BAB III

download BAB III

of 42

Transcript of BAB III

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Konsep Ergonomi 3.1.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ERGO (kerja) dan NOMOS (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspekaspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi industri, manajemen dan disain atau perancangan (Nurmianto, 2004). Ergonomi dapat dikatakan pula sebagai suatu cabang ilmu yang sistematis untuk pemanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,

kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (sutalaksana, 2005). Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni, dan teknologi yang berupaya untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala keterbatasan manusia sehinhgga manusia dapat bekarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya ( Mnuaba, 2004). Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu 12

13

sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia

(international ergonomic association, 2002). Dari beberapa pengertian diatas, ergonomi bisa dikatakan sebagai suatu ilmu terapan dalam mencapai keselamatan dan kesehatan kerja yang mempelajari hubungan antara manusia dengan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan. Ilmu ini digunakan untuk membuat pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya sehingga dapat

meningkatkan produktivitas kerja.

3.1.2 Tujuan dan Manfaat Ergonomi Tujuan dalam penerapan ergonomi adalah : Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental,

dengan meniadakan beban kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan

meningkatkan kepuasan kerja. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan kualitas kontak sesama pekerja,

meningkatkan

pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja.

14

Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional

antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan

meningkakan efisiensi sistem manusia-mesin. Manfaat penerapan ergonomi adalah : Menurunnya angka sakit akibat kerja. Menurunnya kecelakaan kerja. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang. Stress akibat kerja berkurang. Produktivitas membaik. Alur kerja bertambah baik. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera. Kepuasan kerja meningkat.

3.1.3 Ruang Lingkup Ergonomi Ergonomi dibagi menjadi beberapa bagian untuk mempermudah pemahamannya. Ruang lingkup dalam ergonomi adalah sebagai berikut : Ergonomi fisik : Berkaitan dengan anatomi tubuh manusia,

anthropometri, karakteristik fisiologi dan biomekanika yang berhubungan dengan aktifitas fisik. Ergonomi kognitif : Berkaitan dengan proses mental

manusia, termasuk di dalamnya ; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pamakaian elemen sistem.

15

Ergonomi organisasi : Berkaitan dengan optimasi system

sosioleknik, termasuk struktur organisasi, kebijakan dan proses. Ergonomi lingkungan : Berkaitan dengan pencahayaan,

temperature, kebisingan, dan getaran. 3.1.4 Metode Ergonomi

3.2

Antropometri dan aplikasinya dalam ergonomi 3.2.1 Definisi antropometri Antropometri merupakan bagian dari ergonomi yang secara khusus mempelajari ukuran tubuh yang meliputi dimensi linear, serta, isi dan juga meliputi daerah ukuran, kekuatan, kecepatan dan aspek lain dari gerakan tubuh. Menurut Stevenson (1989) antropometri adalah suatu kumpulan data numeric yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam bukunya istilah antropometri berasal dari " anthro " yang berarti manusia dan " metri " yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan ukuran dimensi tubuh manusia meliputi daerah ukuran, kekuatan, kecepatan dan aspek lain dari gerakan tubuh manusia. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-

pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia.

16

data antropometri tenaga kerja diperlukan sebagai acuan dasar desain sarana prasarana kerja. Antropometri sebagai salah satu disiplin ilmu yang digunakan dalam ergonomi memegang peran utama dalam rancang bangun sarana dan prasarana kerja. Antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Antropometri Statis

Antropometri statis merupakan ukuran tubuh dan karakteristik tubuh dalam keadaan diam (statis) untuk posisi yang telah ditentukan atau standar. 2. Antropometri Dinamis

Antropometri dinamis adalah ukuran tubuh atau karakteristik tubuh dalam keadaan bergerak, atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatan.

3.2.2 Data antropometri Data antropometri adalah data-data dari hasil pengukuran yang digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan. Mengingat bahwa keadaan dan ciri dapat membedakan satu dengan yang lainnya, maka dalam perancangan yang digunakan data antropometri terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan, menurut (Wignjosoebroto, 2003) adalah:

17

1.

Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim

(minimum atau maksimum) Prinsip ini digunakan apabila kita mengharapkan agar fasilitas yang akan di rancang tersebut dapat di pakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang-orang yang akan memakainya. 2. Prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.

Prinsip digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat menampung atau bisa dipakai dengan enak dan nyaman oleh semua orang yang mungkin memerlukannya. Biasanya rancangan ini memerlukan biaya lebih mahal tetapi memiliki fungsi yang lebih tinggi.3.

Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata para

pemakainya. Prinsip ini hanya di gunakan apabila perancangan berdasarkan harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Prinsip berdasarkan harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan bila lebih banyak rugi dari pada untungnya, ini berarti hanya sebagian kecil dari orang-orang yang merasa enak dan nyaman ketika menggunakan fasilitas tersebut. Pada kenyataannya telah menunjukan bahwa terdapat perbedaan atribut atau ukuran fisik antara satu manusia dengan manusia yang lain. Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain dikarenakan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi data antropometri, antara lain :

18

Jenis kelamin Ras, suku bangsa Umur Jenis pekerjaan Dalam rangka untuk mendapatkan suatu rancangan yang optimum

dari suatu ruang dan fasilitas akomodasi maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah faktor- seperti panjang dari suatu dimensi tubuh manusia baik dalam posisi statis maupun dinamis selain itu juga harus didapatkan data-data yang sesuai dengan tubuh manusia. Pengukuran tersebut adalah relatif mudah untuk didapat jika diaplikasika pada data perorangan. Akan tetapi semakin banyak jumlah manusia yang diukur dimensi tubuhnya, maka akan semakin kelihatan betapa besar variasinya antara tubuh dengan tubuh lainnya baik secara keseluruhan tubuh maupun segmennya.

3.2.3 Aplikasi antropometri dalam perancangan fasilitas kerja Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomi dalam proses perancangan produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Menurut (Wignjosoebroto, 2003)

menyatakan bahwa data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :a. Perancangan area kerja (work station, interior mobil, dll)

19

b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas

dan sebagainyac. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi,

meja, dan sebagainya d. Perancangan lingkungan kerja fisik Jadi dapat disimpulkan bahwa data antropometri dapat menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikanya atau menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Untuk mendesain peralatan kerja secara ergonomi yang digunakan dalam lingkungan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia di lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi dalam jangka waktu pendek (short term) maupun jangka panjang (long term).

3.2.4 Prinsip perancangan fasilitas kerja Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka menurut (Nurmianto, 2003) menyatakan bahwa ada beberapa saran maupun

20

rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh mana

yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rencana tersebut.2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan

tersebut, dalam hal ini perlu juga diperhatikan apakah harus menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi tubuh dinamis. 3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai segmentasi pasar seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll.4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah

rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel)ataukah ukuran rata-rata.5. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th

ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.6. Untuk

setiap

dimensi

tubuh

yang

telah

diidentifikasikan

selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan

21

ukuan akibat tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan lain-lain.

3.3

Penyebab Pre Menstrual Syndrome Berbagai teori telah diajukan untuk menerangkan Pre Menstrual Syndrome. Banyaknya faktor yang diduga mempengaruhi munculnya gejala Pre Menstrual Syndrome menurut Dharmady Agus (2006), antara lain : 3.3.1 Psikososial Menurut teori psikoanalisis, berbagai gejala Pre Menstrual Syndrome merupakan manifestasi dari konflik peran sebagai perempuan. Haid diartikan sebagai suatu stimulus yang mengancam konflik yang telah direpresi. Secara tidak sadar, penderita Pre Menstrual Syndrome menggunakan fungsi haidnya untuk menyatakan ketegangan sebagai akibat situasi lingkungan yang menekan, kesukaran dalam hubungan antar pribadi, atau oleh sikapnya sendiri terhadap sifatnya. Adanya stress dan masalah emosional (seperti depresi) juga dapat mempengaruhi terjadinya Pre Menstrual Syndrome. Selain itu, masalah sosial dan gaya hidup (kurang olahraga, diet tinggi gula, konsumsi tinggi garam, minum alkohol, konsumsi tinggi kafein) juga ikut berperan. 3.3.2 Genetik Sekitar 70 % anak perempuan dengan ibu penderita Pre Menstrual Syndrome juga menderita Pre Menstrual Syndrome 3.3.3 Biologik

22

Berbagai teori neuroendokrin telah dilaporkan sebagai penyebab Pre Menstrual Syndrome antara lain ketidakseimbangan antara hormon esterogen dan progesteron (kelebihan esterogen atau kekurangan progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi) berperan besar. Selain itu bisa juga adanya gangguan fungsi serotonin, jumlah hormon prolaktin yang terlalu banyak (dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi hormon esterogen dan progesteron), kelebihan atau defisiensi kortisol dan androge, kelebihan hormon anti diuresis, abnormalitas sekresi opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral, seperti magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid.

3.4

Faktor Resiko Pre Menstrual Syndrome Beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya Pre Menstrual Syndrome menurut LUSA (2010) adalah: 3.4.1 Usia Pre Menstrual Syndrome ini makin sering terjadi dan mengganggu seiiring dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun. Selain itu seiring dengan meningkatnya usia terjadi perubahan pada endrokin dalam kehidupan reproduksi akibat proses penuaan (OBrien, 1987). Pre Menstrual Syndrome ini jarang dijumpai pada remaja (Decherney dan Pernoll, 1994). Pre Menstrual Syndrome dalam keadaan parah biasanya terjadi pada usia 30-40 tahunan (Hager dan

23

Hager, 1999). Pre Menstrual Syndrome makin sering terjadi dan mengganggu seiring dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun (Yahya, 1999). Hal ini terjadi karena pada usia ini krisis usia yang memicu terjadinya stres, dimana stres mampu memperparah Pre Menstrual Syndrome (Hager dan Hager, 1999) 3.4.2 Perempuan yang sudah menikah Perempuan yang sudah menikah lebih banyak mengalami keluhan Pre Menstrual Syndrome bila dibandingkan dengan perempuan yang belum menikah (Yahya, 1999). 3.4.3 Perempuan yang pernah melahirkan Status melahirkan menurut Manuaba (1998) adalah Proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Pre Menstrual Syndrome ini akan semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan kompleksitas seperti toksima (Yahya, 1999). 3.4.4 Jumlah anak Pre Menstrual Syndrome ini akan semakin berat setelah melahirkan beberapa anak (Yahya, 1999) Semakin banyak anak yang dimiliki, semakin besar pengaruhnya terhadap tingkat keparahan Pre Menstrual Syndrome. Dengan semakin banyak anak, maka semakin banyak yang harus dipikirkan, semakin banyak tanggungan dan semakin besar pula tanggung jawabnya. Sistem

24

Kesehatan Nasional (SKN) 1982 dikatakan bahwa salah satu tujuan dari Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan adalah pembangunan keluarga sejahtera termasuk meningkatkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Program KB harus dilaksanakan secara intensif untuk menurunkan angka fertilitas dan

membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Salah satu Donna dalam NKKBS adalah Donna tentang jumlah anak yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup, laki-laki atau perempuan sama saja. 3.4.5Kegiatan fisik (kebiasaan olahraga) Kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya Pre Menstrual Syndrome ini. Menurut Yahya (1999), olahraga yang optimum bila dilakukan 3 kali seminggu dan 10 menit setiap kali melakukan olahraga. Olahraga sangat penting bagi penderita sindroma ini. Olahraga terutama pada tingkat sedang yang stres, dilakukan yang secara teratur berfungsi dan

menghilangkan

seringkali

menyebabkan

memperparah sindroma ini (Ari, 2007).3.4.6

Status gizi Kekurangan zat gizi seperti kurang vitamin B (vitamin B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat dapat memperberat terjadinya Pre Menstrual Syndrome.

3.4.7Stres

25

Faktor stres akan memperberat gangguan Pre Menstrual Syndrome ini (Ragawaluya, 1997).

3.4.8

Pola Makan atau faktor diet Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, minuman berakohol, produk susu dan hasil olahannya dapat memperberat gejala Pre Menstrual Syndrome. Menurut Supariasa, dkk (2001), bahwa status gizi dapat menggambarkan pola makan seseorang atau sebaliknya

3.4.9Kebiasaan merokok dan minum alkohol Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat

memperberat gejala Pre Menstrual Syndrome.

3.5

Gejala Umum Pre Menstrual Syndrome Gejala umum Pre Menstrual Syndrome terdapat kurang lebih 200 gejala klinis yang dihubungkan dengan kejadian Pre Menstrual Syndrome namun gejala yang paling sering ditemukan adalah irritabilitas (mudah tersinggung) dan disforia (perasaan sedih). Jadi gejala kompleks dari Pre Menstrual Syndrome ini belum seluruhnya dapat dijelaskan (Scambler dan Scambler, 1993). Gejala mulai dirasakan 7-10 hari menjelang menstruasi berupa gejala fisik maupun psikis yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan menghilang setelah menstruasi (Ari, 2007). Gejala-gejala yang dirasakan pada masa Pre Menstrual Syndrome terkadang juga dirasakan pada saat menstruasi sedang berlangsung atau akan segera membaik

26

bersamaan dengan datangnya mentruasi atau dengan kata lain hilang pada hari pertama menstruasi (OBrien, 1987). Menurut American Standart Association-DSM IV (2004), menyebutkan bahwa beberapa gejala Pre Menstrual Syndrome dapat meliputi gejala fisik dan psikis diantaranya : 1. Suasana hati yang tidak menentu, putus asa, pikiran yang tertekan. 2. 3. Perasaan cemas, tertekan, gelisah, gembira. Perasaan yang labil yang ditandai dengan perasaan sedih yang tiba-tiba lebih sensitif terhadap penolakan. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mudah marah dan adanya gangguan interpersonal. Kurang konsentrasi. Mudah lelah atau fatigue. Perubahan nafsu makan. Insomnia atau hipersomnia. Perasaan subjektif yang tidak terkontrol.

10. Keluhan fisik yang meliputi seperti : payudara tegang, sakit kepala, nyeri otot, kenaikan berat badan. Perempuan dapat mengalami berbagai macam gejala Pre Menstrual Syndrome baik gejala emosional maupun gejala fisik yang dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut :

27

Tabel 3.1 Gejala Keluhan Pre Menstrual Syndrome Gejala Fisik Perut kembung Nyeri payudara Sakit kepala Kejang atau bengkak pada kaki Nyeri panggul Hilang koordinasi Nafsu makan bertambah Hidung tersumbat Tumbuh jerawat Sakit pinggul Suka makan manis atau asin Palpitasi Peka suara atau cahaya Rasa gatal pada kulit Kepanasan Gejala Emosional Depresi Cemas Suka menangis Sifat agresif atau pemberontakan Pelupa Tidak bisa tidur Merasa tegang Irritabilitas Suka marah Paranoid Perubahan dorongan seksual Konsentrasi berkurang Merasa tidak aman Pikiran bunuh diri Keinginan menyendiri Perasaan bersalah Kelemahan

Sumber : dikutip dari Rayburn et.al., (2001), halaman 287 , Obstetri & Ginekologi

Berdasarkan dari tabel 3.1 tersebut dapat dilihat bahwa gejala Pre Menstrual Syndrome terdiri dari gejala fisik dan gejala emosional. Gejala fisik yang meliputi perut kembung, nyeri payudara, sakit kepala, kejang atau bengkak pada kaki, nyeri panggul, hilang koordinasi hingga kepanasan. Gejala emosional meliputi depresi, cemas, suka menangis, sifat agresif atau pemberontakan, pelupa hingga kelemahan. Gejala fisik yang konstan ditemukan pada penderita Pre Menstrual Syndrome adalah kembung dan peningkatan berat badan (OBrien, 1987). Sedangkan lekas marah dan agresif adalah gejala psikis yang paling sering dilaporkan terjadi dan adalah hal yang aneh bila ada penderita Pre Menstrual Syndrome yang sakit mengalami kedua gejala tersebut (Benson, 1983).

28

3.6

Tipe Pre Menstrual Syndrome Tipe Pre Menstrual Syndrome menurut Abraham tahun 1998, dibedakan menjadi tipe A, H, C, D. Dan sekitar 80% gangguan Pre Menstrual Syndrome termasuk tipe A, sedangkan tipe H sekitar 60%, tipe C sebanyak 40% dan tipe D sebanyak 20%. Namun kadang-kadang seorang perempuan dapat mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan. Setiap tipe Pre Menstrual Syndrome masing-masing antara lain (Abraham,1998) :3.6.1

memiliki ciri gejala

Pre Menstrual Syndrome tipe A (Anxiety) Perempuan yang mengalami Pre Menstrual Syndrome tipe A sekitar 80 persen. Gejalanya yang ditimbulkan antara lain rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil, depresi ringan sampai sedang sebelum mendapat haid. Gejala ini diakibatkan

ketidakseimbangan hormon esterogen dan progesteron (esterogen lebih tinggi). Penelitian lain juga mengatakan, Pre Menstrual Syndrome tipe A, kemungkinan kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Terapi yang dapat diberikan meliputi: pemberian hormon progesteron, banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi (LUSA, 2010).3.6.2

Pre Menstrual Syndrome tipe H (Hyperhydration) Penderita tipe H sekitar 60 persen. Gejala yang ditimbulkan sebagai berikut: edema, perut kembung, nyeri pada buah dada,

29

pembengkakan pada tangan dan kaki, berat badan naik sebelum haid. Pembengkakan ini terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstra sel) karena tingginya asupan garam atau gula. Terapi: pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh, mengurangi konsumsi garam dan gula, dan membatasi minum.3.6.3

Pre Menstrual Syndrome tipe C (Craving) Penderita Pre Menstrual Syndrome tipe C sekitar 40 persen. Gejala yang ditimbulkan antara lain: rasa lapar, hipoglikemia (kelelahan, jantung berdebar, kepala pusing). Hal ini akibat dari mengkonsumsi makanan yang manis, sehingga pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Penyebab lain adalah stres, diet tinggi garam, kekurangan asam lemak esensial (omega 6) ataupun magnesium.

3.6.4

Pre Menstrual Syndrome tipe D (Depression) Perempuan yang mengalami Pre Menstrual Syndrome tipe D kurang lebih 20 persen. Pre Menstrual Syndrome tipe D terkadang muncul bersamaan dengan Pre Menstrual Syndrome tipe A. Gejala yang ditimbulkan antara lain: depresi, mudah menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit mengucapkan katakata (verbalisasi), rasa ingin bunuh diri (Yahya, 1999). Pre Menstrual Syndrome tipe D murni disebabkan oleh

ketidakseimbangan hormon progesteron dan esterogen (progesteron lebih tinggi). Kombinasi Pre Menstrual Syndrome tipe D dan tipe

30

A disebabkan oleh stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal dalam tubuh, maupun kekurangan magnesium dan vitamin B6. Terapi memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium. Berdasarkan waktu hilangnya, terdapat dua jenis Pre Menstrual Syndrome, yaitu :1.

Primary Pre Menstrual Syndrome Adalah gangguan somatik non spesifik, psikologikal yang

terjadi selama fase Pre Menstrual Syndrome dalam siklus menstruasi yang akan benar-benar hilang pada hari pertama menstruasi dan ada minggu bebas gejala.2.

Secondary Pre Menstrual Syndrome Adalah gangguan somatik non spesifik, psikologikal yang

terjadi selam fase Pre Menstrual Syndrome dalam siklus menstruasi, meskipun gejala tetap terjadi selama mentruasi dan secara signifikan akan membaik pada akhir menstruasi atau saat menstruasi usai (OBrien, 1987).

3.7

Cara Mendiagnosa Pre Menstrual Syndrome Cara mendiagnosa Pre Menstrual Syndrome adalah sangat penting untuk menyingkirkan apakah ada penyakit lain yang mendasari timbulnya gejala yang dirasakan. Pre Menstrual Syndrome dapat diduga pada perempuan yang mengalami gangguan fisik ataupun mental beberapa saat sebelum menstruasi yang berlangsung setiap siklus.

31

Ada tiga elemen penting yang menjadi dasar diagnosa apakah seorang perempuan mengalami Pre Menstrual Syndrome jika ditemukan (LUSA, 2010) : 1. Gejala yang sesuai dengan gejala Pre Menstrual Syndrome. 2. Dialami setiap siklus menstruasi (konsisten). 3. Menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari. Menurut The National Institute of Mental Health Criteria seseorang dapat dikatakan mengalami Pre Menstrual Syndrome apabila mengalami 1 dari 6 gejala gangguan perilaku dan 1 dari gejala somatik (Hamilton et al,1994). Apabila seorang perempuan mengalami 5 atau lebih dari gejala Pre Menstrual Syndrome dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari maka dapat dikatagorikan dan pre Menstrual Dysphoric Dishorder (Freeman et al, 2004). Pre Menstrual Syndrome harus dibedakan dengan perubahan yang biasa dirasakan sebelum menstruasi (simple Pre Menstrual Syndrome) yang tidak menimbulkan gangguan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari misalnya rasa tegang pada payudara. Keadaan ini adalah ciri khas dari siklus ovulasi normal yang terjadi setiap bulannya. Cara mengetahui gejala yang dialami seorang perempuan adalah gejala Pre Menstrual Syndrome, maka perlu dilakukan pengamatan secara retrospektif terhadap keluhan yang dialami minimal 2-3 siklus haid (Nick Panay, 2006) Alat diagnostik yang dapat membantu adalah catatan harian menstruasi, yang berisi berbagai gejala fisik dan emosi selama berbulanbulan. Jika perubahan yang terjadi secara konsisten sekitar ovulasi

32

(midcycle, atau hari ke 7-10 ke dalam siklus menstruasi) dan berlangsung sampai aliran menstruasi mulai, maka Pre Menstrual Syndrome

kemungkinan adalah diagnosis yang akurat. Tidak ada tes laboratorium khusus untuk mendiagnosa perempuan dengan Pre Menstrual Syndrome.

3.8

Kondisi yang Hampir Sama dengan Gejala Pre Menstrual Syndrome Beberapa kondisi yang hampir sama meniru gejala Pre Menstrual Syndrome adalah (LUSA, 2010): 1. 2. 3. Depresi. Kecemasan. Menopause.

4. Chronic fatigue syndrome (CFS) atau sindrom kelelahan

kronis.5. Iritasi pada usus (IBS atau irritable bowel syndrome). 6. Gangguan endokrin (hypothyroidism). 7. Penahanan air secara siklus (idiopathic edema).

3.9

Penanganan Pre Menstrual Syndrome Pre Menstrual Syndrome juga mampu mempengaruhi kesempatan perempuan dalam hal mencari pekerjaan, mempertahankan pekerjaannya, serta dalam hal promosi bila produktivitasnya menurun akibat ulah sindroma ini (Scambler dan Scambler, 1993). Menurut Pusat Pendidikan Keselamatan Amerika Serikat, ditemukan fakta bahwa kebanyakan kecelakaan yang menimpa perempuan terjadi pada 48 jam sebelum haid

33

mulai. Sedangkan sebuah survei yang diadakan di sebuah rumahsakit Middlesex, London ditemukan bahwa 49% ibu dari 100 orang anak yang tergolong pasien gawat darurat menderita Pre Menstrual Syndrome (Kingston, 1995). Seorang perempuan yang diduga mengalami Pre Menstrual Syndrome mencatat keluhan yang dirasakannya dalam sebuah buku catatan harian yang di sebut Pre Menstrual Syndrome diary. Adanya catatan tersebut dapat menegakkan diagnosa serta pengobatan. Tujuan dari pengobatan Pre Menstrual Syndrome adalah mengurangi bahkan

menghilangkan gejala yang ada, mengurangi akibat yang timbul dari Pre Menstrual Syndrome dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan interpersonal, serta mengusahakan agar efek samping minimal dari terapi yang diberikan. Beberapa penanganan yang dapat digunakan untuk mengatasi Pre Menstrual Syndrome antara lain (Sylvia, 2010) : 3.9.1 Terapi obat 1. Menggunakan analgesik (yang dapat dibeli bebas). Pengobatan Pre Menstrual Syndrome dapat

menggunakan analgesik (obat penghilang rasa sakit) dan bersifat simptomatis, hanya membantu mengatasi nyeri dan gejala sedang lainnya serta bersifat sementara. Analgesik yang dijual bebas seperti parasetamol, asetominofen dapat digunakan untuk mengatasi nyeri. Namun analgesik yang dijual bebas tidak efektif terhadap beberapa gejala fisik dan emosional yang lebih parah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Scambler dan Scambler (1993), menunjukkan bahwa

34

terjadi peningkatan penggunaan penghilang rasa nyeri pada saat Pre Menstrual Syndrome. 2. Menggunakan anti depresi Obat anti depresi seperti selective seretonin reuptake inhibitor (SSRIs) dapat digunakan setiap hari atau selama 14 hari sebelum menstruasi. SSRIs membantu mengurangi dampak perubahan hormon pada zat kimiawi otak (neurotransmitter), misalnya serotonin. Selain itu, anti depresi non SSRIs juga dapat digunakan untuk pengobatan Pre Menstrual Syndrome. Penggunaan kedua obat jenis ini harus dengan pengawasan dan resep dokter. 3. Vitamin B6 Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor dalam proses akhir pembentukan neurotransmitter, yang akan

mempengaruhi sistem endokrin otak agar menjadi lebih baik. 4. Menggunakan alat kontrasepsi oral Pil kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi progestin-drospirenon dapat membantu mengatasi berbagai gejala Pre Menstrual Syndrome yang parah atau berat. 3.9.2 Terapi non obat Menurut Billa (2011), ada pengaruh antara tingkat pengetahuan perempuan terhadap kejadian Pre Menstrual Syndrome, dikarenakan semakin dia mengerti dan memahami bahwa Pre Menstrual Syndrome merupakan gangguan atau

35

penyakit yang seharusnya tidak boleh terjadi sebab dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, maka akan semakin peduli perempuan tersebut dalam menjaga kesehatan dan mengetahui cara yang tepat untuk menghindari dan mengobati Pre Menstrual Syndrome. Sehingga terapi non obat memegang peranan penting dalam penanganan Pre Menstrual Syndrome berupa (mortola et al, 1990): 1. Edukasi penderita. Pentingnya pendidikan atau penambahan

pengetahuan mengenai Pre Menstrual Syndrome, dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian perempuan dan orang sekitarnya terhadap gangguan Pre Menstrual

Syndrome. 2. Terapi suportif atau alternatif Terapi suportif seperti hipnoterapi, terapi warna, meditasi, fitopharmaca dan lainnya dapat membantu

mengurangi gejala yang dirasakan. Budaya Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan dan herbal yang biasanya diolah dalam bentuk jamu yang dapat membantu mengurangi gejala Pre Menstrual Syndrome. Herbal ini ada yang berfungsi untuk relaksasi sehingga nyeri atau kram perut dapat dikurangi pada saat Pre Menstrual Syndrome, selain sebagai relaksan herbal juga banyak mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan saat Pre Menstrual Syndrome.

36

3. Modifikasi atau perubahan gaya hidup. Langkah yang dapat merubah gaya hidup untuk mengatasi Pre Menstrual Syndrome antara lain: a). Olahraga dan aktivitas fisik secara teratur. b).Makan makanan bergizi (sayuran, makanan yang

mengandung asam lemak esensial linoleat). c). Menghindari konsumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, minuman alkohol, kopi, minuman bersoda. d).Konsumsi vitamin B kompleks (vitamin B6), vitamin E, kalsium, magnesium dan omega 6. e). Istirahat cukup. f). Menghindari dan mengatasi stres (dengan pijat, relaksasi, curhat pada teman, menulis). g).Mengurangi atau menghindari rokok. h).Menjaga berat badan.i). Mencatat siklus haid dan mengenali gejala Pre Menstrual

Syndrome. 4. Perubahan pola nutrisi Perubahan pola nutrisi memiliki efek yang

bermakna karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abraham (1984), penambahan nutrisi tertentu disertai perubahan pola makan 1-2 minggu menjelang menstruasi dapat mengurangi gejala Pre Menstrual Syndrome.

Komposisi nutrisi yang dianjurkan bagi penderita Pre

37

Menstrual Syndrome adalah diet rendah lemak dan garam, mengandung protein, vitamin dan mineral (vitamin B, vitamin C, vitamin E, Ca, Mg, Zn) yang seimbang, serta dianjurkan untuk mengurangi konsumsi kafein (kopi atau teh). 3.9.3 Pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja perempuan

pelayanan kesehatan (PERSI, 2006) 1. Upaya peningkatan (promotif) Bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan kapasitas kerja. Meliputi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kerja, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), norma sehat di tempat kerja antara lain tidak merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, peningkatan perilaku dan cara kerja yang baik dan benar, konsultasi gizi, kesehatan jiwa, masalah perkawinan, penerapan gizi seimbang, penyediaan tempat untuk memeras ASI, pemeliharaan kebugaran, pemeliharaan Berat Badan ideal, dan KB. 2. Upaya pencegahan (preventif) Bertujuan untuk memberikan perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya proses gangguan akibat kerja. Meliputi kegiatan : a). Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus b).Imunisasi c). Penerapan ergonomi

38

d).Hygiene lingkungan kerja e). Perlindungan diri tehadap bahaya-bahaya dari tenaga kerjaan f). Pengendalian lingkungan kerja g).Latihan fisik (relaksasi) secara rutin h).Pemberian suplemen gizi sesuai kebutuhan tenaga kerja perempuan i). Rotasi kerja 3. Upaya penyembuhan (kuratif) Diberikan kepada tenaga kerja yang sudah

memperlihatkan gangguan kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakit, mencegah komplikasi dan penularan terhadap keluarganya ataupun teman sekerja. Bertujuan untuk menghentikan proses penyakit, mempercepat masa istirahat, mencegah terjadinya cacat atau kematian, seperti pemberian cuti haid atau cuti melahirkan.4.

Upaya pemulihan (rehabilitatif) Pelayanan diberikan kepada tenaga kerja yang karena penyakit atau kecelakaan telah mengakibatkan cacat sehingga menyebabkan ketidakmampuan bekerja secara permanen. Meliputi : a). Latihan dan pendidikan tenaga kerja untuk dapat menggunakan kemampuan yang masih ada secara maksimal.

39

b).Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuan c). Penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha agar mau menggunakan tenaga kerja yang cacat. 5. Pelayanan Lingkungan Kerja Bertujuan untuk terciptanya lingkungan yang sehat dan aman dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang optimal melalui pengendalian lingkungan kerja (pengenalan, pengukuran dan evaluasi lingkungan kerja).

3.10 Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil misalnya jumlah barang atau jasa yang diproduksi dengan sumber yang dipakai seperi misalnya jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi (Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo, 1992). Dalam doktrin pada Konferensi Oslo (1984), tercantum definisi umum produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan berbagai sumber riil yang makin sedikit. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal, teknologi. Manajemen, informasi, energi dan berbagai sumber lainnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa perusahaan harus menekan seminim-minimnya biaya yang harus dikeluarkan termasuk biaya kerugian

40

seperti misalnya hasil produksi yang rusak merupakan suatu acuan produktivitas suatu perusahaan. Seorang tenaga kerja ada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerja setinggitingginya, maka perlu ada keseimbangan yang menguntung dari berbagai faktor. Menurut Ravianto (1990) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : latar belakang pendidikan dan pelatihan, alat-alat produksi dan teknologi yang digunakan dalam proses produksi, value system, lingkungan dan iklim kerja, derajat kesehatan, dan tingkat upah minimum. Risiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja dapat berupa gangguan kesehatan, bahaya kecelakaan, dan penyakit akibat kerja sebagai akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja, posisi kerja, dan lingkungan kerja (Sumamur, 1996). Menurut Sumamur (1996), faktor tersebut adalah :3.10.1 Beban kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud mungkin fisik, mental atau sosial. Seorang tenaga kerja berat, seperti tenaga kerja bongkar dan muat barang di pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang pengusaha, mungkin tanggung jawabya

merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar. Adapun petugas sosial, mereka lebih menghadapi berbagai beban sosial. (Sumamur, 1996). Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. (Menpan, 1997).

41

Cara lain dalam membantu mengurangi beban kerja adalah dengan modifikasi cara kerja atau perencanaan mesin serta alat kerja. Contoh sederhana ialah, beban kerja akibat memikul atau menjinjing suatu barang dapat dikurangi dengan penggunaan kereta dorong dalam usaha menentukan beban maksimal, beban fisik lebih mudah dirumuskan, yaitu misal 50 kg (Sumamur, 1996).3.10.2 Kapasitas kerja

Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu orang dengan yang lainnya dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian (=fitness), keadaan gizi, jenis kelamin, usia, dan ukuran tubuh. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kapasitas kerja antara lain (Sumamur, 1996) : 1. Usia Proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena berbagai perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskuler, dan hormonal. Ukuran tubuh statis atau dinamis, harus digunakan sebagai pedoman pembuatan berbagai ukuran mesin dan alat kerja sehingga dicapai effisiensi dan produktivitas kerja yang maksimal. 2. Status perkawinan Biasanya tenaga kerja yang sudah menikah akan memiliki tanggung jawab yang cukup besar kepada keluarganya yang membuat mereka bekerja lebih keras dibandingkan dengan tenaga kerja yang belum menikah. Tingkat stres pada tenaga kerja yang

42

sudah menikah akan lebih besar dibandingkan dengan yang belum menikah.3. Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan berbeda dalam kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Menurut pengalaman, ternyata siklus biologi pada perempuan tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kulturil, kecuali pada mereka yang mengalami kelainan haid salah satunya seperti Pre Menstrual Syndrome. Keluhan yang dialami baik keluhan fisik maupun psikis dapat mempengaruhi kinerja dari tenaga kerja perempuan. Oleh karena itu, perlu adanya kompensasi khusus bagi tenaga kerja perempuan seperti cuti haid atau cuti melahirkan. 4. Jumlah tanggungan keluarga Semakin banyak tanggungan keluarga maka akan semakin keras pula seorang tenaga kerja bekerja. Tanggungan keluarga misalnya jumlah anak, jumlah istri, orang tua, adik dan kakak ipar atau kandung. Hal ini akan mempengaruhi kapasitas kerja masingmasing individu tenaga kerja. 5. Pola hidup Kebiasaan olahraga, kebiasaan minum alkohol, merokok, dan pola makan dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Seseorang yang memiliki pola hidup bersih dan sehat akan mempunyai kapasitas kerja lebih tinggi daripada tenaga kerja yang tidak terbiasa dengan pola sehat ini. Mereka akan lebih rentan terserang

43

penyakit yang membuat mereka tidak bisa bekerja seoptimal mungkin.6. Status gizi

Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Tingkat gizi, terutama bagi tenaga kerja kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktivitas kerjanya. Makanan bagi kerja berat ibarat bensin untuk kendaraan bermotor. Beban kerja yang terlalu berat sering disertai penurunan berat badan. 7. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu acuan dari tingkat pengetahuan seseorang. Tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap pekerjaannya mampu menjaga keselamatannya sendiri dan berusaha mengurangi bahaya dalam pekerjaannya yang dapat mengganggu kesehatannya sehongga dia dapat bekerja maksimal.

44

8. Derajat kesehatan Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki tenaga kerjaan dan terus dipelihara selama bekerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja. Kesegaran jasmani dan rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga gambaran keserasian penyesuaian seseorang dengan tenaga kerjaannya, yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Seorang pejabat tinggi yang menempati kedudukannya oleh karena dorongan relasi atau politik dan bukan atas kemampuannya akan tidak produktif. Status kesehatan antara tenaga kerja satu dengan yang lainnya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya saja jenis kelamin. Perempuan dan laki-laki memiliki sangat berbeda struktur biologis dan fisiologisnya seperti perempuan mengalami haid sedangkan laki-laki tidak, atau perempuan ada cuti melahirkan sedangkan lakilaki tidak. Hal ini yang menyebabkan kemampuan dalam bekerja juga berbeda antara perempuan dan laki-laki. 9. Keterampilan Semakin tinggi ketrampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa dalam bekerja, sehingga beban kerja menjadi relatif sedikit. Tidaklah heran, apabila angka sakit, dan mangkir kerja sangat kurang pada mereka yang memiliki

45

ketrampilan tinggi, lebih-lebih bila mereka memiliki cukup motivasi dan dedikasi. Suatu contoh sederhana tentang kurangnya beban bagi seorang ahli adalah seorang montir mobil yang dengan mudahnya membuka ban kendaraan bermotor.3.10.3 Beban tambahan akibat lingkungan kerja

Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung berakibat kepada tenaga kerja biasanya dikarenakan dalam suatu lingkungan atau situasi yang memberikan beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan yang dimaksud :1. Faktor fisik yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembapan,

cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara.2. Faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, kabut, fume, asap, awan, cairan,

dan benda padat.3. Faktor biologi, baik dari golongan tumbuhan atau hewan. 4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja. 5. Faktor mental-psikologis, yaitu suasana kerja, hubungan diantara

tenaga kerja atau dengan pengusaha, dan pemilihan kerja. Manusia dan beban kerja serta beberapa faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Kesatuan demikian yang digambarkan sebagai roda keseimbangan yang dinamis. Jika roda ini menguntungkan kesehatan tenaga kerja, maka roda ini akan merupakan roda pembangunan yang sangat

46

penting, sebaliknya apabila keseimbangan tidak menguntungkan, terdapatlah keadaan labil bagi tenaga kerja dan akan berakibat pada gangguan daya kerja, kelelahan, gangguan kesehatan, bahkan penyakit, cacat, dan kematian. Penyakit akibat demikian mungkin berupa pemburukan beberapa penyakit umum dengan frekuensi dan beratnya meningkat, tapi mungkin pula menjadi penyakit akibat kerja. Penelitian yang dilakukan di Wincosin menyebutkan bahwa hanya 10% dari responden yang mengalami Pre Menstrual Syndrome tidak mengalami gangguan dalam aktivitasnya (Hall C, 1994). Penelitian di Jepang juga meyebutkan 79% responden menyatakan bahwa Pre Menstrual Syndrome mengganggu hubungan interpersonal dan 54% mempengaruhi penampilan kerja (Takeda et al, 2006). Ketika bekerja tenaga kerja membutuhkan banyak tenaga, apabila tenaga kerja mengalami kurang darah, maka tenaga yang dihasilkan oleh tubuh akan berkurang dan badan akan menjadi cepat lelah sehingga produktivitas kerja juga menjadi rendah (De Meyer, 1989). Terjadi penurunan produktivitas dan peningkatan kerugian seperti peningkatan ketidakhadiran tenaga kerja perempuan pada saat Pre Menstrual Syndrome yang disebabkan oleh rasa nyeri haid (Bicker dan Woods, 1951)

3.11 Faktor yang Dapat Meningkatkan Produktivitas Kerja Faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kerja (Kusriyanto, 1993):

47

3.11.1

Upah insentif Balas jasa dalam bentuk uang yang diberikan diatas upah dasar yang merupakan pendorong yang paling ampuh, sehingga menimbulkan gairah kerja.

3.11.2

Pembagian tugas yang tepat Pembagian melaksanakan tugas yang tepat dapat sesuai kemampuan tinggi

tugasnya sehingga

menentukan

rendahnya produktivitas kerja.

3.11.3 Pengaturan layout mesin

Pengaturan

layout

mesin

dapat

menentukan

tinggi

rendahnya produktivitas kerja, karena penyusunan layout yang tepat atau sesuai dengan proses produksi yang efisien dapat menghemat waktu sehingga karyawan akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Penempatan barang perusahaan yang disesuaikan dengan tempat dan kegunaannya sesuai pedoman 5R, dapat memudahkan para tenaga kerja dalam mencari dan menggunakan barang tersebut dan mengembalikan kembali seperti semula setelah digunakan sehingga waktu bekerja dapat menjadi lebih efektif dan produktivitas pun meningkat. 3.11.4 Kondisi alat kerja Adanya berbagai alat kerja yang lebih modern

menyebabkan tenaga kerjaan akan lebih cepat selesai dan dapat meningkatkan produktivitas kerja.

48

3.11.5 Lingkungan

Lingkungan berpengaruh besar pada produktivitas, hal ini meliputi ventilasi, penerangan, kebisingan, dan iklim kerja

3.11.6

Fasilitas (musik) Fasilitas (musik )yang ada dapat menimbulkan semangat kerja sehingga meningkatkan produktivitas.

3.12 Pengukuran Produktivitas Kerja Menurut Niebel (1993), peningkatan produktivitas adalah tanggung jawab manajemen yang akan terpusat pada segala upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan produksi, khususnya yang bersangkutan dengan efisiensi penggunaan sumber (input). Input (masukan) ini bisa pula diukur dalam satuan jam-manusia (man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dibandingkan dengan besar atau kecilnya keluaran yang dihasilkan. Seseorang bisa dinyatakan telah bekerja dengan produktif jika ia telah menunjukkan output kerja yang paling tidak telah mencapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang layak pula. Waktu kerja di sini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian mengenai produktivitas kerja manusia. Masukan yang berupa waktu ini dapat diteliti

49

dan diperoleh dengan cara melakukan studi mengenai tata cara dan pengukuran waktu kerja (Niebel, 1993).

3.13 Perlindungan Khusus Untuk Tenaga Kerja Perempuan Setiap tenaga kerja memiliki kemampuan dan keterampilan yang berbeda-beda baik dilihat dari segi usia, tingkat pendidikan, hingga jenis kelamin. Tenaga kerja perempuan dan laki-laki memiliki struktur biologis dan fisiologis tubuh yang berbeda, oleh karena itu ada beberapa perlindungan khusus untuk tenaga kerja perempuan antara lain (Kalsum, 2009) : 3.13.1 Kerja malam Kebutuhan dari beberapa sektor industri menuntut tenaga kerja perempuan bekerja malam hari. Berdasarkan peraturan perundangan pada prinsipnya tenaga kerja perempuan dilarang untuk bekerja pada malam hari, akan tetapi mengingat berbagai alasan, maka tenaga kerja perempuan diizinkan untuk bekerja pada malam hari antara lain : alasan sosial, alasan teknis, dan alasan ekonomis. Ketentuan yang mengatur kerja malam tenaga kerja perempuan pada pasal 7 ayat 1 UU No. 12 tahun 1984 yang menetapkan : Orang perempuan tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifat, tempat, dan keadaan seharusnya dijalankan oleh perempuan. Tata cara mempekerjakan tenaga kerja perempuan pada malam hari telah dikeluarkan dengan peraturan Menteri Tenaga

50

Kerja R.I./No.Per.04/MEN/1989 yang terdiri dari lima pasal, antara lain: Harus ada izin dari DEPNAKER setempat dengan dengan syarat yang harus dipenuhi, misalnya: mutu produksi harus lebih baik bila memtenaga kerjakan perempuan, pengusaha harus menjaga keselamatan, kesehatan dan kesusilaan (tidak boleh memtenaga kerjakan perempuan dalam keadaan hamil, ada angkutan antar jemput dan sebagainya), penyediaan makanan ringan, ada izin dari orang tua atau suami. Kenyataannya masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan peraturan tersebut misalnya tenaga kerja perempuan tidak disediakan angkutan antar jemput malainkan datang sendiri ke tempat kerja. 3.13.2 Cuti haid Bagi perempuan yang normal dan sehat, pada usia tertentu akan mengalami haid. Didalam prakteknya, banyak perempuan yang sedang dalam masa haid tetap bekerja tanpa gangguan apapun. Apabila keadaan fisiknya tidak

memungkinkan sehingga yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini diatur dalam UU No. 1 tahun 1951, pasal 13 ayat 1 dinyatakan: Buruh perempuan tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan hari kedua waktu haid. Pelaksanaan dari ketentuan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah No. 4 tahun 1951, pasal 1 sub pasal 1 ayat 2 : dalam menjalankan aturan tersebut dalam UU No. 1 tahun 1951 pasal 13 ayat 1, maka majikan dianggap tidak mengetahui

51

tentang keadaan haid dari buruhnya, bila yang bersangkutan tidak memberitahukan hal itu kepadanya. 3.13.3 Cuti hamil, melahirkan dan gugur kandungan Bagi tenaga kerja perempuan yang hamil, dilindungi oleh UU dalam pasal 13 ayat 2 dan ayat 3 yang menyatakan : Buruh perempuan harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia melahirkan menurut perhitungan dan satu setengah bulan setelah melahirkan anak atau gugur kandungan. Ketentuan tersebut dinyatakan berlaku dengan peraturan pemerintahan No. 4 tahun 1951 pasal 1 sub pasal 1 yang berbunyi : Bagi tenaga kerja yang akan menggunakan hak cutinya diwajibkan : b). Mengajukan permohonan yang dilampiri surat keterangan dokter, bidan atau keduanya tidak ada, dapat dari pegawai pamong praja atau sederajatnya camat. c). Permohonan diajukan selambatnya 10 hari sebelum waktu cuti mulai. Cuti sebelum saatnya melahirkan dimungkinkan untuk diperpanjang apabila ada keterangan dokter yang menerangkan bahwa yang bersangkutan perlu mendapatkan istirahat untuk menjaga kehamilannya. Perpanjangan waktu istirahat sebelum melahirkan memungkinkan sampai selama-lamanya tiga bulan. 3.13.4 Kesempatan menyusui anak Bagi tenaga kerja perempuan yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anak. Didalam penjelaskan pasal 13 ayat 4 tersebut ditentukan bahwa dipikirkan oleh pemerintah kemungkinan mengadakan tempat penitipan anak.

52

3.13.5

Pengapusan perempuan

perbedaan

perlakuan

terhadap

tenaga

kerja

Peningkatan

perlindungan

bagi

tenaga

kerja

perempuan, dapat dilihat pula dengan adanya beberapa ketentuan yang menghapuskan adanya pebedaan perlakuan terhadap tenaga kerja perempuan. Adapun ketentuan tersebut adalah : 1. UU No. 80 tahun 1957 tentang Retifikasi Konvensi ILO No. 100 tahun 1954 tentang Upah yang sama antara lakilaki dan perempuan untuk tenaga kerjaan yang sama nilainya. Prakteknya banyak sekali keluhan dari para tenaga kerja perempuan tersebut, misalnya : a). Tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan tambahan atas beban perusahaan, b). Adanya diskriminasi atas pengupahan yang

sama untuk masa kerja yang sama dan oekerjaan yang sama nilainya, dan sebagainya. 2. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang

Perlindungan Upah yang menyatakan adanya pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan yang telah

ditetapkan tersebut. 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. per. 04/MEN/1989 tentang Larangan PHK bagi tenaga kerja perempuan karena hamil atau melahirkan. Peraturan ini memuat bahwa

53

pengusaha tidak boleh mengurangi hak tenaga kerja perempuan yang karena hamil dan karena fisik dan jenis tenaga kerjaan tersebut tidak memungkin dikerjakan olehnya. Artinya walaupun tenaga kerja tersebut cuti dan tugasnya dialihkan kepada orang lain, namun haknya untuk mendapatkan upah tetapa tiap bulan dan jika ia sudah dapat bekerja lagi maka upah tersebut harus diterima kembali. Apabila perusahaan tidak memungkinkan untuk melaksakan peraturan tersebut, pengusaha wajib memberikan cuti diluar tanggungan perusahaan sampai timbul hak cuti hamil seperti yang telah ditetapkan oleh pasal 13 UU No. 1 tahun 1951. Apabila perusahaan melanggar ketentuan yang telah disebutkan diatas pengusaha dapat diancam atua didenda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah sesuai dengan pasal 17 UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja pada pasal 6 Peraturan Menteri No. 03/MEN/1989.