BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Online ... BAB II.pdfsengketa yang sama dengan...

54
1 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Online Dispute Resolution (ODR) 2.1.1. Sejarah Online Dispute Resolution Perkembangan globalisasi yang berlangsung pada masa kini telah menyebabkan berbagai perubahan yang signifikan terhadap aspek-aspek di dunia ini, misalnya saja pada aspek perekonomian, perdagangan, politik, kebudayaan, dan berbagai aspek lainnya. Perkembangan globalisasi yang terus berlangsung dapat terlihat jelas pada sektor perdagangan internasional, hal ini dapat dilihat pada aktifitas perdagangan internasional itu sendiri. Aktifitas perdagangan internasional juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan globalisasi, terlebih aktifitas perdagangan tersebut dipengaruhi dengan kemajuan teknologi informasi merupakan sebagai salah satu pilar globalisasi. 1 Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang, jasa, maupun teknologi yang dilakukan dalam negara atau lintas batas negara.Transaksi, jual-beli, tawar-menawar, ekspor-impor merupakan bagian daripada aktifitas-aktifitas perdagangan internasional. Dalam suatu aktifitas perdagangan internasional yang tentunya dilakukan oleh masyarakat internasional, tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu sengketa antara para pihak yang terlibat dalam aktifitas perdagangan tersebut. Apabila terjadi sengketa diantara para pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional, sengketa tersebut dapat 1 Shinta Dewi, op.cit.

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Online ... BAB II.pdfsengketa yang sama dengan...

1

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Tinjauan Umum Mengenai Online Dispute Resolution (ODR)

2.1.1. Sejarah Online Dispute Resolution

Perkembangan globalisasi yang berlangsung pada masa kini telah

menyebabkan berbagai perubahan yang signifikan terhadap aspek-aspek di dunia

ini, misalnya saja pada aspek perekonomian, perdagangan, politik, kebudayaan,

dan berbagai aspek lainnya. Perkembangan globalisasi yang terus berlangsung

dapat terlihat jelas pada sektor perdagangan internasional, hal ini dapat dilihat

pada aktifitas perdagangan internasional itu sendiri. Aktifitas perdagangan

internasional juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan globalisasi,

terlebih aktifitas perdagangan tersebut dipengaruhi dengan kemajuan teknologi

informasi merupakan sebagai salah satu pilar globalisasi.1

Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang, jasa,

maupun teknologi yang dilakukan dalam negara atau lintas batas

negara.Transaksi, jual-beli, tawar-menawar, ekspor-impor merupakan bagian

daripada aktifitas-aktifitas perdagangan internasional. Dalam suatu aktifitas

perdagangan internasional yang tentunya dilakukan oleh masyarakat internasional,

tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu sengketa antara para pihak yang

terlibat dalam aktifitas perdagangan tersebut. Apabila terjadi sengketa diantara

para pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional, sengketa tersebut dapat

1

Shinta Dewi, op.cit.

2

diselesaikan secara litigasi atau non-litigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi

merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui lembaga peradilan dan

prosesnya dilakukan dengan prosedur pengadilan, sedangkan yang dimaksud

dengan penyelesaian sengketa secara non-litigasi yaitu penyelesaian sengketa

diluar pengadilan atau dapat disebut dengan penyelesaian sengketa alternatif.2

Penyelesaian sengketa alternatif atau dengan istilah lain disebut dengan

Alternatif Dispute Resolution (selanjutnya disebut dengan “ADR”) merupakan

salah satu penyelesaian sengketa yang diminati oleh para pelaku perdagangan

internasional. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa perkembangan

teknologi informasi telah mempengaruhi perubahan terhadap perdagangan

internasional, begitu pula halnya dengan penyelesaian sengketa alternatif atau

ADR yang turut berkembang akibat terpengaruh dengan kemajuan teknologi

informasi.3

Penyelesaian sengketa alternatif yang terpengaruh dengan kemajuan

teknologi informasi ini dapat disebut dengan Online Dipsute Resolution

(selanjutnya disebut dengan “ODR”). ODR merupakan metode penyelesaian

sengketa yang sama dengan metode ADR, yang membedakannya hanya terletak

pada mekanismenya yaitu secara online.4

Perkembangan teknologi informasi berupa interconnection-networking

(selanjutnya disebut dengan “internet”) dimulai pada tahun 1969, namun

2

Dodoy Suharyati, 2013, Perspektif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia, URL:

http://stihpada.ac.id/perspektif-penyelesaian-sengketa-bisnis-di-indonesia/, diakses pada Sabtu 17

Oktober 2015.

3Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, op.cit.

4Meria Utama, op.cit, h.1838.

3

kebutuhan terhadap ODR tidak muncul pada saat itu hingga awal tahun 1990-an.5

Sejarah singkat dan perkembangan daripada ODR ini dapat diklasifikasikan ke

dalam 3 (tiga) periode yaitu sebelum dan hingga tahun 1995 (the elementary

stage); periode sejak tahun 1995 sampai 1998 atau 1999 (the experimental stage),

dan periode masa kini (entrepreneurial stage).6

a. The Elementary Stage (sebelum dan hingga tahun 1995)

ODR dimulai sebelum tahun 1995, namun pada periode ini hanya

menerapkan beberapa prosedur penyelesaian sengketa yang bersifat

khusus yang diterapkan secara informal ke dalam konteks online.Pada

periode ini istilah ODR belum ditemukan, begitu pula juga dengan

lembaga-lembaga penyelesaian sengketa yang secara khusus ditujukan

untuk ODR.Adapun sengketa perdagangan pertama yang terjadi pada

periode ini yaitu terjadi pada April 1994 mengenai sengketa spam.

b. The Experimental Stage (tahun 1995-1998)

Pada periode kedua ini, eksistensi daripada ODR semakin

berkembang seiring dengan perkembangan internet, terutama sebagai

media perdagangan internasional.Berbagai aktifitas perdagangan

internasional melalui dunia maya terus berkembang, seperti misalnya

penawaran jual-beli barang melalui fasilitas internet.Semakin berkembang

aktifitas perdagangan internasional melalui internet, semakin besar pula

5Ethan Katsh, “Online Dispute Resolution: Some Implications for the Emergence of Law

in Cyberspace”, Lex Electronicavol.10 n°3, Hiver/Winter 2006, URL: http://www.lex-

electronica.org/docs/articles_65.pdf, diakses pada Sabtu 18 April 2015, h.3.

6Rafal Morek, 2005, Jurnal: “Regulation of Online Dispute Resolution: Between Law

and Technology), URL:http://www.odr.info/cyberweek/Regulation %20of%20ODR_Rafal%

20Morek.doc., diakses pada Sabtu 18 April 2015, h. 9.

4

peluang terjadinya perselisihan atau sengketa antar pelaku perdagangan

internasional yang terjadi melalui internet. Selama periode ini pengakuan

terhadap lembaga yang menyediakan mengenai penyelesaian sengketa

online terus dibutuhkan seiring dengan peningkatan penggunaan internet

dalam perdagangan internasional. Adapun pelopor perkembangan ODR

selama periode ini, lebih banyak dilakukan oleh para akademisi dan

lembaga non-profit. Pada periode ini berbagai rencana melalui

dibentuknya suatu lembaga dirancang untuk memungkinkan mereka yang

bersengketa, mendapatkan penyelesaiannya tanpa harus bertemu. Sebagai

contoh, pada periode ini terdapat kasus pertama yang dimediasi oleh

Ombudsman Office Online, yaitu sebagai lembaga mediasi online yang

disediakan oleh University of Massachusetts, dalam pelaksanaannya

terdapat mediator yang bekerja secara online membantu seorang pemilik

situs pribadi dalam menyelesaikansengketanya terhadap lembaga koran

lokal dengan gugatan pelanggaran atas hak cipta.7

c. Entrepreneurial Stage (masa kini)

Eksistensi ODR pada periode “entrepreneurial stage” atau pada

masa kekinian ini sudah semakin diakui dan dibutuhkan keberadaannya

dalam menyelesaikan suatu sengketa perdagangan internasional.Dimana

pada masa kini entitas perdagangan internasional telah menunjukkan

minatnya dalam menyelesaikan sengketa secara online, hal ini dikarenakan

7Rafal Morek, op.cit, h.11.

5

efektifitas dan efesiensi waktu penyelesaian sengketa secara online sangat

diutamakan oleh para pedagang atau pebisnis. Dengan demikian, selama

periode ini sebagian besar ODR telah diterima sebagai proses yang

diperlukan di ranah dunia maya (cyberspace) atau yang disebut juga ranah

online, dan telah menunjukkan bahwa ODR dapat digunakan dalam

menyelesaikan sengketa perdagangan yang timbul baik secara online atau

offline. Akibat daripada semakin diminatinya ODR tersebut, pada periode

ini banyak lembaga yang menawarkan penyelesaian sengketa melalui

ODR meskipun dalam pembangunan dan penerapannya sistem ODR

membutuhkan biaya yang tinggi.Pada akhirnya eksistensi ODR pada masa

kini telah diakui dan dibutuhkan oleh kepentingan komersial yang berasal

dari ranahonline untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, dan pada

masa kini beberapa negara bagian mengutamakan ODR untuk

menyelesaikan sengketa yang timbul akibat aktifitas di dunia maya atau

online.

Berdasarkan ulasan singkat mengenai sejarah ODR tersebut, dapat

disimpulkan bahwa eksistensi ODR akan semakin diakui dan dibutuhkan seiring

dengan perkembangan aktifitas perdagangan melalui internet. Dimana peran ODR

akan semakin besar ketika adanya peningkatan yang tinggi terhadap aktifitas

perdagangan antara berbagai pelaku perdagangan internasional, dan keberadaan

ODR itu sendiri tidak dapat dihindari atau bahkan dihentikan perkembangannya.

6

1.1.2. Pengertian Online Dispute Resolution (ODR)

Setiap sengketa yang timbul dari aktifitas perdagangan elektronik atau

electronic commerce (e-commerce) dapat disebut dengan e-commerce dispute.8

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa semakin tinggi aktifitas e-

commerce maka semakin besar peluang terjadinya suatu sengketa yang timbul

karenanya, dan salah satu sengketa yang timbul yaitu akibat dari perbuatan hukum

dalam e-contract. Pada umumnya suatu sengketa perdagangan diselesaikan

melalui proses litigasi atau non-litigasi secara langsung, namun pada masa kini

terdapat suatu mekanisme yang inovatif dalam menyelesaikan suatu sengketa

yang timbul dari aktifitas perdagangan di dunia maya (e-commerce) yaitu disebut

dengan penyelesaian sengketa melalui internet atau dikenal dengan sebutan

Online Dispute Resolution (ODR).

Penyelesaian sengketa melalui online atau ODR ini muncul dari praktek

penyelesaian sengketa konvensional, namun yang membedakannya hanyalah

penggunaan teknologi baru berupa internet sebagai fasilitasnya. Pablo Cortés

memberikan pendapat mengenai definisi ODR dalam jurnalnya, yaitu “ODR in the

consumer context refers to the use of ICT tools and methods (usually alternative

to the court system) employed by businesses and consumers (B2C) to settle

conflicts that arise out of economic transactions between the parties, particularly

in e-commerce.”9 Melalui pendapat Pablo Cortés tersebut dapat dikatakan bahwa

ODR dalam konteks perdagangan memiliki arti bahwa ODR mengacu pada

8Roger LeRoy Miller & Gaylord A. Jentz, 2002, Law for E-Commerce, Thomson

Learning, United States, h. 60.

9Pablo Cortés (selanjutnya disebut dengan Pablo Cortés I), tanpa tahun, Online Dispute

Resolution for Consumers: Online Dispute Resolution Methods for Settling Business to Consumer

Conflicts, URL: http://www.mediate.com/pdf/cortes.pdf, diakses pada Kamis 05 Februari 2015.

7

penggunaan ICT (Information and Communication Technology) atau teknologi

informasi dan komunikasi dan metode penyelesaian sengketa alternatif yang

digunakan oleh para pebisnis dan konsumen (B2C) untuk menyelesaikan sengketa

yang muncul akibat transaksi ekonomi antara para pihak, khususnya dalam e-

commerce.

Gabrielle Kaufmann-Kohler dan Thomas Schultz memberikan pendapat

mengenai definisi daripada ODR, yaitu “ODR is usually defined either as a sui

generis form of dispute resolution or as online alternative dispute resolution

(online ADR).”10

Berdasarkan pendapat tersebut dapat didefinisikan bahwa ODR

biasanya dikatakan sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang sui generis atau

sebagai penyelesaian sengketa alternatif secara online.

Senada dengan definisi-definisi sebelumnya, Feliksas Petrauskas dan Eglė

Kybartienė juga memberikan definisi mengenai ODR.

“Online dispute resolution is a branch of dispute resolution which

uses technology to facilitate the resolution of disputes between parties. It

primarily involves negotiation, mediation or arbitration, or a combination

of all three. In this respect it is often seen as being the online equivalent of

alternative dispute resolution. However, ODR can also augment these

traditional means of resolving disputes by applying innovative techniques

and online technologies to the process.”11

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut,

dapat dikatakan bahwa ODR merupakan inovasi baru terhadap mekanisme

penyelesaian sengketa non-litigasi atau penyelesaian sengketa alternatif

khususnya mengenai sengketa terkait aktifitas e-commerce yang dimana dalam

10Gabrielle Kaufmann-Kohler danThomas Schultz, 2004, Online Dispute Resolution:

Challenges for Contemporary Justice, Kluwer Law International, Netherlands, h.5.

11

Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, op.cit.

8

penyelesaiannya menggunakan fasilitas internet, dan ODR ini merupakan bentuk

penyelesaian sengketa alternatif yang bersifat khusus atau tersendiri (sui generis).

ODR lebih tepat diterapkan pada sengketa-sengketa terkait aktifitase-

commerce internasional, terutama pada sengketa-sengketa yang bernilai kecil.

ODR mencakup sejumlah proses yang secara umum mempunyai dua ciri: “DR”

(yakni dispute resolution) dan “O” (yakni online). Dengan kata lain,

menyelesaikan sengketa dan dilakukan secara elektronik.12

Pada ODR ini semua

bentuk penyelesaian sengketa alternatif dapat dilakukan melalui fasilitas internet.

1.1.3. Jenis-jenis ODR

ODR sebagai suatu metode yang inovatif dalam menyelesaikan suatu

sengketa yang khususnya sengketa tersebut muncul akibat aktifitas e-commerce,

seperti halnya sengketa e-contract, sangat diminati para pelaku e-commerce

karena penyelesaian sengketa melalui ODR ini dapat menyelesaikan sengketa

dengan cepat dan efisien.

ODR yang dikatakan sebagai penggabungan aplikasi dan jaringan

komputer untuk menyelesaikan sengketa dengan metode penyelesaian sengketa

alternatif konvensional memiliki 4 (empat) macam sistem ODR, sebagaimana

dijelaskan oleh Esther van den Heuvel dalam jurnalnya, adalah sebagai berikut:13

Online settlement, using an expert system to automatically settle financial claims;

12Andi Julia Cakrawala, op.cit, h.101-102.

13

Esther van den Heuvel, tanpa tahun, Online Dispute Resolution as a Solution to Cross-

Border E-Disputes, URL: http://www.oecd.org/internet/consumer/1878940.pdf., diakses pada

Minggu, 8 Februari 2015, h.8

9

Online arbitration, using a website to resolve disputes with the aid of qualified arbitrators;

Online resolution of consumer complaints, using e-mail to handle certain

types of consumer complaints;

Online mediation, using a website to resolve disputes with the aid of qualified mediators;

Namun tidak semua jenis-jenis ODR tersebut berkembang dengan baik,

hanya beberapa diantara 4 (empat) jenis ODR tersebut yang berhasil mengalami

kemajuan, yaitu online settlement dan online arbitration.14

Adapun penjelasan

daripada masing-masing jenis ODR tersebut ialah sebagai berikut:

a. Online Settlement

Online Settlement ini terlebih mengenai penyelesaian sengketa gugatan

finansial. Penyelesaian sengketa online mengenai gugatan finansial ini

berkembang di Amerika Serikat. ODR jenis ini merupakan jenis penyelesaian

sengketa yang paling berkembang, walaupun jenis ODR ini tidak selalu

berhubungan dengan sengketa yang timbul akibat aktifitas-aktifitas yang

terjadi di dunia maya atau disebut dengan e-disputes. Adapun website pertama

yang menawarkan penyelesaian sengketa online mengenai financial claims

adalah Cybersettle dan setelahnya disusul oleh keberadaan Clicknsettle.15

b. Online Arbitration

Online arbitration atau arbitrase online sekarang ini lebih sering

digunakan atau diterapkan di Kanada berdasarkan e-Resolution yang

merupakan sebuah pengadilan yang sebenarnya untuk menyelesaikan sengketa

14Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, op.cit, h.924.

15

Esther van den Heuvel, op.cit.

10

domain name.16

Adapun institusi yang berwenang menyelesaikan sengketa

domain name tersebut ialah Internet Corporation for Assignment Names and

Numbers (The ICANN).The ICANN menyelesaikan suatu sengketa domain

name berdasarkan kebijakan yang mereka miliki sendiri, yaitu The ICANN

Uniform Domain-Name-Dispute-Resolution Policy. Keberadaan daripada

online arbitration ini semakin terus berkembang dan dibutuhkan.

c. Online resolution of consumer complaints

ODR jenis ini tidaklah menerapkan secara utuh mekanisme

penyelesaian sengketa melalui online, hanya menerapkan beberapa prosedur

yang dilakukan secara online. Adapun lembaga yang menyediakan jasa

penyelesaian sengketa ODR jenis ini ialah BBBOnLine yang merupakan

cabang korporasi Central Better Business Bureau (CBBB). BBBOnLine

mengembangkan penyelesaian sengketa yang berasal dari consumer

complaints (keluhan konsumen) yang berada di Amerika Serikat.

Mekanisme penyelesaian sengketa melalui BBBOnLine merupakan

mekanisme yang bersifat semi-online, hal ini dapat dilihat dari mekanisme

pengajuan keluhan (complaiment submitted) dilakukan secara online, namun

penyelesaian daripada sengketa tersebut tidak diselesaikan secara online pula,

melainkan dilakukan melalui mekanisme konsiliasi yang sederhana. Apabila

konsiliasi ini tidak menghasilkan suatu penyelesaian, maka pihak BBBOnLine

akan mengadakan suatu proses mediasi yang dimana dalam mediasi tersebut

16Ibid, h.9.

11

menggunakan e-mail atau telepon sebagai sarana untuk koresponden atau

berkomunikasi.

Selain menawarkan penyelesaian sengketa semi-online tersebut,

BBBOnLine juga menyediakan jasa penyelesaian sengketa yang lebih formal

tetapi tidak melalui online yaitu dengan menyelesaikan sengketa secara

mediasi dan beberapa program arbitrase yang dilakukan secara tatap muka

(face-to-face).

d. Online mediation

Online mediation sebagai salah satu jenis ODR yang diminati, ODR

jenis ini terlebih menyelesaikan sengketa yang bernilai kecil.Sesuai dengan

istilahnya, online mediation tidak dilakukan secara face-to-face, melainkan

penyelesaian sengketa ini dilakukan secara online.Ini berarti bahwa para

pelaku bisnis internasional yang masing-masing berada di negara yang

berbeda dapat menggunakan sarana online mediation ini untuk menyelesaikan

sengketanya.

ODR jenis ini pada umumnya disediakan oleh beberapa organisasi,

salah satunya ialah organisasi yang berada di Amerika Serikat yaitu Online

Mediators, yang merupakan suatu website yang menawarkan mediasi secara

online melalui website yang telah mereka sediakan atau melalui program lain

yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Adapun salah satu organisasi yang

memiliki jasa penyelesaian sengketa online mediation tersebut ialah

Squaretrade, yang merupakan hasil daripada research projectUniversity of

Massachusetts.

12

Squaretrade tidak hanya menawarkan online mediation, Squaretrade

akan menyelesaikan sengketa para pihak dengan melalui proses konsiliasi

terlebih dahulu, dan kemudian akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu

online mediation atau mediasi online. Apabila dengan cara ini tidak

memberikan hasil, maka para pihak dapat meminta pendapat kepada mediator

untuk memberikan solusi. Ini artinya mediator bukan lagi memberikan

penyelesaian sengketa melalui mediasi, tetapi telah mengacu pada tahap

berikutnya sebagai arbitrator.17

1.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan ODR

Berbagai macam penyelesaian sengketa ditawarkan untuk menyelesaikan

suatu sengketa e-contract yang timbul akibat aktifitas e-commerce, baik itu

penyelesaian sengketa secara litigasi hingga non-litigasi dan masing-masing jenis

penyelesaian sengketa memiliki kelebihan dan kekurangan atau dengan istilah lain

segi positif dan segi negatif daripada jenis penyelesaian sengketa tersebut.

Membahas mengenai salah satu jenis penyelesaian sengketa alternatif yang

inovatif ini, ODR, juga memiliki kelebihan dan kekurangan apabila

menyelesaikan sengketa e-contract melalui ODR. Adapun kelebihan dan

kekurangan penggunaan ODR berdasarkan penjabaran sebelumnya, adalah

sebagai berikut:

17Ibid, h.12

13

a. Kelebihan Penyelesaian Sengketa melalui ODR

1. Time and Cost Savings

Penyelesaian sengketa secara online tentunya dapat

mengefisiensikan waktu bagi para pebisnis antar negara yang terlibat

dalam suatu sengketa yang timbul dari aktifitas bisnis/perdagangan

internasional secara online. Penggunaan internet untuk menyelesaikan

suatu sengketa dapat mempercepat procedure penyelesaian sengketa para

pihak, hal ini dikarenakan ODR memberikan kebebasan bagi para pihak

untuk menentukan waktu untuk proses penyelesaian atau dapat disebut

bahwa ppara pihak memiliki waktu yang fleksibel dalam menyelesaikan

sengketa. Prinsip “Time is Money” merupakan hal yang terpenting bagi

para pebisnis lintas negara, penyelesaian sengketa yang tidak perlu adanya

suatu pertemuan akan memudahkan bagi pebisnis yang terlibat sengketa,

selain pebisnis tersebut dapat menyelesaikan sengketanya secara online,

sebagian waktunya dapat ia sisihkan untuk tetap bekerja.

Selain itu, dikarenakan tidak adanya suatu pertemuan untuk

menyelesaikan sengketa, mengingat pada para pihak ini dibatasi jarak

yang jauh, maka para pihak dapat menghemat/menyimpan uang (cost

savings) dikarenakan tidak adanya keperluan akomodasi untuk saling

bertemu dalam penyelesaian sengketanya.

14

2. Convenience of the Procedure

ODR menyediakan penggunaan komunikasi yang menggunakan sistem

asynchronous18

, sistem ini memudahkan para pihak untuk saling bertukar

pendapat tanpa harus saling merasa terintimidasi.19

Biasanya para pihak

yang bersengketa enggan melakukan pertemuan dengan pihak lawan, hal

ini dikarenakan pada umumnya pihak yang dituntut memiliki perasaan

takut akan diintimidasi oleh pihak lawan.

3. Selection of The Third Parties

Selain kelebihan ODR sebelumnya, kelebihan ODR lainnya adalah proses

penunjukan arbiter. Pada ODR para pihak dapat mengontrol lebih atas

proses (misalnya pemilihan waktu) dalam menyelesaikan sengketanya

tersebut. Selain itu para pihak dapat memilih pihak ketiga yang dirasa

tepat untuk menyelesaikan sengketanya dan menentukan prosesnya.20

b. Kekurangan Penyelesaian Sengketa melalui ODR

Selain memiliki keuntungan atau sisi positif daripada penggunaan

ODR, adapun beberapa kerugian atau sisi negatif penggunaan ODR sebagai

sarana penyelesaian sengketa e-commerce, yaitu:

1. Potentionally to Miss-understanding

18

Yang dimaksud dengan “Asynchronous” merupakan sistem teknologi informasi dan

komunikasi yang menunjang penyelesaian sengketa melalui ODR dengan memanfaatkan program

yang terkendali untuk pengguna tanpa harus menunggu proses dan tidak memakan waktu yang

lama.

19

Pablo Cortés (selanjutnya disebut dengan “Pablo Cortés II”), 2011, Online Dispute

Resolution for Consumer in the European Union, Routledge, New York, h.56.

20

Ibid., h.57.

15

Penyelesaian sengketa yang dilakukan tanpa adanya pertemuan

atau tatap muka antara kedua belah pihak yang bersengketa, sebagaimana

halnya dalam ODR, tidak selamanya mendatangkan suatu keunggulan.

Terkadang hal tersebut dapat menjadi kendala atau mempengaruhi

daripada hasil penyelesaian sengketa.Kurangnya intensitas atau bahkan

tidak ada pertemuan secara langsung antar para pihak dan pihak ketiga,

menyebabkan tidak adanya spontanitas dan tanggapnya interaksi oleh para

pihak. Selain itu penyelesaian sengketa akan lebih efektif dilakukan ketika

para pihak dapat saling berkomunikasi secara langsung, karena dengan

berkomunikasi secara langsung dapat dimengerti lebih baik agar tidak

muncul kesalahpahaman.

Dalam ODR, percakapan sebagian besar dilakukan pada sebuat

“chat room” atau melalui “video conference”, perlu diingat apabila pihak

yang bersengketa ialah pihak yang berasaal dari negara dan memiliki

budaya bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa dapat mengacaukan atau

membuat adanya miss-communication atau miss-understanding dalam

proses diskusi/penyelesaian sengketanya.

2. Internet Disruption

Penyelesaian sengketa melalui ODR yang tentunya menggunakan

fasilitas internet, terkadang menjadi kendala bagi penggunanya.Hal ini

dikarenakan akses internet di dunia tidak menjamin meratanya akses

secara cepat.Bahkan akses internet dapat menimbulkan masalah bagi

beberapa pihak yang bersengketa, terlebih mereka yang memiliki sengketa

16

yang timbul dari transaksi off-line.Sulitnya akses fasilitas ODR yang

menggunakan internet terkadang dapat membuat tidak nyaman dan

merugikan orang-orang yang kurang akrab dengan teknologi komputer.

3. Confidentiality Concern

ADR pada umumnya tidak mencatat hal-hal yang terkait mengenai

sengketa serta penyelesaiannya, sedangkan pada ADR yang dilakukan

melalui fasilitas dunia maya atau ODR ini dalam proses menyelesaikan

sengketanya pastinya dicatat dalam bentuk elektronik. Maksudnya adalah

dimana proses penyelesaian sengketa online ini dalam menyelesaikan

sengketanya akan secara langsung tersimpan dalam data elektronik oleh

sistem yang telah disediakan oleh instansi penyelesaian sengketa online

tersebut.

Hal inilah yang menjadi kekurangan atau sisi negatif daripada

penggunaan ODR, yaitu mengenai kerahasiaan daripada sengketa, para

pihak, dan proses penyelesaiannya, karena bisa saja para pihak yang lain

mencetak dan bahkan mendistribusikan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan sengketa melalui e-mail dengan mudah dan tanpa seizin atau

sepengetahuan pihak yang lain. Kerahasiaan inilah yang dianggap

merugikan dengan menggunakan ODR.

Walaupun ODR memiliki kekurangan atau sisi negatifnya, namun

eksistensi daripada ODR tidak dapat dihindari seiring dengan perkembangan

teknologi, dan bahkan masyarakat internasional harus siap untuk menghadapi

17

eksistensi ODR ini. Beberapa kelebihan yang dimiliki ODR akan menunjang dan

menutupi kekurangan penggunaan ODR, dan bahkan kedepannya akan terdapat

mekanisme yang semakin bertambah keefektifan daripada penggunaan ODR.

1.1.5. ODR di Berbagai Negara

Seperti halnya perkembangan teknologi internet yang semakin meluas dan

menyentuh setiap aspek di berbagai negara, begitu pula halnya dengan meluasnya

metode penyelesaian sengketa secara online atau yang disebut dengan ODR.

Kehadiran ODR hingga saat ini telah dikenal hampir diseluruh negara, dan bahkan

pada beberapa negara penyelesaian sengketa secara online ini digemari para

pebisnis yang bersengketa karena dinilai efektif dan efisien.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya jenis ODR yang paling

banyak diminati adalah Online Arbitration dan Online Mediation. Eksistensi ODR

di berbagai negara, menunjukan bahwa tidak sedikit negara mengakui cara

penyelesaian sengketa secara online tersebut, adapun beberapa negara yang telah

menerapkan sistem atau metode penyelesaian sengketa perdagangan melalui ODR

misalnya Amerika Serikat, Eropa, Singapura, dan Afrika.

a. Eksistensi ODR di Amerika Serikat

Keberadaan ODR di Amerika Serikat dapat dilihat dengan adanya

suatu lembaga arbitrase yang menyediakan jasa penyelesaian sengketa secara

online. Lembaga arbitrase tersebut ialah American Arbitration Association,

yang merupakan suatu lembaga atau operator layanan alternatif penyelesaian

sengketa (ADR) yang menangani sengketa pekerjaan, kekayaan intelektual,

18

konsumen, teknologi, jasa keuangan, kesehatan, konstruksi, dan sengketa

perdagangan internasional. Pada American Arbitration Association ini

memiliki The Supplementary Procedure untuk menyelesaikan sengketa

arbitrase secara online.

Dalam melaksanakan proses arbitrase secara online di Amerika,

American Arbitration Association mengeluarkan peraturan tambahan

(supplementary rules) yang mulai pada tahun 2001. Maksud diadakannya

supplementary rules adalah untuk memfasilitasi penggunaan sarana-sarana

elektronik dalam berarbitrase jika disetujui para pihak.21

b. Eksistensi ODR di Eropa

Hampir beberapa dekade telah berlalu, terlebih sejak pertama kalinya

ODR dibuat di Eropa, dan telah terdapat puluhan situs ODR.Dapat dikatakan

bahwa Eropa merupakan tempat lahirnya ODR melalui forum diskusi

internasional pada tahun 2002. Pada forum diskusi internasional tersebut,

terdapat beberapa para ahli dan para sarjana yang membahas mengenai ODR,

diantaranya ialah Daewon Choi yang merupakan perwakilan dari United

Nations Economic and Social Commission for Europe (UNECE) dan Profesor

Ethan Katsh dari University of Massachusetts, yang juga sebagai pencipta

daripada situs ODR yaitu www.odr.info.

Penggunaan ODR semakin berkembang di Eropa, pada tahun 2000,

telah tercatat di Inggris untuk pertama kalinya meluncurkan jasa penyelesaian

sengketa pertama yang berbasis ODR, yaitu InterSettle, e-Settle dan We Can

21Andi Julia Cakrawala, op.cit, h.240.

19

Settle.22

Penyelesaian sengketa yang berbasis ODR tersebut dibentuk oleh para

praktisi hukum.

c. Eksistensi ODR di Singapura

Singapura merupakan salah satu negara di Asia yang telah melangkah

jauh dalam memanfaatkan teknologi komunikasi berupa internet, begitu pula

halnya dengan perkembangan e-commerce di Singapura.Tingginya tingkat

penggunaan e-commerce di Singapura, membuka peluang timbulnya suatu

sengketa dunia maya.Dengan begitu, peluang penerapan penyelesaian

sengketa secara online juga sangat besar.Hal ini menjadi pertimbangan untuk

menerapkan penyelesaian sengketa online berupa arbitrase online.

Di Singapura telah terdapat beberapa lembaga pemerintah yang

memberikan perhatian mengenai permasalahan ini, adapun lembaga-lembaga

tersebut ialah Singapore Academy of Law dan Singapore Subordinate Court.

Selain lembaga pemerintah, lembaga arbitrase konvensional di Singapura juga

telah mendekati penggunaan fasilitas arbitrase online, yaitu Singapore

International Arbitration Centre.

Singapore Academy of Law membentuk Dispute Managersebagai

bentuk daripada penyelesaian sengketa alternatif secara online (ODR). Dispute

Managermemberikan penyelesaian sengketa melalui negosiasi, mediasi dan

penilaian kasus (case appraisal). Semua komunikasi dilakukan melalui

password dan situs yang dienkripsi secara aman (a secure encrypted site).23

22Marta Poblet and Graham Ross, 2013, ODR in Europe, URL:

http://www.mediate.com/pdf/poblet_ross.pdf, diakses pada Minggu 03 Mei 2015, h.10

23Ibid, h.264.

20

Kemudian pada SIAC telah mengatur mengenai oral evidence, yaitu

kesaksian secara lisan dan dapat dilakukan melalui fasilitas media

elektronik.Namun aturan ini tidak tercantum secara tegas dalam SIAC Rules,

karena prosedur ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kesepakatan yang

dibuat oleh para pihak.

d. Eksistensi ODR di Afrika24

Afrika merupakan benua yang wilayahnya sangat luas, dan memiliki

penduduk serta kekayaan alam yang melimpah. Seperti halnya negara lain

yang semakin berkembang akibat globalisasi, Afrika juga mengalami

perkembangan yang pesat, salah satunya mengenai budaya daripada

penyelesaian suatu sengketa. Walaupun beberapa aspek di Afrika telah

mengalami perkembangan, namun penerapan teknologi dalam penyelesaian

sengketa belum dapat berjalan sepenuhnya.Selain itu Afrika telah mendekati

penggunaan ODR dalam sistem penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh

konsumen e-commerce.Hal ini dapat dilihat dengan adanya “The

Onlineombud” di Afrika Selatan yang menargetkan sengketa konsumen

diselesaikan melalui pendekatan ODR. Adapun pendekatan mekanisme ODR

yang ditawarkan ialah Online Quick View dan Online Recommendation,

namun apabila terjadi kegagalan dalam mengakses mekanisme tersebut, The

Onlineombud tetap menawarkan mediasi dan arbitrase secara offline.

Onlineombud ini mempertimbangkan sengketa yang diajukan oleh

konsumen yaitu hanya menangani sengketa antara konsumen dan jasa

24Mohamed S. Abdel Wahab, 2013, Online Dispute Resolution for Africa, URL:

http://www.mediate.com/pdf/wahab1.pdf, diakses pada Minggu 03 Mei 2015.

21

provider (service provider) yang merupakan individu, permasalahan bisnis

kecil, penjamin kredit, permasalahan seseorang yang mengalami kerugian

finansial akibat jasa provider, dan lain sebagainya.

1.2. Tinjauan Umum Mengenai Electronic Contract (E-Contract)

1.2.1. Pengertian E-Contract

Istilah e-commerce secara sederhana mengacu pada transaksi bisnis yang

dilakukan melalui penggunaan media elektronik, sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya bahwa aktifitas e-commerce juga tidak terlepas dari diadakannya

suatu pembuatan kesepakatan yang dituangkan ke dalam bentuk kontrak.Konsep

pembentukan kontrak dalam bisnis atau perdagangan antar negara itu sendiri juga

turut berkembang sesuai dengan keadaan perdagangan itu. Perdagangan yang

dilakukan melalui media elektronik atau yang disebut dengan e-commerce juga

akan mempengaruhi pembentukan dari kontrak tersebut, para pebisnis yang

melakukan aktifitas perdagangannya melalui dunia maya tentunya memiliki

beberapa alasan tersendiri mengapa lebih memilih melakukan hubungan bisnis

atau dagang tanpa bertatap muka, yaitu salah satunya ialah efisiensi waktu dan

lebih hemat biaya.

Para pebisnis yang turut dalam aktifitas e-commerce pada umumnya

berada dalam wilayah yang berbeda, sehingga melakukan segala aktifitas yang

berkaitan dengan perdagangan atau bisnisnya dilakukan tanpa bertatap muka atau

dengan kata lain lebih memilih memanfaatkan teknologi informasi. Begitu pula

dalam pembentukan kontrak dalam perdagangan atau bisnis internasional yang

22

dilakukan oleh kedua belah pihak. Seiring dengan perkembangan media

elektronik, para pebisnis membuat atau mengadakan kontrak perdagangannya

dengan menggunakan media elektronik atau yang pada saat ini disebut dengan

Electronic Contract (selanjutnya disebut dengan “E-Contract”).

Ohanes Baljian25

memberikan definisi daripada e-contract yaitu “…the

online electronic simulation of the traditional (paper based) commercial

contracts, which is legal agreement between 2 or more parties for certain

conditions such price, delivery terms, payment method, where one party accepts

the conditions offers by another party. While parties meet face-to-face in

traditional contract, messages and other types of technology mediates between the

parties when forging an e-contract.” Melalui definisi tersebut dapat diketahui

bahwa e-contract merupakan sebagai tiruan atau contoh daripada kontrak

perdagangan konvensional (paper based) yang berisikan perjanjian hukum antara

dua pihak atau lebih untuk menentukan harga, persyaratan pengiriman, metode

pembayaran dan lainnya, dimana salah satu pihak tersebut menerima penawaran

yang ditawarkan oleh pihak lainnya. Sementara ketika para pihak melakukan

pertemuan secara tatap muka dalam kontrak perdagangan konvensional, namun

pada pelaksanaan e-contract ini segala perbuatan yang berkaitan dengan kontrak

perdagangan internasional dilakukan melalui media teknologi yang menjadi

wadah bagi para pihak.

Sebenarnya tidak terdapat definisi yang pasti mengenai e-contract, definisi

lainnya mengenai e-contract, diberikan oleh Edmon Makarim yaitu dengan

25Ohanes Baljian, 2012, e-Contracts: Legal Challenges, Shiremyth, ISBN: 978-1-4716-

9312-0, URL: www.shiremyth.com, diakses pada Jumat 25 September 2015.

23

menggunakan istilah kontrak online.26

Kontrak online merupakan perikatan

ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan

jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer

based information system) dengan sistem (e-contract) adalah perjanjian antara dua

pihak atau lebih yang dilakukan dengan enggunakan media komputer, khususnya

jaringan internet.27

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan atas

apa yang dimaksud dengan kontrak elektronik atau e-contract ini, pada dasarnya

e-contract sama dengan kontrak pada umumnya yaitu memuat suatu perjanjian

yang mengikat dua atau lebih pihak, namun dalam proses pembentukan dan

bentuk daripada kontrak tersebut berbasis media elektronik.

E-Contract tentunya merupakan bentuk daripada kontrak tertulis namun

tidak dituangkan diatas kertas, melainkan dalam bentuk elektronik yaitu misalnya

dengan menggunakan media e-mail atau software lainnya. Para pebisnis atau

pedagang yang mengadakan aktifitas jual beli baik barang maupun jasa, pada

umumnya mengadakan suatu kontrak agar adanya suatu hubungan hukum yang

mengikat antara pembeli dan penjual. Begitupula halnya dalam aktifitas

perdagangan atau bisnis internasional, adanya kontrak diantara para pihak

sangatlah diperlukan mengingat kedua belah pihak dipisahkan oleh territorial

sehingga diperlukan hubungan hukum yang mengikat tersebut.

Seiring dengan pesatnya perkembangan e-commerce ditengah-tengah

masyarakat internasional yang serba memanfaatkan fasilitas media elektronik,

26Tanpa nama, op.cit.

27

Ibid.

24

begitu pula halnya dengan pembentukan kontrak tersebut. Para pebisnis antar

negara, kali ini telah menggunakan e-contract sebagai pengikat hubungan bisnis

internasionalnya. E-Contract yang dipergunakan oleh para pebisnis atau pedagang

internasional ini dapat dibuat seperti kontrak konvensional, hanya saja dituangkan

dalam bentuk elektronik dan juga penandatanganan e-contract tersebut dilakukan

secara elektronik yaitu e-signature. Selain bentuk e-contract yang mengadopsi

kontrak konvensional, lazimnya bentuke-contract yang dipergunakan adalah

kontrak baku yang biasa dinamakan take it or leave it contract28

, salah satu

contohnya adalah e-contract dalam bentuk “Click to Agree”. E-contract dalam

bentuk “Click to Agree” yang merupakan e-contract baku dikarenakan penjual

atau pihak yang menawarkan telah menentukan isi daripada kontrak dan pihak

pembeli (acceptance) hanya menentukan apakah ia setuju terhadap isi

kesepakatan tersebut ataukah tidak sebelum adanya suatu transaksi. Bentuk

kontrak seperti ini memang sulit dihindari karena transaksi melalui elektronik

menghendaki transaksi yang cepat, sesuai dengan sifat teknologi informasi

tersebut.29

Bentuk-bentuk daripada suatu kontrak yang semakin mengikuti

perkembangan jaman dan memenuhi kebutuhan para pihak dalam berkontrak,

telah dibuat dan dilaksanakan berdasarkan teori kebebasan berkontrak. Teori

kebebasan berkontrak yang diterapkan oleh para pelaku usaha dalam mengikatkan

hak dan kewajibannya, diterapkan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebebasan

berkontrak bagi para pihak, terutama dalam menentukan isi perjanjian dan bentuk

28Sukarmi, tanpa tahun, Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-bayang Pelaku

Usaha, tanpa tempat, Pustaka Sutra, h.66.

29

Huala Adolf II, op.cit, h.41.

25

daripada perjanjian tersebut dapat dilakukan dalam bentuk apapun, maksudnya

ialah kontrak tersebut dapat dibuat dalam bentuk elektronik, dan hal ini adalah sah

selama bentuk daripada kontrak tersebut tidak melanggar syarat daripada sahnya

suatu kontrak dan tentunya kontrak yang dibuat dalam bentuk e-contract tersebut

harus mencantumkan adanya suatu kesepakatan para pihak.

Metode yang digunakan dalam e-contract internasional pun biasanya

menggunakan metode dengan menggunakan e-mail, website contact, dan

online/click to agree contracts.30

Namun e-contract yang pada umumnya

dipergunakan dalam e-commerce, ialah:

a. Click Wrap Contract

E-Contract jenis ini dipergunakan ketika adanya suatu aktifitas e-

commerce di bidang jual beli software (download software) melalui

internet dengan menggunakan e-mail account atau selain membeli

software, jenis e-contract ini juga dipergunakan ketika membeli barang-

barang secara online. Clickwrap Contracts ini pada umumnya dituangkan

ke dalam bentuk “click ikon” yaitu kontrak baku, dimana pembeli

melakukan persetujuannya hanya dengan mengklik ikon “I agree”atau “I

agree to the Terms and Conditions”. Ikon persetujuan tersebut biasanya

dibarengi dengan adanya pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh pihak

penjual dan apabila pembeli setuju dengan ketentuan yang ditawarkan,

maka pembeli hanya tinggal mengklik ikon persetujuan tersebut sebelum

akhirnya melanjutkan ke tahap berikutnya.

30Vijay Dalmia, 2015, Types of Electronic Contracts, URL:

http://www.slideshare.net/envydalmia/types-of-electronic-contracts, diakses pada Rabu 23

September 2015.

26

b. Browsewrap Contract

Browsewrap contract merupakan salah satu bentuk e-contract yang lazim

digunakan dalam e-commerce. Browsewrap merupakan web-site

agreement atau disebut sebagai perjanjian situs web yang dimana

persetujuan atas perjanjian itu dilakukan dengan cara mengunjungi suatu

situs web (atau pada umumnya melalui suatu hyperlink).31

Browsewrap

contract ini tidak meminta persetujuan atau dilakukannya suatu

kesepakatan melalui mengklik ikon “I agree” seperti halnya pada

Clickwrap Contract, namun pada e-contract jenis ini adanya suatu

persetujuan dilakukan ketika pembeli memasuki situs lainnya melalui link

yang telah disediakan. Pebisnis yang menawarkan biasanya mengklaim

bahwa pengguna setuju dengan e-contract tersebut dengan mengambil

tindakan tertentu seperti menggunakan situs web atau mengunduh suatu

perangkat lunak.32

1.2.2. Syarat Sahnya E-Contract

Keabsahan atau syarat sahnya suatu kontrak internasional konvensional

(paper based) yaitu adanya suatu penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance).

Selain itu para pihak yang terlibat di dalam kontrak internasional melakukan suatu

31Christina L. Kunz, et.al, 2003, Browse-Wrap Agreements: Validity of Implied Assent in

Electronic Form Agreements, Law Journal Vol. 59, No. 1 (November 2003): The Business Lawyer,

American Bar Association, URL: http://www.jstor.org/stable/40688197, diakses pada Kamis, 24

September 2015, h.279-280.

32

Ibid.

27

pertukaran pikiran atau negosiasi melalui pertemuan (face-to-face) untuk

menguatkan isi daripada kontrak tersebut.33

E-Contract internasional yang pada umumnya dipergunakan dalam e-

commerce yaitu dalam bentuk kontrak baku atau biasa disebut sebagai adhesion

contract. E-Contract dalam bentuk adhesion contract, tentunya tidak adanya suatu

pertukaran pikiran atau “meeting of minds” antara kedua belah pihak sebelum

adanya kesepakatan mengenai isi kontrak tersebut.Tidak adanya negosiasi atau

“meeting of minds” ini disebabkan pembuatan kontrak tersebut tidak dengan

adanya pertemuan antara pihak, hal ini dikarenakan proses pembentukan hingga

kesepakatan kontrak terkomputerisasi melalui program perangkat lunak yang

dirancang dengan baik sehingga tidak memungkinkan e-consumer atau pihak yang

terlibat dalam e-contract untuk berinteraksi dengan pihak lainnya.34

Dengan tidak adanya suatu negosiasi antara para pihak mengenai isi dari e-

contract tersebut, maka timbul suatu pertanyaan mengenai syarat atau kapan suatu

e-contract tersebut dapat dikatakan sah mengikat para pihak.Kontrak internasional

yang menggunakan komunikasi elektronik diatur dalam United Nations

Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts,

dalam konvensi tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai suatu persyaratan

formil tertentu untuk keabsahan suatu kontrak.35

Artinya, Konvensi tidak

33

Jane P. Mallor, Et.Al, 2010, Business Law: The Ethical, Global, And E-Commerce

Environment (Fourteenth Edition), Mcgraw-Hill/Irwin, New York, H.292.

34

Mo Zhang, 2007, Contractual Choice Of Law In Contracts Of Adhesion And Party

Autonomy, Legal Studies Research Paper Series: Research Paper No. 2007-25, Temple

University, URL: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1017841, diakses pada

Kamis 24 September 2015, h.12.

35

Huala Adolf II, op.cit, h.45.

28

mensyaratkan suatu bentuk tertentu untuk suatu kontrak.36

Maka e-contract dalam

bentuk Clickwrap Contract dan Browsewrap Contract yang merupakan bentuk

adhesion e-contract, diakui keberadaannya berdasarkan konvensi ini.

Sehingga dalam menentukan syarat sah atau keabsahan daripada e-

contract tersebut dapat ditinjau berdasarkan United Nations Convention on the

Use of Electronic Communications in International Contracts. Walaupun

konvensi ini tidak menentukan syarat formal daripada suatu kontrak internasional,

namun konvensi ini menyadari apabila hukum suatu negara (anggota) Konvensi

mengharuskan adanya suatu persyaratan formal atas kontrak internasional yang

menggunakan komunikasi elektronik, yaitu seperti adanya suatu keharusan atas

syarat kontrak harus tertulis, ditandatangani atau dibuat dalam bentuk yang asli.37

Article 9 regarding Form requirements of United Nations Convention on

the Use of Electronic Communications in International Contracts, telah

memberikan jawaban atas syarat sahnya atau keabsahan daripada suatu e-contract,

khususnya dalam bentuk Clickwrap Contract dan Browsewrap Contract, apakah

cukup hanya dengan mengklik ikon “I Agree”.Beberapa poin dalam Article 9

menentukan sebagai berikut:

Article 9 Form requirements

(2) Where the law requires that a communication or a contract should be in

writing, or provides consequences for the absence of a writing, that

requirement is met by an electronic communication if the information

contained therein is accessible so as to be usable for subsequent reference.

(3) Where the law requires that a communication or a contract should be signed

by a party, or provides consequences for the absence of a signature, that

requirement is met in relation to an electronic communication if:

36

Ibid.

37

Ibid.

29

(a) A method is used to identify the party and to indicate that

party’sintentionin respect of the information contained in the electronic

communication;and

(b) The method used is either:

(i) As reliable as appropriate for the purpose for which theelectronic

communication was generated or communicated,in the light of all the

circumstances, including any relevantagreement; or

(ii) Proven in fact to have fulfilled the functions described in subparagraph

(a) above, by itself or together with furtherevidence.

Berdasarkan Article 9 tersebut, maka e-contract dalam bentuk Clickwrap

Contract dan Browsewrap Contract yang hanya melalui tahap offer dan

acceptance tanpa adanya suatu “meeting of minds”dapat dikatakan sebagai syarat

sahnya suatu e-contract. Sebagaimana ditentukan dalam Article 9, bahwa apabila

hukum dari suatu negara mensyaratkan kontrak internasional tersebut:

a. Kontrak Harus Tertulis

Dalam Konvensi ini, dapat diinterpretasikan bahwa syarat kontrak harus

tertulis tidaklah benar-benar harus tertulis diatas kertas (paper based)

melainkan kontrak tersebut harus dapat diakses kembali atau digunakan

kembali sebagai sebuah acuan lebih lanjut (…that requirement is met by an

electronic communication if the information contained therein is

accessible so as to be usable for subsequent reference.)

b. Kontrak Harus Ada Tanda Tangan

Syarat yang paling penting daripada suatu kontrak internasional yaitu

adalah adanya suatu tanda tangan dari kedua belah pihak yang dapat

mencerminkan bahwa para pihak telah menyepakati apa yang telah mereka

negosiasikan. Namun apabila melihat pada metode e-contract dalam

bentuk adhesion e-contract yang tidak adanya suatu negosiasi, maka

30

berdasarkan Konvensi ini dapat dinterpretasikan bahwa syarat tanda

tangan dipandang dipenuhi apabila para pihak menggunakan metode

tertentu yang dapat mengenai para pihak dan dapat mengenali kehendak

para pihak yang tertuang dalam informasi yang termuat dalam komunikasi

elektronik tersebut (…A method is used to identify the party and to

indicate that party’s intention in respect of the information contained in

the electronic communication;).

Maka berdasarkan ketentuan pada United Nations Convention on the Use

of Electronic Communications in International Contracts, syarat sah atau

keabsahan daripada e-contract dalam bentuk Clickwrap dan Browsewrap yang

sering dipergunakan dalam e-commerce internasional ditentukan ketika pihak

penerima (offeree) atau e-consumer setuju dengan mengklik ikon “I Agree” atau

mengunjungi suatu hyperlink yang disediakan (bentuk offering) oleh pihak

penjual.

1.2.3. Sengketa E-Contract

Hubungan-hubungan internasional baik itu yang diadakan antar negara,

negara dengan organisasi internasional, negara dengan individu, atau bahkan

individu dengan individu tidak selamanya akan berjalan dengan baik. Pergerakan

aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat internasional, acap kali terjadi suatu

sengketa dalam hubungannya tersebut.Begitu pula halnya dengan aktifitase-

31

commerce yang dilakukan melalui media internet ini tidak dapat dihindari

timbulnya suatu permasalahan atau yang lazim disebut dengan sengketa.

Aktifitas e-commerce dimana para pihak e-commerce ini tidak saling

bertemu baik dalam proses tawar-menawar, kesepakatan penjualan atau

pembelian, transaksi perdagangan, atau bahkan saat menyetujui kontrak baku

yang dilakukan melalui media elektronik (e-contract), terlebih para pelaku e-

commerce berada di negara atau wilayah yang berbeda. Minimnya intensitas atau

bahkan tidak ada proses pertemuan secara langsung oleh antar para pihak,

tentunya tidak menutup kemungkinan timbulnya kesalahpahaman para pihak

dalam proses transaksi e-commerce tersebut, terutama pada saat menyetujui e-

contract yang bersifat baku, sehingga menjadi sengketa diantara para pihak pelaku

e-commerce.

Sengketa e-commerce internasional dapat dikatakan sebagai suatu situasi

ketika dua atau lebih pelaku perdagangan elektronik yang melakukan aktifitas

perdagangan secara lintas batas negara, memiliki pandangan yang bertentangan

mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang telah disepakati

dalam e-contract yang mengikat kedua belah pihak. Sengketa e-contract tentunya

timbul akibat persetujuan atas kontrak tersebut dilakukan secara online tersebut,

maka klasifikasi sengketa yang ditimbulkannya pun akan berkaitan erat dengan

pelaksanaan e-contract.

Suatu sengketa e-contract yang timbul akibat aktifitas e-commerce

internasional tidak dapat begitu saja ditetapkan jenisnya, hanya saja jenis sengketa

e-contracttersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis daripada e-contract itu

32

sendiri.Sengketa yang timbul dari e-contract juga tidak jarang seperti sengketa

yang timbul dari kontrak internasional konvensional (paper based), yaitu

misalnya tidak terpenuhinya salah salah satu hak yang dimiliki oleh pihak yang

terikat dalam kontrak tersebut. E-Contract yang sebagian besar dibuat tanpa

adanya suatu pertemuan antara para pihak dan hanya melakukan persesuaian

kehendak atas isi daripada kontrak tersebut melalui media online, akan lebih besar

kemungkinan timbulnya sengketa, terlebih kesepakatan yang dituangkan dalam

bentuk penandatanganan kontrak dilakukan menggunakan e-signature.

Misalnya saja Fujitatsu merupakan seorang pedagang robot pembersih

kandang sapi yang berdomisili di Jepang, kemudian seorang pembeli asal

Australia bernama Andrew, tertarik untuk membeli sejumlah 10 (sepuluh) robot

pembersih kandang sehingga ia menghubungi Fujitatsu. Komunikasi antara

Fujitatsu dan pembeli asal Australia tersebut dilakukan hanya melalui media

elektronik yaitu e-mail. Sehingga mereka sepakat untuk membuat suatu kontrak

jual beli yang dibuat dalam bentuk elektronik dikarenakan para pihak tidak dapat

bertemu. Dalam e-contract tersebut telah disepakati bahwa Penjual akan

mengirimkan 5 (lima) unit robot terlebih dahulu dan Pembeli membayar setengah

dari harga yang telah ditentukan. Untuk menerima 5 (lima) unit robot lagi pembeli

harus melunasi seluruh biaya, termasuk biaya pengiriman. Setelah e-contract

tersebut disepakati, Fujitatsu mengirimkan 5 (lima) unit robot kepada pembeli dan

begitu pula sebaliknya pembeli telah membayar setengah dari biaya yang telah

disepakati. Dua bulan kemudian pembeli melunasi seluruh biaya pembelian,

namun pembeli tidak menerima kiriman 5 (lima) unit robot yang disepakati

33

bahkan hampir lewat dari jangka waktu yang ditentukan. Karena Pembeli merasa

mengalami kerugian dan Penjual dirasa telah melakukan wanprestasi dan telah

melanggar kontrak yang mereka sepakati, maka Pembeli melayangkan gugatan

kepada Penjual.

Adapun beberapa sengketa e-contractdalam bentuk Clickwrap dan

Browsewrap, yaitu salah satunya sengketa padaAppliance Zone, LLC v. NexTag,

Inc.38

Appliance Zone, LLC merupakan operator dari situs web perbandingan

belanja online dan NexTag, Inc. adalah salah satu pedagang online.Sengketa ini

bermula dari situs web milik NexTag yang mensyaratkan para pedagangnya untuk

menyetujui Terms of Service yang disediakan NexTag pada situs webnya dengan

mengklik ikon kontak yang berada di sebelah kalimat “I accept the NexTag Terms

of Service”. Namun, kalimat-kalimat yang ada pada terms tersebut tidak

dinyatakan secara eksplisit, hanya terdapat sebuah kalimat yang menyambungkan

(hyperlinked) dengan terms-nya sendiri. Termstersebut mengandung klausul

pemilihan forum.

Penggungat menyatakan bahwa tidak seharusnya klausula pemilihan

forum tersebut mengikat, karena terms tersebut sangatlah banyak dan padat

sehingga tidak dapat menarik minat pedagang untuk membaca dan menelaah isi

daripada terms tersebut. Selain itu penggugat beragumen bahwa para pihak tidak

memiliki kedudukan yang sama pada posisi tawar-menawar (unequal bargaining

power). Dalam menolak pendapat penggugat mengenai terms tersebut terlalu

38

Juliet M. Moringiello & William L. Reynolds, 2010, Electronic Contracting Cases

2009-2010, URL: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1628688, diakses pada

Kamis 24 September 2015, h.3-5.

34

padat dan tidak menarik, pengadilan memberikan catatan bahwa presentasi dari

terms milik NexTag merupakan “typical of the online retail industry”.

Kemudian, Pengadilan mengakui bahwa terms tersebut sudah sangat jelas

diberi label dan ditempatkan pada tempat yang sangat jelas dapat terlihat dalam

suatu halaman web (“in a highly visible portion of the web page”). Namun

penggugat menyatakan bahwa terms tersebut tidak ditempatkan dekat dengan

kotak “I agree”. Lalu, pengadilan menemukan bahwa persyaratan yang diperiksa

oleh penggugat yaitu adanya kotak tambahan mengenai “further clarity and

equity to the process.” Selain itu pengadilan menemukan bahwa semua

pernyataan yang dicantumkan pada situs web tersebut telah memberikan

pemberitahuan yang memadai dari suatu “terms”, maka penggugat terikat oleh

aturan dasar hukum kontrak yaitu para offeree dianggap mengetahui persyaratan

dan persetujuan untuk terikat dengan mereka. Sengketa ini merupakan sengketa

yang timbul dari e-contract jenis Clickwrap.

Selain sengketa diatas, sengketa pada Hines c. Overstock.com, Inc.39

,

merupakan sengketa Browsewrap yang menggambarkan bahwa dalam situs web

tersebut terdapat suatu kalimat dimana pengguna akan terikat pada “Terms and

Conditions” yang terletak dekat pada kalimat pertama dari tulisan tersebut. Terms

and Conditions yang diberikan oleh Overstock.com menyatakan bahwa

“[e]ntering this site will constitute your acceptance of these Terms and

Conditions.” Pada saat proses pembuktian, pengadilan menemukan bahwa

Penggugat tidak memiliki pemberitahuan yang memadai dari istilah tersebut, dan

39

Ibid., h.8-9.

35

pengadilan menyatakan bahwa Penggugat tidak terikat oleh klausul arbitrase

sebagaimana yang terdapat dalam Terms and Conditions. Pada sengketa Hines ini

dapatlah dipetik suatu pelajaran bahwa bagaimana untuk tidak menyediakan

Terms and Conditions pada laman situs web.

Penggugat menyatakan bahwa ketika ia mengunjungi situs web

Overstock.com untuk membeli sebuah vacuum, ia tidak pernah menyadari atas

terms tersebut. Sebenarnya, link yang menghubungkan pada terms tersebut

terletak pada bawah laman web dan dibuat dalam ukuran kecil diantara link

privacy policy dan Overstock.com trademark. Pembeli seharusnya lebih teliti

membaca semua hal yang terdapat dalam suatu situs belanja online dan

membacanya sampai halaman terakhir selama dalam proses pemesanan barang.

Pengadilan yang menangani sengketa ini, fokus pada pemberitahuan yang ada

dalam web.Pengadilan menekankan pada penentuan validitas daripada suatu

browserap terms, dimana persyaratan utama adalah apakah pengguna situs web

“memiliki pemberitahuan yang bersifat aktual atau konstruktif dari syarat dan

ketentuan (terms and conditions) sebelum menggunakan situs tersebut.”. Aturan

ini mencerminkan aturan umum kontrak baik mengenai kontrak dalam bentuk

tertulis (paper based) atau e-contract, dimana aturan umum tersebut menyatakan

bahwa syarat tersebut harus dapat dikomunikasikan.

Berdasarkan contoh sengketa-sengketa diatas, dapat diklasifikasikan jenis

daripada sengketa e-contract yaitu:

36

A. Breach of Contract

Breach of contract is a failure of a party to a contract to perform his or

her obligations as agreed to within the contract.40

Breach of contract atau

pelanggaran terhadap kontrak sering terjadi ketika isi kontrak tidak

dilaksanakan oleh salah satu pihak.Breach of contract tidak hanya timbul

dari adanya kontrak internasional konvensional, tapi juga dapat terjadi

pada e-contract, ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi hak dari

pihak lainnya.

B. Missunderstanding of E-Contract Terms

Missunderstanding of e-contract terms ini maksudnya ialah dimana

terdapat penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan yang telah ditentukan

oleh pihak penjual atau penawar (offeror) terhadap offeree.

Missunderstanding of e-contract terms biasanya terjadi pada e-contract

dalam bentuk Clickwrap dan Browsewrap, hal ini dikarenakan e-contract

tersebut bersifat baku (telah ditentukan oleh offeror saja) tanpa adanya

suatu pertukaran pikiran sebelum offeree tersebut menyatakan

persetujuannya dengan mengklik ikon “I Agree”. Selain kesalahpahaman

atas ketentuan yang terdapat dalam e-contract, kurangnya ketelitian oleh

pihak pembeli atau offeree ini juga sering terjadi sehingga akan

menimbulkan suatu sengketa dikemudian hari.

40

Lloyd Duhaime, tanpa tahun, Duhaime’s Law Dictionary, URL:

http://www.duhaime.org/LegalDictionary/B/BreachofContract.aspx, diakses pada Minggu 27

September 2015.

37

1.3. Tinjauan Umum Mengenai Penyelesaian Sengketa E-Contract

1.3.1. Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa E-Contract

E-Contract merupakan bagian daripada aktifitas e-commerce, sebagaimana

telah diuraikan mengenai sengketa e-contract sebelumnya, dapatlah dilihat bahwa

e-contract timbul akibat dari kebutuhan para e-consumer dalam aktifitas e-

commerce.Berkaitan halnya dengan sengketa e-contract yang timbul dari aktifitas

e-commerce dan bagaimana suatu sengketa dapat diselesaikan, telah menjadi

keharusan dalam setiap sistem hukum untuk mengatur dan memberikan

penyelesaian terhadap sengketa tersebut, termasuk juga mengenai penyelesaian

sengketa e-contract yang timbul dari aktifitas e-commerce dalam hukum

internasional.

Dalam menghadapi sengketa tersebut, para pihak dalam e-contract

tentunya memiliki perbedaan-perbedaan pendapat untuk menyelesaikan

sengketanya. E-Contract sebagai salah satu implementasi aktifitas e-commerce

internasional, merupakan salah satu bagian daripada aktifitas perdagangan

internasional pada umumnya, begitu pula mengenai prinsip-prinsip yang

digunakan dalam menjalankan aktifitas e-commerce internasional baik itu dalam

proses hingga penyelesaian sengketa yang timbul dapat menggunakan prinsip-

prinsip perdagangan internasional tersebut.

Prinsip-prinsip perdagangan internasional yang juga menjadi dasar

daripada aktifitas e-commerce ini diatur dalam hukum perdagangan internasional

itu sendiri. Dimana prinsip-prinsip ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

menyelesaikan sengketa e-commerce internasional, termasuk sengketa e-contract,

38

hal ini dikarenakane-contract merupakan bagian daripada e-commerce. Adapun

prinsip-prinsip dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan e-commerce

adalah sebagai berikut:41

1) Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)

Prinsip kesepakatan para pihak ini merupakan prinsip yang

fundamental dalam penyelesaian sengketa perdagangan internasional

termasuk dalam penyelesaian sengketa yang terkait dengane-

commerce.Prinsip ini merupakan sebagai dasar apakah sengketa tersebut

diakhiri atau tidak, dan prinsip ini erat kaitannya dengan kesepakatan para

pihak dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa, hingga badan

peradilan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa tersebut.

2) Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini merupakan prinsip yang mengutamakan kebebasan yang

dimiliki para pihak untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme

bagaimana sengketa terkait e-commerce tersebut dapat diselesaikan.

Prinsip ini termuat secara dalam Pasal 7 The UNCITRAL Model Law on

International Commercial Arbitration, yang memuat mengenai perjanjian

menyerahkan sengketa kepada arbitrase merupakan kesepakatan atau

perjanjian para pihak, adapun pengertian daripada isi pasal tersebut ialah

bahwa penyerahan suatu sengketa ke badan arbitrase haruslah berdasarkan

41

Yahya Ahmad Zein, 2009, Kontrak Elektronik & Penyelesaian Sengketa Bisnis E-

Commerce dalam Transaksi Nasional & Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, h.86-90.

39

pada kebebasan para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Dapat

disimpulkan bahwa para pihak dalam menghadapi sengketa yang

dimilikinya, mereka memiliki kebebasan penuh untuk memilih cara-cara

apa yang mereka gunakan dalam menyelesaikan sengketanya.

3) Prinsip Kebebasan Memilih Hukum

Selain prinsip kebebasan memilih cara penyelesaian sengketa,

prinsip kebebasan memilih hukum juga menjadi prinsip yang mendasar

dalam menyelesaikan sengketa terkait perdagangan. Prinsip ini merupakan

sumber di mana pengadilan akan memutuskan sengketa berdasarkan

prinsip keadilan, kepatutan atau kelayakan atas suatu penyelesaian

sengketa terkait perdagangan tersebut.

Prinsip kebebasan memilih hukum ini tidak mutlak diberikan oleh

para pihak. Kebebasan memilih hukum (lex cause) tentunya dibatasi

dengan beberapa ketentuan yaitu dalam memilih hukum haruslah hukum

yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau ketertiban umum,

kebebasan tersebut harus dilaksanakan dengan iktikad baik, hanya berlaku

untuk hubungan bisnis (kontrak), hanya berlaku dalam bidang hukum

bisnis (dagang), tidak berlaku untuk menyelesaikan sengketa tanah, dan

tidak untuk menyelundupkan hukum.

40

4) Prinsip Itikad Baik (Good Faith)

Prinsip ini mensyaratkan serta mewajibkan adanya suatu itikad

baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Prinsip itikad baik

diperlukan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa yang dapat

mempengaruhi hubungan perdagangan yang baik antar pihak, dan prinsip

ini diharuskan ada ketika para pihak dalam menyelesaikan sengketanya

baik itu melalui proses negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan

atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.

5) Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Prinsip ini merupakan prinsip yang lahir dari prinsip hukum

kebiasaan internasional, dimana hukum kebiasaan internasional

menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke

pengadilan internasional, maka sebaiknya para pihak menempuh langkah-

langkah penyelesaian sengketa yang diberikan oleh nasional suatu negara

terlebih dahulu ditempuh (exhausted).

1.3.2. Forum Penyelesaian Sengketa E-Contract

Dalam menyelesaikan sengketa terkait perdagangan internasional,

perusahaan atau pebisnis yang bersengketa cenderung menginginkan sengketanya

dapat diselesaikan secara sederhana, cepat dan tentunya biaya yang ringan. Secara

umum pada dasarnya terdapat dua cara yang digunakan dalam menyelesaikan

sengketa dagang, dan cara ini juga dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa

41

e-contract yang timbul dari aktifitas e-commerce, yaitu melalui litigasi dan non-

litigasi.

Penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah penyelesaian sengketa yang

melalui atau berdasarkan prosedur pengadilan.Penyelesaian sengketa perdagangan

melalui litigasi atau badan peradilan ini biasanya hanya dimungkinkan ketika para

pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada suatu

pengadilan suatu negara tertentu atau para pihak sepakat untuk menyerahkan

sengketanya kepada badan peradilan internasional. Adapun salah satu badan

peradilan yang menangani sengketa dagang ialah World Trade Organization

(WTO), namun WTO hanya menangani sengketa yang berhubungan dengan

sengketa antar anggota WTO saja.42

Penggunaan badan peradilan dalam menyelesaikan sengketa perdagangan,

khususnya dalam penyelesaian sengketa terkait e-commerce dianggap tidak efektif

dan efisien. Hal ini dikarenakan penyelesaian sengketa melalui litigasi sangat

lambat, apabila suatu sengketa terkait ae-commerce diselesaikan melalui litigasi

akan sangat merugikan pihak yang berperkara, terlebih mereka ialah para pebisnis

yang sangat mengutamakan efisiensi waktu untuk tetap meningkatkan keuntungan

perdagangannya. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dikatakan lebih

mengutamakan prosedural peradilan dan kepastian hukum, sehingga

menyebabkan penyelesaian sengketa tersebut berbelit-belit.43

Selain masalah waktu, penyelesaian sengketa perdagangan melalui litigasi

juga cenderung mahal.Hal ini dikarenakan, dalam penyelesaian sengketa melalui

42Yahya Ahmad Zein, op.cit, h.93.

43

Ibid., h.94.

42

litigasi memerlukan seorang atau lebih pengacara, selain itu jasa daripada

pengacara ini biasanya diberikan upah yang cukup tinggi.Permasalahan lainnya

ketika menyelesaikan sengketa perdagangan melalui litigasi adalah putusan

pengadilan tersebut tidak menyelesaikan masalah.Maksud daripada pernyataan

tersebut ialah, dimana putusan pengadilan tidak bersifat problem solving untuk

para pihak yang bersengketa, melainkan menempatkan kedua belah pihak yang

bersengketa dalam posisi pemenang (the winner) dan menyudutkan pihak yang

kalah dalam bersengketa (the losser).44

Selain penyelesaian sengketa perdagangan dapat diselesaikan melalui

litigasi, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penyelesaian sengketa perdagangan

dapat pula diselesaikan melalui non-litigasi.Pada umumnya, penyelesaian

sengketa perdagangan melalui non-litigasi ini disenangi oleh para pebisnis yang

bersengketa.Penyelesaian sengketa non-litigasi merupakan penyelesaian sengketa

di luar lembaga peradilan, dikarenakan penyelesaian sengketa ini tidak dilakukan

melalui prosedur lembaga peradilan maka menjadikan lembaga non-litigasi ini

disenangi oleh para pebisnis yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa

perdagangannya. Hal ini dikarenakan lembaga non-litigasi memberikan cara

penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien, terlebih dalam menyelesaikan

sengketanya tidak terpaku pada fomalitas prosedur penyelesaian yang baku, selain

itu dunia bisnis atau perdagangan menuntut penyelesaian sengketa yang

44

Candra Irawan, 2010, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar

Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, h.12.

43

menghasilkan tetap terbinanya hubungan yang baik diantara pihak yang

bersengketa, dan menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan.45

Adapun forum penyelesaian sengketa non-litigasi dalam perdagangan

internasional pada prinsipnya sama dengan dalam hukum penyelesaian sengketa

internasional pada transaksi perdagangan internasional terkait e-commerce, selain

itu forum penyelesaian sengketa non-litigasi ini juga dapat digunakan pada

sengketa e-contract yang timbul dari aktifitas e-commerce yaitu:

1. Negosiasi

Dalam buku Business Law, Principles, Cases and Policy karya Mark

E. Roszkowski dikatakan bahwa negosiasi adalah: “Negotiation is a process

by which two parties, with differing demand reach and agreement generally

through compromise and concession” yang terjemahan bebasnya: Negosiasi

adalah suatu proses di mana dua pihak, dengan permintaan berbeda

menjangkau suatu persetujuan yang biasanya tercapai suatu kompromi dan

konsensi.46

Pada umumnya apabila penyelesaian sengketa melalui proses ini

berhasil, maka hasilnya akan dituangkan ke dalam suatu dokumen yang

member kekuatan hukum. Misalnya saja hasil kesepakatan dari negosiasi

tersebut dituangkan ke dalam bentuk dokumen perjanjian perdamaian. Namun

apabila cara penyelesaian sengketa secara negosiasi ini tidak membuahkan

hasil, maka para pihak yang bersengketa dapat melalukan cara lainnya,

misalnya arbitrase, mediasi, konsiliasi, pengadilan dan lain-lain.

45

Yahya Ahmad Zein, op.cit, h.100.

46

Ibid, h.101.

44

2. Mediasi

Mediasi merupakan cara atau proses penyelesaian sengketa yang

melibatkan keikutsertaan pihak ketiga (mediator) yang netral dan independen

dalam suatu sengketa. Mediator ini bisa saja melalui individu (pengusaha) atau

lembaga atau organisasi dagang, biasanya mediator berperan secara aktif

dalam proses negosiasi dan berupaya mendamaikan para pihak yang

bersengketa dengan memberikan saran-saran. Penyelesaian sengketa melalui

mediasi ini tidak memerlukan prosedur-prosedur khusus yang harus ditempuh,

melainkan para pihak bebas menentukan prosedurnya sendiri, hal yang paling

penting ialah kesepakatan para pihak mulai dari proses mediasi, diterima atau

tidaknya usulan-usulan dari mediator tersebut.

Adapun beberapa jenis sengketa yang pada umumnya diajukan

penyelesaian sengketanya melalui mediasi yaitu seperti sengketa konsumen

terhadap pedagang, sengketa kerja antara karyawan dengan majikan

(pengusaha), sengketa antar mitra bisnis, dan sebagainya.Beberapa sengketa

bisnis yang terjadi di Amerika masih banyak yang diselesaikan melalui

mediasi sebagai salah satu jenis penyelesaian sengketa non-litigasi atau ADR.

Jenis sengketa bisnis yang biasanya diselesaikan melalui mediasi di Amerika

ialah sengketa kontrak (contract disputes) termasuk transaksi yang

menggunakan e-commerce, sengketa keluhan konsumen (consumer

complaints), dan lain-lain.

45

3. Konsiliasi

Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak

ketiga (konsiliator) yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya karena

diminta oleh para pihak.47

Dalam konsiliasi, konsiliator berkomunikasi dengan

pihak-pihak yang bersengketa secara terpisah, dengan tujuan agar tidak terjadi

ketegangan dan mengusahakan kearah pencapaian persetujuan dalam proses

penyelesaian sengketa tersebut.

Sekilas penyelesaian sengketa melalui konsiliasi terlihat sama dengan

mediasi, karena terlibatnya pihak ketiga dalam menyelesaikan sengketa

tersebut. Namun terdapat perbedaan diantara konsiliasi dengan mediasi yaitu

dimana konsiliasi lebih formal daripada mediasi.Dalam menyelesaikan

sengketanya, melalui konsiliasi dapat diselesaikan oleh seorang individu atau

suatu badan yang disebut dengan badan atau komisi konsiliasi, komisi

konsiliasi ini bisa saja yang sudah terlembaga atau bersifat ad hoc

(sementara).Tujuan daripada adanya komisi atau lembaga yang bersifat ad hoc

dalam konsiliasi yaitu untuk menetapkan persyaratan-persyaratan

penyelesaian yang diterima oleh para pihak yang bersengketa, namun putusan

dari konsiliasi tersebut tidaklah mengikat para pihak.

Dalam sidang suatu komisi konsiliasi ini terdapat dua tahap, yaitu

tahap tertulis dan tahap lisan. Pada tahap pertama ini, para pihak menguraikan

sengketanya dalam bentuk tertulis dan diserahkan kepada badan konsiliasi,

kemudian komisi ini akan mendengarkan keterangan secara lisan dari para

47

Huala Adolf (selanjutnya disebut dengan Huala Adolf IV), 2004, Hukum Penyelesaian

Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 35.

46

pihak yang bersengketa. Pada tahap lisan ini, para pihak dapat hadir langsung

atau diwakilkan oleh kuasanya.

4. Arbitrase

Arbitrase yang merupakan sebagai salah satu cara alternatif

penyelesaian sengketa telah dikenal sejak lama dalam hukum internasional.

Penggunaan penyelesaian sengketa alternative jenis ini telah dimanfaatkan di

zaman kejayaan Yunani. Walaupun penyelesaian sengketa melalui arbitrase

telah dikenal sejak lama, namun sampai sekarang belum terdapat batasan atau

definisi yang resmi mengenai arbitrase ini.

Namun terdapat beberapa pendapat para sarjana atau ahli yang

memberikan mengenai pengertian arbitrase. Menurut Rv. Arbitrase merupakan

suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak

serta itikad baik dari pihak-pihak yang berselisih agar perselisihan mereka

tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan angkat sendiri,

dengan pengertian bahwa putusan yang diambil oleh hakim tersebut

merupakan putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat akhir) dan dapat

mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya.48

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UNCITRAL Arbitration

Rule dapat dikatakan terdapat dua jenis arbitrase, yaitu:

48

Yahya Ahmad Zein, op.cit, h.112

47

1. Arbitrase ad hoc

Arbitrase ad hoc (arbitrase volunteer) merupakan suatu arbitrase yang

dibentuk khusus menyelesaikan atau memutus sengketa tertentu.Arbitrase

ad hoc ini bersifat sementara dan insidental, dimana arbitrase ini hanya ada

sampai pada sengketa itu diputuskan.

2. Arbitrase Institusional

Berbeda halnya dengan arbitrase ad hoc, arbitrase institusional bersifat

permanen. Pada Pasal I ayat 2 Convention on the Recognition and

Enforcement of Forcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (selanjutnya

disebut “New York Convention 1958”) menyebutkan mengenai permanent

arbitral body. Arbitrase ini disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja

didirikan untuk menampung sengketa yang timbul dari perjanjian atau

kontrak, salah satunya ialah kontrak perdagangan.

Penyelesaian sengketa e-commerce dapat diselesaikan melalui

arbitrase apabila para pihak sepakat memilih arbitrase sebagai forum untuk

menyelesaikan sengketanya, adapun arbitrase yang digunakan dalam

sengketa e-commerce ialah arbitrase internasional.

Penyerahan suatu sengketa ke badan peradilan tertentu, biasanya

termuat dalam suatu klausul penyelesaian sengketa yang tercantum dalam

kontrak.Hal ini juga biasanya tercantum dalam kontrak bisnis atau

perdagangan termasuk e-commerce. Dalam kontrak perdagangan atau bisnis

termasuk e-commerce, klausul ini biasanya dibuat secara tertulis dengan judul

48

“Arbitrase” atau dengan istilah lain“Choice of Jurisdiction” atau “Choice of

Forum”. Pengertian daripada Choice of Jurisdiction dengan Choice of Forum

memiliki makna yang berbeda.

Choice of Jurisdiction adalah pilihan tempat pada pengadilan mana

yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa tersebut, tempat

yang dimaksud adalah seperti Indonesia, Belanda, Jerman, dan lain-lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan Choice of Forum adalah pilihan cara untuk

mengadili atau menyelesaikan sengketa tersebut, misalnya adalah melalui

pengadilan atau lembaga arbitrase. Suatu lembaga arbitrase memiliki

yurisdiksi atau wewenang untuk menangani sengketa tersebut, ketika badan

arbitrase ini tercantum atau diajukan suatu “Submission Clause”.Submission

Clause merupakan penyerahan atau pengajuan kepada arbitrase atas suatu

sengketa yang timbul, atau apabila sengketa tersebut belum timbul maka dapat

dibuat suatu perjanjian yang berisikan suatu klausul arbitrase atau Arbitration

Clause.

Pada umumnya Submission Clause dan Arbitration Clause ini haruslah

dibuat secara tertulis, hal ini menjadi syarat yang utama sebagaimana yang

telah ditentukan dalam hukum nasional masing-masing negara ataupun dalam

hukum internasional.Klausul arbitrase ini diperlukan sebagai penentu

kewenangan pada arbiter untuk menyelesaikan sengketa, apabila pengadilan

menerima suatu sengketa yang dalam kontrak mengatur mengenai klausul

arbitrase, maka pengadilan tersebut harus menolak untuk menangani sengketa

tersebut.Adapun beberapa lembaga arbitrase internasional misalnya adalah

49

The London Court of International Arbitration (LCIA),dan The Court

Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC).

Perjanjian arbitrase atau arbitration clause dibuat bertujuan untuk

menghindari sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan.Apabila suatu

kontrak telah mencantumkan klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase, maka

pengadilan tidak lagi berwenang untuk menangani sengketa tersebut.

Perjanjian arbitrase dibagi menjadi dua macam apabila dilihat dari proses

terjadinya perselisihan yaitu:

1. Perjanjian Arbitrase yang dibuat saat perselisihan sudah terjadi. Perjanjian

ini merupakan isi dari kesepakatan antar pihak yang bersengketa yang

menjalankan bahwa sengketa tersebut diselesaikan melalui arbitrase. Pada

umumnya perjanjian ini dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh para

pihak. Pada perjanjian arbitrase ini memuat mengenai persoalan-persoalan

yang menjadi pokok perselisihan serta nama arbiter dalam jumlah ganjil.

2. Perjanjian arbitrase yang dibuat sebelum timbulnya sengketa. Perjanjian

arbitrase ini biasanya langsung tercantum dalam kontrak bisnis atau

perdagangan yang dibuat untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di

kemudian hari (pactum de comprometendo). Tidak berbeda jauh dari

perjanjian arbitrase jenis pertama, pada perjanjian arbitrase jenis ini juga

memuat mengenai jumlah arbiter dalam jumlah ganjil.

Dalam membuat suatu perjanjian arbitrase, khususnya pada lembaga-

lembaga arbitrase internasional, telah ditentukan mengenai bentuk-bentuk

50

standar klausula arbitrase tersebut. Adapun contoh beberapa lembaga arbitrase

internasional yang menentukan bentuk standar klausula arbitrase, yaitu:

a. International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID)

ICSID adalah suatu badan/pusat (centre) yang menyediakan fasilitas

konsiliasi dan arbitrase bagi sengketa-sengketa penanaman modal asing

antara contracting states dengan warga negara dari contracting state

lainnya, berdasarkan ketentuan-ketentuan konvensi.49

Adapun standar

klausula Arbitrase yang telah ditentukan oleh ICSID adalah “The parties

here to consent to submit to the International Centre for Settlement of

Investment Disputes any dispute in relation to or arising out of this

Agreement for settlement by arbitration pursuant to the Convention on the

Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other

States.”

b. United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL)

Mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase, UNCITRAL memiliki

UNCITRAL Arbitration Rules, yang merupakan sebuah kaidah hukum

untuk mengatur penyelesaian sengketa dagang yang timbul dari sengketa

dagang internasional, yang oleh para pihak, melalui suatu arbitration

clause, ditunjuk oleh para pihak sebagai kaidah untuk dasar penyelesaian

sengketanya.50

Adapun standar klausula arbitrase menurut UNCITRAL

adalah “Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this

contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled

49

Ida Bagus Wyasa Putra, 2008, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam

Transaksi Bisnis Internasional, PT Refika Aditama, Bandung, h.105.

50

Ibid., h. 85.

51

by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules at a

present in force.”

c. International Chamber of Commerce (ICC)

Standar klausul arbitrase menurut ICC yaitu sebagaimana diatur dalam

International Chamber of Commerce Arbitration Rules 1998 yang

menyatakan “All disputes arising out of or in connection with the present

contract shall be finally settled under the Rules of Arbitration of the

International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed

in accordance with the said Rules.”

Pada klausula arbitrase juga memuat mengenai pernyataan para pihak

apakah arbitrase tersebut dilakukan melalui lembaga arbitrase ad hoc atau

lembaga arbitrase institusional. Selain itu, dalam klausula tersebut juga

ditentukan siapa yang akan menjadi kuasa arbitrase, hukum apa yang akan

digunakan, hukum acara yang akan berlaku dalam persidagangan arbitrase

juga dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak, dan pokok-pokok

lainnya yang dianggap perlu oleh kedua belah pihak.

Membahas mengenai hukum acara yang berlaku dalam persidangan

arbitrase, berdasarkan pengamatan Camara pada umumnya unsur-unsur

hukum acara dilakukan sebagai berikut:51

a. Acara persidagangan dilakukan melalui dua tahap: tertulis dan lisan.

b.Dokumen-dokumen diserahkan sebelum persidagangan secara tertulis

dan tertutup.

51

Huala Adolf IV, op.cit, h. 56.

52

c. Peradilan arbitrase diberi wewenang untuk memanggil saksi-saksi dan

meminta bantuan para ahli.

d.Peradilan arbitrase memutus setiap tuntutan yang berkaitan dengan

pokok perkara.

e. Peradilan arbitrase dapat memberikan tindakan perlindungan

sementara.

f. Apabila salah satu pihak tidak hadir dalam persidagangan, peradilan

arbitrase dapat memutus perkara untuk kepentingan pihak lainnya

apabila tuntutan memiliki landasan hukum yang kuat.

g.Persidangan sifatnya rahasia.

2.4. Tinjauan Umum Mengenai American Arbitration Association (AAA)

sebagai Forum Penyedia Penyelesaian Sengketa secara Online

Penyelesaian sengketa melalui ODR pada umumnya menjadi salah satu

pilihan yang disediakan oleh lembaga ADR. Salah satu lembaga arbitrase di

Amerika juga telah menyediakan layanan penyelesaian sengketa secara online

(ODR) yaitu American Arbitration Association (selanjutnya disebut dengan

“AAA”).

AAA dibentuk pada tahun 1926 berdasarkan undang-undang Federal

Arbitration Act, AAA nemiliki tujuan khusus dalam membantu

pengimplementasian arbitrase sebagai “out-of-court solution” untuk

menyelesaikan suatu sengketa.52

Misi daripada AAA didedikasikan untuk metode

yang efektif, efisien dan ekonomis dari suatu penyelesaian sengketa melalui

pendidikan, teknologi, dan layanan yang berorientasi dalam memberikan solusi.53

Melalui misi yang dimiliki oleh AAA dapat dilihat bahwa AAA mendukung

52

American Arbitration Association, 2015, AAA Mission and Principles, URL:

https://www.adr.org/aaa/faces/s/about/mission, diakses pada Sabtu 03 Oktober 2015.

53Ibid.

53

kebutuhan para e-consumer dalam menyelesaikan sengketanya melalui fasilitas

teknologi.

Peran AAA dalam proses penyelesaian sengketa adalah mengelola

sengketa dari pengajuan hingga sengketa tersebut terselesaikan. AAA tidak hanya

memberikan pelayanan penyelesaian sengketa di Amerika Serikat, namun AAA

juga dapat memberikan pelayanan penyelesaian sengketa secara internasional

melalui badan yang dimilikinya yaitu International Centre for Dispute Resolution

(selanjutnya disebut dengam “ICDR”).

ICDR didirikan sebagai komponen global daripada AAA dan

menyediakan layanan pengelolaan sengketa pada lebih dari 80 (delapan puluh)

negara dengan staf yang fasih berbahasa asing dalam 12 (dua belas) bahasa.54

AAA sebagai lembaga penyelesaian sengketa internasional, seiring dengan

perkembangan global juga telah menunjukkan eksistensinya dalam kemajuan

teknologi informasi dengan menyediakan pelayanan penyelesaian sengketa

internasional secara online atau yang dikenal dengan sebutan ODR.

AAA sebagai lembaga yang menyediakan pelayanan ODR, dalam

websitenya (www.adr.org) telah menyediakan tools “Online Services” yang

diperuntukan bagi para pihak yang ingin menyelesaikan sengketanya secara

online. Online Services yang disediakan oleh AAA menawarkan pelayanan yang

cepat, efektif dan efisien dengan memberikan pelayanan pengajuan klaim secara

online melalui pelayanan WebFile pada tools Online Services AAA. Selain dapat

54

American Arbitration Association, 2015, About the American Arbitration Association

(AAA) and the International Centre for Dispute Resolution (ICDR), URL:

https://www.adr.org/aaa/faces/s/about, diakses pada Jumat 3 Juli 2015.

54

mengajukan klaim secara online, klien dapat melakukan pembayaran,

memanajemen sengketa secara online, mengakses peraturan dan prosedur online,

pertukaran dokumen secara elektronik, dan memilih pihak netral (dalam mediasi

atau arbitrase) untuk menyelesaikan sengketa yang diajukannya.55

Pelayanan sengketa secara online yang ditawarkan AAA tersebut

menunjukan bahwa AAA memiliki peran dalam pelaksanakan ODR. Pada AAA

pelaksanaan penyelesaian sengketa alternatif secara online dilakukan secara

bertahap-tahap, dimana pada tahap awal para pihak yang bersengketa harus

mendaftarkan diri pada AAA WebFile, dan dilanjutkan dengan mengisi formulir

data diri kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan mendaftarkan diri dan

mengisi formulir, maka para pihak yang bersengketa dapat mengajukan klaim

secara online kepada AAA melalui surat-menyurat, facsimile, e-mail atau cara

online lainnya.

55American Arbitration Association, 2015, AAA WebFile®, URL:

https://www.adr.org/aaa/faces/services/disputeresolutionservices/onlineservices, diakses pada:

Jumat 03 Juli 2015.