BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien...

19

Click here to load reader

Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien...

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Pasien Kritis

a) Definisi pasien kritis

Pasien kritis menurut AACN (American Association of

Critical Nursing) didefinisikan sebagai pasien yang berisiko tinggi

untuk masalah kesehatan aktual ataupun potensial yang

mengancam jiwa. Semakin kritis sakit pasien, semakin besar

kemungkinan untuk menjadi sangat rentan, tidak stabil dan

kompleks, membutuhkan terapi yang intensif dan asuhan

keperawatan yang teliti (Nurhadi, 2014).

b) Pendekatan Holistik

Pendekatan holistik pada keperawatan kritis mencakup

keluarga pasien. Keluarga dalam lingkup ini diartikan sebagai

orang yang berbagi secara intim dan rutin sepanjang hari kehidupan

dalam proses asuhan keperawatan. Orang- orang tersebut

mengalami gangguan homeostasisnya oleh karena masuknya pasien

ke area kritis. Siapa saja yang merupakan bagian penting dari pola

hidup normal pasien dipertimbangkan sebagai anggota keluarga. Di

area keperawatan kritis keterlibatan keluarga merupakan bagian

integral dari perawatan pasien di ICU dan telah memiliki kontribusi

positif terhadap kesembuhan pasien (Wardah, 2013).

c) Respon Keluarga Terhadap Kondisi Pasien Kritis

Respon dalam kamus bahasa berarti jawaban, balasan,

tanggapan. Respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makna serta

lingkungan disebut dengan perilaku kesehatan. Respon atau reaksi

manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap)

maupun bersikap aktif (tindakan nyata atau praktis).

7

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

8

Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsur pokok

yaitu: sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan.

Terkait dengan respon keluarga pada anggota keluarga yang

dirawat di ruang intensif, keluarga seringkali merasakan stress

ataupun cemas.

Kecemasan yang tinggi muncul akibat beban yang harus

diambil dalam pengambilan keputusan dan pengobatan yang

terbaik bagi pasien. Respon keluarga terhadap stres bergantung

pada persepsi terhadap stress, kekuatan, dan perubahan gaya hidup

yang dirasakan terkait dengan penyakit kritis pada anggota

keluarga. Pada titik kritis ini, fungsi keluarga inti secara signifikan

berisiko mengalami gangguan (Nurhadi, 2014).

Tugas keluarga pasien kritis yang utama adalah untuk

mengembalikan keseimbangan dan mendapatkan ketahanan.

Menurut Mc. Adam, dkk (2008), dalam lingkungan area kritis

keluarga memiliki beberapa peran yaitu: 1) active presence, yaitu

keluarga tetap di sisi pasien, 2) protector, yaitu memastikan

perawatan terbaik telah diberikan, 3) facilitator, yaitu keluarga

memfasilitasi kebutuhan pasien ke perawat, 4) historian, yaitu

sumber informasi rawat pasien, 5) coaching, yaitu keluarga sebagai

pendorong dan pendukung pasien. Pasien yang berada dalam

perawatan kritis menilai bahwa keberadaan anggota keluarga di

samping pasien memiliki nilai yang sangat tinggi untuk

menurunkan level kecemasan dan meningkatkan level kenyamanan

(Holly, 2012).

d) Teori Stress Keluarga

Respon keluarga terhadap stress yang dirasakan ketika

menghadapi anggota keluarga mendapatkan perawatan kritis, dapat

dijelaskan melalui Stres Keluarga Hill. Teori tersebut dikenal

dengan model ABCX. Kerangka ABCX memiliki dua bagian.

Pertama adalah pernyataan yang berhubungan dengan penentu

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

9

krisis keluarga: A (Peristiwa dan kesulitan terkait) berinteraksi

dengan B (Sumber berhadapan dengan krisis keluarga) yang

berinteraksi dengan C (definisi yang dibuat keluarga mengenai

peristiwa tersebut) menghasilkan X (krisis).

Gambar 2.1. Teori Stres Keluarga menurut Hill (Friedman, 2010)

Gambar 2.1 menampilkan gambar visual mengenai teori

dari adaptasi model Hill. Faktor A adalah stressor yang atau

adanya peristiwa aktual yang memaksa keluarga mempertahankan

dengan cara stereotip yang diikuti oleh mekanisme koping keluarga

(B). Jika keluarga tidak menggunakan sumber dan mekanisme

koping, maka hasilnya sama yakni seolah-olah keluarga tidak

memiliki sumber koping. Intervensi lebih mudah pada kasus ini

karena tidak terlalu sulit untuk membantu keluarga memanfaatkan

pola koping masa lalu dibandingkan membantu keluarga belajar

cara berespon yang baru.

Faktor C merupakan persepsi dan interpretasi keluarga

terhadap stressor atau peristiwa stres. Penilaian keluarga terhadap

stressor mempengaruhi apa upaya koping yang digunakan beserta

hasilnya nanti. Keluarga yang fungsional akan mampu melihat

peristiwa sebagai sesuatu yang dapat dipahami dan dapat dikelola.

Stressor

keluarga

(A)

Krisis atau

bukan

krisis

(X)

Sumber

Koping (B)

Persepsi

tentang

stressor (C)

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

10

Faktor X terkait dengan krisis atau bukan krisis. Terjadinya

kecenderungan krisis menunjukkan bagaimana keluarga mengatasi

faktor B dan C. Ketika keluarga terpajan krisis, maka cenderung

mengalami peristiwa stressor dan keparahan yang lebih besar (A)

serta mendefinisikannya lebih sering sebagai krisis (C). Tipe

keluarga seperti ini lebih rentan terhadap peristiwa stressor karena

kurangnya sumber dan kemampuan koping (B) yang mereka

miliki. Selain itu, keluarga yang gagal belajar dari krisis masa lalu,

menyebabkan mereka melihat stressor baru sebagai ancaman dan

pencetus krisis. Faktor X ini, tidak dilihat sebagai hasil akhir

melainkan berpengaruh dalam hubungan dan penampilan peran

anggota keluarga (Friedman, 2010).

e) Koping Keluarga

Koping keluarga merupakan proses aktif saat keluarga

memanfaatkan sumber keluarga yang ada dan mengembangkan

perilaku serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga

dan mengurangi dampak peristiwa hidup yang penuh stres. Strategi

koping keluarga ketika menghadapi stres dapat dilakukan melalui

pencarian dukungan sosial (Nurhadi, 2014).

Dukungan yang diberikan oleh perawat intensif kepada

anggota keluarga pasien merupakan salah satu bentuk dukungan

sosial formal. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga,

teman dan tetangga disebut ‘informational support’ dan dukungan

sosial yang diberikan oleh penyedia layanan formal disebut ‘formal

support’. Ketika kebutuhan pasien dan keluarga bersinergi dengan

kompetensi perawat, maka hasil perawatan pasien akan optimal

(Wardah, 2013).

Dukungan sosial didefinisikan sebagai pertukaran informasi

pada tingkat interpersonal yang memberikan empati dukungan

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

11

yakni dukungan emosional, harga diri, jaringan, penilaian dan

altruistik. Dukungan emosional merupakan keyakinan bahwa

individu dalam keluarga dicintai dan disayangi. Kebutuhan

emosional ini mencakup kebutuhan akan harapan dan jaminan

dukungan spiritual. Pemahaman mengenai pentingnya pemenuhan

kebutuhan keluarga oleh tenaga kesehatan profesional pada

perawatan kritis bermanfaat agar keluarga dapat mengontrol pada

situasi rentan dan hal tersebut juga dapat dilakukan oleh petugas

kesehatan ketika berada pada keadaan yang sama (Brysiewicz,

2006).

2. Dukungan Informasi

a. Pengertian

Dukungan informasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia

memiliki definisi sebagai suatu bantuan/ sokongan dalam

pemberian berita, pemberitahuan tentang sesuatu. Pemberian

dukungan informasi merupakan hal yang paling berkaitan erat

dengan kecemasan, dimana informasi dapat mempengaruhi

persepsi positif ataupu negatif terhadap emosi keluarga. Informasi

yang tidak lengkap dapat merupakan salah satu penyebab

pengembangan, kecemasan, depresi, post traumatis syndrome

ataupun ketidak harmonisan hubungan keluarga dengan tim

kesehatan (Mc. Adam, Arai dan Putillo, 2008). Keluarga dengan

kondisi kritis yang disebabkan oleh penyakit kritis anggota

keluarganya membutuhkan bantuan tim kesehatan untuk dapat

beradaptasi dengan lingkungan (Wardah, 2013).

Petugas kesehatan profesional yang bekerja di ruang

intensif akan dihadapkan dengan banyak perubahan etis karena

komplikasi dalam memberikan perawatan (Elpern dkk, 2005). Pada

kenyataannya karena kondisi pasien yang tidak stabil dan

ketidakseimbangan kondisi mental keluarga, petugas kesehatan

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

12

profesional cenderung memberikan informasi secara umum dan

informasi yang ambigu mengenai kondisi pasien untuk melindungi

keluarga terhadap kecemasan dan kekhawatiran (Miracle, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chien,

dkk (2006) menunjukkan sebagian besar stres dan kecemasan

keluarga pasien disebabkan tidak terpenuhinya informasi mengenai

prognosis, tindakan dan kurangnya pengetahuan mengenai kondisi

lingkungan dan peralatan yang rumit di ruang intensif. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Omari (2009) menunjukkan bahwa

sebagian besar kebutuhan yang penting meliputi isi dari informasi

mengenai kondisi pasien, perubahan kondisi pasien dan jaminan

pelayanan yang terbaik bagi pasien. Daaly dan Kloos (2008),

menegaskan bahwa keluarga pasien merasakan ketidakpastian dan

kurangnya informasi adalah faktor penting yang meningkatkan

depresi serta kecemasan mereka.

Dukungan informasi terhadap keluarga pasien di ruang

intensif merupakan alat untuk membantu keluarga pasien dalam

mendapatkan pemahaman yang lebih baik dalam kondisi stress dan

menurunkan tingkat kecemasan (Taylor, 2006). Menggunakan

teknik dan sumber koping dalam pemberian informasi kepada

keluarga pasien di ruang intensif juga membantu mereka dalam

beradaptasi secara lebih baik ketika dihadapkan pada kondisi stress

dan dapat membawa harapan mereka terhadap pasien sesuai

dengan kenyataan (Yaman dan Bulut, 2010).

Peningkatan minat dalam pengembangan, implementasi dan

uji coba dalam intervensi pemberian dukungan informasi kepada

keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif adalah langkah

nyata yang terdapat dalam literatur rawat intensif. Pemberian

leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta orientasi

ruang di ruang intensif, kebijakan di ruang intensif, petugas

kesehatan yang ada, dan peralatan yang digunakan di ruang intensif

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

13

yang secara signifikan berfungsi untuk meningkatkan prognosis

pasien secara menyeluruh (Azouley dkk, 2002).

Kebutuhan informasi yang tidak terpenuhi dengan baik

akan mempengaruhi respon keluarga terhadap perawatan yang

dilakukan. Defisit komunikasi, informasi yang kontradiktif, dan

kurangnya dukungan akan menyebabkan kondisi stres, frustasi,

depresi dan ketidakpuasan pada anggota keluarga (Bailey, 2010).

Strategi dalam pemberian informasi secara verbal dan

tertulis telah menunjukkan keuntungan pada konteks pasien akhir

hayat di ruang intensif, brosur mengenai proses kehilangan

dikombinasikan dengan komunikasi yang proaktif akan secara

signifikan menurunkan gejala klinis kecemasan dan depresi secara

lebih baik pada gangguan stress paska trauma (Lautrette dkk,

2007). Dalam pemberian informasi sangat disarankan disertai

dengan informasi tertulis (Wardah, 2013). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Moult (2004) menyatakan bahwa pasien dan

keluarga mungkin akan melupakan setengah dari informasi dalam

waktu lima menit setelah dilakukan konsultasi kesehatan dan hanya

akan mengingat 20% dari keseluruhan informasi yang telah

diberikan (Moult, 2004).

b. Cara Pengukuran

Perawat merupakan tenaga kesehatan pertama yang

menunjukkan minat terhadap kebutuhan anggota keluarga pasien

yang dirawat di ruang intensif. Pada tahun 1979, seorang perawat

Nancy Molter mengembangkan daftar kebutuhan keluarga

berdasarkan survey mahasiswa keperawatan. Daftar kebutuhan

keluarga tersebut kini dikenal dengan nama Critical Care Family

Needs Inventory (CCFNI). CCFNI memiliki 45 pertanyaan yang

dibagi menjadi lima dimensi: informasi mengenai keadaan pasien

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

14

yang sesungguhnya, berada didekat pasien, mendapatkan jaminan,

kenyamanan dan dukungan (Fortunatti, 2014).

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Kinrade,

Jackson dan Tomney (2009) menunjukkan bahwa terdapat 9

kebutuhan yang paling penting yang berhasil di identifikasi oleh

keluarga pasien dan perawat, meliputi:

1. Pertanyaan dijawab secara jujur

2. Dapat mengunjungi pasien setiap saat

3. Memiliki perasaan bahwa petugas kesehatan peduli terhadap

pasien

4. Mengetahui fakta yang spesifik mengenai perkembangan pasien

5. Mengetahui hasil yang diharapkan

6. Melihat pasien secara berkala

7. Diberikan jaminan bahwa pasien akan mendapatkan perawatan

sebaik mungkin

8. Mengetahui mengenai kenyataan meskipun menyedihkan

9. Mendapatkan penjelasan mengenai sesuatu yang tidak

dimengerti

Terdapat lima hal yang dianggap kurang penting mengenai

kebutuhan keluarga pasien yang berhasil diidentifikasi, meliputi:

1. Sendirian setiap saat

2. Diberikan informasi mengenai pelayanan rohani

3. Mempunyai seseorang yang peduli dengan kesehatan keluarga

pasien

4. Memperoleh perabot yang nyaman ketika berada di ruang

tunggu

5. Diberikan semangat dan keberanian untuk mengungkapkan

emosi

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

15

Pada penelitian ini, CCFNI yang digunakan terdiri dari 13 item

pertanyaan yang meliputi:

1. Petugas kesehatan memberikan penjelasan sebelum melakukan

tindakan kepada pasien

2. Petugas kesehatan menjawab pertanyaan yang diajukan keluarga

dengan baik atau menunjukkan kepada seseorang yang dapat

memberikan bantuan

3. Petugas kesehatan menjelaskan tentang peralatan yang dipasang

pada pasien

4. Petugas kesehatan menjelaskan kepada keluarga tentang hasil

tindakan perawatan

5. Petugas kesehatan menjelaskan tentang kondisi pasien

6. Petugas kesehatan membantu keluarga memahami apa yang

terjadi pada pasien

7. Petugas kesehatan menceritakan hasil perkembangan perawatan

pasien

8. Petugas kesehatan menjelaskan tentang rencana perawatan

9. Petugas kesehatan menjelaskan penyebab atau alasan tindakan

tertentu yang dilakukan terhadap pasien

10. Petugas kesehatan menjelaskan rencana pemindahan pasien

11. Petugas kesehatan menjelaskan kepada keluarga tentang

harapan kesembuhan pasien

12. Petugas kesehatan menjelaskan tentang peraturan bagi

penunggu pasien

13. Petugas kesehatan menunjukkan tata letak ruang intensif

Dampak psikologis bagi keluarga pasien ketika berada di

ruang intensif bersifat traumatik dan akan menghasilkan kondisi

krisis bagi keluarga pasien. Pengalaman tersebut kemudian akan

mempengaruhi persepsi keluarga terhadap perawatan kritis.

Kesehatan dan kesejahteraan keluarga pun akan terpengaruh oleh

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

16

pengalaman emosi dan psikologis ketika berada di lingkungan

rawat intensif dan secara langsung berhubungan dengan dukungan

yang dapat mereka berikan serta kebutuhan terhadap petugas di

ruang intensif (Kinrade, Jackson, dan Tomnay, 2009).

1. Kecemasan

a) Pengertian

Cemas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar

yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya.

Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas.

Kecemasan adalah perasaan tidak senang dan tidak nyaman serta

sebagian besar orang berusaha untuk menghindarinya (Stuart,

2009). Gangguan kejiwaan yang sebagian besar terjadi di Amerika

Serikat adalah gangguan kecemasan dan terjadi antara 15% - 25%

populasi (Rapaport, dkk dalam Stuart, 2010). Cemas yang berhasil

diobservasi merupakan kombinasi dengan emosi lain (Stuart,

2009).

b) Penyebab Kecemasan

Teori penyebab kecemasan (Stuart, 2009) :

Teori Perilaku (Behaviour)

Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan periodik

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

seseorang untuk mencapai tujuan. Pada teori ini menyatakan

bahwa kecemasan akan meningkat melalui konflik yang terjadi

ketika seseorang mendapatkan pengalaman mengenai dua hal yang

bersaing dan harus memilih salah satu di antaranya. Dengan

demikian terdapat hubungan yang muncul antara kecemasan

dengan konflik. Konflik akan menyebabkan kecemasan dan

kecemasan akan meciptakan persepsi terhadap konflik dengan

memproduksi rasa tidak berdaya (Stuart, 2009).

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

17

Keluarga dengan anggota keluarga yang dirawat di ruang

intensif berada dalam kondisi penuh kekhawatiran terhadap

keadaan dan prognosis pasien. Keluarga juga mengalami berbagai

risiko gangguan kesehatan fisik dan mental baik selama bahkan

setelah keluar dari ruang intensif. Efek hospitalisasi dapat berupa

kurang tidur, gangguan nafsu makan dan pencernaan, ketakutan,

stress, kecemasan, depresi hingga post traumatic syndrome. Dalam

keadaan ini, keluarga membutuhkan berbagai macam kebutuhan

spesifik yang harus dipenuhi (Wardah, 2013). Hasil dari sebuah

review prioritas kebutuhan anggota keluarga pasien yang dirawat

di ruang intensif menunjukkan bahwa menerima informasi

mengenai pasien adalah kebutuhan yang paling penting yang

diharapkan oleh keluarga (Faharani dkk, 2014).

Tabel 2.1 Respon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2009)

Sistem tubuh Respon

Kardiovaskuler Palpitasi, tekanan darah meningkat, rasa mau

pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi

menurun, jantung seperti terbakar.

Pernafasan Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada,

nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan,

sensasi tercekik, terengah-engah.

Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan,

ketidaknyamanan abdomen, mual, diare

Traktus urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering kencing

Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-

kedip, insomnia, tremor, rigiditas, wajah tegang,

kelemahan umum, gerakan yang janggal

Kulit Wajah kemerahan, telapak tangan berkeringat,

gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah

pucat.

c) Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau

dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya

atau tingkatan yang dirasakan oleh individu tersebut (Hawari,

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

18

2004). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat

mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2004),

antara lain sebagai berikut:

1. Gejala psikologis: pernyataan semas/khawatir, firasat buruk,

takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa

tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

3. Gangguan konsentrasi daya ingat.

4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi

buruk dan menakutkan.

5. Gangguan kecerdasan: sukar konsentrasi, daya ingat menurun

dan daya ingat buruk.

6. Perasaan depresi (murung): hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih,terbangun pada saat dini hari dan

perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

7. Gejala somatik/ fisik (otot): sakit dan nyeri di otot, kaku,

kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.

8. Gejala somatik/ fisik (sensorik): tinitus (telinga berdenging),

penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas dan

perasaan ditusuk-tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah): takikardi,

berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa

lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/

berhenti sekejap.

10. Gejala respiratori (pernafasan): rasa tertekan atau sempit di

dada, rasa tercekik, sering menarik nafas pendek/ sesak.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

19

11. Gejala gastroentinal: sulit menelan, perut melilit, gangguan

pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan

terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, sukar

BAB dan kehilangan berat badan.

12. Gejala urogenital: sering buang air kecil, tidak dapat menahan

BAK, tidak datang bulan (menstruasi), masa haid

berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid beberapa kali

dalam sebulan, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan

impotensi.

13. Gejala autoimun: mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa

sakit dan bulu-bulu berdiri.

14. Tingkah laku/sikap: gelisah tidak tenang, jari gemetar, kening/

dahi berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat

serta wajah merah.

d) Cara Pengukuran Tingkat Kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat

kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan

pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya gejala

pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS

terdapat 14 gejala yang nampak pada individu yang mengalami

kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor

(skala likert) antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS pertama kali

digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max

Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran

kecemasan terutama pada berbagai penelitian. Skala HARS telah

dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

20

melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian yaitu 0,93 dan

0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan

dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid

dan reliable.

Masing-masing kelompok gejala kecemasan diberi penilaian angka

(score) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut:

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat

Nilai 4 = gejala berat sekali/ panik

Masing- masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: total nilai (score) :

kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20 = kecemasan ringan,

21-27 = kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-56=

kecemasan berat sekali (Hawari, 2004).

e) Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon individu terhadap cemas berfluktuasi antara

respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif

adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi

dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang

paling maladaptif adalah panik dimana individu sudah tidak

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

21

mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehinggan

mengalami gangguan fisik, perilaku maupun kognitif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Berat sekali

Gambar 2.2. Skema Rentang Respon Kecemasan

f) Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga

1. Umur

Menurut Azwar (2009), semakin tua umur seseorang semakin

konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah

maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya. Umur

dipandang sebagai suatu keadaan yang menjadi sadar

kematangan dan perkembangan seseorang.

2. Pendidikan

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin

mudah menerima informasi. Faktor pendidikan sangat

berpengaruh terhadap tingkat kecemasan seseorang tentang hal

baru yang belum pernah dirasakan atau sangat berpengaruh

terhadap perilaku seseorang terhadap kesehatannya.

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi merupakan cara

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

22

mencari nafkah yang memiliki banyak tantangan (Nursalam,

2001).

4. Informasi

Informasi adalah pemberitahuan yang dibutuhkan keluarga dari

staf ruang intensif mengenai semua hal yang berhubungan

dengan pasien yang dirawat di ruang intensif. Kebutuhan akan

informasi meliputi informasi tentang perkembangan penyakit

pasien, penyebab atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan

pada pasien, kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan

penyakit pasien, kondisi pasien setelah dilakukan tindakan/

pengobatan, perkembangan kondisi pasien dapat diperoleh

keluarga paling sedikit sehari sekali, rencana pindah atau

keluar ruangan, dan informasi mengenai peraturan di ruang

intensif (Nurhadi, 2014).

Menurut Peni (2014) terdapat beberapa penyebab lain

kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien yang dirawat di

ruang intensif, antara lain:

1. Terpisah secara fisik dengan keluarga yang dirawat di

ruang intensif.

2. Merasa terisolasi secara fisik dan emosi dari

keluarganya yang lain, dukungan lain yang tidak

adekuat atau keluarga lain yang tidak dapat berkumpul

karena bertempat tinggal jauh.

3. Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada

keluarga yang sedang dirawat.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

23

4. Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staf di

ruang intensif sehingga tidak mengetahui

perkembangan kondisi pasien.

5. Tarif di ruang intensif yang mahal.

6. Masalah keuangan, terutama jika pasien adalah satu-

satunya pencari nafkah dalam keluarga.

7. Lingkungan di ruang intensif yang penuh dengan

peralatan canggih, bunyi alarm, banyaknya selang yang

terpasang di tubuh pasien. Jika pasien diintubasi atau

adanya gangguan kesadaran, sulit atau tidak bisa

berkomunikasi diantara pasien dengan keluarganya.

Jam kunjung yang dibatasi, ruang intensif yang sibuk

dan suasananya yang serba cepat membuat keluarga

tidak merasa disambut atau dilayani dengan baik (FK.

Unair, RSUD Dr. Soetomo dalam Peni, 2014)

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

24

B. Kerangka Teori

Pada sub bab ini, penulis akan mengemukakan kerangka teori yang

menjadi dasar penelitian. Berdasarkan tentang teori, konsep dan hasil

penelitian yang terkait, berikut penulis paparkan kerangka teori yang

menjadi acuan dalam penelitian yang akan dilakukan.

Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian (Peni, 2014)

Pasien Kritis

Terjadi risiko kecacatan

dan kematian

Ruang intensif,

- Terpisah secara fisik

dengan pasien

- Merasa terisolasi secara

fisik dan emosi

- Takut kecacatan dan

kematian terjadi pada

pasien

- Kurangnya informasi

dan komunikasi

- Tarif mahal

- Masalah keuangan

- Lingkungan dengan

peralatan canggih

Keluarga

menjadi

krisis

(muncul

kecemasan)

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pasien Kritisdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya... · leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta

25

C. Kerangka Konsep

Keterangan: garis lurus merupakan area penelitian.

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.4. menunjukkan kerangka konsep penelitian yang akan

digunakan oleh peneliti. Area penelitian yang akan diteliti adalah

hubungan dukungan informasi terhadap kecemasan yang dialami oleh

keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif.

Dukungan informasi

Kecemasan