BAB II.doc

47
BAB II ISI 2.1 Penyakit-penyakit darah (Hematologi) 2.1.1 Anemia Anemia defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum. Manifestasi pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan angular cheilitis. Atropik glossitis, hilangnya papila lidah, menyebabkan lidah lunak dan kemerahan yang menyerupai migratori glossitis. Migratori glossitis, dikenal juga dengan sebutan geographic tongue, merupakan suatu kondisi lidah yang tidak diketahui penyebabnya yang mempengaruhi 1-2% populasi. Hal tersebut mengakibatkan lesi kemerahan, non- indurasi, atropik dan dibatasi dengan sedikit peninggian pada lidah, pinggir yang nyata dengan warna yang bermacam-macam dari abu-abu sampai putih. Pada atropik glossitis, area-nya tidak mempunyai batas keratotik putih dan cenderung meningkat ukurannya daripada perubahan posisinya. Pada kasus yang lebih parah, lidah menjadi lunak. Angular cheilitis, terjadi pada sudut bibir, yang disebabkan karena infeksi candida albicans (1) menyebabkan kemerahan dan pecah-pecah, serta rasa ketidaknyamanan. Manifestasi Plummer-Vinson syndrome juga termasuk disfagi akibat ulserasi pharyngoesophageal. Komplikasi- 2

Transcript of BAB II.doc

BAB II

ISI

2.1 Penyakit-penyakit darah (Hematologi)

2.1.1 Anemia

Anemia defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum. Manifestasi pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan angular cheilitis. Atropik glossitis, hilangnya papila lidah, menyebabkan lidah lunak dan kemerahan yang menyerupai migratori glossitis. Migratori glossitis, dikenal juga dengan sebutangeographic tongue, merupakan suatu kondisi lidah yang tidak diketahui penyebabnya yang mempengaruhi 1-2% populasi. Hal tersebut mengakibatkan lesi kemerahan, non- indurasi, atropik dan dibatasi dengan sedikit peninggian pada lidah, pinggir yang nyata dengan warna yang bermacam-macam dari abu-abu sampai putih. Pada atropik glossitis, area-nya tidak mempunyai batas keratotik putih dan cenderung meningkat ukurannya daripada perubahan posisinya. Pada kasus yang lebih parah, lidah menjadi lunak.Angular cheilitis, terjadi pada sudut bibir, yang disebabkan karena infeksi candida albicans(1)menyebabkan kemerahan dan pecah-pecah, serta rasa ketidaknyamanan. ManifestasiPlummer-Vinson syndromejuga termasuk disfagi akibat ulserasi pharyngoesophageal. Komplikasi-komplikasi rongga mulut muncul bersamaan dengan anemia sickle sel berupa osteomyelitis salmonella mandibular yang tampak sebagai area osteoporosis dan erosi yang diikuti oleh osteosklerosis. Anesthesia atau paresthesia pada nervus mandibular, nekrosis pulpa asymptomatik mungkin juga dapat terjadi(2). Kondisi-kondisi tersebut semakin parah apabila terjadi proliferasi sumsum tulang yang hebat. Deformitas dentofacial yang berhubungan dicirikan secara radiograpfik sebagai area dengan penurunan densitas dan pola trabekular kasar yang paling mudah dilihat diantara puncak akar gigi dan batas bawah mandibula. Osteosklerosis dapat terjadi bersamaan dengan trombosis dan infarksi.

2.1.2 Leukimia

Komplikasi oral leukimia sering berupa hipertrofi gingiva, petechie, ekimosis, ulkus mucosa dan hemoragik(3). Keluhan yang jarang berupa neuropati nervus mentalis, yang dikenal dengan numb chin syndrome(4). Ulserasi palatum dan nekrosis dapat menjadi pertanda adanya mucormycosis cavum nasalis dan sinus paranasalis(5). Enam belas persen dan 7% anak dengan leukimia akut dilaporkan mengalami gingivitis dan mucositis(6). Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat menjadi sumber septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi dan diobati secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen kemoterapi dapat mengakibatkan reaktivasiHerpes Simplex Virus(HSV) yang dapat mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun mukositis akibat kemoterapi dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV, karena penipisan permukaan mukosa dan/atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan invasi organisme oportunistik pada mukosa

a.2.1.3 Multiple Myeloma (MM)

Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya berupa manifestasi sekunder pada rahang, terutama mandibula, yang dapat mengakibatkan pembengkakan rahang, nyeri, bebal, gigi goyah, fraktur patologik(7).Punched out lesionspada tengkorak dan rahang merupakan gambaran radiografik yang khas. Insidensi keterlibatan rahang pada MM sekitar 15 %(8). Karena MM mengakibatkan immunosupresi, maka timbul beberapa infeksi sepertioral hairy leukoplakiadan candidiasis(9). Timbunan amyloid pada lidah menyebabkan macroglossia(10).

2.1.4. Neutropenia

Neutropenia adalah kelainan pada darah yang diidentifikasi dengan jumlah sel neutrofil (salah satu tipe sel darah putih) yang rendah. Sel-sel neutrofil adalah bagian dari sel darah putih atau leukosit (sekitar 50-70% dari total sel darah putih) yang berada dalam sirkulasi, dan sel neutrofil ini berperan sebagai penangkal infeksi dengan membunuh bakteri yang berada dalam darah.Manifestasi rongga mulut Secara intraoral, terdapat perubahan-perubahan peradangan gusi dan ulserasi mukosa dengan karakteristik lebar, oval dan menetap.Tempat dan ukurannya pun juga bervariasi, kadang di gingiva cekat, kadang di lidah dan mukosa pipi. Jika kadar PMNs menurun hebat, maka akan terjadi hiperplasia peradangan menyeluruh dan eritema. Jika dibiarkan, akan diperburuk dengan adanya faktor lokal seperti plak, karang gigi dan akan mengakibatkan hilangnya tulang alveolar, goyangnya gigi dan tanggalnya gigi secara dini. Lesi oral pada neutropenia terdiri dari ulserasi yang biasanya melibatkan mukosa gingiva, mungkin karena kolonisasi bakteri yang besar pada area itu dan trauma kronis yang diterima. Ulser tersebut mempunyai karakteristik kekurangan erythematous periphery.

Gambar : Ulserasi oral pada palatum dan ridge alveolar pada pasien dengan severe neutropeniaGambaran klinisnya berupa ulserasi bibir, lidah, mukosa mulut dan gingiva, nekrosis margin gingiva yang meluas ke gingiva cekat, gingiva bengkak, merah, dan mudah berdarah, gingivitis ulceratif akut juga dapat menyertai dan candidiasis oral

2.1.5 TrombositopeniaDefinisi trombositopenia adalah penyakit kelainan darah yang mempunyai karakteristik menurunnya angka sirkulasi platelet akibat dari penurunan trombosit secara nyata mempengaruhi proses pembekuan darah. Darah biasanya mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/mL. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.

Manifesrasi oral berupa lesi pada oral, ptechie, ekimois, haematom, gingival bleeding, gingiva bengkak, rapuh dan mudah bleeding.

Penatalaksanaan berupa penghentian pemberian obat, transfuse platelet, terapi kortikosteroid, pemeriksaan darah, bedah minor (bila platelet 50000/mm3)

Gambaran klinis, Petekie, Echymosis (ekstravasasi darah), Hematoma, gingival hemorrhage yang spontan

Gambar : ekimosis pada labial dan lidah pada pasien dengan trombocytopenia idiopatik

Penatalaksanaan, Penghentian obat, Bedah minor dilakukan bila jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3, Transfuse platelet bila terjadi hemorrhage

2.1.6 Hemofilia

Definisi hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B). Severe hemofilia biasanya menyerang anak-anak. Terjadi pendarahan pada otot atau sendi, setelah terjadi minor injuri. Mild hemofili (level factor VIII lebih dari 25%) tidak ada tanda-tandanya sampai ada injuri, tindakan bedah atau pencabutan gigi akan mengakibatkan perdarahan yang lama. Tapi tidak terjadi pada orang dewasa. Perdarahan hebat dan lama pada jaringan lunak dapat terjadi setelah injeksi anastesi local. Pemeriksaan klinis harusnya menemukan jaundice, ecchymosis, spider telangiectasia, hemarthrosis, petechiae, perdarahan vesikel, perdarahan spontan gingiva, dan hyperplasia gingiva.2.2. Penyakit Rheumatologik

2.2.1 Sjogrens syndrome

PasienSjogrens syndrome(SS) sering mengalami xerostomia dan pembengkakan kelenjar parotis(11). SS sering dihubungkan dengan arthritis reumatoid. Pada suatu penelitian(12), 88% pasien dengan SS mengalami abnormalitas aliran ludah pada submandibular/sublingual, dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar parotis. Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular ditemukan pada 35% pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan denganfissure tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis, dan candidiasi.

Fungsi menelan dan bicara menjadi sulit karena adanya xerostomia persisten. Parotitis bakterial yang biasanya disertai demam dan discharge purulen dari kelenjar juga dapat terjadi. Hal tersebut meningkatkan karies gigi, terutama pada servik gigi(13). Penting untuk mengenal SS dengan cepat dan merujuk ke dokter gigi karena karies gigi dapat berkembang cepat. Diagnosa sering dipastikan dengan biopsi glandula salivarius labialis minor. Secara histologik, terdapat infiltrat limfosit periduktal.

2.2.2 Scleroderma(Sclerosis sistemik progresif)

Sclerodermamerupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya sklerosis difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan ginjal. Bibir pasiensclerodermatampak berkerut karena konstriksi mulut, menyebabkan kesulitan membuka mulut. Fungsi stomatognatik termasuk mulut dan rahang juga mengalami kesulitan. Fibrosis esophageal menyebakan hipotensi sphincter esophageal bawah dan gastroesophagealreflux, terjadi pada 75% pasienscleroderma(14). Disfagia dan rasa terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku.Telangietacsiasmultiple dapat terjadi. Lidah dapat kehilangan mobilitasnya dan menjadi halus seperti rugae palatal yang menjadi datar. Fungsi glandula saliva dapat menurun walaupun tidak separahSjogrens syndrome. Ligamen periodontal sering tampak menebal pada gambaran radiografik.

2.2.3. Lupus erythematosus (LE)

Lupus erythematosus terbagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE) dan sistemik lupus erythematosus (SLE). Lesi-lesi mulut terjadi pada 25-50% pasien DLE dibandingkan dengan 7-26% pasien SLE(15). Pada DLE, lesi ini biasanya mulai tampak sebagai area keputihan irregular yang kemudian meluas kearah perife.

Setelah lesi ini meluas, bagian tengah daerah ini menjadi merah dan menjadi ulcer sedangkan bagian tepi meninggi dan hyperkeratotik. Lesi mulutlichen planusmirip lesi mulut pada DLE baik secara klinis maupun histologi(16). Kriteria histologik yang jelas harus dilakukan untuk membedakan keduanya.

Ulserasi mulut dan nasopharyngeal diketahui sebagai manifestasi diagnostik mayor pada SLE olehAmerican Rheumatism Association Commite on Diagnostic and Therapeutic Criteria.Ulserasi-ulserasi ini biasanya tidak menimbulkan nyeri dan melibatkan palatum(17). Lesi-lesi purpurik sepertiecchymosisdanpetechiaejuga dapat terjadi. Lebih dari 30% pasien SLE, sering melibatkan glandula saliva, yang mendorong terjadinyaSjogrens syndromesekunder dan xerostomia yang parah.

2.2.4. Arthritis Rheumatoid

Sendi Temporomandibular (TMJ) sering terlibat dalamarthritis rheumatoid. Hal ini sering dicirikan dengan erosi pada condylus yang mengakibatkan berkurangnya gerakan mandibula dan disertai nyeri ketika digerakkan. Mulut kering dan pembengkakan kelenjar ludah dapat juga ditemukan pada pasienarthritis rheumatoid(18). Pada pasien-pasien tersebut dapat juga timbul SS sekunder. Fungsi rahang yang menurun penting untuk dilakukan rekonstruksi TMJ segera setelah penyakit utamanya terkontrol. Sendi prosthetik dapat menjadi solusi sementara pada pasien tersebut.

2.3. Penyakit Onkologi

2.3.1 Kanker Metastase

Tumor metastase rongga mulut dapat menyerang pada jaringan lunak atau keras. Namun hal ini sangat jarang, hanya sekitar 1% neoplasma maligna rongga mulut. Tumor lebih sering bermetastase ke rahang daripada jaringan lunak rongga mulut. Tumor pada rahang sering terdeteksi bila timbul keluhan bengkak, nyeri, paresthesia, atau setelah menyebar ke jaringan lunak. Secara keseluruhan, tempat tumor primer metastase ke rahang berasal dari payudara, sedangkan paru-paru merupakan tempat tumor primer tersering untuk metastase ke jaringan lunak rongga mulut. Pada laki-laki, paru-paru merupakan tempat primer tersering baik untuk metastase ke rahang dan jaringan lunak rongga mulut. Regio molar mandibula merupakan tempat metastase tersering. Pada 30% kasus, lesi metastase rongga mulut merupakan indikasi pertama adanya malignansi yang tidak terdeteksi dari tubuh(19).Manifestasi awal metastase keattached gingivadapat menyerupai satu dari 3 macam lesi hyperplastik reaktif pada gingiva dan harus ditegakkan dengan biopsi. Fibroma ossifikasi perifer biasanya muncul dengan bentuk kecil, berbatas tegas, bermassa padat dengan dasar berbentuksessileataupedunculatedpada margin gingiva bebas.

Lesi merah muda pucat sampai merah diatas dapat menjadi besar dan dapat terjadi pada semua umur (insidensi puncak pada umur 20 th). Tumor pyogenik atau pregnancy tumor yang mempunyai kecenderungan berdarah, juga dapat terjadi padaattached gingiva. Lesi ini biasanya kecil (diameter kurang dari 1cm), merah, dan berulserasi. Lesi lain yang juga kecil, berbatas tegas, bermassa padat merah gelap,sessileataupedunculatedpadaattached gingivaadalah granulomagiant cellperifer(20). Sebagai kesimpulan, penting untuk mengetahui macam-macam tumor yang bermetastase ke rongga mulut.

2.3.2 Histiocytosis sel Langerhans (Histiocytosis X)

Histiocytosis sel Langerhans (HSL) mewakili spectrum ganguan klinik dari yang sangat agresive dan penyakit mirip leukemia parah pada bayi sampai lesi soliter pada tulang(21).Hilangnya tulang alveolar pada anak-anak dengan eksfoliasi prekok gigi susu harus diduga adanya HSL. HSL dapat juga terjadi pada usia remaja dan dewasa. Dari tulang-tulang rahang, mandibula yang paling sering terlibat. Tanda-tanda yang muncul adalah nyeri, pembengkakan, ulserasi, gigi tanggal (ompong). Gambaran radiografik menunjukkan gigi tampak melayang di udara (floating in air) dikelilingi daerah radiolusen yang luas. Hal ini berkaitan dengan hilangnya tulang alveolar yang cepat. Istilah granuloma eosinofilik tulang (eosinophilic granuloma of bone) digunakan bila lesi soliter ditemukan, namun lesi multipel dapat muncul kemudian (Gbr. 5).2.3.3 Hemangioma

Hemangioma adalah tumor jinak vaskuler yang sering terjadi pada rongga mulut dan nampak pada bulan-bulan setelah pertama kelahiran. Hemangioma memiliki karakteristik proliferasi cepat sel endotel di awal kelahiran (fase proliferasi) diikuti dengan regresi lambat secara terus menerus (fase involusi). Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor necrosis factorbeta, dan transforming growth factorbeta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma. Secara histologik hemangioma dibedakan berdasarkan besarnya pembuluh darah yang terlibat. Ada 3 jenis hemagioma, yaitu hemangioma kapiler, hemangioma kavernosa dan talangiektasis. Gambaran klinis hemangioma berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Granuloma piogenik terjadi akibat prolifereasi kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan, walaupun sering disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak dan pada bagian tubuh yang tersering mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai. Lesi mudah berdarah. Hemangioma kavernosa tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Biasanya merupakan tonjolan yang timbul dari permukaan, bila ditekan mengempis dan pucat lalu akan cepat menggembung lagi apabila dilepas dan kembali berwarna merah keunguan. Lesi terdiri atas elemen vaskular yang matang. Lesi ini jarang mengadakan involusi spontan, kadang-kadang bersifat permanent. Sindroma Sturge-Weber (ensefalofasial atau ensefalo-trigeminal angiomatosis) merupakan sindroma yang ditandai oleh nevus flameus unilateral pada wajah. Tampak beberapa saat setelah lahir, disertai malformasi vaskulerleptomeningeal kortikal pada sisi yang sama, sehingga menimbulkan manifestasi neurologis seperti kejang, hemiparese, hemiplagia, retardasi mental, serta pada pemeriksaan foto kepala tampak adanya kalsifikasi melingkar intrakranial, juga disertai kelainan mata pada sisi yang sama berupa angiomatosis khoroid mata, bufalmus, dan glaucoma. Diagnosa Hemangioma bisa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinisnya yang khas. Gambaran klinis umum adalah adanya bercak merah yang timbul beberapa saat sesudah lahir, warnanya merah terang bila jenis strawberry atau biru bila jenis kavernosa. Bila besar maksimum sudah tercapai, biasanya pada umur 9-12 bulan, warnanya menjadi merah gelap dan lesi akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa tahun.14 Tetapi pada beberapa kasus, lesi atau benjolan tersebut menetap hingga pasien dewasa. Hal itu mengakibatkan keraguan dalam diagnosa sehingga diperlukan pemeriksaan histopatologi sebagai pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan diagnosa yang akurat. Perawatan hemangioma dapat dilakukan dalam beberapa cara, antara lain adalah ektirpasi, bedah krio, pemberian sklerotik agen, radioterapi, kauterisasi, pemberian kortiosteroid, embolisasi dan yang terbaru adalah dengan terapi laser. Indikasi pengambilan hemangioma umumnya disebabkan karena telah terjadi pendarahan akibat trauma, atau karena pertimbangan kosmetik, atau karena mengganggu fungsi pengunyahan dan bicara, juga tergantung pada umur, posisi, dan ukuran lesi. Pembedahan mungkin merupakan pilihan perawatan yang paling optimal untuk lesi yang tidak memberikan respon sampai usia anak 5-7 tahun.(5,6,7)Hemangioma kecil (diameter kurang dari 1 cm) dapat dilakukan dieksisi jika lesi tidak terletak pada daerah-daerah vital atau jika skar pembedahan secara kosmetik dapat tersembunyi. Pada hemangioma kavernosus yang difus dibawah mukosa bibir, ligasi multipel yang erat dengan kromik pada pembuluh utama hemangioma dapat menyebabkan involusi yang prematur. Biasanya hemangioma dapat dipisah dan di enukleasi dengan penutup primer. Kadang-kadang pedisle flap atau skin graft mungkin di butuhkan pada pengangkat lesi yang besar. Tetapi terapi bedah untuk lesi yang lebih ekstensif dangan ukuran besar dapat menimbulkan pendarahan yang hebat.Reseksi luas juga dapat menimbulkan pendarahan yang hebat. Reseksi luas juga dapat menimbulkan defek pada wajah yang memberikan hasil kosmetik yang jelek, bahkan dengan skin graft yang baik. Pada lesi yang besar, terapi kortikosteroid dianjurkan oleh banyak ahli. Dosis 20-40 mg/hari prednisone selama 3-21 hari dapat menghentikan secara cepat pertumbuhan lesi hemangioma.2.3.4 Non-Hodgkins Lymphoma (NHL)Merupakan limfoma yang paling umum dikaitkan dengan infeksi HIV dan biasanya terlihat pada level akhir dengan jumlah CD4 limfosit kurang dari 100/mm3. NHL terlihat sebagai massa yang cepat membesar, jarang berupa ulkus atau plak, dan sering terjadi pada palatum atau gingiva. Pemeriksaan histologi sangat penting untuk diagnosis dan staging. Prognosis buruk, dengan kelangsungan hidup rata rata kurang dari 1 tahun, meskipun pengobatan dengan berbagai obat kemoterapi.2.4. Kelainan Endokrin

2.4.1 Diabetes Mellitus (DM)

Banyak manifestasi rongga mulut pada DM, beberapa diantaranya dapat diketahui sejak awal tahun 1862. Pada umumnya gejala-gejalanya tampak parah, dan sangat progresive pada pasien IDDM (Independent Insulin DM) yang tidak terkontrol dari ada pasien NIDDM yang terkontrol. Penelitian menunjukkan bahwa umur, lama penyakit, dan tingkat kontrol metabolik memegang peranan penting timbulnya manifestasi-manifestasi rongga mulut pasien diabetes daripada jenis diabetes apakah IDDM atau NIDMM(22). Sekitar sepertiga pasien diabetes mempunyai keluhan xerostomia yang mana hal ini berkaitan dengan menurunnya aliran saliva dan meningkatnya glukosa saliva. Kemudian, pembesaran glandula parotis bilateral difus, keras, yang disebut sialadenosis dapat timbul. Proses ini tidak reversibel meskipun metabolisme karbohidrat terkontrol baik. Perubahan pengecapan dan sindrom mulut terbakar juga dilaporkan pada pasien DM tak terkontrol. Xerostomia merupakan faktor predisposisi berkembangnya infeksi rongga mulut. Mukosa yang kering dan rusak lebih mudah timbulnya infeksi oportunistik oleh Candida albican. Candidiasis erytematosus tampak sebagai atropi papila sentral pada papila dorsal lidah dan terdapat pada lebih dari 30% pasien DM. Mucormycosis dan glossitis migratory benigna juga mempunyai angka insidensi yang tinggi pada IDDM di populasi umum(22).

Telah ditemukan bahwa terdapat insidensi yang tinggi karies gigi pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol. Hal ini dihubungkan dengan tingginya level glukosa saliva dan cairan krevikuler. Penyembuhan luka yang tidak sempurna, xerostomia yang diikuti dengan penimbunan plak dan sisa makanan, kerentanan terhadap infeksi, dan hiperplasi attached gingiva, semua memberi kontribusi meningkatnya insidensi penyakit periodontal pada pasien diabetes(23).Mekanisme terjadi penyakit periodontal pada DM. Disebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi yang dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal yang dimulai oleh agen microbial , perubahan vaskuler pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh darah besar dan kecil.. Akibat adanya angiopati pada penderita diabetes mellitus , pada jaringan periodontal akan mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan oksigen , akibatnya akan terjadi kerusakan jaringan periodontal . Selanjutnya akibat kekurangan oksigen pertumbuhan bakteri anaerob akan meningkat.Dengan adanya infeksi bakteri anaerob pada diabetes mellitus akan menyebabkan pertahanan dan perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan hipoksia jaringan sehingga bakteri anaerob yang terdapat pada plak subgingiva menjadi berkembang dan lebih pathogen serta menimbulkan infeksi pada jaringan periodontal. Pada neuropati diabetes mellitus yang mengenai syaraf otonom yang menginervasi kelenjar saliva , akan mengakibatkan produksi saliva berkurang dan terjadi xerostomia.

Penatalaksanaan. Menjaga kebersihan mulut-gosok gigi seelah mengonsumsi makanan terutama waktu malam. Mengurangkan makanan berkarbohidrat dan menjaga tahap gula dalam darah.2.4.2 Hypoparatiroidisme

Penurunan sekresi hormon paratiroid (PTH) dapat terjadi setelah pengambilan glandula paratiroid, begitu juga destruksi autoimun terhadap glandula paratiroid. Sindrom-sindrom yang jarang, sepertiDigeorge SyndromedanEndocrine-candidiasis syndromesering dihubungkan dengan keadaan ini. Hipocalcemia terjadi mengikuti turunnya hormon paratiroid(24).Chvostek sign, tanda khas hipokalsemia, dicirikan dengan berkedutnya bibir atas bila nervus facialis diketuk tepat dibawah proccesus zygomaticus. Jika hipoparatiroid timbul di awal kehidupan, selama proses odontogenesis/pertumbuhan gigi, dapat terjadi hipoplasi email dan kegagalan erupsi gigi. Adanya candidiasis oral persisten pada pasien muda menunjukkan mulai terjadinya sindrom endocrine-candidiasis(25).2.4.3 Hyperparatiroidisme

Manifestasi awal hiperparatiroid adalah hilangnya lamina dura di sekitar akar gigi dengan perubahan pola trabecular rahang yang muncul kemudian. Terdapat penurunan densitas trabecular dan kaburnya pola normal yang menghasilkan penampakan ground glass pada gambaran radiografiknya(26). Dengan menetapnya penyakit, lesi tulang lainnya muncul, seperti hiperparatiroid brown tumor. Nama ini berasal dari warna spesimen jaringan yang mencolok, biasanya merah tua-coklat akibat perdarahan dan tumpukan hemosiderin dalam tumor. Gambaran radiografik menunjukkan lesi ini unilokuler atau multiloculer radiolusen yang berbatas tegas yang biasanya merusak mandibula, clavicula, iga, dan pelvis. Lesi ini soliter, namun lebih sering multipel. Lesi yan bertahan lama dapat mengakibatkan ekspansi cortical yang nyata. Secara histologik, lesi ini dicirikan sebagai proliferasi hebat jaringan granulasi vascular yang menjadi latar belakang timbulnyamulti-nucleated osteoclast-type giant cells. Hal ini identik dengan lesi lain yang dikenal dengan lesigiant cellsentral pada rahang.

2.4.4. Hypercortisolisme

HypercortisolismeatauCushings syndrome, berasal dari meningkatnya glukokortikoid darah yang terus-menerus. Hal ini juga bisa berkaitan dengan terapi kortikosteroid lain atau produksi berlebih endogen dari glandula adrenal. Horman adrenokorticotropik (ACTH) yang berlebih dari tumor pituitari juga menyebabkan hipercortisolisme dan penyakitCushings. Penumpukan jaringan lemak di area wajah dikenal sebagai moon facies. Pasien juga mengalamifacial hirsutismyang bervariasi. Fraktur patologis mandibula, maxilla atau tulang alveolar juga dapat terjadi karena trauma benturan ringan akibat osteoporosis. Penyembuhan fraktur, begitu juga penyembuhan tulang alveolar dan jaringan lunak setelah pencabutan gigi menjadi tertunda.2.4.5 Hypoadrenocortisisme

Hypoadrenocortisismeberasal dari kurangnya produksi horman kortikosteroid adrenal karena adanya kerusakan cortex adrenal, kondisi ini dikenal sebagaihypoadrenocortisismeprimer atauAddisons disease. Hal ini biasanya berkaitan dengan autoimmune, juga dapat disebabkan karena infeksi seperti tuberculosis, tumor metastase, amyloidosis, sarcoidosis atau hemochromatosis. Hypoadrenocortisisme sekunder berkembang karena fungsi glandula pituitary yang inadequate. Manifestasi orofacial termasuk A bronzing hyperpigmentasi pada kulit, terutama pada area yang paling banyak terpapar matahari (sun-exposed area). Hal ini disebabkan karena meningkatnya kadar beta-lipotropin atau ACTH, yang keduanya dapat menstimulasi melanosit. Perubahan kulit ini didahului oleh melanosis mukosa mulut. Pigmentasi kecoklatan difus atau bercak sering terjadi di mukosa buccal, namun dapat terjadi di dasar mulut, ventral lidah dan bagian lain mukosa mulut.

2.5. Penyakit Ginjal

2.5.1 Uremik Stomatitis

Stomatitis Uremia cukup jarang, hanya sering ditemui pada gagal ginjal kronik yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Kerak atau plak yang nyeri sebagian besar terdistribusi di mukosa bukal, dasar atau dorsal lidah, dan pada dasar rongga mulut. Angka insidensinya telah menurun seiring dengan tersedianya peralatan dialysis di banyak rumah sakit. Mekanisme yang diterima yang melatarbelakangi timbulnya uremik stomatitis yaitu luka pada mukosa dan iritasi kimia akibat senyawa amonia yang terbentuk dari hidrolisis urea oleh urease saliva. Hal ini terjadi bila konsentrasi urea intraoral melebihi 30 mmol/L(27). Diatesis hemoragik yang berasal dari inhibisi agregasi platelet dapat juga berperan dalam terjadinya hemoragik lokal, yang menyebabkan turunnya viabilitas dan vitalitas jaringan yang terkena, yang akhirnya menyebabkan infeksi bakteri.

Ada 2 jenis uremik stomatitis(27), pada tipe I, terdapat eritema lokal atau general di mukosa mulut, dan eksudat pseudomembran tebal abu-abu yang tidak berdarah/ulserasi bila diambil. Gejala lain dapat berupa nyeri, rasa terbakar, xerostomia, halitosis, perdarahan gingiva, dysgeusia, atau infeksi candida. Pada tipe II, dapat terjadi ulserasi bila pseudomembran tersebut diambil. Tipe ini dapat mengindikasikan bentuk stomatitis yang lebih parah, infeksi sekunder, anemia atau gangguan hematologik sistemik yang mendasari ayn disebabkan oleh gagal ginjal. Secara histologik, kedua tipe uremik stomatitis tersebut menunjukkan proses inflamtorik yang berat, dengan infiltrasi berat lekosit pmn dan nekrosis mukosa mulut. Kolonisasi bakteri yan sering ditemukan adalah Fusobacterium, spirochaeta, atau candida.

Patofisiologi. Apabila terjadi kelainan ginjal,proses hiperfiltrasi akan terjadi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus yang memicu penurunan fungsi nefron dan hipertrofi struktural.Laju filtrasi glomerulus akan menurun sehingga terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan dalam tubuh.Ureum akan dibawa dalam aliran darah sehingga mengendap pada bagian lidah dan mukosa mulut yang diproses oleh bakteri mulut dan membuat mulut berbau.Cairan tubuh yang tidak diproses dengan baik juga manyebabkan kelenjar ludah mengering sehingga

Penatalaksanaan. Meningkatkan kebersihan mulut seoptimal mungkin dengan memberikan penyuluhan bahwa infeksi yang berasal dari gigi dan mulut dapat menyebabkan timbulnya komplikasi .Penderita harus sesering mungkin kontrol ke dokter gigi agar kelainan-kelainaan dapat dideteksi sedini mungkin. Mengurangi rasa sakit akibat ulserasi dan xerostomianya dengan mengoleskan lidokain HCL atau benzokain 4% dalam boraks gliserin 2 menit sebelum makan.2.6. Penyakit GastrointestinalGastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal yang dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu contoh mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis kronik dan ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita gastritis. Selain itu, Helicobacter pylori dapat diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia yang telah menjalani terapi antibiotic sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan reinfeksi2.6.1 Chrons Disease

Pada tahun 1969, manifestasi oral penyakit Chrons digambarkan identik dengan yang terjadi di mukosa intestinal. Secara histologi, lesi ini mempunyai gambaran granuloma non-necrotik di submucosa, yang terdiri dari sel raksasa Langerhan multinuklear, sel epiteloid, limfosit, dan sel plasma. Granuloma-granulom ini dapat bervariasi dalam ukuran dan kedalamannya di submukosa, dan insidensinya bervariasi dari 10-99%(28). Kadang-kadang granuloma ini menonjol ke dalam lumen limfatik, suatu keadaan yang disebut limfangitis granulomatosa endovasal (endovasal granulomatous lymphangitis)(29).

Secara klinik, pasien tersebut memiliki gejala pembengkakan difus pada satu atau kedua bibir, dengan angular cheilitis, dan cobblestone pada mukosa buccal dengan mukosa yang rigid dan hiperplastik. Dapat juga terjadi nyeri ulserasi pada vestibulum bukal, pembengkakan terlokalisir yang tidak nyeri pada bibir atau wajah, fissure pada garis tengah bibir bawah, dan edema erythematos gingiva(30). Limfonodi servik dapat menjadi keras dan terpalpasi. Tidak ada hubungan waktu yang langsung antara intestinal dan lesi rongga mulut. Lesi rongga mulut telah terbukti mendahului lesi intestinal selama bertahun-tahun, dan pada beberapa kasus dapat menjadi satu-satunya manifestasi penyakit Chrons. Lesi rongga mulut hanya dapat berefek dengan steroid sistemik.

2.6.2. Kolitis Ulseratif

Kolitis Ulseratif telah dihubungkan dengan ulserasi oral destruktif akibat dari immunemediated vasculitis(31). Penyakit ini mirip dengan ulser aphtosa, namun lebih jarang dari Chrons Disease. Pyostomatitis vegetans merupakan manifestasi oral dari colitis ulseratif, berwujud mikroabses intraepitelial multipel tanpa nyeri dalam garis lurus atau berkelok-kelok di mukosa lidah, soft palatum, ventral lidah. Pyostomatitis gangrenosum merupakan varian lain yang cukup hebat dengan ulser yang besar, destruktif, dan bertahan lama yang menimbulkan jaringan parut yang sangat nyata(32).

2.7. Penyakit Saluran PernafasanInfeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di gigi antara lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru. Perkembangan penyakit dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan mikroorganisme pada ludah dan plak gigi, atau akibat diseminasi melalui aliran darah. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut2.7.1 Difteri

Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali penularan melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapatberperan sebagai media penularan. Tanda dan gejala difteri tergantung pada focus infeksi, status kekebalan dan apakah toksinyang dikeluarkan itu telah memasuki peredaran darah atau belum. Masa inkubasi difteri biasanya2-5 hari, walaupun dapat singkat hanya satu hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu.Biasanya serangan penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan,panas yang tidak tinggi, berkisar antara 37,8 C 38,9C. Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membrane putih/keabu-abuan. Dalam 24 jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum molle, uvula. Mula-mula membrane tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal, abu-abu/hitam tergantungjumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke dalam eksudat. Membran mempunyaibatas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya, shingga sukar diangkat sehingga jikadiangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada membrane biasanyatidak membengkak. Pada difteri sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6 walaupun antitoksin tidak diberikan. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinik merupakan pegangan utama dalam menegakkan diagnosa, karena setiap keterlambatan dalam pengobatan akan menimbulkan resiko pada penderita. Secara klinik diagnosa dapatditegakkan dengan melihat adanya membrane yang tipis dan berwarna keabu-abuan, miripseperti sarang laba-laba dan mudah berdarah bila diangkat. Pengobatannya adalah dengan pemberian antibiotika, antitoksin dan kortikosteroid pada difteri berat.

2.7.2 Tuberculosis (TB)Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi granulomatous yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat mengenai beberapa bagian dari tubuh termasuk rongga mulut. Lesi TB pada rongga mulut sebenarnya jarang ditemukan, dapat terjadi primer atau sekunder. TB di rongga mulut, paling sering adalah fase sekunder dari TB paru. Pada TB, lokasi yang paling sering terkena adalah lidah, lokasi lainnya termasuk bibir, pipi, palatum lunak, uvula, gingiva dan mukosa alveolar. Kelainan rongga mulut yang sering ditemukan pada pasien TB adalah cutix orificialis, yaitu pada kedua sudut mulut terdapat fisur yang dikelilingi daerah eritematus yang meluas, menonjol, dan bergranula, hal ini sesuai dengan gejala klinis dari penyakit ini yakni biasanya penyakit ini mengenai bibir atau pinggiran mulut yang berbentuk ulser granulasi yang dangkal (beda dari lesi akibat anemia), yang berasal dari tuberkel-tuberkel kecil yang pecah, adanya rasa sakit dan daerah eritematous. Diagnosa gingivitis tuberculosis pula ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang terdapat pada rongga mulut pasien, yakni adanya inflamasi pada gingival serta didukung oleh oral hiegine pasien buruk yang juga ikut memicu terjadinya gingivitis. Tuberkulosis gingivitis biasanya tampak difus, hiperemi, nodular atau proliferasi dari papila mukosa gingival. Glossitis tuberculosis pula menyebabkan lidah pasien licin, pucat, membesar (makroglossia), serta papilla mengalami atropi akibat penumpukan basil pada lidah yang diperparah dengan kondisi anemianya. Penatalaksanaan kelainan rongga mulut pada pasien pada dasarnya terdiri atas tiga hal, yakni edukasi, instruksi, dan terapi. Berikut penjelasan mengenai ketiga prosedur penatalaksanaan tersebut.2.7.3. Asma, Bronkitis dan abses paru

Penyakit sistemik asma, bronchitis dan abses paru bisa menyebabkan bau mulut yang dikenal sebagai halitosis. Halitosis merupakan suatu keadaan di mana terciumnya bau mulut pada saat seseorang mengeluarkan nafas (biasanya tercium pada saat berbicara). Bau nafas yang bersifat akut. Penyakit paru-paru seperti pneumonia, abses paru, bronkitis kronis, bronkiektasis, tuberculosis dan kanker paru dapat menyebabkan bau ketika bernafas.2.7.4. Bacterial Pneumonia

Mikroorganisme dapat menginfeksi saluran respirasi bawah dengan empat rute yang mungkin: 1. aspirasi dari orofaringeal 2. inhalasi dari infektif aerosol 3. penyebaran dari infeksi yang berdekatan 4. Penyebaran secara hematogen dari ekstrapulmonal.

Pneumonia bakteri sering diakibatkan oleh akibat aspirasi dari orofaringeal, kegagalan dari host defence mechanisms dan terjadi multiplikasi dari mikroorganisme, patogen yang sering yaitu yang berasal dari permukaan rongga mulut dan mukosa faring, patogen biasanya flora normal yang timbul lebih banyak akibat penggunaan antibiotik. Patogen respiarasi yang potensial (PRPs) misalnya Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Haemophilus influenzae yang dapat berkolonisasi di orofaring dan teraspirasi ke saluran bawah pernafasan, bakteri lainnya A.actinomycetemcomitans dan anaerob misalnya P.gingivalis dan Fusobacterium species juga dapat mengakibatkan pneumonia.2.8. Infeksi2.8.1 Infeki jamur

a. Kandidiasis Kandidiasis mulut atau faring adalah infeksi jamur tersering yang dijumpai sebagai manifestasi awal oleh HIV. Kebanyakan pasien juga didapatkan kandidiasis di esophagus. Biasa tampak bila jumlah CD4 kurang dari 300/uL. Spesies tersering penyebab kandidiasis adalah Candida Albicans walaupun jenis non albicans juga dapat ditemukan. Terdapat empat bentuk yang sering ditemukan pada kandidiasis mulut yaitu : kandidiasis erythematosa, kandidiasis pseudomembran, cheilitis angularis, dan hiperplasitik atau kandidiasis kronisKandidiasis eritematosa, emberikan gambaran lesi kemerahan, pipih, lesi dibagian dorsal lidah dan atau di daerah palatum durum atau palatum molle. Pasien datang dengan keluhan rasa terbakar di mulut seperti saat makan makanan yang asin atau berbumbu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dengan preparasi kalium hidroksida memperlihatkan hifa dari jamur sebagai konfirmasi diagnosisKandidiasis pseudomembranosa, memberikan gambaran plak lunak berwarna putih pada daerah mukosa bukal , lidah, dan permukaan mukosa mulut lainnya, dapat diangkat, meninggalkan dasar kemerahan atau berdarah.Cheilitis angularis, merupakan eritema dan gambaran seperti pecah-pecah di sudut mulut. Cheilitis angularis dapat timbul dengan atau tanpa disertai kandidiasis eritematosa atau kandidiasis pseudomembranosa.Hiperplastik atau kandidiasis kronis, memberikan gambaran plak putih yang tidak dapat diangkat di seluruh permukaan mukosa.Kandidiasis oral dapat meluas meliputi faring, laring, dan juga esophagus. Pengobatan kandidiasis oral tergantung dari tipe klinik, distribusi, dan derajat keparahan infeksi. Pengobatan topikal efektif untuk mengatasi dan mengurangi lesi. Klotrimazole troches, nistatin pastilles, dan suspense nistatin oral efektif untuk kandidiasis eritematosa ringan ke sedang dan kandidiasis pseudomembran. Bagaimanapun, cara penggunaan obat-obat ini bila berkepanjangan harus diperhatikan karena dapat menyebabkan gigi karies yang disebabkan oleh fermentasi subtrat karbohidrat yang ada didalam kandungannya. Peningkatan resiko karies bisa dihindari dengan menggunakan nistatin oral (100.000 unit/5 ml, kumur di mulut, 3 x sehari). Klorhexidin 0,12% oral tidak mengandung suatu substrat yang kariogenik dan mungkin juga efektif.b. Histoplasmosis histoplasmosis adalah penyakit jamur granulamatosa disebabkan oleh histoplasma kapsulatum. Persentasi klinis beragam mulai dari asimptomatik atau infeksi paru ringan ke akut atau bentuk kronik luas. Histoplasmosis oral terlihat sebagai area ulseratif kronik di daerah dorsum lidah, palatum, dasar mukosa dan vestibular. Infeksi dapat fokal atau beberapa tempat bisa terlibat. Pada pasien-pasien AIDS, histoplasmosis jarang dapat diobati, tetapi bisa dikontrol dengan terapi supresif jangka panjang terdiri atas amfoterisin B dan ketokonazol.c. Cryptococcosismanifestasi oral ini jarang terjadi dan cuma 2 kasus yang pernah dilaporkan pada litelatur. Lesi terdiri oleh ulserasi mukosa mulut tetapi diagnosa klinis kriptokokus oral mungkin sulit dikarenakan infeksi mikrobakteria lain dan trauma juga menunjukkan gejala-gejala yang serupa. Biopsi jaringan juga diperlukan untuk penegakkan diagnosis dan pengobatan menggunakan amfoterisin B.

Kandidiasis Hiperplastik

Kandidiasis Pseudomembran2.8.2 Infeki Virusa. Oral Hairy Leukoplakia

lesi ini biasanya terlihat pada permukaan lateral lidah, tetapi bisa meluas ke dorsal dan permukaan ventral (Gambar 2). Lesi bisa berbagai ukuran dan bisa terlihat seperti striae putih vertical, berombak-ombak atau seperti plak-plak berbulu kasar dengan proyeksi rambut terlihat seperti keratin. Pada sebagian besar kasus. OHL bilateral dan asimtomatik. Ketika hal tersebut menjadi ke arah yang tidak nyaman biasanya dikaitkan dengan infeksi kandidiasis. OHL telah terbukti berhubungan dengan infeksi virus Epstein Barr local (EBV) dan terjadi paling sering pada pasien dengan limfosit CD4 kurang dari 200/ l. Pada Pemeriksaan histologi menunjukkan epitel hyperplasia merupakan ciri khas infeksi EBV. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan tindakan tapi acyclovir oral, podophyllum resin topikal, retinoid, dan pembedahan dilaporkan sebagai pengobatan yang berhasil.b. Herpes Simpleks Virus (HSV) dan Varicella Zooster.

HSV bertanggung jawab terhadap infeksi primer dan rekuren di mukosa mulut. Infeksi ini didapat pada masa kanak-kanak dan setelah lesi pustular awal. Virus tetap dorman, tapi dalam stadium immunosupresi virus ini dapat menyebabkan reaktivasi dan dapat menyebabkan berbagai manifestasi.Manifestasi oral, ditunjukkan oleh ulserasi mukosa yang difus, disertai dengan demam, malaise, dan limfadenopati servikal.Ulserasi yang mengikuti pecahnya vesikel sangat sakit dan dapat bertahan selama beberapa minggu.HSV rekuren biasanya muncul pada mukosa oral yang berkeratin (palatum, dorsum lidah, dan gingiva) sebagai ulserasi tetapi pada kebanyakan pasien seropositif HIV, aturan ini tidak berlaku.Pada pasien ini, lesi dapat menunjukkan aspek klinis yang tidak biasa dan bertahan selama beberapa minggu.Kontak dengan virus varicella zoster (VZV) dapat menyebabkan varicella (cacar air) sebagai infeksi primer dan herpes zoster sebagai infeksi yang diaktifkan kembali.Dalam infeksi HIV, herpes zoster sering menunjukkan keterlibatan nervus cranialis dini dan membawa prognosis yang buruk.Mungkin ada keterlibatan beberapa dermatom dan mungkin akan terjadi infeksi sekunder pada lesi tersebut.Lesi biasanya dikaitkan dengan neuralgia post herpetic berat.c. Cytomegalovirus (CMV)ulserasi oral berkaitan CMV, meskipun jarang, telah diakui sebagai komplikasi infeksi HIV.Diagnosis CMV oral didasarkan atas adanya intranuklear besar dan sitoplasma kecil CMV masuk di dalam sel endotel pada dasar ulserasi.Infeksi ini biasanya ditunjukkan pada stadium IV dari infeksi ketika terjadi immunosupresi yang lanjut dengan jumlah CD4 di bawah 50.Saat ini, obat pilihan untuk infeksi CMV adalah gancyclovir intravena.d. Human Papilloma Virus

Pada beberapa pasien dengan infeksi HIV, human papiloma virus (HPV) menyebabkan hiperplasia jaringan epitel dan jaringan ikat fokal, membentuk kutil oral.Pada pasien terinfeksi HIV, HPV terkait lesi oral memiliki gambaran papilomatosa, baik menonjol atau tetap, dan terutama berlokasi di palatum, mukosa bucal, dan commisura labialis.Genotipe yang paling umum ditemukan dalam mulut pasien dengan infeksi HIV adalah 2, 6, 11, 13, 16, dan 32.Operasi pengangkatan, dengan atau tanpa irigasi intraoperatif dengan resin podofilum, adalah pengobatan pilihan.e. Molluscum ContagiosumMoluskum kontagiosum disebabkan oleh virus DNA tak tergolongkan dari famili poxvirus.Lesi muncul sebagai satu atau beberapa papul pada kulit bokong, punggung, wajah, dan lengan.Moluskum kontagiosum biasanya menyerang anak-anak dan dewasa muda dan ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung.Lesi khas berupa papul berpusar yang mungkin gatal, yang mengarah ke autoinokulasi.Lesi dapat bertahan selama bertahun-tahun, dan kadangkala akhirnya hilang secara spontan.Terjadinya penyebaran moluskum kontagiosum telah dilaporkan pada pasien terinfeksi HIV.Lesi ini biasanya mereda sering dengan pemulihan kekebalan tubuh ketika pasien mulai HAART.2.8.3 Infeki BakteriLesi oral yang paling umum dikaitkan dengan infeksi bakteri adalah gingivitis eritem linier, periodontitis ulseratif nekrosis, dan yang lebih jarang, angiomatosis epithelioid basiler dan sifilis.Pada kasus infeksi periodontal, flora bakteri tidak berbeda dari individu yang sehat dengan penyakit periodontal.Dengan demikian, lesi klinis adalah manifestasi dari respon kekebalan tubuh terhadap bakteri patogen.a. Linear Erythematous Gingivitis

Gambaran ini muncul sebagai sebuah pita eritema pada gingival marginal, seringkali dengan petechiae. Biasanya tidak menunjukkan gejala atau hanya pendarahan gingiva ringan dan sakit ringan.Pemeriksaan histologis gagal mengungkapkan respons inflamasi yang signifikan, menunjukkan bahwa lesi merupakan respons peradangan inkomplit, terutama hanya dengan hiperemia.Obat kumur yang mengandung klorheksidin glukonat sering mengurangi atau menghilangkan eritema dan mungkin diperlukan sebagai profilaksis untuk menghindari kekambuhan.b. Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP)

Lesi periodontal ini ditandai dengan nyeri tulang dalam yang menyeluruh, eritema yang signifikan yang sering dikaitkan dengan perdarahan spontan, dan destruksi cepat dan progresif dari perlekatan periodontal dan tulang.Destruksi bersifat progresif dan dapat menyebabkan hilangnya seluruh prosesus alveolaris di daerah yang terlibat.Ini adalah lesi yang sangat sakit dan dapat mempengaruhi asupan makanan oral, sehingga berat badan turun secara signifikan dan cepat.Pasien juga memiliki halitosis parah.Karena mikroflora periodontal tidak berbeda dari yang terlihat pada pasien sehat, lesi mungkin merupakan hasil dari respon kekebalan tubuh yang berubah pada infeksi HIV.Lebih dari 95% pasien dengan NUP memiliki jumlah limfosit CD4 kurang dari 200/mm3. Pengobatan terdiri dari obat kumur yang mengandung klorheksidin glukonat 0,12% dua kali sehari, metronidazol (250 mg per oral empat kali sehari selama 10 hari), dan debridemen periodontal, yang dilakukan setelah terapi antibiotik lebih dahulu.c. Bacillary Epithelioid Angiomatosis (BEA)

Lesi ini tampaknya unik untuk infeksi HIV dan secara klinis sulit dapat dibedakan dari Sarkoma Kaposi oral (KS).Karena keduanya dapat tampak eritematosis, massa lunak yang dapat berdarah pada manipulasi lembut, pemeriksaan biopsi dan histologi diperlukan untuk membedakan BEA dari KS. Bakteri patogen yang diduga sebagai etiologi, Rochalimaea henselae,dapat diidentifikasi menggunakan pewarnaan Warthin-Starry. Baik KS dan BEA secara histologis ditandai oleh saluran pembuluh darah atipikal, ekstravasasi sel darah merah, dan sel-sel inflamasi.Namun, sel spindel menonjol dan gambaran mitosis hanya terjadi pada KS.Eritromisin adalah terapi pilihan untuk BEA.d. Syphilis

Walau prevalensi infeksi sifilis telah meningkat secara signifikan selama dekade yang lalu, namun bukan merupakan penyebab umum dari ulserasi intraoral, meskipun pada infeksi HIV.Gambarannya tidak berbeda dari yang diamati pada orang sehat; berupa ulkus kronis, sulit sembuh, dalam, ulkus soliter; secara klinis sulit dibedakan dari tuberkulosis, infeksi jamur, atau keganasan.Pemeriksaan lapangan gelap mungkin menunjukkan Treponema.Reaktif plasma reagen (RPR) positif dan histologis ditemukanTreponema pallidum adalah diagnostik.Kombinasi pengobatan dengan penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin merupakan pilihan pengobatan, dosis dan durasi pengobatan tergantung pada ada atau tidaknya neurosifilis.

2.9. Penyakit Kardiovaskuler

2.9.1 Hipertensi

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah secara terus menerus baik tekanan sistolik, tekanan diastolik, maupun keduanya. Hipertensi adalah salah satu risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner dan yang paling penting sebagai faktor risiko terjadinya penyakit serebrovaskular.Hubungan antara hipertensi dan kelainan rongga mulut terjadi melalui efek samping obat antihipertensi.Manifestasi Klinis Oral. Xerostomia-kekeringan mulut dan lidah akibat pengambilan obat hipertensi. Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk saliva. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.

Reaksi likenoid- lesi berasal dari respon immune abnormal yang diperantarai sel-T dalam sel-sel epitel basal yang dikenali sebagai benda-benda asing karena adanya antigenitas permukaan selnya. Penyebab rusaknya sel basal yang diperantarai immun ini tidak Diketahui Pada lesi likenoid terdapat white striae atau papula seperti liken planus, lesi dapat terlihat ulseratif dengan adanya rasa peka terhadap rasa sakit serta lokasi yang paling sering adalah mukosa bukal.

Pembesaran gingival- peningkatan sintesa/produksi kolagen oleh fibroblast gingiva, pengurangan degradasi kolagen akibat diproduksinya enzim kolagenase yang inaktif dan pertambahan matriks non-kolagen, sebagai contoh glikosaminoglikans dan proteoglikans, dalam jumlah yang lebih banyak dari matriks kolagen.

Eritema multiform- Merupakan penyakit kulit dan membrana mukosa dengan tanda-tanda klinis yang luas, gangguan inflamasi akut, sering berulang dan merupakan reaksi hipersensitifitas yang berdampak pada jaringan mukokutaneus yang dapat menyebabkan beberapa jenis lesi kulit, maka dinamakan multiforme.

Angiodema- pembengkakan pada lapisan dermis, jaringan subkutaneus atau submukosa yang mempengaruhi setiap bagian tubuh terutama kelopak mata, bibir, lidah, dan bahkan jaringan dari dasar mulut yang dapat menyebabkan terbentuknya edema laring.

Sindrom mulut terbakar- gejala dan karakteristik rasa sakit dan rasa terbakar pada salah satu atau beberapa struktur rongga mulut dengan atau tanpa adanya perubahan klinis di rongga mulut. Gangguan ini ditandai dengan adanya rasa terbakar atau rasa gatal pada ujung dan lateral lidah, bibir, dan palatum anterior, dan terkadang dikaitkan dengan perubahan pengecapan dan mulut kering.

Klasifikasi dari SMT berdasarkan gejalanya dapat dibagi menjadi 3 tipe sebagai berikut :

1. SMT tipe 1 : Rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun pagi hari tetapi akan terasa bila hari telah siang.

2. SMT tipe 2 : Rasa terbakar dirasakan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan menetap sampai penderita tidur lagi.

3. SMT tipe 3 : Rasa terbakar hilang timbul dan menyerang tempat-tempat yang tidak umum, seperti dasar mulut dan tenggorokan.

Dysgeusia (Gangguan Pengecapan)- Dysgeusia juga dihubungkan dengan ageusia, yaitu hilanganya kemampuan dalam pengecapan, dan hypogeusia, yaitu menurunnya kemampuan dalam pengecapan.

Patofisiologi. Pengambilan obat antihipertensi mengakibatkan,terjadi perubahan pada sistemik contohnya diuretik dan ACE-inhibitor kuat yang menghambat reabsorpsi air sehingga terjadi kekurangan cairan dan eleltrolit tubuh dan mengakibatkan xerostomia,dysgeusia,likenoid dan angioedema .Antihipertensi juga mengubah struktur mukosa dan meningkatkan produksi kolagen dalam mulut sehingga terjadi pembesaran gingival.Selain itu,keadaan imum tubuh akan terganggu akibat pengambilan obat yang berlebihan membuat eritema multiform terjadi sebagai reaksi hipersensitifitas imunitas dari tubuh ditandai dengan hadirnya sel-sel efektor sitotoksik dan CD8+ limfosit T pada epitel yang menyebabkan apoptosis dari keratinosit sehingga sel menjadi nekrosis.1Penatalaksanaan.Konsul ke dokter speasialis mengenai efek samping obat pada rongga mulut,mengurangi dosis atau menukar obat ke obat yang tidak ada efek samping.Menjaga kebersihan mulut dengan mengosok gigi dan berkumur. Mengambil antiobiotik untuk meningkatkan imum tubuh agar penyakit ulser dan lain dapat diatasi.

PAGE 32