bab II(1)

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif (G. Shevla, 1985). Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium : H + + H 2 O → H 3 O + Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer : Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia, merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida : Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi tak ada I-1

description

bab 2

Transcript of bab II(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKAII - 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar TeoriZat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif (G. Shevla, 1985).Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :H+ + H2O H3O+Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer :

Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia, merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :

Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif (G. Shevla, 1985).Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia zaman dulu (G. Shevla, 1985).Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Caranya dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan penetesan dihentikan pada saat jumlah mol H+ setara dengan mol OH-. Pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik ekuivalen. Cara seperti ini disebut titrasi, yaitu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang diperlukan untuk bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Analisis ini disebut juga analisis volumetri, karena yang diukur adalah volume larutan basa yang terpakai dengan volume tertentu larutan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang akan dititrasi dimasukkan ke dalam gelas kimia (erlenmeyer), dengan mengukur volumnya terlebih dulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekuivalen dipakai indikator yang perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi perubahan warna itu disebut titik akhir (Syukri, S. 1999).Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil : Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui. Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat mungkin (Sastrohamidjojo, 2005) Proses titrasi asam-basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi. Kurva TitrasiLarutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva (Khopkar, 2003).Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan atau basa diantaranya:Asam kuat dan basa kuatReaksi untuk titrasi asam kuat-basa kuat adalahH+ (c) + OH- (c) H2OUntuk menghitung [H+] pada titik tertentu dalam titrasi, kita harus menentukan jumlah H+ yang tetap tinggal pada titik tersebut dibagi dengan volume total larutan.

(Hardjono. 2005)Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu (Meyliana W, 2012).Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya. Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen (Meyliana W, 2012).Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi asidi-alkalimetri.Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator disebut sebagai titik akhir titrasi (Anonim, 2009).Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin.

Asam kuat dan basa lemahMeskipun istilah penetralan lazim digunakan untuk reaksi apa saja antara asam dengan basa, tak selalu akan dihasilkan larutan yang benar-benar netral. Memang larutan netral hanya diperoleh bila asam dan basa itu sama kuatnya.Pada hakekatnya titrasi basa lemah dengan asam kuat dapat dipahami seperti cara kerja sebelumnya. Yang perlu diperhatikan adalah tentang komponen utama dalam larutan dan kemudian memutuskan apakah reaksi terjadi menuju sempurna (Keenan, dkk. 1984).Asam lemah dan basa kuatReaksi dalam larutan air dari asam lemah seperti asam asetat, HC2H3O2, dengan basa kuat NaOH dapat dinyatakan oleh persamaan berikut:PemaparanHC2H3O2 + NaOH NaC2H3O2 + H2OlamaPemaparanHC2H3O2 + Na+ + OH- Na+ + C2H3O2- + H2ObaruLarutan natrium asetat yang dihasilkan agak bersifat basa, karena ion asetat berfungsi sebagai basa dalam larutan air (Keenan, dkk. 1984).Asam lemah dan basa lemahSebagai contoh akhir dari penetralan, perhatikan reaksi dalam larutan air dari asam asetat yang lemah itu dengan basa lemah amonia. Larutan amonium asetat, yang dihasilkan, praktis netral. Ini karena kuat asam ion NH4+ tepat diimbangi oleh basa kuat dari ion C2H3O2-.Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya, akan menghasilkan larutan netral. Asam dan basa yang bereaksi dapat keduanya kuat maupun keduanya lemah. Indikator Asam BasaIndikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar, 2003).Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas (Sastrohamidjojo, 2005).Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein, sering disingkat PP, adalah sebagai berikut :

tak berwarnamerah PPbasa konjugat PPdalam bentuk asam (HIn) dalam bentuk basa (In-)

II. 2 Aplikasi IndustriSINTESIS NANO ZnO YANG DIEMBANKAN PADA ABU VULKANIK UNTUK KATALIS FOTODEGRADASI DIKLORO DIFENIL TRIKLOROETANAPertiwi Ayu Pamuji Kurniatun*), Sri Kadarwati, dan Sigit Priatmoko

II.2.1 PendahuluanSalah satu masalah lingkungan hidup yang berkaitan dengan farmakologi adalah penggunaan pestisida. Tidak bisa dipungkiri bahwa pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pestisida merupakan zat kimia yang digunakan untuk membunuh hama dan penyakit. Pada penelitian ini, jenis pestisida yang diteliti adalah jenis insektisida. Beberapa jenis insektisida yang dilarang oleh pemerintah dan yang sulit untuk didegradasi/terurai yaitu dikloro difenil trikloroetana (DDT), monokhrotofos, dan endrin. Meskipun dilarang oleh pemerintah dan berbahaya, jenis insektisida tersebut masih digunakan oleh petani untuk membunuh hama pada pertanian dan masih diperoduksi secara ilegal. Limbah DDT yang telah digunakan dapat membunuh ekosistem mahluk hidup. Limbah cair yang berbahaya tersebut dapat didegradasi dengan beberapa cara yaitu oksidasi kimiawi, pembakaran termal, pirolisis, fotodegradasi, dan oksidasi fotokatalitik.Fotodegradasi merupakan pilihan dalam penelitian ini karena memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat dilakukan pada suhu kamar, menggunakan sumber foton berenergi rendah, dan pengelolaan limbah dapat dilakukan tanpa pengolahan lanjutan. Fotodegradasi ini menggunakan proses fotokatalisis dimana Jika suatu semikonduktor dikenai cahaya (foton) sebesar hv, maka elektron pada pita valensi akan mengabsorpsi energi foton tersebut dan pindah ke tingkat energi yang lebih tinggi yaitu pita konduksi. Sebagai akibatnya, elektron akan meninggalkan lubang positif (hole atau h+) pada pita valensi. Sebagian besar elektron dan hole berkombinasi kembali di dalam ruah semikonduktor dengan mengemisi kalor, sedangkan sebagian lagi tertahan pada permukaan semikonduktor.II.2.2 Metode PenelitianMagnetic stirrer (IKAMAG), oven, neraca analitik (Ohaus), X-Ray Diffraction (Siemens D-5000), Scanning Elektron Microscopy (SEM) (LEO 1530VP), Spektrofotometer UV-Vis Difusi Reflektansi (UV 1700 PHARMASPEC), sinar UV, Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu). Seng (II) nitrat tetrahidrat 99,0 %, hidrogen peroksida 30 %, litium klorida 99,95 %, methenamin, NH3 30,25 %, NaCl 99,5 %, AgNO3 buatan Merck. Aquades, abu vulkanik dari gunung Merapi Jawa Tengah, dan insektisida DDT(Agracarb).Abu vulkanik sebanyak 100 g ditumbuk dan diayak (100 mesh) kemudian dicuci dengan aquabides sambil diaduk selama 3 jam, disaring menggunakan corong bucher, dan dikeringkan dengan oven pada suhu 120oC selama 1 jam. Sampel kemudian dikeringkan dalam furnace pada suhu 400oC selama 1 jam. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan XRD dan DR-UV.Preparasi Pengembanan ZnO pada Abu vulkanik dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 5,23 g seng nitrat tetrahidrat dilarutkan dalam aquades sehingga mencapai konsentrasi 0,2 M kemudian ditambahkan methenamin dengan rasio konsentrasi 1:1. Hidrogen peroksida ditambahkan ke dalam campuran dan disonikasi pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan litium klorida 0,4 M (LiCl) ditambahkan ke dalam larutan tersebut, lalu disonikasi sampai melarut sempurna. Pada proses sonikasi suhu diturunkan dengan cara es batu di masukkan dalam Ultrasonic Cleaning Bath sehingga suhunya terjaga (25oC). Setelah itu, abu vulkanik ditambahkan ke dalam campuran dengan perbandingan 1:1 dan disonikasi kembali sampai larut sempurna selama 1 jam. Sampel kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 120oC selama 1 jam. Selanjutnya difurnace dengan suhu 400oC selama 4 jam. HasilII.2.3 Hasil dan PembahasanSEM-EDX pada ZnO/abu vulkanik dimana permukaan material abu vulkanik mempunyai pori relatif tinggi. Partikel yang homogen seperti ZnO yang berukuran kecil mendistribusi abu vulkanik yang memiliki poripori.Tabel 1. Hasil karakterisasi SEM-EDX

Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui morfologi kristal nano ZnO yang telah disintesis. Kristal yang diperoleh memiliki permukaan tidak rata yang disebabkan oleh adanya kristal yang mengalami disorientasi. Terjadinya interaksi antar kristal dan adanya pengaruh pengemban abu vulkanik menyebabkan pertumbuhan ZnO menjadi tidak sempurna. Hasil pencitraan ZnO dan ZnO/abu vulkanik ditunjukkan pada Gambar 1.II.2.4 KesimpulanBerdasarkan data yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa Katalis ZnO/Abu vulkanik yang telah disintesis memiliki ukuran rata-rata sebesar 68,8786 nm dan memiliki energi gap 3,4 eV, sedangkan katalis ZnO yang telah disintesis memiliki ukuran rata-rata sebesar 61,456 nm dan memiliki energi gap 3.2 eV. Untuk hasil uji degradasi DDT dengan lama penyinaran menggunakan sinar matahari dan sinar UV pada larutan DDT dengan katalis ZnO/abu vulkanik, ZnO, dan abu vulkanik, jumlah terdegradasi dari 1, 2, dan 3 jam semakin banyak. Pada uji jenis sinar pada katalis ZnO/Abu vulkanik untuk mendegradasi DDT lebih efektif dengan menggunakan sinar matahari dibandingkan dengan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm. Dimana efektivitas ZnO/Abu vulkanik pada DDT yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ZnO/Abu vulkanik memiliki dedradasi DDT kurang efektif dibandingkan ZnO.

I-1

Laboratorium Kimia AnalitProgram Studi D3 Tenik KimiaFTI-ITS