BAB II.doc

25

Click here to load reader

Transcript of BAB II.doc

Page 1: BAB II.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi dan Penyebab Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau tulang

rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-

ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat

berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat

disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada

tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu

benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini paling

sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang

normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh

(misalnya pada penyakit paget).

II.2. Anatomi

Fraktur cruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan

susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya ditutupi jaringan subkutan,

sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur cruris terbuka yang menimbulkan masalah

dalam pengobatan.

Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:

1.otot ekstensor

2.otot abductor

3.otot triceps surae

4.otot fleksor

Keempat grup oto tersebut membentuk 3 kompartemen

Grup I :memebentuk kompartemen anterior

Page 2: BAB II.doc

Grup II :membentuk kompartemen lateral

Grup III+IV :membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari kompartemen superficial

dan kompartemen dalam.

Arteri:

1.arteri tibialis anterior

2.arteri tibialis posterior

3.arteri peroneus

Saraf:

1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan abductor

2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan otot triceps surae.

II. 3 Klasifikasi Fraktur

a. Komplit - tidak komplit

- Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks

tulang seperti terlihat pada foto.

- Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:

1. Hairline fracture (patah retak rambut)

2. Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu

korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya).

3. Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak)

b. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma

- garis patah melintang

Page 3: BAB II.doc

- garis patah oblique

- garis patah spiral

- fraktur kompresi

- fraktur avulsi

c. Jumlah garis patah

- fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

- fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak

berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur

bifokal.

- fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.

d. Bergeser - tidak bergeser (displaced-undisplaced)

- fraktur undisplaced (tidak bergeser) : garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak

bergeser. Periosteumnya masih utuh.

Page 4: BAB II.doc

- Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut

dislokasi fragmen.

1. dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping)

2. dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

3. dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).

e. Terbuka - tertutup

- Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau

permukaan kulit.

- Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara

luar atau permukaan kulit.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat

ringannya patah tulang.

Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol keluar.

Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak

kominutif.

Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak terdapat kerusakan

jaringan lunak, dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.

Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur

neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka.

III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan

lunak.

III B : terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif yang berat.

III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli berapa banyak kerusakan

jaringan lunak yang lain.

Page 5: BAB II.doc

Klasifikasi fraktur menurut Muller dkk,1990

Angka pertama menunjukkan tulang :

1=humerus

2=radius ulna

3=femur

4=tibia fibula

Angka kedua menunjukkan segmen

1=proksimal

2=diafisial

3=distal

4=maleolar

Suatu huruf menunjukkan jenis fraktur

Diafisis A=sederhana

B=berbentuk baji

C=kompleks

Proksimal dan distal A=ekstra artikular

B=artikular sebagian

C=artikular lengkap

Nomor selanjutnya menunjukkan morfologi fraktur secara rinci.

-OA system

Femur Tengah (Diafise)

(32-A) fraktur simple

(32-B) fraktur wedge

Page 6: BAB II.doc

(32-C) fraktur kompleks

II. 4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan foto rontgen sinar X minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. Pemeriksaan

radiologis pada fraktur femur selain proyeksi AP dan lateral, proyeksi panggul dan lutut

ipsilateral, termasuk AP pelvis juga harus didapatkan. Fraktur intertrochanter dan femoral

neck ipsilateral telah dilaporkan pada 10% pasien dengan fraktur femur.

Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis

sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan

dasar untuk tindakan selanjutnya.

Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang diagnosanya harus

dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI,

contohnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis.

II. 5 Diagnosis

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan melakukan

pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan

melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan

menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

1. Anamnesa : ada trauma

Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci jenisnya,

besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan

(mekanisme trauma).

Dari anamnesa saja dapat diduga :

- Kemungkinan politrauma.

- Kemungkinan fraktur multipel.

Page 7: BAB II.doc

- Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur supracondylair

humerus, fraktur collum femur.

- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit

- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan. Kadang-

kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi

tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).

2. Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel, fraktur pelvis

atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.

3. Pemeriksaan status lokalis

Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-tulang kecil

misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur epifisis. Fraktur

tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical, cervical, dan acetabulum mempunyai

tanda-tanda tersendiri.

II. 6 Penatalaksanaan

Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:

1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,

pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:

# Lokalisasi fraktur

# Bentuk fraktur

# Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

# Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

Page 8: BAB II.doc

2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada

fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan

fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan

osteoartritis di kemudian hari.

Posisi yang baik adalah :

-alignment yang sempurna

-aposisi yang sempurna

3. Retention; imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Pilihan Terapi

Ada 2 terapi, pilihan berdasarkan banyak faktor seperti bentuk fraktur, usia penderita, level

aktivitas, dan pilihan dokter sendiri.

a. Terapi pada fraktur tertutup

Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif .

- Terapi konservatif

1. Proteksi saja

Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragüen yang minimal atau dengan dislokasi yang

tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari.

2. Immobilisasi saja tanpa reposisi

Misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan yang baik.

3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragüen distal

dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragüen proksimal dan dipertahankan dalam

kedudukan yang stabil dalam gips.

Page 9: BAB II.doc

4. Traksi

Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan

pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi

hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit

(traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5

kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi

definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa

traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

- Terapi operatif

Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.

1. Reposisi tertutup – fiksasi externa

Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang fiksasi externa.

Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen

tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.

2. reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.

Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan

pemasangan pen secara operatif.

Terapi operatif dengan membuka frakturnya

1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna /ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga

berupa plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai

reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu

lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi

secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.

Indikasi ORIF:

a) fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.

b) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

Page 10: BAB II.doc

c) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.

d) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,

misalnya fraktur femur.

2. Excisional arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.

3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

dilakukan pada fraktur kolum femur.

b. Terapi pada fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan

harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:

- pembidaian

- menghentikan perdarahan dengan perban tekan

- menghentikan perdarahan dengan perban klem.

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur

terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di dahulukan dalam

kerangka kerja terpadu.

Tindakan terhadap fraktur terbuka:

1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota

gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.

2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi

terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden period 4

jam)

3. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.

Page 11: BAB II.doc

Tindakan reposisi terbuka:

1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.

2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.

3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur.

4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus

disemprot hingga bebas dari kontaminasi.

5. Tutup luka dengan doek steril

6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya

7. Desinfeksi anggota gerak

8. Drapping

9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital

termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang

luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.

10. Fiksasi:

a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable fracture)

minimal dengan Kischner wire

b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada operasi

elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka grade

1-2

c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena sifatnya

hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)

d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan terbuka

dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.

Page 12: BAB II.doc

Untuk grade 3 kalau perlu:

Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic

cement). Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya

dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah

selesai operasi.

e. Buat x-ray setelah tindakan

II. 7 Prognosis

Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki

yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini

sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana

respon tubuh terhadap pengobatan.

Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari fraktur

terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.

II. 8 Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang

yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan pada

fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk

penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti

imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor

biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.

Proses penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang

kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis

penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.

1. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal

Proses penyembuhan pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:

a. Fase Hematoma

Page 13: BAB II.doc

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati

kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan

membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh

periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan

hematoma sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan

kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang

yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

b. Radang dan proliferasi seluler

Dalam delapan jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di

bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi

oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-

lahan diabsorpsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke daerah itu.

c. Fase pembentukan kalus

Sel yang berkembang biak memiliki potensi krondrogenik dan osteogenik. Apabila diberikan

keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan juga

kartilago. Populasi sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan pembuluh

darah baru) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-

pulau tulang yang immatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan

periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang immature (atau anyaman tulang)

menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu

setelah cedera, fraktur menyatu.

d. Fase konsolidasi

Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang

lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui

reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat dibelakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan

mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang

normal.

e. Fase remodeling

Page 14: BAB II.doc

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau

bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan

pembentukan tulang yang terus menerus.lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang

tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum

dibentuk. Akhirnya, dan terutama pada anak-anak tulang akan memperoleh bentuk yang

mirip bentuk normalnya.

2. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa

Tulang kanselosa yang berlokasi pada metafisis tulang panjang, tulang pendek serta tulang

pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa

melalui proses pembentukan kalus internal atau endosteal, walaupun eksternal kalus atau

periosteal juga memiliki peranan yang penting. Trabekula dari tulang kanselosa memiliki

vaskularisasi yang baik sehingga nekrosis yang terjadi pada permukaan daerah fraktur

berlangsung minimal. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang

menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer di dalam derah

fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah

fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi

kontak lansung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila

terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone

diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami konsolidasi.

Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu

:

1) Vaskularisasi yang baik

2) Terdapat permukaan yang lebih luas

3) Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat

4) Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur

Page 15: BAB II.doc

3. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian

Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi. Pada

fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk

melaui fibrokartilago.

II. 9 Komplikasi penyembuhan fraktur

1. Malunion

Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat

deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau union secara

menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.

Etiologi

Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak

baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan, osifikasi

premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma.

Gambaran Klinis

Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota gerak, nyeri dan

keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris,

Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi, bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang

mengalami deformitas.

Radiologis

Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang tidak sesuai

dengan keadaan yang normal.

Pengobatan

Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi sesuai

dengan fraktur yang baru, apabila ada kependekan anggota gerak dapat dipergunakan sepatu

ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan

fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan pemanjangan bertahap misalnya pada anak-

anak, atau dengan osteotomi yang bersifat baji.

Page 16: BAB II.doc

2. Delayed Union

Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (3 bulan

untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).

Etiologi

Sama dengan nonunion.

Gambaran Klinis

Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat pembengkakan, nyeri

tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur, pertambahan deformitas.

Radiologis

Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista pada ujung-ujung

tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.

Pengobatan

Konservatif dilakukan pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2-3 bulan.

Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi maka segera dilakukan fiksasi

interna dan pemberian bone graft.

3. Non union

Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan

konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa

infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut infected pseudoartrosis.

Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang yaitu :

hipertrofik ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut

gambaran elephant’s foot, garis fraktur tampak dengan jelas, ruangan antar tulang diisi

dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, pada jenis ini vaskularisasi baik sehingga

biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.

Atrofik/oligotrofik tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur, ujung tulang

lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini disamping dilakukan

fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft.

Page 17: BAB II.doc

Etiologi

Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak adekuat, imobilisasi

yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen, waktu imobilisasi yang tidak cukup,

infeksi, distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan, interposisi jaringan

lunak di antara kedua fragmen, terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen,

destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi

hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan periosteum yang

hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi interna yang tidak sempurna, delayed union

yang tidak diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan,

terdapat benda asing diantara kedua fraktur misalnya pemasangan screw diantara kedua

fragmen.

Gambaran Klinis

Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah fraktur yang

membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit atau sama sekali

tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama

sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.

Radiologis

Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang berbentuk bulat

dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang, salah satu ujung tulang dapat

berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (pseudoartrosis).

Pengobatan

Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat sendi misalnya

kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan protesis misalnya pada fraktur leher

femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.

II. 10 Komplikasi Fraktur Femur

1. Komplikasi Dini

- Syok: dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat tertutup.

- Emboli lemak.

Page 18: BAB II.doc

- Trauma Pembuluh darah.

- Trauma Saraf.

- Trombo-emboli.

- Infeksi.

2. Komplikasin Lanjut

- Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan.

- Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya

nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.

- Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan

pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering ditemukan. Malunion juga

menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa osteotomi.

- Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitsn pergerakan pada sendi

lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intrmuskuler. Hal ini

dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.

- Refraktur: terjadi apabila imobilisasi dilakukan sebelum terjadi union yang solid.

Page 19: BAB II.doc

DAFTAR PUSTAKA

Ruedi. P. Thomas. AO Principles of Fractures Management. New York: AO Publishing. 2000

Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas

Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New York: Mc

Grow Hill. 2009

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.

2000.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003.

Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.

Keany E. James. Femur Fracture. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment

Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach. Available from:

http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya

Medika. 1995.