BAB II UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI...

26
BAB II UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI ILMU SHARAF MELALUI METODE HAFALAN KITAB TASHRIFAN Gordon Dryden dan Jeanete Vos dalam The Learning Revolution memberikan kiat praktis bagi guru, pelatih maupun para pelajar agar mampu mengingat seluruh poin utama buku karyanya tersebut. Caranya, bagi guru atau pelatih harus mengkopi halaman-halaman poster kemudian mencetaknya di atas kertas poster berwarna cerah lalu memajang poster-poster tersebut di dinding sebagai pengingat poin-poin utama secara permanen. Kepada para pelajar, keduanya merekomendasikan agar mereka membuat peta pikiran utama dari setiap bab yang mereka pelajari. 1 Konsep-konsep serupa juga diberikan oleh para pakar dan pemikir–pemikir teori belajar lainnya. 2 Artinya, para ilmuwan itu sependapat bahwa ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh itu harus bisa diingat dan dihafal dengan baik. Sebenarnya konsep belajar islami yang dipraktekkan oleh generasi salaf al shalihin maupun para generasi setelahnya juga sangat menekankan akan pentingnya menghafal pelajaran. Pada periode awal, para sahabat rata-rata mampu menghafal semua yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Mereka menghafal lafadz atau makna hadits dan memahaminya berdasar naluri mereka sebagai orang arab dan berdasar petunjuk dari ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah. Setelah menguasai semua itu mereka dengan gigih menyebarkan ajaran-ajaran suci tersebut kepada orang lain 3 . Tradisi yang indah tersebut berlanjut. Simak saja pernyataan Imam Syafi’i (150-204H) yang bereluh kesah tentang kemampuan menghafalnya yang buruk. Meskipun beliau telah mampu menghafal al Qur’an ketika berumur 7 tahun dan kitab Muwaththa’ ketika berumur 10 tahun. 1 Gordon Dryden dan Jeannette Vos, The Revolution Learning, dalam A. Baiquny, Revolusi Cara Belajar, (Bandung: Kaifa, 2002) hlm. 7 2 Ibid., hlm. 166 3 Abu Syuhbah, Muhammad, Fi Rihabi al Sunnah al Kutub al Shihahi al Sittah, dalam Utsman, ahmad, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 19-21

Transcript of BAB II UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI...

BAB II

UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI ILMU SHARAF

MELALUI METODE HAFALAN KITAB TASHRIFAN

Gordon Dryden dan Jeanete Vos dalam The Learning Revolution memberikan

kiat praktis bagi guru, pelatih maupun para pelajar agar mampu mengingat seluruh

poin utama buku karyanya tersebut. Caranya, bagi guru atau pelatih harus

mengkopi halaman-halaman poster kemudian mencetaknya di atas kertas poster

berwarna cerah lalu memajang poster-poster tersebut di dinding sebagai pengingat

poin-poin utama secara permanen. Kepada para pelajar, keduanya

merekomendasikan agar mereka membuat peta pikiran utama dari setiap bab yang

mereka pelajari.1 Konsep-konsep serupa juga diberikan oleh para pakar dan

pemikir–pemikir teori belajar lainnya.2 Artinya, para ilmuwan itu sependapat

bahwa ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh itu harus bisa diingat dan

dihafal dengan baik.

Sebenarnya konsep belajar islami yang dipraktekkan oleh generasi salaf al

shalihin maupun para generasi setelahnya juga sangat menekankan akan

pentingnya menghafal pelajaran. Pada periode awal, para sahabat rata-rata mampu

menghafal semua yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Mereka menghafal

lafadz atau makna hadits dan memahaminya berdasar naluri mereka sebagai orang

arab dan berdasar petunjuk dari ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.

Setelah menguasai semua itu mereka dengan gigih menyebarkan ajaran-ajaran

suci tersebut kepada orang lain3.

Tradisi yang indah tersebut berlanjut. Simak saja pernyataan Imam Syafi’i

(150-204H) yang bereluh kesah tentang kemampuan menghafalnya yang buruk.

Meskipun beliau telah mampu menghafal al Qur’an ketika berumur 7 tahun dan

kitab Muwaththa’ ketika berumur 10 tahun.

1 Gordon Dryden dan Jeannette Vos, The Revolution Learning, dalam A. Baiquny, Revolusi

Cara Belajar, (Bandung: Kaifa, 2002) hlm. 7 2 Ibid., hlm. 166 3 Abu Syuhbah, Muhammad, Fi Rihabi al Sunnah al Kutub al Shihahi al Sittah, dalam

Utsman, ahmad, Kutubus Sittah, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 19-21

فارشدين اىل ترك املعاصى : شكوت اىل وكيع سوء حفظى

ونور اهللا ال يهدى لعاصى : فإن احلفظ فضل من اله

Aku mengadu kepada Tuan waki’ tentang buruknya hafalanku, kemudian beliau memberiku petunjuk agar aku meninggalkan maksiat.

Karena hafalan adalah anugerah Ilahi, dan anugrah Allah tidak diberikan kepada orang yang durhaka.4

Imam Bukhori yang selama 16 tahun perjalanan sucinya mencari hadits Nabi

melintasi Makkah, Madinah, Syam, Baghdad, Wshit, Basrah, Kufah, Mesir, Mary,

Asqalan, Rei, Naisabur, Himsha, Khurasan dan masih banyak lagi negeri yang

lainnya mampu mengahfal 600 ribu hadits yang diriwayatkan oleh sekitar 1080

perawi. Dari sekian banyak hadits tersebut sekitar 6000 diantarnya adalah hadits

shohih. 5

Metode hafalan adalah metode yang paling efektif diterapkan bagi para

pemula dalam setiap mata pelajaran. Mengingat pentingnya hafalan materi-materi

pelajaran maka para ulama’ salaf al shalihin menciptakan nadham-nadham dalam

berbagai wilayah disiplin ilmu. Bahkan Imam al Bushiry menciptakan Qashidah

al Burdah, nadham yang berisi tentang pujian dan kerinduannya kepada sang

kekasih, Rasulullah SAW. Dewasa ini banyak kita jumpai metode-metode

praktis untuk belajar membaca dan menulis al-Qur’an. Inti dari metode-metode

tersebut adalah untuk memudahkan para pelajar mengingat dan menghafal materi

yang harus dikuasai secara tidak sengaja. Pada waktu dulu seorang guru

matematika sering membuat titian Kali Banggi Tambak Urang6 untuk

menancapkan ingatan murid-muridnya tentang perkalian, pembagian,

penambahan dan pengurangan.

Upaya-upaya tersebut jelas-jelas menekankan tentang pentingnya seorang

siswa menghafal materi pelajaran yang harus dikuasai baik secara langsung

4 Ibid. baca juga Ibrahim bin Isma’il, Syrh Ta’lim alMuta’allima, (Indonesia, Dar Ihya’), hlm.

41 5 AlMihrab, edisi ke-16, Tahun ke-2, 2005, Hlm. 28-29 6 Kali Banggi Tambak Urang, titian ini sering digunakan oleh guru-guru matematika di daerah

Kab. Rembang dan sekitarnya. Banggi yang dimaksud adalah Pasar Banggi, sebuah desa yang terletak sekitar 5 KM di sebelah timur kota Rembang.

maupun tidak, disengaja maupun tidak, bahkan paham maupun tidak. Dalam

konteks yang lain Imam ghazali merekomendasikan agar penanaman nilai-nilai

aqidah bagi anak-anak dimulai dengan proses menjadikan mereka menghafal

aqidah-aqidah tersebut. Seiring bertambahnya usia dan kematangan pikiran,

mereka akan mampu menemukan makna hafalan tersebut sedikit demi sedikit.

Menurut Ghazali fase-fase penanaman aqidah tersebut adalah menghafal,

memahami, beriktikad, meyakini, kemudian membenarkan ajaran aqidah-aqidah

tersebut. Semua itu adalah hal-hal yang mampu dikuasai anak-anak tanpa perlu

bukti dan argumentasi.7

Kitab Tashrifan adalah kitab yang dirancang untuk memudahkan para santri

pemula dalam mencamkan, mengingat dan menghafalkan materi ilmu sharaf.

Penerapan metode pembelajaran, pendekatan guru terhadap para santri dan

kemampuan mereka dalam mengelola kelas menjadi faktor internal yang sangat

mempengaruhi tingkat keberhasilan pemahaman para santri.

Dalam penelitian ini yang ingin dicapai adalah bagaimana meningkatkan

penguasaan santri terhadap materi mata pelajaran ilmu sharaf dengan menghafal

kitab Tashrifan. Sebagimana diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa

salah satu karakter kitab Tashrifan adalah mudah dilagukan. Dan dalam relitas

nyata nyanyian atau lagu-lagu lebih mudah dihafal dari pada cerita atau prosa.

Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah kemampuan guru dalam

menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, menyenangkan dan mampu

menggairahkan kontinuitas santri untuk aktif dalam pembelajaran di kelas dan

belajar di rumah. Tanpa bermaksud menutup mata dari adanya faktor-faktor lain

yang saling terkait seperti kurang layaknya sarana dan prasarana fisik maupun non

fisik, meningkatkan kemampuan guru sebagai sutradara dan aktor dalam proses

belajar mengajar adalah hal yang urgen.

Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membuktikan kembali

evektinitas metode hadalan dalam meningkatkan penguasaan santri terhadap mata

pelajaran ilmu sharaf.

7 Al Ghazali, Ihya’ Ulum al Din, Juz I, (Beirut: Dar al Fikr, 1996), Hlm. 123

A. Upaya Meningkatkan Penguasaan Materi Ilmu Sharaf

1. Pengertian Ilmu Sharaf

Dalam mukadimah Unwan al Dharf, sang mushannif mendefinisikan

bahwa sharaf adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan kerangka

kalimat-kalimat selain I’rab.8 Al jurjany dalam at Ta’rifat menerangkan

bahwa sharaf adalah ilmu untuk mengetahui beberapa keadaan kalim dari

segi I,lal.9 Menurutnya, I’lal adalah perubahan huruf ‘illat (wau, alif dan

ya’) untuk meringankan, untuk meringankan hamzah, atau mengganti satu

huruf dengan huruf yang lain demi meringankan atau memudahkan

pengucapan.10

Dalam redaksional yang lain disebutkan bahwa I’lal adalah perubahan

huruf illat untuk meringankan. Yang tergolong kedalam kategori I’lal

adalah (mengganti huruf ‘illat dengan yang lain), alhadzf (membuang

huruf ‘illat) dan al-iskan (mematikan, mensukun atau memberi syakal

sukun pada huruf ‘illat).11

Kalim adalah isim jinis jama’ yang bagian-bagiannya satu persatu

disebut kalimat.12 Artinya, kalim adalah bentuk jamak dari kalimat, baik

kalimat isim, kalimat fi’il maupun kalimat huruf. Sebagaimana

disinggung dalam bab pertama nadhm Alfiyah karya Imam Ibn Malik:

واسم وفعل مث حرف الكلم : كالمنا لفظ مفيد كاستقم

وكـلمة ا كـالم قد يؤم : واحده كـلمة والقول عم

Menurut pendapat kita, kalam adalah suatu lafadz yang berfaidah seperti kata “istaqim”. Kalimat Isim, kalimat fi’il kemudian kalimat huruf adalah disebut komponen kalim. Bentuk tunggal kalim adalah

8 Ibn Abdur Rozzaq, Harun, Unwan al Dharf, (Surabaya: Maktabah Salim Nabhan, tt), Hlm. 3 9 Al Jurjany, At Ta’rifat, (Beirut: Dar al Kutb al Ilmiyah, 1988), hlm.133 10 Ibid., hlm. 31 11 Hidayatul Mubtadi’in, Al I’lal al Ishthilahy Wa al Lughawy, (Kediri, Lirboyo : HMM, 1992),

Hlm. 2 12 As Suyuthy, Bahjat al Mardliyah, (Surabaya: Al Hidayah, tt), Hlm.3

kalimat, sedangkan qaul itu sifatnya umum; Terkadang yang dimaksud kalimat adalah kalam.13

Menurut Imam Ibn Aqil, kalim adalah isim jinis yang bentuk

tunggalnya disebut kalimat. Kalimat bisa berupa kalimat isim (kata

benda), kalimat fi’il (kata kerja), dan kalimat huruf14.

Dalam Milhat al I’rab Imam Jamaluddin Al Hariry mendefinisikan bahwa:

حنو سعى زيد وعمرو متبع : حد الكالم ما أفاد املستمع

اسم وفعل مث حـرف معىن : ونوعه الذى علـيه يبـىن

Definisi kalam adalah hal-hal yang bisa memberikan manfaat

kepada pendengar, seperti (سعى زيد) dan (عمرو متبع). Macam-

macam perkara yang membentuk kalam adalah: isim, fi’il kemudian huruf yang bermakna.15

Kalimat isim adalah kalimat yang pantas dimasuki huruf jar, kalimat

fi’il adalah kalimat yang pantas kemasukan (سوف ), (سني) yang bermakna

saufa, dan ta’ mutakallim serta ta’ mukhathab. Sedangkan kalimat huruf

karakteristiknya adalah ia tidak memiliki alamat (ciri khas) yang dimiliki

oleh kalimat isim dan kalimat fi’il.16

Kalimat isim dapat disebut pula sebagai kata benda. Sedang kalimat

fi’il adalah kata kerja sebagaimana definisi yang diberikan oleh al Fakihy

bahwa menurut lughat, kalimat fi’il berati pekerjaan yang ditimbulkan

oleh fa’il (subyek).17 Sedang huruf dibagi menjadi dua: huruf ma’any dan

huruf mabany. Huruf ma’any adalah kalimat-kalimat huruf yang tercipta

sepadan dengan kalimat isim dan kalimat fi’il (sama-sama bermakna).

13 Ibn Malik, Nadhm Alfiyah, (Surabaya: Al Hidayah, tt), hlm. 3 14 Ibn Aqil, Syarh Alfiyah Ibn Malik, (Surabaya: Al Hidayah, tt), hlm. 3 15 Al Hadlrromy, Al Hariry, Jamaluddin, Milhat al I’rab, ( Surabaya: Al Hidayah), hlm. 3 16 Al Hadlromy, Muhammad Ibn Muhammad Bahraq, Tuhfat al Ahbab, (Surabaya, Al

Hidayah,), Hal 3-4 17 AlFakihy, Hamsy Tuhfat al Ahbab, (Surabaya: Al Hidayah ) Hlm. 3

Sedang huruf mabany adalah huruf hijaiyah yang membentuk kalimat-

kalimat.18

Sharaf sering pula disebut tashrif. Al sharf dan al tashrif keduanya

adalah masdar dari sharafa (صرف) ra’ tidak bertasydid dan sharrafa

ra’ bertasydid. Keduanya dalam term bahasa arab berfungsi (صرف)

untuk memindahkan dan merubah.19 Tashrif menurut lughat berarti

perubahan (apapun bentuknya). Oleh para pakar ilmu sharaf, tashrif

diartikan sebagai perubahan satu bentuk asli ke dalam beberapa turunan

yang beraneka ragam demi tercapainya sebuah makna baru yang hanya

bisa dicapai dengan perubahan tersebut20. Bentuk asli yang dimaksud

menurut ulama’ Kufah adalah fi’il Madly sedang menurut ulama’ Bashrah

adalah mashdar21.

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

ilmu sharaf berfungsi untuk mengetahui perubahan-perubahan satu bentuk

lafadz ke lafadz lainnya dengan tujuan-tujuan tertentu, baik untuk

memudahkan pengucapan maupun demi tercapainya makna baru yang

tidak bisa dicapai tanpa perubahan tersebut.

2. Materi Pelajaran Ilmu Sharaf

Disamping membicarakan tentang pokok-pokok tashrif isthilahy dan

lughawy, dalam pelajaran ilmu sharaf dikenal beberapa istilah yang

menjadi ciri khas ilmu sharaf. Istilah tersebut antara lain: wazan, mauzun,

bina’, shighat, tsulatsi, ruba’I, khumasi, maujarrad, mazid dan mulhaq

serta istilah-istilah yang telah tersebut pada bab awal tulisan ini.

Wazan berarti timbangan, atau pola yang harus diikuti oleh mauzun.

Mauzun adalah lafadz yang bentuk dan polanya mengikuti bentuk dan pola

18 Al Hadlromy, Muhammad Ibn Muhammad Bahraq, Hamsy Tuhfat al Ahbab, (Surabaya:

AlHidayah) Hlm.3 19 Ibn Muhammad Harun, Ta’liq Unwan al Dharf, ( Surabaya: Maktabah Salim Nabhan, tt),

Hlm. 3 20 Al’Azzy, Matn al Tashrif, (Surabaya: Al Hidayah,tt), hlm.2 21 Al Kailany, Syarh Matn al Tashrif, (Surabaya : Al Hidayah), hlm. 2

wazan. Wazan dan mauzun adalah dua hal yang berbeda namun tidak bisa

dipisahkan satu sama lain, seperti halnya siang dan malam, laki-laki dan

perempuan.

Bina’ adalah kerangka kata yang berupa huruf-huruf hijaiyah. Shighat

adalah kedudukan suatu lafadz dalam suatu susunan kalimat, apakah dia

sebagai fi’il madly, mudlari’, fa’il atau isim isyarah atau yang lainnya.

Tsulatsi, ruba’I, khumasi berasal dari kata tsalatsatun, arba’atun, dan

khamsatun yang berarti tiga, empat dan lima. Tsulatsi adalah fi’il madly

atau masdar yang terdiri dari tiga huruf, ruba’i terdiri dari empat huruf,

dan khumasi terdiri dari lima huruf.

Mujarrad adalah bentuk asli sebelum mengalami penambahan huruf

zaidah (tambahan), atau dan sebelum dikiaskan (diikutkan) ke wazan yang

lain untuk perubahan makna. Mazid adalah penambahan satu atau

beberapa huruf zaidah (tambahan) atas suatu lafadz yang masih asli.

Sedang mulhaq adalah mengkiaskan atau mengikutkan suatu bentuk lafadz

ke wazan lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan makna yang baru.

3. Teori Belajar

SDS (Spesific Diagnostic Studies) yang bermarkas di Rockville,

Maryland, Amerika Serikat mempublikasikan hasil uji kecenderungan

gaya belajar dari 5.300 responden yang terdiri dari siswa kelas 5 sampai

kelas 12 di sekolah-sekolah dasar dan menengah di Amerika serikat,

Hongkong dan Jepang bahwa 37% dari mereka cenderung menggunakan

gaya belajar haptik atau kinestetik, 34% cenderung ke gaya auditorial dan

29% lebih cenderung ke gaya visual. Lynn O’Brien direktur SDS

menerangkan bahwa kebanyakan pelajar sekolah dasar dan menengah

paling baik belajar ketika mereka terlibat dan bergerak, sementara orang

dewasa lebih suka belajar secara visual. Namun kebanyakan orang

mengkombinasikan ketiga gaya tersebut.

Para peneliti di SDS menyimpulkan bahwa ada tiga gaya belajar

utama, yaitu:

1. Pelajar haptik, yaitu orang yang belajar paling baik ketika mereka

terlibat, bergerak, mengalami, dan mencoba-coba. Kata haptik berasal

dari bahasa Yunani yang berarti bergerak bersama. Pelajar haptik

sering disebut juga pelajar kinestetik.

2. Pelajar Visual, yang belajar paling baik ketika mereka melihat

gambar-bambar yang mereka pelajari. Sebagian kecil dari mereka

berorientasi pada teks yang tercetak, dan dapat belajar melalui

membaca.

3. Pelajar Auditorial, yang belajar paling baik melalui suara, musik dan

berbicara.

Disamping teori yang dikemukakan oleh SDS tersebut masih ada teori-

teori belajar lainnya. Antara lain:

a. Teori Conditioning, yang sering disebut teori simple conditioning atau

Continguity, yaitu teori yang menekankan bahwa belajar terdiri atas

pembangkitan respon dengan stimulus yang pada mulanya bersifat

netral atau tidak memadai. Teori ini dikembangkan oleh B.F. Skinner.

b. Teori S-R Bond, yang menerangkan bahwa proses belajar pada

manusia pada hakikatnya mengikuti prinsip yang sama dengan yang

terjadi pada hewan. Proses belajar tersebut merupakan suatu bentuk

perubahan prilaku yang dapat diamati yang terjadi melalui hubungan

rangsangan-jawaban menurut prinsip-prinsip yang mekanistik. Teori

yang dikemukakan oleh E.L. Torndike ini mengemukan tiga hukum

primer tentang proses belajar, yaitu: hukum kesiapan, hukum latihan

dan hukum akibat.

c. Teori Field, yang dirumuskan sebagai penolakan atas teori

conditioning. Teori ini menekankan pada keseluruhan dari bagian-

bagian, bahwa bagian-bagian itu berhubungan erat dan saling

bergantung satu dengan yang lain. Field Theory yang terkemuka

adalah psikologi Gestalt. Teori ini memandang bahwa tugas-tugas

sekolah harus cocok dengan pengalaman dan pemahaman siswa.

Kegagalan sering terjadi karena: tugas terlalu sulit bagi siswa untuk

mencapai insigh, dan keterangan dari guru tidak cukup jelas.

d. Teori hafalan, teori ini sebenarnya merupakan teori belajar yang

paling tua. Sebelum alat tulis menulis ditemukan manusia mewariskan

ilmu dan pengetahuannya kepada generasi berikutnya dengan cara

hafalan. Dalam The Revolution Learning, Dryden Dan Vos

merekomendasikan kiat-kiat mudah mengingat dan menghafal bagi

guru dan murid.22 Unik dalam 10 Cara Pintar Dan Efektif

menyarankan agar siswa sudah paham materi yang akan dihafalkan

secara garis besar sebelum ia menghafalkannya. Dengan demikian

mereka bisa mengingat kata-kata kunci dari materi-materi yang harus

dihafal23. Hisamuddin memerintahkan anaknya agar menghafalkan

sedikit dari ilmu dan hikmah setiap hari. Karena sekarang yang dihafal

memang baru sedikit tapi lama-lama akan menjadi banyak.24

Dalam hal belajar ilmu sharaf dengan bahan ajar kitab Tashrifan

teori-teori belajar tersebut dimaksudkan sebagai acuan dasar untuk

menetapkan metode pembelajaran yang harus ditetapkan oleh guru

untuk meningkatkan motivasi belajar, menghafal dan memahami ilmu

sharaf.

Ada beberapa metode menghafal yaitu ; wahdah, kitabah, sima’i,

gabungan dan jama’i.

4. Prinsip Pembelajaran

Secara garis besar metode pembelajaran dibedakan menjadi dua

bagian, yaitu: metode konvensional dan metode non konvensional. Metode

konvensional merupakan metode mengajar yang lazim digunakan oleh

guru atau sering disebut metode tradisional. Sedang metode

inkonvensional adalah metode yang baru berkembang dan belum banyak

22 Dryden Gordon dan Jeanette Vos, Lok. Cit. 23 Unik, 10 Cara Pintar Dan Efektif, (Smg: Suara Merdeka, 2006), Edisi Minggu, 9 april 2006,

Hlm. 20 24 Al Zarnuji, op.cit., Hal 38

digunakan secara umum, misalnya metode yang diterapkan oleh sekolah

yang sarana-prasarananya langka dimiliki oleh sekolah yang lain.25

Diantara sekian banyak metode konvensional, metode drill (direct

methode) memiliki karakteristik yang unik. Karakteristik itu menurut

Winarno Surachmad sebagaimana dikutip oleh Usman adalah terletak pada

tujuan dilakukannya drill, yaitu untuk memperoleh ketangkasan atau

ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari. Karena hanya dengan

melakukannya secara praktis maksud suatu pengetahuan tertentu dapat

disempurnakan dan disiap-siagakan.26

Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan metode

latihan siap atau drill yaitu;

Pertama, kesadaran bahwa pengertian belajar bukan berarti pengulangan

yang sama persis dengan apa yang telah diperoleh siswa tetapi terjadinya

suatu proses belajar dengan adanya situasi yang berbeda dari pengaruh

latihan yang pertama. Dengan demikian maka latihan kedua, ketiga dan

seterusnya akan lain bentuk dan sifatnya.

Kedua, Situasi belajar itulah yang mula-mula harus diulangi untuk

mendapat respon dari siswa. Bila siswa dihadapkan pada berbagai situasi

belajar maka dalam diri mereka akan timbul alasan untuk memberikan

respon sehingga mendorong mereka untuk melatih ketrampilannya. Jika

situasi tersebut dapat diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut siswa

untuk menyesuaikan perubahan respon maka ketrampilan siswa akan dapat

lebih disempurnakan.

Ketiga, suatu drill harus dimulai dari hal-hal yang mendasar agar siswa

betul-betul mengerti apa yang telah dan akan mereka lakukan, sehingga

diperoleh ketrampilan yang diinginkan

Efektifitas suatu metode pembelajaran sangat bergantung atas

karakteristik kemampuan yang diharapkan lahir dari proses belajar

25 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),

Hlm.33 26 Ibid., hlm.55

mengajar tersebut. Metode drill sangat efektif jika digunakan untuk

memperoleh:

- Kecakapan motorik seperti mengulas, menghafal, membuat alat-alat,

menggunakan mesin/alat, permainan dan atletik.

- Kecakapan mental, seperti melakukan perkalian, menjumlah,

mengenal tanda-tanda/simbol dan sebagainya.

- Asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan,

penggunaan simbol, membaca peta, dan sebagainya.

Dalam pengajaran dengan metode drill seorang guru harus mengetahui

sifat kecakapan itu sendiri, seperti:

- kecakapan sebagai penyempurnaan dari suatu arti dan bukan sebagai

hasil proses mekanis semata-mata.

- kecakapan tersebut dikatakan tidak benar jika hanya menentukan suatu

hal yang rutin yang dapat dicapai dengan pengulangan yang tidak

menggunakan pikiran, sebab dalam kenyataannya, bertindak atau

berbuat sesuatu harus sesuai dengan situasi dan kondisi.

Untuk memperoleh kecakapan dengan metode drill ini ada dua fase :

- fase integratif, dimana persepsi dari arti dan proses dikembangkan.

Pada fase ini belajar kecakapan dikembangkan menurut praktek yang

berarti sering melakukan hubungan fungsional dan aktifitas

penyelidikan.

- Fase penyempurnaan, atau fase penyelesaian dimana ketelitian

dikembangkan. Dalam fase ini diperlukan ketelitian yang dapat

dikembangkan menurut praktek yang berulang kali. Dalam hal ini

variasi praktek yang dikembangkan bertujuan untuk mendalami arti

bukan ketangkasan. Sedangkan praktek yang sering dilakukan

bertujuan mempertinggi efisiensi bukan untuk mendalami arti.

Prinsip-prinsip yang diperhatikan dalam menggunakan metode drill antara

lain :

- Drill hanyalah untuk bahan atau perbuatan yang otomatis.

- Latihan harus memiliki makna dalam rangka yang lebih luas, yakni :

a. sebelum melaksanakan latihan siswa perlu mengetahui terlebih

dahulu arti latihan tersebut;

b. siswa perlu menyadari bahwa latihan-latihan itu berguna bagi

kehidupan mereka kelak;

c. siswa perlu mempunyai sikap bahwa latihan itu diperlukan untuk

melengkapi belajar.

Latihan-latihan tersebut pertama-tama harus ditekankan pada

diagnosa :

1. Pada taraf permulaan jangan diharapkan reproduksi yang

sempurna;

2. Dalam percobaan kembali harus diteliti kesulitan yang

menimbulkan respon yang benar yang akhirnya harus dikenal

siswa .

3. Siswa memerlukan waktu untuk variasi latihan, perkembangan

arti dan kontrol.

4. Pertama kali yang harus ditekankan adalah ketepatan,

kemudian kecepatan, dan akhirnya keduanya harus dimiliki

oleh siswa.

5. Masa latihan harus relatif singkat dan sering dilakukan latihan-

latihan lanjutan.

6. Kondisi latihan harus menarik minat siswa dan dalam susana

yang menyenangkan.

7. Harus mendahulukan proses yang bersifat fundamental

daripada yang bersifat sekunder.

d. Proses latihan juga harus memperhatikan perbedaan kemampuan

individual.

Metode drill adalah salah satu metode yang dianggap paling efektif untuk

pembelajaran bersama di kelas dengan metode hafalan kitab Tashrifan.

5. Upaya Meningkatkan Penguasaan

Keberhasilan belajar seseorang tak bisa lepas dari dua hal: minat dan

bakat. Keduanya adalah gejala fisik dan jiwa yang selalu bertalian. Dalam

kehidupan, minat lebih dominan daripada bakat. Seseorang dengan bakat

tertentu tak akan bisa mengembangkan bakatnya tanpa memiliki minat

untuk itu. Namun, seseorang dengan bakat pas-pasan akan berusaha

mengeksplorasi kemampuannya demi mencapai sukses karena minat untuk

itu sangat kuat.

Dalam pengelolaan kelas seorang guru harus mampu untuk selalu

meyegarkan minat para siswanya. Kemampuan ini sangat penting karena

kecenderungan siswa untuk merasa cepat bosan terhadap apa yang

dihadapi dan terbatasnya kemampuan organ manusia. Dalam Ta’lim al

Muta’allim, Imam az Zarnuji menuturkan bahwa Sahabat Ibnu Abbas RA

jika merasa bosan dengan materi ilmu kalam beliau berseru :”bawa

kemari buku-buku syair para penyair!”. Imam Muhammad Ibn al Hasan

ketika belajar tidak pernah tidur malam dan selalu menghadapi buku-buku

yang ada didepannya. Ketika merasa bosan dengan salah satu buku dia

membaca buku lainnya. Beliau juga menyediakan air. Jika merasa

mengantuk mukanya dibasuh dengan air untuk menghilangkan kantuk27.

Untuk meningkatkan kembali minat mengikuti kegiatan belajar

mengajar dalam kelas guru perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :

- menunjukkan pentingnya materi pelajaran yang sedang disampaikan,

- menghubungkan pengetahuan atau pengalaman siswa dengan materi

yang sedang disampaikan

- memotivasi siswa agar melakukan kompetisi belajar yang sehat

- Berusaha menghindarkan hukuman, dan dapat memberikan hadiah

secara bijaksana.

John A Barr dalam The Elementary Teacher and Guidance

sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahib menyimpulkan bahwa faktor-

faktor penyebab hilangnya minat adalah :

27 Az Zarnuji, op.cit., hlm.36

- Kelainan jasmaniah pada mata, telinga, atau bagian organ tubuh

lainnya yang sangat mempersukar anak dalam mengikuti pembelajaran

atau menjalankan tugas.

- Pelajaran yang kurang menarik karena tidak memenuhi kebutuhan

keingintahuan anak.

- Ada masalah atau kesukaran kejiwaan. Dalam hal ini dimanapun anak

akan menunjukkan gejala yang sama, yaitu menunjukkan minat atau

memberi perhartian yang lebih besar terhadap sesuatu di luar kelas.

- Ada konflik pribadi antara orang tua dengan guru.

Karakteristik mata pelajaran ilmu sharaf dengan bahan ajar kitab

Tashrifan perlu diimbangi dengan kemampuan guru dalam menyajikannya

di kelas. Metode drill hafalan yang digunakan harus dikemas sedemikian

rupa sehingga para santri tidak merasa jemu, tetap tertarik dengan mata

pelajaran ini, serta merasa termotivasi untuk menguasainya. Dengan

demikian maka sangat diharapkan agar nantinya di luar kelaspun mereka

mampu mengembangkan segala potensi yang dimiliki untuk bisa

menghafal dan memahami kitab Tashrifan.

Namun demikian, upaya tersebut sangat membutuhkan dukungan dari

berbagai pihak. Motivasi, perhatian dan bimbingan bahkan do’a restu dari

pihak-pihak terkait seperti guru mata pelajaran lain, orang tua, saudara dan

teman-teman sejawat sangat diperlukan untuk menumbuhkan iklim yang

kondusif, semangat menghafal dan hasrat ingin bisa memahami kitab ini.

B. Metode Hafalan Dalam Pembelajaran Kitab Tashrifan

1. Pengertian Metode Hafalan

Metode hafalan adalah metode belajar mengajar tertua di dunia.

Sebelum manusia mampu mengabadikan ilmu dan pengetahuannya lewat

tulisan dengan berbagai media yang ada, mereka mewariskan semua itu

kepada generasi berikutnya dengan metode ini. Hikayat-hikayat atau

cerita-cerita babad tanah jawa yang banyak dihafal oleh remaja pada era

tahun 1950an adalah salah satu contohnya. Kebanyakan dari mereka

adalah kaum tuna aksara. Mereka menguasai cerita-cerita tersebut karena

hafal.

Kata hafal berasal dari kata حفظ yang berarti ضيط الصور

)املدركة ) “kokohnya gambaran-gambaran yang ditemukan”. Sedangkan

aldlabth secara epistimologi berarti kokoh. Menurut istilah berarti

mendengarkan kalimat dengan serius, sebagaimana kata-kata tersebut

layak untuk didengarkan, memahami makna yang dikehendaki, kemudian

menghafalkannya dengan sekuat tenaga dan menahan hafalan tersebut

hingga tiba saatnya memberikan hafalan kalimat tersebut kepada orang

lain.28

Metode hafalan sangat erat hubungannya dengan dua hal yaitu:

mengingat dan lupa. Menurut Nana Syaodih belajar merupakan proses

menguasai makna dari suatu bahan pelajaran yang secara potensial

bermakna. Mengingat merupakan proses memelihara penguasaan sesuatu

makna baru. Sedang lupa merupakan kemunduran atau kehilangan

penguasaan suatu makna yang telah dikuasai.

Suatu konsep baru yang dipelajari oleh seseorang diingat untuk

beberapa saat dan sebagian ada yang terlupakan. Proses tersebut terjadi

dalam dua langkah:

pertama, penguasaan dan penyimpanan,

Suatu konsep yang dipelajari dengan cara yang bermakna dan

disatukan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif.

Interaksi konsep baru dengan konsep lama yang telah ada menimbulkan

suatu makna. Makna yang baru tersebut kemungkinan bisa merubah,

memperluas, mempersempit konsep yang telah ada. Tetapi, dalam

beberapa hal terkadang tidak mengubah konsep lama.

Dalam struktur kognitif suatu konsep baru tidak hanya berhubungan

dengan suatu konsep tetapi dengan beberapa konsep yang telah ada.

28 Ibid., Hlm. 137

Kekuatan hubungan dengan masing-masing konsep tidak selalu sama. Ada

yang kuat sekali, ada yang lemah sekali, disamping ada juga yang tidak

berhubungan sama sekali.

kedua, mengingat dan lupa.

Konsep-konsep baru yang kurang umum melalui periode waktu

bersatu dan berasimilasi dengan konsep-konsep yang telah ada. Keadaan

tersebut dapat menyebabkan terjadinya pengurangan makna karena

terjadinya pengurangan hubungan (reduksi). Karena proses asimilasi dan

reduksi tersebut berjalan spontan dan berangsur-angsur maka konsep-

konsep tersebut terlupakan.

Ada dua tingkat kritis untuk mengingat kembali konsep yang

terlupakan. Tingkat yang tertinggi berada pada tingkat yang berhubungan

dengan mengingat kembali (recall). Bila suatu konsep berada di bawah

tingkat recall maka santri tidak dapat mengingatnya kembali. Suatu

konsep yang berada di bawah tingkat recall mungkin masih terletak di atas

tingkat recognition. Sesuatu yang terlupakan sama sekali kalau dipelajari

kembali akan terjadi recognition.

Alhasil, ada tiga faktor yang mempengaruhi penguasaan kembali

konsep dari ingatan:

a. Kekuatan hubungan antara konsep yang telah ada dengan konsep baru

b. Efektifitas usaha untuk menguasai kembali konsep yang terlupakan,

baik yang memperkuat penguasaan kembali, maupun yang menghambat

lupa.

a. Macam penguasaan yang ada pada tingkat recall dan recognition.29

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Hafalan

Imam al Zarnuji menuturkan bahwa faktor-faktor yang memudahkan

seseorang dalam menghafal adalah: bersungguh-sungguh, tekun, sedikit

sarapan pagi, membiasakan shalat malam, membaca al qur’an, bersiwak,

meminum madu, memakan kandar dengan gula, memakan 21 butir anggur

29 Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-2, hlm. 139-140

merah setiap hari ketika lapar (bisa juga untuk menyembuhkan berbagai

penyakit), dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyebabkan

organ tubuh tidak banyak memproduksi lendir.30

Hal-hal yang melemahkan hafalan adalah; bermaksiat, banyak

melakukan dosa, dan banyak berduka nestapa.31 Adapun penyebab lupa

akan ilmu dan pengetahuan adalah: memakan kazbarah, buah yang belum

masak, delima yang masih masam, melihat perkara yang disalib, membaca

tulisan nisan, lewat diantara kelompok onta, membuang ketombe yang

masih hidup di tanah, hijamah pada pangkal leher bagian atas32.

Dari paparan tersebut dapat kita tarik sebuah hipotesis sementara

bahwa keberhasilan menghafal seseorang sangat dipengaruhi oleh minat,

bakat dan kondisi psikologis yang mempengaruhinya. Kondisi psikologis

yang mantap dan stabil akan mampu membangkitkan pengaruh-pengaruh

positif berupa timbulnya minat ingin hafal, ingin memahami kandungan

materi yang dipelajari, jiwa yang tenang sehingga nyaman untuk belajar

dan menghafal, serta mampu mengasah ketajaman spiritual, emosional dan

pikiran.

Minat, bakat dan kondisi psikologis seseorang sangat dipengaruhi

oleh makanan dan minuman yang dia konsumsi. Karena itu tak

mengherankan jika Dryden dan Vos mengutip dari berbagi sumber tentang

korelasi positif kwalitas makanan dengan kemampuan otak. Ada tiga

kutipan penting yang layak diketengahkan dalam tulisan ini. Pertama,

pendapan Brian dan Robert Morgan bahwa:” Anda adalah apa yang anda

makan”.33 Kedua, dari Richard M. Restak bahwa: “Kinerja otak sangat

bergantung pada kwalitas makanan Anda”.34 Ketiga, pendapat Colin Rose

tentang pengaruh makanan terhadap sistem transmisi sel otak.

Menurutnya, setiap satu dari 100 miliar sel otak (neuron) aktif Anda

30 az Zarnuji, op.cit., Hlm. 41-42 31 Ibid, hal 42. 32 Ibid, Hlm.43. 33 Dryden & Vos, op. cit., hlm. 134 34 Ibid., hlm. 138

menyimpan informasi pada ribuan dendritnya, seperti cabang-cabang

pohon.

Sel-sel itu lalu meneruskan informasi tersebut ke sel-sel lain dan

bagian-bagian tubuh yang lain melalui denyut-denyut listrik di sepanjang

jalur utama yang disebut akson (dari kata axle atau axis yang berarti

poros). Ketika ia mencapai sinapsis (penghubung celah) ke sel otak lain,

setiap denyut listrik itu memicu terjadinya reaksi kimia sebuah

neurotransmitter yang menyebrangi celah untuk mengirimkan pesan.

Setiap akson diselubungi oleh mielin yang bertindak sebagai

pembungkus (insulator). Semakin baik selubungnya semakin efisien

transmisi pesan tersebut berlangsung. Otak memilliki sedikitnya 70 jenis

neurotransmitter dan masing-masing dipengaruhi oleh makanan.

Seluruh sistem komunikasi ini dikelilingi oleh sel glial (dari kata

glue yang berarti lem) yang mengarahkan pembungkusan mielin dan

umumnya memelihara sel saraf aktif. Pengaturan makanan yang tepat juga

sangat penting untuk pemeliharaan ini.35

Islam sangat menganjurkan agar apa yang kita konsumsi adalah

halalan thayyiba. Pesan Rasulullah kepada Sayidina Ali:

Wahai Ali, barangsiapa memakan perkara yang syubhat maka agama menjadi samar baginya dan hatinya menjadi gelap. Barangsiapa memakan perkara yang haram hatinya menjadi mati, agamanya menjadi lemah, keyakinannya lemah, do’anya terhalang (tidak dikabulkan) dan ibadahnya menjadi sedikit!36 Imam Sahl sebagaimana dituturkan oleh Imam as Sya'rany berkata:

“Barangsiapa makanannya bukan dari perkara halal maka tabir hatinya

tidak akan pernah terbuka, cepat mendapat siksa, dan shalat, puasa dan

shadaqahnya tiada berguna baginya.”37

Menurut Imam Aly al Khawwash, termasuk dampak negatif

memakan makanan yang haram adalah makanan tersebut berubah menjadi

api yang menghilangkan kejernihan pikir dan kenikmatan berdzikir;

35 Ibid., Hlm. 136 36 Washiyatul Mushtafa, (Semarang: Pustaka Alawiyah, tt) hlm.1 37 Sayyidy Abdul Wahab as Sya’rany, Syarh al Minah al Saniyah, (Semarang, Pustaka

Alawiyah, tt) , Hlm. 7

membakar tanaman niat yang ikhlas, membutakan mata hati,

menggelapkan mata, melemahkan agama, badan dan akal, menyebabkan

mudah lupa, menghalanginya dari mencecap hikmah-hikmah dan

pengetahuan. Beliau memanjang lebarkan penbahasan ini kemudian

menambahkan:

alhasil, semua maksiat yang dilakukan oleh seseorang tiada lain penyebabnya hanyalah memakan makanan yang haram. Karenanya, barangsiapa yang memakan makanan yang haram dan berusaha untuk melakukan taat maka sebenarnya dia tengah menuju sesuatu yang mustahil!38

3. Sistematika Kitab Tashrifan

Kitab Tashrifan pada dasarnya terdiri dari dua pokok bahasan :

Tashrif Ishthilahy dan tashrif lughawy. Tashrif ishthilahy dibagi menjadi

beberapa bab yaitu : tsulatsi mujarrad (6 bab), ruba’i mujarrad (1 bab),

ruba’i mujarrad mulhaq (7 bab), dan tsulatsy mazid (10 bab).

Sedang tashrif lughawy terdiri dari beberapa bab yaitu: fi’il madly

mabny fail yang bersambung dengan dlamir rafa’, fi’il madly mabny

maf’ul dlamir rafa’, fi’il mudlari’ mabny fail yang bersambung dengan

dlamir rafa’, fi’il mudlari’ mabny maf’ul yang bersambung dengan dlamir

rafa’, fi’il mudlari’ mabny fa’il yang bersambung dengan nun taukid

tsaqilah, fi’il mudlari’ mabny fa’il yang bersambung dengan nun taukid

khafifah, fi’il amar mabny fa’il yang berupa dlamir gha’ib dan dlamir

hadlir, fi’il amar mabny maf’ul, fi’il amar yang ditaukidi dengan nun

taukid tsaqilah, fi’il amar yang ditaukidi dengan nun taukid khafifah, fiil

nahy yang bersambung dengan dlamir rafa’, dlamir yang berlaku nashab

yang bersambung dengan fil madly, dlamir yang berlaku nashab yang

bersambung dengan fi’il mudlari’, dlamir muttashil yang berposisi i’rab

jar, dlamir munfashil mahal nashab, dlamir muttashil mahal rafa’, isim

isyarah, isim fa’il yang dii’rabi rafa’, isim fa’il yang berlaku nashab, isim

fa’il yang berlaku jar, isim maf’ul yang berlaku rafa’, isim maf’ul yang

berlaku nashab, isim maf’ul yang berlaku jar, shifat musyabbahah yang

38 Ibid,. Hlm.7-8

berlaku rafa’, isim zaman, makan dan alat, dan muhimmah sebagai

penutup.

Pada Madrasah Diniyah Miftahul Huda Karanglincak Kragan

Rembang, mata pelajaran ilmu sharaf diajarkan di kelas IV, V dan VI.

Pada kelas IV pembahasan dimulai dari tashrif ishthilahy mulai dari

tsulatsy mujarrad bab 1 sampai dengan bab 6, Ruba’I mujarrad, ruba’I

mujarrad mulhaq bab 1 sampai dengan bab 7, dan tsulatsi mazid bab 1

sampai dengan bab 4.

Pada kelas IV materi yang dibahas adalah tashrif ishthilahy mulai

bab ke-5 sampai bab ke-14, tsulatsy mazid, dan ruba’I mazid (3 bab).

Sedangkan pada kelas VI materi yang diajarkan adalah tashrif lughawy.

4. Cara Memudahkan Menghafal

Tak ada cara yang paling mudah dan efektif dalam belajar dan

menghafal kecuali cara dan metode yang sesuai dengan kemampuan, minat

dan bakat serta kondisi lingkungan yang melingkupi seseorang. Barbara

Prasshing dalam The Power of Diversity sebagimana dikutip oleh Dryden

dan Vos menyatakan bahwa orang-orang dari segala usia sebenarnya

dapat belajar apa saja jika mereka melakukannya dengan gaya unik

mereka, dengan kekuatan pribadi mereka sendiri.39 Menurut Sartain, dia

membagi lingkungan itu menjadi tiga:

a. Lingkungan alam atau luar (external or physical environment),

b. Lingkungan dalam (internal environment), dan

c. Lingkungan sosial (social environment).

Yang dimaksud dengan lingkungan alam atau lingkungan luar adalah

segala sesuatu yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air,

iklim dan hewan. Yang dimaksud dengan lingkungan dalam adalah segala

sesuatu yang termasuk ke dalam diri kita yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan fisik kita. Sedangkan lingkungan sosial ialah semua orang

atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh-pengaruh tersebut

diterima langsung maupun tidak langsung.

39 Dryden, op. cit., hlm.100

Ngalim Purwanto menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara

keturunan (hereditas) dengan lingkungan (environment) yaitu sifat dan

watak seseorang adalah hasil interaksi antara pembawaan keturunan dan

lingkungannya.40

Namun demikian ada prinsip-prinsip pokok yang bisa diterapkan

pada semua orang untuk mudah dalam belajar dan menghafal. Prinsip-

prinsip tersebut adalah bersungguh-sungguh, tekun dan telaten, tidak

sarapan terlalu banyak, rajin shalat malam, rajin membaca al Qur’an,

mengkonsumsi makanan yang sehat dan halal, serta menjaga kestabilan

lingkungan agar selalu dalam kondisi yang kondusif.

Kecuali itu seorang santri perlu mencari waktu yang tepat untuk

belajar dan menghafal. Menurut az Zarnujy waktu yang paling tepat untuk

belajar dan menghafal adalah pada saat sahur, dan pada saat setelah

maghrib sebelum isya’. Namun begitu, az Zarnuji juga merekomendasikan

agar seorang santri menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar dan

menghafal. Jika merasa bosan dengan satu bahasan materi maka

hendaknya ia berpindah ke materi yang lain agar tidak merasa bosan.41

Adapun model belajar yang paling efektif untuk penguasaan ilmu

sharaf dengan bahan ajar kitab Tashrifan adalah dengan belajar tanda

(signal learning) dan belajar berantai (chaining learning).

Belajar tanda adalah model belajar yang paling sederhana, yaitu

dengan memberi reaksi (respons) terhadap rangsangan (stimulus). Metode

ini disebut juga belajar stimulus-respon karena penguasaannya dicapai

dengan jalan menciptakan kondisi (conditioning). Dalam kondisi tersebut

santri memberi respon terhadap stimulus tertentu.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode belajar ini adalah:

a. Menetapkan hubungan.

40 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya),

hlm. 72-73 41 Az Zarnuji, op. cit., Hlm.36

Santri diberi rangsangan yang dibutuhkan lalu disuruh

memberikan respons secara langsung. Belajar model ini pada mulanya

dilakukan dengan memberi isyarat.

Dalam belajar kitab Tashrifan guru mengetuk tulisan wazan

sambil menuntun para santri membaca pelan-pelan yang tepat. Setelah

dirasa bacaan para santri tersebut bagus, temponya ditingkatkan dan

dipercepat. Setelah itu, guru mulai mengurangai sedikit demi sedikit

ketukan pada tulisan wazan tersebut sampai pada akhirnya dia cukup

mengetuk lafadz pertama dari wazan tersebut dan semua santri dengan

lancar melanjutkan terusan wazan-wazan tersebut. Demikian juga

dalam mengajarkan mauzun-mauzunnya.

b. Latihan terus menerus.

Apabila latihan tersebut dilakukan terus-menerus maka akan

terbentuk hubungan yang lebih tetap antara stimulus dan respons.

Namun, sedikit demi sedikit stimulus tersebut harus dikurangi hingga

semua santri dapat mandiri melakukan respon yang diharapkan tanpa

perlu adanya stimulus lagi.

c. Menguatkan respon yang benar.

Belajar tanda memiliki ketahanan yang kuat terhadap lupa.

Meskipun ada sebagian hasil balajar yang terlupakan dalam waktu

tertentu, namun pada dasarnya tanda-tanda itu tak mudah untuk

dihapuskan. Syaratnya hasil belajar tersebut sewaktu-waktu harus diberi

penguatan (reinforcement). Proses inilah yang di kalangan pesantren

disebut takrar, atau muraja’ah.

Belajar berantai dapat terjadi dalam bentuk prilaku yang berantai.

Rantai tersebut bisa berupa sederetan prilaku verbal, seperti menghafal

wazan-wazan saja tanpa menghafalkan mauzunnya, bisa pula berupa

sederetan perbuatan motorik seperti pada belajar gerakan shalat. Suatu

rantai pada dasarnya berupa sederetan mata rantai yang berupa dua atau

lebih tanda yang harus di pelajari menurut urutan-urutannya yang telah

ditentukan. Sebelum mempelajari rantai tersebut seorang santri harus

sudah menguasai tiap-tiap mata rantai tersebut. Ini merupakan syarat

penting yang harus dipenuhi oleh santri agar tidak mengalami kesulitan

dalam belajar.

Penetapan hubungan dari satu mata rantai ke mata rantai berikutnya

dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga taktik di bawah

ini:

1. Mata rantai berurutun (progressif chaining). Rantai dapat dikuasai

dengan menguasai mata rantai pertama lalu yang berikutnya, secara

bertahap sampai mata rantai terakhir.

2. Menghafal di luar kepala (rote learning). Menghafal sesuatu di luar

kepala dapat dilakukan dengan memanfaatkan contoh-contoh yang telah

dikuasai sebelumnya atau mengasosiasikannya dengan sesuatu yang

telah dikenal.

3. Mempelajari mata rantai dari belakang (retrogressive chaining). Rantai

dapat dikuasai dengan dimulai dari aktivitas yang terakhir kemudian

bergerak mundur sampai kepada mata rantai yang pertama.

Belajar berantai harus ditempuh tahap demi tahap. Karena itu

seorang santri tidak dituntut harus menguasai materi pada permulaan

rangkaian. Guru harus membentuk tingkah lakunya melalui tahap demi

tahap hingga pada akhirnya menunjukkan penguasaan. Dalam belajar

ilmu sharaf dengan bahan ajar kkitab Tashrifan misalnya, mula-mula

guru harus mengenalkan shighat dari wazan yang diajarkan saja,

kemudian mengucapkannya bersama-sama, lalu merangakainya dengan

mauzun yang mirip dengan wazan, hingga akhirnya santri bisa

mentashrif semua lafadz yang mengikuti wazan tersebut.

Hal yang paling urgen untuk menguasai ilmu sharaf adalah

seberapa besar minat untuk bisa. Semakin besar minat itu maka

perhatian dan waktu yang diluangkan juga semakin besar. Dengan

demikian potensi untuk berhasil sangat terbuka.

4. Meningkatkan Penguasaan mata Pelajaran Ilmu Sharaf.

Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan terdahulu

bahwa tingkat penguasaan terhadap ilmu sharaf dengan bahan ajar

kitab Tashrifan bagi para pemula sangat tergantung dari tingkat hafalan

mereka atas materi bahan ajar. Semakin tinggi tingkat hafalan semakin

mudah mereka memahami materi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat

hafalan mereka semakin rendah pula tingkat pemahamannya.

Hal tersebut sangat dimungkinkan karena berhubungan erat dengan

kondisi kesiapan seorang santri dalam mengikuti pembelajaran. Santri

yang belum menghafal atau menguasai materi yang seharusnya telah

dikuasai tentu akan merasa tidak nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar

mengajar. Dengan demikian ia akan merasa sudah mendapat hukuman

yang sangat berat berupa perasaan tidak nyaman dalam mengikuti

pembelajaran.

Sebaliknya santri yang telah mampu menghafal dan menguasai

materi yang seharusnya telah dia hafal atau bahkan melebihi target yang

harus dikuasai akan merasa nyaman dalam mengikuti pembelajaran

lanjutan dari materi sebelumnya. Secara psikologis dia akan merasakan

mendapat hadiah karena merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar

mengajar sementara sebagian temannya ada yang merasa tidak nyaman

dalam belajar. Perasaan nyaman ini sangat menunjang kemantapan

psikologis santri sehingga secara psikologis dia akan merasakan mendapat

hadiah karena merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Perasaan nyaman ini sangat menunjang kemantapan psikologis santri

sehingga akan lebih mudah dalam memahami materi yang harus dikuasai.

Dengan demikian peran utama guru dalam proses pembelajaran

dalam kelas agar pelajaran ilmu sharaf ini mudah untuk dikuasai adalah :

- Memberikan hukuman secara adil dan bijak. Artinya, hukuman tersebut

bukan dimaksudkan sebagai siksaan, pelampiasan perasaan kesal guru,

dan sikap semena-mena guru terhadap santri tetapi sebagai wujud

tanggung jawab dan kasih sayang kepada mereka. Tujuan utama

hukuman yang diberikan adalah menjadikan santri menyadari akan

kekeliruannya, mau memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan

tersebut untuk lebih berprestasi lagi. Yang patut diingat adalah

hukuman bukan untuk menyakiti phisik maupun psikhis santri.

Disamping itu hukuman tidak harus diberikan kepada semua anak yang

bersalah tapi cukup kepada salah satu atau beberapa santri saja,

sekiranya membuat yang lainnya dapat mengambil pelajaran dan

hikmah dari hukuman tersebut.

- Memberikan hadiah yang proporsional dan mendidik.

- Memberikan motivasi agar mereka selalu konsentrasi dalam

mengikuti pelajaran ilmu sharaf, rajin belajar di luar jam pelajaran

ilmu sharaf baik di madrasah maupun di rumah.

- Menekankan pentingnya saling membantu diantara sesama santri

dalam menghafal maupun dalam memahami pelajaran sharaf.

Prilaku ta’awun ini kecuali sesuai dengan nash al Qur’an dan al

Hadits sebagaimana termaktub dalam QS al Maidah ayat 02:

وتعا ونوا على البر والتقوى

”dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa…!”42

juga dalam sebuah haditsnya Rasulullah bersabda:

ان اهللا ىف عون العبد ما دام العبد ىف عون اخيه

”…Allah akan menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya.”43

Semangat saling membantu menyebabkan terjadinya interaksi antar

santri. Dari interaksi ini diharapkan akan terjadi saling mengisi dan saling

mengasah diantara mereka sehingga yang semula belum hafal atau belum

memahami materi yang seharusnya dikuasai menjadi bertambah bisa, dan

yang semula sudah menghafal dan menguasai menjadi lebih mantap

hafalan dan pemahamannya.

- Memberikan kiat-kiat khusus untuk memudahkan dalam menghafal dan

memahami pelajaran terutama bagi mereka yang berprestasi rendah.

42 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Intermasa, 1985), Hlm. 157

- Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan di dalam

kelas. Dengan demikian diharapkan mereka menjadi menyukai guru,

dan mata pelajaran yang diampu. Hal ini sangat penting karena sangat

menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar yang aktif dan

menyenangkan. Santri tidak merasakan tugas menghafal dan

memahami suatu materi sebagai suatu beban namun sebagai suatu

tantangan dan mereka menemukan suatu kebanggaan jika bisa

menguasainya. Dengan demikian akan muncul dorongan internal dari

diri santri sendiri untuk menghafal dan memahami pelajaran. Sehingga

hasilnya diharapkan sangat memuaskan.

- Melakukan semua aktivitas tersebut dengan ikhlas semata-mata

karena Allah.