BAB II.doc

56
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Regio Orofacial 2.1.1 Perkembangan Wajah Setelah ujung caput embrio membengkok di sekitar ujung anterior notochorda dan mencapai panjang rata- rata 3mm (sekitar hari ke-25 setelah pembuahan), cavum oris primitivum (stomatodeum) akan berkembang sebagai suatu celah kecil yang dikelilingi oleh capsula otak di bagian atas, pericardium di bagian bawah, processus mandibula dan maxilla pada bagian samping (Dixon, 1993). Processus mandibula dengan cepat akan meluas ke medial untuk membentuk rahang bawah primitif dan memisahkan stomatodeum dari pericardium. Pada saat bersamaan, capsula otak akan terpisah dari cavum oris primitivum melalui pembentukan processus frontonasalis. Sel-sel crista neuralis akan bermigrasi dari posisi semula di bagian samping tubus neuralis dan membentuk lembaran sel jauh di dalam ectoderma embryonicum, bila sudah mencapai regio mata yang sedang berkembang, akan terpisah menjadi dua bagian. Aliran sel-sel ke anterior akan masuk membentuk mesoderma embryonicum dari processus frontonasalis, sedangkan perluasan posterior 3

Transcript of BAB II.doc

Page 1: BAB II.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Regio Orofacial

2.1.1 Perkembangan Wajah

Setelah ujung caput embrio membengkok di sekitar ujung anterior

notochorda dan mencapai panjang rata-rata 3mm (sekitar hari ke-25 setelah

pembuahan), cavum oris primitivum (stomatodeum) akan berkembang sebagai

suatu celah kecil yang dikelilingi oleh capsula otak di bagian atas, pericardium di

bagian bawah, processus mandibula dan maxilla pada bagian samping (Dixon,

1993).

Processus mandibula dengan cepat akan meluas ke medial untuk

membentuk rahang bawah primitif dan memisahkan stomatodeum dari

pericardium. Pada saat bersamaan, capsula otak akan terpisah dari cavum oris

primitivum melalui pembentukan processus frontonasalis. Sel-sel crista neuralis

akan bermigrasi dari posisi semula di bagian samping tubus neuralis dan

membentuk lembaran sel jauh di dalam ectoderma embryonicum, bila sudah

mencapai regio mata yang sedang berkembang, akan terpisah menjadi dua bagian.

Aliran sel-sel ke anterior akan masuk membentuk mesoderma embryonicum dari

processus frontonasalis, sedangkan perluasan posterior akan ikut membentuk

mesoderma dari arcus pharyngeus. Pembesaran processus facialis embryonicum

merupakan akibat proliferasi mesoderma embryonicum yang berkesinambungan,

dimana akan terjadi pembentukan tulang-tulang. Batas-batas processus facialis

dipisahkan oleh sulcus-sulcus atau lipatan yang terletak diantaranya. Sulcus terisi

oleh processus yang kecepatan proses pertumbuhannya tidak sama, menyebabkan

terbentuknya wajah khas seperti yang biasa kita temukan pada bayi (Dixon,

1993).

Kegagalan processus facialis untuk tumbuh dengan akurat dan untuk saling

bergabung satu terhadap yang lain, dimana melibatkan penggabungan atau

penutupan selubung ectoderma yang berkontak dengannya, akan menimbulkan

3

Page 2: BAB II.doc

cacat perkembangan, dikenal sebagai celah wajah. Celah merupakan akibat

terganggunya salah satu atau beberapa tahap penggabungan processus, termasuk

induksi normal oleh sel-sel crista neuralis, beberapa keabnormalan pada tahap

migrasi atau penggabungan mesoderma embryonicum (Dixon, 1993).

2.1.2 Perkembangan Labium Oris Superius

Perkembangan labium oris superius pada manusia sampai sekarang ini

masih belum diketahui dengan jelas dan bahkan ada dua pendapat yang saling

berlawanan tentang apa peranan mesoderma maxillaris pada pembentukan labium

oris ini. Salah satu pendapat tersebut diformulasi berdasarkan hasil penelitian

klasik dari Frazer yaitu labium oris terbentuk seluruhnya dari processus

maxillaris. Pendapat lain yag sudah diterima kalangan luas tentang perkembangan

labium oris manusia adalah berdasarkan konsep klasik His, bersama-sama dengan

pakar embriologi lainnya pada abad tersebut, menganggap bahwa bagian sentral

labium oris, termasuk daerah cekungan yang disebut philtrum, berasal dari

processus frontonasalis sedangkan bagian lateral berasal dari processus maxillaris

(Dixon, 1993).

2.1.3 Perkembangan Palatum

Pada tahap perkembangan ini, celah nasalis akan meluas ke belakang dan

membentuk orifisium posterior sekunder yang mengarah ke stomatodeum. Jadi

melalui cara inilah akan terbentuk cavum nasi primitivum. Cavum nasi dikelilingi

di bagian bawah oleh perluasan ke mesial dari processus maxillaris dan juga oleh

mesoderma frontonasalis (Dixon, 1993).

Walaupun demikian mesenchyma maxillaris juga meluas ke medial di balik

otak sedang berkembangan pada atap cavum oris primitivum. Perluasan

mesoderma embyonicum dari setiap sisi akan bertemu di garis median dan

kemudian mulai meluas ke bawah sebagai processus septal, berhubungan di

bagian depan dengan septum nasi primer dari processus frontonasalis. Processus

septal ikut membentuk sebagian besar septum nasi definitif (Dixon, 1993).

4

Page 3: BAB II.doc

Palatum terbentuk dalam dua bagian, pertama palatum primer dan kedua

palatum sekunder. Bagian bawah processus frontonasalis kadang-kadang disebut

sebagai segmen intermaxillaris, ikut membentuk regio philtrum dari labium oris

superium; segmen premaxillaris yang mengandung empat gigi incisivus dan

sebuah processus kecil berbentuk segitiga yang meluas ke belakang sebagai

palatum primer. Pada sekitar minggu perkembanga keenam, dua perluasan

processus maxillaris akan tumbuh ke arah dalam dan ke bawah sebagai processus

palatinus atau lereng yang nantinya akan terletak pada kedua sisi lingua yang

sedang berkembang (Dixon, 1993).

Pada minggu kedelapan, processus palatinus akan menjadi horizontal, saling

berkontak satu sama lain, akan bergabung tepat di bawah ujung bebas septum

nasi. Dengan terjadinya perubahan orientasi dari processus palatinus, cavum oris

primitivum akan terbagai menjadi tiga bagian: cavum nasi kiri dan kanan diatas

palatum sedang berkembang pada kedua sisi septum nasi, dan cavum oris definitif

yang terletak di bawah palatum. Pembentukan palatum ini biasanya

mengakibatkan orifisium posterior dari cavum nasi bergeser ke belakang,

sehingga orifisium ini tidak lagi membuka ke cavum oris tetapi malahan

membuka ke bagian atas pharynx (nasopharynx) (Dixon, 1993).

Baik septum nasi maupun palatum tampaknya berkembang dalam dua

tahapan :

a. Septum nasi primer berasal dari processus frontonasalis; palatum primer

terbentuk dari perluasan ke belakang processus frontonasalis.

b. Bagian septum nasi lainnya dan palatum sekundder terbentuk dari jaringan

processus maxillaris yang terletak di belakang processus frontonasalis (Dixon,

1993).

Bagian-bagian wajah yang terbentuk dari processus frontonasalis

mempunyai persarafan sensorik dari cabang-cabang n. opthalmicus cabang n.

trigeminus (n. ethmoidalis dan n. nasalis externa). Sedangkan bagian yang

terbentuk dari processus maxillaris mempunyai persarafan sensorik berupa

cabang-cabang n. maxillaris cabang n. trigeminus (n. nasalis, n. nasopalatinus, n.

palatinus dan n. infraorbitalis) (Dixon, 1993).

5

Page 4: BAB II.doc

2.1.4 Cartilago Rangka Wajah

Sebelum pembentukan tulang dan juga selama tahap awal pembentukan

tulang, rangka wajah umumnya terbentuk dari cartilago. Cartilago Meckel

terbentuk di dalam arcus mandibularis dan meluas dari basis cranii sedang

berkembang pada regio capsula optica ke garis median bakal regio dagu, dan

bergabung dengan cartilago dari sisi berlawanan. Cartilago capsula nasalis

terbentuk pada jaringan processus maxillaris dan meluas ke depan menuju

processus frontonasalis. Di bagian belakangnya berhubungan dengan cartilago

dari basis cranii. Di dalam bagian cavum nasi primer dan sekunder cartilago ini

akan membentuk anyaman skeletal primordial (Dixon, 1993).

Bagian lateral capsula dari kedua sisi wajah yang sedang berkembang akan

membentuk rangka skeletal bagian luar dari cavum nasi; ujung bebas bagian

bawahnya akan membelok ke dalam sebagai suatu concha nasalis inferior yang

sedang berkembang. Di dalam kedua bagian septum nasi, processus ini akan

membentuk cartilago septi nasi (Dixon, 1993).

Pada tahap berikut akan terbentuk os maxilla dan premaxilla pada bagian

luar cartilago capsula nasalis dan mandibula berkembang pada bagian luar

cartilago Meckel. Vomer akan terbentuk dalam hubungannya dengan tepi bawah

cartilago septal (Dixon, 1993).

2.1.5 Lingua

Menurut Dixon (1993), lingua terbentuk dalam dua bagian, yaitu:

a. Pars anterior lingua (oral), berasal dari tiga tonjolan mesoderma arcus

mandibularis, terletak tepat di dalam cavum oris. Ketiga tonjolan ini terdiri dari

tonjolan lingual lateral dan struktur garis median di dasar mulut, yang sering

disebut sebagai tuberculum impar, terletak di dlam sulcus diantara arcus

mandibularis dan arcus hyoideus

b. Pars poterior (pharyngeus) tertius berasal terutama dari arcus pharyngeus

tertius dan akan tumbuh ke depan. Ke atas arcus pharyngeus secundus

(hyoideus) pada dasar mulut untuk bergabung dengan ujung belakang pars

anterior lingua. Daerah ini disebut juga sebagai copula atau aminentia

6

Page 5: BAB II.doc

hypobranchialis. Bagian belakang eminentia hypobranchialis ini nantinya akan

membentuk epiglotis.

Perbedaan daerah origo dari bagian-bagian lingua ini menyebabkan

terjadinya perbedaan persarafan sensorik pada membrana mukosa dorsum lingua;

dua pertiga anterior lingua dipersarafi n. lingualis cabang n. trigeminus,

sedangkan sepertiga posterior lingua dipersarafi oleh n. glossopharyngeus – saraf

dari arcus pharyngeus primus dan tertius (Dixon, 1993).

Saraf yang keluar dari arcus secundus (n. facialis) ikut memberi persarafan

sensorik bagi serabut-serabut indra pengecap pada pars anterior lingua. Otot-otot

lingua mulai terbentuk diantara minggu perkembangan keenam dan kedelapan,

dan pada saat ini lingua sudah mengisi sebagian besar cavum oris. Pada sulcus

antara lingua dan processus mandibularis akan terbentuk glandula sublingualis

dan submandibularis yang merupakan perluasan pertumbuhan ke bawah dari

epitel yang menutupinya. Glandula diperkirakan berasal dari jaringan endoderma

embryonicum (Dixon, 1993).

2.1.6 Pipi

Pipi terbentuk dari jaringan yang berasal baik dari processus mandibularis

maupun processus maxillaris. Pada kedua sisi cavum oris pada regio pipi terlihat

adanya kantung kecil dari cavum oris yang meluas keluar, terletak tidak terlalu

jauh antara processus maxillaris di bagian atasnya dan processus mandibularis di

bagian bawahnya. Batas luar dari kantung tersebut yang terletak pada kedua sisi

wajah terletak pada epithelium cavum oris, meluas dari processus maxillaris ke

processus mandibularis dan mengelilingi permukaan dalam pipi. Baru kemudian,

tinggi vertikal dari bagian cavum oris ini (vestibulum) akan makin meningkat.

Pada belakang regio vestibularis di kedua sisi cavum oris akan terbentuk glandula

parotidea sebagai suatu proyeksi seperti gemma epitel cavum oris yang mengarah

ke mesoderma di sekitarnya (Dixon, 1993).

2.1.7 Pembentukan Mata

• Pembentukan mata embrio manusia terjadi pada usia kehamilan 6 minggu.

7

Page 6: BAB II.doc

• Prosensefalon bakal diensefalon berevaginasi ke arah lateral membentuk

vesikula optik

• Vesikula optik menginduksi ektoderm epidermis di hadapannya untuk

membentuk penebalan/plakoda lensa

• Plakoda lensa berinvaginasi menjadi vesikula lensa, lalu menginduksi

balik vesikula optik → vesikula optik berinvaginasi menjadi cawan optik

• Cawan optik berdiferensiasi menjadi dua lapisan, yaitu sebelah luar:

lapisan berpigmen → menjadiretina berpigmen; dan sebelah dalam:

lapisan sensoris → menjadi retina sensoris

• Bagian pangkal cawan optik menyempit, disebut tangkai optik dan

berhubungan dengan diensefalon. Akson sel-sel ganglionik dari retina

sensoris bertemu pada bagian dasar mata sepanjang tangkai optik dan

menjadi saraf optik.

• Vesikula lensa melepaskan diri dari ektoderm epidermis → menjadi lensa.

Lensa akan berdiferensiasi menjadi transparan, berkaitan dengan

perubahan struktur sel dan sintesis protein spesifik yang disebut kristalin.

• Lensa menginduksi ektoderm epidermis yang menutupinya → menjadi

kornea. Kornea akan menjadi jernih, karena pigmen pada sel-selnya

menjdi hilang.

• Bagian tepi cawan optik yang tidak ikut berubah menjadi retina sensoris

akan berkembang menjadiiris

• Lapisan koroid dan sklera dibentuk dari mesenkim yang berakumulasi

mengelilingi bola mata.

• Ektoderm epidermis di depan kornea akan menjadi kelopak mata.

Kematian sel-sel di tengah-tengah bagian tersebut menyebabkan

terpisahnya kelopak mata atas dan bawah. (Gilbert, 2006)

2.1.8 Pembentukkan Hidung

Mula-mula tampak olfactory palacode yaitu penebalan ectoderm di daerah

ventro-lateral kepala embrio. Placode berkembang menjadi lesung olfactory

hidung (olfactory pit). Di sekitar lubang hidung tepinya agak menonjol, terdapat

8

Page 7: BAB II.doc

tonjolan medial dan tonjolan lateral yang dekat dengan proc. maksila. Masa

jaringan di antara tonjolan medial sebelah kanan dan kiri disebut septum nasi.

Lama kelamaan tonjolan medial hidung bergabung dengan proc. maksila yang

terletak di sebelah lateralnya dan dengan demikian terbentuklah rongga hidung.

Di sebelah dalam rongga hidung, mula-mula masih ada membran oro-nasal.

Membrane ini pun akhirnya pecah, dan terjadilah hubungan antara rongga hidung

dan rongga mulut (Syahrum dkk, 1994).

2.1.9 Glandula Salivari

Glandula salivari mulai terbentuk sebagai suatu pita sel-sel yang padat dari

stomadeum selama minggu perkembangan ke-6 dan 7. Glandula parotis adalah

organ yang terbnetuk pertama kali ke luar bats sktoderma stomadeum pada

permukaan dalam pipi yang sedang berkembang di dekat sudut mulut. Gemma

akan bertumbuh ke belakang mengarah ke regio telinga, mula-mula terlihat

sebagai suatu pita sel padat dan bercabang-cabang dan nantinya akan

terkanalisaasi untuk membentuk sistem acinus dan duktus. Kapsula glandula

berasal dari mesooderma sekitarnya (Dixon, 1993).

Glandula submandibularis terbentuk dari endoderma yang menyelubungi

dasar stomadeum, bertumbuh ke belakang pada aspek lateral lingua yang sedang

berkembang. Sebuah sulkus akan terbentuk di bagian samping lingua yang

nantinya akan menutup untuk membentuk duktus warthon (Dixon, 1993).

Glandula sublingualis mulai terbentuk pada tahap beriut , yaitu pada minggu

perkembangan ke-8, dan terbentuk dengan cara yang sama seperti glandula

submandibularis yang berasal dari endoderma pada bagian samping lingua

(Dixon, 1993).

2.2 Organ Pembentuk Benih Gigi

1. Organ enamel; yang berkembang seperti tombol, tumbuh di atas lamina

gigi (berasal dari ectodermal), dan berasal dari epitel, dimana lapisan

dalamnya akan membentuk enamel. Kuntum dari sel epithelial (organ

enamel) dibetnuk sebagai hasil dari pembiakan sel-sel. Perkembangan

9

Page 8: BAB II.doc

selanjutnya, menghasilkan bentuk kuntum (bud), bentuk top (cap) dan

bentuk lonceng (bell) dari organ enamel.

2. Dental papilla (organ dentin); yang berkembang dari dasar jaringan

mesenhim (jaringan pengikat permulaan) yang berasal dari mesenhim dan

akan membentuk dentin dan tinggal di sekitar ruang sentral dari dentin

sebagai pulpa.

3. Kantung gigi (organ periodontal); yang juga berkembang dari dasar

jaringan mesenhinm, yang berasal dari mesenhim dan akan membentuk

struktur penyanggah gigi, sementum, tulang alveolar dan selaput

periodontal(Harshanur, 1991).

Perkembangan organ enamel berfungsi untk membentuk jaringan pengikat

bawah, yang kana berkembang dan menjadi padat untuk membentuk dental

papilla. Dengan cara serupa jaringan pengikat mengelilingi organ enamel dan

dental papilla menjadi padat dan membentuk organ periodontal (Harshanur,

1991).

Sebelum embrio berusia 3 minggu, stomodeum sudah terbentuk. Pada

daerah ujung anterior dari embrio, ectodermal telah menyatu untuk bertemu

dengan endodermal sehingga terbentuk mulut primitif (stomodeum) dan

membrane bukofaringeal,membrane ini terletak kira-kira pada posisi tonil palatine

yang akan terbentuk kemudian. Mulut primitif diliputi oleh ectodermal, dan di

bawahnya adalah mesenhim. Ectodermal berkembang menjadi epitel mulut dan

mesenhim berkembang menjadi jaringan pengikat di bawahnya (Harshanur,

1991).

2.3 Siklus Kehidupan dari Gigi

Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama

siklus kehidupannya, yaitu (Harshanur, 1991):

a. Tahap pertumbuhan

1) Tahap inisiasi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi (bud)

dari jaringan epitel mulut. (epitelial bud stage).

10

Page 9: BAB II.doc

2) Tahap ploreferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari

organ enamel (cap stage).

3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang

mengalami perubahan histologi dalam susunannya (sel-sel epitel

bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblas, sel-sel perifer

dari organ dentin pulpa menjadi odontoblas).

4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk

sepanjang dentino enamel dan dentino cemental junction yang akan

datang, yang memberi garis luar dari bentuk dan ukuran korona

dan akar yang akan datang.

b. Erupsi intraoseus

1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin

dalam lapisan tambahan.

2) Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan

garam-garam kalsium (Harshanur, 1991).

c. Erupsi

Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi

menembus gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi

permanen (Purba, 2004).

Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu (Purba, 2004):

1) Tahap praerupsi

Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai

mahkota selesai dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami

pertumbuhan pesat di bagian posterior dan permukaan lateral yang

mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar

ke arah anterior- posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan

dengan tulang rahang yang mengalami pertumbuhan pesat ini maka

benih gigi bergerah ke arah oklusal.

2) Tahap prafungsional

Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi

mencapai daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak

11

Page 10: BAB II.doc

lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak kearah vertikal, pada

tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan

miring dan rotasi dari gigi ini bertujuan untuk memperbaiki posisi

gigi berjejal di dalam tulang rahang yang masih mengalami

pertumbuhan.

3) Tahap fungsional

Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi

telah tanggal.selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah

oklusal, mesial dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap

funfsional ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi

gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik

kontak proksimal dari gigi dapat dipertahankan.

d. Kegagalam Erupsi

Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu

sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai

oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi (Purba, 2004).

Ada dua faktor yang mempengaruhi kegagalan erupsi yaitu (Purba,

2004):

a) Faktor-faktor kegagalan erupsi yang berasal dari gigi yaitu:

1) Kelainan dalam perkembangan benih gigi

Pada kondisi kelainan perkembangan benih gigi ini, benih

gigi yang sudah terbentuk tidak mengalami perkembangan

dengan sempurna sehingga gigi gagal dalam bererupsi.

2) Kegagalan dalam pergerakan praerupsi dan prafungsional

Pada kondisi ini, pembentukan gigi berlangsung dengan

sempurna tetapi gigi yang sudah terbentuk tidak mengalami

pergerakan selama tahap praerupsi dan prafungsional

sehingga gigi tetap pada tempatnya di dalam tulang

alveolar.

3) Letak benih yang abnormal

12

Page 11: BAB II.doc

Letak benih yang abnormal seperti letak benih yang terlalu

miring ke arah lingual, bukal dapat menyebabkan gigi

tersebut mengalami kesulitan dalam pergerakan erupsi

sehingga gigi gagal bererupsi.

b) Faktor-faktor kegagalan gigi yang berasal dari sekitar gigi

1) Tulang yang tebal dan padat

Gagalnya gigi bererupsi pada kondisi ini disebabkan

konsistensi tulang yang sangat keras dan padat sehingga

tekanan erupsi normal tidak mencukupi untuk menembus

tulang yang tebal dan padat tersebut (Purba, 2004).

2) Tempat untuk gigi tersebut kurang

Kurangnya tempat untuk gigi yang disebabkan oleh

berbagai hal seperti ukuran yang terlalu besar, tulang rahang

yang tidak berkembang juga dapat menyebabkan gigi tidak

muncul di rongga mulut (Purba, 2004).

3) Posisi gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut

Posisi gigi tetangga yang menghalangi jalanya erupsi dapat

menyebabkan gigi tidak muncul kepermukaan (Purba,

2004).

4) Adanya gigi susu yang persistensi

Gigi susu yang tidak tanggal pada waktunya dapat

menyebabkan kegagalan erupsi pada gigi permanen .

kegagalan erupsi gigi permanen pada kondisi gigi

persistensi ini disebabkan oleh tidak tersedianya ruangan

untuk gigi permanen yang akan erupsi menggantikan gigi

susu yang persistensi tersebut (Purba, 2004).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erupsi Gigi

Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini masih

dianggap sebagai suatu keadaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu

13

Page 12: BAB II.doc

erupsi gigi masih berkisar antara 2 tahun. Variasi dalam erupsi gigi dapat

disebabkan oleh faktor yaitu (Harahap, 2010) :

a. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu

dan urutan erupsi gigi yaitu sekitar 78%, termasuk proses kalsifikasi.

b. Faktor Jenis Kelamin

Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat

dibandingkan anak laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan.

Waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding dengan anak laki-laki

disebabkan faktor hormon yaitu estrogen yang memainkan peranan dalam

pertumbuhan dan perkembangan sewaktu anak perempuan mencapai pubertas.

c. Faktor Ras

Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih

lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian.

Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang

sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang

terlalu besar.

d. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan tidak banyak mempengaruhi pola erupsi. Faktor tersebut

adalah:

1. Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi,

kesehatan seseorang. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung

menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan

tingkat ekonomi menengah.

2.Nutrisi Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan

proses kalsifikasi.(2,3,6,13,17,28,30) Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat

dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan

kelenjar endokrin.

e. Faktor lokal

Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi

ke tempat erupsi, malformasi gigi, persistensi gigi desidui, adanya gigi berlebih,

14

Page 13: BAB II.doc

trauma terhadap benih gigi, mukosa gusi yang menebal, ankilosis pada akar gigi,

dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.

f. Faktor Penyakit

Gangguan pada erupsi gigi desidui dan gigi permanen dapat disebabkan

oleh penyakit sistemik seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,

Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan

Hemifacial atrophy.

1. Atrisi

Yaitu ausnya permukaan gigi karena lamanya pemakaian waktu berfungsi

(Harshanur, 1991).

2. Resobsi

Yaitu penghapusan dari akar-akar gigi susu oleh aksi dari osteoclast

(Harshanur, 1991).

2.5 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Sulung dan Gigi Tetap

Pertumbuhan dan perkembangan dari gigi geligi seperti halnya organ

lainnya telah dimulai sejak 4 – 5 bulan dalam kandungan. Pada waktu lahir,

maksila dan mandibula merupakan tulang yang telah dipenuhi oleh benih-benih

gigi dalam berbagai tingkat perkembangan. Tulang alveolar hanya dilapisi oleh

mucoperiosteum yang merupakan bantalan dari gusi. Pada saat lahir, tulang

maksila dan mandibula terlihat mahkota gigi-gigi sulung telah terbentuk dan

mengalami kalsifikasi, sedangkan benih gigi-gigi tetap masih berupa tonjolan

epitel (Harshanur, 1991).

Pada umur 6 – 7 bulan telah terjadi erupsi dari gigi sulung dan pada umur

12 bulan gigi insisif pada maksila dan mandibula telah erupsi. Pada umur 2 ½ – 3

tahun semua gigi sulung telah erupsi dan email gigi-gigi sulung telah terbentuk

sempuna (Harshanur, 1991).

Pertumbuhan dan perkembangan gigi ini terlihat pada tabel berikut ini :

A. Gigi Sulung

1. Rahang Gigi Pembentukan Erupsi Akar lengkap

2. Atas Insisif pertama 4 bl inutero 7 ½ bl 1 ½ th

15

Page 14: BAB II.doc

3. Insisif kedua 4 ½ bl inutero 9 bl 2 th

4. Caninus 5 bl inutero 18 bl 3 ½ th

5. Molar pertama 5 bl inutero 14 bl 2 ½ th

6. Molar kedua 6 bl inutero 24 bl 3 th

7. Bawah Insisif pertama 4 ½ bl inutero 7 bl 1 ½ th

8. Insisif kedua 4 ½ bl inutero 7 bl 1 ½ th

9. Caninus 5 bl inutero 16 bl 3 ½ th

10. Molar pertama 3 bl inutero 12 bl 2 ½ th

11. Molar kedua 6 bl inutero 20 bl 3 th

B. Gigi Tetap

1. Rahang Gigi Mulai terbentuk Erupsi Akar lengkap

2. Atas Insisif pertama 3 – 4 bl 7 – 8 th 10 tahun

3. Insisif kedua 10 – 12 bl 8 – 9 th 11 tahun

4. Caninus 4 – 5 bl 11 – 12 th 13 – 15 th

5. Premolar pertama 18-21 bl 10 – 12 th 12 – 14 th

6. Premolar kedua 30–33 bl 10 – 12 th 12 –14 th

7. Molar pertama 0 – 3 bl 6 – 7 th 9 – 10 th

8. Molar kedua 27 – 36 bl 12 – 13 th 14 – 16 th

9. Molar ketiga 7 – 9 th 17 – 21 th 18 – 25 th

10. Bawah Insisif pertama 3 – 4 bl 6 – 7 th 9 th

11. Insisif kedua 3 – 4 bl 7 – 8 th 10 th

12. Caninus 4 – 6 bl 9 – 10 th 12 – 14 th

13. Premolar pertama 18 – 24 bl 10 – 12 th 12 –13 th

14. Premolar kedua 24 – 30 bl 11 – 12 th 13 – 14 th

15. Molar pertama 0 – 3 bl 6 – 7 th 9 – 10 th

16. Molar kedua 2 – 3 th 11 – 13 th 14 – 15 th

17. Molar ketiga 8 – 10 th 17 – 21 th 18 – 25 th

2.6 Resorpsi Akar

2.6.1 Pengertian Resorpsi Akar

16

Page 15: BAB II.doc

Dalam ilmu kedokteran gigi, resorpsi akar adalah pengrusakan atau

penghancuran yang menyebabkan kehilangan struktur gigi. Hal ini disebabkan

oleh kerja sel tubuh yang menyerang bagian dari gigi. Bila kerusakan meluas ke

seluruh gigi, dinamakan resorpsi gigi. Kerusakan akar yang parah dapat terjadi

bila kerusakan sudah mencapai pulpa, sehingga sangat sulit untuk dirawat dan

biasanya memerlukan ekstraksi gigi. Resorpsi akar terjadi akibat diferensiasi

makrofag menjadi odontoklas yang akan meresorpsi sementum permukaan akar

serta dentin akar. Tingkat keparahannya bervariasi dapat dilihat dari bukti-bukti

berupa lubang mikroskopis yang dapat menyebabkan kehancuran pada

permukaan akar (Abass, 2007).

Resorpsi akar dapat disebabkan oleh tekanan pada permukaan akar gigi.

Tekanan tersebut dapat berasal dari trauma, erupsi gigi ektopik yang mengenai

akar gigi tetangga, infeksi, beban oklusal yang berlebihan , pertumbuhan tumor

yang agresif, maupun yang tidak dapat diketahui penyebabnya atau idiopatik.

Menurut Weiland, penyebab yang paling umum adalah kekuatan ortodonti

(Abass, 2007).

Akar gigi dilindungi oleh sementum. Sementum merupakan struktur yang

menyerupai tulang. Namun sementum lebih resisten terhadap resorpsi dari pada

tulang. Ada sejumlah teori yang menjelaskan mengapa ini terjadi. Hipotesis yang

paling umum adalah bahwa sementum lebih keras dan lebih termineralisasi

dibandingkan dengan tulang. Sementum juga bersifat antiangiogenik, sehingga

dapat mencegah akses osteoklas. Walaupun demikian, bila kekuatan besar

diberikan pada apeks gigi, sementum juga dapat mengalami resorpsi (El-Bialy,

2004).

2.6.2 Klasifikasi Resorpsi Akar

Resorpsi akar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu resorpsi akar

internal yang dimulai dari pulpa, dan resorpsi akar eksternal yang dimulai dari

luar gigi (Harahap, 2010).

1. Resorpsi Internal

17

Page 16: BAB II.doc

Resorpsi internal diduga terjadi akibat pulpitis kronis. Tronstad (1988)

berpendapat adanya jaringan nekrotik menyebabkan resorpsi internal menjadi

progresif. Pada kebanyakan kasus, kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit

sehingga cenderung hanya dapat didiagnosa sewaktu pemeriksaan radiografi

rutin. Pulpitis kronis dapat terjadi akibat trauma , karies atau prosedur iatrogenik

seperti preparasi gigi yang salah, ataupun idiopatik. Resorpsi internal jarang

terjadi, namun dapat muncul pada setiap gigi, baik gigi yang telah direstorasi

ataupun gigi yang bebas karies. Defeknya bisa terdapat di mana saja di dalam

saluran akar. Bila hal tersebut terjadi pada ruang pulpa, dinamakan ”pink spot”

karena pulpa yang membesar terlihat melalui mahkota. Resorpi internal biasanya

berjalan lambat. Namun bila tidak dirawat, maka lesi akan menjadi progresif dan

menyebabkan perforasi dinding saluran akar sehingga pulpa menjadi mati.

Penghancuran dentin yang parah dapat menyebabkan gigi fraktur. Perawatan

untuk resorpsi internal tanpa perforasi adalah dengan perawatan saluran akar.

Kasus ini memiliki prognosis yang baik dan resorpsi tidak akan terjadi lagi

(Harahap, 2010).

2. Resorpsi Eksternal

Resorpsi akar dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik umum maupun

lokal. Adanya perubahan keseimbangan antara osteoblas dan osteoklas pada

ligamen periodontal dapat menghasilkan sementum tambahan pada permukaan

akar (hipersementosis) atau menyebabkan hilangnya sementum bersama dengan

dentin, yang dinamakan resorpsi eksternal. Resorpsi dapat didahului oleh

peningkatan suplai darah ke suatu daerah yang berdekatan dengan permukaan

18

Page 17: BAB II.doc

akar. Proses inflamasi mungkin disebabkan oleh infeksi, kerusakan jaringan pada

ligamen periodontal, atau gingivitis hiperplastik pasca trauma dan epulis.

Osteoklas diduga berasal dari derivat monosit darah. Inflamasi meningkatkan

permeabilitas dari pembuluh darah, sehingga memungkinkan pelepasan monosit

yang akan bergerak ke tulang atau permukaan akar yang cedera. Penyebab lain

dari resorpsi meliputi tekanan, bahan kimia, penyakit sistemik dan gangguan

endokrin. Menurut Tronstad, resorpsi akar eksternal dapat dibagi menjadi enam

jenis (Harahap, 2010).

3. Resorpsi Permukaan

Resorpsi permukaan merupakan temuan patologis yang umum terjadi pada

permukaan akar. Aktivitas osteoklas merupakan respon terhadap injuri pada

ligamen periodontal atau sementum. Resorpsi permukaan biasanya dapat dilihat

melalui Scanning Electron Microscopy (SEM). Permukaan akar menunjukkan

resorption lacunae superfisial (Gambar 2). Kondisi ini dapat mengalami perbaikan

spontan berupa pembentukan sementum baru (Harahap, 2010).

4. Resorpsi Akibat Inflamasi

Resorpsi akibat inflamasi diduga terjadi karena infeksi jaringan pulpa.

Daerah yang terinfeksi biasanya berada di sekitar foramen apikal dan canalis

lateralis. Sementum, dentin, dan jaringan periodontal yang berdekatan juga

dapat terlibat. Pada pemeriksaan radiografi terlihat adanya radiolusen pada

daerah tersebut. Saluran akar dan tubulus dentin terinfeksi dan nekrosis, serta

respon inflamatori dengan aktivitas osteoklas terjadi di dentin dan tulang.

Pertambahan aktivitas osteoklas yang berada di dentin pada sebelah kanan

menunjukkan pengaruh bakteri yang berada di tubulus dentin (Harahap, 2010)..

19

Page 18: BAB II.doc

5. Resorpsi Penggantian

Resorpsi penggantian (Gambar 4) biasanya terjadi pada trauma yang berat.

Resorpsi penggantian sering terjadi setelah replantasi, terutama bila replantasi

terlambat dilakukan. Cedera pada permukaan akar biasanya berat, sehingga

penyembuhan dengan sementum tidak dapat terjadi, yang menyebabkan kontak

langsung antara tulang alveolar dan permukaan akar. Proses ini dapat bersifat

reversibel apabila permukaan akar yang terlibat kurang dari 20%. Karena

osteoklas berkontak langsung dengan dentin, maka resorpsi dapat terus

berlangsung tanpa stimulasi hingga tulang alveolar mengggantikan dentin. Istilah

ankylosis dapat digunakan pada kasus ini karena tulang alveolar melekat langsung

ke dentin.Secara radiografis, ruang ligamen periodontal tidak akan terlihat karena

penggabungan tulang dengan dentin. Pada kasus ini, saluran akar harus diobturasi

untuk mencegah resorpsi akar akibat infeksi pulpa (Harahap, 2010).

6. Resorpsi Akibat Tekanan

Tekanan pada akar gigi dapat menyebabkan resorpsi yang merusak

jaringan ikat diantara dua permukaan. Tekanan dapat disebabkan oleh gigi yang

erupsi atau impaksi, pergerakan ortodonti, trauma karena oklusi, atau jaringan

patologis seperti kista atau neoplasma. Resorpsi akibat tekanan, misalnya akibat

perawatan ortodonti dapat terjadi pada apeks gigi , dengan cedera berasal dari

tekanan pada sepertiga apeks sewaktu menggerakkan gigi. Akibatnya dapat terjadi

pemendekkan akar gigi. Rangsangan terhadap aktivitas osteoklas di apeks akibat

tekanan berlebihan selama perawatan ortodonti dapat menyebabkan terjadinya

resorpsi akar. Osteoklas dapat meluas sampai ke dentin dan mengenai tubulus

dentin tanpa adanya bakteri. Menurut Newman, gigi yang paling sering

mengalami resorpsi akibat tekanan adalah gigi insisivus karena gigi insisivus lebih

sering digerakkan. Tekanan yang diberikan dapat membangkitkan pelepasan sel-

sel monosit dan pembentukan osteoklas sehingga terjadi resorpsi. Apabila

penyebab tekanan dihilangkan, maka resorpsi dapat dihentikan (Harahap, 2010).

20

Page 19: BAB II.doc

7. Resorpsi Sistemik

Resorpsi sistemik adalah resorpsi yang diakibatkan adanya gangguan

sistemik. Jenis ini dapat terjadi pada sejumlah penyakit dan gangguan endokrin,

seperti : Paget’s disease, calcinosis, Gaucher’s disease dan Turner’s syndrome.

Selain itu, resorpsi ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani terapi radiasi

(Harahap, 2010).

8. Resorpsi Idiopatik

Etiologi resorpsi akar idiopatik sampai saat ini masih belum diketahui

secara jelas. Pada beberapa kasus dapat terjadi resorpsi akar yang penyebabnya

bukan karena faktor sistemik maupun lokal . Resorpsi ini dapat terjadi pada satu

gigi maupun beberapa gigi. Laju resorpsi bervariasi dari lambat (bertahun-tahun),

sampai cepat dan agresif (beberapa bulan) yang melibatkan sejumlah besar

kerusakan jaringan. Letak dan bentuk defek resorpsi juga bervariasi. Resorpsi

idiopatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu resorpsi apikal dan resorpsi

servikal. Resorpsi apikal biasanya lambat dan dapat berhenti secara spontan, yang

mungkin akan mempengaruhi satu atau beberapa gigi, dengan pemendekan akar

secara bertahap, dan apeks gigi tetap bulat. Sedangkan resorpsi servikal terdapat

pada bagian servikal gigi. Defek dapat melebar dan berbentuk lekukan dangkal

21

Page 20: BAB II.doc

(Gambar 7). Tipe ini dapat juga disebut sebagai resorpsi perifer , resorpsi

tersembunyi, pseudo pink spot, atau ekstrakanal invasif. Defek dapat juga

dijumpai pada permukaan eksternal gigi yang kemudian berlanjut ke dentin

berupa ramifikasi. Hal ini tidak mempengaruhi dentin dan predentin pada sekitar

pulpa. Resorpsi tipe ini sering dianggap keliru sebagai resorpsi internal.

Resorpsi servikal dapat disebabkan oleh inflamasi kronis ligamen periodontal atau

trauma. Resorpsi servikal paling baik ditangani dengan pembedahan dan

pembuangan jaringan granulasi. Defek tersebut lalu dibentuk untuk direstorasi.

Usia rata-rata pasien yang mengalami resorpsi idiopatik pada wanita adalah

berusia 32 tahun, sedangkan laki-laki berusia 44 tahun. Resorpsi idiopatik lebih

sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Resorpsi akar idiopatik yang

terdapat pada beberapa gigi biasanya asimptomatik. Resorpsi ini biasanya dapat

diketahui dari foto radiografi. Beberapa pasien mengeluhkan tambalan longgar,

restorasi lepas, goyangnya gigi, dan juga nyeri yang berhubungan dengan gigi dan

jaringan sekitarnya, namun nyeri terhadap perkusi dan palpasi bukan merupakan

gejala awal.

Penyebab resorpsi ini tidak tunggal, melainkan berkaitan dengan kondisi

lain seperti adanya inflamasi periapikal, tumor atau kista, kekuatan mekanis yang

berlebihan atau reimplantasi gigi (Harahap, 2010).

2.6.3 Mekanisme Resorbsi Gigi Sulung

Erupsi gigi permanen tidak terlepas dari proses seluler dan molekuler.

Sel-sel retikulum stelata dari gigi permanen yang sedang terbentuk mensekresi

parathyroid hormone (PTH)-related protein (PTHrP), yaitu suatu molekul

pengatur pembentukan yang dibutuhkan untuk erupsi gigi. PTHrP yang

disereksi kemudian terikat dalam suatu fungsi parakrin pada reseptor PTHrP

yang diekspresikan oleh sel-sel dalam folikel gigi. Interleukin 1a juga disereksi

oleh epitel stelata dan dengan cara yang sama terikat pada reseptor IL-1a yang

ditemukan pada folikel gigi. Akibatnya, sel-sel folikel gigi yang terstimulasi ini

akan mensereksi faktor-faktor perekrut monosit, seperti colony-stimulating

factor-1, monocyte chemotactic protein-1 atau vascular endothelial growth

22

Page 21: BAB II.doc

factor. Kemudian, di bawah pengaruh faktor-faktor tersebut, monosit dibawa

dari daerah di dekat folikel gigi yang kaya pembuluh darah dan diletakkan di

daerah koronal.

Gambar 2 : Skema dari interaksi sistem RANK/RANKL

Bila lingkungan folikel gigi mendukung maka monosit-monosit tersebut

akan berfusi, lalu berdiferensiasi menjadi sel-sel osteoklas atau odontoklas yang

jika sel-sel tersebut berkontak dengan sel-sel yang mengekspresikan RANKL

(Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B Ligand) maka akan meresorpsi

jaringan keras. RANKL adalah suatu protein yang terikat pada membran yang

TNF ligand yang diekspresikan oleh osteoblast, odontoblast, pulpa, ligamen

periodontal, fibroblast, dan sementoblas yang berfungsi dalam menginduksi dan

mengaktifasi osteoklas dari sel-sel precursor. Reseptor RANKL adalah RANK

(Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B) yang diekspresikan oleh

osteoklas dan odontoklas. OPG (Osteoprotegerin) merupakan glikoprotein yang

termasuk golongan TNF. OPG dihasilkan oleh berbagai macam sel dan

menghambat diferensiasi osteoklas dari sel prekursornya. OPG juga bertindak

sebagi reseptor RANKL dan bila RANKL dan OPG bertemu maka tidak terjadi

pembentukkan osteoklas. Sel-sel yang mengekspresikan OPG antara lain

odontoblast, ameloblast, dan sel-sel pulpa.

23

Page 22: BAB II.doc

Gambar 3 : Skema inhibisi diferensiasi dan aktifasi

osteoklas/ odontoklas yang diperantarai OPG.

2.7 Neuromuskular pada Stomatognati (Mastikasi dan Deglutasi)

2.7.1 Otot-Otot Mastikasi

a. M. Masseter

Masseter adalah suatu massa otot yang tebal, berbentuk empat persegi

panjang disebelah pinggir wajah. Melekat diantara permukaan lateral dari ramus

mandibula dan arcus zygomaticus persis dibawah kulit. Masseter digunakan untuk

penghancuran dan penggilingan makanan. Selain untuk mengangkat mandibula ke

vertikal, masseter dapat memberikan vektor anterior pada rahang selama rahanag

diangkat dari suatu posisi depresi ke posisi interkuspal maksimal pada busur mid-

sagital pengangkatan. Initerjadi karena penyebaran kontraksi dari fasikuli yang

paling anterior ke yang paling posterior. Kaput profunda dapat memberikan efek

retrusi. Ada kemungkinan bahwa kaput superfisialis yang kuat itu mempunyai

peranan penting pada komponen anterior sewaktu mandibula mendekati relasi

sentrik. Cabang masseter dari saraf kranialis kelima memasok persarafan. Pasokan

arteri berasal dari cabang-cabang arteri masseterika (McDevitt, 2002).

24

Page 23: BAB II.doc

b. M. Temporalis

Merupakan otot berempal dua dengan origo berbentuk kipas dan tendon

yang sangat besar, kuat, serta berinsersio kedalam prosesus koronoideus, krista

temporalis profunda dan batas anterior ramus mandibula. Pada pokoknya otot ini

dalah suatu elevator dan retraktor (pengangkat dan penarik) mandibula dan

apabila otot diaktifkan secara bertahap, dari anterior ke posterior, maka arah dari

tarikan serabut-serabut berkontraksi akan menjadi sama seperti perjalanan kearah

atas dari prosesus koronoideus ketika mandibula diangkat dari suatu posisi

tertekan (McDevitt, 2002).

c. Pterygoideus Medialis

Pterygoideus medialis adalah suatu massa jaringan otot yang kuat, empat

persegi panjang, terletak pada sisi medial dari ramus mandibula. Otot ini tidak

selebar atau setebal masseter. Batas posteriornya tersusun serupa dengan batas

posterior dari masseter pada proyeksi lateral, tetapi batas anteriornya terletak lebih

distal kearah dorsal. Pada potongan horizontal, separuh atas dari pterygoideus

medialis berbentuk baji dengan pinggir yang tipis menghadap kearah belakang.

Setengah bawahnya berbentuk oval (McDevitt, 2002).

d. Pterygoideus Lateralis

Otot pterygoideus lateralis menempati suatu posisi yang dalam dan

tersembunyi. Posisi ini dianggap disebabkan oleh fungsi protraksi mandibula.

Karena dulunya pergerakan mandibula adalah suatu problem yang relatif kecil dan

karena posisinya yang dalam dan ukurannya kecil, massa otot ini kurang

mendapat perhatian dan hampir terabaikan oleh para ahli ilmu anatomi yang dulu.

Secara anatomi dan fungsional, bagian atas dan bawah dari pterygoideus lateralis

kemungkinan adalah dua otot yang berbeda. Pada umumnya, peranan dari kedua

bagian ini adalah berkenaan dengan posisi dan keseimbangan persatuan kondil-

diskus pada eminensia artikularis selama adanya gerakan-gerakan fungsional dan

kemungkinan juga pada posisi postural. Demikian juga bagian inferior aktif

apabila persatuan kondil-diskus protrusi (tertarik kedepan) dan distabilkan pada

posisi protrusi. Karena itu pterygoideus lateralis terlibat dalam gerakan

25

Page 24: BAB II.doc

mandibula. Gangguan fungsi normal pterygoideus lateralis yang berat

mengakibatkan fungsi mandibula sangat terbatas atau mengalami kegagalan.

(McDevitt, 2002).

2.7.2 Nervus Mastikasi

Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang

mempunyai komponen terdiri dari gigi – geligi, sendi temporomandibula (STM),

otot kunyah, dan sistem syaraf. Otot digerakan oleh sistem impuls syaraf karena

ada tekanan yang timbul dari gigi bawah berkontak dengan gigi atas sehingga

mandibula dapat melaksanakan aktifitasfungsional dari sistem mastikasi.

Keharmonisan antara komponen – komponen ini sangat penting dipelihara

kesehatan dan kapasitas fungsionalnya (Mc Devid, 2002).

Persyarafan pada otot Mastikatori menurut Mc Devid (2002) :

1. Musculus Maseter Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)

2. Musculus Pterigoideus lateralis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)

3. Musculus Pterigoideus medialis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)

4. Musculus Temporalis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus), Nervus

Auriculotemporalis.

2.7.3 Aktivitas Otot Deglutasi

Berkovitz (1995) dan William (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang

berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium

yang bekerja secara volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara

involunter. Kavum oris terbagi menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan

kavum oris proprium. Vestibulum oris adalah ruang antara gigi-geligi dan batas

mukosa bagian dalam dari pipi dan labium oris. Sedangkan kavum oris proprium

merupakan ruang antara arkus dentalis superior dan inferior. Batas anterior dan

lateral kavum oris proprium adalah permukaan lingual gigi geligi dan prosesus

alveolaris (Andriyani, 2001).

a. Otot di dalam kavum oris proprium

26

Page 25: BAB II.doc

Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot-otot lidah

dan otot-otot palatum lunak. Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik

dan ekstrinsik. Otot-otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk

lidah itu sendiri yaitu muskulus longitudinalis lingua superfisialis,

muskulus longitudinalis lingua provunda, muskulus transfersus lingua dan

muskulus vertikalis lingua. Otot ekstrinsik lidah merupakan otot yang

berada di bawah lidah yaitu muskulus genioglossus untuk mengerakan

bagian tengah lidah ke belakang dan muskulus styloglossus yang menarik

lidah keatas dan kebawah. Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu

muskulus tensor dan muskulus levator veli palatini untuk mengangkat faring

dan muskulus palatoglossus yang menyebabkan terangkatnya uvula

(Andriyani, 2001).

b. Otot faring

Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya

melingkar dan otot- otot yang menbujur faring. Otot-otot melingkar terdiri

atas muskulus konstriktor faringis superior, muskulus konstriktror faringis

media dan muskulus konstriktor faringis inferior. Sedangkan otot- otot

membujur faring yaitu muskulus stilofaringeus. Faring tertarik kearah

medial untuk saling mendekat. Setelah itu lipatan- lipatan faring membentuk

celah sagital yang akan di lewati makanan menuju kedalam faring posterior

celah ini melakukan kerja selektif sehingga makanan yang telah di kunyah

dapat lewat dengan mudah (Andriyani, 2001).

c. Otot laring.

Terbagi dua yaitu otot laring instrinsik dan otot laring ekstrinsik.

Otot laring ekstrinsik yaitu muskulus krikotiroideus, sedangan otot- otot

laring intrinsic yaitu muskulus tireoepiglottikus dan muskulus aritenoideus

pada laring terdapat dua sfingter yaitu aditus laringis dan rima glottidis.

Aditus laringis berfungsi hanya pada saat menelan. Ketika bolus makanan di

pindahkan kebelakang diantara lidah dan palatum lunak laring tertarik

keatas. Aditus laringis di persempit oleh kerja muskulus arytinoideus

obliqus dan muskulus oroepiglottikus. Bolus makanan atau cairan, kini

27

Page 26: BAB II.doc

masuk ke esophagus dengan mengelincir di atas epiglottis atau turun lewat

alur pada sisi aditus laringis rima glottidis berfungsi sebagai sfingter pada

saat batuk atau bersin tetapi yang terpenting adalah epiglottis membantu

mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara, dimana akan

mempengaruhi tegangan pita suara pada waktu bicara (Andriyani, 2001).

2.7.4 Nervus Deglutasi

1. Nervus Facialis (N. Cranialis VII)

Saraf ini melekat ke batang otak pada ujung atas medulla dalam

hubungan yang erat terhadap tepi bawah pons melalui redix sensori dan

motoriknya. Kedua radix ini melintasi subarachnoidea di atas n.

Vestibulococlearis (n. Cranialis VIII) dan masuk ke meatus acusticus

internus. Di dalam meatus, kedua radix saraf bergabung dan pada bagiam

dasar meatus, n facialis akan masuk ke canalis facialis dan berputar di sekitar

os. Temporale, keluar dari foramen stylomastoideum pada basis cranii

(Dixon, 1993).

Tepat di luar foramen stylomastoideum, n. facialis mengeluarkan 3

cabang motorik (Dixon, 1993):

1) N. auricularis ke m. auricularis posterior dan m. occipitalis kulit

kepala.

2) Saraf ke venter posterior mm. digastrici.

3) Saraf ke m. stylomastoideum

N. facialis kemudian menembus selubung fascia dari glandula

parotidea dan masuk ke subtansu glandula, terbagi menjadi dua cabang yang

besar. Dari cabang superior dikeluarkan rami temporales, zygomatici dan

bucales; cabang inferior dikeluarkan n. bucalis inferior, ramus marginalis

mendibulae dan colli. Cabang terminal terlihat pada tepi anterior glandula

parotidea, menyebar memlalui wajah, membentuk plexus saraf dengan saraf

yang lain dan dengan ujung terminal n. trigeminus (Dixon, 1993).

1) Rami temporales mempersarafi m. auricularis anterior dan superior,

m. frontalis, bagian atas orbicularis oculi, dan corrugator supercilli.

28

Page 27: BAB II.doc

2) Rami zygomatici mempersarafi serabut luar orbicularis oculi.

3) Rami buccales mempersarafi m. buccinator, otot labium oris superius,

risorius dan otot hidung.

4) Ramus marginalis mandibulae mempersarafi otot labium oris inferior

dan mentalis.

5) Ramus colli mempersarafi m. platysma pada leher dan mengeluarkan

ramus communicans untuk bergabung dengan ramus marginalis

mandibulae.

2. Nervus Glassopharyngeus (Nervus Cranialis)

Cabang utama dari nervus glassopharyngeus adalah (Dixon, 1993):

1) Plexus tympanicus, pada telinga tengah saraf ini bergabung dengan

cabang n. facial untuk membentuk olexus tympanicus, tempat

keluarnya cabang sensorik ke membran mukosa telinga tengah,

antrum mastoideum dan tuba auditiva dan n. petrosus minor

superficialis berasal dari n. glassopharingeus, mempersarafi ganglion

oticum dan glandula parotidea.

2) Ramus caroti, membawa serabut sensorik (otonom) dan ikut berperan

dalam mengatur tekanan darah.

3) Cabang motorik ke m. stylopharyngeus.

4) Rami pharyngei (sensorik) ke plexus pharyngeus pada dinding

samping pharyng. Dari plexus, saraf sensorik yang berasal dari n.

glassopharyngeus berjalan ke membran mukosa pharynx

5) Rami tonsillares naik di dalam m. hyoglossus untuk membentuk

plexus di sekitar tonsilla. Dari plexus saraf sensori didestribusikan ke

bagian atas pharynx dan pangkal tuba auditiva.

6) Rami linguales berjalan jauh ke dalam ke m. hyoglossus dan

membentuk persarafan sensorik ke membran mukosa pars pharyngea

(sepertiga posterior) lingua.

7) Ramus communicans bersama dengan ganglion cervicalis superior

sympathicus, n. vagus dan facialis.

3. Nervus Vagus (Nervus Cranialis)

29

Page 28: BAB II.doc

Cabang-cabang n. vagus pada leher adalah (Dixon, 1993):

1) Ramus meningeus recurrens, mempersarafi dura meter dari fossa

cranii posterior.

2) Ramus auricularis, saraf terbagi menjadi cabang yang bergabung

dengan n. auricularis posterior (cabang n. facialis) dan cabang yang

mempersarafi membran mukosa meatus acusticus externus dan

permukaan luar membran tympani (dengan cabang n.

auriculotemporalis).

3) Cabang kecil didistribusikan ke sinus caroticus dan copus carotid.

4) Rami pharyngei, saraf ini mengandung serabut motorik dari m.

contrictor pharynx dan m. palatopharyngeus, levator vlei palatini,

paloglossus dan uvula dari palatum molle.

5) N. laryngeus superior, terpisah menjadi n. laryngeus superior ramus

internus yang besar (sensorik) yang menyertai a. Laryngea interna dan

cabang motorik yang lebih kecil (n. laryngeus superior ramus

externus) berjalan jauh ke dalam ke mm. infrahyoidei menuju ke m.

cricothyroideus dan constrictor pharyngis inferior.

4. Nervus Accessorius (Nervus Cranialis XI)

Merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot dinding pharynx

dan larynx, serta dua otot superficialis pada leher yaitu m.

sternocleidomastoideus dan trapezius. Terdiri dari dua bagian yang berbeda

baik origo maupun distribusinya. Radices craniales atau pars vagalis berasal

dari bagian samping medulla, di caudal n, vagus dan radices spinalles berasal

dari bagian samping corda spinalis sejauh mungkin ke bawah ke perekatan

nn. Cervicales V (Dixon, 1993).

5. Nervus Hypoglossus (Nervus Cranialis XIII)

Merupakan saraf motorik dari otot lingua, kecuali m. palatoglossus

dipersarafi oleh n. vagus (Dixon, 1993).

2.7.5 Saraf Kepala dan Leher

Menurut Dixon (1993), saraf kepala dan leher yang penting antara lain:

30

Page 29: BAB II.doc

1. N. Trigeminus

N. trigeminus merupakan n. cranialis terbesar dan hubungan perifernya

mirip dengan n. spinalis, yaitu keluar berupa radix motoria dan sensoria yang

terpisah dan radix sensoria mempunyai ganglion terbesar. Serabut sensoriknya

berhubungan dengan ujung saraf yang berfungsi sebagai sensasi umum pada

wajah, bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sinus paranasal, sebagian telinga

luar dan membran tympani, membran mukosa cavum oris termasuk bagian

anterior lingua, gigi geligi dan struktur pendukungnya serta duramater dari fossa

cranii anterior. Radix motoria mempersarafi otot pengunyahan, otot palatum

molle, dan otot telinga tengah.

2. N. Opthalmicus

Di bagian depan sinus, saraf terbelah menjadi tiga cabang besar, yaitu n.

lacrimalis, frontalis dan nasociliaris yang masuk ke orbita dan keluar dari sinus

cavernosus, melintasi fissura orbitalis superior diantara ala major dan minor ossis

sphenoidalis. N. lacrimalis berjalan di sepanjang dinding lateral orbita, n.

frontalis berjalan di balik atap orbita dan n. nasociliaris berjalan pada bagian

dalam orbita.

3. N. Maxillaris

Cabang-cabang n. maxillaris pada fossa pterygopalatina adalah:

a. Dua rami ganglionik menuju ganglion pterygopalatinum

b. N. alveolaris superior posterior

c. N. zygomaticus dan cabang-cabangnya keluar dari ganglion pterygopalatina

d. N. palatinus major dan nn. palatini minores

e. Rami nasales dan n. nasopalatinus

f. Ramus pharyngeus ke membrana mukosa atap nasopharynx

4. N. Mandibularis

Setelah berjalan singkat, truncus n. mandibularis terbelah menjadi divisi

posterior dan divisi anterior. Divisi posterior yang besar mengeluarkan a.

auriculotemporalis, n. alverolaris inferior dan n. lingualis. Sedangkan divisi

anterior yang lebih kecil mengeluarkan percabangan ke m. temporalis,

pterygoideus lateralis dan masseter dan berlanjut ke m. buccinator.

31

Page 30: BAB II.doc

5. N. Facialis

Saraf ini melekat ke batang otak pada ujung atas medulla. Tepat di luar

foramen stylomastoideum, n. facialis mengeluarkan tiga cabang motorik, yaitu n.

auricularis posterior ke m. auricularis posterior dan m. occipitalis kulit kepala,

saraf ke venter posterior mm. digastrici dan saraf ke m. stylohyoideus

6. N. Glossopharyngeus

N. glossopharyngeus melekat di bagian samping permukaan atas medulla di

bawah pons melalui tiga atau empat filamen yang mengandung serabut sensorik

dan motorik. Saraf berjalan melalui bagian depan foramen jugulare dalam

selubung duramater.

7. N. Vagus

N. vagus melekat melalui serangkaian filamen ke batang otak pada bagian

samping medulla, di caudal dan pada serangkaian n. glossopharyngeus. N. vagus

mempunyai komponen berupa serabut somatik sensorik, serabut somatik motorik

dan serabut sensorik dan motorik autonom.

8. N. Accessorius

N. accessorius merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot dinding

pharynx, larynx, serta dua otot superficialis pada leher yaitu m.

sternocleidomastoideus dan trapezius. Terdiri dari dua bagian yang berbeda baik

origo maupun distribusinya.

9. N. Hypoglossus

N. hypoglossus merupakan saraf motorik dari otot lingua, kecuali m.

palatoglossus dipersarafi oleh n. vagus. N. hypoglossus melekat melalui

serangkaian filamen pada bagian samping medulla, diantara oliva dan pyramid

(Dixon, 1993).

32

Page 31: BAB II.doc

Gambar 1. Saraf-saraf cranial

Nomor Nama Jenis Fungsi

I Olfaktorius Sensori

Menerima rangsang dari hidung dan

menghantarkannya ke otak untuk diproses

sebagai sensasibau

II Optikus Sensori

Menerima rangsang dari mata dan

menghantarkannya ke otak untuk diproses

sebagai persepsi visual

III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata

IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata

V Trigeminus Gabungan

Sensori: Menerima rangsangan dari wajah

untuk diproses di otak sebagai sentuhan

Motorik: Menggerakkan rahang

VI Abdusen Motorik Abduksi mata

VII Fasialis Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian

anterior lidah untuk diproses di otak

sebagai sensasi rasa

Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk

33

Page 32: BAB II.doc

menciptakan ekspresi wajah

VIII Vestibulokoklearis Sensori

Sensori sistem vestibular: Mengendalikan

keseimbangan

Sensori koklea: Menerima rangsang untuk

diproses di otak sebagai suara

IX Glosofaringeal Gabungan

Sensori: Menerima rangsang dari bagian

posterior lidah untuk diproses di otak

sebagai sensasi rasa

Motorik: Mengendalikan organ-organ

dalam

X Vagus Gabungan

Sensori: Menerima rangsang dari organ

dalam

Motorik: Mengendalikan organ-organ

dalam

XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala

XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

Tabel 1. 12 Syaraf Cranial

2.8 Persistensi Gigi

2.8.1 Definisi

Gigi sulung yang belum tanggal pada waktunya, sehingga gigi tetap yang

akan bererupsi mulai muncul keluar kemudian gigi permanen ini akan mencari

arah. Hal itu disebabkan benih gigi permanen tidak terletak persis dibawah gigi

susu yang digantikannya melainkan terletak didepan atau dibelakang gigi susu

sehingga biasa timbul variasi seperti ini.

2.8.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Persistensi

Gigi susu tidak tanggal walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh

(persistens). Kelainan gigi ini merupakan kebalikan dari kelainan premature loss.

34

Page 33: BAB II.doc

Dimana gigi tetap muncul diluar lengkung rahang dan tampak berjejal (Shari,

2008).

2.8.3 Penyebab Tidak Langsung

Segala hal yang menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan dan

perkembangan tubuh, secara tidak langsung juga berpengaruh pada pertumbuhan

dan perkembangan rahang dan gigi geligi, seperti (Shari, 2008) :

a. Faktor keturunan (genetika)

Seorang anak yang mengalami kelainan posisi gigi bisa diturunkan dari

kedua orang tuanya. Contohnya orang tua dengan kelainan skelatal (tulang

rahang) kelas III Angle (cakil) kemungkinan akan mempunyai anak dengan

kondisi gigi yang serupa. Faktor keturunan itu tidak bisa dicegah karena setiap

orang tua pasti akan mewariskan gen-gen (sifat menurun) kepada anak-anaknya.

b. Faktor gangguan pada janin (kongenital)

Berbagai gangguan dari luar yang dapat mempengaruhi keadaan janin

pada saat berada di dalam kandungan, misalnya ; mengkonsumsi obat-obatan pada

saat hamil, menderita trauma /penyakit tertentu dan kurang gizi. Faktor kongenital

ini harus menjadi perhatian bagi para calon orang tua. Terutama bagi ibu hamil

agar hati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan pada usia 8 - 14 minggu masa

kehamilan. Sebab menurut para ahli saat usia inilah terjadinya pembentukan

rahang atas dan bawah.

c. Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin

Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk

mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar

pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjar-kelenjar

tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan

tubuh termasuk rahang dan gigi.Contohnya, bila hormon yang dihasilkan oleh

kelenjar pituitary berlebih mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh

melebihi normalnya atau gigantisme, dan gigi geligi menjadi renggang (diastema).

Begitupula sebaliknya bila hormon yang dihasilkan kelenjar pituitary berkurang,

maka pertumbuhan akan terhambat. Penderita menjadi kerdil dan creatism serta

gigi geligi menjadi berjejal (crowding).Setelah mengetahui penyebab gigi tidak

35

Page 34: BAB II.doc

teratur, maka perlu langkah-langkah untuk mencegahnya. Ketidakteraturan gigi

dapat dicegah pada saat usia anak prasekolah dan sekolah dasar (3-11 tahun). Ada

tiga langkah yang perlu dilakukan dalam mencegah gigi tidak teratur yaitu (Shari,

2008) :

1. Pendekatan psykologis. Secara psykologis anak-anak belum peduli dengan

keberhasilan dan kesehatan giginya. Oleh karena itu peran orang tualah

untuk mengajarkan pada anak tentang perlunya menjaga kebersihan dan

kesehatan gigi. Misalnya, memberi contoh dan membiasakan menyikat

gigi setelah makan dan sebelum tidur pada si anak.

2. Perawatan gigi anak. Setelah si anak secara psykologis sudah dapat

menerima perawatan, maka butuh konsultasi ke dokter gigi untuk diambil

tindakan bila dipandang perlu. Seperti mencabut gigi susu yang belum

tanggal sedangkan gigi tetapnya sudah tumbuh. Penambalan gigi susu

yang berlubang agar tidak tanggal sebelum waktunya. Pembuatan alat

(space maintainer) untuk mempertahankan posisi ruangan gigi yang telah

tanggal sebelum waktunya.

3. Mencegah dan menghilangkan kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk yang

sering dilakukan oleh anak-anak, seperti mengisap jari, bernapas melalui

mulut dan proses penelanan yang salah.

Oleh karena itu orang tualah harus mengetahui kebiasaan buruk si anak

dan mencegahnya sejak dini. Bila anak sudah melakukan kebiasaan buruk, maka

orang tua segera berkonsultasi ke dokter gigi untuk menghilangkan kebiasaan

buruk tersebut sebelum terjadi kelainan gigi (Shari, 2008).

2.8.4 Penanganan Gigi Persistensi

Yang harus dilakukan orang tua dalam hal ini adalah membawa anak

kedokter gigi untuk dilakukan pencabutan gigi susu (Maulani, 2005).

1. Pencabutan gigi susu yang masih kuat membutuhkan obat anestesi

(penghilang rasa sakit).

2. Orang tua tidak perlu mengkhawatirkan pencabutan ini, karena berkat

kemajuan teknologi, saat ini telah diciptakan alat suntik yang

mempunyai jarum sangat kecil, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit

36

Page 35: BAB II.doc

Contoh alat ini:

a. Sitoject

1. alat suntik berbentuk bolpen yang mengeluarakan suara

“ctik. . .ctik. . .” bila digunakan

2. Alat ini bias memakai jarum dengan diameter kecil menacapai 0,28

mm. karena jarumnya sangat kecil, friksi yang terjadi menjadi

berkurang, sehingga tidak akan terasa sakit .

3. Apalagi bila sebelum disuntik dioleskan anestesi topical (penghilang

rasa sakit yang bekerja dipermukaan kulit) yang mempunyai

keharuman buah-buahan orange, strawberry atau anggur yang

sekaligus bias menjadi salah satu pengalih perhatian anak, anestesi

dapat berjalan dengan lancer tanpa rasa sakit.

Namun demikian kasus pencabut gigi anak yang pertama sekitar usia 6

tahun padaakhir masa TK atau awal masuk SD biasa menimbulkan trauma apabila

tidak ditangani dengan baik.

Anak perlu dialihkan perhatian selama duduk di kursi gigi dengan

berbagai cara (Maulani, 2005) :

a. Dengan menanyakan dimana sekolahnya, diajari pap saja disekolah,

dan lain sebagainya.

b. sementara dokter gigi mempersiapkan alatnya-alatnya tanpa

sepengetahuan anak

37

Page 36: BAB II.doc

Pencabutan gigi yang sudah goyang berbeda dengan pencabutan gigi yang

masih kuat tertanam didalam gusi. Pada kasus ini yang dipergunakan hanya

anatesi topikal, biasanya memakai chlor Ethyl. Anestesi ini menimbulkan rasa

dingin.

1. Sebelum pemberian Chlor Ethyl, anak diberitahu terlabih dahulu bahawa

giginya akan menjadi dingin, seperti makan es.

2. Saat gigi tercabut, umumnya anak tidak merasakan sakit dan biasanya

pada saat itu dia baru merasa ketakutan.

3. Seakarang si anak bisa turun dari kursi perawataan gigi sambil tersenyum,

terkadang sambil mengusap air mata yang semapat menetes (Maulani,

2005)

38