BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

58
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Air Sungai Air adalah molekul yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia untuk dan demi peradapan manusia. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradapan tumbuh dan berkembang. Air mempertahankan suhu tubuh, mendistribusikan nutrisi ke seluruh tubuh, melembabkan persendian, dan membantu pencernaan makanan. Air juga merupakan unsur alam terpenting kedua bagi kehidupan makhluk hidup setelah oksigen, maka air harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapatkan dan memenuhui persyaratan untuk dikonsumsi. Manusia mendapatkan air dari sumber-sumber air, baik yang ada dipermukaan tanah maupun air yang ada dalam tanah. Meskipun jumlah air di bumi relatif tetap sebesar ± 1.4 miliar km 3 , namun 97.1% berada di laut yang merupakan air yang mengandung kadar garam cukup tinggi, sekitar 2.15% tersimpan dalam bentuk es dan yang mempunyai potensi untuk dipergunakan manusia secara langsung maupun tidak langsung hanya 0.617%, dan 0.017 terdapat di sungai dan danau dan 0.600 berupa air tanah (Pramono 1999; PJT-I 2005). Menurut Machbub (1999), indeks ketersediaan air rata-rata (Average Water Availability Index, WAI) dunia adalah 7.6 (1000 m 3 /kapita/tahun), sementara di Asia hanya 4.0. WAI Indonesia adalah 16.8 lebih tinggi dari nilai rata-rata WAI Asia, namun penyebarannya tidak merata. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai 4.5% dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65% total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1750 m 3 per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 m 3 per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1200 m 3 Secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya generasi, namun akibat peningkatan beban pencemaran oleh berbagai sumber akibat pertumbuhan penduduk, industri, peternakan dan pertanian serta kegiatan lainnya telah menyebabkan pencemaran per kapita per tahun.

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air Sungai

Air adalah molekul yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia

untuk dan demi peradapan manusia. Dari air bermula kehidupan dan karena air

peradapan tumbuh dan berkembang. Air mempertahankan suhu tubuh,

mendistribusikan nutrisi ke seluruh tubuh, melembabkan persendian, dan

membantu pencernaan makanan. Air juga merupakan unsur alam terpenting kedua

bagi kehidupan makhluk hidup setelah oksigen, maka air harus selalu tersedia

dalam jumlah yang cukup, mudah didapatkan dan memenuhui persyaratan untuk

dikonsumsi.

Manusia mendapatkan air dari sumber-sumber air, baik yang ada

dipermukaan tanah maupun air yang ada dalam tanah. Meskipun jumlah air di

bumi relatif tetap sebesar ± 1.4 miliar km3, namun 97.1% berada di laut yang

merupakan air yang mengandung kadar garam cukup tinggi, sekitar 2.15%

tersimpan dalam bentuk es dan yang mempunyai potensi untuk dipergunakan

manusia secara langsung maupun tidak langsung hanya 0.617%, dan 0.017

terdapat di sungai dan danau dan 0.600 berupa air tanah (Pramono 1999; PJT-I

2005). Menurut Machbub (1999), indeks ketersediaan air rata-rata (Average

Water Availability Index, WAI) dunia adalah 7.6 (1000 m3/kapita/tahun),

sementara di Asia hanya 4.0. WAI Indonesia adalah 16.8 lebih tinggi dari nilai

rata-rata WAI Asia, namun penyebarannya tidak merata. Pulau Jawa yang luasnya

mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai

4.5% dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar

65% total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan

air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun,

di Pulau Jawa hanya tersedia 1750 m3 per kapita per tahun, masih di bawah

standar kecukupan yaitu 2000 m3 per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus

menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar

1200 m3

Secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat

diperbaharui dan mempunyai daya generasi, namun akibat peningkatan beban

pencemaran oleh berbagai sumber akibat pertumbuhan penduduk, industri,

peternakan dan pertanian serta kegiatan lainnya telah menyebabkan pencemaran

per kapita per tahun.

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

12

sumber-sumber air (Cheng et al. 2003; KLH 2005a). Untuk menentukan tingkat

kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik suatu

sumber air dalam waktu tertentu dilakukan dengan membandingkan baku mutu

air yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990, sumber

air menurut kegunaan/peruntukannya digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Golongan A, yaitu air yang digunakan sebagai air minum secara langsung

tanpa pengolahan terlebih dahulu;

2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk

diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga;

3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan

dan peternakan; dan

4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian,

dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik negara.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, mutu air

diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu:

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,

air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan

tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,

pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

Air secara sangat cepat menjadi sumber daya yang makin langka dan tidak

ada sumber penggantinya karena dari jumlah air yang mungkin dapat

dimanfaatkan manusia, ternyata masih menghadapi beberapa permasalahan

mendasar yaitu: (1) adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan

air; serta (2) terbatasnya jumlah air segar di planet bumi yang dapat dieksplorasi

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

13

dan dikonsumsi; sedangkan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah

menyebabkan konsumsi air segar meningkat secara drastis. Pemakaian air global

meningkat lima kali lipat pada abad yang lalu ketika penduduk dunia meningkat

dari satu setengah sampai enam miliar orang, dan ketersediaan air perkapita

diperkirakan akan menurun dengan sepertiganya pada beberapa dekade

mendatang ketika penduduk dunia mencapai hampir sembilan miliar orang di

tahun 2025.

Indonesia termasuk sepuluh negara kaya air, namun krisis air diperkirakan

akan terjadi juga akibat kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat

pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air

sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan penerapan

peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Pencemaran air berhubungan

dengan masalah limbah yang tergantung pada sifat-sifat kontaminan yang

memerlukan oksigen, memacu pertumbuhan algae, penyakit dan zat toksik.

Pencemaran terhadap sumber daya air dapat terjadi secara langsung dari saluran

pembuangan (sewer) atau buangan industri dan secara tidak langsung melalui

pencemaran air dan limpasan dari daerah pertanian dan perkotaan (non-point

sources. Menurut Effendi (2003), bahan pencemar memasuki sungai dapat

melalui atmosfer, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan perkotaan,

pembuangan limbah industri, dan lain-lain.

2.1.1 Sumber Pencemaran Air Sungai

Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas

pencemaran yang disebabkan oleh alam (misal letusan gunung berapi, tanah

longsor, banjir) dan pencemaran karena kegiatan manusia. Sumber bahan

pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang

diklasifikasikan sebagai: (1) point source discharges (sumber titik) dan (2) non

point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang

dapat diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air

buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal

dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial

kualitas air. Sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari

sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

14

run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung

pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.

Pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai sumber pencemar antara

lain dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain-lain.

Limbah-limbah dimaksud dapat berupa zat, energi, dan atau komponen lain yang

dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun non-

industri. Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan oleh masuknya

bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat, sedangkan

menurut Simonovic (2006) sumber pencemar air di dunia yang paling dominan

adalah limbah manusia, limbah industri dan bahan kimia, dan limbah pertanian

(pestisida dan pupuk). Bentuk-bentuk bahan pencemar tersebut mencakup bahan

organik industri, bahan asiditas, logam berat, amonia, nitrat, dan fosfat dan residu

pestisida dari pertanian. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003)

mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa jenis pencemar dan sumbernya

Jenis Pencemar

Point Source Non Point Source

Limbah Domestik

Limbah Industri

Limpasan Daerah

Pertanian

Limpasan Daerah

Perkotaan 1. Limbah yang dapat

menurunkan kadar oksigen

2. Nutrien 3. Patogen 4. Sedimen 5. Garam-garam 6. Logam yang toksik 7. Bahan organik yang toksik 8. Pencemaran panas

- - - -

- -

- -

1) Limbah Industri

Kegiatan industri memiliki potensi sangat besar untuk menimbulkan

terjadinya pencemaran air. Limbah industri adalah bahan buangan sebagai hasil

sampingan dari proses produksi industri yang dapat berbentuk benda padat, cair

maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran. Data dari Departemen

Perindustrian (2007) dalam KLH (2008a) menunjukkan bahwa air limbah industri

dibuang/terbuang ke sumber-sumber air di sejumlah daerah di Indonesia terutama

di pulau Jawa. Diperkirakan 250 ribu ton limbah industri dilepaskan ke sumber-

sumber air pada tahun 1990, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

15

menjadi 1.2 juta ton per tahun (KLH 2008a). Tabel 2 menyajikan limbah yang

dihasilkan oleh jenis kegiatan industri.

Tabel 2 Kegiatan dan jenis limbah yang dihasilkan No Jenis Kegiatan Limbah yang Dihasilkan

1 Industri pangan Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor, dan fenol

2 Industri minuman Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan dan buih

3 Industri makanan Limbah organik, minyak dan lemak, logam berat, nitrat, fosfor, dan fenol

4 Industri percetakan Limbah organik, total solid, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, sulfit, amoniak, nitrat, fosfor,warna, jumlah coli, coli faces, bahan beracun, suhu, kekeruhan, klorinated benezoid.

5 Perkayuan & motor Limbah organik, logam berat, dan bahan beracun

6 Industri pakaian jadi Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, warna, bahan beracun, suhu, klorinated benezoid, dan sulfida

7 Industri plastik Limbah organik, total solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea anorganik, bahan beracun, fenol, dan sulfida

8 Industri kulit Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, endapan kapur, dan limbah organik

9 Industri besi dan logam

Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, bahan beracun, sianida, pH, klorida, sulfat, amoniak, dan fenol

10 Aneka industri Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan, dan amoniak

11 Pertanian Pestisida, bahan beracun, dan logam berat

12 Perhotelan Deterjen, zat padat, bahan organik, nitrogen, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan

13 Rekreasi Limbah organik, kekeruhan, dan warna

14 Kesehatan Bahan beracun, logam berat, limbah organik, jumlah coli

15 Perdagangan Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan

16 Pemukiman Deterjen, zat padat, limbah organik, nitrogen, fosfor, kalsium, klorida, dan sulfat

17 Perhubungan darat Logam berat, bahan beracun, dan limbah organik

18 Perikanan darat Limbah organik

19 Peternakan Limbah organik, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor, warna, bahan beracun, suhu, dan kekeruhan

20 Perkebunan Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, natrium, nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faces, suhu.

Sumber: Donald dan Klei (1979) dalam Taufik (2003).

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

16

Limbah industri dapat berupa bahan sintetik, logam, dan bahan beracun

berbahaya yang sulit diurai oleh proses biologi. Pada umumnya air limbah

industri mengandung air, pelarut organik, minyak, padatan terlarut, dan senyawa

kimia terlarut. Kandungan kimia limbah dapat berupa bahan organik atau

anorganik, dari air kotor yang tidak berbahaya hingga mengandung logam

beracun dan endapan organik. Limbah industri juga dapat mengandung logam dan

cairan asam yang berbahaya, misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan

logam yang mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat,

asam kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah tersebut bersifat korosif dan

dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Selain itu, limbah industri yang lebih

berbahaya adalah yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), kromium

(Cr), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As). Logam berat tersebut bersifat

menetap dan mudah mengalami biomagnifikasi (Arisandi 2004). Apabila logam

berat mencemari air yang selanjutnya terkonsumsi oleh organisme, seperti ikan

dan biota perairan lainnya, maka akan mengumpul dalam waktu yang lama yang

bersifat sebagai racun yang akumulatif.

Di Jawa Timur, jumlah industri yang secara langsung mempengaruhi sungai

Brantas dan anak sungai utama termasuk Kali Surabaya adalah 483 industri

dengan total beban BOD mencapai 125 ton/hari (Harnanto & Hidayat 2003;

Masduqi & Apriliani 2008). Industri-industri tersebut dibagi menjadi 8 kelompok

berdasarkan pencemar utama yang dihasilkan, yaitu: (1) industri pulp dan kertas;

(2) pabrik gula; (3) industri kimia; (4) industri pertanian dan derivatifnya; (5)

industri tekstil; (6) industri minyak dan deterjen; (7) industri makanan; dan (8)

industri cat dan metalurgi.

Menurut Machbub et al. (1988), industri yang membuang limbah anorganik

berupa logam terlarut adalah industri pipa, industri keramik, dan industri sepeda.

Sedangkan industri yang membuang bahan pencemar organik dalam jumlah

besar ke Kali Surabaya adalah industri kulit, industri bumbu masak/MSG, industri

kertas, industri gula, dan industri minuman dengan beban BOD dan COD seperti

disajikan pada Tabel 3.

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

17

Tabel 3 Industri yang membuang limbah organik ke Kali Surabaya

No. Jenis Industri Beban Pencemar (kg/hari)

BOD COD

1.

2.

3.

4.

5.

Industri kulit

Industri bumbu masak/MSG

Industri kertas

Industri gula

Industri minuman

150.4

478.7

277.5

4,321.0

865.7

250.5

768.9

17,268.0

6,417.4

1,286.9

Sumber: Machbub et al. (1988).

Menurut Novita (2000), industri utama yang diperkirakan menyumbang

beban polusi terbesar selama ini ke Kali Surabaya adalah industri kertas, yaitu PT.

Surya Agung Kertas, PT. Surabaya Mekabox, PT. Suparma, dan PT. Adiprima

Suraprinta. PT. Miwon yang memproduksi MSG, penyedap makanan juga

diperkirakan menyumbang beban polusi cukup besar. Industri dan jenis produk

yang dihasilkan dari 41 industri dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan survei daya dukung Kali Surabaya terhadap beban pencemaran

yang dilakukan Terangna et al. (1992), diketahui bahwa kandungan kromium 0-

1.29 mg/l, tembaga 0-1.86 mg/l, seng 0.06-15.69 mg/l dan timbal sebesar 0-1.38

mg/l. Menurut Danazumi & Bhici (2010), sumber point sources polutan logam

berat yang utama adalah air limbah dari industri logam, pertambangan,

pengalengan, farmasi, pertisida, kimia organik, karet dan plastik, dan produk

kayu, sedangkan menurut Wijayanto (2005) industri-industri yang memberikan

efluen Hg dan logam berat lainnya adalah industri yang memproses klorin,

produksi soda kaustik, metalurgi dan elektroplating, industri kimia, industri tinta,

industri kertas, penyamakan kulit, industri tekstil dan perusahaan farmasi.

2) Limbah Domestik / Kegiatan Pemukiman

Limbah domestik (sewage) adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan

non-industri, melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, restoran, tempat

hiburan, pasar, dan lain-lain yang dapat menimbulkan pencemaran. Limbah

domestik dapat berupa sampah organik dan sampah anorganik serta larutan yang

kompleks terdiri dari air (biasanya di atas 99%) dan padatan berupa zat organik

serta anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau

didegradasi oleh bakteri atau melalui proses kimia dan fisika. Contohnya sisa nasi,

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

18

sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik seperti plastik, kaca,

logam, karet, kertas, dan kulit, tidak dapat diuraikan oleh bakteri.

Tabel 4 Nama industri dan jenis produknya

No Nama Industri Produk Limbah Dominan Jarak dari D.Gnsari

(km) 1. Pers. Tahu Kedurus Tahu BO, PS, PT 2.30 2. Pers. Tahu Gunungsari Tahu BO, PS, PT 2.31 3. Pers. Tahu Halim Jaya Tahu BO, PS, PT 2.34 4. PT Rejeki Baru Capoc seed oil BO, PS, minyak 2.51 5. Pabrik Karet Asean Ring Rubber BO, Zn 2.53 6. PD. Pemotongan Hewan KMS Sapi Potong BO, PS, PT, PD 3.23 7. UD Jawa Jaya Coconut Oil BO, PS, PT 3.36 8. PT Bintang Apollo Spinning Mill BO, PS, PT, Cr 3.35 9. PT Sumber Sarih Coconut Oil BO, PS, minyak 3.64

10. PT Gawerejo Tshirt & Singlet BO, PS, PT, Cr 3.70 11. Pabrik Karet Sriwijaya Rubber bands BO, Zn 3.79 12. Pabrik Mie TLH Vermicelli PS, PT 3.84 13. FA Cemara Agung Coconut Oil BO, PS, minyak 3.94 14. PT. Pakabaya Jaya Korek Api BO, PS, PT, Cd 5.34 15. PT. Jayabaya Raya Domestic Detergent BO, PS, PT 5.49 16. Pers. Tahu Purnomo Tahu BO, PS, PT 5.64 17. CV. Bangun Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 5.70 18. Pers. Tegel Jombang Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 5.72 19. Pers. Tahu H. So'ud Tahu BO, PS, PT 6.22 20. UD Sumber Agung Plastic wares PS, PT 6.79 21. Pers. Susu Farida Fresh Milk BO, PS, PT 6.80 22. CV. Sumber Baru Confection BO, PS, PT, Cr 7.05 23. PT IKI Mutiara Ceramic/Glazed Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 7.05 24. PT Asia Victory (SRB 251) Glazed Ceramic Tiles PD, PS, Pb, Zn, Cd 7.40 25. PT Sarimas Permai Coconut Oil BO, PS, PT 7.70 27. PT Suparma (SRB 054) Paper mill BO, PS, PT, Hg 8.80 28. PT Spindo (SRB 250) Galvanized water pipe PS, PT 9.00 29. PT Kedawung Setia Enamel Hg, Cd, Cr, Pb, Cu 9.10 30. PT Surabaya Wire Steel Wire PS, Hg, Cr, Pb, Cu 9.30 31. PT Surabaya Mekabox Paper mill BO, PS, PT, Hg 10.60 32. PT Priscolin Minyak goreng BO, PS, minyak 10.65 33. PT Wijaya Indah Makmur

Bycycle Industry Bycycle PS, PT, Cr, Pb, Cu 12.10

34. PT Sinar Surya Sosro Kencono Bottle & Cardboard tea BO, PS, PT 13.05 35. PT Timur Megah Steel Mur baut PS, Hg, Cr, Pb, Cu 14.50 36. PT Haka Surabaya Leather Kulit BO, PS, PT, Cr 15.95 37. PT Miwon Indonesia MSG BO, PS, PT 16.60 38. PT Surya Agung Kertas Paper mill BO, PS, PT, Hg 17.20 39. PT. Hueychyi Tekstil BO, PS, PT, Cr 17.60 40. PT. Sidomulyo Ternak Babi BO, PT, PS, PD 21.05 41. Pers. Tahu Sidomakmur Tahu BO, PS, PT 21.15

Sumber: diolah dari Fardiaz (1992), Novita (2000), Ahalya et al. (2004), Arisandi (2004), Rezazee et al. (2005), Wijayanto (2005), Ginting (2007), Widowati (2008). Ket: BO = bahan organik; PS = padatan tersuspensi; PT = padatan terlarut; PD = padatan terendap.

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

19

Sampah organik yang dibuang ke sungai dapat mengakibatkan deplesi

jumlah oksigen terlarut dalam air sungai, karena sebagian besar oksigen akan

digunakan bakteri untuk menguraikan bahan organik menjadi partikel yang lebih

sederhana yaitu karbondioksida, air, dan gas lainnya. Apabila sampah anorganik

yang dibuang ke sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses

fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.

Berkaitan dengan pencemaran air dari kegiatan domestik, data statistik

lingkungan hidup 2006/2007 (KLH 2008a) menunjukkan banyak penduduk

(rumah tangga) masih memadati bantaran sungai. Di Indonesia rumah tangga

yang bertempat tinggal di sepanjang bantaran sungai pada tahun 2005 tercatat

sebanyak 118,891 rumah tangga dengan jumlah terbanyak adalah DKI Jakarta,

Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Data statistik tersebut juga menyebutkan

bahwa sekitar 7.66 persen rumah tangga di Indonesia pada tahun 2004 masih

membuang sampahnya ke sungai. Menurut Salim (2002), beban pencemaran

domestik untuk setiap orang berbeda-beda. Setiap orang di Indonesia diperkirakan

akan mengeluarkan BOD sebesar 25 g/orang/hari dan COD sebesar 57

g/orang/hari, sedangkan untuk parameter nitrogen dan fosfor serta parameter lain

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi beban pencemar limbah domestik

Parameter Unit Beban Pencemaran

BOD COD Nitrogen: - N-NH- N-NO

3

- N-NO2

- N-organik 3

- N-total Fosfor: - ortho-fosfat - Total P - Deterjen (MBAS) - Fenol - Coli Fecal

g/orang/hari g/orang/hari

g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari

g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari g/orang/hari

25 57

1.83 0.006 0.97 8.3 11.1

-

1.1 0.63

0.006 14 x 1012

Sumber: Salim (2002).

Komponen limbah domestik dapat mencakup mikroorganisme, zat padat,

dan bahan organik maupun anorganik. Komposisi bahan organik dalam limbah

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

20

domestik menurut Tebbut (1992) dalam Effendi (2003) dan Sugiharto (2005)

ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Komponen penyusun limbah domestik.

Limbah domestik menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan

mikroba terutama golongan bakteri, serta beberapa virus dan protozoa.

Kebanyakan mikroba tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dengan proses

biologi yang mengubah zat organik menjadi produk akhir yang stabil, namun

beberapa limbah domestik dapat mengandung organisme patogen. Jumlah zat

padat dalam limbah cair adalah residu limbah cair setelah bagian cairnya

diuapkan dan sisanya dikeringkan hingga mencapai berat yang konstan.

Kandungan bahan organik dan anorganik limbah domestik dapat berupa: (1)

nitrogen dan fosfat dalam limbah dari aktivitas manusia dan fosfat dari deterjen,

(2) klorida dan sulfat, yang berasal dari air dan limbah yang berasal dari manusia;

(3) karbonat dan bikarbonat, biasanya terdapat dalam bentuk garam kalsium dan

magnesium; dan (4) zat toksik seperti sianida dan logam berat seperti arsen (As),

kadmium (Cd), krom (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), dan timbal (Pb).

Limbah domestik merupakan salah satu sumber bahan organik, nutrien dan

mikroorganisme yang mencemari air kali surabaya. Pertumbuhan penduduk yang

cepat dan arus urbanisasi menyebabkan terkonsentrasinya pemukiman pada

daerah perkotaan seperti surabaya dengan kepadatan penduduk pada tahun 2000

mencapai 8,149.9 orang/km2 (Bapedal 2006). Jumlah beban limbah domestik

pada daerah padat penduduk dapat melebihi kapasitas asimilasi sungai terutama

pada musim kemarau.

Limbah domestik

Air (99.9%) Padatan (0.1%)

Organik (70%) Anorganik (30%)

Protein (65%)

Karbohidrat (25%)

Lemak (10%)

Butiran

Garam

Logam

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

21

Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tinggal di DAS brantas mencapai

15.5 juta. Populasi penduduk yang menempati daerah perkotaan sekitar 25 persen

dari keseluruhan populasi penduduk DAS brantas, akibatnya beban pencemaran

akibat limbah domestik dapat diestimasi dengan mengalikan beban pencemaran

akibat limbah domestik per kapita dengan populasi penduduk di daerah tersebut,

di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari,

sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari. Total beban limbah

domestik yang dihasilkan pada tahun 2002 sekitar 515 ton BOD/hari (Harnanto &

Hidayat 2003).

3) Limbah Lainnya

Sumber pencemar air sungai lain di luar limbah industri dan domestik

adalah kegiatan pertanian dan timbulan sampah di tempat pembuangan akhir

(TPA) sampah. Kegiatan pertanian memberikan kontribusi terhadap pencemaran

air (non point sources). Limbah pertanian yang paling utama adalah pupuk kimia

dan pestisida. Pupuk kimia dan pestisida digunakan petani untuk perawatan

tanaman, namun pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air.

Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma

air seperti ganggang dan enceng gondok penyebab timbulnya eutrofikasi.

Pestisida biasa digunakan untuk membunuh hama. Limbah pestisida mempunyai

aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air ke luar dari

daerah pertanian dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang

dan biota air lainnya.

Timbulan sampah di TPA akan menghasilkan lindi yang umumnya

mengandung beberapa logam berat. Lindi sampah ini dapat masuk ke dalam tanah

atau ikut terbawa dalam aliran sungai sehingga berpotensi menimbulkan

pencemaran air sungai (Setyaningrum 2006).

2.1.2 Bahan Pencemar Air Sungai

Menurut Effendi (2003), bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan

yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam sendiri yang

memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem

tersebut. Bahan pencemar yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai

pencemar yang dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

22

1) Limbah Penyebab Penurunan Kadar Oksigen Terlarut (DO)

Semua limbah yang dioksidasi terutama limbah domestik termasuk dalam

kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu, bahan-

bahan buangan dari industri pengolahan pangan, rumah pemotongan hewan, dan

pembekuan ikan juga masuk dalam kategori limbah ini. Oksigen sangat penting

bagi kelangsungan hidup organisme pada ekosistem perairan. Kadar oksigen

terlarut minimum 5 mg/l diperlukan bagi kelangsungan hidup ikan di perairan

(Effendi 2003). Oleh karena kelarutan oksigen di air relatif rendah maka kadar

oksigen terlarut cepat sekali mengalami penurunan apabila pada perairan terdapat

limbah organik dengan kadar cukup tinggi.

2) Senyawa Organik

Bahan-bahan organik baik bahan alami maupun bahan sintesis masuk ke

dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Bahan organik alami

umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh

mikroorganisme, sehingga dapat mengakibatkan semakin berkembangnya

mikroorganisme dan mikroba patogen pemicu timbulnya berbagai macam

penyakit.

Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisika, kimia dan toksisitas yang

berbeda. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme

akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan PCB (poliklorobifenil).

Berbeda dengan senyawa organik alami, senyawa organik sintetis umumnya tidak

dapat diuraikan secara biologis sehingga dapat bertahan dalam waktu lama di

dalam badan air serta bersifat kumulatif. Sumber limbah organik diperairan

adalah limbah domestik (rumah tangga dan perkotaan), limbah industri kimia,

tekstil, plastik, dan lain-lain.

3) Senyawa Anorganik

Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya

bersifat toksik. Dengan demikian bahan buangan anorganik umumnya berupa

limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme.

Masuknya bahan buangan anorganik pada ekosistem akuatik akan

mengakibatkan peningkatan jumlah ion logam di dalam air dan jika buangan

tersebut banyak mengandung ion kalsium dan magnesium dapat menimbulkan

kesadahan pada air.

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

23

Logam berat merupakan kelompok logam yang tidak dapat didegradasi oleh

tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya

dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan global lingkungan hidup.

Berdasarkan data dari United State Environmental Protection Agency, logam

berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya adalah antimon (Sb),

arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri

(Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn) (www.chem-is-try.org).

Logam-logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni

peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup

mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di

alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi,

karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan

jumlah yang terekresi/terdegradasi, sementara jumlah yang terakumulasi setara

dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang

diambil dari makanan, minuman atau udara yang terhirup.

Terdapat banyak sumber penyebab pencemaran logam berat, antara lain gas

alam, proses industri, penambangan, outomobil, kebakaran hutan, dan gunung

berapi, namun penyebab signifikan pencemaran logam berat di perairan adalah

buangan limbah industri dan kegiatan penambangan yang menghasilkan limbah

tailing, yaitu produk samping kegiatan penambangan, reagen sisa, dan hasil

pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan yang selanjutnya dibuang ke

sungai atau laut dan masuk ke ekosistem akuatik yang terus mengkontaminasi

lingkungan di sekitar area pembuangan limbah.

4) Pestisida

Pestisida masuk ke dalam badan air melalui limpasan (run off) dari daerah

pertanian yang banyak mengandung pestisida. Pestisida dibedakan menjadi tiga

kelompok, yaitu pestisida organoklor, pestisida organofosfor, dan pestisida

karbamat. Pestisida bersifat toksik dan bioakumulasi. Selain itu, pestisida juga

bersifat persisten atau bertahan dalam waktu lama di perairan.

Keberadaan pestisida pada ekosistem akuatik mengikut i pola rantai

makanan, semakin tinggi posisi organisme dalam rantai makanan maka semakin

tinggi kadar pestisida yang dihasilkan oleh proses bioakumulasi dan

biomagnifikasi. Pestisida cenderung terakumulasi pada lapisan lemak yang

terdapat dalam tubuh makhluk hidup.

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

24

2.2 Kualitas Air Sungai

Kualitas air terkait dengan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat,

energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga menggambarkan

kesesuaian air untuk penggunaan tertentu, misalnya untuk air minum, perikanan,

irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya. Kualitas air dinyatakan dengan

beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Setiap penggunaan

air memiliki persyaratan kualitas air tertentu. Oleh karena itu, pada umumnya

kualitas air ditunjukkan dengan adanya beberapa kombinasi parameter kualitas air.

2.2.1 Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air

meliputi suhu, konduktivitas, padatan terlarut, padatan tersuspensi, salinitas, dan

lain-lain.

1) Suhu

Suhu air sangat berkaitan dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu

perairan maka semakin menurun kualitasnya karena kandungan oksigen terlarut di

perairan semakin kecil. Air sering digunakan sebagai medium pendingin pada

berbagai proses industri atau pembangkit tenaga listrik. Buangan air panas

kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya.

Sungai yang besar dan arus yang deras akan dapat menetralkan air panas tersebut

dengan cepat, tetapi jika buangan air panas dalam jumlah besar akan dapat

merusak ekosistem di dalam sungai atau danau yang dikenal dengan polusi

termal (Darmono 2001).

Menurut Effendi (2003), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,

lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu

berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Kenaikan suhu

akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Fardiaz 1992; Kristanto

2002; Effendi 2003):

a. Jumlah oksigen terlarut di dalam sungai menurun;

b. Peningkatan viskositas, evaporasi dan volatilisasi;

c. Kecepatan reaksi kimia meningkat;

d. Peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air;

e. Peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba;

Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

25

f. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

Pada umumnya setiap kenaikkan suhu perairan sebesar 10 o

Padatan terlarut (dissolved solid) adalah padatan-padatan yang mempunyai

ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri atas

senyawa-senyawa anorganik dan organik terlarut dalam air yang tidak tersaring

dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0.45 μm. Penyebab utama

terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di

C menyebabkan

terjadinya peningkatan konsumsi oleh organisme akuatik 2–3 kali lipat.

Peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga

keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi

organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi, akibatnya

ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen.

2) Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Total Padatan Terlarut (TDS)

Menurut Fardiaz (1992) dan Kristanto (2002), padatan tersuspensi

(suspended solid) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut,

dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-

partikel tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore

dengan diameter pori 0.45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-

jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa

ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat

menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas

primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya

keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi

biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi

penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis

oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan

oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat

mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang

Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan

tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas air,

buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan

tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu,

pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna

perairan.

Page 16: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

26

perairan. Sebagai contoh, air buangan sering mengandung molekul sabun,

deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga

dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang sering mencemari air

buangan dan sangat berbahaya bagi kehidupan di sekitarnya adalah merkuri,

kadmium dan timbal.

3) Konduktivitas

Konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari

kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Pada suatu perairan, semakin

banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi.

Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar 20 – 1500 μS/cm, sedangkan perairan

laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut.

Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10000 μS/cm.

2.2.2 Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air

meliputi pH, DO, BOD, COD, NH3, NO3-, NO2

-, PO43-

Oksigen terlarut (DO) merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup

organisme suatu perairan. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan

melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan (Salmin 2005).

, kadar logam berat, dan

lain-lain.

1) Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa

dalam air. Derajat keasaman air penting untuk menentukan nilai daya guna

perairan baik bagi keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan

dan kepentingan lainnya (Moelyadi 1998). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme,

serta suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan.

pH merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas air.

Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas

biologis. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada

kisaran pH 6.5 – 8.5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,

misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi 2003).

2) Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Page 17: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

27

Di samping itu, oksigen terlarut juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan

organik dan anorganik dalam proses aerobik. Menurunnya kadar oksigen terlarut

dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota air, sehingga dapat

menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya.

Kelarutan oksigen di dalam air sangat rendah. Kelarutan oksigen di dalam air

sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.

Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan

berkurangnya tekanan atmosfer. Misalnya kadar oksigen pada suhu 0 oC, 10 oC,

20 oC dan 30 o

Air permukaan yang jernih pada umumnya jenuh dengan oksigen terlarut,

karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses

fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar

oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen

C masing-masing adalah 14.6, 11.3, 9.1 dan 7.6 mg/l (Milono

1998).

Oksigen merupakan elemen yang sangat penting di dalam pengendalian

kualitas air, karena oksigen sangat esensial bagi kehidupan biologis organisme air.

Pembuangan limbah ke dalam perairan akan menentukan keseimbangan oksigen

di dalam sistem. Menurut Rahayu dan Tontowi (2005), besarnya oksigen terlarut

dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di lokasi tersebut; apabila kadar

oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat

organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan

oleh mikroorganisme, semakin banyak pula oksigen yang diperlukan oleh

mikroorganisme. Menurut Odum (1996), kandungan oksigen terlarut yang

tertinggi akan diperoleh pada sungai yang relatif dangkal dan berbatu atau pada

lokasi yang mempunyai turbulensi air yang relatif tinggi. Kadar oksigen terlarut

yang disyaratkan sesuai PP 82/2001 untuk peruntukan air baku air minum dan

pembudidayaan ikan air tawar masing-masing adalah 6 dan 3 mg/l.

Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat

di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh

tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara

langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena agitasi atau

pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari

atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun

terjadi pergolakan massa air atau gelombang.

Page 18: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

28

yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik

dan anorganik.

Kandungan oksigen terlarut merupakan hal penting bagi kelangsungan

organisme perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat

dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Menurut Lee et al.(1978),

kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator

kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al. 1978)

No. Kriteria Kualitas Air Kandungan DO (mg/l)

1.

2.

3.

4.

Tidak tercemar dan tercemar sangat ringan

Tercemar ringan

Tercemar sedang

Tercemar berat

> 6.5

4.5 – 6.4

2.0 – 4.4

< 2.0

3) Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)

Kebutuhan oksigen biokimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme anaerobik di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan

buangan organik yang ada dalam lingkungan air tersebut dalam waktu lima hari

(Wardhana 2001). BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada

suatu perairan. Menurut Rahman (1996), BOD menunjukkan jumlah bahan

organik yang ada di dalam air yang dapat didegradasi secara biologis. Perairan

dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh

bahan organik dan menurunnya kualitas perairan. Nilai BOD berbanding lurus

dengan jumlah bahan organik di perairan. Bahan organik akan distabilkan secara

biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan

anaerobik. Mikroorganisme aerob di dalam air yang berfungsi sebagai perombak

bahan organik hanya dapat menjalankan fungsinya bila terdapat oksigen yang

cukup. Pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme aerobik melalui proses

oksidasi dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan

sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang

dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al. (1978) menyatakan

bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD-

nya, seperti disajikan pada Tabel 7.

Page 19: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

29

Tabel 7 Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5

No.

(Lee et al. 1978)

Kriteria Kualitas Air Kandungan BOD5 (mg/l)

1.

2.

3.

4.

Tidak tercemar

Tercemar ringan

Tercemar sedang

Tercemar berat

≤ 2.9

3.0 – 5.0

5.1 – 14.9

≥ 15.0

BOD memberikan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan

oleh aktivitas mikroba selama waktu yang ditentukan. Analisis BOD adalah suatu

analisis empirik yang mencoba mendekati secara global proses-proses biokimia

atau mikrobiologis yang benar-benar terjadi di alam atau perairan, sehingga uji

BOD berlaku sebagai simulasi suatu proses biologis, yaitu oksidasi senyawa

organik yang terjadi di perairan secara alami. Kriteria BOD untuk air baku air

minum, pembudidayaan ikan air tawar, dan air pertanian masing-masing adalah 2,

6, dan 12 mg/l.

4) Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Kebutuhan oksigen kimia (COD) menggambarkan jumlah total oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang

dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2

dan H2O. Semakin tinggi nilai COD, semakin tinggi pula pencemaran oleh zat

organik (Rahayu & Tontowi 2005). Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan

nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan

organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Pada

umumnya sumber oksigen yang digunakan adalah K2Cr2O7

Senyawaan nitrogen di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N

dalam suasana asam.

Menurut UNEP (1992) dalam Effendi (2003), nilai COD pada perairan yang tidak

tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar

dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60000 mg/l.

Kriteria COD untuk air baku air minum adalah 10 mg/l.

5) Amonia, Nitrat, dan Nitrit

2), amonia

terlarut (NH3), nitrit, nitrat, senyawa amonium, dan senyawa bentuk lain yang

berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri. Senyawaan nitrogen

tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat

kadar oksigen rendah, nitrogen akan bergerak menuju amonia, sedangkan pada

Page 20: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

30

saat kadar oksigen tinggi, nitrogen akan bergerak menuju nitrat (Hutagalung &

Rozak 1997).

Amonia dan nitrat menjadi sumber nitrogen utama di perairan. Kadar nitrat

di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium. Amonia

merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen organik (protein dan

urea) yang keberadaannya menunjukkan terjadinya pencemaran oleh senyawa

tersebut (Manahan 2005). Proses penguraian tersebut dikenal dengan istilah

amonifikasi (Novonty & Olem 1994), dengan persamaan reaksi berikut:

N-organik + O2 amonifikasi NH3-N

Secara kimia, keberadaan amonia di dalam perairan dapat berupa amonia

terlarut (NH3) dan ion amonium (NH4+). Amonia bebas (NH3

2 NH

) yang tidak

terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase amonia bebas

meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan. Menurut Effendi (2003),

toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen

terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia akan bersifat racun jika jumlahnya

banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia akan bersifat racun meskipun

kadarnya rendah. Penurunan kadar oksigen terlarut akan meningkatkan toksisitas

amonia dalam perairan. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari

0.1 mg/l. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar

sebaiknya tidak lebih dari 0.2 mg/l. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0.2 mg/l,

perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.

Nitrat adalah bentuk utama dari senyawa nitrogen di perairan dan

merupakan nutrien bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Ion nitrat yang terlarut

mempunyai bentuk paling stabil dari senyawa nitrogen di permukaan air yang

berasal dari oksidasi senyawa nitrogen. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur

dalam proses nitrifikasi, yaitu proses perubahan amonia menjadi nitrit kemudian

nitrat (Rahman 1996).

3 + 3 O2 Nitrosomonas 2 NO2- + 2H+ + H2

2 NO

O + Energi

2- + O2 Nitrobacter 2 NO3

- + Energi

Reaksi nitrifikasi tersebut merupakan suatu reaksi kemosintesis yang

memanfaatkan bakteri nitrogen. Menurut Novonty dan Olem (1994), faktor yang

berpengaruh pada reaksi nitrifikasi adalah pH, kadar oksigen terlarut, bakteri

nitrifikasi, dan suhu.

Page 21: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

31

Pada perairan alami, kadar nitrat umumnya kurang dari 0.1 mg/l. Kadar

nitrat yang lebih besar dari 5 mg/l menunjukkan terjadinya pencemaran

antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja (Effendi 2003).

Menurut Manahan (2005), ion nitrit terdapat dalam air sebagai an

intermediate oxidation state dari nitrogen, yaitu bentuk peralihan antara amonia

dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Menurut

Boyd (1988) dalam Effendi (2003), proses denitrifikasi yang terjadi di perairan

sesuai reaksi berikut:

NH

NO

3(g)

3-(l) NO2

-(l)

N

2O(g) N2(g)

Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis

perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah.

Menurut Effendi (2003), sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah

domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi

nitrat. Di perairan alami, kadar nitrit sekitar 0.001 mg/l dan tidak melebihi 0.06

mg/l. Kadar nitrit yang lebih dari 0.05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme

perairan yang sangat sensitif.

6) Fosfat

Ortofosfat dan polifosfat merupakan bentuk senyawaan fosfat yang umum

ditemukan di perairan. Di samping bentuk anorganik, senyawa fosfat juga

ditemukan dalam bentuk organik, misalnya asam nukleat, gula fosfat, polifosfat,

dan bentuk senyawa fosfat organik lainnya. Senyawa fosfat di perairan dapat

berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan

tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik.

Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu

fenomena eutrofikasi (Masduqi 2004). Untuk mencegah kejadian tersebut, air

limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi

kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu (baku mutu efluen 2 mg/l). Dalam

pengolahan air limbah, fosfat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun

biologis.

Page 22: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

32

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah

bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan. Reaksi ionisasi asam ortofosfat

ditunjukkan dalam persamaan berikut:

H3PO4 H+ + H2PO4

H

-

2PO4- H+ + HPO4

HPO

2-

42- H+

+ PO43-

Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis

membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai

sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat

anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan

dengan feri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan.

Pada saat terjadi kondisi anaerob Fe3+ mengalami reduksi menjadi Fe2+ yang

bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan, sehingga meningkatkan

keberadaan fosfat di perairan (Brown diacu dalam Effendi 2003).

Kandungan fosfat di perairan meningkat terhadap kedalaman. Menurut

Hutagalung dan Rozak (1997), kandungan fosfat yang rendah dijumpai di

permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang

lebih dalam. Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di

bawah 0.009 mg/l. Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan

menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.003 –

0.1 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.011 – 0.03 mg/l;

dan perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.031 – 0.1 mg/l.

7) Logam Berat Merkuri, Timbal, dan Kadmium

Logam berat adalah kelompok logam yang memiliki kerapatan yang tinggi

dan secara umum merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi.

Menurut Hutagalung dan Rozak (1997), logam berat merupakan kelompok logam

yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 g/cm3. Istilah logam berat juga sering

digunakan untuk memerikan logam-logam yang memiliki sifat toksisitas pada

makhluk hidup. Terdapat 80 jenis unsur kimia di muka bumi ini yang telah

teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Secara toksikologi, logam berat dapat

dibagi dalam dua jenis, yaitu:

Page 23: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

33

(1) Logam Berat Esensial

Logam berat ini keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan

oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan

efek keracunan. Contoh logam berat jenis ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn.

(2) Logam Berat Tidak Esensial

Logam berat ini keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui

manfaatnya atau bahkan bersifat racun. Contoh logam berat tidak esensial

adalah Hg, Pb, Cd, dan Cr.

Kontaminasi logam berat dapat berasal dari proses alam seperti perubahan

siklus alamiah mengakibatkan batu-batuan dan gunung berapi memberikan

kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Di samping itu masuknya logam

berat ke lingkungan adalah akibat faktor manusia, seperti pembakaran minyak

bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan

dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga.

Di dalam air biasanya logam berat berikatan dalam senyawa kimia atau

dalam bentuk ion logam, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut

berada. Biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut

tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu

perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat

dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat

polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di

dalamnya berada dalam batas marjinal.

Secara alami, keberadaan logam berat di perairan biasanya ditemukan dalam

jumlah renik (trace), yaitu kurang dari 1 μg/l. Waldichuk dalam Darmono (2001),

melaporkan bahwa konsentrasi logam dalam perairan secara ilmiah berbeda untuk

jenis airnya, karena salah satu logam kandungannya tinggi dalam air tawar dan

logam lain sangat rendah.

Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, massa molar 200.59 g/mol, titik

lebur -38.9 oC, titik didih 356.6 oC, dan densitas 13.546 g/ml. Logam Hg

berbentuk cair, berwarna putih perak, dan mudah menguap pada suhu ruangan.

Berbagai produk industri yang mengandung Hg, diantaranya adalah pompa

vokum, bola lampu, penambal gigi, barometer, dan termometer.

Page 24: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

34

Di alam, Hg ditemukan dalam bentuk unsur merkuri (Hgo), merkuri

monovalen (Hg+1), dan merkuri bivalen (Hg+2). Di perairan Hg mudah berikatan

dengan klor membentuk ikatan HgCl. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah

menjadi merkuri organik oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di

dasar perairan. Hg juga dapat bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa

organomerkuri. Menurut Budiono (2002) diacu dalam Widowati et al. (2008),

merkuri yang masuk dalam lingkungan perairan meliputi: (1) Hg anorganik yang

berasal dari air hujan atau air sungai; (2) Hg organik, misalnya fenil merkuri

(C6H5-Hg), metil merkuri (CH3-Hg+), metoksi-etil merkur i (CH3O-CH2-CH2-

Hg); (3) Hg yang terikat dalam bentuk suspended soil sebagai Hg2+

Menurut Setyorini (2003a), banyak sungai di Indonesia tercemar merkuri,

antara lain kali Cisadane, kali Pongkor, sungai Siak, sungai Ciliwung, dan kali

Banger yang kesemuanya telah melampaui telah melampau ambang batas.

Penelitian Arisandi (2002) di kali Surabaya menyatakan bahwa sumber

pencemaran Hg berasal dari industri pulp dan kertas, industri batu baterai, dan

sampah rumah tangga berupa baterai, lampu neon, dan AC dengan kandungan Hg

melebihi ambang baku mutu dan konsentrasi yang terus meningkat di bandingkan

kandungan Hg di air pada tahun 2001. Kadar Hg dalam air di beberapa lokasi

sepanjang kali Surabaya di daerah Driyorejo sebesar 0.0584 – 0.0892 mg/l, di

Warugunung sebesar 0.0275 – 0.0368 mg/l, di Karang Pilang 0.0134 – 0.0308

mg/l, di Kemlaten 0.0067 – 0.0142 mg/l, dan di Kedurus 0.0049 – 0.0348 mg/l.

Semuanya telah melampaui nilai ambang batas sebesar 0.001 mg/l (Arisandi

2004). Pencemaran merkuri juga terjadi di perairan laut. Hasil penelitian

Pusarpedal (2002) di enam pelabuhan menunjukkan bahwa di dermaga barang

Pelabuhan Baai Bengkulu, kadar Hg mencapai 4.254 μg/l, di dermaga peti kemas

Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 2.520 μg/l, di Pelabuhan Tanjung Emas

Semarang sebesar 1.080 μg/l, sedangkan di Pelabuhan Merak Banten, Pelabuhan

; dan (4)

logam Hg yang berasal dari kegitan industri.

Senyawa metil merkuri memiliki kelarutan tinggi dalam tubuh hewan air,

sehingga Hg terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam

jaringan tubuh hewan air. Menurut Wijayanto (2005), akumulasi Hg dalam tubuh

hewan air disebabkan oleh pengambilan Hg oleh organisme air yang lebih cepat

dibandingkan proses ekresi. Kadar Hg dalam ikan bisa mencapai 100 000 kali dari

kadar Hg dalam air di sekitarnya.

Page 25: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

35

Panjang Lampung, dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kadar Hg kurang dari

1.5 μg/l (Widowati 2008).

Kadmium (Cd) adalah unsur kimia yang memiliki nomor atom 40, massa

molar 112.4 g/mol, titik leleh 321 oC, titik didih 767 oC, dan densitas 8.65 g/ml.

Kadmium berwarna putih perak, bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, tidak

larut dalam basa, dan mudah bereaksi.

Logam Cd banyak digunakan untuk elektroplating dan galvanisasi.

Kadmium juga banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik,

stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan

tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, pigmen untuk gelas,

dan untuk pencampur logam lain, seperti nikel, emas, tembaga, dan besi

(Widowati 2008).

Banyak sungai di Indonesia telah tercemar logam kadmium, seperti Kali

Surabaya, Kali Porong, Sungai Musi, dan sembilan sungai di Bekasi yang

terkontaminasi oleh logam Cd melebihi baku mutu (Setyorini 2003b).

Pencemaran Cd juga terjadi di daerah ekosistem pesisir Kenjeran Surabaya.

Berdasarkan hasil penelitian Imron (2007), rata-rata konsentrasi Cd dalam limbah

industri elektroplating adalah 0.0830 mg/l, industri percetakan sebesar 0.0731

mg/l, industri plastik sebesar 0.0060 mg/l, dan industri makanan sebesar 0.0066

mg/l. Kadar Cd di saluran Kenjeran meliputi konsentrasi Cd di sungai sebesar

0.0295 mg/l dan sedimen sebesar 3.8056 mg/l.

Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta

mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal memiliki nomor atom 82, massa

molar 207.20 g/mol, titik leleh 328 oC, titik didih 1740 oC, dan densitas 11.34

g/mL. Menurut Darmono (2001), logam Pb mempunyai sifat tahan karat, reaktif,

mudah dimurnikan, bertekstur lunak, dan dengan logam lain dapat membentuk

campuran yang lebih baik daripada logam murninya.

Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0.0002% dari jumlah

kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah kandungan logam lainnya yang ada

di bumi (Palar 2004). Logam Pb banyak digunakan dalam industri baterai,

industri percetakan (tinta), kabel, penyepuhan, pestisida, zat antiletup pada bensin,

zat penyusun patri, dan sebagai formulasi penyambung pipa. Pencemaran timbal

berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah

yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun tanah.

Page 26: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

36

2.3 Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi

Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemaran atau

campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan oleh suatu industri atau

kelompok industri pada areal tertentu dalam periode waktu tertentu. Menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, beban pencemaran adalah jumlah

suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Besarnya beban

pencemaran ditentukan melalui pengukuran langsung debit air sungai dan

konsentrasi limbah yang ada di sekitar sungai tersebut. Pada daerah pemukiman,

beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan

rata-rata per orang per hari dalam membuang air limbah. Persamaan yang

digunakan untuk menentukan beban pencemaran perairan adalah sebagai berikut:

BP = Q x Ci x (1 x 10-6

PBn

i∑=1

x 12 x 30 x 24 x 3600) (1)

Debit air (Q) dihitung dengan rumus:

Q = a x v (2)

Total beban pencemaran dari suatu sumber ditentukan dengan persamaan:

TBP = (3)

Keterangan: Q = debit air (m3/detik)

Ci = konsentrasi parameter ke-i (mg/l)

BP = beban pencemaran yang berasal dari sumber (ton/tahun)

a = luas bagian penampang basah (m2)

v = kecepatan aliran rata-rata (m/detik)

TBP = total beban pencemaran yang masuk ke perairan.

Kapasitas asimilasi perairan adalah kemampuan perairan dalam memulihkan

diri akibat masuknya limbah tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

yang ditetapkan sesuai peruntukannya (Quano 1993). Kemampuan asimilasi

sangat dipengaruhi oleh adanya proses pengenceran maupun perombakkan bahan

pencemar yang masuk ke perairan.

Pengukuran kapasitas asimilasi bersifat spesifik bergantung pada lokasi,

membutuhkan pengembangan dari model hidrolik dan komputer yang

menggunakan elemen terbatas dari persamaan penyebaran larutan (UNEP 1993).

Page 27: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

37

2.4 Kondisi Sungai-sungai di Indonesia

Pencemaran air merupakan persoalan khas yang terjadi di sungai-sungai dan

badan-badan air di Indonesia. Sungai merupakan satu kesatuan antara wadah air

dan air yang mengalir, karena itu kesatuan sungai dan lingkungan merupakan

suatu persekutuan mendasar yang tidak terpisahkan (Sunaryo et al. 2007). Air

mengalir ke Sungai melalui berbagai jalur dan volume air yang mengalir

dipengaruhi oleh sumber air, iklim, vegetasi, topografi, geologi, pemanfaatan

lahan, dan karakteristik tanah. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi

kecepatan aliran dan komposisi kimia dalam air sungai. Sebagian besar sungai di

Indonesia memiliki siklus tahunan yang ditentukan oleh curah hujan, sehingga

terdapat perbedaan volume aliran pada musim hujan dan musim kemarau. Curah

hujan tinggi akan meningkatkan rata-rata ketinggian air sungai dan kecepatan

aliranpun meningkat. Jika sungai tidak mampu menampung kenaikan volume air,

maka air akan mencapai daerah batas sungai saat permukaan tinggi hingga

meluber ke daerah tepi sungai.

Wilayah Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21%

persediaan air Asia Pasifik (KLH 2005a). Namun akibat kecenderungan konsumsi

air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung

menurun akibat kerusakan alam dan pencemaran berbagai permasalahan mulai

muncul. Sumber pencemaran air terutama disebabkan aktivitas manusia dan

dipicu secara kuadratika oleh pertumbuhan penduduk.

Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah

terkontaminasi akibat berbagai aktivitas manusia. Berbagai macam kegiatan

industri dan teknologi saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaan

limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air. Pencemaran

atau polusi terjadi jika dalam lingkungan hidup manusia baik lingkungan fisik,

biologi dan sosial terdapat suatu bahan pencemar yang ditimbulkan oleh proses

aktivitas manusia yang berakibat merugikan terhadap kehidupan manusia baik

langsung maupun tidak langsung. Menurut Odum (1996), pencemaran air terjadi

akibat adanya perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi yang tidak dikehendaki

pada air.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, pencemaran air

adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau

komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun

Page 28: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

38

sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai

dengan peruntukannya. Dengan demikian masalah pencemaran air terkait dengan

tiga hal penting, yaitu (1) unsur yang masuk atau dimasukkan ke dalam air, (2)

kualitas dan atau penurunan kualitas air, dan (3) peruntukan air.

Perairan sungai di seluruh Indonesia umumnya menerima sejumlah besar

aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah

tangga, aliran air permukaan, daerah urban, dan pertanian. Terkadang sebuah

sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan

pencemar yang sangat besar (Darmono 2001). Menurut Sunaryo et al. (2007), di

kawasan perkotaan pencemaran air pada sungai dan badan air lain terutama

disebabkan oleh sektor domestik, berupa limbah cair dari rumah tangga dan

industri rumah tangga. Tiga penyebab utama tercemarnya sungai atau badan air

adalah:

1. Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan

ekonomi dan taraf masyarakat dengan konsekuensi meningkatnya air limbah

yang mengandung berbagai senyawa tertentu;

2. Terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti dengan peningkatan

buangan yang tertampung di perairan sehingga daya pemulihan diri perairan

terlampaui, akibatnya perairan menjadi tercemar dengan tingkat yang

semakin berat.

3. Kurangnya atau rendahnya investasi sosial ekonomi budaya untuk

memperbaiki lingkungan, seperti investasi untuk sistem sanitasi dan

perlakuan lainnya.

Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan

pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi

sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang

diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui, namun

proses pengenceran, degradasi dan non degradasi pada arus sungai yang lambat

tidak dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah. Hal ini

mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut yang pada batas tertentu dapat

menimbulkan persoalan lingkungan yang lebih luas.

Selain menghadapi permasalahan kekritisan air sungai yang dinilai dari

besarnya fluktuasi debit air maksimum dan minimum, kualitas air sungai-sungai

di Indonesia juga telah banyak yang menurun karena pencemaran. Akibatnya air

Page 29: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

39

bersih menjadi terbatas. Hasil pemantauan kualitas air di 30 sungai di Indonesia

pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH

2005a) menunjukkan bahwa, lebih dari 50% parameter yang dipantau seperti DO

(dissolved oxygen), BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical oxygen

demand), PO43-, NO3

-, NH3, pH dan TSS (total suspended solid), sudah tidak

memenuhi kriteria mutu air kelas I. Berdasarkan kandungan DO, hanya 30% dari

keseluruhan sampel yang diambil yang memenuhi kriteria mutu kelas I,

sedangkan parameter BOD hanya 19%, parameter COD 37%, PO43- 42%, TSS

55%, NH3

Kali Surabaya bersama dengan Kali Mas dan Kali Wonokromo merupakan

sungai utama di Surabaya yang merupakan DAS Brantas. Kali Surabaya

merupakan anak Kali Brantas yang terbentang sepanjang 41 km mulai Dam

Mlirip sampai Dam Jagir. Aktivitas industri dan rumah tangga di sepanjang

bantaran Kali Surabaya telah menyebabkan degradasi lingkungan yang dapat

menyebabkan penurunan kualitas air. Kali Surabaya berperan penting bagi

kehidupan masyarakat, khususnya yang tinggal di Kota Surabaya. Ini disebabkan

air Kali Surabaya menjadi pemasok utama sumber air baku PDAM yang melayani

lebih dari tiga juta penduduk Kota Surabaya. Selain itu, Kali Surabaya juga

memberikan peranan penting bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai

80%, dan parameter pH 93%. Hasil pemantauan KLH bekerja sama

dengan instansi lingkungan hidup di tingkat provinsi tahun 2007 juga

menunjukkan kecenderungan serupa. Hasil pemantauan kualitas air pada 33

sungai di 30 provinsi tahun 2007 menunjukkan bahwa lebih dari 50% sampel air

yang diambil untuk parameter DO hanya 29% yang memenuhi nilai DO sesuai

dengan kriteria mutu air (KMA) kelas 1, sedangkan parameter BOD hanya 25%,

parameter COD 28%, fenol 18%, fecal coli 29%, dan total coliform 40% (KLH

2008a).

Pada umumnya sungai dapat melakukan proses asimilasi, yaitu proses

membersihkan diri dari polutan yang terjadi karena proses fisik misalnya aliran

air dari faktor lain seperti deoksigenasi dan aerasi. Tetapi sebagaimana sumber

daya alam lainnya, daya dukung sungai akan terlampaui jika tingkat pencemaran

yang ditanggung sungai melampaui daya dukungnya sehingga akan menyebabkan

pencemaran air sungai karena parameter-parameter kualitas air melebihi dari

standar yang ditentukan.

2.5 Gambaran Umum Kali Surabaya

Page 30: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

40

sebagai air baku untuk keperluan domestik (mandi, cuci, kakus) penduduk Kota

Surabaya dan sekitarnya, termasuk masyarakat industri yang memanfaatkan air

sungai sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya. Menurut BLH

Kota Surabaya (2009), Kali Surabaya memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Sebagai sumber air baku bagi PDAM Surabaya, kegiatan industri,

kawasan perumahan, dan pertanian;

b. Pengendali banjir Kota Surabaya dan sekitarnya, dengan pengaturan debit

di pintu air Mlirip dan Gunungsari;

c. Pemasok air sebagai aliran dasar (base flow) sebesar ± 7.5 m3

d. Sebagai sarana wisata dan olahraga air;

/detik yang

berfungsi untuk pengenceran limbah industri dan limbah domestik dan

mempertahankan ekosistem sungai, baik di Kali Surabaya sendiri maupun

saluran drainase kota;

e. Sebagai sarana transportasi air.

Pengambilan air Kali Surabaya akan mempengaruhi debit air Kali Surabaya.

Secara umum pengambilan air Kali Surabaya melalui dua cara, yaitu keluar

melalui anak sungai dan pengambilan air langsung di Kali Surabaya. Data

pengambilan air rata-rata untuk kebutuhan industri dan sejenisnya dapat dilihat

pada Tabel 8.

Tabel 8 Data pengambilan rata-rata air Kali Surabaya untuk industri No Nama Perusahaan Alamat Debit

(liter/detik) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

PDAM Ngagel I dan II PDAM Ngagel III Rikat Mas Bakat Mas Kebun Binatang Surabaya Yani Golf PT. Patra PT. Pakuwon Dharma PT. Grand Family View PT. Adibaladhika Agung PT. Semen Gresik PT. Sarimas Permai UD. Wildan Jaya PT. Gawerejo Per. Tahu Legowo Pabrik Es Kali Brantas UD. Sandang Jaya PT. Sumber Niaga Tama Abadi PT. Jaya Ready Mix UD. Bangun Jaya PT. Pakabaya

Ngegel Ngegel Wonokromo Wonokromo Wonokromo Gunungsari Gunungsari Gunungsari Gunungsari Gunungsari Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kedurus Kemlaten Kebraon 421 Pagesangan

3,343.18 1,970.15

0.32 0.30

20.19 5.88 4.62

42.94 49.04 17.21 58.52

0.55 0.83 1.50 1.15

16.15 0.53 1.15 0.53 0.15 2.88

Page 31: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

41

Tabel 8 (Lanjutan) No Nama Perusahaan Alamat Debit

(liter/detik) 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

UD. Tirta Kencana Jaya UD. Sumber Air Per. Tahu Budi Purnomo PT. Jayabaya Raya CV. Suud Jaya PT. Iki Mutiara PT. Karang Pilang Agung PT. Platinum Keramik Ind. PDAM Karang Pilang I PDAM Karang Pilang II PT. Panca Wira Usaha Jatim Per. Plastik Candi Mas PT. Merak Jaya Beton PT. Alam Jaya Per. Tahu Halim Jaya Per. Tahu Soponyono PT. Kedawung Setia CCBI PT. Spindo PT. Sepanjang Agung PT. Waru Gunung Pabrik Tegel LTS PT. Suparma PT. Kedawung Setia Bumi Palapa Genteng & Batu Bata Bambe PT. Surabaya Meka Box Asahi Flat Glass II Asahi Flat Glass III PT. Miwon PDAM Legundi PT. Sinar Sosro PDAM Krikilan PT. Ciputra Surya CV. Indradhanu UD. Karya Luhur PT. Wing Surya PT. Emdeki Utama Surabaya Agung Ind. Kertas PT. Adya Buana Persada PT. Adi Prima Suraprinta PT. Keramik Diamond PT. Prima Elektrik Power CV. Sidomakmur PT. Petrokimia Persh. Tahu Sumber Tani Persh. Kecap Samajaya Persh. Susu Farida Persh. Susu Lani PT. Arica Kharisma Agung

Pagesangan Pagesangan Pagesangan Pagesangan Sepanjang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Karang Pilang Mastrip 183 Mastrip Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Waru Gunung Bambe Bambe Bambe Bringin Bendo Tanjungsari Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Driyorejo Semambung Wringin Anom Wringin Anom Wringin Anom Wringin Anom Legundi A. Yani Gresik Ngelom Ngelom Ngelom Ngelom Ngelom

4.04 1.44 3.19 0.31 2.08 1.88 1.92

19.20 1,585.16 3,403.30

0.32 0.29 0.50 0.23 1.73 1.04 3.83 6.92 0.24 1.47 0.08

181.42 5.47 0.13 0.32 4.75 0.60

12.64 121.77 391.00

6.55 121.27

95.41 2.19

18.14 21.11 50.92

243.65 10.44

218.11 19.60 34.64

1.19 252.19

0.06 0.74 0.17 0.08 0.83

Jumlah 12,392.39

Sumber : PJT I (2008).

Page 32: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

42

Menurut Bapedal Jatim (2006), kualitas air Kali Surabaya mengalami

penurunan sejak dimulainya industrialisasi pada awal tahun 1980-an. Penurunan

kualitas air ditandai oleh tingginya kandungan bahan pencemar dalam air Kali

Surabaya hingga melewati kriteria mutu air kelas 1, punahnya biota alami seperti

nyambik, bulus, berbagai jenis burung, ikan dan kerang air tawar, serta seringnya

terjadi kematian ikan secara masal.

Pembuangan air / limbah industri ke sungai akan menyebabkan menurunnya

kualitas air sehingga meningkatkan biaya penyediaan air bersih bagi masyarakat,

terutama masyarakat menengah ke bawah. Air sungai yang terpolusi juga

membahayakan kesehatan dan kehidupan masyarakat yang tinggal dan bekerja di

area sekitar sungai, selama mereka tetap menggunakannya secara langsung. Hal

ini terjadi karena keterbatasan mereka yang tinggal di sepanjang sungai. Sebagian

besar masyarakat yang tinggal di sekitar sungai adalah masyarakat dengan sosial

ekonomi rendah.

Aliran Kali Surabaya secara umum dikontrol oleh Perum Jasa Tirta (PJT)

menggunakan pintu air di Mlirip dengan debit yang diatur dari 80 – 100 m3/detik

selama musim hujan dan 15 – 20 m3

Pada musim kemarau, umumnya mulai dari bulan Mei atau pada waktu yang

dibutuhkan, PJT mengaliri Kali Surabaya dengan air dalam jumlah besar dengan

interval waktu yang pendek. Penggelontoran ini memiliki efek pembersihan

sedimen yang terakumulasi, lumpur, material organik bersama-sama air yang

/detik selama musim kemarau. Sebagian

besar kebutuhan air minum kota Surabaya disuplai dari Kali Surabaya melalui

PDAM Surabaya.

Berdasarkan data Dinas Pengairan PU (1989), suplai air minum dari sungai

ini diperkirakan tidak kurang dari 8000 l/det, 1000 l/det untuk air industri dan

sisanya untuk pertanian, perikanan, dan pengenceran untuk menjaga kualitas air

terutama di daerah kota Surabaya. Kondisi debit Kali Surabaya pada musim hujan

cukup tinggi sehingga dapat melarutkan beberapa kontaminan yang ikut terbuang

dari limbah cair. Pada musim kemarau, dimana debit sangat terbatas, kemampuan

pengenceran dan purifikasi sendiri tidak dapat menjaga kualitas air sesuai dengan

standar peruntukan air baku air minum, meskipun beberapa industri telah

mengolah limbah cair sendiri sesuai standar efluen industri. Hal ini diindikasikan

oleh parameter pencemar sungai seperti BOD, COD dan sebagainya.

Page 33: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

43

telah terpolusi di Kali Surabaya. Seluruh material ini akhirnya tercuci ke laut di

Selat Madura.

Berkaitan dengan masalah polusi air di Kali Surabaya, daerah sepanjang

Kali Surabaya merupakan daerah yang cukup padat. Sebagai contoh, hanya ada

dua jalan raya yang melayani lebih dari 60 industri dan 500000 orang. Jalan ini

secara kontinu selalu mengalami perbaikan akibat kendaraan-kendaraan besar dan

truk-truk volume besar yang melayani industri-industri tersebut. Selain itu di

pinggir jalan juga terdapat jalur gas dan air (Dinas Pengairan PU 1989).

Kali Surabaya merupakan sungai yang bertipe sungai tropis di daerah delta,

berlumpur di musim hujan karena erosi dari hulu. Lumpur dari hulu bersama-

sama padatan dan serat dari industri mencemari sungai sehingga meningkatkan

beban padatan. Kualitas air Kali Surabaya yang buruk menyebabkan unit

penjernihan air PDAM mengalami kesulitan untuk mengolah air minum. Lokasi

pengambilan air Kali Surabaya oleh PDAM merupakan tempat menumpuknya

limbah di sepanjang Kali Surabaya. Secara umum Kali Surabaya di hulu masih

baik dari Mojokerto, tetapi setelah melewati daerah Semambung Wetan, di mana

banyak pabrik berdiri, kondisi Kali Surabaya mulai menurun bahkan buruk. Dari

Tabel 9, dapat dilihat kualitas air tempat pengambilan air PDAM Surabaya.

Tabel 9 Data intake PDAM Surabaya

Tahun Karang Pilang Ngagel BOD (mg/l) COD (mg/l) BOD (mg/l) COD (mg/l)

1993 1994 1995 1996 2003 2004 2005 2006 2007 2008

10.0 12.0 12.0 8.6 7.8 4.9 7.1 8.2 7.3 5.7

22.0 24.0 27.0 20.0 24.6 23.9 27.6 24.3 23.9 19.5

9.0 9.0 8.0 11.1 5.1 5.2 6.9 6.6 6.9 6.1

20.0 20.0 30.0 21.0 25.5 22.2 24.8 22.0 20.8 20.4

Rata-rata 8.36 23.68 7.39 22.67 Standar 2.0 10.0 2.0 10.0

Sumber : Dinas Pengairan PU (1997), BLH Kota Surabaya (2009), PJT I (2009).

Di sepanjang Kali Surabaya, saat ini terdapat empat pabrik besar yang

diperkirakan menyumbangkan 80% dari seluruh beban polusi industri yang

mencemari Kali Surabaya, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox,

PT Suparma dan PT Miwon. Keempat industri ini membuang debit limbahnya

mencapai 50000 m3/hari ke Kali Tengah atau langsung ke Kali Surabaya.

Page 34: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

44

Industri-industri ini berlokasi di antara Kecamatan Driyorejo (21 km dari Dam

Mlirip) hingga pengambilan air PDAM Surabaya di Karang Pilang (33 km dari

Dam Mlirip) (Dinas Pengairan PU 1989).

Limbah cair dari industri kertas mengandung serat lignin yang tidak dapat

didegradasi secara biologis. Kondisi ini diperburuk dengan adanya polusi terlarut

yang berasal dari bahan aditif pada limbah cardboard yang merupakan bahan

baku proses. PT Suparma telah membangun unit proses penanganan limbah cair

yang terdiri atas unit dissolved air flotation untuk setiap mesin kertas, bak aerasi,

unit flotasi, bak pengendap tahap kedua dan unit filtrasi, namun IPAL yang

dimiliki tidak kontinu dijalankan karena biaya operasional yang cukup mahal.

Beberapa industri di sepanjang Kali Surabaya telah membangun unit penanganan

limbah cair sendiri, namun masih belum mencukupi untuk menjaga agar kualitas

efluen sesuai standar kualitas air sungai.

Kehidupan akuatik di Kali Surabaya telah jauh menurun seperti invertebrata

kecil dan ikan yang merupakan indikator ekologis. Sejumlah spesies dan

komunitas flora dan fauna telah hilang dari Kali Brantas terutama di Kali

Surabaya. Indikator lain adalah matinya tanaman pangan disebabkan telah

terkontaminasinya air irigasi yang diambil dari sungai. Bahkan telah terjadi

kematian di beberapa tambak-tambak ikan, udang di daerah muara DAS Brantas

yang merupakan daerah hilir Kali Surabaya. Kapasitas asimilasi polusi sungai

hanya tinggi pada musim hujan seiring dengan tingginya laju alir dan efek

pengenceran. Akan tetapi pada musim kemarau, sungai kelebihan polutan

organik terlarut ataupun tidak terlarut (Harnanto 2005).

Berdasarkan data rata-rata penggunaan air di DPS Kali Brantas, sekitar

7.5% air digunakan untuk penggelontoran maupun pengenceran, yang selama ini

terutama dilaksanakan di Kali Surabaya. Apabila beban pencemar dapat dikurangi

maka penggunaan air untuk keperluan pengenceran maupun penggelontoran dapat

ditekan dan penggunaannya dapat dialokasikan bagi pemanfaat lain. Perincian

penggunaan air dapat dilihat pada Tabel 10.

Menurut Terangna et al. (1992), Kali Surabaya memiliki tingkat

pencemaran sangat tinggi karena beban pencemaran yang diterima tidak seimbang

dengan daya dukung sungai. Berdasarkan studi daya dukung Kali Surabaya

terhadap beban pencemaran, air limbah industri pada daerah aliran Kali Surabaya

pada umumnya tidak memenuhi persyaratan BOD dan COD berdasarkan Baku

Page 35: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

45

Mutu Air Limbah Kep.Men-02/KLH/1/1988. Apabila pengaturan debit sungai

dapat dilakukan melalui pintu bendung, maka dengan kapasitas debit maksimum

sungai sebesar 40 m3

No

/det perbaikan mutu air hanya dapat dilaksanakan sampai

desa Cangkir atau sekitar 10 km ke hilir desa Semambung. Oleh karena itu,

berdasarkan kapasitas daya dukungnya Kali Surabaya tidak mampu lagi

menerima beban tambahan bahkan diperlukan penurunan beban melalui

peningkatan efisiensi pengolahan limbah sebesar 19% - 92% dari hulu ke hilir.

Tabel 10 Rincian penggunaan air Kali Brantas

Uraian Volume (m3 x 1000) 1 2 3 4 5

Irigasi Air minum Industri Penggelontoran Lain-lain

2 373 000 128 170 131 655 233 000 144 185

Total 3 109 910 Sumber: Suprapto dan Indahyani (1995) dalam Novita dan Indarto (2006).

Berdasarkan studi industri oleh Departemen PU (1989), persentase sumber

polusi industri di DAS Brantas adalah 21% berada di hulu Mojokerto, 41%

berlokasi di sepanjang Kali Surabaya dan 38% berasal dari industri yang berlokasi

di Kali Mas, Wonokromo dan Kali Porong. Sumber limbah cair industri terbesar

di DAS Brantas adalah industri kertas dan pulp, pabrik minyak nabati,

penyulingan dan transformasi makanan tradisional termasuk rumah potong hewan.

Menurut Novita dan Indarto (2006) dan Witanto (2006), jumlah industri di

Kali Surabaya dan dianggap potensial sebagai sumber pencemaran kurang lebih

40 buah, terdiri dari berbagai jenis industri yang antara lain industri kimia (9

buah), penyamakan kulit (1 buah), kertas (5 buah), logam (7 buah), minyak (3

buah), makanan-minuman (5 buah), karet (2 buah), keramik (3 buah), sabun (2

buah), sumpit (1 buah), tekstil (1 buah) dan gula (4 buah). Dari jumlah tersebut

yang masuk prioritas Prokasih ada 15 buah. Besarnya beban pencemaran dari

sektor industri yang masuk ke Kali Surabaya bervariasi dari 20.3% hingga 58.9%

(1992-1993) atau dari 34.56% hingga 77.92% (1993-1994).

Pembersihan air limbah menurut Terangna et al. (1992), pada dasarnya

dapat dilakukan secara individual atau sendiri-sendiri oleh masing-masing

industri. Sistem ini sebenarnya telah dimiliki oleh beberapa industri di sepanjang

Kali Surabaya, meskipun demikian sebagian besar belum beroperasi dengan baik.

Page 36: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

46

Hal ini terlihat dari pengurangan jumlah beban pencemaran zat organik dari 8.6

ton/hari pada tahun 1986 menjadi 3.7 ton/hari pada tahun 1991. Pengendalian

pencemaran air yang menitikberatkan semata-mata kepada sistem pembersihan air

limbah oleh setiap industri tidak dapat dijadikan jaminan terbebasnya air Kali

Surabaya dari ancaman pencemaran air. Apabila diinginkan agar Kali Surabaya

terbebas sepenuhnya dari pencemaran air, sehingga dapat menjamin mutu sumber

baku air minum sepanjang tahun, maka diperlukan saluran pengumpul air limbah

untuk industri sepanjang Kali Surabaya dan pada ujung saluran pengumpul

tersebut dapat dibangun instalasi pengolahan air limbah secara gabungan (cluster).

Menurut Puslitbang Pengairan (1990), saat ini hanya ada beberapa industri

yang memiliki UPL dan banyak diantaranya tidak memenuhi syarat, sewaktu-

waktu dioperasikan bila ada pemeriksaan, kecuali untuk beberapa industri besar

yang didanai oleh asing serta industri-industri yang berada di lokasi pusat industri.

Motivasi untuk menanamkan modal pada usaha pengendalian pencemaran

umumnya sangat rendah, karena (1) pengawasan pemerintah belum efektif, (2)

cara-cara untuk implementasi dan syarat-syarat penanganan belum dikembangkan,

(3) masih belum cukup ahli yang mampu dalam mengatasi masalah polusi industri

dan sistem desain yang efektif dari segi biaya.

2.6. Bahan Kimia Toksik

Bahan kimia toksik adalah setiap bahan kimia yang mempunyai efek negatif

terhadap organisme hidup. Kapasitas bahan kimia untuk menimbulkan cedera

atau gangguan dinyatakan dalam besaran toksisitas. Toksisitas adalah derajat efek

yang dapat ditimbulkan oleh senyawa-senyawa yang bersifat toksik (racun)

terhadap organisme. Wisaksono (2002), mendefinisikan toksisitas sebagai potensi

bahan kimia untuk meracuni tubuh orang yang terpapar. Toksisitas banyak

dinyatakan dalam LD-50 (lethal doses) dengan satuan mg/kg bb, yaitu jumlah

bahan yang dapat mematikan 50% binatang percobaan. LD-50 memerlukan

informasi jenis binatang percobaan, cara pemberian bahan dan waktu pengamatan.

Imamkhasani (2004), mengelompokkan jenis bahan toksik yang perlu

diwaspadai, antara lain:

1. Toksik (harmful) adalah bahan yang menyebabkan kerusakan sementara

atau permanen pada fungsi organ tubuh;

2. Korosif adalah bahan yang bereaksi terhadap jaringan tubuh;

Page 37: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

47

3. Iritan adalah bahan yang menyebabkan iritasi pada jaringan tubuh;

4. Sensitisasi adalah bahan yang menyebabkan alergi;

5. Karsinogenik adalah bahan penyebab kanker;

6. Mutagenik adalah bahan penyebab kerusakan DNA sel;

7. Teratogenik adalah bahan penyebab abnormalitas pada janin.

Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat lewat pernafasan (inhalasi),

kulit (absorpsi) dan tertelan (lewat usus atau ingestion). Inhalasi merupakan jalur

masuk bahan kimia yang terpenting karena setiap bahan dalam udara dapat

terhisap ke dalam paru-paru. Dampaknya bergantung pada konsentrasi, lama dan

konsentrasi pemaparan serta kecepatan penghisapan. Absorbsi lewat kulit adalah

jalur kedua, di mana zat dapat masuk ke tubuh lewat kulit seperti absorpsi pelarut

organik atau kontak dengan uap konsentrasi tinggi. Proses absorpsi menjadi lebih

intensif apabila zat pelarut tersebut melarutkan lemak pada kulit sehingga bahan

lebih mudah masuk dalam tubuh. Jalur masuk lewat mulut atau tertelan jarang

terjadi, kecuali kontaminasi dalam penyimpanan bahan atau adanya bahan dalam

saluran pernafasan yang terbawa ke tenggorokan dan masuk dalam perut.

Efek paparan bahan kimia terhadap manusia dapat bersifat akut, sub kronik

dan kronik. Efek akut dapat diartikan sebagai paparan jangka pendek pada

konsentrasi tinggi dan dampaknya segera dapat diamati, misalnya sakit, iritasi,

pingsan atau mati. Menurut Rahmadi (2008), toksisitas akut timbul pada selang

waktu yang sangat singkat, yaitu 24 dan 48 jam. Uji toksisitas akut dimaksudkan

untuk menentukan suatu gejala akibat pemberian suatu senyawa dan untuk

menentukan peringkat letalitas senyawa tersebut. Efek subkronik adalah efek

yang ditimbulkan setelah penggunaan bahan-bahan yang bersifat toksik selama

beberapa minggu atau bulan, sedangkan efek kronik adalah akibat pemaparan

jangka panjang (beberapa bulan atau tahun), penyakit yang timbul berkembang

secara perlahan-lahan dan dampak yang ditimbulkan biasanya tidak reversibel.

Uji standar untuk toksisitas akut adalah memberi hewan coba bahan kimia

dengan jumlah yang semakin meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga

binatang percobaan tersebut mati. Dosis yang mematikan untuk inhalasi bahan

kimia dalam bentuk gas atau aerosol juga dapat diuji menggunakan LC-50 (lethal

concentration), yaitu konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan. LD-

50 dan LC-50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas. Kriteria yang

sering dipakai untuk klasifikasi efek toksik akut pada binatang disajikan pada

Page 38: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

48

Tabel 11. Wisaksono (2002) dan Soemirat (2005), mengklasifikasikan toksisitas

akut bahan kimia terhadap manusia dengan menggunakan skala Hodge dan

Sterner, seperti ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 11 Klasifikasi toksisitas akut pada binatang

Toksisitas LD50 LD Oral Mencit (mg/kg bb)

50 LC Dermal Mencit atau Kelinci (mg/kg bb)

50 Inhalasi Mencit (mg/m3/4jam)

Berbahaya

Beracun

Sangat beracun

200 – 2 000

25 – 200

< 25

400 – 2 000

50 – 400

< 50

2 000 – 20 000

500 – 2 000

< 500

Sumber: Wisaksono (2002).

Tabel 12 Klasifikasi toksisitas akut pada manusia

No Tingkat Toksisitas Dosis 1 2 3 4 5 6

Praktis tidak beracun Agak beracun Toksisitas sedang Sangat beracun Luar biasa beracun Super toksik

> 15 g/kg bb 5 – 15 g/kg bb 0.5 – 5 g/kg bb

50 – 500 mg/kg bb 5 – 50 mg/kg bb

< 5 mg/kg bb Sumber: Wisaksono (2002), Soemirat (2005).

Menurut Soemirat (2005), taraf toksisitas (Tabel 12) di atas dapat

digunakan untuk menilai taraf toksisitas suatu racun yang sedang diuji-coba pada

berbagai organisme.

2.7 Dampak Pencemaran Air terhadap Ekosistem dan Kesehatan Manusia

Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan

mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk, sehingga akan

mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup

lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna,

produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumber daya air, yang pada

akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam.

Pencemaran sungai oleh limbah industri dan limbah domestik serta akibat

aktivitas manusia lainnya, berlangsung semenjak hadirnya bahan pencemar dalam

air yang selanjutnya mengakibatkan efek pencemaran pada ekosistem sungai

tersebut. Menurut Santosa et al. (2000), akibat terjadinya pencemaran sungai

maka keseimbangan sistem sungai akan bergeser ke arah keseimbangan baru

sehingga akan terjadi perbedaan fungsional dibanding keadaan semula. Perbedaan

Page 39: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

49

ini disebut dampak pencemaran pada ekosistem sungai. Sungai yang tercemar air

limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam sungai

tersebut. Hal ini akan menyebabkan kehidupan organisme air yang membutuhkan

oksigen terganggu dan mengurangi perkembangannya. Selain disebabkan

kekurangan oksigen, kematian kehidupan di dalam air dapat juga disebabkan oleh

adanya zat beracun. Selain kematian pada ikan-ikan, dampak lainnya adalah

kerusakan pada tanaman/tumbuhan air.

Menurut WHO (2006), bahan pencemar yang menimbulkan ancaman

terbesar pada lingkungan akuatik adalah air kotor, nutrien berlebih, senyawa

organik, sampah, plastik, logam, hidrokarbon, dan hidrokarbon polisiklik

aromatik (PAH). Air kotor yang tidak diolah yang berasal dari limbah domestik

baik berupa limbah cair domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun,

deterjen, minyak, dan pestisida maupun limbah cair domestik yang menghasilkan

senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat akan

mengakibatkan penurunan kualitas air. Menurut Garno (2001), untuk

menguraikan limbah tersebut diperlukan oksigen sehingga selama proses

penguraian limbah oksigen terlarut dalam perairan menurun dengan tingkat

penurunan berbanding lurus dengan jumlah limbah yang diurai. Penguraian

limbah dapat menghasilkan senyawa lain yang berupa nutrien (terutama fosfor

dan nitrogen) dan gas (NH3 dan H2

Kehidupan organisme akuatik bergantung pada kandungan oksigen terlarut

dalam air. Pada saat organisme akuatik mengkonsumsi bahan-bahan organik,

kandungan oksigen terlarut akan menurun. Penurunan kadar oksigen terlarut

umumnya menyebabkan ikan mati. Limbah peternakan dan bahan organik adalah

sumber umum dari bahan-bahan yang butuh oksigen. Limbah organik, logam, dan

nutrien yang dapat teroksidasi semuanya membutuhkan oksigen untuk

mendegradasi bahan-bahan tersebut. Jika kandungan bahan yang butuh oksigen

cukup tinggi, maka oksigen terlarut yang tersedia untuk kehidupan akuatik

menurun yang mengakibatkan organisme akuatik mengalami tekanan atau

kematian. Deplesi oksigen dapat menyebabkan masalah kualitas air pada badan-

S) yang beracun bagi organisme lain. Limbah

organik sebagian besar ada di lapisan bawah badan air, karenanya dampak

penguraian yang berupa penurunan oksigen terlarut dan timbulnya gas-gas

beracun terjadi di lapisan bawah badan air dan mengakibatkan jatah oksigen bagi

biota air berkurang jumlahnya.

Page 40: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

50

badan air. Penurunan kadar oksigen dalam air sering mengakibatkan peristiwa

ikan mati masal akibat kekurangan oksigen (Garno 2001; Salim 2002).

Keberadaan nutrien secara berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan

tak terkendali yang membahayakan kehidupan atau dapat bersifat toksik terhadap

beberapa bentuk kehidupan akuatik. Salah satu hasil penguraian limbah organik

adalah nutrien dalam bentuk fosfor dan nitrogen yang siap diasimilasi oleh

tumbuhan air, termasuk fitoplankton. Pemasukkan/ pembuangan limbah organik

yang terus menerus ke dalam suatu badan air akan memicu pertumbuhan

fitoplankton yang berlebihan sehingga air berwarna hijau pekat, fenomena ini

disebut blooming (Garno 2002). Fenomena blooming pada umumnya kurang

menguntungkan bagi organisme lain, utamanya di malam hari. Hal ini disebabkan

di malam hari fitoplankton memerlukan oksigen untuk respirasi bagi yang hidup

dan dekomposisi bagi yang mati. Pada umumnya, fitoplankton berada pada

lapisan atas badan air. Karenanya, kejadian blooming dapat mengakibatkan

menurunnya kandungan oksigen di lapisan atas badan air di malam hari.

Nitrogen dalam bentuk N-NH3, N-nitrat, dan N-NO2 umumnya berasal dari

penggunaan pupuk secara berlebihan dan dapat memberikan dampak negatif pada

air permukaan jika konsentrasinya cukup tinggi. Molekul amoniak (NH3

Dalam tubuh manusia, nitrit akan bereaksi dengan haemoglobin dan

menghambat aliran oksigen dalam darah. Amonia (NH

) bersifat

sangat toksik terhadap organisme akuatik terutama ikan dan plankton. Amonia

dapat menaikkan pH air. Pada konsentrasi yang tinggi, amonia dapat

menyebabkan eutrofikasi terhadap air. Amonia dalam jumlah besar dapat terurai

menjadi nitrit dan nitrat.

3) merupakan bentuk

senyawaan nitrogen juga dapat memiliki beberapa dampak pada kualitas air

permukaan. Amonia diubah menjadi nitrat dan nitrit dalam proses yang disebut

nitrifikasi. Proses ini memerlukan oksigen dalam jumlah besar dan dapat

membunuh ikan karena jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi rendah.

Nitrogen dalam bentuk nitrat mudah larut dalam air, dan keberadaannya secara

alami dalam air pada tingkat yang rendah. Air yang tercemar nitrat dengan

konsentrasi tinggi dapat membahayakan kesehatan terutama pada anak-anak.

Orang dewasa memiliki toleransi nitrat yang lebih tinggi dalam air minum, namun

studi menyarankan bahwa konsumsi air minum yang mengandung nitrat dapat

mengakibatkan beberapa bentuk kanker. Amonia pada konsentrasi 35 mg/l di

Page 41: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

51

dalam air akan menimbulkan aroma tidak enak. Konsentrasi 280 mg/m3

Hidrokarbon, bahan kimia organik, dan bahan industri dapat meracuni

kehidupan organisme jika keberadaannya dengan konsentrasi cukup tinggi.

Bahan-bahan ini juga mudah bergerak, berada pada periode tertentu dalam

keadaan toksik, dan terakumulasi pada sedimen. Efek toksik dari logam-logam

renik dapat mempengaruhi kehidupan hewan air. Logam renik yang paling umum

di udara

menyebabkan iritasi tenggorokan, pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat

menyebabkan batuk, sukar bernafas dan mempengaruhi sistem syaraf.

Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam darah dapat mempengaruhi sistem

syaraf pusat.

Perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi mempunyai nilai

BOD yang tinggi. Konsentrasi BOD yang tinggi menyebabkan kandungan

oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah, akibatnya oksigen sebagai sumber

kehidupan bagi biota air (hewan dan tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga

biota air tersebut menjadi mati. Selain itu, konsentrasi BOD yang tinggi juga

menunjukkan jumlah mikroorganisme patogen juga banyak. Mikroorganisme

patogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia. Karena itu,

konsentrasi BOD yang tinggi di dalam air dapat menyebabkan berbagai penyakit

bagi manusia (Rahman 1996).

Limbah organik yang mengandung padatan terlarut yang tinggi dapat

menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota

fotosintetik. Sedimen berasal dari partikel-partikel tanah yang ringan yang

terbawa ke dalam aliran air dan danau, partikel-partikel tersuspensi dan padatan

anorganik dan sisa-sisa bahan organik yang memasuki air melalui dasar sungai

dan tumpukan erosi dapat menyebabkan air menjadi keruh, kerusakan habitat

akuatik, pertukaran kontaminan penyerap, tersumbatnya sistem drainase, dan

berdampak langsung pada organisme akuatik. Sedimen-sedimen yang mengisi

aliran air, sungai, danau dan lahan basah dapat mempengaruhi kehidupan akuatik

dengan mematikan telur ikan dan larva. Kekeruhan secara berlebihan mereduksi

penetrasi cahaya dalam air, merusak penglihatan ikan untuk mencari makanan,

menyumbat insang ikan, dan meningkatkan biaya untuk pengolahan air minum.

Sedimen-sedimen halus juga berperan sebagai pemicu terjadinya tranpormasi

pencemar-pencemar lain mendekati permukaan air termasuk nutrien, logam-

logam renik, dan hidrokarbon.

Page 42: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

52

ditemukan dari limpasan perkotaan adalah timbale (Pb), seng (Zn), dan tembaga

(Cu). Logam –logam tersebut berasal dari proses galvanisasi, pelapisan krom, dan

operasi industri lainnya di daerah perkotaan.

Kualitas air juga berpengaruh langsung terhadap kesehatan, mengingat sifat

air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme dan mudah

sekali melarutkan berbagai materi. Kondisi sifat air tersebut menyebabkan air

mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur atau penyebar penyakit. Menurut

KLH (2005b), peran air sebagai pembawa penyakit menular, meliputi (1) air

sebagai media untuk hidup mikroba patogen, (2) air sebagai sarang insekta

penyebar penyakit, (3) jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup, sehingga

manusia yang bersangkutan tidak dapat membersihkan dirinya, dan (4) air sebagai

media untuk hidup vektor penyebar penyakit.

Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water borne diseases,

yaitu penyakit-penyakit yang dibawa oleh air. Penyakit tersebut hanya dapat

menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang

dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masuknya bahan

pencemar dari sumber pencemar ke manusia pada umumnya tidak terjadi secara

langsung, tetapi lebih banyak melalui media jaring-jaring makanan. Gambaran

perjalanan bahan pencemar sampai ke manusia disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Gambaran perjalanan bahan pencemar limbah sampai ke manusia. Sumber: KLH (2005b)

Domestik

Industri

Pertanian

Pertambangan

Sungai Laut

Air Tanah

Irigasi Tambak

Air Minum

Pertanian Perikanan

Pitoplankton Zooplankton

Ikan, bentos dan lainnya

Manusia

Page 43: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

53

Mengalirnya limbah yang mengandung logam berat ke perairan telah

menjadi permasalahan lingkungan yang serius karena berdampak pada kesehatan

manusia dan makhluk hidup lainnya. Polutan tersebut dalam jumlah yang

signifikan masuk dalam sistem akuatik antara lain sebagai hasil aktivitas beragam

industri, seperti elektroplating, industri elektronik, cat, paduan logam, baterai, dan

industri pestisida. Polutan logam berat yang mencemari lingkungan perairan

antara lain arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb),

merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn).

Menurut Widowati (2008), logam bersifat toksik karena tidak bisa

dihancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam

tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan

membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik.

Keberadaan logam berat dalam air akan membahayakan orang yang

mengkonsumsinya. Kadmium meskipun dalam dosis kecil, bisa menimbulkan

keracunan. Akumulasi kadmium dalam jaringan tubuh akan mengganggu fungsi

ginjal, lambung, dan merapuhkan tulang. Akumulasi timbal dapat merusak

jaringan syaraf, fungsi ginjal, sistem reproduksi, dan gangguan pada otak

sehingga dapat mengakibatkan gangguan kecerdasan dan mental. Demikian pula

merkuri, jika terakumulasi dalam tubuh, akan meracuni sel-sel tubuh, merusak

ginjal, hati, dan saraf, serta menimbulkan cacat mental. Daya racun yang dimiliki

akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh

terputus. Menurut Nordberg et al. (1986), logam berat jika terserap ke dalam

tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga

nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu

lingkungan terutama perairan telah terkontaminasi logam berat, maka proses

pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.

Menurut Widowati et al. (2008), toksisitas logam berat dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) bersifat toksik tinggi, terdiri atas unsur Hg,

Cd, Pb, Cu, dan Zn; (2) bersifat toksik sedang, terdiri atas unsur Cr, Ni, dan Co;

dan (3) bersifat toksik rendah, terdiri atas unsur Mn dan Fe. Urutan toksisitas

logam berat terhadap hewan air adalah Hg2+ > Cd2+ > Zn2+ > Pb2+ > Cr2+ > Ni2+ >

Co2+, sedangkan urutan toksisitas terhadap manusia adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag+ >

Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+.

Page 44: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

54

Merkuri (Hg) merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu

kamar dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam (-39 oC). Merkuri

banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti industri klor-alkali, alat-alat

listrik, cat, katalis, dan industri kertas. Merkuri yang terbuang ke sungai atau

badan air dapat mengkontaminasi ikan dan biota air lainnya termasuk ganggang

dan tanaman air. Ikan-ikan dan biota air tersebut kemudian dikonsumsi manusia

sehingga manusia dapat terakumulasi merkuri di dalam tubuhnya. FDA

menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0.005 ppm untuk air

dan 0.5 ppm untuk makanan, sedangkan WHO menetapkan batasan maksimum

yang lebih rendah yaitu 0.1 ppb untuk air (Fardiaz 1992).

Peristiwa keracunan Hg telah dikenal cukup lama. Keracunan Hg pertama

sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. Kontaminasi

serius juga pernah diukur di Kali Surabaya tahun 1996 dan teluk Buyat tahun

2004. Sebagai hasil dari kuatnya interaksi antara Hg dan komponen tanah lainnya,

penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya, selain gas

biasanya sangat lambat. Proses metilisasi merkuri biasanya terjadi di alam di

bawah kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya,

karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai

makanan. Penggunaan fungisida alkilmerkuri dalam pembenihan tidak diijinkan

di banyak negara, karena berbahaya. Keracunan Hg terutama disebabkan oleh

konsumsi ikan yang tercemar Hg. Tabel 13 menunjukkan lima keracunan merkuri

yang menelan korban cukup banyak dan terjadi sampai tahun 1968.

Tabel 13 Peristiwa keracunan merkuri yang terbesar tahuan 1960-an

Lokasi Tahun Dampak

Minamata - Jepang 1953 - 1960 43 orang meninggal, 68 orang cidera

Irak 1961 35 orang meninggal, 321 orang cidera

Pakistan Barat 1963 4 orang meninggal, 34 cidera

Guatemala 1966 20 orang meninggal, 45 orang cidera

Nigata - Jepang 1968 5 orang meninggal, 25 orang cidera Sumber : Fardiaz (1992), Palar (2004).

Timbal (Pb) masuk ke dalam lingkungan perairan sebagai dampak dari

aktivitas manusia, seperti air buangan dari industri yang berkaitan dengan Pb, air

buangan dari pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai.

Page 45: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

55

Secara alamiah, Pb juga dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb

di udara dengan bantuan air hujan, proses korofikasi batuan mineral akibat

hempasan gelombang dan angin. Senyawa Pb yang berada dalam perairan dapat

ditemukan dalam bentuk ion-ion divalen atau tetravalen (Pb2+, Pb4+).

Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara

praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis.

Lingkungan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb melebihi

konsentrasi ambang, dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut.

Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan. Sumber

utama timbal adalah bersal dari komponen gugus alkil timbal yang digunakan

sebagai bahan additive bensin. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek

kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic,

hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini

yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50

μg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 μg/kg berat badan.

Konsentrasi Pb dalam darah dapat dijadikan sebagai indikator gejala keracunan

Pb. Gejala keracunan Pb berkisar antara 60 sampai 100 μg per 100 ml darah untuk

orang dewasa. Tabel 14, menunjukkan konsentrasi Pb dalam darah dibedakan atas

empat kategori, yaitu normal, dapat diterima, berlebihan, dan berbahaya.

Tabel 14 Empat kategori Pb dalam darah orang dewasa

Kategori μg Pb/100 ml Darah Deskripsi

A (Normal) < 40 Tidak terkena paparan atau tingkat paparan normal

B (dapat ditoleransi) 40-80 Pertambahan penyerapan dari keadaan terpapar tetapi masih bisa ditoleransi

C (berlebih) 80-120

Kenaikan penyerapan dari keterpaparan yang banyak dan mulai memperlihatkan tanda-tanda keracunan

D (tingkat bahaya) > 120 Penyerapan mencapai tingkat bahaya dengan tanda-tanda keracunan ringan sampai berat

Sumber: Palar (2004).

Kadmium dan bermacam-macam bentuk persenyawaannya dapat masuk ke

lingkungan, sebagai akibat aktivitas manusia. Kandungan kadmium dapat

dijumpai pada daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain

dalam air buangan. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi

Page 46: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

56

tertentu dapat membunuh biota perairan. Biota-biota yang tergolong bangsa

udang-udangan (crustacea) akan mengalami kematian dalam selang waktu 24 –

504 jam bila dalam badan perairan di mana biota ini hidup terlarut logam Cd atau

persenyawaannya pada rentang konsentrasi 0.005 – 0.15 ppm.

Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang berbahaya karena elemen ini

beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap

manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh

khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek

terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang

kronis. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka

tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di

dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh

tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Menurut

badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia

adalah 400-500 μg per orang atau 7 μg per kg berat badan.

2.8 Analisis Risiko Kesehatan

Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan

terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan

(WHO 2006). Analisis risiko adalah suatu metode untuk menilai dan melakukan

prediksi apa yang akan terjadi akibat adanya pemaparan (exposure) atau

pencemaran (pollution), terhadap zat berbahaya di masa yang akan datang.

Menurut WHO (2006) dalam analisis risiko dievaluasi probabilitas dan sifat dari

efek merugikan yang muncul akibat pemaparan terhadap zat kimia. Lebih lanjut

WHO (2006) menjelaskan bahwa kriteria penting untuk menetapkan prioritas

dalam pemilihan zat kimia untuk pengkajian risiko adalah: (a) indikasi/dugaan

adanya bahan berisiko terhadap kesehatan manusia dan/atau lingkungan; (b)

kemungkinan bahwa tingkatan produksi tertentu dan penggunaan zat kimia dapat

membuka peluang terjadinya pemaparan; (c) kemungkinan persistensinya di

lingkungan; (d) kemungkinan bioakumulasi; dan (e) tipe dan besar populasi yang

mungkin terpapar. Metode analisis risiko digunakan untuk menilai faktor bahaya

yang paling berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga dapat dilakukan

tindakan pencegahan terhadap menurunnya tingkat kesehatan seseorang akibat

faktor bahaya tersebut.

Page 47: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

57

Analisis risiko kesehatan terdiri atas beberapa tahap, yaitu: identifikasi

bahaya, analisis pemaparan, analisis dosis respon, dan karakterisasi risiko

(Soemirat 2000; enHealth 2002; Rahman 2007). Tahapan dalam analisis risiko

disajikan pada Gambar 4.

Identifikasi Bahaya

Analisis Pemaparan Analisis Dosis-Respon

Karakterisasi Risiko

Manajemen Risiko

Gambar 4 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan (diringkas dari

enHealth 2002).

1) Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah proses untuk memperoleh data mengenai masalah

kesehatan yang dapat terjadi akibat adanya suatu bahan yang dapat ditelusuri dari

sumber dan penggunaan risk agent memakai pendekatan agent oriented (WHO

1983 dalam Rahman 2007). Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan

mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk agent di

masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah

kajian atau di tempat-tempat lain. Salah satu langkah penting dalam identifikasi

bahaya adalah memilih metode yang tepat sehingga mendapatkan data akurat

mengenai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (CEPA

2001). Data penelitian terhadap manusia merupakan data yang sangat baik dalam

mengevaluasi risiko kesehatan terhadap manusia yang dikaitkan dengan

pemaparan terhadap suatu zat.

2) Analisis Pemaparan

Analisis pemaparan atau exposure assessment adalah proses untuk

memperoleh informasi mengenai frekuensi, durasi, dan pola pemaparan suatu zat

terhadap manusia. Menurut Rahman (2007), analisis pemaparan bertujuan untuk

Page 48: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

58

mengenai jalur-jalur pemaparan risk agent agar jumlah asupan yang diterima

individu dalam populasi berisiko dapat dihitung.

3) Analisis Dosis-Respon

Analisis dosis-respon adalah penentuan hubungan antara nilai dosis atau

tingkat paparan suatu bahan kimia dan respon berupa kejadian-kejadian yang

berkaitan dengan efek buruk atau efek yang membahayakan (enHealth 2002).

Analisis dosis-respon dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas

risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya. Melalui analisis dosis-respon dapat

diperkirakan jumlah zat yang masuk ke dalam tubuh dan pengaruhnya terhadap

kesehatan seseorang. Menurut Soemirat (2000), analisis dosis respon dilakukan

untuk melihat hubungan yang konsisten antara jumlah zat yang masuk (dosis)

dengan respon berupa efek kesehatan. Dosis-respon kuantitatif beberapa zat

toksik ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Dosis-respon kuantitatif nonkarsinogen dan karsinogen beberapa zat toksik

Risk agent RfD atau RfC (mg/kg bb/hari)

CSF (mg/kg bb/hari)

Efek Kritis (Sumber Data)

Merkuri ( Hg)

1E-4 - Kelainan neuropsikologis perkembangan dalam studi epidemologi (Grandjean et al. 1997; Budz-Jergensen et a.l 1999)

Kadmium (Cd)

5E-4 - Proteinuria paparan kronik pada manusia (USEPA, 1985)

Arsen (As) 3E-4 1.5 Hiperpigmentasi, keratosis dan kemungkinan komplikasi vaskular paparan oral (Tseng 1977; Tsen et al. 1968)

Krom (Cr6+

3E-3 )

- Uji hayati air minum 1 tahun dengan tikus (Mckenzie et al. 1958) dan paparan air minum penduduk Jinzhou (Zhang & Li, 1987)

Bromoform (CHBr3

2E-2 )

7.9E-3 Lesi hepatik uji hayati subkronik gavage oral pada tikus (NTP 1989)

Nitrit (NO2

-1E-1

) - Methemoglobinemia (Walton

1951) Sumber: IRIS (2007). Keterangan: RfD = reference dose, RfC = reference concentration , CSF = cancer slope factor

4) Karakterisasi Risiko

Karakterisasi risiko dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dari

ketiga langkah sebelumnya sehingga dapat diperkirakan efek suatu zat terhadap

Page 49: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

59

kondisi kesehatan. Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai tingkat

risiko (risk quotient, RQ) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan excess cancer risk

(ECR) untuk efek-efek karsinogenik. Dalam mengkarakterisasi risiko, diperlukan

analisis dengan cara mengembangkan informasi yang diperoleh selama

pemaparan dan penilaian dosis-respon sehingga diperoleh hasil risiko kesehatan

yang diharapkan terjadi pada populasi terpapar (CEPA 2001).

5) Manajemen Risiko

Berdasarkan karakterisasi risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan

manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR, sehingga RQ < 1 dan ECR

< 10-4 dengan memanipulasi nilai faktor-faktor pemaparan sedemikian rupa

sehingga asupan (intake) lebih kecil atau sama dengan dosis referensi

toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua cara untuk menyamakan Ink

dengan

RfD atau RfC atau mengubah Ik

Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, ada beberapa prinsip yang

harus dipahami di antaranya: decompocition, comparative judgement, synthesis of

priority, dan logical consistency. Penggunaan AHP dimulai dengan melakukan

sedemikian rupa sehingga ECR tidak melebihi E-

4, yaitu menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak.

2.9 Metode Analisis Hirarki Proses (AHP)

Analytical hierarchy process (AHP) atau analisa jenjang keputusan (AJK),

merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk membuat keputusan yang

efektif melalui strukturisasi kriteria majemuk ke dalam struktur hirarki, menilai

kepentingan relatif setiap kriteria, membandingkan alternatif untuk tiap kriteria

dan menentukan seluruh rangking dari alternatif-alternatif. Menggunakan AHP

persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses

pengambilan keputusannya. Menurut Marimin (2005), prinsip kerja AHP adalah

penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan

dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki.

Metode AHP secara efisien umum digunakan dalam meranking kriteria

yang berbeda, tujuan yang berbeda atau alternatif yang berbeda, di mana masing-

masing independen dan tidak terhubung dalam pola matematis tertentu. Data yang

ada bersifat kualitatif yang didasarkan atas aspek-aspek kognetif, persepsi,

pengalaman dan intuisi.

Page 50: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

60

decompocition (dekomposisi) masalah kompleks dan kemudian menggolongkan

pokok permasalahannya menjadi elemen-elemen keputusan dalam satu hirarki

tertentu. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan

terhadap elemen-elemennya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih

lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan

ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki,

yaitu hirarki lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen

pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika

tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.

Pada tahap comparative judgement, dilakukan penilaian tentang kepentingan

relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di

atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh

terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik

bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise

comparison. Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma

reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka

elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen-i. Di samping

itu, perbandingan dua angka yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama

penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat

n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n.

Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks perandingan

berpasangan adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen

diagonal sama dengan 1. Selanjutnya adalah synthesis of priority, di mana dari

setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vector-nya untuk

mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada

setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di

antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.

Pengurutan elemen-elemen pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan

skala kepentingan. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan

dua elemen, responden yang akan memberikan jawaban perlu pengertian

menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap

kriteria/tujuan yang ingin dicapai. Dalam penyusunan skala kepentingan,

didasarkan pada Tabel 16.

Page 51: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

61

Tabel 16 Nilai skala perbandingan Saaty dalam AHP

Nilai Skala Keterangan 1 Kreteria/Alternatif A sama pentingnya dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat lebih penting dari B 9 A Mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan

Dalam penilaian menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa

dinamakan priority setting. Consistency ratio (CR) menyatakan ukuran tentang

konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan.

Pengujian ini diperlukan, karena pada keadaan yang sebenarnya akan terjadi

beberapa penyimpangan dari hubungan, sehingga matriks tersebut tidak konsisten

sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi

seseorang.

Keuntungan proses hirarki analitis menurut Marimin (2005) adalah:

a. Konsistensi, mampu melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas;

b. Sintesis, menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif;

c. Pengukuran, mampu memberi suatu skala untuk mengukur hal takwujud

dan suatu metode untuk menetapkan prioritas;

d. Kompleksitas, mampu memadukan ancangan deduktif dan ancangan

berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks;

e. Kesatuan, memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti,

luwes untuk anekaragam persoalan tidak terstruktur;

f. Saling Ketergantungan, mampu menangani saling ketergantungan elemen-

elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

2.10 Metode Perbandingan Indeks Kinerja dan Perbandingan Eksponensial

Teknik perbandingan indeks kinerja (comparative performance index, CPI)

merupakan indeks gabungan yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau

peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j) (Marimin

2005). Formula yang digunakan dalam teknik CPI adalah:

Page 52: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

62

Aij = Xij (min) x 100 / Xij (min) (4) A(i + 1.j) = (X(I + 1.j) )/ Xij (min) x 100 Iij= Aij x Pj

n

Ii = Σ (Iij) j =1 Aij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke – j Xij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A(i + 1.j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke – j X(i + 1.j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke – j Pj= bobot kepentingan kriteria ke – j; Iij = indeks alternatif ke-i; Ii = indeks gabungan kriteria alternatif ke –i;

i = 1, 2, 3,…, n; j = 1, 2, 3,…, m

Metode perbandingan eksponensial (MPE) adalah metode untuk menentukan

prioritas alternatif keputusan dengan kriteria majemuk (Eriyatno & Sofyar 2007).

Tahapan dalam menggunakan MPE adalah : (1) menyusun alternatif-alternatif

keputusan yang akan dipilih, (2) menentukan kriteria atau perbandingan kriteria

keputusan yang penting untuk dievaluasi, (3) menentukan tingkat kepentingan dari

setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, (4) melakukan penilaian

terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, (5) menghitung skor atau nilai total

setiap alternatif, dan (6) menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada

skor atau nilai total masing-masing alternatif (Marimin 2005).

Penggunaan MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang

mungkin terjadi dalam analisis, karena nilai skor menjadi besar dengan adanya

fungsi eksponensial sehingga perbedaan nilai skor lebih nyata. Formulasi

perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam MPE adalah:

Total Nilai (TNi ∑=

m

j

TKKij

jRK1

)() = (5)

Dengan : TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i

TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK > 0; bulat

n = Jumlah pilihan keputusan dan m adalah Jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara

dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Penentuan skor alternatif

pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan

nilai kriterianya.

Page 53: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

63

2.11 Model dan Pemodelan Sistem

Model didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi

aktual (Eriyatno 2003). Ford (1999) mendefinisikan model sebagai suatu

substitusi dari sistem nyata, sedangkan menurut Grant et al. (1997) model adalah

suatu abstraksi atau representasi dari suatu realitas atau sistem nyata. Sistem nyata

adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang

dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Model dapat dikatakan lengkap

jika dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji. Menurut Hartrisari

(2007), model merupakan penyederhanaan sistem. Karena sistem sangat

kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh

proses yang terjadi dalam sistem. Model disusun dan digunakan untuk

memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin

untuk bekerja dalam keadaan sebenarnya. Selain itu model merupakan

representasi yang ideal bagi suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem.

Model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok

pengkajian atau derajat keabstrakannya (Eriyatno 2003). Hartrisari (2007)

mengelompokkan model dalam dua kategori yaitu model fisik dan model abstrak

atau model mental. Model fisik merupakan miniatur replika dari keadaan

sebenarnya sehingga dapat menggambarkan perilaku sistem dengan variabel yang

sama seperti yang digunakan pada sistem nyata. Model abstrak merupakan model

yang bukan fisik tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Baik model fisik

maupun model abstrak dapat dibagi lagi menjadi model statis dan model dinamis.

Model dinamis memberikan gambaran nilai peubah terhadap perubahan waktu.

Dalam model dinamis, variabel yang tidak berubah dengan waktu disebut

‘parameter’ atau ‘konstanta’. Model statis memberikan informasi tentang peubah

model hanya pada titik tunggal dari waktu (Eriyatno 2003). Model statis tidak

memperhitungkan waktu yang selalu berubah.

Sistem merupakan kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah

kesatuan yang kompleks (Eriyatno 2003). Menurut Muhammadi (2001), sistem

adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas

lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Marimin (2007)

mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-

bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam

suatu lingkungan yang kompleks, sedangkan menurut Hartrisari (2007) sistem

Page 54: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

64

adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi

dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Pemodelan sistem

adalah pembentukan rangkaian logika untuk menggambarkan karakteristik sistem

tersebut dalam format matematis. Proses pemodelan merupakan proses yang

kreatif, tidak linier, namun harus mematuhi disiplin ilmiah dan pemikiran yang

logik serta bersifat iteratif. Prosedur dalam pemodelan adalah menyatakan

kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan kajian sistem,

menyusun hipotesis, memformulasikan model, menguji serta menganalisis model.

Menurut Muhammadi (2001) pembuatan model berdasarkan konsep berpikir

sistem dimulai dengan suatu model mental, kemudian dijabarkan dalam suatu

kerangka konsep, pembuatan diagram sebab akibat, pembuatan diagram alir,

simulasi model untuk melihat perilaku, dan akhirnya uji sensitivitas serta analisis

kebijaksanaan.

2.12 Konsep Dasar Sistem Dinamik

Sistem dinamik telah dikenal sebagai metode yang tepat untuk

mengilustrasikan dinamika yang kompleks dan menganalisis implikasi-implikasi

relatif dari suatu kebijakan. Sistem dinamik mengkaji sistem atau proses sebagai

suatu kesatuan yang terdiri atas elemen-elemen yang saling berinteraksi dan

menentukan kinerja sistem secara keseluruhan. Menurut Zhang et al. (2009),

metode sistem dinamik terdiri atas model simulasi dinamik mencakup informasi

umpan balik (feedback) yang membangun interaksi dalam sistem yang ditargetkan.

Melalui simulasi kecenderungan sistem dan identifikasi interelasi dan informasi

hubungan umpan balik antar faktor sistem, model sistem dinamik dapat

memberikan informasi lebih mendetail yang berguna untuk mengungkap

mekanisme yang tersembunyi dan memperbaiki kinerja sistem secara keseluruhan.

Model sistem dinamik terkait dengan tahapan-tahapan tertentu sebagai fungsi

waktu dalam proses simulasi. Pada akhir tiap tahap, variabel-variabel sistem

menunjukkan keadaan sistem yang diperbaharui untuk merepresentasikan

konsekuensi hasil dari tahap simulasi sebelumnya. Kondisi/nilai awal (initial)

dibutuhkan untuk tahap pertama. Dalam sistem dinamik dikenal variable level,

variabel rate, dan varibel auxiliary. Gambar 5, merupakan contoh gambaran

umum diagram alir model dinamik dengan aplikasi program Powersim.

Page 55: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

65

?

Rate_Keluar?

Rate_Masuk

?

Auxiliary_1

?

Constant_2

?

Constant_3

?Level_1

?

Constant_1

?

Constant_5

?

Constant_4

?

Auxiliary_2

?

Constant_6

?

Constant_7

Gambar 5 Diagram alir model sistem dinamik menggunakan program powersim.

Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagram alir dan

menyatakan kondisi sistem setiap saat. Persamaan powersim untuk aliran level

adalah:

Init LEV = kondisi awal

Flow LEV = -dt*(RK) + dt*(RM)

dengan : LEV = level (unit)

RM = rate (laju) masukan

RK = rate (laju) keluaran

dt = interval waktu simulasi (satuan waktu)

Init = initial , nilai awal

Flow = aliran untuk variabel level

Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau

berkurangnya suatu level. Rate terdiri dari dua jenis, yaitu rate masuk dan rate

keluar. Rate masuk akan menambah akumulasi di dalam suatu level dan

dilambangkan dengan katub dan panah yang menuju level, sedangkan rate keluar

ditunjukkan dengan katub yang dihubungkan dengan panah yang menunjuk pada

sink. Simbul awan menunjukkan source dan sink suatu material yang mengalir ke

dalam atau ke luar level.

Aliran informasi dalam Powersim dilambangkan dengan tanda panah yang

tegas. Aliran ini merupakan penghubung antar sejumlah variabel di dalam suatu

sistem. Jika suatu aliran informasi ke luar dari level, aliran tersebut tidak akan

mengurangi akumulasi yang terdapat di dalam level.

Variabel auxiliary adalah suatu penambahan informasi yang dibutuhkan

dalam merumuskan persamaan atau variabel rate. Dengan kata lain variabel

Page 56: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

66

auxiliary adalah suatu variabel yang membantu untuk memformulasikan variabel

rate. Variabel auxiliary digambarkan dengan suatu lingkaran penuh. Simbul belah

ketupat dalam Powersim menggambarkan konstanta, yaitu suatu besaran yang

nilainya tetap selama proses simulasi.

2.13 Sistem Dinamik dalam Pengendalian Pencemaran Air

Sistem dinamik merupakan sebuah teori struktur sistem dan sekelompok alat

untuk merepresentasikan sistem yang kompleks dan menganalisis perilaku

dinamiknya (Luo et al. 2005). Sistem dinamik menurut Coyle (1996) adalah

perilaku sistem yang dipengaruhi waktu yang diatur dengan tujuan penggambaran

dan pemahaman sistem melalui model kuantitatif dan kualitatif, bagaimana

perilaku umpan balik mengatur perilakunya, dan perencanaan struktur informasi

umpan balik yang sempurna dan kebijakan kendali melalui simulasi dan

optimisasi. Nandalal & Semasinghe (2006) mengemukakan bahwa sistem

dinamik adalah sebuah metode kompleks dari deskripsi sistem yang menyediakan

alternatif analisis bagi pengambilan kebijakan berdasarkan sifat-sifat sistem.

Manfaat terpenting dalam sistem dinamik adalah untuk menguraikan struktur asal

dari sistem yang dikaji, melihat perbedaan dari sistem nyata berkaitan dengan

satu sistem lainnya, dan untuk menyelidiki perubahan hubungan dalam sistem

ketika melibatkan keputusan yang berbeda. Dalam sistem dinamik, hubungan

antara struktur dan perilaku sistem didasarkan pada konsep informasi umpan balik

dan kontrol (Simonovic 2002). Metode sistem dinamik cocok untuk menganalisis

mekanisme, pola, dan kecenderungan sistem berdasarkan analisis terhadap

struktur dan perilaku sistem yang ruwet, berubah cepat dan mengandung

ketidakpastian. Pengembangan sistem dinamik mencakup beberapa tahap, yaitu:

(a) pemahaman sistem dan batas-batasnya; (b) identifikasi variabel kunci; (c)

representasi proses fisik ke dalam variabel melalui hubungan matematik; (d)

pemetaan struktur model dan simulasi model untuk memahami sifat-sifat sistem;

dan (e) interpretasi hasil simulasi untuk pengambilan keputusan yang efisien.

Akar dalam sistem dinamik adalah berpikir sistem, yaitu sebuah proses

berpikir yang ditemukan oleh Jay Forrester pada tahun 1956. Forrester meragukan

dominasi metodologi analisis di mana masalah-masalah sosial diidentifikasi

secara terpisah, dan solusinya diambil secara spesifik dan sempit yang terfokus

pada tujuan. Forrester memperkenalkan perlunya memahami hubungan antara

Page 57: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

67

elemen-elemen berbeda dari sistem sosial yang lebih besar dan menemukan

bahwa relasi dan hubungan lebih penting daripada elemen-elemennya sendiri.

Berpikir sistem dikerjakan melalui pengembangan pandangan terhadap isu-isu

sosial dan lingkungan mencakup hubungan antara masalah yang berbeda dan

untuk mencari pola tingkah laku secara siklis pada jangka waktu yang lama.

Menurut Hariani (2005), berpikir sistem adalah salah satu pendekatan baru

yang dianggap lebih mampu menganalisis masalah kompleks. Berbeda dengan

cara pikir mekanistis yang secara umum menganggap suatu hubungan sebab

akibat yang linear, di mana suatu masalah dianggap hanya disebabkan oleh 1- 2

penyebab. Cara pikir sistem mencoba untuk mengidentifikasi semua masalah

yang muncul dan teramati serta secara konsisten melihat hubungan sebab akibat

dari masalah-masalah tersebut, sehingga diperoleh pola sebab akibat yang

kompleks.

Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem digunakan untuk pengkajian

suatu perihal yang memenuhi karakteristik: (1) kompleks, di mana interaksi antar

elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut

waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukan

fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Berpikir sistem

sejauh ini merupakan cara yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalah-

masalah kompleks.

Pengendalian pencemaran air merupakan suatu sistem yang melibatkan

berbagai elemen, seperti sumberdaya, konsep dan prosedur untuk mencapai tujuan

menekan tingkat pencemaran. Untuk mengatasi masalah pencemaran air

diperlukan metode penyelesaian yang sistematik melalui pendekatan sistem.

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang

menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis (Marimin 2007),

sehingga pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih

luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan

dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka

sistem. Pendekatan sistem sangat diperlukan karena permasalahan yang dihadapi

saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut

satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih kompehensif, yang

dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan

dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh (Marimin 2007). Oleh

Page 58: BAB II Tinjauan Pustaka.pdf

68

karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang

struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan.

Interaksi antar faktor dalam sistem tidak bersifat linier tetapi mencakup

interaksi umpan balik yang kompleks, sehingga permasalahannya sukar

diselesaikan dengan menggunakan metode operasi riset, namun membutuhkan

metode sistem dinamik untuk penyelesaiannya (Ling 1990).

Model sistem dinamik terbukti telah berhasil diaplikasikan pada sistem

sumberdaya air baik pada tingkat global maupun regional, misalnya TARGETS

(Rotmans & de Vries 1997) dan WorldWater (Simonovic 2002) merupakan dua

model penilaian sumberdaya air global di mana sektor sumberdaya air

dihubungkan dengan aspek pengembangan lainnya dan isu kebijakan yang

berhubungan dengan kependudukan, ekonomi, energi, pencemaran dan

sumberdaya yang tak terbarukan. Peneliti lainnya yang mengaplikasikan model

sistem dinamik antara lain adalah model sistem dinamik Erhai (Guo et al. 2001)

untuk pengelolaan lingkungan danau Erhai di Cina, Simonovic et al. (1997)

mengaplikasikan model sistem dinamik untuk perencanaan dan pengelolaan

sumberdaya air di Yunani, Xu et al. (2002) membuat model sistem dinamik untuk

menganalisis keberlanjutan pengelolaan sumberdaya air Sungai Kuning di Cina,

Simonovic & Rajasekaram (2004) yang mengembangkan model pengelolaan

sumberdaya air secara terintegrasi di Kanada berdasarkan pendekatan simulasi

sistem dinamik, Liu et al. (2005) menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk

menyelesaikan masalah kebutuhan air perkotaan yang difokuskan pada faktor

populasi, Zhang et al. (2008) mengembangkan sistem dinamik untuk strategi

perencanaan sumberdaya air di Kota Tianjin dengan menguji interaksi sejumlah

komponen sistem yang dinamis selama 12 tahun, serta Zhang et al. (2009)

membangun model sistem dinamik dengan mengambil faktor populasi, ekonomi,

lingkungan dan faktor kebijakan untuk memprediksi dan menganalisis kebutuhan

dan ketersediaan sumberdaya air perkotaan.