BAB II.doc
Transcript of BAB II.doc
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plat Lantai (Floor Plate)
Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung,
merupakan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat
yang lain. Plat lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-
kolom bangunan. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh:
Besar lendutan yang diinginkan
Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung
Bahan konstruksi dan plat lantai
Plat lantai harus direncanakan: kaku, rata, lurus dan waterpas
(mempunyai ketinggian yang sama dan tidak miring), agar terasa mantap dan
enak untuk berpijak kaki. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh : beban yang
harus didukung, besar lendutanyang diijinkan, lebar bentangan atau jarak
antara balok-balok pendukung, bahan konstruksi dari plat lantai.
Pada plat lantai hanya diperhitungkan adanya beban tetap saja (penghuni,
perabotan, berat lapis tegel, berat sendiri plat) yang bekerja secara tetap dalam
waktu lama. Sedang beban tak terduga seperti gempa, angin, getaran, tidak
diperhitungkan.
Plat lantai beton bertulang umumnya dicor ditempat, bersama-sama
balok penumpu dan kolom pendukungnya. Dengan demikian akan diperoleh
hubungan yang kuat yang menjadi satu kesatuan, hubungan ini disebut jepit-
jepit. Pada plat lantai beton dipasang tulangan baja pada kedua arah, tulangan
silang, untuk menahan momen tarik dan lenturan. Untuk mendapatkan
hubungan jepit-jepit, tulangan plat lantai harus dikaitkan kuat pada tulangan
balok penumpu.
Perencanaan dan hitungan plat lantai dari beton bertulang harus
mengikuti persyaratan yang tercantum dalam buku SNI Beton 1991.
Beberapa persyaratan tersebut antara lain:
Plat lantai harus mempunyai tebal sekurang-kurangnya 12cm, sedang
untuk plat atap sekurang-kurangnya 7cm
II-2
Harus diberi tulangan silang dengan diameter minimum 8mm dari
baja lunak atau baja sedang.
Pada plat lantai yang tebalnya lebih dari 25cm harus dipasang
tulangan rangkap atas bawah.
Jarak tulangan pokok yang sejajar tidak kurang dari 2,5cm dan tidak
lebih dari 20cmatau dua kali tebal plat, dipilih yang terkecil.
Semua tulangan plat harus terbungkus lapisan beton setebal
minimum 1cm, untuk melindungi baja dari karat, korosi, atau
kebakaran.
Untuk menghindari lenturan yang besar, maka bentangan plat lantai jangan
dibuat terlalu lebar, untuk ini dapat diberi balok-balok sebagai tumpuan yang
juga berfungsi menambah kekakuan plat. Bentangan plat yang besar juga akan
menyebabkan plat menjadi terlalu tebal dan jumlah tulangan yang dibutuhkan
akan menjadi lebih banyak, berarti berat bangunan akan menjadi besar dan
harga persatuan luas akan menjadi mahal.
Elemen-elemen pembebanan untuk plat lantai:
Beban hidup (untuk rumah tinggal) = 0,200 t/m2
Beban hidup (untuk bangunan umum) = 0,250 t/m2
Pasir urug dibawah tegel tiap cm tebal = 0,018 t/m2
Berat tegel+perekat = 0,120 t/m2
Berat plafon+penggantung = 0,020 t/m2
Berat dinding pasangan bata tebal ½ batu = 0,250 t/m2 pas
Berat jenis beton = 2,4 t/m3
(elemen pembebanan selengkapnya dapat dilihat pada buku : Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983)
II-3
2.2 Kolom
Kolom merupakan elemen vertical struktur kerangka yang berfungsi
meneruskan beban – beban seluruh elemen bangunan ke pondasi. Jenis2 kolom
menurut Wang (1986) dan Fergusson (1986) adalah :
1. Kolom ikat (tied column) biasanya berbentuk segi empat atau lingkaran,
dimana tulangan utama memanjang (longitudinal) kedudukannya dipegang
oleh pengikat lateral (begel) terpisah yang umumnya ditempatkan pd jarak
150 – 400 mm
2. Kolom spiral (spiral column) biasanya berbentuk segi empat atau lingkaran,
dimana tulangan utama memanjang (longitudinal) disusun membentuk
lingkarandan dipegang oleh spiral yang ditempatkan secara menerus dg pitch
sebesar 50 – 70 mm
3. Kolom komposit (composite column), merupakan gabungan antara beton dan
profil baja struktur, pipa, atau tube, tanpa atau dg tulangan memanjang
tambahan yang diikat dengan begel (spiral atau ikat)
Gambar 2.1 Bentuk – Bentuk Kolom
II-4
Pembagian oleh Nawy (1990) lebih lengkap, yaitu jenis kolom dibagi atas
dasar bentuk dan susunan tulangan, posisi beban pada penampangnya, dan atas
panjang kolom dalam hubungan nya dg dimensi lateralnya.
bertulang dikategorikan sebagai kolom jika,
Gambar 2.2 Jenis – jenis Kolom
Gambar 2.3 Kolom Beton
II-5
2.3 Jenis – Jenis Kolom Beton Bertulang
Berdasarkan bentuk dan komposisi material yang umum digunakan, maka
kolom bertulang dapat dibagi dalam beberapa type berikut :
1. Kolom empat persegi dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat
lateral / sengkang. Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar atau
berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk empat persegi ini
merupakan bentuk yang paling banyak digunakan, mengingat pembuatannya
yang lebih mudah, perencanaannya yang relatif lebih sederhana serta
penggunaan tulangan longitudinal yang lebih efektif (jika ada beban momen
lentur) dari type lainnya.
2. Kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat spiral atau
tulangan pengikat lateral. Kolom ini mempunyai bentuk yag lebih bagus
disbanding bentuk yang pertama di atas, namun pembuatannya lebih sulit dan
penggunaan tulangan longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban momen
lentur) dibandingkan dari type yang pertama di atas.
3. Kolom komposit. Pada jenis kolom ini, digunakan profil baja sebagai pemikul
lentur pada kolom. Selain itu tulangan longitudial dan tulangan pengikat juga
ditambahkan bila perlu. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya
menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat besar
karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan ukuran kolom
tidak terlalu besar.
Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas :
Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam
merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil.
Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam
merencanakan kolom.
II-6
2.4 Perbandingan Kolom Pendek Dan Kolom Langsing
Menurut peraturan beton bertulang Indonesia : SNI 03-2847-2002, masalah
tekuk dapat diabaikan atau kolom direncanakan sebagai kolom pendek, jika :
dimana :
k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan (akan dibahas lebih
lanjut pada perkuliahan yang berkenaan dengan topik Kolom Langsing).
u = panjang bentang komponen struktur lentur (balok/pelat) yang diukur
dari pusat ke pusat titik kumpul.
r = jari-jari girasi penampang kolom.
M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom.
M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada kolom.
= bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal.
Gambar 2.4 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan komposisi material
II-7
= bernilai negatif bila kolom melentur dengan kelengkungan ganda.
2.5 Perilaku Kolom Sengkang Persegi Dan Spiral
Tulangan sengkang pada kolom berfungsi mencegah tulangan longitudinal
menekuk keluar dan menahan ekpansi lateral beton inti akibat menerima beban
aksial.
Pada kolom sengkang persegi, tulangan sengkang mempunyai jarak tertentu
yang berarti juga merupakan jarak sokongan tulangan longitudinal, apabila kolom
persegi diberi beban aksial sampai runtuh, mula-mula beton pembungkus (beton
diluar tulangan sengkang) akan pecah (gompal) dan setelah itu tulangan
longitudinal akan menekuk keluar karena beton pembungkus (yang berfungsi
sebagai sokongan lateral) sudah hancur, tulangan sengkang juga akan bengkok
keluar karena beton mengalami ekpansi keluar akibat beban aksial, yang pada
akhirnya akan menyebabkan kolom runtuh, kejadian ini seringkali terjadi tiba-tiba
pada struktur kolom persegi.
Sedangkan apabila kolom spiral dibebani aksial sampai runtuh, perilaku keruntuhan
berbeda dengan kolom persegi dan relatif lebih baik. Ketika beton pembungkus mulai
pecah (gompal), kolom tidak runtuh tiba-tiba, karena kekuatan beton inti masih bisa
memberikan kontribusi menahan beban akibat sokongan tulangan spiral (seperti pada
Gambar 2.5 Kelengkungan Tunggal dan Kelengkungan Ganda
II-8
gambar 1.3), yang selanjutnya kolom akan berdeformasi lebih lanjut sampai tulangan
longitudinal leleh dan kolom runtuh. Gompal pada pembungkus beton sebagai peringatan
akan terjadi keruntuhan kolom apabila beban terus bertambah, walaupun beton inti masih
dapat sedikit memikul beban lagi sampi akhirnya runtuh. Hal ini menjadikan kolom spiral
lebih daktail (runtuh bertahap) dibanding kolom persegi.
Perilaku keruntuhan pada kolom persegi dan spiral diatas digambarkan
pada diagram beban-lendutan akibat aksial, pada mulannya, kedua kurva sama,
ketika beban terus meningkat sampai maksimum, kolom persegi akan runtuh tiba-
tiba dan kolom spiral akan mengalami keruntuhan bertahap.
Kekuatan selimut beton adalah
`
Kekuatan tulangan spiral adalah
Persentase tulangan spiral minimum adalah (ACI 10-6)
Gambar 2.6 Kontribusi tulangan spiral pada beton
II-9
Tulangan sengkang spiral yang dibutuhkan adalah
2.6 Faktor Keamanan Untuk Kolom
Nilai faktor keamanan untuk mendesain kolom jauh lebih kecil dibanding
nilai faktor keamanan untuk balok lentur dan geser, dimana untuk balok adalah
0.9 untuk lentur dan 0.85 untuk geser, sedangkan faktor keamanan untuk kolom
sengkang persegi adalah 0.70 dan kolom sengkang spiral adalah 0.75.
Perbedaan Nilai factor keamanan ini, seperti diterang pada paragraph
sebelumnya, intinya adalah kehancuran kolom lebih berbahaya terhadap bangunan
Gambar 2.7 Sengkang spiral
II-10
dibanding kehancuran balok dan juga kuat tekan beton pada saat uji kuat tekan
laboratorium sangat mungkin berbeda dengan aktual konstruksi.
Nilai faktor keamanan untuk kolom spiral lebih besar dibanding kolom persegi
karena kolom spiral lebih daktail dibanding kolom persegi.
Pada paragraf diatas, dijelaskan mengenai faktor reduksi kekuatan untuk
struktur kolom (aksial tekan dengan atau tanpa lentur), untuk lebih lebih jelas kita
bandingkan dengan reduksi faktor kekuatan dengan komponen struktur lainnya,
faktor reduksi kekuatan juga disajikan mengacu kepada SNI 03-2847-2002 (11.3)
sebagai berikut,
SNI ACI Tipe Pembebanan
0.8 0.9 lentur tanpa beban aksial pada beton bertulang
0.8 0.9 arik aksial dengan atau tanpa lentur
0.7 0.75 Aksial tekan dengan atau tanpa lentur
untuk tulangan spiral
0.65 0.75 Aksial tekan dengan atau tanpa lentur
untuk struktur beton lainnya ( dalam hal
ini termasuk kolom tulangan persegi)
0.75 0.85 geser dan torsi
Perlu direview juga mengenai kuat perlu dari struktur apabila dibebani
berbagai macam jenis beban, dimana beban yang bekerja pada struktur bangunan
dikalikan faktor beban, yaitu,
1. Kuat perlu untuk beban mati
U = 1.4 D SNI (11.2) (1.5)
2. Kuat perlu untuk beban mati, beban hidup L, beban atap A atau beban Hujan
R
U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 ( A atau R) SNI (11.2) (1.6)
U = 1.4 D + 1.7 L (ACI-9.1) (1.6a)
Tabel 2.1 Tipe Pembebanan
II-11
3. Apabila beban angin W harus diperhitungkan
U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.6 W + 0.5 ( A atau R) SNI (11.2) (1.7)
U = 0.75 (1.4 D + 1.7 L + 1.7 W ) (ACI-9.2) (1.7a)
4. Apabila beban hidup L dikosongkan untuk mendapatkan kondisi yang
berbahaya,
U = 0.9 D ± 1.6 W SNI (11.2) (1.8)
U = 0.9 D + 1.6 W (ACI-9.2) (1.8a)
Nilai faktor W dapat dikurangi menjadi 1.3 apabila telah dimasukan faktor
angin. Setiap pembebanan D, L dan W tidak boleh kurang dari No. 2
5. Ketahan struktur terhadap gempa E
U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.0 E SNI (11.2) (1.9)
U = 0.75 (1.4 D + 1.7 L + 1.7 E ) (ACI-9.2) (1.9a)
2.7 Kapasitas Maksimum Beban Aksial Pada Kolom
Apabila kolom di beri beban aksial konsentrik, regangan longitudinal akan
terjadi akibat beban aksial tersebut baik pada beton ataupun baja tulangan. Hal ini
terjadi karena beton dan baja sudah terikat jadi kesatuan, kondisi diatas dapat
diterangkan pada gambar dibawah ini.
II-12
Tegangan yang terjadi pada kolom terdiri dari tegangan beton dan baja.
Dimana total beban yang terjadi (Po) adalah penjumlahan dari gaya yang terjadi
pada beton dan baja. Pc = fc Ac dan Ps = fy As. Beton akan hancur apabila beban
aksial mencapai beban maksimum, kapasitas maksimum teoritis kolom dapat
menerima beban adalah
(1.10)
Apabila momen yang terjadi sangat kecil atau diabaikan, sehingga kondisi
batas eksentrisitas e lebih kecil dari 0.1h untuk kolom persegi dan 0.05 h untuk
kolom spiral maka , kuat tekan rencana kolom tidak boleh melebihi dari
(SNI.12.3-5),
Untuk kolom sengkang spiral
(1.11)
Untuk kolom sengkang persegi
(1.12)
Apabila faktor reduksi kekuatan beton tekan f (SNI 11.3-2) dimasukan
kedalam persamaan kuat tekan rencana diatas, maka persamaan menjadi, SNI
12.3-5
Untuk kolom sengkang spiral (f =0.7)
(1.13)
Untuk kolom sengkang persegi (f =0.65)
Gambar 2.7 Kurva Gaya-Regangan
II-13
(1.14)
ACI 10.3.5
Untuk kolom sengkang spiral (f =0.75)
(1.15)
Untuk kolom sengkang persegi (f =0.7)
(1.16)
2.8 Persyaratan Peraturan Untuk Kolom
1. Persentase tulangan minimum longitudinal tidak boleh kurang dari 1% dari
luas bruto penampang kolom.
2. Persentase tulangan maksimum longitudinal tidak boleh melebihi 8% dari
luas bruto penampang kolom.
3. Jumlah minimum tulangan longitudinal yang diizinkan untuk batang tekan
adalah 4 untuk kolom sengkang persegi, 3 untuk sengkang segi tiga dan 6
untuk tulangan sengkang spiral.
4. Kolom sengkang persegi, diameter sengkang tidak boleh lebih kecil dari #3
(0.375 in) untuk tulangan longitudinal #10 (1.27 in) atau lebih kecil dan
minimum sengkang #4 (0.5 in) untuk tul longitudinal lebih besar #10. Untuk
satuan SI, tidak boleh kurang dari D10 untuk tul longitudinal D32 atau lebih
kecil dan minimum D13 untuk tul longitudinal lebih besar dari D32. Jarak
II-14
sengkang /spasi, tidak boleh melebihi 16 kali diameter longitudinal, 48 kali
diameter sengkang atau dimensi lateral terkecil dari kolom. Jarak tulangan
longitudinal, tidak boleh melebihi dari 6 inc.
5. Jarak sengkang sprial kolom tidak boleh kurang dari 1 in dan tidak boleh
melebihi dari 3 in. Apabila sambungan diperlukan pada sengkang spiral,
sambungan harus di las, atau dengn lapping tulangan dengan kawat sepanjang
48 kali diameter sengkang atau 12 in.
2.9 Detailing Kolom Beton
Ukuran penampang kolom.
Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh
kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah
tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan
ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari
300/0.4 = 750 mm.
Rasio tulangan
tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih dari 0.08 (8%).
Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio maksiumumnya adalah 6%.
Kadang di dalam prakteknya, tulangan terpasang kurang dari minimum, misalnya
4D13 untuk kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban maksimumnya
berada jauh di bawah kapasitas penampang sih, oke-oke saja. Tapi kalau memang
itu kondisinya, mengubah ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r =
1.33%) kami rasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan dan
kenyamanan masih terpenuhi.
Tebal selimut beton
adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama dengan 200 mm atau lebih
kecil, dan toleransi 12 mm untuk d lebih besar dari 200 mm. d adalah jarak antara
serat terluar beton yang mengalami tekan terhadap titik pusat tulangan yang
mengalami tarik. Misalnya kolom ukuran 300 x 300 mm, tebal selimut (ke titik
berat tulangan utama) adalah 50 mm, maka d = 300-50 = 250 mm.
II-15
Pipa, saluran, atau selubung
yang tidak berbahaya bagi beton (tidak reaktif) boleh ditanam di dalam
kolom, asalkan luasnya tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan
pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti beton (di dalam
sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton. Pipa aluminium tidak boleh
ditanam, kecuali diberi lapisan pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan
beton dan besi tulangan.
Sengkang/ties/begel
adalah elemen penting pada kolom terutama pada daerah pertemuan balok-
kolom dalam menahan beban gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar
sesuai dengan yang disyaratkan oleh SNI.
Transfer beban aksial
ada struktur lantai yang mutunya berbeda.Pada high-rise building, kadang kita
mendesain kolom dan pelat lantai dengan mutu beton yang berbeda. Misalnya
pelat lantai menggunakan fc’25 MPa, dan kolom fc’40 MPa. Pada saat
pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang berpotongan (intersection)
dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton pelat lantai (25 MPa). Daerah
intersection ini harus dicek terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di
daerah ini diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan akibat
mutu beton yang berbeda.
2.10 Analisa Dan Desain
Ada 2 macam perhitungan yang perlu dilakukan dalam mempelajari
permasalahan beton bertulang :
1. Analisis.
Pada perhitungan analisis, suatu penampang dengan data-data yang sudah
diketahui, antara lain
ukuran penampang : lebar, tinggi.
data tulangan : diameter dan jumlah tulangan.
mutu beton.
mutu baja.
II-16
Ingin dicari kapasitas/kemampuan/kekuatan penampang menerima beban.
Kekuatan ini selanjutnya disebut sebagai kekuatan nominal penampang. Kekuatan
nominal penampang yang menerima beban aksial dan lentur adalah gaya aksial
nominal (Pn) dan momen nominal (Mn).
2. Desain.
Pada perhitugan ini, dengan data-data gaya-gaya yang bekerja pada penampang
akibat beban (beban yang sudah dikalikan faktor keamanan), setelah ditetapkan
kekuatan/mutu beton dan baja yang akan digunakan, dicari ukuran penampang
yang cocok serta tulangan yang diperlukan agar struktur dijamin dapat menahan
beban-beban tersebut.
2.10 Perencanaan Kolom
Anggapan Dasar Perencanaan
Kekuatan kolom beton bertulang direncanakan dengan
anggapan-anggapan/asumsi sebagai berikut :
Distribusi regangan disepanjang permukaan penampang kolom bersifat linier.
Tidak terjadi slip antara beton dengan tulangan.
gangan tekan maksimum beton pada kondisi ultimit = 0.003\
Kekuatan tarik beton diabaikan, karena jauh lebih kecil dari kekuatan tarik baja
tulangan, sehingga tidak berarti.
Perencanaan Kolom
SNI Beton 03-2847-2002 pasal 12.9.1 membatasi rasio tulangan (_) pada
kolom, sbb
Ag = luas total penampang kolom (termasuk luas penamp. tul.)
II-17
Ast = luas total penampang tulangan
Walaupun _max dapat diambil 0, 08, kenyataan di lapangan hal ini sulit
dilaksanakan, apalagi jika perlu ada sambungan lewatan.
Untuk Indonesia, karena harga besi tulangan jauh lebih mahal dari bahan
beton, maka biasanya rasio tulangan yang ekonomis berkisar antara 1-4%,
tergantung lokasi daerah.
2.11 Teori Dasar Balok Beton
Balok beton adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menompang
lantai diatasnya balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom –
kolom. Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan
memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser. Konstuksi balok
biasanya berupa balok bertulang yang merupakan konstruksi yang sudah tidak
asing dalam bidang teknik sipil. Hampir di setiap bangunan sipil baik itu gedung ,
jembatan maupu bagunan air, beton bertulang digunakan sebagai struktur utama
maupun struktur pelengkap. Seperti diketahui bahwa kuat geser dijumpai dalam
semua unsur beton bertulang.
2.12 Analisis Kekuatan Momen Nominal Balok Lentur
Batang – batang struktur baik kolom maupun balok harus memiliki
kekuatan, kekakuan dan ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi selama
unur layanan struktur tersebut. Dalam mendesain batang tarik yaitu balok harus
memberikan keamanan dam menyediakan cadangan kekauatan yang diperlukan
untuk menanggung beban layanan, yakni balok harus memiliki kamampuan
terhadap kemungkinan kelebihan beban ( overload ) atau kekurangan kekuatan
( understrength ). Kelebihan beban dapat terjadi akibat perubahan fungsi balok
terlalu rendahnya taksiran atas efek – efek beban karena penyederhanaan yang
berlebihan dalam analisis strukturalnya, dan akibat variasi – variasi dalam
prosedur konstruksinya. Momen lentur berkaitan dengan geser karena gaya geser
merupakan turunan pertama momen lentur terhadap jarak.
II-18
Gambar 2.8 Diagram dampak sebuah balok yang dibebani beban merata
Ada dua kondisi keruntuhan yang akan ditinjau sebagai berikut :
1. Keruntuhan Lentur
Ditinjau penampang balok beton bertulang dalam kondisi under – reinforced, keruntuhan
lentur dimulai dari tulangan baja yang mengalami leleh pada kondisi tersebut, momen
nominal yang menyebabkan keruntuhan lentur dapat dihiung dengan rumus berikut :
Dari momen nominal yang diperoleh, berdasarkan span balok maka dapat dihitung beban
batasnya ( PU = 4*Mu / Span ), sebagai berikut :
KodeBalok
b( mm )
d( mm )
As(mm2)
FcMPa
FvMPa
a Mu(kN-m)
Span( m )
Ps( kN )
QA1 305 457 2400 22.6 440.5 180.439 387.760 3.66 423.78
QA2 305 457 3100 25.9 437.5 202.032 482.923 4.57 422.69
QA3 305 457 3800 43.5 439.0 147.924 638.964 6.40 399.365
2. Keruntuhan Lentur
Gaya geser pada seri Balok Qai ( tanpa sengkang ) sepenuhnya dipikul oleh beton,
sedangkan gaya geser nominal yang dapat disumbangkan beton adalah :
Selanjutnya beban batas yang menyebabkan keruntuhan geser, diprediksi sebagai
berikut :
Tabel 2.2 Beban Batas Keruntuhan Lentur
Tabel 2.3 Beban Batas Keruntuhan Geser
II-19
KodeBalok
b( mm )
d( mm )
FcMPa
VckN
PukN
QA1 305 457 22.6 110.44 220.88
QA2 305 457 25.9 118.23 236.45
QA3 305 457 43.5 153.22 306.44
Dari kedua hitungan diatas, dapat diketahui bahawa beban batas yang menyebabkan
keruntuhan pada geser lebih kecil dibanding beban batas yang menyebabkan keruntuhan
lentur. Dengan demikian dapat dianggap bahwa kekuatan geser lebih menentukan atau
dengan kata lain bahwa keruntuhan geser lebih mendominasi perilaku balok Qai.
Dalam perhitungan kekuatan nominal ini terbagi menjadi dua macam desain yaitu
Metode Desain Faktor Beban dan Tahanan ( LRFD ) dan Metode Desain Tegangan Ijin
( ASD ).
Konsep desain ini pertama kali diadopsi oleh American Insititute of Steel
Construction ( AISC ). Desain ini memberikan keamanan struktur yang menjamin
penghematan secara menyeluruh dengan memperhatikan variabel – variabel desain yaitu
faktor beban dan ketahanan struktur, dengan menggunakan kriteria desain secara
probabilistik ( AISC 1986a). Metode ini dikenal dengan desian faktor beban dan tahanan
( Load and Resistence Factor Design ) atau metode LRFD, namun di indonesia
kebanyakan desain masih dilakaukan dengan desain tegangan ijin, Allowable Stress
Design ( Meotde ASD ). Metode ASD menitik beratkan pada beban layanan ( beban kerja
) dan tegangan yang dihitung secara elastik dengan cara membandingkan tegangan
terhadap harga batas yang diijinkan ( Salmon et al, 1992 ).
Rasionalitas metode LRFD selalu menarik perhatian, dan menjadi suatu perangsang yang
menjanjian penggunaan bahan yang lebih ekonomin dan lebih baik untuk beberapa
kombinasi beban dan konfigurasi struktural. Metode LRFD juga cenderung memberikan
struktur yang lebih aman dibandingkan dengan metode ASD dalam mengkombinasikan
beban – beban hiddup dan beban mati ( Beedle 1986 ). Meskipun metode LRFD mampu
menggusur kedudukan metode ASD, namun para desainer perlu memahami filosofi
desain kedua metode tersebut, karena banyak struktur akan tetap didesain dengan metode
ASD ataupun untuk mengevaluasi struktur – struktur yang didesain dimasa lalu. Untuk
itu Heger ( 1980 ) telah memberikan sejumlah pemikiran mengenai kesulitan – kesulitan
untuk menjembatani jurang, antara teori statistik dan probabilitas dengan dunia nyata dari
struktur sebenarnya.
II-20
Pada dasarnya perhitungan desain dan analisis baja berdasarkan spesifikasi LRFD –
AISC menggunakan sistem satuan inch – pound. Satuan ini dapat dikonversikan dengan
satuan yang digunakan di indonesia.
Ini merupakan contoh tabel perbandingan hasil desain profil metode LRFD dan metode
ASD.
METODELRFD
METODEASD
ELEMEN LUAS ( Ag ) ELEMEN LUAS ( Ag )
PROFIL Inch2 mm2 PROFIL Inch2 mm2
Balok W12 x 120 35.3 896.62 W12 x170 50.0 1270
Balok W12 x 87 25.6 650.24 W12 x 136 39.9 1013.46
Balok W12 x 30 8.79 223.27 W12 x 50 14.7 373.38
Tabel 2.4 Perbandingan hasil desain profil metode LRFD dan Metode ASD