BAB III

36
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Data Umum 1. Karakteristik Tempat Pengambilan Data Ruang Seruni RSUD Kab.Kediri terdiri dari 2 kamar perawatan. Sisi utara untuk wanita dan sisi selatan untuk pria. Utara terdiri dari 10 bed tempat tidur, dan Selatan terdiri dari 10 bed tempat tidur. 2. Pengkajian a. Biodata 1) Identitas Pasien Nama Pasien : Tn. P Nama Panggilan : P Umur : 78 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD Diagnosa Medis : Stricture Uretra Tanggal MRS : 19-12-2013 Tanggal Pengkajian : 26-12-2013 40

description

kutygku

Transcript of BAB III

61

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASANA. Data Umum1. Karakteristik Tempat Pengambilan Data

Ruang Seruni RSUD Kab.Kediri terdiri dari 2 kamar perawatan. Sisi utara untuk wanita dan sisi selatan untuk pria. Utara terdiri dari 10 bed tempat tidur, dan Selatan terdiri dari 10 bed tempat tidur.2. Pengkajian

a. Biodata

1) Identitas Pasien

Nama Pasien

: Tn. P

Nama Panggilan : P

Umur

: 78 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pendidikan

: SD

Diagnosa Medis: Stricture UretraTanggal MRS

: 19-12-2013Tanggal Pengkajian : 26-12-2013

Alamat

: Jl. Jagalan Dsn. Gurah Kediri

Pekerjaan

: Wiraswasta

Ruang

: Seruni Rsud Kab. Kediri PareTanggal Pengkajian: 26-12-2013b. Keluhan UtamaPx sudah terpasang kateter Sistovik. kesadaran px 2-3-2c. Riwayat Penyakit SekarangPada tanggal 18 Desember 2013 keluarga Px mengatakan sebelum dirujuk ke RSUD Pare, Px ingin berkemih. Pada waktu BAK Px merasakan sakit dan urine yang keluar hanya menetes sedikit serta berwarna merah. Akhirnya istri Px membawa ke puskesmas untuk periksa lalu oleh pihak puskesmas Px dirujuk ke RSUD Pare dan sekarang dirawat di ruang Seruni.

d. Riwayat Penyakit Masa LaluKeluarga Px mengatakan Px pernah dirawat di RSUD Pare 6 bulan yang lalu dengan sakit sama seperti yang dialami sekarang. Di RSUD Pare Px dilakukan TUR P.e. Riwayat Kesehatan KeluargaKeluarga Px mengatakan bahwa Px tidak mempunya penyakit keturunan seperti (DM, Jantung, dll).f. Genogram

Gambar 3.1 Genogram

Keterangan :

: Laki-laki meninggal : Pasien

: Perempuan meninggal: Tinggal serumah

: laki-laki : Garis keturunan

: perempuan g. Data Psiko Sosial SpiritualPsiko: Keluarga Px mengatakan dengan keadaan Px sekarang Px tidak dapat beraktifitas.

Social : Hubungan keluarga dengan Px baik. Hubungan Px dengan perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya baik.

Spiritual : Keluarga dan Px menerima dengan ikhlas dengan apa yang diderita Px, karena semua adalah cobaan dari Tuhan YME.

h. Pola Sehari-Hari1) Kebutuhan NutrisiTable 3.1 Kebutuhan NutrisiDi RumahDi Rumah Sakit

3x sehari

Pagi, siang, malam

1 porsi habis (piring)

Lauk pauk cukup3x sehari

Pagi, siang, malam

Px terpasang selang NGT

1 Gelas 200-300 ml (habis)

Minum kurang lebih 6-9 gelas air putihMinum kurang lebih 3 gelas air putih sehari

2) Istirahat TidurTabel 3.2 Istirahat TidurDi RumahDi Rumah Sakit

2x sehari

Siang : 13.00-16.00 WIB

Malam : 22.00-04.00

Nyenyak Px hanya berbaring setiap saat Px dapat tidur

3) Eliminasia) BABTabel 3.3 Eliminasi BABDi RumahDi Rumah Sakit

2x sehari

Pagi, sore

Konsistensi padatTidak tentu terkadang 2 hari sekali

Konsistensi cair

b) BAKTabel 3.4 Eliminasi BAKDi RumahDi Rumah Sakit

Sebelum sakit BAK

Px tidak ada hambatan semenjak sakit BAK

Px terganggu dan Px merasakan sakit BAKDikandung kemih Px terpasang alat Sistovik

4) Kebersihan

Table 3.4 KebersihanDi RumahDi Rumah Sakit

Mandi 2x sehari pagi dan sore, keramas 2 hari sekaliPx hanya diseka

1 hari 1 kali

Pagi

5) Lain-lainTidak ada masalahi. Keadaan/Penampilan Umum PasienKeadaan umum pasien sangat lemah. Tangan kanan terpasang infus PZ. Lubang hidung sebelah kanan terpasang selang NGT. Di suprapubik pasien terpasang alat Sistovik. Px terlihat kotor dan tidak rapi.j. Tanda-Tanda VitalSuhu Tubuh : 37, 2 0C

Denyut Nadi: 76 x/m

Tekanan Darah: 150/100 mmHg

Pernafasan : 18 x/m

TB/BB

: Tidak Terkajik. Pemeriksaan Fisik1) Pemeriksaan Kepala dan Leher

Mata: Mata Simetris, reaksi pupil (+) terhadap cahaya.

Hidung : Terpasang selang NGT di lubang hidung sebelah kanan.

Mulut : Mulut Kotor, terdapat bekas darah.

Telnga : Telinga bersih, simetris, warna coklat, tidak didapatkan benjolan2) Pemeriksaan Integumen/ Kulit dan Kuku.

Dari keseluruhan tidak ada luka babras dan lesi pada daerah integument Px Dikubitus (-) kuku Px panjang dan kotor. Tidak terdapat nyeri tekan CRT < 2 detik, tidak ada sianosis3) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak (bila diperlukan)

Tidak ada pembesaran kelenjar limfa, tidak ada nyeri tekan4) Pemeriksaan Thorak/ Dada

a) ThoraxInspeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat lesi atau benjolan, tidak ada penggunaan otot bantu

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi.b) ParuPalpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada taktil fremitus simetris.

Auskultasi: Ronkhi (-) Whezing (-)

c) JantungInspeksi : Tidak ada pembesaran Jantung, ictus cordis tidak terlihat.Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran jantung.Perkusi : sonorAuskultasi: Sura tunggal S1 S2 lup dup, tidak ada suara tambahan5) Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Bentuk datar, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran hepar, terdapat luka pembedahan pemasangan kateter sistovik di suprapubik, warna luka kecoklatan, keadaan luka kering.Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : tympaniAuskultasi: Bising usus 12 x/m6) Pemeriksaan Kelamin dan Sekitarnya (bila diperlukan)

a) GenetaliaInspeksi : Genetalia Px kotor, warna kecoklatan, pada suprapubik terpasang alat cyctovic kateter (+).

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

b) AnusInspeksi : Tidak ada luka di daerah rectal, tidak ada hemorrhoid.7) Pemeriksaan Muskuluskeletal

Inspeksi : Tidak ada lesi dan benjolan, tidak terdapat odema

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada krepitasi.

8) Pemeriksaan Neurologi

a) Olfaktorius: Tidak terkaji (Pemeriksaan Penghidung).b) Optikus : Tidak terkaji (Pemeriksaan Penglihatan).c) Okulomotoris : Kelopak mata normal, pupil mengecil jika cahaya masuk (Pemeriksaan kelopak mata).d) Troklearis : Pupil semakin menyempit ketika objek mendekat (Pemeriksaan pupil mata).e) Abdusen: Tidak terkaji (Pemeriksaan penglihatan ganda).f) Trigeminus: Tidak terkaji (Pemeriksaan sensai wajah).g) Facialis: Normal, wajah Px simetris (Pemeriksaan otot-otot ekspresi wajah).h) Auditorius:Pendengaran Normal (Pemeriksaan pendengaran).i) Glosofaring: Tidak terkaji (Pemeriksaan gerak palatum).j) Vagus : Tidak terkaji (Pemeriksaan reflek muntah dan batuk).k) Aksesorius: Pergerakan otot aksesorius baik. (Pemeriksaan kekuatan otot).l) Hiploglosus: Tidak terkaji (Pemeriksaan lidah).9) Pemeriksaan status mentalGCS : 2-3-2Verbal : 2 Motorik : 3Visual : 2l. Pemeriksaan Penunjang MedisTabel 3.5 Pemeriksaan Penunjang Medis

TypeValueH/LUnitNormal Range

Hb10, 1gr/dl(10-8)

Lekosit8, 0103/m(4, 3-10, 3)

Hematokrit 32, 7%(45-50)

Trombosit 174103 ml(150-400)

Glukosa 66Lmg/dl(70-115)

SGOT8, 8U/L(6-37)

SGPT2, 8LU/L(6-42)

Ureum248Hmg/dl(10-50)

Creatinin13, 2Hmg/dl(0, 6-1, 2)

Bun116Hmg/dl(4-20)

m. Penatalaksanaan/Terapi1) Ceftriaxone

2 x 1 gram Inj. IV

2) Santagesik

3 x 1000 mg Inj. IV3) Gentamisin

1 x 80 mg Inj. IV4) Uresix

2 x 40 mg Inj. IV5) Ranitidin

2 x 50 mg Inj. IV6) PZ : D5

2 : 2n. Harapan Pasien/Keluarga Sehubungan Dengan MasalahKeluarga Px berharap agar Px segera sembuh dan bisa pulang. Dan dapat beraktifitas seperti sediakala.

o. Discharge Planning1) Mengnjurkan Px agar tidak banyak bergerak.

2) Mengajurkan Px untuk minum obat teratur.

3) Menganjurkan Px untuk kontrol rutin setelah KRS.

4) Menganjurkan Px untuk meningkatkan makan dan minum.5) Tidak terjadi infeksi6) Suhu tubuh dalam batas normal7) Tidak timbul komplikasi3. Analisa DataTabel 3.6 Analisa Data Diagnosa KeperawatanNO.KELOMPOK DATAKEMUNGKINAN PENYEBABMASALAH

1.Ds: Keluarga Px mengatakan ada luka operasi di daerah bawah perut Px.

Do: Di area suprapubik terpasang kateter SistovikKeadaan luka :

Warna luka kecoklatanKeadaan luka sudah mulai mengering

Luka terletak pada area suprapubik

Leukosit 8, 0 103/m

TTV: TD : 150/100 mmHg

RR : 18 x/m

N : 76 x/m

S : 37, 2 0C

BPH

Perubahan pola kemih

Retensi urine

Dilakukan tindakan pembedahan

Post Sistovik

Resiko tinggi infeksiResiko Tinggi infeksi

4. Daftar Prioritas MasalahTabel 3.7 Daftar Prioritas Diagnosa Keperawatan yang Muncul Dari KasusNO.DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MUNCULTANGGAL TERATASITANDA TANGAN

1.

Resiko Tinggi infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan.26-12-201328-12-2013

5. Rencana Asuhan KeperawatanTabel 3.8 Rencana Asuhan Keperawatan

NO.DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN

KRITERIA-STANDARINTERVENSIRASIONALISASITANDA TANGAN

1.

Resiko Tinggi infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan.Tujuan:

Klien tidak mewujudkan tanda-tanda infeksi.

KH :

1. Px tidak mengalami tanda tanda infeksi :Rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesa

2. Ttv dalam batas normal.

S : (36 37, 5)C

N : 60-100 x/m

RR : 16-22 X/m

TD : 120/80 140/90 mmhg6. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi pernapasan cepat gelisah.

7. Observasi drainase dan luka, sekitar kateter suprapubik.

.

8. Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik aseptik dan septik.

9. Berikan perawatan steril pada luka pemasangan Sistovik10. Kolaborasi dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi.

1. Untuk mengetahui gejala awitan timbulnya infeksi dan menentukan intervensi selanjutnya2. Mengetahui keadaan luka pasien dan menentukan tindakan perawatan luka yang efektif pada klien sesuai keadaan lukanya3. Mencegah terjadinya infeksi silang pada luka4. Mencegah terjadinya infeksi serta menjaga keamanan dari luka pasien5. Merupakan tindakan medis untuk mencegah tumbuhya bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi

6. Catatan Tindakan KeperawatanTabel 3.9 Catatan Tindakan KeperawatanNO.NO. DIAG. TGL.

PELAKS.JENIS TINDAKANTANDA TANGAN

1.

1.26-12-201408.05 WIB

08.20 WIB

08.00 WIB1. Mengukur tanda tanda vital klien mulai dari peningkatan tekanan darah dan suhu untuk mengenali gejala awitan infeksiS: 37, 2C

TD : 150/100 mmHg

N : 76 x/m

2. Mengkaji drainase dan keadaan luka, sekitar kateter dan suprapubik.

3. Berkolaborasi dalam pemberian antibiotikInj. Ceftriaxone 1x1 gram

27-12-101308.05 WIB

08.20 WIB

08.30 WIB

08.00 WIB

1. Mengukur tanda tanda vital klien mulai dari peningkatan tekanan darah dan suhu untuk mengenali gejala awitan infeksiS: 37, 3 C

TD : 140/90 mmHg

N: 76 x/m

2. Mengkaji drainase dan keadaan luka, sekitar kateter dan suprapubik.Keadaan luka sudah mulai mengering dengan warna kecoklatan derta tidak ada rembesan pus dan darah pada balutan.

3. Mengganti balutan tiap satu hari sekali.4. Membersihkan dan pengeringan kulit.5. Melaksanakan perawatan steril pada luka

6. Berkolaborasi dalam pemberian antibiotik.

Inj. Ceftriaxone 1x1 gram

28-12-10131. Px meninggal

11. Catatan PerkembanganTabel 3.10 Catatan PerkembanganNO.NO. DIAG. TGL./

JAMCATATAN

PERKEMBANGANTANDA TANGAN

1.1.26-12-201313.00 WIBS : - O : keadaan luka sudah mulai keringWarna kecoklatan

Luka bearada pada area suprapubik

S : 37, 2C

N : 76x/m

TD : 130/80 mmHg

GCS : 2 3 2

Leukosit : 8, 0 103/m

A : masalah belum teratasiP : pertahankan intervensi 1-5

27-12-201313.00 WIBS : -

O : keadaan luka sudah mulai kering

Warna kecoklatanS : 37C

N : 76x/m

TD : 130/80 mmHg

GCS : 2 3 2

Leukosit : 8, 0 103/m

A :masalah belum teratasi

P :pertahankan intervensi 1-5

28-12-2013Pasien meninggal

B. PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan membahas tentang hasil pengamatan asuhan keperawatan pada pasien Tn. P dengan bph Post op sistostomi di Ruang Seruni RSUD Kab.Kediri, tanpa mengesampingkan masalah-masalah keperawatan yang muncul berdasarkan tinjauan pustaka dengan penerapan proses.

1. Pengkajian keperawatanDalam tahap pengkajian atau pengumpulan data mengenai kasus BPH Post cystotomi, menurut tinjauan pustaka dengan kasus hampir ditemukan prinsip yang sama dan ada pula yang tidak sama.a. Sirkulasi

Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan. (Doenges, 2000). Sedangkan pada pasien tidak didapatkan adanya gangguan pada pemenuhan cairan tubuh.Penulis mengungkapkan bahwa hal itu terjadi karena saat dilakukan perawatan di Rumah Sakit pasien telah mendapat asupan cairan parenteral maupun oral sesuai dengan advis dokter sehingga pasien tidak mengalami adanya gangguan pada pemenuhan cairan tubuh.

b. Integritas Ego

Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku. (Doenges, 2000). Pada pasien tidak didapatkan adanya kegelisahan dan kekacauan mental, namun didapatkan adanya perubahan perilaku yaitu dalam bertingkahlaku pasien lebih berhati-hati dan melindungi area tubuh yang sakit, asien terlihat kurang aktif karena memang didapatkan adanya penurunan kesadaran.Penulis mengungkapkan hal itu terjadi karena adanya penurunan kesadaran (GCS 2-3-2) pada klien sehingga tidak didapatkan adanya kegelisahan, hanya saja pasien bergerak seperlunya jika ketidaknyamanan mulai muncul.

c. Eliminasi

Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien dengan postoperasi BPH sistostomi yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya observasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemungkinan terjadinya konstipasi. Pada postoperasi BPH sistostomi, karena perbuhan pola makan dan makanan. (Doenges, 2000). Pada pasien ditemukan data adanya gangguan rasa nyaman nyeri pada saat ingin berkemih, kesulitan dalam berkemih, dan jumlah urin mengalami penurunan dengan berkurangnya frekuensi berkemih. pada saat BAB pasien juga mengalami adanya gangguan yaitu tidak tentu pada setiap harinya biasanya dua hari sekali baru bisa BAB.Menurut penulis dalam hal ini didapatkan adanya kesesuaian antara tinjauan pustaka dengan kasus yang didapatkan baik mengenai gangguan pada eliminasi baik eliminasi urin maupun eliminasi alvi. Kesamaan itu terjadi karena memang pada pasien dengan kasus BPH selalu didapatkan gangguan pada masalah eliminasi urin, namun tidak semua pasien mengalami gangguan eliminasi alvi.

d. Pemeriksaan fisik post op

Di bagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan status kesehatan umum dan pemeriksaan fisik head to toe :

1) Status kesehatan Umum perlu menyebutkan :

a) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. Nadi dapat meningkat pada keadaan klien kesakitan. Peningkatan suhu perlu dicurigai adanya infeksi (Doenges, 2000). Pada pasien didapatkan peningkatan tekanan darah yaitu 160/100 mmHg, akan tetapi suhu berada pada batas normal, yaitu 37,2 C.

Penulis mengungkapkan adanya kesesuaian antara teori dengan kasus yang ada yaitu tandatanda vital terdapat peningkatan pada tekanan darah. Meskipun pada pengkajian diperoleh suhu dalam batas normal, di sini diharapkan tetap dipantau mengenai adanya peningkatan suhu tubuh, hal itu menunjang untuk terjadinya resiko infeksi pada klien. 2) Pemeriksaan Head To Toe.

a) Integumen/Kulit

Pengkajian Integumen/ Kulit ditemukan adanya gangguan atau kelainan (Doenges, 2000). Sedangkan pada Tn. P didapatkan warna kulit pada luka kecoklatan, kulit kering tidak bersisik, turgor kuit baik. Disini hampir semua pengkajian mengenai integumen/kulit terdapat kesamaan antara teori sesuai tinjauan pustaka dengan kasus pada Tn. P hanya saja ada kesenjangan adanya warna kecoklatan pada bekas luka insisi.

b) Pemeriksaan abdomen

Pada pengkajian abdomen : Perut simetris, terdapat luka pembedahan post op di daerah suprapubik, tidak nyeri tekan pada daerah perut (Doenges, 2000). Sedangkan pada klien didapatkan hasil pemeriksaan abdomen yaitu bentuk datar, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran hepar, luas luka 8cm, warna luka kecoklatan, keadaan luka kering, luka terletak pada suprapubik, terdapat pemasangan kateter sistovik..Adanya warna kecoklatan pada bekas luka insisi menunjukkan bahwa luka sudah mulai mengering. Akan tetapi pada luka terpasang kateter sistovik sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi terjadinya infeksi. Hal tersebut tergantung dari perawatan luka dan asupan nutrisi klien yang menunjang terjadinya peningkatan kondisi fisik klien atau tidak. Sehingga diharapkan pada aplikasi selanjutnya tetap dilakukan perawatan sesuai dengan prosedur pelaksanaan tindakan perawatan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada klien serta mencegah terjadinya infeksi.

c) Sistem kenyamananDari tinjauan pustaka dijabarkan data mayor yaitu melaporkan ketidaknyamanan (misalnya nyeri, dll) data minor yaitu tekanan darah tinggi meningkat, menggosokkan bagian yang nyeri, nadi meningkat, raut wajah kesakitan (Carpenito, 2006). Sedangkan pada kenyataannya dari data yang didapat dari klien adalah tanda tanda vital meningkat yaitu tekanan darah 150/100 mmHg, N : 76x/m, S : 37,2 C dan adanya penurunan kesadaran GCS 2 3 2. Kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kasus, terletak pada respon klien terhadap nyeri. Hal ini terjadi karena adanya penurunan kesadaran pada klien.Pada tahap pengkajian kasus bph post op cystotomi diatas antara kasus dan teori prinsipnya adalah sama, hanya saja terdapat sedikit kesenjangan hal ini dikarenakan berat ringannya keluhan yang berbeda dan pada kasus yang dilakukan penanganan secepat mungkin. Serta adanya kerja sama tim antar perawat dan observasi secara intensif sehingga masalah dapat teratasi secepatnya dan tidak menimbulkan adanya komplikasi.2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa utama yang muncul pada Tn. P adalah resiko tinggi infeksi b.d post insisi cystotomi. Definisi Operasional Resti Infeksi keadaan ketika seorang individu beresiko terserang oleh agen paogenik atau oportunisttik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen/eksogen. (Carpenito, 2007)Faktor yang berhubungan pada masalah keperawatan resiko tinggi infeksi antara lain : Berhubungan dengan melemahnya daya tahan pejamu sekunder akibat penyakit kronis, kanker, gagal ginjal, diabetus milletus, gangguan hepatik, ganngguan pernapasan, insufisiensi leukosit, serta imunodefisiensi. Tindakan yang berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan, nutrisi parenteral total, intubasi, dialisis, adanya jalur invasif, dan pemberian makanan enteral. Berhubungan dengan melemahnya daya tahan pejamu sekunder akibat terapi radiasi, tranpaltasi organ dan terapi obat-obatan. Faktor yang berhubungan dengan keadaan situasional dengan melemahnya daya tahan pejamu sekunder akibat imobilitas jangka panjang, malnutrisi, merokok, masa tinggal dirumah sakit meningkat, stress, riwayat infeksi. Pada lansia berhubungan dengan kerentanan lansia sekunder akibat kondisi yang melemah, penurunan respon imun, atau penyakit kronis multipel.3. Intervensi Keperawatan

Untuk perencanaan pada masalah Resti Infeksi, penulis tetap melakukan perencanaan sesuai teori Doengoes (2001), yang difokuskan pada intervensi secara mandiri (rawat luka) dengan mengkaji keadaan luka dan melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik untuk mencegah terjadinya komplikasi berlanjut pada masalah post op cystotomi, karena dalam hal ini masalah infeksi berlebih pada lansia yang dapat menimbulkan peningkatan suhu dan resiko syok.

Teknik perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik adalah suatu tindakan untuk merawat luka dengan memperhatikan teknik septik dan aseptik serta memperhatikan kesterilan baik dari alat maupun pelaksanaan tindakan. Teknik perawatan luka disini tujuannya untuk mencegah, membatasi, dan atau mengontrol infeksi.4. Implementasi Keperawatan Tahap kerja proses keperawatan adalah pelaksanaan yang mengacu pada intervensi yang telah ditentukan dan pelaksanaannya antara teori dan kasus nyata pada prinsipnya adalah sama, hanya saja pada kasus yang penulis tulis ini adalah melaksanakan tindakan keperawatan dengan melihat situasi dan kondisi pasien serta disesuaikan dengan kondisi ruangan.

Seperti dalam melakukan perencanaan melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik, penulis tidak mengalami masalah karena dalam melakukan tindakan tersebut penulis di dukung dengan fasilitas yang ada di ruangan, disini penulis melakukan tindakan sesuai dengan langkah langkah pada standart operasional prosedur. Peralatan yang digunakan disesuaikan dengan keterbatasan fasilitas yang ada, seperti pemanfaatan perlak yang digunakan adalah perlak yang ada di tempat tidur pasien dengan tujuan yang sama agar tidak membasahi tempat tidur pasien, serta peralatan rawat luka yang ada di ruangan Semua tahap-tahap pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan penulis secara berurutan sesuai dengan prosedur mulai dari mengkaji kondisi klien, menjelaskan prosedur yang akan dilakukan pada keluarga, mendekatkan semua peralatan yang ada, mencuci tangan hingga pelaksanaan tindakan sampai dengan pendokumentasian telah dilakukan oleh penulis tanpa mengesampingkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

Semua keterbatasan yang ada dapat diatasi penulis karena dukungan dari keluarga dalam setiap langkah kegiatan keperawatan, saat pelaksanaan tindakan juga dijelaskan pada keluarga mengenai tujuan dan pelaksanaan perawatan luka.5. Evaluasi Keperawatan Dalam mengetahui efektifitas dari keberhasilan tindakan keperawatan untuk membantu mencegah masalah terjadinya resiko tinggi infeksi, dilakukan evaluasi selama tiga hari perawatan. Evaluasi pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan penulis mengkaji keadaan umum klien mulai dari keadaan kulit hingga pengukuran suhu tubuh klien. Keadaan luka pada kulit klien berwarna coklat, kering pada area ekstremitas masih mengalami kelemahan, dan suhu tubuh klien mencapai 37, 2C.

Evaluasi hari kedua penulis mengobservasi keadaan klien dari sistem integumen, neurosensori, dan thermoregulasi serta asupan makanan klien, Keadaan luka kering, panjang 8cm, warna kecoklatan, keadaan bersih, dan terpasang kateter sistovik. setelah dilakukan observasi dan dievaluasi lagi keadaan klien masih tetap sama belum mengalami peningkatan dan kesadaran dengan GCS 2 3 2. Evaluasi resti infeksi pada sistem thermoregulasi 37, 3C dan pada peeriksaan lab didapatkan leukosit 8, 0 103/m.Evaluasi hari ketiga saat dilakukan evaluasi pasien meninggal. Masalah resiko tinggi infeksi tersebut teratasi sebagaimana disebutkan yaitu didapatkan suhu tubuh klien masih dalam batas normal yaitu 37, 2C serta hasil pemeriksaan laboratorium keadaan Limfosit masih dalam rentang normal yaitu 8, 0 103/m. Terbukti klien mampu menunjukan tanda-tanda vital stabil, tidak terjadi infeksi pada klien dari hasil pengamatan selama 3 hari. Hal ini dikarenakan adanya perawatan yang efektif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dasar klien dengan melakukan perawatan luka dengan memperhatikan teknik septik dan aseptik serta oleh tenaga medis telah diberikan antibiotik dan cairan intravena sesuai indikasi. 40