BAB II.doc

29
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plat Lantai (Floor Plate) Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, merupakan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat yang lain. Plat lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh: Besar lendutan yang diinginkan Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung Bahan konstruksi dan plat lantai Plat lantai harus direncanakan: kaku, rata, lurus dan waterpas (mempunyai ketinggian yang sama dan tidak miring), agar terasa mantap dan enak untuk berpijak kaki. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh : beban yang harus didukung, besar lendutanyang diijinkan, lebar bentangan atau jarak antara balok- balok pendukung, bahan konstruksi dari plat lantai. Pada plat lantai hanya diperhitungkan adanya beban tetap saja (penghuni, perabotan, berat lapis tegel, berat sendiri plat) yang bekerja secara tetap dalam waktu lama. Sedang beban tak terduga seperti gempa, angin, getaran, tidak diperhitungkan.

Transcript of BAB II.doc

Page 1: BAB II.doc

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plat Lantai (Floor Plate)

Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung,

merupakan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat

yang lain. Plat lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-

kolom bangunan. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh:

Besar lendutan yang diinginkan

Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung

Bahan konstruksi dan plat lantai

Plat lantai harus direncanakan: kaku, rata, lurus dan waterpas

(mempunyai ketinggian yang sama dan tidak miring), agar terasa mantap dan

enak untuk berpijak kaki. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh : beban yang

harus didukung, besar lendutanyang diijinkan, lebar bentangan atau jarak

antara balok-balok pendukung, bahan konstruksi dari plat lantai.

Pada plat lantai hanya diperhitungkan adanya beban tetap saja (penghuni,

perabotan, berat lapis tegel, berat sendiri plat) yang bekerja secara tetap dalam

waktu lama. Sedang beban tak terduga seperti gempa, angin, getaran, tidak

diperhitungkan.

Plat lantai beton bertulang umumnya dicor ditempat, bersama-sama

balok penumpu dan kolom pendukungnya. Dengan demikian akan diperoleh

hubungan yang kuat yang menjadi satu kesatuan, hubungan ini disebut jepit-

jepit. Pada plat lantai beton dipasang tulangan baja pada kedua arah, tulangan

silang, untuk menahan momen tarik dan lenturan. Untuk mendapatkan

hubungan jepit-jepit, tulangan plat lantai harus dikaitkan kuat pada tulangan

balok penumpu.

Perencanaan dan hitungan plat lantai dari beton bertulang harus

mengikuti persyaratan yang tercantum dalam buku SNI Beton 1991.

Beberapa persyaratan tersebut antara lain:

Plat lantai harus mempunyai tebal sekurang-kurangnya 12cm, sedang

untuk plat atap sekurang-kurangnya 7cm

Page 2: BAB II.doc

II-2

Harus diberi tulangan silang dengan diameter minimum 8mm dari

baja lunak atau baja sedang.

Pada plat lantai yang tebalnya lebih dari 25cm harus dipasang

tulangan rangkap atas bawah.

Jarak tulangan pokok yang sejajar tidak kurang dari 2,5cm dan tidak

lebih dari 20cmatau dua kali tebal plat, dipilih yang terkecil.

Semua tulangan plat harus terbungkus lapisan beton setebal

minimum 1cm, untuk melindungi baja dari karat, korosi, atau

kebakaran.

Untuk menghindari lenturan yang besar, maka bentangan plat lantai jangan

dibuat terlalu lebar, untuk ini dapat diberi balok-balok sebagai tumpuan yang

juga berfungsi menambah kekakuan plat. Bentangan plat yang besar juga akan

menyebabkan plat menjadi terlalu tebal dan jumlah tulangan yang dibutuhkan

akan menjadi lebih banyak, berarti berat bangunan akan menjadi besar dan

harga persatuan luas akan menjadi mahal.

Elemen-elemen pembebanan untuk plat lantai:

Beban hidup (untuk rumah tinggal) = 0,200 t/m2

Beban hidup (untuk bangunan umum) = 0,250 t/m2

Pasir urug dibawah tegel tiap cm tebal = 0,018 t/m2

Berat tegel+perekat = 0,120 t/m2

Berat plafon+penggantung = 0,020 t/m2

Berat dinding pasangan bata tebal ½ batu = 0,250 t/m2 pas

Berat jenis beton = 2,4 t/m3

(elemen pembebanan selengkapnya dapat dilihat pada buku : Peraturan

Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983)

Page 3: BAB II.doc

II-3

2.2 Kolom

Kolom merupakan elemen vertical struktur kerangka yang berfungsi

meneruskan beban – beban seluruh elemen bangunan ke pondasi. Jenis2 kolom

menurut Wang (1986) dan Fergusson (1986) adalah :

1. Kolom ikat (tied column) biasanya berbentuk segi empat atau lingkaran,

dimana tulangan utama memanjang (longitudinal) kedudukannya dipegang

oleh pengikat lateral (begel) terpisah yang umumnya ditempatkan pd jarak

150 – 400 mm

2. Kolom spiral (spiral column) biasanya berbentuk segi empat atau lingkaran,

dimana tulangan utama memanjang (longitudinal) disusun membentuk

lingkarandan dipegang oleh spiral yang ditempatkan secara menerus dg pitch

sebesar 50 – 70 mm

3. Kolom komposit (composite column), merupakan gabungan antara beton dan

profil baja struktur, pipa, atau tube, tanpa atau dg tulangan memanjang

tambahan yang diikat dengan begel (spiral atau ikat)

Gambar 2.1 Bentuk – Bentuk Kolom

Page 4: BAB II.doc

II-4

Pembagian oleh Nawy (1990) lebih lengkap, yaitu jenis kolom dibagi atas

dasar bentuk dan susunan tulangan, posisi beban pada penampangnya, dan atas

panjang kolom dalam hubungan nya dg dimensi lateralnya.

bertulang dikategorikan sebagai kolom jika,

Gambar 2.2 Jenis – jenis Kolom

Gambar 2.3 Kolom Beton

Page 5: BAB II.doc

II-5

2.3 Jenis – Jenis Kolom Beton Bertulang

Berdasarkan bentuk dan komposisi material yang umum digunakan, maka

kolom bertulang dapat dibagi dalam beberapa type berikut :

1. Kolom empat persegi dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat

lateral / sengkang. Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar atau

berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk empat persegi ini

merupakan bentuk yang paling banyak digunakan, mengingat pembuatannya

yang lebih mudah, perencanaannya yang relatif lebih sederhana serta

penggunaan tulangan longitudinal yang lebih efektif (jika ada beban momen

lentur) dari type lainnya.

2. Kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat spiral atau

tulangan pengikat lateral. Kolom ini mempunyai bentuk yag lebih bagus

disbanding bentuk yang pertama di atas, namun pembuatannya lebih sulit dan

penggunaan tulangan longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban momen

lentur) dibandingkan dari type yang pertama di atas.

3. Kolom komposit. Pada jenis kolom ini, digunakan profil baja sebagai pemikul

lentur pada kolom. Selain itu tulangan longitudial dan tulangan pengikat juga

ditambahkan bila perlu. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya

menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat besar

karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan ukuran kolom

tidak terlalu besar.

Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas :

Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam

merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil.

Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam

merencanakan kolom.

Page 6: BAB II.doc

II-6

2.4 Perbandingan Kolom Pendek Dan Kolom Langsing

Menurut peraturan beton bertulang Indonesia : SNI 03-2847-2002, masalah

tekuk dapat diabaikan atau kolom direncanakan sebagai kolom pendek, jika :

dimana :

k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan (akan dibahas lebih

lanjut pada perkuliahan yang berkenaan dengan topik Kolom Langsing).

u = panjang bentang komponen struktur lentur (balok/pelat) yang diukur

dari pusat ke pusat titik kumpul.

r = jari-jari girasi penampang kolom.

M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom.

M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada kolom.

= bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal.

Gambar 2.4 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan komposisi material

Page 7: BAB II.doc

II-7

= bernilai negatif bila kolom melentur dengan kelengkungan ganda.

2.5 Perilaku Kolom Sengkang Persegi Dan Spiral

Tulangan sengkang pada kolom berfungsi mencegah tulangan longitudinal

menekuk keluar dan menahan ekpansi lateral beton inti akibat menerima beban

aksial.

Pada kolom sengkang persegi, tulangan sengkang mempunyai jarak tertentu

yang berarti juga merupakan jarak sokongan tulangan longitudinal, apabila kolom

persegi diberi beban aksial sampai runtuh, mula-mula beton pembungkus (beton

diluar tulangan sengkang) akan pecah (gompal) dan setelah itu tulangan

longitudinal akan menekuk keluar karena beton pembungkus (yang berfungsi

sebagai sokongan lateral) sudah hancur, tulangan sengkang juga akan bengkok

keluar karena beton mengalami ekpansi keluar akibat beban aksial, yang pada

akhirnya akan menyebabkan kolom runtuh, kejadian ini seringkali terjadi tiba-tiba

pada struktur kolom persegi.

Sedangkan apabila kolom spiral dibebani aksial sampai runtuh, perilaku keruntuhan

berbeda dengan kolom persegi dan relatif lebih baik. Ketika beton pembungkus mulai

pecah (gompal), kolom tidak runtuh tiba-tiba, karena kekuatan beton inti masih bisa

memberikan kontribusi menahan beban akibat sokongan tulangan spiral (seperti pada

Gambar 2.5 Kelengkungan Tunggal dan Kelengkungan Ganda

Page 8: BAB II.doc

II-8

gambar 1.3), yang selanjutnya kolom akan berdeformasi lebih lanjut sampai tulangan

longitudinal leleh dan kolom runtuh. Gompal pada pembungkus beton sebagai peringatan

akan terjadi keruntuhan kolom apabila beban terus bertambah, walaupun beton inti masih

dapat sedikit memikul beban lagi sampi akhirnya runtuh. Hal ini menjadikan kolom spiral

lebih daktail (runtuh bertahap) dibanding kolom persegi.

Perilaku keruntuhan pada kolom persegi dan spiral diatas digambarkan

pada diagram beban-lendutan akibat aksial, pada mulannya, kedua kurva sama,

ketika beban terus meningkat sampai maksimum, kolom persegi akan runtuh tiba-

tiba dan kolom spiral akan mengalami keruntuhan bertahap.

Kekuatan selimut beton adalah

`

Kekuatan tulangan spiral adalah

Persentase tulangan spiral minimum adalah (ACI 10-6)

Gambar 2.6 Kontribusi tulangan spiral pada beton

Page 9: BAB II.doc

II-9

Tulangan sengkang spiral yang dibutuhkan adalah

2.6 Faktor Keamanan Untuk Kolom

Nilai faktor keamanan untuk mendesain kolom jauh lebih kecil dibanding

nilai faktor keamanan untuk balok lentur dan geser, dimana untuk balok adalah

0.9 untuk lentur dan 0.85 untuk geser, sedangkan faktor keamanan untuk kolom

sengkang persegi adalah 0.70 dan kolom sengkang spiral adalah 0.75.

Perbedaan Nilai factor keamanan ini, seperti diterang pada paragraph

sebelumnya, intinya adalah kehancuran kolom lebih berbahaya terhadap bangunan

Gambar 2.7 Sengkang spiral

Page 10: BAB II.doc

II-10

dibanding kehancuran balok dan juga kuat tekan beton pada saat uji kuat tekan

laboratorium sangat mungkin berbeda dengan aktual konstruksi.

Nilai faktor keamanan untuk kolom spiral lebih besar dibanding kolom persegi

karena kolom spiral lebih daktail dibanding kolom persegi.

Pada paragraf diatas, dijelaskan mengenai faktor reduksi kekuatan untuk

struktur kolom (aksial tekan dengan atau tanpa lentur), untuk lebih lebih jelas kita

bandingkan dengan reduksi faktor kekuatan dengan komponen struktur lainnya,

faktor reduksi kekuatan juga disajikan mengacu kepada SNI 03-2847-2002 (11.3)

sebagai berikut,

SNI ACI Tipe Pembebanan

0.8 0.9 lentur tanpa beban aksial pada beton bertulang

0.8 0.9 arik aksial dengan atau tanpa lentur

0.7 0.75 Aksial tekan dengan atau tanpa lentur

untuk tulangan spiral

0.65 0.75 Aksial tekan dengan atau tanpa lentur

untuk struktur beton lainnya ( dalam hal

ini termasuk kolom tulangan persegi)

0.75 0.85 geser dan torsi

Perlu direview juga mengenai kuat perlu dari struktur apabila dibebani

berbagai macam jenis beban, dimana beban yang bekerja pada struktur bangunan

dikalikan faktor beban, yaitu,

1. Kuat perlu untuk beban mati

U = 1.4 D SNI (11.2) (1.5)

2. Kuat perlu untuk beban mati, beban hidup L, beban atap A atau beban Hujan

R

U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 ( A atau R) SNI (11.2) (1.6)

U = 1.4 D + 1.7 L (ACI-9.1) (1.6a)

Tabel 2.1 Tipe Pembebanan

Page 11: BAB II.doc

II-11

3. Apabila beban angin W harus diperhitungkan

U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.6 W + 0.5 ( A atau R) SNI (11.2) (1.7)

U = 0.75 (1.4 D + 1.7 L + 1.7 W ) (ACI-9.2) (1.7a)

4. Apabila beban hidup L dikosongkan untuk mendapatkan kondisi yang

berbahaya,

U = 0.9 D ± 1.6 W SNI (11.2) (1.8)

U = 0.9 D + 1.6 W (ACI-9.2) (1.8a)

Nilai faktor W dapat dikurangi menjadi 1.3 apabila telah dimasukan faktor

angin. Setiap pembebanan D, L dan W tidak boleh kurang dari No. 2

5. Ketahan struktur terhadap gempa E

U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.0 E SNI (11.2) (1.9)

U = 0.75 (1.4 D + 1.7 L + 1.7 E ) (ACI-9.2) (1.9a)

2.7 Kapasitas Maksimum Beban Aksial Pada Kolom

Apabila kolom di beri beban aksial konsentrik, regangan longitudinal akan

terjadi akibat beban aksial tersebut baik pada beton ataupun baja tulangan. Hal ini

terjadi karena beton dan baja sudah terikat jadi kesatuan, kondisi diatas dapat

diterangkan pada gambar dibawah ini.

Page 12: BAB II.doc

II-12

Tegangan yang terjadi pada kolom terdiri dari tegangan beton dan baja.

Dimana total beban yang terjadi (Po) adalah penjumlahan dari gaya yang terjadi

pada beton dan baja. Pc = fc Ac dan Ps = fy As. Beton akan hancur apabila beban

aksial mencapai beban maksimum, kapasitas maksimum teoritis kolom dapat

menerima beban adalah

(1.10)

Apabila momen yang terjadi sangat kecil atau diabaikan, sehingga kondisi

batas eksentrisitas e lebih kecil dari 0.1h untuk kolom persegi dan 0.05 h untuk

kolom spiral maka , kuat tekan rencana kolom tidak boleh melebihi dari

(SNI.12.3-5),

Untuk kolom sengkang spiral

(1.11)

Untuk kolom sengkang persegi

(1.12)

Apabila faktor reduksi kekuatan beton tekan f (SNI 11.3-2) dimasukan

kedalam persamaan kuat tekan rencana diatas, maka persamaan menjadi, SNI

12.3-5

Untuk kolom sengkang spiral (f =0.7)

(1.13)

Untuk kolom sengkang persegi (f =0.65)

Gambar 2.7 Kurva Gaya-Regangan

Page 13: BAB II.doc

II-13

(1.14)

ACI 10.3.5

Untuk kolom sengkang spiral (f =0.75)

(1.15)

Untuk kolom sengkang persegi (f =0.7)

(1.16)

2.8 Persyaratan Peraturan Untuk Kolom

1. Persentase tulangan minimum longitudinal tidak boleh kurang dari 1% dari

luas bruto penampang kolom.

2. Persentase tulangan maksimum longitudinal tidak boleh melebihi 8% dari

luas bruto penampang kolom.

3. Jumlah minimum tulangan longitudinal yang diizinkan untuk batang tekan

adalah 4 untuk kolom sengkang persegi, 3 untuk sengkang segi tiga dan 6

untuk tulangan sengkang spiral.

4. Kolom sengkang persegi, diameter sengkang tidak boleh lebih kecil dari #3

(0.375 in) untuk tulangan longitudinal #10 (1.27 in) atau lebih kecil dan

minimum sengkang #4 (0.5 in) untuk tul longitudinal lebih besar #10. Untuk

satuan SI, tidak boleh kurang dari D10 untuk tul longitudinal D32 atau lebih

kecil dan minimum D13 untuk tul longitudinal lebih besar dari D32. Jarak

Page 14: BAB II.doc

II-14

sengkang /spasi, tidak boleh melebihi 16 kali diameter longitudinal, 48 kali

diameter sengkang atau dimensi lateral terkecil dari kolom. Jarak tulangan

longitudinal, tidak boleh melebihi dari 6 inc.

5. Jarak sengkang sprial kolom tidak boleh kurang dari 1 in dan tidak boleh

melebihi dari 3 in. Apabila sambungan diperlukan pada sengkang spiral,

sambungan harus di las, atau dengn lapping tulangan dengan kawat sepanjang

48 kali diameter sengkang atau 12 in.

2.9 Detailing Kolom Beton

Ukuran penampang kolom.

Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh

kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah

tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan

ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari

300/0.4 = 750 mm.

Rasio tulangan

tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih dari 0.08 (8%).

Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio maksiumumnya adalah 6%.

Kadang di dalam prakteknya, tulangan terpasang kurang dari minimum, misalnya

4D13 untuk kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban maksimumnya

berada jauh di bawah kapasitas penampang sih, oke-oke saja. Tapi kalau memang

itu kondisinya, mengubah ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r =

1.33%) kami rasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan dan

kenyamanan masih terpenuhi.

Tebal selimut beton

adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama dengan 200 mm atau lebih

kecil, dan toleransi 12 mm untuk d lebih besar dari 200 mm. d adalah jarak antara

serat terluar beton yang mengalami tekan terhadap titik pusat tulangan yang

mengalami tarik. Misalnya kolom ukuran 300 x 300 mm, tebal selimut (ke titik

berat tulangan utama) adalah 50 mm, maka d = 300-50 = 250 mm.

Page 15: BAB II.doc

II-15

Pipa, saluran, atau selubung

yang tidak berbahaya bagi beton (tidak reaktif) boleh ditanam di dalam

kolom, asalkan luasnya tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan

pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti beton (di dalam

sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton. Pipa aluminium tidak boleh

ditanam, kecuali diberi lapisan pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan

beton dan besi tulangan.

Sengkang/ties/begel

adalah elemen penting pada kolom terutama pada daerah pertemuan balok-

kolom dalam menahan beban gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar

sesuai dengan yang disyaratkan oleh SNI.

Transfer beban aksial

ada struktur lantai yang mutunya berbeda.Pada high-rise building, kadang kita

mendesain kolom dan pelat lantai dengan mutu beton yang berbeda. Misalnya

pelat lantai menggunakan fc’25 MPa, dan kolom fc’40 MPa. Pada saat

pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang berpotongan (intersection)

dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton pelat lantai (25 MPa). Daerah

intersection ini harus dicek terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di

daerah ini diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan akibat

mutu beton yang berbeda.

2.10 Analisa Dan Desain

Ada 2 macam perhitungan yang perlu dilakukan dalam mempelajari

permasalahan beton bertulang :

1. Analisis.

Pada perhitungan analisis, suatu penampang dengan data-data yang sudah

diketahui, antara lain

ukuran penampang : lebar, tinggi.

data tulangan : diameter dan jumlah tulangan.

mutu beton.

mutu baja.

Page 16: BAB II.doc

II-16

Ingin dicari kapasitas/kemampuan/kekuatan penampang menerima beban.

Kekuatan ini selanjutnya disebut sebagai kekuatan nominal penampang. Kekuatan

nominal penampang yang menerima beban aksial dan lentur adalah gaya aksial

nominal (Pn) dan momen nominal (Mn).

2. Desain.

Pada perhitugan ini, dengan data-data gaya-gaya yang bekerja pada penampang

akibat beban (beban yang sudah dikalikan faktor keamanan), setelah ditetapkan

kekuatan/mutu beton dan baja yang akan digunakan, dicari ukuran penampang

yang cocok serta tulangan yang diperlukan agar struktur dijamin dapat menahan

beban-beban tersebut.

2.10 Perencanaan Kolom

Anggapan Dasar Perencanaan

Kekuatan kolom beton bertulang direncanakan dengan

anggapan-anggapan/asumsi sebagai berikut :

Distribusi regangan disepanjang permukaan penampang kolom bersifat linier.

Tidak terjadi slip antara beton dengan tulangan.

gangan tekan maksimum beton pada kondisi ultimit = 0.003\

Kekuatan tarik beton diabaikan, karena jauh lebih kecil dari kekuatan tarik baja

tulangan, sehingga tidak berarti.

Perencanaan Kolom

SNI Beton 03-2847-2002 pasal 12.9.1 membatasi rasio tulangan (_) pada

kolom, sbb

Ag = luas total penampang kolom (termasuk luas penamp. tul.)

Page 17: BAB II.doc

II-17

Ast = luas total penampang tulangan

Walaupun _max dapat diambil 0, 08, kenyataan di lapangan hal ini sulit

dilaksanakan, apalagi jika perlu ada sambungan lewatan.

Untuk Indonesia, karena harga besi tulangan jauh lebih mahal dari bahan

beton, maka biasanya rasio tulangan yang ekonomis berkisar antara 1-4%,

tergantung lokasi daerah.

2.11 Teori Dasar Balok Beton

Balok beton adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menompang

lantai diatasnya balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom –

kolom. Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan

memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser. Konstuksi balok

biasanya berupa balok bertulang yang merupakan konstruksi yang sudah tidak

asing dalam bidang teknik sipil. Hampir di setiap bangunan sipil baik itu gedung ,

jembatan maupu bagunan air, beton bertulang digunakan sebagai struktur utama

maupun struktur pelengkap. Seperti diketahui bahwa kuat geser dijumpai dalam

semua unsur beton bertulang.

2.12 Analisis Kekuatan Momen Nominal Balok Lentur

Batang – batang struktur baik kolom maupun balok harus memiliki

kekuatan, kekakuan dan ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi selama

unur layanan struktur tersebut. Dalam mendesain batang tarik yaitu balok harus

memberikan keamanan dam menyediakan cadangan kekauatan yang diperlukan

untuk menanggung beban layanan, yakni balok harus memiliki kamampuan

terhadap kemungkinan kelebihan beban ( overload ) atau kekurangan kekuatan

( understrength ). Kelebihan beban dapat terjadi akibat perubahan fungsi balok

terlalu rendahnya taksiran atas efek – efek beban karena penyederhanaan yang

berlebihan dalam analisis strukturalnya, dan akibat variasi – variasi dalam

prosedur konstruksinya. Momen lentur berkaitan dengan geser karena gaya geser

merupakan turunan pertama momen lentur terhadap jarak.

Page 18: BAB II.doc

II-18

Gambar 2.8 Diagram dampak sebuah balok yang dibebani beban merata

Ada dua kondisi keruntuhan yang akan ditinjau sebagai berikut :

1. Keruntuhan Lentur

Ditinjau penampang balok beton bertulang dalam kondisi under – reinforced, keruntuhan

lentur dimulai dari tulangan baja yang mengalami leleh pada kondisi tersebut, momen

nominal yang menyebabkan keruntuhan lentur dapat dihiung dengan rumus berikut :

Dari momen nominal yang diperoleh, berdasarkan span balok maka dapat dihitung beban

batasnya ( PU = 4*Mu / Span ), sebagai berikut :

KodeBalok

b( mm )

d( mm )

As(mm2)

FcMPa

FvMPa

a Mu(kN-m)

Span( m )

Ps( kN )

QA1 305 457 2400 22.6 440.5 180.439 387.760 3.66 423.78

QA2 305 457 3100 25.9 437.5 202.032 482.923 4.57 422.69

QA3 305 457 3800 43.5 439.0 147.924 638.964 6.40 399.365

2. Keruntuhan Lentur

Gaya geser pada seri Balok Qai ( tanpa sengkang ) sepenuhnya dipikul oleh beton,

sedangkan gaya geser nominal yang dapat disumbangkan beton adalah :

Selanjutnya beban batas yang menyebabkan keruntuhan geser, diprediksi sebagai

berikut :

Tabel 2.2 Beban Batas Keruntuhan Lentur

Tabel 2.3 Beban Batas Keruntuhan Geser

Page 19: BAB II.doc

II-19

KodeBalok

b( mm )

d( mm )

FcMPa

VckN

PukN

QA1 305 457 22.6 110.44 220.88

QA2 305 457 25.9 118.23 236.45

QA3 305 457 43.5 153.22 306.44

Dari kedua hitungan diatas, dapat diketahui bahawa beban batas yang menyebabkan

keruntuhan pada geser lebih kecil dibanding beban batas yang menyebabkan keruntuhan

lentur. Dengan demikian dapat dianggap bahwa kekuatan geser lebih menentukan atau

dengan kata lain bahwa keruntuhan geser lebih mendominasi perilaku balok Qai.

Dalam perhitungan kekuatan nominal ini terbagi menjadi dua macam desain yaitu

Metode Desain Faktor Beban dan Tahanan ( LRFD ) dan Metode Desain Tegangan Ijin

( ASD ).

Konsep desain ini pertama kali diadopsi oleh American Insititute of Steel

Construction ( AISC ). Desain ini memberikan keamanan struktur yang menjamin

penghematan secara menyeluruh dengan memperhatikan variabel – variabel desain yaitu

faktor beban dan ketahanan struktur, dengan menggunakan kriteria desain secara

probabilistik ( AISC 1986a). Metode ini dikenal dengan desian faktor beban dan tahanan

( Load and Resistence Factor Design ) atau metode LRFD, namun di indonesia

kebanyakan desain masih dilakaukan dengan desain tegangan ijin, Allowable Stress

Design ( Meotde ASD ). Metode ASD menitik beratkan pada beban layanan ( beban kerja

) dan tegangan yang dihitung secara elastik dengan cara membandingkan tegangan

terhadap harga batas yang diijinkan ( Salmon et al, 1992 ).

Rasionalitas metode LRFD selalu menarik perhatian, dan menjadi suatu perangsang yang

menjanjian penggunaan bahan yang lebih ekonomin dan lebih baik untuk beberapa

kombinasi beban dan konfigurasi struktural. Metode LRFD juga cenderung memberikan

struktur yang lebih aman dibandingkan dengan metode ASD dalam mengkombinasikan

beban – beban hiddup dan beban mati ( Beedle 1986 ). Meskipun metode LRFD mampu

menggusur kedudukan metode ASD, namun para desainer perlu memahami filosofi

desain kedua metode tersebut, karena banyak struktur akan tetap didesain dengan metode

ASD ataupun untuk mengevaluasi struktur – struktur yang didesain dimasa lalu. Untuk

itu Heger ( 1980 ) telah memberikan sejumlah pemikiran mengenai kesulitan – kesulitan

untuk menjembatani jurang, antara teori statistik dan probabilitas dengan dunia nyata dari

struktur sebenarnya.

Page 20: BAB II.doc

II-20

Pada dasarnya perhitungan desain dan analisis baja berdasarkan spesifikasi LRFD –

AISC menggunakan sistem satuan inch – pound. Satuan ini dapat dikonversikan dengan

satuan yang digunakan di indonesia.

Ini merupakan contoh tabel perbandingan hasil desain profil metode LRFD dan metode

ASD.

METODELRFD

METODEASD

ELEMEN LUAS ( Ag ) ELEMEN LUAS ( Ag )

PROFIL Inch2 mm2 PROFIL Inch2 mm2

Balok W12 x 120 35.3 896.62 W12 x170 50.0 1270

Balok W12 x 87 25.6 650.24 W12 x 136 39.9 1013.46

Balok W12 x 30 8.79 223.27 W12 x 50 14.7 373.38

Tabel 2.4 Perbandingan hasil desain profil metode LRFD dan Metode ASD