bersama semua keuntungannya kepadaku!

    Adapun Abdullah maka dia diam saja tetapi Ubaidillah berkata Wahai amirul

    Muminin tidak seyogyanya kamu berbuat begitu, seandainya harta ini berkurang

    atau rusak, niscaya kami berdua menanggung untuk menggantikannya. Khalifah

    Umar berkata, Berikanlah semua kepadaku, maka Abdullah diam dan Ubaidillah

    mengulangi perkataannya lagi, lantas seseorang dari teman duduk Khalifah Umar

    berkata, Wahai Umar, alangkah baiknya seandainya kamu jadikan masalah ini

    sebagai kerjasama Mudharabah! Khalifah Umar berkata Sungguh aku telah

    menjadikannya kerjasama mudharabah. Maka Umar mengambil pokok modal

    dan setengah dari keuntungan, dan Abdullah serta Ubaidillah bin Umar bin

    Khattab juga mengambil setengah dari keuntungan.

    Contoh akad tabungan mudharabah dalam perbankan:

    Tabungan Bank Syariah ABC: akad yang digunakan adalah mudharabah

    muthlaqah. Setoran awal Rp 80.000 (perseorangan) dan Rp 1.000.000 (non

    perseorangan). Porsi nisbah nasabah 34% dan porsi nisbah bank 66%. Contoh

    simulasi: jika saldo nasabah bulan Juni Rp 100.000.000; saldo rata-rata seluruh

    nasabah BSM Rp 40.000.000.000; pendapatan bank yang dibagi hasilkan untuk

    nasabah tabungan Rp 1.000.000.000; jumlah hari penempatan 30 hari.

    Maka bagi hasil yang diperoleh nasabah sebelum dipotong pajak:

    Bagi hasil yang diterima nasabah =

    [nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata

    saldo total nasabah bank)] / 12

    = [34% x Rp 1.000.000.000 x (Rp 100.000.000 / Rp 40.000.000.000)] / 12

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 56

    = Rp 70.833.

    3.2.Deposito Mudharabah

    Salah satu fungsi LKS adalah menghimpun dana dari masyarakat antara

    lain melalui produk LKS berupa deposito mudharabah. Nasabah bertindak

    sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan LKS bertindak sebagai pengelola dana

    (mudharib). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, LKS dapat melakukan

    berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan

    mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad mudharabah

    dengan pihak lain. Dana yang disetor sebagai modal melalui deposito

    mudharabah harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai. Pembagian

    keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad

    pembukaan rekening.

    Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua

    metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing).

    Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah

    dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing)

    dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterima oleh LKS.

    Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam akad deposito

    mudharabah:

    1. dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal)

    dan LKS bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);

    2. dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai

    macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan

    mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain;

    3. modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan

    piutang;

    4. pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan

    dituangkan dalam akad pembukaan rekening;

    5. Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib menutup biaya operasional

    deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;

  • Akad Produk Simpanan

    Bab III - 57

    6. biaya operasional deposito yang menjadi beban LKS sebagai mudharib

    adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi pengelolaan dana

    kecuali biaya administrasi, contoh biaya administrasi untuk deposito antara

    lain biaya materai. Lembaga Keuangan Syariah tidak diperkenankan

    mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah;

    7. Lembaga Keuangan Syariah tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah

    keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

    Contoh:

    Deposito Bank Syariah Mandiri: akad yang digunakan adalah mudharabah

    muthlaqah. Porsi nisbah nasabah 51% dan porsi nisbah bank 49%.

    Bagi hasil yang diterima nasabah =

    [nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata

    saldo total nasabah bank)] / 12

    Contoh simulasi: jika saldo nasabah bulan Juni Rp 300.000.000; saldo rata-rata

    seluruh nasabah BSM Rp 50.000.000.000; pendapatan bank yang dibagi hasilkan

    untuk nasabah tabungan Rp 2.000.000.000; jumlah hari penempatan 30 hari;

    maka bagi hasil yang diperoleh nasabah sebelum dipotong pajak:

    Bagi hasil yang diterima nasabah =

    [nisbah nasabah x pendapatan yang dibagi hasilkan x (saldo nasabah / rata-rata

    saldo total nasabah bank)] / 12

    =[51% x Rp 2.000.000.000 x (Rp 300.000.000 / Rp 50.000.000.000)] / 12

    = Rp 510.000.