BAB II TINJAUAN TEORETIS -...

31
1 BAB II TINJAUAN TEORETIS Peristiwa kehilangan karena kematian orang tua, terlebih lagi kematian kedua orang tua menimbulkan kedukaan yang sangat dalam bagi anak-anak. Berdasarkan pemahaman tersebut saya ingin mengkaji kedukaan yang dialami oleh anak-anak. Terbatasnya literatur yang tersedia tentang kedukaan anak karena kematian kedua orang tua, maka saya akan memakai teori kedukaan secara umum bagi anak yang kehilangan kedua orang tua. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kehilangan orang tua karena kematian adalah perubahan hidup yang pasti menimbulkan rasa duka bagi anak-anak, sehingga seorang anak yang kehilangan orang tua akan mengalami masalah emosional seperti kesedihan, kesepian dan kurangnya kasih sayang. Untuk menyederhanakan kajian teori kedukaan karena kematian kedua orang tua, dalam bab ini saya akan membahas teori kehilangan yang mengakibatkan kedukaan, gejala-gejala kedukaan, tahapan-tahapan kedukaan, dan respon kedukaan. 2.1 Teori Kehilangan yang Mengakibatkan Kedukaan Pada umumnya kehilangan adalah penarikan sesuatu, seseorang atau situasi yang berharga sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi. Kehilangan dapat terjadi melalui berbagai cara, salah satunya ialah melalui peristiwa kematian. Kematian menurut J. W. Santrock adalah saat dimana berakhirnya fungsi biologis tertentu, seperti pernafasan dan tekanan darah serta kakunya tubuh, hal tersebut telah

Transcript of BAB II TINJAUAN TEORETIS -...

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

1

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

Peristiwa kehilangan karena kematian orang tua, terlebih lagi kematian kedua

orang tua menimbulkan kedukaan yang sangat dalam bagi anak-anak. Berdasarkan

pemahaman tersebut saya ingin mengkaji kedukaan yang dialami oleh anak-anak.

Terbatasnya literatur yang tersedia tentang kedukaan anak karena kematian kedua

orang tua, maka saya akan memakai teori kedukaan secara umum bagi anak yang

kehilangan kedua orang tua. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kehilangan

orang tua karena kematian adalah perubahan hidup yang pasti menimbulkan rasa duka

bagi anak-anak, sehingga seorang anak yang kehilangan orang tua akan mengalami

masalah emosional seperti kesedihan, kesepian dan kurangnya kasih sayang. Untuk

menyederhanakan kajian teori kedukaan karena kematian kedua orang tua, dalam bab

ini saya akan membahas teori kehilangan yang mengakibatkan kedukaan, gejala-gejala

kedukaan, tahapan-tahapan kedukaan, dan respon kedukaan.

2.1 Teori Kehilangan yang Mengakibatkan Kedukaan

Pada umumnya kehilangan adalah penarikan sesuatu, seseorang atau situasi yang

berharga sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi. Kehilangan dapat

terjadi melalui berbagai cara, salah satunya ialah melalui peristiwa kematian.

Kematian menurut J. W. Santrock adalah saat dimana berakhirnya fungsi biologis

tertentu, seperti pernafasan dan tekanan darah serta kakunya tubuh, hal tersebut telah

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

2

dianggap jelas menjadi tanda-tanda kematian.1 Menurut D. E. Papalia kematian adalah

fakta biologis, akan tetapi kematian juga memiliki aspek sosial, kultural, historis,

religius, perkembangan psikologis, medis, etis dan berbagai aspek ini saling

berkaitan.2 Berdasarkan pemahaman-pemahaman di atas, saya setuju dengan apa yang

disampaikan oleh Santrock dan Papalia bahwa kematian merupakan sebuah fakta

biologis dan merupakan bentuk dari kehilangan yang sangat mendalam.

Dalam keluarga anak-anak mendapatkan kehangatan dan rasa aman serta

bimbingan dari kedua orang tua, sehingga kehilangan kedua orang tua karena

kematian pasti menimbulkan kedukaan bagi anak-anak yang ditinggalkan. Kematian

merupakan bagian hidup manusia yang terjadi di segala waktu dan tempat, karena itu

tidak ada seorang pun yang dapat mengelak darinya. Saat orang yang kita kasihi

meninggal, kita tertunduk dalam kedukaan dan menyaksikan kefanaan hidup kita

sebagai manusia. Tertunduk dalam kedukaan sebab kematian juga mengandung arti

perpisahan secara jasmani. Perpisahan dengan seseorang yang kita kasihi dan sudah

lama hidup dengan kita.3

Kematian merupakan bagian dari kehilangan dan akibat dari kehilangan ialah

seseorang akan berduka. Menurut Parkes dan Weiss dalam Stewart, dukacita

1J.W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup (5

th ed) (Jakarta: Erlangga, 2004),

263. 2D.E. Papalia, S. W. Olds & Feldman, Human Development Psikologi Perkembangan (9

th ed) (Jakarta:

Kencana, 2008), 952. 3Sealthiel Izaak, Firman Hidup 66 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 76-77.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

3

merupakan trauma paling berat yang pernah dirasakan oleh kebanyakan orang.4

Sejalan dengan pemikiran Parkes dan Weiss menurut Santrock, dukacita (grief) adalah

kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih, dan

kesepian yang menyertai di saat kita kehilangan orang yang kita cintai.5 Berdasarkan

pemahaman-pemahaman yang dipaparkan oleh para ahli di atas, menurut saya

kedukaan merupakan sebuah respon emosional yang diperlihatkan oleh seorang

penduka karena kehilangan yang dialami melalui kematian.

Proses dan lamanya kedukaan pada masing-masing penduka selalu berbeda

satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang sangat

memengaruhi kedalaman kedukaan yang dialami oleh setiap penduka. Menurut L. R.

Aiken terdapat tiga faktor yang menyebabkan kedukaan yaitu: (1) hubungan individu

dengan almarhum; (2) kepribadian, usia dan jenis kelamin orang yang ditinggalkan

dan (3) proses kematian.6 Berbeda dengan Aiken dalam jumlah faktor, menurut

Wiryasaputra terdapat sembilan faktor yang dapat mempengaruhi kedukaan seseorang

antara lain: (1) objek yang hilang7: orang tua merupakan figur yang dekat dengan

anak, sehingga kematian kedua orang tua menyebabkan kedukaan yang mendalam

bagi anak. Bila semasa hidup hubungan orang tua dengan anak terjalin begitu baik

akan memungkinkan bagi anak yang ditinggalkan untuk sulit melupakan dan

melepaskan ikatan dengan kedua orang tua; (2) cara kehilangan8: cara kematian kedua

4C. A Stewart, M. Perlmutter, S. Friedman, Lifelong Human Development (USA: Willey, 1988), 605.

5Santrock, Life-Span Development........, 272.

6L. R. Aiken, Dying, Death and Bereavement (3ed) (Massachussets: Allyn dan Bacon, 1994), 164.

7Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 43.

8Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 44.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

4

orang tua sangat mempengaruhi dangkal atau dalamnya kedukaan yang dialami oleh

anak. Pada kematian kedua orang tua yang berurutan dan mendadak, akan lebih sulit

bagi anak untuk menghadapi kenyataan tersebut, karena secara psikologis anak tidak

memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri; (3) jangka waktu kehilangan9:

kedalaman kedukaan dapat juga dipengaruhi oleh jangka waktu kehilangannya.

Kematian kedua orang tua merupakan salah satu kehilangan yang bersifat permanen,

sebab pada peristiwa kehilangan ini kedua orang tua tidak akan kembali lagi kepada

anak; (4) lapisan kehilangan10

: kedukaan yang dialami oleh anak karena kematian

kedua orang tua secara berurutan merupakan kedukaan yang bertumpuk, karena belum

terselesaikannya kedukaan yang lama, telah muncul kedukaan yang baru. Kedukaan

bertumpuk yang dialami oleh anak dapat membuat anak penuh dengan perasaan

marah, dendam dan benci; (5) nilai objek yang hilang11

: pada umumnya anak dapat

mengalami kehilangan yang sama dengan orang lain, namun reaksi yang dimunculkan

setiap anak akan berbeda. Perbedaan reaksi yang dimunculkan oleh anak bergantung

dari seberapa berarti dan bermakna objek yang hilang. Orang tua merupakan objek

yang bernilai dan bermakna bagi seorang anak, sebab di dalam keluarga anak

mendapatkan kehangatan dan kasih sayang dari kedua orang tua; (6) tingkat hubungan

emosional12

: kedalaman kedukaan anak tidak hanya dipengaruhi oleh nilai dari objek

yang hilang, namun pada kasus kedukaan yang dialami anak karena kehilangan kedua

9Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 47.

10Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 48.

11Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 52.

12Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 53.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

5

orang tua, hubungan emosional anak dengan orang tua turut mempengaruhi. Faktor ini

sejalan dengan faktor pertama dan kelima, yakni bahwa orang tua menjadi figur

terdekat bagi anak dan hubungan baik yang dibangun oleh orang tua dan anak

memungkinan semakin mendalamnya kedukaan anak; (7) tingkat dukungan sosial13

:

setelah proses kematian kedua orang tua, pada umumnya anak akan merasa bingung

dan tidak mampu menghadapi kenyataan tersebut sendirian, sehingga hari-hari

pertama setelah pemakaman anak mulai merasa adanya kekosongan saat kerabat atau

teman-teman telah pulang. Dalam kondisi seperti ini anak membutuhkan dukungan

dari keluarga yang tersisa, sebab kedalaman kedukaan seorang anak dapat dipengaruhi

pula oleh seberapa besar dukungan dari orang-orang sekitar bagi anak untuk menjalani

kedukaannya; (8) visi kehidupan14

: seorang anak saat mengalami kedukaan karena

kehilangan kedua orang tua mempunyai kecenderungan tidak memiliki visi yang tetap

bagi kehidupannya, sebab pikirannya masih tertuju pada orang tua yang hilang. Oleh

sebab itu yang dibutuhkan anak pasca kematian kedua orang tua ialah dukungan dari

keluarga yang tersisa. Besarnya dukungan yang diberikan kepada anak akan

memungkinkan anak untuk menemukan visi hidupnya pasca kematian kedua orang

tua; dan (9) kebudayaan dan adat istiadat15

: dalam menjalani kedukaannya anak

membutuhkan pola budaya yang sehat, sebab dalam pola budaya yang sehat seluruh

perangkat sosial saling menumbuhkan. Pasca kematian kedua orang tua, anak

memerlukan lingkungan yang mampu menerima keberadaan dirinya, sehingga anak

13

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 61. 14

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 64. 15

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 66.

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

6

dapat dengan mudah mengalami kehilangannya secara penuh. Berdasarkan

pemahaman-pemahaman yang dipaparkan oleh Aiken dan Wiryasaputra, menurut saya

setiap penduka membutuhkan waktu yang berbeda untuk menjalani proses

kedukaannya. Penduka dapat bergerak maju dengan kehidupannya akan sangat

bergantung dari faktor-faktor yang bersifat individual.

2.2 Gejala-Gejala Kedukaan

Kehilangan merupakan hal yang kompleks dan respon dari kehilangan yaitu

kedukaan. Kedukaan yang disebabkan karena kehilangan berdampak bagi seorang

penduka dan selalu mempengaruhi aspek fisik, mental, sosial dan spiritual. Penduka

yang mengalami kedukaan karena kehilangan kemungkinan akan mengalami gejala-

gejala tertentu sebagi respon terhadap kedukaannya.

2.2.1 Fisik

Gangguan-gangguan fisik merupakan dampak awal yang umum terjadi bagi

penduka ketika kehilangan seseorang yang dikasihi. June Cerza Kolf menuturkan

bahwa secara fisik dampak yang mungkin terjadi seminggu setelah kematian ialah

munculnya gejala-gejala berupa sesak nafas, dada terasa sakit, serta terjadinya

gangguan dibagian perut sebagai akibat dari menurunnya sistem kekebalan tubuh

karena proses dukacita.16

Gejala fisik lainnya menurut Gary Reece ialah penduka akan

16

June Cerza Kolf, How Can I Help? Reaching Out to Someone Who Is Grieving (Grand Rapids: Baker,

1989), 79.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

7

mengalami sakit kepala, mati rasa, gangguan tidur, keringat yang terus-menerus,

amnesia, dan sulitnya konsentrasi.17

Menurut Worden ada beberapa perilaku tertentu yang sering dikaitkan dengan

respon kesedihan yang normal. Perilaku-perilaku ini umumnya terjadi setelah

kehilangan dan biasanya akan terjadi perbaikan dari waktu ke waktu. Perilaku-perilaku

tersebut antara lain: gangguan tidur dan gangguan nafsu makan, para penduka yang

mengalami kehilangan umumnya akan mengalami gangguan-gangguan khusus, seperti

gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gangguan tidur yang dialami akan terjadi

pada malam hari dan pagi hari saat bangun, dan sering melambangkan berbagai

ketakutan. Pada saat tidur penduka akan mengalami ketakutan untuk bermimipi, takut

berada di tempat tidur sendirian dan rasa takut untuk bangun.18

Menurut saya, jika

gangguan tidur terus bertahan, kemungkinan penduka sementara menunjukkan depresi

serius yang harus dieksplorasi dan diberi penanganan khusus. Selain mengalami

gangguan tidur, penduka juga akan mengalami gangguan nafsu makan. Menurunnya

nafsu makan lebih banyak menggambarkan perilaku kesedihan, dan akan tejadi

perubahan yang signifikan terhadap berat badan penduka sebagai akibat dari

perubahan pola makan.

Perilaku-perilaku lain yang mungkin terjadi pada diri penduka adalah perilaku

pelupa. Penduka yang baru saja mengalami kehilangan kemungkinan akan lupa

17

Gary W. Reece, Trauma, Loss & Bereavement: A Survivor’s Handbook (Eugene: Wipf and Stock,

1999), 8. 18

Worden, Grief Counseling........, 26.

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

8

bagaimana cara mereka bertindak atau cenderung melakukan hal-hal yang pada

akhirmya menyebabkan ketidaknyamanan atau membahayakan diri mereka sendiri.19

Demi meminimalisir kesedihan, kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh penduka,

sebuah perilaku berduka yang sering dilakukan ialah mendesah. Mendesah merupakan

sebuah korelasi dari sensasi fisik menahan nafas. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia mendesah adalah membuang napas kuat-kuat untuk menghilangkan kesal

hati.20

Gejala fisik lain menurut Wiryasaputra ialah menangis, keluar air mata, mata

menerawang, mati rasa, kesemutan, tubuh gemetaran, berjalan seperti melayang, tidak

tenang, tubuh lemah, tenggorokan terasa kering atau serak, dada sesak, kejang-kejang,

nafas pendek, pusing, kadang merasa gatal-gatal, bisulan, perut nyeri atau mulas,

diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur dengan nyenyak, merasa

ada benda asing di uluh hati, ngilu di persendian, nafsu makan menurun atau bahkan

sebaliknya kelainan makan, dan nafsu seks biasanya juga menurun.21

Secara fisik, perilaku menangis sering terjadi bagi setiap penduka. Tekanan

stres akibat kehilangan orang yang dikasihi sering menyebabkan ketidakseimbangan

kimia dalam tubuh dan sebagian orang percaya bahwa air mata dapat menghilangkan

zat beracun dan membangun kembali homeostasis. Perlu disadari bahwa kandungan

kimia air mata yang disebabkan karena stres emosional akan sangat berbeda dengan

19

Worden, Grief Counseling........, 27. 20

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Lux, (Semarang : Widya

Karya, 2011), 89. 21

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 75.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

9

air mata yang dikeluarkan sebagai fungsi dari iritasi mata.22

Menurut Wiryasaputra,

menangis adalah gejala yang normal dalam proses berduka, karena dengan menangis

orang yang berduka menumpahkan atau mengeluarkan segala isi hatinya, kepedihan

batinnya, dan semua yang mengotori batinnya dapat dikeluarkan.23

Dengan demikian,

menurut saya menangis merupakan perilaku yang wajar dan umum terjadi bagi setiap

penduka. Menangis dilakukan oleh seorang penduka sebagai wujud ekspresi kesedihan

dari peristiwa kehilangan yang dialaminya.

Berdasarkan pemahaman-pemahaman di atas menurut saya, secara fisik setiap

penduka akan mengalami gangguan-gangguan fisik tertentu yang disebabkan karena

peristiwa kehilangan yang dialami. Bagi anak yang kehilangan kedua orang tua karena

kematian, gangguan fisik yang kemungkinan terjadi ialah gangguan tidur dan

gangguan nafsu makan, serta sulitnya berkonsentrasi karena pikiran anak masih tertuju

pada kehilangan yang dialami. Gejala-gejala fisik tersebut akan berkepanjangan bila

tidak diatasi dan diberi penanganan khusus, dan kemungkinan akan mempersulit anak

dalam menjalani kehidupannya.

2.2.2 Mental

Peristiwa kedukaan juga memberi dampak bagi mental seorang penduka.

Dalam menerima peristiwa kedukaan penduka seringkali memunculkan gejala-gejala

sulit menerima kenyataan, pikiran tidak jelas, mudah tersinggung, marah, kecewa,

putus asa, menyalahkan diri sendiri dan sebagainya. Menurut Worden pasca kematian

22

Worden, Grief Counseling........, 30. 23

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 108.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

10

orang-orang yang dikasihi, penduka sering memiliki harapan untuk bertemu lagi

dengan orang-orang tersebut. Keinginan penduka ini sering terwujud dengan

memimpikan orang yang meninggal. Angan-angan untuk bertemu dengan orang yang

meninggal merupakan hal yang sangat umum terjadi dalam diri penduka, dan

seringkali mengandung sejumlah tujuan dan beberapa petunjuk diagnostik tentang

bagaimana penduka menjalani kehilangannya. Worden mencoba menggambarkan hal

di atas dengan melihat peristiwa kehilangan yang dialami oleh Ester.

Beberapa tahun setelah kematian ibunya, Ester menderita rasa bersalah terus-

menerus atas keadaan yang terkait dengan kematian ibunya. Rasa bersalah ini

diwujudkan dalam kepribadian yang rendah diri, saling tuding dan kecemasan.

Pada suatu hari dia akan mengunjungi ibunya, Ester pergi untuk minum kopi dan

makan makanan. Ketika dia berada di luar, ibunya meninggal. Ester menyesali

perbuatannya dan walaupun telah menggunakan terapi realitas, rasa bersalahnya

masih tetap bergulir. Dalam terapi dia bermimpi tentang ibunya. Dalam mimpi itu

dia melihat dirinya mencoba membantu ibunya berjalan agar tidak jatuh karena

jalan yang licin. Tetapi ibunya jatuh, Ester tidak dapat melaukukan apa-apa di

dalam mimpinya itu untuk menyelamatkan ibunya. Mimpi yang signifikan adalah

titik balik dalam terapi karena penduka membiarkan dirinya untuk melihat bahwa

dia tidak dapat melakukan apa-apa ketika ibunya sekarat.24

Dalam bermimpi penduka dapat pula memperlihatkan perilaku kedukaan

lainnya yakni mencari dan memanggil. Perilaku ini terkait dengan keinginan penduka

yang ingin bertemu dengan almarhum, misalkan seringnya penduka memanggil nama

24

Worden, Grief Counseling........, 28.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

11

almarhum: “John, John, John, kembalilah kepadaku!”. Ketika hal ini tidak dilakukan

secara lisan, hal ini dapat dilakukan secara internal.25

Berbeda dengan perilaku-perilaku sebelumnya, perilaku lain yang sering

dimuculkan oleh penduka ialah menghindari ingatan dari orang yang sudah

meninggal. Dalam kasus kedukaan tertentu, beberapa penduka justru akan

menghindari tempat-tempat atau hal-hal yang memunculkan perasaan sedih terhadap

almarhum, seperti menghindari tempat di mana almarhum meninggal, pemakaman

atau benda yang mengingatkan mereka terhadap orang yang dicintai.26

Menurut saya,

dalam perilaku ini penduka sementara memperlihatkan respon yang baik untuk tidak

mengingat lagi kenangan buruk yang berkaitan dengan almarhum. Bila penduka terus-

menerus menghindar sangat beresiko untuk penduka bila hal-hal tersebut

kemungkinan kembali dialami di lain waktu. Lawan dari perilaku menghindari ingatan

dari orang yang sudah meninggal ialah mengunjungi tempat atau membawa objek

ingatan kepada almarhum.27

Gejala ini sering dilakukan oleh beberapa penduka, antara

lain dengan mengunjungi makam tempat di mana almarhum disemayamkan, bahkan

penduka juga hendak memperlihatkan gejala lain yakni penghargaan terhadap objek-

objek milik almarhum, seperti menyimpan foto almarhum, pakaian, benda-benda

kesukaan almarhum dan sebagainya.28

Menurut saya, gejala-gejala ini di dasari pada

prinsip bahwa adanya rasa ketakutan dari penduka akan kehilangan kenangan dengan

25

Worden, Grief Counseling........, 29. 26

Worden, Grief Counseling........, 28-29. 27

Worden, Grief Counseling........, 30. 28

Worden, Grief Counseling........, 30-31.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

12

almarhum, sehingga penduka berusaha menjaga memorinya terhadap hal-hal yang

berhubungan dengan almarhum.

Dalam studi berkabung di Harvard, sejumlah janda masuk dalam perilaku

agresif setelah kematian suami mereka. Mereka lebih sering mengunjungi kafe-kafe

karena merasa kesepian di rumah tanpa suami.29

Menurut saya, mencari hiburan di

luar rumah merupakan cara penduka menyiasati kedukaannya. Para penduka akan

cenderung mencari sesuatu yang dapat membuat mereka lupa terhadap peristiwa

kehilangan yang dihadapi.

Menurut Wiryasaputra, dalam aspek mental dapat muncul gejala-gejala seperti

tidak menerima kenyataan (menyangkal atau menolak), terkejut, sedih, bingung,

gelisah, kacau, pikiran tidak teratur, tidak dapat berkonsentrasi, pikiran tidak jelas,

acuh tak acuh, selalu berpikir tentang yang hilang, rindu akan yang hilang, mudah

terluka hatinya ayau mudah tersinggung, benci, marah, kecewa, rasa putus asa, batin

tertekan, perasaan menyesal, rasa bersalah, merasa berdosa, merasa tidak berarti lagi,

merasa tidak ada yang menolong, merasa tidak ada yang memperhatikan, merasa

sendirian, kesepian, dan kadang muncul keinginan untuk bunuh diri. Tidak jarang

kehilangan dan kedukaan juga dapat menimbulkan gangguan mental lain juga seperti:

fobia (ketakutan), hipokondria (penderita merasa dirinya sakit meskipun tidak),

schizophrenia (gila), insomnia (kesulitan tidur), anorexia (kehilangan berat badan) dan

amnesia (kehilangan ingatan).30

Menurut saya, dalam kasus kedukaan anak yang

29

Worden, Grief Counseling........, 29-30. 30

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 76.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

13

diakibatkan karena kematian kedua orang tua, anak dapat mengalami gejala mental

tertentu. Gejala-gejala mental yang dialami oleh anak sewaktu-waktu dapat memburuk

dan lebih memperdalam kedukaan anak bila tidak ditangani dengan baik.

2.2.3 Sosial

Secara sosial dampak kematian orang tua terhadap anak ialah terlihatnya

gejala-gejala seperti suka menyendiri atau mengurung diri, bahkan anak dapat

menunjukkan reaksi yang lebih ekstrim seperti ketagihan minuman keras, merokok,

narkoba, serta tindakan negatif lainnya. Namun, disisi lain dampak yang cukup serius

ialah secara sosial terjadi penurunan status terhadap anak yakni menjadi yatim, piatu

dan yatim-piatu, yang secara tidak langsung dapat memberi tekanan psikologis atas

diri anak. Sebutan-sebutan seperti ini hendak mengindikasikan bahwa kehidupan

mereka tidak lagi “normal”, karena telah kehilangan keutuhan keluarga. Menurut

Worden salah satu perilaku berduka yang sering dilakukan oleh penduka ialah menarik

diri dari lingkungan sosialnya. Penarikan diri ini merupakan sebuah fenomena jangka

pendek yang dilakukan oleh penduka untuk mengoreksi dirinya sendiri.31

Menurut

saya, penduka yang menarik diri dari lingkungan sosial hendak menggambarkan

sebuah bentuk kecemasan. Penduka cemas terhadap peristiwa kehilangan yang

dialami, tetapi sekaligus cemas atas respon yang akan diberikan oleh lingkungan

sekitar terhadap peristiwa tersebut. Mencoba untuk mengidentifikasi kecemasan yang

dialami oleh penduka merupakan hal yang penting, karena akan membantu penduka

dalam menyelesaikan kedukaannya. Bila kecemasan ini tidak diatasi, maka penduka

31

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 28.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

14

akan terus dibayangi dengan kenangan yang menyakitkan, pengalaman traumatis yang

mengganggu dan menekan diri sendiri.

Menurut Maddison dan Walker yang dikutip oleh Brenda Mallon, dalam

proses kedukaan orang-orang dalam lingkungan sosial dapat memfasilitasi dan

menghambat penduka menjalani proses berduka, karena dukungan orang-orang

tersebut memiliki dampak yang signifikan pada resolusi berduka.32

Sejalan dengan

pemikiran tersebut menurut Wiryasaputra, lingkungan sosial dapat membantu penduka

tetapi sebaliknya dapat mengganggu penduka melewati proses kedukaannya secara

utuh, penuh atau sempurna sesuai dengan iramanya masing-masing.33

Berdasarkan

pemahaman-pemahaman di atas, saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh

Maddison dan Walker serta Wiryasaputra, karena menurut saya ketika anak

kehilangan kedua orang tuanya, maka lingkungan sosialnya secara tidak langsung

teridentifikasi sebagai salah satu faktor penting bagi anak dalam proses mengelola

kedukaannya. Lingkungan sosial yang baik akan sangat membantu anak untuk

menyelesaikan kedukaannya, sebaliknya lingkungan yang tidak baik akan

menghambat anak menyelesaikan kedukaannya.

2.2.4 Spiritual

Secara spiritual dampak kematian orang tua bagi anak ialah timbulnya perasaan-

perasaan marah kepada Tuhan, meragukan pemeliharaan Tuhan, serta sulit untuk

memiliki rasa syukur kepada Tuhan. Penduka yang dulunya aktif dalam sebuah 32

Brenda Mallon, Dying, Death and Grief, (USA: SAGE, 2008), 12. 33

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 116-117.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

15

komunitas, dapat saja menarik diri dan menjadi pasif karena kecewa. Menurut Granger

Westberg ketika seseorang mengalami kehilangan sesuatu yang berharga, orang

tersebut mulai meragukan keberadaan Tuhan.34

Dengan kata lain menurut saya, ketika

mengalami kehilangan, secara spiritual penduka akan cenderung menanyakan

keberadaan Tuhan. Menurut Jeffreys, respon dukacita individu secara khas

berhubungan dengan peran spiritual (keagamaan). Banyak orang-orang yang

menderita kaena peristiwa kehilangan akan berbelok kepada sistem kepercayaan atau

sistem iman mereka untuk menolong mereka menghadapi peristiwa kematian, seperti

melaksanakan ritual-ritual maupun dukgan dari para pendoa (prayer support).35

Berdasarkan pemahaman-pemahaman yang telah dijelaskan di atas saya setuju

bahwa kedukaan selalu ditandai dengan berbagai gejala dalam seluruh aspek

kehidupan anak. Setiap gejala dalam seluruh aspek kehidupan anak dapat dibedakan

namun tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, sebab setiap gejala memiliki

keterkaitan. Gejala-gejala yang diperlihatkan oleh anak terhadap kehilangan kedua

orang tua dapat memberikan informasi penting tentang bagaimana anak menjalani

tahapan-tahapan kedukaannya.

2.3 Tahap-Tahap Kedukaan karena Kehilangan

Dalam membahas tahapan-tahapan kedukaan, saya ingin menyebutkan

beberapa ahli antara lain Elisabeth Kübler Ross, Lindemann, Collin Murray Parkes

34

Westberg, Good Grief ......., 20. 35

J. S. Jeffreys, Helping Grieving People: When Tears Aren’t Enough (New York: Brunner-Routlegde,

2005).

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

16

dan Granger E. Westberg. Banyak teori atau model kesedihan memiliki kesamaan

tema atau tahapan yang semuanya bertujuan untuk menggambarkan bagaimana

penduka berupaya mengatasi pengalaman kehilangan yang dialami dalam kehidupan

sehari-hari, seiring dengan perubahan gaya hidup yang berkembang sebagai akibat

dari pengalaman kehilangan.

Elisabeth Kübler Ross sebagai seorang psikiater mengidentifikasi kesedihan

dalam lima tahapan yakni denial (penyangkalan), anger (marah), bargaining (tawar-

menawar), depression (depresi), acceptance (penerimaan).36

Tahapan denial

merupakan tahapan pertahanan sementara yang dipakai oleh penduka bagi dirinya

sendiri. Tahapan pertama yang diusulkan oleh Kubler Ross ini merupakan fase

pertama di mana penduka menolak bahwa kematian benar-benar ada. Tahapan denial

adalah reaksi normal yang diperlihatkan oleh penduka untuk merasionalisasi emosi

yang meluap.37

Tahapan selanjutnya ialah anger (marah), ketika penyangkalan mulai

mereda, kehilangan yang dialami mulai dirasakan oleh penduka. Begitu intensnya

perasaan kehilangan tersebut dirasakan, sehingga emosi ini berbelok menjadi

kemarahan. Pada tahapan ini penduka akan semakin sulit meredam amarahnya dan

amarahnya seringkali diproyeksikan kepada dokter, perawat, anggota keluarga bahkan

Tuhan.38

Tahapan ketiga bargaining. Dalam tahapan ini penduka sering

mengembangkan harapan bahwa sewaktu-waktu kematian dapat ditunda atau diundur.

Tawar-menawar atau negosiasi seringkali dilakukan dengan Tuhan demi menunda

36

Elisabeth Kübler-Ross, On Death And Dying, (London And New York: Routledge, 2008), 31-91. 37

Kübler-Ross, On Death And Dying........, 31-39. 38

Kübler-Ross, On Death And Dying ........, 40-65.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

17

kematian.39

Tahapan keempat yang diidentifikasi oleh Kubler Ross ialah depression.

Depresi merupakan tahapan dimana penduka tidak lagi memiliki daya untuk

mengubah keadaan yang dialami karena ditinggal pergi oleh orang terkasih.40

Pada

umumnya kesedihan dan penyesalan akan mendominasi tahapan depresi ini, sehingga

penduka sering enggan berbicara atau bertemu dengan orang lain, dan lebih banyak

menghabiskan waktu untuk menangis dan mengurung diri. Tahapan terakhir yang

selanjutnya akan dilalui oleh penduka ialah tahapan acceptance. Pada tahapan ini

reaksi fisiologi dan interaksi sosial dari penduka mulai berlanjut. Tahapan ini

sepenuhnya dilalui oleh penduka dengan berbesar hati, menerima kepergian almarhum

dan keadaan baru tanpa almarhum, karena perasaan dan rasa saki pada fisik perlahan

hilang. Kubler Ross menggambarkan tahapan ini sebagai akhir dari perjuangan.41

Meskipun tahapan-tahapan ini telah banyak digunakan dan telah menerima beberapa

kritikan, namun tahap atau fase yang dipaparkan oleh Kubler Ross sering tumpang

tindih atau terjadi non berurutan.

Pendapat selanjutnya terkait tahapan kedukaan ialah tahapan yang

dikemukakan oleh Lindemann, yang mengembangkan teori kesedihan dengan lima

tahap yang berbeda yaitu (1) gangguan somatik (misalnya sesak di tenggorokan, sesak

nafas atas tersedak); (2) keasyikan dengan gambar almarhum; (3) rasa bersalah; (4)

perasaan permusuhan atau marah, dan (5) kesulitan dalam melaksanakan rutinitas

39

Kübler-Ross, On Death And Dying........, 66-68. 40

Kübler-Ross, On Death And Dying ........, 69-90 41

Kübler-Ross, On Death And Dying ........, 91-111.

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

18

sehari-hari.42

Bagi Lindemann proses psikologis dalam mengatasi kerugian karena

kehilangan akan lebih siginifikan bila emosi penduka dapat dilepaskan dari orang yang

telah meninggal dan penduka mampu beradaptasi dengan lingkungan baru di mana

almarhum tidak ada.

Colin Murray Parkes seorang psikiater Inggris dan penulis berbagai buku serta

publikasi tentang kesedihan juga memaparkan tahapan-tahapan kedukaan dan

mengidentifikasikannya dalam empat fase yakni (1) shock atau mati rasa; (2)

kerinduan dan merana; (3) disorganization dan putus asa; (4) pemulihan.43

Parkes

memfokuskan tahapan-tahapannya pada tanggapan emosi dan fisik terhadap kematian,

menekankan prevalensi kecemasan, mencari perilaku, kemarahan dan rasa bersalah,

dan perlunya bekerja melalui perasaan untuk dapat beradaptasi. Tercatat bahwa fase-

fase tersebut tidak selalu linear, tetapi dapat mengalami beberapa kali sebagai akibat

dari kerugian atau pemicu seperti ulang tahun. Menurut Parkes kesedihan merupakan

sebuah proses yang tidak melibatkan gejala-gejala yang dimulai setelah kematian dan

kemudian memudar, melainkan suksesi fase yang bergabung ke dalam dan saling

menggantikan.

Pendapat lainnya terkait tahapan kedukaan berasal dari Granger Westberg.

Granger E Westberg adalah seorang pendeta Lutheran dan profesor terkenal karena

bukunya, Good Grief. Westberg membagi tahapan kedukaan dalam sepuluh tahapan

antara lain (1) kaget; (2) mengungkapkan emosi; (3) merasa depresi dan sangat

42

Edith Buglass. Grief and bereavement theories. Nursing Standard. 6/16/2010, Vol. 24 Issue 41, p44-

47. 43

Buglass. Grief and bereavement theories......., 44-47.

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

19

kesepian; (4) muncul gejala-gejala fisik; (5) panik; (6) perasaan bersalah; (7)

permusuhan dan kebencian; (8) kembali ke kebiasaan awal; (9) berpengharapan; dan

(10) menerima kenyataan.

Tahapan pertama, kaget. Tahapan awal yang akan dialami penduka saat

pertama kali menghadapi kehilangan ialah kaget. Westberg menyebut tahapan ini

sebagai serangan kejutan. Perasaan kaget dapat terjadi dimana saja dan berlangsung

beberapa menit, beberapa jam atau beberapa hari.44

Gejala shock atau kaget sering

terjadi pada kasus kematian mendadak.45

Menurut Totok Wiryasaputra, dalam kasus

tertentu perasaan terkejut yang dialami oleh penduka mungkin muncul pada awal

setiap proses berduka. Namun, bukan berarti bahwa gejala terkejut selalu muncul pada

awal setiap proses kedukaan. Karena dalam beberapa kasus kedukaan, gejala terkejut

tidaklah mucul sama sekali, misalnya pada peristiwa kehilangan dan kedukaan yang

terantisipasi (anticipated grief).46

Dengan demikian, shock atau kaget bukanlah gejala

mutlak yang akan dimunculkan oleh penduka, karena dalam kasus kedukaan tertentu

gejala ini telah diantisipasi sebelumnya.

Tahapan kedua, mengungkapkan emosi. Setiap penduka dimungkinkan untuk

mengekspresikan emosi pada saat menghadapi kesedihan. Bagi Westberg, setiap orang

telah diberi kelenjar air mata, dan seharusnya digunakan apabila penduka memiliki

alasan untuk menggunakannya.47

Dalam tradisi tertentu cukup sulit bagi seseorang

untuk menangis, karena sejak kecil sejumlah anak-anak seperti anak laki-laki telah

44

Westberg, Good Grief ......., 11-14. 45

Worden, Grief Counseling........, 22. 46

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 104. 47

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 15.

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

20

diajarkan untuk tidak menangis. Selain itu menangis sering digambarkan sebagai

lambang kelemahan. Menurut saya, mengungkapkan emosi merupakan langkah yang

efektif bagi penduka untuk mengekspresikan perasaan dari penduka. Sebaliknya

menahan emosi justru mempersulit penduka dalam menerima kenyataan kehilangan

yang dihadapi penduka.

Tahapan ketiga, merasa depresi dan sangat kesepian. Pada tahapan ini penduka

akhirnya memunculkan perasaan depresi dan isolasi. Penduka mulai merasa seolah-

olah Tuhan tidak lagi peduli terhadap keberadaan dirinya, dan selama beberapa hari

penduka mulai membandingkan dirinya dengan orang lain. Menurut Westberg

perasaan depresi dan isolasi yang dirasakan oleh penduka merupakan fenomena

universal. Depresi adalah sebuah perasaan yang akan muncul pada semua orang ketika

sesuatu yang mereka cintai atau harta karun mereka yang mahal diambil dari mereka.48

Salah satu faktor resiko depresi dipengaruhi oleh kejadian yang tidak diinginkan

seperti kehilangan dan perceraian orang tua.49

Menurut Carmen Vázquez Bandín

situasi kedukaaan dapat didifinisikan sebagai keadaan kesedihan dan kesepian yang

mendalam, sehingga dalam tahapan ini terdapat kecenderungan untuk adanya bunuh

diri.50

Dengan demikian, menurut saya depresi merupakan bagian normal dari sebuah

tahapan kedukaan, karena dalam tahapan ini penduka benar-benar merasakan

kehilangan dan kekosongan akan adanya kehadiran orang yang dicintai.

48

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 19. 49

Teifion Davies & TKJ Craig, diterjemahkan., ABC Kesehatan Mental (Jakarta: Buku Kedokteran

EGC, 2004), 162. 50

Carmen Vázquez Bandín, Gestalt Review. 2012, Vol. 16 Issue 2, p126-144.

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

21

Tahapan keempat, munculnya gejala-gejala fisik. Dalam tahapan ini penduka

memperlihatkan gejala-gejala seperi kurangnya selera makan, susah untuk bernafas,

otot lemah dan merasa seperti telah kehilangan energi. Menurut Westberg setelah

kehilangan penduka seringkali ke dokter dengan keluhan fisik. Beberapa orang dari

penduka akan cenderung mengalami gejala kelemahan fisik sehingga memerlukan

bantuan untuk menyelesaikan masalah emosional ini.51

Menurut saya, salah satu faktor

yang terkait dengan reaksi kesedihan ialah munculnya gejala-gejala fisik. Penduka

mengalami stres karena kehilangan yang dihadapi sehingga menimbulkan

ketidakberdayaan fisik. Gejala-gejala fisik yang diperlihatkan oleh penduka sering

berkorelasi dengan kecemasan dan sering terjadi dalam tahapan awal kehilangan.

Tahapan kelima, panik. Ketidakmampuan untuk berkonsetrasi dalam masa

kedukaan merupakan sesuatu yang alami. Ketika sesuatu yang penting dalam

kehidupan diambil, maka pikiran orang tersebut akan terus-menerus ditarik ke objek

yang hilang. Menurut Westberg ketika penduka dipikirannya mulai khawatir tentang

kehilangan yang dialami, penduka sering panik. Ketakutan penduka ini oleh penduka

sendiri tidak diketahui dan tidak dimengerti, sehingga membawa penduka kepada

kepanikan.52

Kepanikan dan kecemasan sering lahir dari rasa ketidakamanan yang

begitu intens dirasakan, sehingga menurut Worden, kecemasan yang dialami oleh

penduka sering berasal dari dua sumber yaitu:

51

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 23-24. 52

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 32.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

22

a) Penduka takut tidak dapat merawat dirinya sendiri dan sering berkomentar “aku

tidak mampu bertahan tanpa dia”.

b) Peristiwa kematian membuat tingginya kesadaran penduka akan kematian yang

sewaktu-waktu dapat terjadi.53

Dengan demikian menurut saya, kepanikan merupakan reaksi yang normal dari

penduka. Akan tetapi bila serangan kepanikan dan intensitas kecemasan semakin

tinggi ditunjukkan oleh penduka, maka reaksi kesedihan yang ditunjukkan oleh

penduka bersifat abnormal sehingga memerlukan penanganan khusus.

Tahapan keenam, perasaan bersalah. Ketika kehilangan orang yang dikasihi

karena kematian, terdapat kemungkinan bahwa penduka akan mulai menyalahkan

dirinya sendiri. Rasa bersalah sering muncul dengan berbagai faktor, namun pada level

tertentu rasa bersalah ini dapat membuat penduka marah atau benci pada dirinya

sendiri. Westebrg membagi tahapan ini dalam dua kategori yakni rasa bersalah normal

dan rasa bersalah neurotik.54

a) Rasa bersalah normal adalah rasa bersalah yang dirasakan seseorang, ketika

orang tersebut telah melakukan sesuatu atau mengabaikan sesuatu yang dalam

standar masyarakat hal tersebut harus dilakukan. Sebagai contoh rasa bersalah

normal dalam kasus kedukaan ialah ketika kehilangan seseorang yang dicintai

melalui kematian, akan sulit bagi penduka untuk memahami hal-hal yang tidak

53

Worden, Grief Counseling........, 20. 54

Westberg, Good Grief ......., 35-37.

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

23

sempat dilakukan bagi almarhum atau hal-hal yang melukai almarhum semasa

hidupnya.

b) Rasa bersalah neurotik adalah rasa bersalah yang keluar dari proporsi

keterlibatan dalam masalah khusus. Misalnya, seorang puteri yang merawat

ibunya di rumah sakit selama berhari-hari. Namun dokter menyuruhnya untuk

pulang dan berisitirahat. Ketika malam hari, ibunya meninggal dan dia tidak

pernah memaafkan dirinya sendiri karena peristiwa itu.

Menurut Wiryasaputra, setelah menyadari adanya kehilangan, penduka

biasanya berbalik pada diri sendiri. Kemarahan dan kebencian tidak lagi dapat

diarahkan pada pihak luar, namun diarahkan pada diri sendiri.55

Dengan demikian,

rasa bersalah dapat muncul dalam diri penduka dengan kategori dan alasan tertentu.

Sehingga menurut saya rasa bersalah yang belum terselesaikan dan emosi yang

disalahpahami dapat membuat penduka sengsara selama bertahun-tahun atau mungkin

memperlihatkan gejala fisik yang tertekan.

Tahapan ketujuh, permusuhan dan kebencian. Setelah peristiwa kehilangan

karena kematian penduka akan selalu mencari seseorang untuk disalahkan dan mulai

mengekspresikan permusuhan terhadap siapa pun.56

Kemarahan penduka terhadap

orang lain merupakan indikasi bahwa penduka mulai menyadari bahwa kehilangan

yang dialami adalah nyata. Kemarahan dapat diarahkan kepada Tuhan, staf kesehatan,

55

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 114. 56

Westberg, Good Grief......., 39.

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

24

anggota keluarga dan untuk orang lain.57

Meskipun pada awal kehilangan penduka

akan menangis dan merasa sedih, namun menurut Carmen Vázquez Bandín

kemarahan sebenarnya merupakan emosi awal yang datang.58

Menurut saya, tahapan

ini bukanlah tahapan yang hendak menujukkan bahwa penduka dalam kesedihannya

harus di dorong untuk bermusuhan atau marah kepada orang lain. Tetapi tahapan ini

merupakan tahapan yang normal bagi penduka ketika mengalami kehilangan.

Tahapan kedelapan, kembali ke kebiasaan awal. Kebanyakan orang yang

berduka sangat membutuhkan perhatian dari orang lain. Sehingga dalam tahapan ini

peranan teman-teman dari penduka sangat penting untuk menjaga memori penduka

terhadap orang yang dicintai dan menujukkan kepedulian satu sama lain, terutama

ketika penduka telah mengalami kehilangan besar.59

Gangguan dalam kehidupan

keluarga yang mengakibatkan anak kehilangan kontak langsung dengan orang tuanya

baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian, dapat menimbulkan dampak

psikologi yang merugikan perkembangan anak-anak yang ditinggalkan. Walaupun

setiap anak berbeda, dengan kekuatan dan kelemahannya masing-masing, kehilangan

orang tua akan memutarbalikkan dunianya. Karena itu, anak-anak membutuhkan

dukungan penuh selama masa-masa sulit.60

57

Cimete, Güler; Kuguoglu, Sema. Journal of Loss & Trauma. Jan/Feb2006, Vol. 11 Issue 1, p31-51. 58

Carmen Vázquez Bandín, Gestalt Review. 2012, Vol. 16 Issue 2, p126-144. 59

Westberg, Good Grief ......., 41. 60

Richard C. Woolfson, Kenapa Anakku Begitu?( Jakarta: Erlangga, 2004), 18.

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

25

Pasca kematian, lingkungan keluarga dan bantuan orang-orang sekitar untuk

memulihkan dan mengembangkan adalah faktor kunci yang diperlukan bagi penduka

untuk menjalani proses berduka yang sehat.61

Menurut Worden yang dikutip dalam

Dannette M. Muselman dan Marsha I. Wiggins, anak-anak yang mengalami kematian

orang tua membutuhkan dukungan, pemeliharaan, dan kontinuitas dari orang tua yang

masih hidup atau pengasuh.62

Sehingga menurut saya, kualitas pribadi teman-teman

dan orang-orang disekitar penduka dengan penduka menunjukkan bahwa teman-teman

dari penduka ingin berbagi beban dengan penduka, walau penduka sendiri tidak

memaksakan akan hal itu. Dukungan, pemahaman dan kehangatan dari lingkungan

sosial merupakan kunci dalam adaptasi dan mengatasi kesedihan yang dialami

penduka.

Tahapan kesembilan, berpengharapan. Dalam tahapan ini penduka mulai

mendapat sedikit harapan dalam pengalamannya. Awan yang begitu gelap mulai putus

dan sinar cahaya mulai datang. Pada tahapan ini penduka belajar untuk menyesuaikan

diri dengan situasi baru dimana penduka berada.63

Menurut Westberg, tidak ada

penduka yang sama. Setiap penduka identik dengan situasi kesedihannya sendiri.64

Dengan kata lain menurut saya, dalam tahapan ini penduka mulai memahami dan

menemukan makna di balik kedukaannya.

61

Bugge, Kari E.; Darbyshire, Philip; Røkholt, Eline Grelland; Haugstvedt, Karen Therese Sulheim;

Helseth, Solvi. Death Studies. Jan2014, Vol. 38 Issue 1, p36-43. 62

Dannette M Muselman; Marsha I. Wiggins,Counseling & Values. Oct2012, Vol. 57 Issue 2, p229-

240. 63

J. L. Ch Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991),

4. 64

Westberg, Good Grief ......., 45-47.

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

26

Tahapan kesepuluh, menerima kenyataan. Tahapan ini merupakan tahapan

akhir yang dilalui oleh penduka. Dalam tahapan ini penduka akhirnya mulai menerima

kenyataan. Menurut Westberg, pada tahapan akhir ini tidak ada jaminan bahwa

penduka akan menjadi dirinya yang lama lagi, karena hal ini sangat bergantung pada

cara penduka menanggapi kesedihanya.65

Penduka yang memiliki sifat kekanak-

kanakan cenderung menghadapi kesedihan mereka dengan cara yang tidak sehat.

Penduka seperti ini umumnya tidak benar-benar bekerja melalui kesedihannya.

Nampaknya penduka yang rohani lebih terampil, dewasa dan efektif mengelola

kesedihannya, karena dibantu dengan keyakinan kepada Tuhan. Penduka yang

imamnya kuat akan lebih menyadari bahwa hidup tidak akan pernah sama dan

merasakan bahwa banyak hal dalam hidup ini yang perlu dilalui. Menurut

Wirayasaputra, tahapan penerimaan ini merupakan titik akhir, sekaligus merupakan

titik awal atau tonggak baru dari sebuah masa baru. Kehilangan telah diterima sebagai

fakta yang benar atau disepakati sebagai suatu kebenaran.66

Tahapan ini bagi Andrew

Setiawan menjadi tahapan reorganisasi, pengaturan ulang tatanan keluarga setelah

kehilangan salah satu atau lebih anggota keluarga.67

Proses berduka pada dasarnya tidak mengikuti pola garis linear, secara teratur,

berurutan dari satu tahap ke tahap yang lain. Proses berduka lebih tepat digambarkan

sebagai cekungan-cekungan lingkaran yang terus berubah-ubah. Dengan kata lain,

65

Westberg, Good Grief ......., 49. 66

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 115. 67

Andrew Abdi Setiawan, Ya Tuhan Mengapa Kau Ambil Dia Dariku?Penghiburan Bagi Orang

Berduka (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 53.

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

27

proses psikologis berduka tidak berjalan mekanis, tetapi mondar-mandir, maju-

mundur, dan naik-turun.68

Berdasarkan tahapan-tahapan yang disebutkan di atas maka

menurut saya intensitas kedukaan pada masing-masing individu berbeda dan dapat

berlangsung selama beberapa waktu. Kedukaan dapat dilalui oleh penduka dalam

beberapa tahapan, namun setiap tahapan tidak selamanya berurutan, melainkan

bervariasi dalam durasi waktu tertentu dan tidak dialami oleh setiap penduka.

Seringkali penduka akan mengalamai beberapa tahapan secara berulang-ulang, bahkan

bergantian dua atau lebih tahapan, kemudian penduka akan kembali pada satu atau

beberapa tahapan sebelum akhirnya menyelesaikan tahapan-tahapan tersebut.

Setelah mengkaji pandangan-pandangan dari Elisabeth Kubler Ross,

Lindemann, Collin Murray Parkes dan Granger Westberg tentang tahapan-tahapan

kedukaan yang akan dilewati oleh seorang penduka, melalui penelitian yang akan

dilakukan, saya akan mencocokan tahapan-tahapan manakah yang cocok dengan

kondisi kedukaan dan mendukung kedukaan yang dialami oleh partisipan.

2.4 Respon Kedukaan karena Kehilangan

Kematian orang tua sering sulit untuk dipahami oleh anak-anak, karena setiap

anak berbeda dalam memahami konsep kematian. Anak-anak dalam keluarga mungkin

tidak mengerti apa artinya mati, mengapa orang mati, keabadian kematian atau

kenyataan bahwa setiap orang akan mati, sehingga respon yang ditunjukkan masing-

masing anak terhadap kematian orang tuanya akan berbeda. Worden mengadopsi

68

Wiryasaputra, Mengapa Berduka........, 107.

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

28

pendekatan yang berbeda untuk kerugian dengan menetapkan tugas-tugas yang harus

dilalui atau diselesaikan oleh seorang penduka. Menurut Worden penekanan pada

model ini ialah bahwa penduka harus bergerak dari fase pasif kedukaannya menuju

fase aktif. Dalam kasus kedukaan yang diakibatkan karena kematian kedua orang tua,

anak harus diarahkan untuk tidak pasif dalam menjalani kedukaannya, tetapi

sebaliknya anak harus aktif menjalani kedukaannya. Adapun empat tugas yang

dimaksudkan Worden antara lain:

1. Menerima realitas kerugian.

Menerima realitas merupakan sesuatu yang kemungkinan besar tidak disukai oleh

setiap penduka, namun menurut Worden menerima bahwa kematian telah terjadi

adalah dasar dari penyembuhan. Ketika seseorang meninggal, orang-orang yang

ditinggalkan akan kesulitan dalam menerima kenyataan bahwa almarhum telah pergi

dan tidak akan kembali lagi, sehingga tugas pertama ini menjadi penting.69

Saya setuju

dengan apa yang di kemukakan oleh Worden dalam tugas pertama ini, dan

menganggap bahwa dalam kasus kedukaan karena kehilangan kedua orang tua, anak

dapat diajak untuk melihat tubuh kedua orang tua yang telah meninggal, anak diajak

untuk turut terlibat dalam merencanakan pemakaman atau upacara peringatan, serta

merawat makam almarhum sebagai cara untuk menerima realitas kehilangan.

69

Worden, Grief Counseling........, 39.

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

29

2. Mengalami proses rasa sakit karena kedukaan

Masing-masing penduka memiliki perbedaan dan sering bertentangan dalam

mengelola kesedihan. Beberapa penduka akan cenderung menangis, terlibat dalam

pembicaraan, bahkan beberapa penduka akan menceburkan diri dalam pekerjaan atau

hobi favorit. Beberapa penduka mengatasi rasa sakit juga dengan mencari cara-cara

lain yakni mengenang orang yang telah meninggal. Menurut Worden bekerja melalui

rasa sakit diperlukan oleh penduka, namun tidak semua penduka akan mengalami

intensitas yang sama dari rasa sakit atau setiap penduka tidak akan merasakan rasa

sakit dengan cara yang sama.70

Dalam kasus kedukaan anak yang diakibatkan karena

kematian kedua orang tua, masing-masing anak cenderung berbeda-beda dalam

mengelola kesedihannya. Ada anak yang pendiam dan mengelola rasa sakitnya

dengan cara mengurung diri, sebaliknya ada anak yang cenderung bersifat aktif dalam

mengelola kesedihannya. Menurut saya, dalam pelaksanaan tugas kedua ini tidak ada

salahnya bila terjadi perbedaan dari masing-masing anak terhadap pengelolaan rasa

sakit yang dialami, selama anak-anak masih tetap menggunakan tindakan-tindakan

yang membawa dirinya bergerak melalui rasa sakit, bukan bersembunyi atau

menghindarinya.

3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa almarhum

Tugas ketiga merupakan tugas yang sangat menantang setiap penduka, karena

penduka harus terbiasa dengan kehidupan baru tanpa almarhum. Perlu diingat bahwa

70

Worden, Grief Counseling........, 44.

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

30

setiap penduka sangat berbeda-beda dalam mengelola dan menyesuaikan diri, namun

bekerja pada tugas ketiga ini dapat membantu penduka mengeksplorasi dan menjadi

terbiasa dengan puncak dan lembah dari kehidupan barunya. Dalam menjalani

kedukaan yang diakibatkan karena kematian kedua orang tua, seorang anak

diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana tidak ada lagi kedua

orang tua. Tugas penyesuaian ini dapat dilakukan oleh anak melalui bantuan dari

lingkungan sosial dimana anak berada. Semakin besar dukungan yang diberikan bagi

anak, akan mempercepat penyelesaian tugas ketiga ini.

4. Merelokasi almarhum dan memulai kehidupan baru

Pada tugas keempat Worden menyarankan penduka untuk menarik energi

emosional dari orang yang telah meninggal dan menginvestasikan kembali ke tempat

lain. Hal ini mungkin sulit dilakukan namun menurut Worden hubungan penduka

dengan orang yang telah meninggal tidaklah lenyap, tetapi mereka berubah.71

Dalam

kasus kedukaan anak yang diakibatkan karena kematian kedua orang tua, anak-anak

disarankan untuk menarik perasaan dan pikiran dari peristiwa kehilangan yang dialami

dan mulai membangun kehidupan baru tanpa kedua orang tua. Tugas keempat ini tidak

bermaksud untuk membuat anak melupakan hubungan yang terjalin dengan kedua

orang tuanya, namun lebih kepada mengajarkan anak untuk menyadari bahwa anak

telah kehilangan kedua orang tua.

71

Worden, Grief Counseling........, 50.

Page 31: BAB II TINJAUAN TEORETIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10520/2/T2_752014007_BAB II... · diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur

31

Setelah mengkaji tugas-tugas kedukaan yang dipaparkan oleh Worden, saya setuju

dengan empat tugas tersebut yakni menerima realitas kerugian, mengalami proses rasa

sakit karena kedukaan, menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa almarhum dan

merelokasi almarhum dan memulai kehidupan baru. Dalam empat tugas tersebut

menurut saya, anak dapat diarahkan untuk mengalami pergeseran dari fase pasif

karena kedukaan menuju fase aktif. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan anak dalam

mengelola kedukaannya dan sukses dalam melewati kedukaannya.