BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Dari tiga defenisi sistem ... jumlah atribut...

16
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970 oleh Michael S. Scott dengan istilah management decision systemyang merupakan suatu sistem berbasi computer yang membantu pengambilan keputusan dengan memanfaatkan data dan model-model untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur. (Turban, 2005) Menurut Surbakti (2002), sistem pendukung keputusan mendayagunakan resources individu-individu secara intelek dengan kemampuan komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan. Menurut Maryan Alavi dan H. Albert Napler, sistem pendukung keputusan merupakan suatu kumpulan prosedur pemrosesan data dan informasi yang berorientasi pada penggunaan model untuk menghasilkan berbagai jawaban yang dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan.Sistem ini harus sederhana, mudah dan adaptif. Dari tiga defenisi sistem pendukung keputusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem berbasis komputer yang dapat melakukan bantuan dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan suatu masalah dengan memanfaatkan data dan model tertentu. 2.2 Karakteristik dan Nilai Guna Sistem Pendukung Keputusan Berikut karakteristik sistem pendukung keputusan menurut Turban : 1. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memcahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak terstruktur. 2. Dalam proses pengolahannya, sistem pendukung keputusan mengombina- sikan penggunaan model-model analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari informasi.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Dari tiga defenisi sistem ... jumlah atribut...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pendukung Keputusan

Sistem pendukung keputusan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970

oleh Michael S. Scott dengan istilah management decision systemyang merupakan

suatu sistem berbasi computer yang membantu pengambilan keputusan dengan

memanfaatkan data dan model-model untuk menyelesaikan masalah-masalah

yang tidak terstruktur. (Turban, 2005)

Menurut Surbakti (2002), sistem pendukung keputusan mendayagunakan

resources individu-individu secara intelek dengan kemampuan komputer untuk

meningkatkan kualitas keputusan.

Menurut Maryan Alavi dan H. Albert Napler, sistem pendukung keputusan

merupakan suatu kumpulan prosedur pemrosesan data dan informasi yang

berorientasi pada penggunaan model untuk menghasilkan berbagai jawaban yang

dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan.Sistem ini harus

sederhana, mudah dan adaptif.

Dari tiga defenisi sistem pendukung keputusan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa sistem pendukung keputusan adalah sebuah sistem berbasis

komputer yang dapat melakukan bantuan dalam pengambilan keputusan untuk

memecahkan suatu masalah dengan memanfaatkan data dan model tertentu.

2.2 Karakteristik dan Nilai Guna Sistem Pendukung Keputusan

Berikut karakteristik sistem pendukung keputusan menurut Turban :

1. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambil

keputusan dalam memcahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur

ataupun tidak terstruktur.

2. Dalam proses pengolahannya, sistem pendukung keputusan mengombina-

sikan penggunaan model-model analisis dengan teknik pemasukan data

konvensional serta fungsi-fungsi pencari informasi.

12

3. Sistem pendukung keputusan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat

digunakan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar

kemampuan tinggi. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan biasanya

model interaktif.

4. Sistem pendukung keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek

fleksibelitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehinggan mudah

disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dan

kebutuhan pemakai.

Dengan berbagai karakter diatas, sistem pendukung keputusan dapat

memberikan berbagai manfaat atau keuntungan bagi pemakainya. Berikut

keuntungannya :

a. Memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data.

b. Menyediakan bukti tambahan untuk memberikan pembenaran sehingga

dapat memperkuat posisi pengambil keputusan.

c. Menghemat waktu dalam pengambilan keputusan.

2.3 Case Based Reasoning (CBR)

Case BasedReasoning (CBR) merupakan sebuah metode yang digunakan

untuk menyelesaikan permasalahan dengan memanfaatkan kejadian kejadian lama

sebagai solusi dari kasus yang baru dengan melihat tingkat kemiripanya.

Menurut Aamodt dan Plaza (1994) Case-Based Reasoning adalah suatu

pendekatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan (problem solving)

berdasarkan solusi dari permasalahan sebelumnya. Case-based Reasoning ini

merupakan suatu paradigma pemecahan masalah yang banyak mendapat

pengakuan yang pada dasarnya berbeda dari pendekatan utama AI lainnya. Suatu

masalah baru dipecahkan dengan menemukan kasus yang serupa di masa lampau,

dan menggunakannya kembali pada situasi masalah yang baru. Perbedaan lain

dari CBR yang tidak kalah penting adalah CBR juga merupakan suatu pendekatan

ke arah incremental yaitu pembelajaran yang terus menerus. Dalam Case-Based

Reasoning ada empat tahapan yang meliputi:

1. Retrieve

13

Mendapatkan kembali kasus yang paling relevan (similar) dengan

kasus yang baru.Tahap retrieval ini dimulai dengan menggambarkan

sebagian masalah, dan diakhiri jika ditemukan kecocokan terhadap

masalah sebelumnya yang tingkat kecocokannya paling tinggi.Bagian ini

mengacu pada segi identifikasi, kecocokan awal, pencarian dan pemilihan

serta eksekusi.

2. Reuse

Memodelkan/menggunakan kembali pengetahuan dan informasi

kasus lama berdasarkan bobot kemiripan yang paling relevan ke dalam

kasus yang baru, sehingga menghasilkan usulan solusi dimana mungkin

diperlukan suatu adaptasi dengan masalah yang baru tersebut.

3. Revise

Meninjau kembali solusi yang diusulkan kemudian mengetesnya

pada kasus nyata (simulasi) dan jika diperlukan memperbaiki solusi

tersebut agar cocok dengan kasus yang baru.

4. Retain

Mengintegrasikan kasus baru yang telah berhasil mendapatkan

solusi agar dapat digunakan oleh kasus-kasus selanjutnya yang mirip

dengan kasus tersebut, tetapi Jika solusi baru tersebut gagal, maka

menjelaskan kegagalannya, memperbaiki solusi yang digunakan, dan

mengujinya lagi.

Empat proses masing-masing melibatkan sejumlah langkah-langkah spesifik, yang

dijelaskan pada Gambar 2.1

14

Gambar 2.1Tahapan Proses dalam Case Based Reasoning

(A. Aamodt & E. Plaza, 1994)

Pada saat terjadi permasalahan baru, pertama-tama sistem melakukan

proses retrieve. Proses retrieve melakukan dua langkah pemrosesan, yaitu

pengenalan masalah dan pencarian persamaan masalah pada database. Setelah

proses retrieve selesai dilakukan, selanjutnya sistem melakukan proses reuse. Di

dalam proses reuse, sistem menggunakan informasi permasalahan sebelumnya

yang memiliki kesamaan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru. Pada

proses reuse dilakukan penyalinan, penyeleksian, dan melengkapi informasi yang

digunakan. Selanjutnya pada proses revise, informasi tersebut dikalkulasi,

dievaluasi, dan diperbaiki kembali untuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang

terjadi pada permasalahan baru.

Pada proses terakhir, sistem melakukan proses retain. Proses retain

mengindeks, mengintegrasi, dan mengekstrak solusi yang baru tersebut kedalam

database. Selanjutnya, solusi baru itu disimpan di dalam basis pengetahuan

(knowledgebase) untuk menyelesaikan permasalahan yang akan datang. Tentunya,

permasalahan yang memiliki kesamaan.

15

2.4 Nearest Neighbor

Nearest Neighbor adalah pendekatan untuk mencari kasus dengan

menghitung kedekatan antara kasus baru dengan kasus lama, yaitu berdasarkan

pada pencocokan bobot dari sejumlah fitur yang ada.Misalkan diinginkan untuk

mencari solusi terhadap seorang pasien baru dengan menggunakan solusi dari

pasien terdahulu. Untuk mencari kasus pasien mana yang akan digunakan maka

dihitung kedekatan kasus pasien baru dengan semua kasus pasien lama. Kasus

pasien lama dengan kedekatan terbesar-lah yang akan diambil solusinya untuk

digunakan pada kasus pasien baru.

Gambar 2.2 Ilustrasi Kedekatan Kasus

Seperti tampak pada Gambar 2, terdapat dua pasien lama A dan B. Ketika

ada pasien Baru, maka solusi yang akan diambil adalah solusi dari pasien terdekat

dari pasien Baru. Seandainya d1 adalah kedekatan antara pasien Baru dan pasien

A, sedangkan d2 adalah kedekatan antara pasien Baru dengan pasien B. Karena d2

lebih dekat dari d1 maka solusi dari pasien B lah yang akan digunakan untuk

memberikan solusi pasien Baru.

Adapun rumus untuk melakukan penghitungan kedekatan antara dua kasus

adalah sebagai berikut:

𝑆𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑦 𝑇, 𝑆 = 𝑓 𝑇𝑖 ,𝑆𝑖 ∗ 𝑊𝑖𝑛

𝑖=1

𝑊𝑖…………………………………….(2.1)

dengan

T : kasus baru

S : kasus yagn ada dalam penyimpanan

n : jumlah atribut dalam masing-masing kasus

16

i : atribut individu antara 1 s/d n

f : fungsi similarity atribut i antara kasus T dan kasus S

w : bobot yang diberikan pada atribut ke i

Kedekatan biasanya berada pada nilai antara 0 s/d 1. Nilai 0 artinya kedua

kasus mutlak tidak mirip, sebaliknya untuk nilai 1 kasus mirip dengan

mutlak.Untuk memudahkan pemahaman diberikan kasus kemungkinan seorang

nasabah bank akan bermasalah dalam pembayarannya atau tidak, seperti tampak

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tabel Kasus

No Jenis

Kelamin

Pendidikan Agama Bermasalah

1 L S1 Islam Ya

2 P SMA Kristen Tidak

3 L SMA Islam Ya

Atribut Bermasalah merupakan atribut tujuan. Bobot antara satu atribut

dengan atribut yang lain pada atribut bukan tujuan dapat didefinisikan dengan

nilai berbeda. Sebagai contoh didefinisikan bobot untuk masing-masing atribut

seperti tampak pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Definisi Bobot Atribut

Atribut Bobot

Jenis Kelamin 0.5

Pendidikan 1

Agama 0.75

Kedekatan antara nilai-nilai dalam atribut juga perlu didefinikan. Sebagai

contoh dalam pembahasan ini, kedekatan nilai Atribut Jenis kelamin ditunjukkan

pada Tabel 2.3, kedekatan nilai Atribut Pendidikan ditunjukkan pada Tabel 2.4

dan kedekatan nilai Atribut Agama ditunjukkan pada Tabel 2.5.

17

Tabel 2.3Kedekatan Atribut Jenis Kelamin

Nilai 1 Nilai 2 Kedekatan

L L 1

P P 1

L P 0.5

P L 0.5

Tabel 2.4 Kedekatan Nilai Atribut Pendidikan

Nilai 1 Nilai 2 Kedekatan

S1 S1 1

SMA SMA 1

S1 SMA 0.4

SMA S1 0.4

Tabel 2.5 Kedekatan Nilai Atribut Agama

Nilai 1 Nilai 2 Kedekatan

Islam Islam 1

Kristen Kristen 1

Islam Kristen 0.75

Kristen Islam 0.75

Misalkan ada kasus nasabah baru dengan nilai atribut:

Jenis Kelamin : L

Pendidikan : SMA

Agama : Kristen

Dengan menggunakan tabel 2.2, tabel 2.3, tabel 2.4, dan tabel 2.5 maka

untuk kasus yang baru dapat dihitung kedekatanya dengan masing – masing kasus

yang ada pada tabel 2.1 :

a. Menghitung kedekatan kasus baru dengan kasus no 1

𝑆𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑡𝑦 = 1 ∗ 0.5 + 0.4 ∗ 1 + 0.75 ∗ 0.75

0.5 + 1 + 0.75=

1.4625

2.25= 0.625

18

b. Menghitung kedekatan kasus baru dengan kasus no 2

𝑆𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑡𝑦 = 0.5 ∗ 0.5 + 1 ∗ 1 + 0.75 ∗ 0.75

0.5 + 1 + 0.75=

1.8125

2.25= 0.8

c. Menghitung kedekatan kasus baru dengan kasus no 3

𝑆𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑡𝑦 = 1 ∗ 0.5 + 1 ∗ 1 + 0.75 ∗ 0.75

0.5 + 1 + 0.75=

2.0625

2.25= 0.9

Dari langkah a, b dan c dapat diketahui bahwa nilai tertinggi adalah kasus

3.Berarti kasus yang terdekat dengan kasus baru adalah kasus 3. Maka klasifikasi

dari kasus 3 yang akan digunakan untuk memprediksi kasus baru. Yaitu

kemungkinan nasabah baru akan Tidak Bermasalah.

2.5 System Development Life Cycle (SDLC)

System Development Life Cycle (SDLC) adalah sebuah model konseptual

yang digunakan dalam pengelolaan projek yang menggambarkan tahapan-tahapan

yang dilibatkan dalam projek pengembangan sistem informasi dari studi

kelayakan awal sampai maintenance dari aplikasi.

2.6 Metode Pengembangan Waterfall

Model waterfall adalah proses pengembangan perangkat lunak tradisional

yang umum digunakan dalam proyek – proyek perangkat lunak yang paling

pembangunan. Ini adalah model sekuensial, sehingga penyelesaian satu set

kegiatan menyebabkan dimulainya aktivitas berikutnya. Hal ini disebut waterfall

karena proses mengalir secara sistematis dari satu tahap ke tahap lainnya dalam

model ke bawah. Membentuk kerangka kerja untuk pengembangan perangkat

lunak.Beberapa varian darimodelada, setiap label yang berbeda menggunakan

untuk setiap tahap.Secara umum, bagaimanapun, model ini dianggap memiliki

enam tahap yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada model proses perangkat

lunak merupakan deskripsi sederhana dari proses perangkat lunak yang

menyajikan suatu pandangan dari proses tersebut(Sommerville, 2011).Model

proses mencakup kegiatan yang merupakan bagian dari proses perangkat lunak,

19

produk perangkat lunak, dan peran orang yang terlibat dalam rekayasa perangkat

lunak. Model waterfall memiliki tahapan - tahapan dalam proses nya, setiap

tahapan tersebut harus diselesaikan sebelum berlanjut ke tahap berikutnya.

Berikut tahapan yang ada dalam waterfall adalah (Sommerville, 2011):

Gambar 2.3Model Waterfal (Sommerville,2011)

Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam model proses SDLC:

1. Analisis dan Definisi Kebutuhan

Merupakan tahapan penetapan fitur, kendala dan tujuan sistem melalui

konsultasi dengan pengguna sistem. Semua hal tersebut akan ditetapkan

secara rinci dan berfungsi sebagai spesifikasi sistem.

2. Perancangan Sistem dan Perangkat Lunak

Dalam tahapan ini akan dibentuk suatu arsitektur sistem berdasarkan

persyaratan yang telah ditetapkan. Dan juga mengidentifikasi dan

menggambarkan abstraksi dasar sistem perangkat lunak dan hubungan-

hubungannya.

3. Implementasi dan Pengujian Unit

Dalam tahapan ini, hasil dari desain perangkat lunak akan direalisasikan

sebagai satu set program atau unit program. Setiap unit akan diuji apakah

sudah memenuhi spesifikasinya.

4. Integrasi dan Pengujian Sistem

20

Dalam tahapan ini, setiap unit program akan diintegrasikan satu sama lain

dan diuji sebagai satu sistem yang utuh untuk memastikan sistem sudah

memenuhi persyaratan yang ada. Setelah itu sistem akan dikirim ke

pengguna sistem.

5. Operasi dan Pemeliharaan

Dalam tahapan ini, sistem diinstal dan mulai digunakan. Selain itu juga

memperbaiki error yang tidak ditemukan pada tahap pembuatan. Dalam

tahap ini juga dilakukan pengembangan sistem seperti penambahan fitur

dan fungsi baru.

2.7 Normalisasi

2.7.1 Definisi Normalisasi

Proses normalisasi adalah proses pengelompokan data elemen menjadi

tabel-tabel yang menunjukkan entity dan relasinya. Normalisasi merupakan

sebuah teknik dalam logical desain sebuah basis data atau database, teknik

pengelompokkan atribut dari suatu relasi sehingga membentuk struktur relasi yang

baik (tanpa redudansi). Pada proses normalisasi dilakukan pengujian pada

beberapa kondisi apakah ada kesulitan pada saat menambah/menyisipkan,

menghapus, mengubah dan mengakses pada suatu basis data. Bila terdapat

kesulitan pada pengujian tersebut maka perlu dipecahkan relasi pada beberapa

tabel lagi atau dengan kata lain perancangan basis data belum optimal. Tujuan dari

normalisasi yaitu :

a. Menghilangkan kerangkapan data,

b. Mengurangi kompleksitas, dan

c. Mempermudah pemodifikasian data.

Sebuah tabel dikatakan baik (efisien) atau normal jika memenuhi 3 kriteria sbb:

1. Jika ada dekomposisi (penguraian) tabel, maka dekomposisinya harus

dijamin aman (Lossless-Join Decomposition). Artinya, setelah tabel

tersebut diuraikan / didekomposisi menjadi tabel-tabel baru, tabel-tabel

baru tersebut bisa menghasilkan tabel semula dengan sama persis.

2. Terpeliharanya ketergantungan fungsional pada saat perubahan data

(Dependency Preservation).

21

3. Tidak melanggar Boyce-Codd Normal Form (BCNF)

Jika kriteria ketiga (BCNF) tidak dapat terpenuhi, maka paling tidak tabel tersebut

tidak melanggar Bentuk Normal tahap ketiga (3rd Normal Form atau 3NF). Tabel

2.1 merupakan yang akan dilakukan proses normalisasi.

Tabel 2. 6 Tabel Unnormal

PNo PName ENo EName Jcode ChgHr Hrs

1 Alpha 101 John Doe NE $65 20

105 Jane Vo SA $80 15

110 Bob Lund CP $60 40

2 Beta 101 John Doe NE $65 20

108 Jeb Lee NE $65 15

106 Sara Lee SA $80 20

3 Omega 102 Beth Reed PM $125 20

105 Jane Vone SA $80 10

2.7.2 Bentuk – Bentuk Normalisasi

1. Bentuk Normal Tahap Pertama (1st Normal Form atau 1NF)

Suatu relasi dikatakan sudah memenuhi bentuk normal ke satu

(1NF) bila data bersifat atomic yaitu setiap irisan baris dan kolom hanya

mempunyai satu nilai data. Tabel 2.6 dapat diubah menjadi bentuk normal

tahap pertama (1NF) dengan menambahkan PNo dan PName di setiap

baris sehingga akan terbentuk tabel 2.7

Tabel 2. 7 Tabel 1NF

PNo Pname ENo Ename Jcode ChgHr Hrs

1 Alpha 101 John Doe NE $65 20

1 Alpha 105 Jane Vo SA $80 15

1 Alpha 110 Bob Lund CP $60 40

2 Beta 101 John Doe NE $65 20

22

2 Beta 108 Jeb Lee NE $65 15

2 Beta 106 Sara Lee SA $80 20

3 Omega 102 Beth Reed PM $125 20

3 Omega 105 Jane Vone SA $80 10

2. Bentuk Normal Tahap Kedua (2st Normal Form atau 2NF)

Bentuk normal kedua yaitu dengan melakukan dekomposisi tabel

2.7 menjadi beberapa relasi dengan mencari kandidat primary key. Syarat

bentuk normal tahap kedua yaitu sudah memenuhi dalam bentuk normal

kesatu (1NF), semua atribut bukan kunci hanya boleh tergantung

(functional dependency) pada atribut kunci. Jika ada ketergantungan

parsial maka atribut tersebut harus dipisah pada tabel yang lain. Perlu ada

tabel penghubung ataupun kehadiran foreign key bagi atribut-atribut yang

telah dipisah tadi. Dari kandidat key, akan ditentukan functional

dependency yang bertujuan untuk mensyaratkan nilai himpunan atribut

tertentu dengan menentukan nilai himpunan atribut lainya secara unik.

Kandidat key dari tabel tersebut yaitu PNo dan ENo.

Gambar 2. 4 Diagram Functional Dependency

Fungsional dependncynya sebagai berikut :

PNo PName (fd 1)

ENo {EName,JCode,ChgHr} (fd 2)

{PNo,ENo} Hrs (fd 3)

Dari tiga fungsional dependency akan dibentuk relasi diagram baru seperti gambar

2.5

23

Gambar 2. 5 Digram 2NF

Dari gambar 2.5 akan dibentuk tiga buah tabel 2NF yaitu tabel Project, Charge,

dan Employee sebagai berikut

Tabel 2. 8 Project

PNo PName

1 Alpha

2 Beta

3 Omega

24

Tabel 2. 9 Charge

PNo ENo Hrs

1 101 20

1 105 15

1 110 40

2 101 20

2 108 15

2 106 20

3 102 20

3 105 10

Tabel 2. 10 Employee

ENo EName JCode ChgHr

101 John Doe NE $65

102 Beth Reed PM $125

105 Jane Vo SA $80

106 Sara Lee SA $80

108 Jeb Lee NE $65

110 Bob Lund CP $60

3. Normalisasi Tahap Ketiga (3st Normal Form atau 3NF)

Untuk bentuk normal ketiga, setiap relasi harus ketergantungan

penuh pada primary key atau tidak ada ketergantungan transitif (dimana

atribut bukan kunci tergantung pada atribut bukan kunci lainnya) dan

harus bentuk normal kedua (2NF). Pada Tabel 2.10 masih terdapat

transive depency dimana atribut bukan kunci yaitu ChgHr masih

ketergantungan dengan atribut bukan kunci lainya yaitu JCode. Sehingga

untuk membentuk normalisasi tahap ketiga, dari tabel 2.10 akan

dikomposisi menjadi 2 buah tabel yaitu tabel 2.11 dan tabel 2.12.

Tabel 2. 11 Job

JCode ChgHr

NE $65

PM $125

SA $80

CP $60

Tabel 2. 12 Employee

ENo EName JCode

101 John Doe NE

102 Beth Reed PM

105 Jane Vo SA

106 Sara Lee SA

108 Jeb Lee NE

110 Bob Lund CP

Gambar 2.6 merupakan diagram 3NF, dari gambar 2.6 dapat dibuat tabel-tabel

hasil normalisasi tahap ketiga (3NF).

25

Gambar 2. 6 Diagram 3NF

Dari hasil normalisasi tahap ketiga (3NF), terbentuk 4 buah tabel yaitu tabel 2.8

Projetct, tabel 2.9 Charge, tabel 2.11 Job, dan tabel 2.12 Employee.

2.7 Tinjauan Studi

Terdapat beberapa penilitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan

Case Base Reasoning sebagai metode sistem pendukung keputusan diantaranya :

a. Pembangunan Aplikasi Trevel Recommender Dengan Metode Case

Base Reasoning (Uung Ungkawa, Dewi Rosmala, Fanny Aryanti,

2013).Pada penelitian ini diimplementasikan metode CBR untuk

membantu perekomendasian wisata. .Kasus-kasus yang dipergunakan

dalam sistem diperoleh dari beberapa sumber data real tentang objek

wisata di Jawa Barat. Sistem akan memberikan keluaran berupa jenis

objek wisata yang direkomendasikan serta perkiraan biaya akomodasi

yang didasarkan pada kemiripan kasus baru dengan pengetahuan yang

dimiliki sistem. Berdasarkan pengujian Aplikasi Travel Recommender

dapat memberikan rekomendasi wisata berdasarkan rencana wisata

sebelumnya dengan tingkat keberhasilan 60% dan kegagalan 40%.

26

b. Sistem Berbasis Kasus Untuk Diagnosis Penyakit Melalui Hasil

Pemeriksaan Laboratorium (Lusiana Indriasari Sagita, Sri

Kusumadewi, 2009). Penelitian ini bertujuan membuat suatu sistem

berbasis kasus untuk diagnosis penyakit melalui hasil pemeriksaan

laboratorium dengan menggunakan model penalaran Case Based

Reasoning (CBR). Sistem berbasis kasus untuk diagnosis penyakit melalui

pemeriksaan laboratorium merupakan sistem yang dapat menentukan

suatu keputusan mengenai diagnosis penyakit melalui hasil pemeriksaan

laboratorium dengan menggunakan metode CBR. Selain diagnosis

penyakit, sistem akan memberikan informasi penyebab tinggi rendahnya

suatu nilai penyakit, sistem akan memberikan informasi penyebab tinggi

rendahnya suatu nilai pemeriksaan dan solusi terapinya. Dengan aplikasi

ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih untuk melakukan

diagnosis penyakit dan proses rekam medik pasien.

c. Sistem Pakar Menentukan Kerusakan Televisi Dengan Metode Case

Based Reasoning (Nur Hidayah, 2015). Penelitian ini bertujuan

membuat sistem ini semoga dapat membantu masyarakat dalam

mendiagnosa kerusakan televisi mereka . Dalam hal ini mereka tidak

perlu repot-repot untuk memanggil reparasi atau membawaketempat

reparasi televisi. Disini penulis memberikan solusu-solusinya untuk

menyelesaikan masalahmasalah yang timbul pada televisi yang sering

muncul. Dalam penelitian ini peulis juga memberikan cara perawatan –

perwawan Televisi. Dengan menggunakan metode Case Based Reasoning

dapat diterapkan dalam pembuatan aplikasi sistem pakar mendeteksi

kerusakan Televisi sehingga membantu masyarakat awam dalam

memperbaiki kerusakan Televisi.