BAB II TINJAUAN UMUM HAK CIPTA, BUDAYA HUKUM DAN ...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM HAK CIPTA, BUDAYA HUKUM DAN ...
BAB II
TINJAUAN UMUM HAK CIPTA, BUDAYA HUKUM DAN MOTIF
TRADISIONAL
2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak cipta
Hak Cipta (copyright) merupakan subsistem dari hak kekayaan intelektual
(HKI) yang secara internasional disebut dengan intelectual property right. HKI
dibagi menjadi atas dua kelompok besar, yakni hak milik perindustrian (industrial
property right) dan hak cipta (copyright), yang termasuk kelompok hak milik
perindustrian, antara lain paten (patents), merek dagang (trademarks). desain
industri (industrial design), rahasia dagang (undisclosed information),indikasi
geografis (geographical indication), model dan rancangan bangunan (utility
models), dan persaingan curang (unfair competition), sedangkan yang termasuk
kelompok hak cipta dibedakan antara hak cipta atas seni sastra dan ilmu
pengetahuan dan hak- hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring rights). 1
Sesungguhnya hak cipta (auteursrecht) yang terdapat dalam Auteurswet
1912 telah berlaku sebelum perang dunia II di Indonesia (Hindia Belanda dahulu).
“Auteurswet 1912” ini adalah suatu Undang-undang Belanda yang diberlakukan di
Indonesia pada tahun 1912 berdasarkan asas konkordansi (St 1912 No 600
Undang- undang 23 September 1912). Sehingga dari tahun 1912 sampai dengan
1982 Indonesia baru berhasil menciptakan Undang-undang tentang Hak Cipta
1 Otto Hasibuan, 2014, Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu,
Neighbouring Rights dan Collecting Society, PT Alumni, Bandung, h. 21.
yang bersifat Nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak
cipta, Lembaran Negara RI Tahun 1982b Nomor 15. Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 3217.2
Hak cipta melindungi ekspresi ide atau gagasan bukan ide itu sendiri. Hak
cipta dapat diterapkan pada bentuk khusus dan sebuah ekspersi bukan ide/konsep
atau kenyataan realita dan ekspresi. Karya desain dapat mempunyai status hukum
yang berbeda didasarkan pada (WIPO) (Gaid to the Berne Convention) yang
isinya menyatakan apabila sebuah negara tidak mempunyai ketentuan khusus
yang melindungi desain model, maka harus selalu melindungi karya terapan
sebagai karya seni dengan kata lain dilindungi dengan Undang-Undang Hak
Cipta.3
Beberapa kriteria agar ciptaan dapat dilindungi hak cipta adalah4 :
a. Harus orisinil yaitu hasil kreativitas pencipta sendiri bukan mengcopy;
b. Ada bentuk nyata atau kongkrit misalnya diekspresikan dalam
kertas,audio, ukir, video tipe, kanvas dan lain-lain;
c. Harus terdapat beberapa kreativitas artinya harus dapat diproduksi
dengan suatu alat oleh seseorang.
2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
2 Sophar Maru Hutagalung , 2014, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Di
dalam Pembangunan, Akademika Pressindo, Jakarta, h. 1. 3 Budi Santoso, 2005, Butir-butir yang Berserakan, Mandar Maju, Bandung, h.70. 4 Ibid. h.154.
antara lain dapat terdiri dari buku, program kumputer, ceramah, kuliah, pidato dan
ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan hak.5
Pengertian hak cipta berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta:
“Hak Cipta adalah hak ekskusif pencipta yang timbul berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Pertama kali peraturan hak cipta yang berlaku ketika Indonesia merdeka
adalah Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912, peraturan tersebut
merupakan peraturan peninggalan zaman penjajahan Belanda dan diberlakukan
sesuai dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, bahwa sebelum
dibentuk peraturan baru maka peraturan-peraturan yang lama masih tetap
diberlakukan. Auteurswet 1912 pada pokoknya mengatur perlindungan hak cipta
terhadap ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Negara Indonesia
baru mempunyai peraturan hak cipta nasional setelah 37 Tahun Merdeka yaitu
dengan dibentuknya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak cipta.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 maka Auterswet 1912
dinyatakan tidak berlaku lagi.6
Setelah lima tahun berjalan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 karena semakin meningkatnya
pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan
5 Tim Lindsey et.al. , 2006, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni ,
Bandung, h.6. 6 Gatot Supromo, 2010 , Hak Cipta dan Aspek - Aspek Hukumnya , Rineka Cipta ,
Jakarta, h.5.
menghancurkan kreativitas masyarakat. Kemudian Undang-undang Nomor 7
Tahun 1987 diubah lagi menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997
Perkembangan di bidang perdagangan dan industri telah berubah sedemikian
pesatnnya sehingga diperlukan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak
terkait, maka untuk menjawab perkembangan tersebut diperlukan perubahan
kembali Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 menjadi Undang-undang Nomor
19 Tahun 2002.7 Dua belas tahun kemudian dilakukan perubahan untuk
penyempurnaan tentang perlindungan hak cipta dengan memasukan ketentuan
perlindungan ekspresi budaya tradisional sehingga dikeluarkan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang dipakai saat ini.
2.1.2 Ruang Lingkup Perlindungan Hak cipta
Lahirnya Hak cipta pada sekitar abad ke 6 sampai ke 5 sebelum Masehi,
Penemuan Pehriad yang nampak bersahaja ini ternyata dalam perkembangan ilmu
pengetahuan mempunyai nilai dan makna yang penting sekali. Setelah Pehriad
meninggal dunia putranya, Apullus sebagai pewaris penemuan itu hijrah dari
Yunani kemudian bermukim di Roma. Di negeri itu ternyata ia memperoleh
pengakuan perlindungan dan jaminan dari pemerintah Roma atas hasil karya dan
cipta ayahnya itu, untuk setiap penggunaan, penggadaan dan pengumuman dari
penemuan Pehriad itu, Apulus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai
cerminan dari pengakuan hak tersebut. Honorarium dari penggunaan dan
pemakaian titik dipakainya untuk kepentingan pribadinya sebagai ahli waris
7 Djamal, 2009, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia, Pustaka
Rema Cipta, Jakarta, h. 6.
Pehriad, sedangkan imbalan jasa bagi penggunaan koma diserahkan kembali
kepada Pemerintahan Roma pengakuan terhadap hak cipta.8
Keaslian suatu karya baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu
esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Istilah hak cipta
sebenarnya berasal dari beberapa negara yang menganut common law, yakni
copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’ aueteur dan di
Jerman sebagai Urherberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright
dikembangkan untuk melindungi penerbit bukan untuk melindungi si pencipta.
Namun seiring dengan perkembangan hukum dan teknologi maka perlindungan
diberikan kepada pencipta serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya
mencakup bidang buku tetapi drama, musik, artistic work, dan fotografi.9
Perkembangan pengaturan hukum hak cipta sejalan dengan perkembangan
kebutuhan masyarakat dewasa ini, bahkan perkembangan perdagangan
internasional, artinya bahwa konsep hak cipta telah sesuai dengan kepentingan
masyarakat untuk mmelindungi hak-hak si pencipta berkenaan dengan ciptaannya,
bukan kepada penerbit lagi. Di sisi lain, demi kepentingan perdagangan,
pengaturan hak cipta telah menjadi materi penting dalam TRIPs agreement yang
menyatu dalam GATT/WTO. Selain itu konsep hak cipta berkembang menjadi
keseimbangan antara kepemilikan pribadi (natural justice) dan kepentingan
masyarakat/sosial. Konvensi Berne 1886 tentang International Convention the
Protection of Literary and Artistic Work yang telah direvisi beberapa kali
8 Ramdlon Naning, 1982, Perihal Hak Cipta Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.5. 9 Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum Intelectual Property Rights
Kajian Hukum terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum
Paten, Katalog Dalam Terbitan (KDT), Bogor, h.1.
merupakan basis perlindungan hak cipta secara International. Selanjutnya timbul
gagasan untuk menciptakan hukum secara universal yang dikenal dengan
Universal Copyright Convention. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Berne
pada tahun 1977. Konvensi Berne pada hakikatnya mensyaratkan negara
anggotanya untuk melindungi karya-karya yang diantaranya sebagai berikut :
1. Karya tertulis, seperti halnya buku dan laporan
2. Musik
3. Karya drama dan Koreografi
4. Karya arsitektur
5. Karya sinematografi dan video
6. Karya adaptasi, seperti terjemahan dan aransemen musik
7. Koleksi/kumpulan seperti ensiklopedi
Demikian juga terdapat konvensi yang hanya mengatur satu aspek saja
misalnya mengenai hal berikut :
1. Perjanjian mengenai perlindungan penyiaran televisi tahun 1960, yakni
European Agreement on the Protection Television Broadcast.
2. Konvensi Roma mengenai bidang rekaman tahun 1961, yakni
Convention for the Protection of Phonograms Against Unauthorized
Duplication of Their Phonograms.
3. Konvensi Roma mengenai hak salinan (neighbouring right) tahun 1961
yakni International Convention Protection for Performers, Producers
of Phonograms and Broadecasting Organizations.
4. Agreement for the Protection of Type Faces and Their Internasional
Deposit Wina Tahun 1973
5. Agreement Relating to the Distribution of Progeamme Carryin Signal
Transmitted by Satellite di Brussel tahun 1974.
Dengan selesainya Putaran Uruguay, Indonesia juga telah meratifikasi
TRIPs tahun 1997, yang mengatur perlindungan karya melalui hak cipta adalah
sebagai berikut :10
1. Semua karya yang dilindungi berdasar Konvensi Berne
2. Program komputer
3. Database
4. Pertunjukan baik langsung maupun rekaman
5. Rekaman suara
6. Siaran-siaran.
Seperti halnya jenis-jenis hak yang lainnya dalam lingkungan Hak
Kekayaan Intelektual, Hak cipta dianggap sebagai hak kebendaan yang tidak
berwujud yang dapat dialihkan kepada orang lain, baik melalui pewarisan, hibah,
wasiat, maupun perjanjian yang terakhir ini dapat berlangsung dalam bentuk jual
beli atau lisensi.11
Benda menurut paham undang-undang yang dinamakan
kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak
milik (Pasal 499 KUH Perdata). Sementara itu, kebendaan bergerak menurut
sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan. Sebaliknya
adalah benda tak bergerak/benda tetap. Hak cipta mengandung pengertian ide dan
konsepsi hak milik. Apabila dibandingkan dengan “hak milik” maka hak cipta
hanya berlaku selama hidup si pencipta dan 70 (tujuh puluh) tahun sesudah ia
meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2). Hak cipta adalah hak khusus (esklusif) bagi
pencipta, ia dilindungi dalam haknya terhadap siapa saja yang merupakan hak
absolut (Pasal 4). Ancaman pidana dalam Pasal 112 pertanda adanya adanya
absolut dalam hak cipta.
10 Ibid, h.3. 11 Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta,
h.51.
Hak Cipta dapat disimpulkan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut 12
:
1. Hak Cipta adalah Hak Khusus
Dari definisi hak cipta dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun
2014 disebutkan bahwa hak cipta adalah hak khusus diartikan
sebagai hak khusus karena hak cipta hanya diberikan kepada
pencipta atau pemilik/ pemegang hak dan orang lain dilarang
menggunakan kecuali atas izin pencipta selaku pemilik hak, atau
orang yang menerima hak dari pencipta tersebut (pemegang hak)
dan bahwa orang lain tersebut dikecualikan dari penggunaan hak
tersebut.
2. Hak Cipta Berkaitan dengan Kepentingan Umum
Seperti telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak khusus
yang istimewa. Tetapi ada batasan-batasan tertentu bahwa hak cipta
juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat yang juga turut
memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum hak cipta atas suatu
ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umum
dibatasi penggunaannya sehingga terdapat keseimbangan yang serasi
antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Contoh
seorang mahasiswa boleh memfotokopi sebagaian halaman dari
sebuah buku tanpa seizin pengarangnya selama perbuatan tersebut
untuk kegiatan belajar/pendidikan yang bersangkutan dan tidak
untuk dikomersialkan.
3. Hak Cipta dapat Beralih Maupun Dialihkan
Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya hak cipta
dapat beralih atau dialihkan baik sebagian maupun keseluruhan.
(Pasal 16 UUHC) Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan
dua macam cara, yaitu :
a. Transfer/assignment : merupakan pengalihan hak cipta yang
berupa pelepasan hak kepada pihak/orang lain, misalnya karena
pewarisan, hibah, wasiat, dan perjanjian jual beli.
b. License : merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak
kepada pihak lain berupa pemberian izin/persetujuan untuk
pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu, misalnya
perjanjian lisensi.
12 Suyud Margono dan Angkasa Amir, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek
Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, h.19.
4. Hak Cipta Dapat Dibagi atau Diperinci
Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan hak cipta dan juga norma
principle of specification dalam hak cipta, maka hak cipta dibatasi
oleh:
a. Waktu : misalnya lama produksi suatu barang ;
b. Jumlah : jumlah produksi barang pertahunnya ;
c. Geografis, contohnya sampul bertuliskan “for sale in Indonesia
Only”.
Dalam hak cipta berisikan hak ekonomi (economi right) dan hak moral
(moral right). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan serta produk Hak terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat
pada pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan
apa pun. Walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Dari pengertian
tersebut jelas bahwa hak ekonomi dari hak cipta dapat beralih atau dialihkan
kepada orang lain oleh pencipta. Sedangkan hak moral tidak demikian, hak moral
ini tetap mengikuti dan melekat pada diri pencipta walaupun hak ekonomi dari
hak cipta tersebut telah beralih atau dialihkan kepada orang lain. Dengan
demikian yang dapat beralih atau dialihkan itu hanyalah hak ekonomi saja dari
hak cipta, sementara hak moralnya tidak dapat dipisahkan dari penciptanya.13
Hak ekonomi dalam suatu karya cipta adalah berbagai bentuk hak yang
dapat dieksploitasi secara ekonomi dan secara gambalang dapat dikatakan bahwa
hak ekonomi merupakan hak yang dapat dipisahkan dari penciptanya, sedangkan
hak moral berbeda dengan hak ekonomi, yakni merupakan hak yang tidak dapat
dipisahkan dan terus melekat secara substansial kepada penciptanya. Hak moral
13 Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan
dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Jakarta, h.112.
ini tetap berlaku sekalipun hak ekonomi atas suatu karya cipta sudah dialihkan
oleh penciptanya kepada pihak lain.
Sesuai dengan sifat manunggal hak cipta dengan penciptanya, dari segi
morality seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan
perubahan terhadap sesuatu hasil karya cipta, baik itu mengenai judul, isi, hal
demikian dapat dilakukan apabila mendapat izin dari pencipta atau ahli warisnya
jika meninggal dunia. Dengan demikian, pencipta atau ahli warisnya saja yang
mempunyai hak untuk mengadakan hak untuk mengadakan perubahan pada
ciptaannya untuk disesuaikan dengan perkembangan. Namun jika pencipta tidak
dapat melaksanakan sendiri penyesuaian karya ciptanya dengan perkembangan,
hal itu dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penciptanya untuk
melaksanankan pengerjaannya.
Dalam kaitannya dengan hak moral ini. Pasal 5 UUHC menyatakan :
(1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak
yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk :
a. Tetap mencatumkan atau tidak mencantumkan namanya pada
salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c. Mengubah Ciptannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi disortasi Ciptaan,
mutilasi Ciptaan,modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat
merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
(2) Hak moral sebagaiman dimaksud ayat 1 tidak dapat dialihkan selama
pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat
dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meniggal dunia.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak
pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan
pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “distorsi Ciptaan” adalah tindakan
pemutarbalikan suatu fakta atau identitas Ciptaan.
Yang dimaksud dengan “mutilasi Ciptaan“ adalah proses atau tindakan
menghilangkan sebagai Ciptaan.
Yang dimaksud dengan “modifikasi Ciptaan” adalah pengubahan atas
Ciptaan.
Pembatasan terhadap hak cipta berdasarkan Pasal 43 sampai Pasal 51 UU
Hak Cipta. Fungsi sosial hak cipta secara efektif akan lebih mudah dilaksanakan
melalui mekanisme pelinsensian wajib, daripada mekanisme sebelumnya. Hal itu
tidak dilakukan sendiri oleh Negara melainkan untuk perseorangan. Dengan
perlisensian wajib tersebut tidak memberi kesan bahwa Negara memberikan
kesempatan kepada warganya untuk melakukan kegiatan yang sebenarnya
merupakan pelanggaran terhadap hak cipta.
Dalam Pasal 43 UUHC dinyatakan :
Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta
meliputi :
a. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi dan atau Penggandaan
lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi dan atau Penggadaan
segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama
Pemerintahan, Kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan, pernyatan pada Ciptaan tersebut atau ketika
terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian,
Komunikasi dan penggadaan;
c. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari
kantor berita, Lembaga Penyiaran dan surat kabar atau sumber
sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap ; atau
d. Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak cipta melalui media
teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial
dan atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait atau pencipta
tersebut menyatakan tidak keberatan atas pemabuatan dan
penyebarluasan tersebut;
e. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret
presiden, Wakil Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan
Nasional, pimpinan lembaga Negara, Pimpinan kementrian/lembaga
pemerintah non kementrian,dan atau kepala daerah dengan
memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan atau pengubah suatu
ciptaan dan atau produk Hak Terkait secara keseluruhan atau
sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak
Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan :
a. Pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
merugikan kepentingan yang wajar dan Pencipta atau
Pemegang Hak cipta;
b. Keamanan serta penyelenggaran, pemerintah, legislatif, dan
peradilan;
c. Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan atau;
d. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dan
Pencipta.
(2) Fasilitasi akses atau suatu Ciptaan atau peyandangan tuna netra,
Penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam
membaca dan atas penggunaan huruf braile, bukan audio atau
saran lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak cipta jika
sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali
bersifat komersial.
(3) Dalam hal Ciptaan berupa karya arsitektur pengubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak cipta jika dilakukan berdasarkan pertimbangan
pelaksanaan teknis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas akses terahadap Ciptaan
bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan
dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf Braille,
buku audio atau saran lainnya sebagaimana buku audio, atau
sarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Sebagai subjek hak cipta, bisa manusia dan badan hukum. Inilah yang oleh
UUHC dinamakan dengan pencipta. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUHC :
“Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas
dan pribadi”.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 yang dinamakan ciptaan UU Hak Cipta :
“Ciptaan adalah setiap hasil karya di bidang ilmu pengetahuan seni, dan
sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata”.
Pasal 1 angka 4 UUHC 2014 menyatakan :
“Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau
pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta”.
Berdasarkan penjelasan di atas, pencipta hak cipta otomatis menjadi
pemegang hak cipta yang merupakan pemilik hak cipta, sedangkan yang menjadi
pemegang hak cipta tidak harus pencipta tetapi bisa juga pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta atau pemegang hak cipta yang
bersangkutan.
UUHC membedakan penggolonggan pencipta hak cipta dalam beberapa
kualifikasi, sebagai berikut14
:
1. Seseorang yakni :
a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada
Direktorat Jendral HAKI;
14 Rahmadi Usman, op.cit., h.114.
b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai
Pencipta;
c. Seseorang yang berceramah tidak menggunakan bahan atau secara
tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya ;
d. Seseorang yang membuat ciptaan dalam hubungan dinas dengan
pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau hubungan dinas
berdasarkan pesanan.
Pasal 31 UUHC :
Kecuali tanpa terbukti sebaliknya yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu
orang yang namanya :
a. disebut dalam Ciptaan;
b. dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;
c. disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan dan atau
d. tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta
Pasal 32 UUHC menyatakan :
“Kecuali tebukti sebaliknya, Orang yang melakukan ceramah yang tidak
menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Pencipta
ceramah tersebut dianggap sebagai Pencipta”.
2. Dua orang atau lebih
Jika suatu ciptaan diciptakan oleh beberapa orang, maka yang dianggap
sebagai penciptanya :
a. Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan
yang bersangkutan atau penghimpunannya;
b. Perancang ciptaan yang bersangkutan.
Pasal 33 UUHC 2014 menyatakan :
(1) Dalam hak ini Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang
diciptakan oleh atau lebih yang dianggap sebagai Pencipta yaitu
Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh
Ciptaan.
(2) Dalam hal Orang yang memimpinnya dan mengawasi penyelesaian
seluruh Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada,
yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang menghimpun
Ciptaan dengan tidak mengurangi Hak Cipta masng-masing atas
bagian Ciptaannya.
Pasal 34 UUHC menyatakan :
Dalam hal ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta
dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan pengawasan orang
yang merancang Ciptaan.
3. Lembaga atau Instansi Pemerintah;
Pasal 35 UUHC menyatakan :
(1) Kecuali diperjanjikan lain Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang
dibuat oleh Pencipta dalam hubungan dinas, dianggap sebagai
Pencipta yaitu instansi pemerintah.
(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
secara komersial, Pencipta dan Pemegang Hak Terkait
mendapatkan imbalan dalam bentuk Royalti.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk
penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36 UUHC 2014 menyatakan :
“Kecuali diperjanjikan lain, pencipta dan pemegang hak cipta atas
ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan
yaitu pihak yang membuat Ciptaan”.
4. Badan Hukum
Pasal 37 UUHC 2014 menyatakan :
“Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal badan hukum melakukan
Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Ciptaan yang
berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang
sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu badan hukum”.
Menurut L.J Taylor dalam bukunya Copyright For Librarians menyatakan
bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan
bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta sudah
dalam bentuk nyata sebagai ciptaan, bukan masih merupakan gagasan15
. Objek
dalam hak cipta merupakan ciptaan yang dilindungi dalam hak cipta berdasarkan
Pasal 40 UU Hak Cipta :
(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra terdiri atas :
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan
semua hasil karya tulis lainnya;
b. Cermah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan;
d. Lagu dan atau music dengan atau tanpa teks;
e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim;
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan , gambar,
ukiran kaligrafi, seni pahat, patungm atau kolase;
g. Karya seni terapan
h. Karya arsitektur
i. Peta
j. Karya seni batik atau motif lain;
k. Karya fotografi;
l. Potret
m. Karya sinemotografi
n. Terjemahan, adapatasi aransemen, transformasi atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional
o. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat
dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
p. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi
tersebut merupakan karya yang asli;
r. Permainan video dan;
15 Rahmadi Usman, loc.cit., h.121.
s. Program komputer.
Perlindungan hukum terhadap hak cipta ada beberapa pertimbangan
digantinya Undang-Undang 19 Tahun 2002 menjadi Undang-undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang kini berlaku sebagai berikut :
- Indonesia memiliki keanekaragaman etnis/suku bangsa dan budaya
serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-
pengembangannya yang memerlukan perlindungan hak cipta
terhadap kekayaan intelektual yang lahir keanekaragaman tersebut.
- Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian
Internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan
hak cipta pada khususnya yang memerlukan sistem hukum
nasionalnya.
- Perkembangan di dunia perdagangan, industri dan investasi telah
sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan
bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat luas.
Perlindungan hukum terhadap hak cipta menurut UU Hak Cipta selain
bersifat administratif juga bersifat perdata dan pidana. Dimuatnya hak-hak
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengajukan gugatan perdata ke
pengadilan niaga dan apa yang dapat dimintakan dalam gugatan (petitum)
merupakan wujud perlindungan hukum bagi pencipta atau pemegang hak cipta
dari pelanggaran-pelanggaran yang bersifat perdata terhadap hak cipta. Meskipun
tanpa pengaturan secara khusus, gugatan semacam itu dapat diajukan ke
pengadilan negeri dengan menggunakan alasan Pasal 1365 BW. Namun karena
kini telah ditentukan secara khusus maka sengketa perdata mengenai hak cipta
berdasarkan hukum hak cipta berdasarkan hukum hak cipta menjadi kewenangan
pengadilan niaga semata.16
Adapun hasil karya cipta yang tidak dilindungi oleh hak cipta berdasarkan
Pasal 41 UU Hak Cipta :
Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta melindungi :
a. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
b. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau
data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan,
dijelaskan atau digabungkan dalam sebuh ciptaan dan;
c. Alat , benda atau produk yang diciptakan hanya untuk
menyelesaikan masalah teknis atau bentuknya hanya ditunjukkan
untuk kebutuhan fungsional.
Pasal 42 UU HC 2014 :
Tidak ada Hak Cipta atas hasil karya berupa :
a. Hasil rapat terbuka lembaga negara;
b. Peraturan perundang-undangan;
c. Pidato kenegaraan atau pidato penjabatan pemerintah;
d. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan
e. Kitab suci atau symbol keagamaan
2.1.3 Mekanisme Pendaftaran Hak cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima dalam
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasandari peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Data dari Ditjen HKI pada tahun 2007 hingga bulan Mei
menunjukkan bahwa pendaftaran ciptaan yang paling banyak adalah di bidang
16 Adami Chazaawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektualitas,
Bayumedia, Malang, h. 14.
seni yang mencapai 88% lainnya di bidang ilmu pengetahuan (7.8%), sastra
(0.6%) dan program komputer 3.6%. Hak cipta merupakan rezim HKI yang
sangat penting bagi litbag dan perguraan tinggi yang menghasilkan karya tulis
ilmiah maupun perangkat lunak.
Permohonan Pendaftaran
Direktorat Jenderal HAKI menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan
mencatatnya dalam daftar umum ciptaan. Daftar umum ciptaan tersebut dapat
dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Pendaftaran ciptaan dalam daftar
umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud,
atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Permohonan diajukan kepada Direktorat
Jendral dengan surat rangkap dua yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai
contoh ciptaan.17
Pendaftaran ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya
permohonan oleh Direktorat Jenderal HAKI dengan lengkap. Pemindahan hak
atas pendaftaran ciptaan, yang terdaftar dalam satu nomor hanya diperkenankan
jika seluruh ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.18
a. Syarat-syarat Permohonan Pendaftaran Ciptaan
1. Mengisi formulir pendaftaaran ciptan rangkap dua (formulir dapat diminta
secara cuma-cuma di kantor DJHKI), lembar pertama dari fomulir tersebut
ditandatangani di atas materai Rp 6.000
2. Surat permohonan pendaftaran ciptaan mencatumkan hal-hal berikut:
- Nama, kewarganegaraan,dan alamat pencipta.
17 Muhamad Firmansyah, 2008, Tata Cara mengurus Haki,Visimedia, Jakarta, h. 18. 18 Ibid. h.19.
o Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta ( nama,
kewarganegaraan dan alamat kuasa), jenis dan judul ciptaan.
o Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
o Uraian ciptaan rangkap tiga.
3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu
ciptaan.
4. Melampirkan bukti kewarganegaran pencipta dan pemegang hak cipta berupa
foto kopi KTP atau paspor.
5. Jika pemohon badan hukum, di surat permohonannya harus dilampirkan
turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut.
6. Melampirkan surat kuasa, jika permohonan tersebut diajukan oleh seorang
kuasa beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut.
7. Jika permohonan tidak bertempat tinggal di dalam wilayah RI, untuk
keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal
dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah RI.
8. Jika permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang
dan atau suatu badan hukum hukum, nama-nama pemohon harus ditulis
semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon.
9. Melampirkan bukti pemindahan hak jika ciptaan tersebut telah dipindahkan.
10. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau
penggantinya.
11. Membayarkan biaya permohonan pendaftaran ciptaan sebesar Rp 75.000, dan
khusus untuk permohonan pendaftaran ciptaan program komputer sebesar Rp
150.000
2.2 Tinjauan Umum Tentang Budaya Hukum
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat (living law) yang tentunya sesuai pula atau merupakan
pencerminan dari nilai–nilai yang berlaku dalam masyarakat (social justice).19
Hukum adalah budaya dan budaya adalah hukum. Gagasan bahwa hukum adalah
budaya yang berasal dari materi dan kehidupan spiritual masyarakat yang sama
dengan hukum itu sendiri .
Berdasarkan pandangan Savigny memandang hukum itu bukanlah dibuat,
tetapi sudah ada dan tumbuh/berkembang di tengah-tengah masyarakat sesuai
dengan perkembangan masyarakat, dan hukum itu lenyap apabila bangsa itu
hilang. Hukum yang tumbuh dan berkembang itu sesuai dengan kesadaran atau
jiwa masyarakatnya (volksgeist).20
Menurut Savigny bahwa ahli hukum sebagai medium perkembangan
hukum lebih baik dari pembuatan undang-undang dan kesadaran umum adalah
sumber semua hukum. Dengan sendirinya kesadaran umum jelas tidak terlepas
dari budaya hukum masyarakat. Oleh karena itu budaya hukum selaku bagian dari
sistem hukum tidak akan berdaya tanpa digerakkan oleh budaya hukum itu
sendiri, artinya yang membuat hukum bergerak dan bernafas (legal culture is what
19 Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persefektif Hukum
Progrsif, Sinar Grafika, Jakarta, h.4. 20 Stefanus Laksanto Utomo, 2013, Budaya Hukum Masyarakat Samin, PT Alumni,
Bandung, h. 92.
makes the system move and breath) adalah budaya hukum dan semua fakta hukum
pada akhirnya ditentukan oleh fakta-fakta sosial (all legal facts are ultimately by
social facts), dan titik berat perkembangan hukum tidak terletak dalam perundang-
undangan, jika tidak dalam keputusan pengadilan maupun dalam ilmu
pengetahuan bidang hukum, tetapi dalam masyarakat itu sendiri sehingga budaya
hukum sangat menentukan.21
2.2.1 Pengertian dan Konsep Budaya Hukum
Konsep kebudayaan dikaitkan dengan hukum maka hukum pada
hakikatnya merupakan ekspresi dari suatu kebudayaan. Tertib hukum itu
merupakan secara fungsional dari sistem kebudayaan menurut Adam Podgorecki,
menggunakan istilah “subbudaya hukum” untuk menunjukkan relevansi antara
hukum dan kebudayaan. Istilah tersebut digunakan semenjak tahun 1996 sebagai
suatu variabel bebas ada berfungsinya hukum secara aktual bersama dengan
variabel-variabel lainnya, yakni sistem sosial, ekonomi dan kepribadian. Gagasan
tentang Subbudaya hukum tersebut dimulai dari pembahasan tentang kebudayaan
yang berlaku yang berlaku secara umum dalam suatu masyarakat. Kebudayaan
dirumuskan sebagai seperangkat nilai-nilai sosial umum.22
Hubungan hukum dan kebudayaan tersebut tergambarkan dalam sistem
tata kelakuan manusia yang berupa norma-norma, hukum dan aturan-aturan
khusus, semua berpedoman kepada sistem nilai budaya masyarakat. Suatu sistem
nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang dalam alam pikiran sebagian
21 Ibid. 22 M. Syamsudin, 2012, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum
Progresif, Jakarta, h. 30.
besar menyatakan mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai
dalam hidup.
Hukum merupakan konkretisasi dari nilai-nilai budaya suatu masyarakat.
Konkretisasi nilai-nilai tersebut dapat berwujud gagasan atau cita-cita tentang
keadilan persamaan. Pola prilaku ajeg dan lembaga hukum, oleh karena setiap
masyarakat selalu menghasilkan kebudayaan, maka hukum pun selalu ada di
setiap masyarakat. Dalam perkembangan lebih lanjut studi hukum dan
kebudayaan lahir istilah atau konsep “budaya hukum” sebagai persenyawaan
antara variabel budaya dan hukum. Budaya hukum untuk pertamakali
diperkenalkan oleh Lawrence M. Friedman pada tahun 70 untuk menjelaskan
bekerjanya sistem hukum di masyarakat.
Friedman menelaah budaya hukum dari berbagai persepektif. Ia
menganalisis budaya hukum hukum nasional dibedakan dari subbudaya hukum
yang berpengaruh secara positif atau negatif terhadap hukum nasional, ia juga
membedakan budaya hukum internal dan budaya hukum eksternal. Budaya
hukum internal merupakan budaya hukum dari warga masyarakat yang
melaksanakan tugas-tugas hukum secara khusus, seperti polisi, jaksa dan hakim
dan menjalankan tugasnya, sedangkan budaya hukum eksternal merupakan
budaya hukum masyarakat pada umumnya.
Menurut Soekanto, budaya hukum merupakan budaya nonmaterial atau
spiritual. Adapun inti budaya hukum sebagai budaya nonmaterial atau spiritual
adalah nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang baik
(sehingga harus dianut) dan apa yang buruk (sehingga harus dihindari). Nilai-nilai
tersebut merupakan dasar dari etika (mengenai apa yang baik dan buruk), norma
atau kaidah (yang berisikan suruhan, larangan atau kebolehan) dan pola prilaku
manusia.23
Menurut Darmodiharjo dan Shidarta, Budaya hukum sebenarnya
identik dengan pengertian kesadaran hukum, Penilaian masyarakat yang timbul
secara spontan merupakan perasaan hukum, sedangkan kesadaran hukum adalah
abstraksi mengenai perasaan hukum dari suatu objek hukum.24
Masaji Chiba mengatakan bahwa budaya hukum tidak hanya keyakinan
dan nilai-nilai empiris yang dinyatakan secara tidak jelas mengenai hukum
sebagaimana sering digunakan dalam budaya politik secara khusus berkaitan
dengan hukum, antara lain tampak dalam praktik-praktik di bidang hukum,
tradisi-tradisi dalil-dalil hukum kompone–komponen hukum, budaya hukum yang
nyata, simbol-simbol hukum dalam arti yang lebih luas. Bahwa hukum merupakan
bagian dari kebudayaan sehingga hukum tidaklah dapat dipisahkan dari jiwa serta
cara berpikir dari masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut.25
Menurut
Donald Black budaya hukum adalah merupakan simbol dari aspek kehidupan
sosial yang membahas tentang kebenaran, kebaikan dan keindahan.26
Daniel S.Lev dalam tulisannya yang berjudul Judicial Institutions and
Legal Culture Indonesia, Lev menerapkan konsep budaya hukum untuk
menganalisis pola-pola perubahan sistem hukum Indonesia semenjak revolusi
dengan tujuan untuk mencari penjelasan mengapa dan bagaimana fungsi hukum di
wilayah jajahan dilayani oleh lembaga-lembaga yang berbeda dengan hukum di
23Ibid. h. 31. 24 Ibid. h. 32. 25 Stefanus Laksanto, op. cit., h. 75. 26 Ibid. h. 77.
negara yang merdeka. Konsep budaya hukum diartikan sebagai nilai-nilai terkait
dengan hukum dan proses hukum. Budaya hukum mencakup dua komponen
pokok yang saling berkaitan, yakni nilai-nilai hukum substanstif dan nilai-nilai
hukum keacaraan. Nilai-nilai hukum substantif berisi asumsi-asumsi fundamental
mengenai distribusi dan penggunaan sumber daya di dalam masyarakat, apa yang
secara sosial dianggap benar atau salah dan seterusnya. Nilai-nilai hukum
keacaraan mencakup sarana pengaturan sosial maupun pengelolaan konflik yang
terjadi di dalam masyarakat.27
Dari uraian tentang konsep budaya hukum di atas dapat diartikan budaya
hukum yaitu seperangkat pengetahuan dan nilai-nilai yang dianut kelompok orang
yang dijadikan pedoman untuk melakukan tindakan/prilaku yang terkait dengan
hukum. Pengetahuan dan nilai-nilai itu merupakan pemadu dan pengarah hidup
kelompok orang dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun
kelompok.
2.2.2 Ruang Lingkup Budaya Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan
Budaya hukum suatu bangsa ditentukan oleh nilai-nilai tertentu yang
menjadi patokan dalam mempraktikkan hukumnya dan untuk bangsa Indonesia
nilai tertentu tersebut adalah Pancasila.28
Oleh Friedman budaya hukum
dirumuskan sebagai berikut 29
:
“Sikap-sikap dan nilai yang berhubungan dengan hukum bersama-sama
dengan sikap-sikap dan nilai-nilai yang berkait dengan tingkah laku yang
27 M. Syamsudin, op.cit.,h.31. 28 Esmi Warassih, op.cit., h. 69. 29 Satjipto Rahardjo, 1984, Hukum Dan Masyarakat, Angkasa, Bandung , (Selanjutnya
disingkat Satjipto Rahardjo II), h. 83.
berhubungan dengan hukum dan lembaga-lembaganya, baik secara positif
maupun negatif ”.
Friedman menjelaskan budaya hukum sangat penting karena merupakan
kunci untuk memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara sistem
hukum yang satu dengan yang lain. Di sini unsur budaya hukum itu sebagai
seperangkat nilai-nilai dan sikap-sikap yang merupakan pengikat sistem serta
mentukan tempat sistem hukum di tengah-tengah budaya bangsa sebagai
keseluruhan. Dengan adanya budaya hukum ini maka nilai-nilai dan sikap-sikap
sosial yang mengisi kekurangan–kekurangan yang dibutuhkan untuk menjelaskan
penggunaan proses hukum serta sistem hukum yang berkaitan dengan hukum
sebagai penentu antara masyarakat dengan hukum dan masyarakat dengan
pemerintah.
Setiap bangsa di dunia hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
senantiasa memiliki keperibadiannya sendiri agar tidak terombang-ambing dalam
kancah pergaulan masyarakat Internasional setiap bangsa memiliki ciri khas serta
pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain.30
Indonesia lahir dengan
Pancasila sebagai ideologi dan dasar sumber hukum dengan menggambarkan
gagasan Hans Kelsen tentang grundnorm atau norma dasar sebagai sumber dari
segala sumber hukum Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai pancasila
bahkan ditempatkan sebagai paradigma budaya hukum. Pancasila memiliki nilai-
nilai dasar yang bersifat universal dan tetap. Nilai- nilai itu tersusun secara
30 Kabul Budiyono, 2009, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, Alfabeta,
Bandung, h. 3.
hierarkis dan piramidal mengandung kenyataan konkret dalam kehidupan
masyarakat.
Dalam konteks budaya hukum pancasila dapat dilihat pada urgensi sebagai
dasar hukum dan sumber hukum nasional terlihat dalam berbagai seminar dan
konvensi nasional, antara lain31
:
a. Seminar Hukum Nasional ke II menyatakan bahwa pelaksanaan
UUD 1945 yang berlawanan dengan semangat jiwa Pancasila berarti
menipulasi konsititusi dan penghianatan terhadap pancasila.
b. Seminar Hukum Nasional ke IV menyatakan bahwa Pancasila
merupakan nilai-nilai kejiwaan bangsa; dasar tertib hukum
Indonesia; Pedoman dan penunjuk arah; dan batu ujian mengenai
kepatutan dan perundang-undangan merupakan hakekat
pembentukan sistem hukum Nasional.
c. Seminar Hukum Nasional ke V tahun 1990 menyatakan bahwa pada
akhir Replita VI sudah harus tersusun pola pikir dan kerangka sistem
hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Seminar Hukum Nasional ke VI tahun 1994 menyatakan sistem
hukum nasional yang juga merupakan sistem hukum Pancasila, harus
merupakan penjabaran dari seluruh sila-sila pancasila.
e. Rekomendasi Konvensi Hukum Nasional tahun 2008 dinyatakan
bahwa perlu disusun Grand Design Sistem dan Politik Hukum
Nasional dengan landasan UUD 1945 sebagai konstitusional
pancasila sebagai landasan filosofisnya.
Selain agar dapat membuktikan bahwa Pancasila sebagai landasan dalam
budaya hukum nasional, maka sila-sila Pancasila harus dipandang sebagai suatu
sistem nilai, sehingga pada hakikatnya Pancasila merupakan satu kesatuan.32
Berdasarkan penjelasan di atas pancasila menjadi landasan atas budaya Indonesia.
Hukum harus berdasarkan Pancasila, produk hukum boleh dirubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan pergaulan masyarakat, tentunya pancasila harus
31 Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, h. 70. 32 Ibid. h. 79-84
menjadi kerangka berfikir. Pancasila dapat memandu budaya hukum nasional
dalam berbagai bidang yaitu 33
:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan budaya hukum
yang berbasis moral agama.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi landasan budaya
hukum yang menghargai dan melindungi hak- hak manusia asasi
manusia yang non diskrimatif .
c. Sila Persatuan Indonesia menjadi landasan budaya hukum yang
mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan berbagai ikatan
primodialnya masing-masing.
d. Sila Kerakyataan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan menjadi landasan budaya hukumyang
meletakkan kekuasaan di bahwa kekuasaan rakyat (demokratis)
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi
landasan budaya hukum dalam hidup bermasyarakat yang
berkeadilan sosial bagi sehingga meraka yang lemah sosial dan
ekonomis tidak ditindas oleh mereka yang kuat secara sewenang-
wenang.
2.3 Tinjauan Umum Tentang Motif Tradisional
2.3.1 Pengertian Dan Konsep Motif Tradisional
Motif tradisional Bali adalah motif hias yang telah diungkapkan, diukir,
ditatah digambarkan dan lain-lainnya. Diungkapkan pada perhiasan bangunan,
alat-alat, benda-benda upakara, prabot-prabot rumah tangga dan juga pada
bermacam-macam benda souvenir yang dibuat oleh para seniman pengrajin di
Bali. Motif-motif yang digunakan mengandung ada peranan penting dalam
perwujudan seni murni (fine art) maupun seni pakai (applied Art) di Bali. Motif
tradisional di Bali pada umumnya berupa bentuk garis-garis geometris yaitu
berupa garis-garis lingkaran, garis lurus, lengkung, segitiga dan lain-lainnya yang
disusun berulang-ulang secara ritmik. Perkembangan selanjutnya diungkapkan
33 Esmi Warassih, op.cit , h.74.
dalam bentuk stilisasi (penggayaan) dari bentuk alam terutama dari dunia flora
seperti daun-daun, bunga-bungaan dan tangkai. Dari dunia fauna berupa bentuk
binatang hewan seperti ular, naga, burung, ikan, gajah dan penyu. Pada umumnya
motif-motif ornamen Bali yang kuno distilisasi secara ikoplastis, sedangkan
motif-motif hias yang lebih muda distilisasikan secara fisioplastis yang lebih
mendekati wujud naturalis.34
2.3.2 Perlindungan Motif Tradisional
Ekspresi budaya tradisional di Indonesia dilindungi oleh bebarapa
ketentuan peraturan perundang-undangan nasional. Beberapa ketentuan tersebut
adalah35
:
1. UUHC 2014
Dalam UUHC perlindungan terhadap ekspresi budaya diatur dalam
Pasal 38 :
(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.
(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi
budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat pengembangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh
Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Penjelasannnya dalam Pengaturan UUHC pada Pasal 38, 39 dan 40 bahwa
hak cipta atas ekspresi budaya dipegang oleh Negara berkenaan dengan motif
34 Ni Made Rinu, op.cit., h.17-18. 35 Miranda Risang et.al., 2014, Hukum Sumber Daya Genetik , Pengetahuan
Tradisional Dan Ekspresi Budaya Di Indonesia, Alumni , Bandung, h.89.
sesuai dengan Pasal 40 angka 1 huruf j objek dari perlindungan hak cipta karya
seni atau seni motif lain ini merupakan ciptaan yang dilindungi yang dimaksud
dengan seni motif lain adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia
yang terdapat di berbagai daerah sehingga keberadan motif tradisional merupakan
salah satu ciptaan yang dilindungi.
1. Konvensi Berne
Konvensi Berne untuk perlindungan karya sastra dan karya seni atau
Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Work telah menjadi
hukum nasional Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997.
Selain isinya yang melindungi berbagai jenis karya sastra dan seni umum, hal
yang penting untuk dicatat dalam konvensi ini adalah Pasal 6 Ayat (1), (2),dan (3)
tentang Hak Moral. Berdasarkan Pasal 6 konvensi berne.36
(1) Di samping hak-hak ekonomi Pencipta, dan sekalipun hak-hak
ekonomi telah dialihkan, pencipta tetap memiliki hak untuk menuntut
agar ia disebut sebagai pencipta atas karyanya dan untuk
menangkal segala bentuk distorsi, mutilasi dan modifikasi atau
tindakan–tindakan penghapusan yang terkait dengan karyanya yang
dapat melanggar kehormatan atau repotasinya.
(2) Hak-hak yang diberikan kepada pencipta dalam paragraph sebelum
ini, setelah kematian pencipta, harus minimal sampai batas waktu
pemberlakuan hak-hak ekonominya dan harus dapat dilaksanakan
oleh orang-orang atau badan hukum yang memiliki kekuasaan
hukum untuk itu dalam negara tempat perlindungan itu berlaku.
Meskipun demikian negara-negara yang pada saat ratifikasi atau
akses konvensi itu tidak memiliki peraturan yang melindungi hak
setelah meninggalnya Pencipta ini, dapat menentukan bahwa setelah
pencipta itu meninggal, hak-hak tersebut pun akan berhenti.
(3) Upaya-upaya hukum pemulihan untuk mengamankan hak-hak yang
diberikan oleh Pasal ini harus didasarkan kepada peraturan Negara
tempat perlindungan ini diberlakukan.
36 Ibid. h. 92.
2.3.3 Bentuk Motif Tradisional Perak Bali
Bentuk dan motif ornamen Bali yang diungkapkan sebagai hias dalam
benda-benda seni bangunan, sarana upacara, benda-benda kerajinan sebagai
berikut :
1. Bentuk/motif keketusan
Keketusan berasal dari kata ketus yang artinya mencabut atau memetik,
mendapat awalan ke yang menunjukan sifat kebendaan dan akhiran an yang
menunjukkan lebih dari satu. Kekatusan artinya hiasan yang diambil atau dipetik
dari bagian-bagian tertentu baik tumbuh-tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya
yang jumlahnya lebih dari satu. Motif-motif kekatusan sebagai berikut37
:
a. Kakul-kakulan
Kakul-kakulan merupakan petikan dari stilisasi dari bentuk binatang
siput (kakul)bentuknya bulat (pula lingkaran) dibuat berulang-ulang
dan diberikan garis melingkar seperti bentuk bagian belakag siput.
b. Batuan Timun
Motif batuan timun merupakan petikan dan stilisasi dari bentuk biji-
bijian buah mentimun dan disela-selanya diberikan stilasi daun dan
bungan serta garisnya. Tiap ujung batuan timun dirangkaikan dengan
ujung bijian yang satu dengan ujung biji yang lain sedemikian rupa
dan sangat ritmis.
c. Mas-masan
Motif mas-masan merupakan motif petikan dan stilisasi dari bentuk
bunga dengan garisnya.
d. Bibih Ingka
Bibih ingka merupakan petikan dan stilisasi dari bentuk ingka
(tempat makan) yang dibuat dari rajutan lidi daun kelapa yang
bentuknya sangat artistik.
e. Rerantaian
37 Ni Made Rinu, loc.cit.
Rerantaian adalah petikan dan stilisasi dari bentuk rantai yang
merupakan jalinan dari hubungan-hubungan mata rantai satu dengan
bagaian lainnnya yang sangat ritmis.
f. Bebatuan (batu-batuan)
Motif bebatuan merupakan stilisasi dari bentuk batu kali yang
digayakan ke dalam motif hiasan yang artistik motif ini dibuat
bervariasi ada yang lebih besar, kecil dan dua sisi batu yang dapat
dikombinasikan dengan motif daun-daunnan dan bunga-bungaan
lainnya sehingga harmonis.
g. Ganggong-gangggongan
Motif ganggong-ganggongan merupakan petikan dan stilisasi dari
bentuk tumbuhan ganggong atau sejenis daun-daunan dalam air yang
diulang-ulang dan memanjang.
h. Kuta Mesir
Kuta mesir merupakan petikan stilisasi yang rangkaian memanjang
dari bentuk patah-patahan garis geometris yang menyerupai bentuk
huruf T yang diulang-ulang.
i. Tali Ikut
Motif tali ikut merupakan petikan dan stilisasi dari bentuk dua tiga
jalinan tali (ulat tali) yang dibelit-belitkan satu lainnya pada hiasan
yang sangat ritmis.
j. Pidpid-pidpidan
Motif pidpid-pidpidan merupakan petikakn dan setilisasi dari
bentuk tumbuh-tumbuhan (daun pakis) yang diolah oleh seniman
secara kreatif sehingga menjadi suatu motif yang sangat menarik.
k. Sulur Picung
Motif sulur picung merupakan petikkan dan stilisasi dari tumbuh-
tumbuhan picung (sejenis tumbuh-umbuhan merambat).
2. Pepatran
Di Bali hiasan yang terdiri dari daun-daunnan yang telah digubah diberi
nama “patra“ atau “pepatraan” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
“daun” atau “surat” mendapat awalan pe yang menunjukkan jumlah yang lebih
dari satu dan akhiran an yang menunjukkan sifat kebendaannya sehingga arti
pepatraan di sini adalah suatu benda merupakan hasil stilisasi atau gubahan dari
tumbuh-tumbuhan rambut (menjalar) dan jumlahnya lebih dari satu. Pada
umumnya seniman dangan inspirasinya menjelmakan kreasi, seni dengan
bermacam variasi ornamentik yang disusun secara harmonis dan estetis sesuai
dengan bidang yang akan dihias. Mereka mengatur dengan baik komposisi antara
bidang yang dihias dengan tidak dihias, sehingga dengan demikian lahirlah
bermacam-macam nama patra antara lain :
a. Patra Punggel
Patra punggel (punggalan) adalah gabungan dari beberapa unsur-
unsur tumbuh-tumbuhan dan binatang yang disusun menjadi satu
motif baru. Dengan kata lain, bila dilihat dari pengertiannya, akan
berarti pucuk daun baru tumbuh dari bekas tunas yang baru
dipotong, kemudian dipergunakan sebagai hiasan dengan peletakan
dibolak-balik menurut kesenangan senimannya. Motif patra punggel
ini dapat ditempatkan di segala bidang, misalnya pakaian tari-tarian,
ukiran logam, kadang-kadang dicampur dengan patra sari. Motif
patra punggel ini tidak mempunyai makna simbolis, tetapi hanya
sebagai motif pada pola-pola tertentu dengan fungsi menghias.
b. Patra Sari
Patra Sari adalah motif perkembangan dari patra punggel. Patra sari
merupakan stilisasi dari bunga. Dalam penyestilisasian itu diambil
dari daun-daun bunga yang sedang berkembang, di mana diutamakan
adalah sari bunganya yang lain daunnya berguna untuk
menambahkan keindahan komposisinya saja. Dengan demikian
dapat disusun sebagai rangkaian patra yang dibentuk secara simetris
dan merupakan profil sebuah bunga dan tiap-tiap bunga disambung
dengan garis-garis selung sebagai batang dan tangkai bunga.
c. Patra Cina
Patra Cina adalah merupakan stiliran dari tumbuh-tumbuhan yang
mempunyai bunga dan tiga sehelai daun, dengan kata lain motif
patra Cina ini terdiri dari bunga-bungaan dan daun-dauaan tumbuh
sangat jarang.
d. Patra Olanda
Patra Olanda merupakan stilisasi (gubahan) dari tumbuh-tumbuhan
yang menjalar, diselingi dengan motif–motif daun anggur. Ciri
utama dari patra olanda ini antra lain : daun-daunnya yang besar dan
bergeraji, batang bergelombang, pada tiap-tiap lekikan tubuh
setangkai bunga, berbuah dan pada ujung daun terdapat sari bunga.
e. Patra Samblung
Patra Samblung adalah gubahan sejenis pohon rimba yang terdiri
dari unsur batang dan daun yang masih kuncup atau dengan kata lain
adalah stilisasi dari daun samblung yang biasanya tumbuhan berliku-
liku pada pohon enau di Bali.
f. Patra Bun-bunan
Dengan bervariasi dalam berbagai jenis flora yang tergolong bun-
bunan (tumbuh-tumbuhan yang berbatang jalar). Dipolakan berulang
antara daun dan dirangkai batang jalar. Dapat juga divariasikan
dengan julur-julur dari batang jalar.
g. Patra Kuwung
Patra Kuwung adalah merupakan stilisasi dari tumbuh-tumbuhan
yang diungkapkan satu tangkai agak melingkar ke kanan .
h. Patra Banci
Patra Banci adalah merupakan gabungan dari dua buah patra atau
lebih, sehingga bentuknya menjadi satu kesatuan yang harmonis.
i. Patra Bali
Patra Bali merupakan stilisasi dari bunga-bungaan yang tidak
mempunyai kepala putik.
j. Patra Gemulung
Patra Gemulung adalah merupakan stilisasi dari tumbuh-tumbuhan
yang diungkapkan dalam bentuk setangkai bunga dilengkapi dengan
daun patra punggel sebagai variasianya.
3. Kekarangan
Menampilkan suatu bentuk hiasan dengan suatu karangan atau rancangan
yang berusaha mendekati bentuk-bentuk flora yang ada dengan penekanan pada
bagian-bagian keindahan. Adapun berbagai macam motif kekarangan adalah
sebagai berikut 38
:
a. Karang Simbar
Motif karang simbar merupakan stilisasi dari bentuk tumbuh-
tumbuhan (simbar menjangan) yaitu tumbuh-tumbuhan yang
hidupnya menempel pada tumbuh-tumbuhan lainnya yang bentuknya
terurai ke bawah.
b. Karang bunga
Motif karang bunga merupakan stilisasi dari bentuk-bentuk bunga
dan bisanya bentuk bunga yang diambil adalah sejenis bunga yang
tumbuhnya tunggal seperti bunga, bunga matahari, bunga mawar,
dam lain sebainya.
c. Karang suring
Motif karang suring merupakan suatu hiasan yang menyerupai
serumpun peru dalam bentuk kubus.
38 I Nyoman Gelebet, 1986, Arsitektur Tradisional Daerah Bali, Pendidikan dan
Kebudayaan, Bali, h. 332.