BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · 1 liter ASI yang berkualitas, diperlukan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · 1 liter ASI yang berkualitas, diperlukan...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI)
Air susu ibu (ASI) adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu
melalui proses menyusui. Air susu ibu merupakan makanan yang telah disiapkan untuk
calon bayi saat ia pada masa kehamilan. Pada masa kehamilan ibu, hormon tertentu
merangsang payudara untuk memperbanyak saluran-saluran air susu dan kelenjar-kelenjar
air susu. Air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai
nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun
susu hewan seperti sapi, susu kerbau dan lain-lainnya. Air susu ibu sangat menguntungkan
ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan, ekonomi maupun sosio-psikologis.
Air susu ibu merupakan makanan terbaik ciptaan Tuhan yang diperuntukkan bagi bayi
yang baru dilahirkan. Makanan-makanan tiruan bagi bayi yang diramu menggunakan
teknologi masa kini, ternyata tidak mampu menandingi keunggulan ASI. Sebab ASI,
mempunyai nilai gizi paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh
manusia ataupun susu yang berasal dari hewan, seperti susu sapi, kerbau, atau kambing
(Khasanah, 2011).
2.2 Pengertian ASI Eksklusif
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang
bersifat alamiah. Air susu ibu mengandung zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI diberikan kepada bayi karena mengandung
banyak manfaat dan kelebihan. Diantaranya adalah menurunkan risiko terjadinya penyakit
infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernapasan, dan
10
infeksi telinga. ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi
seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, asma, dan eksim. Selain itu ASI dapat pula
meningkatkan IQ dan EQ anak. Menyusi anak bisa menciptakan ikatan psikologis dan
kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi merasa terlindung dalam dekapan
ibunya, mendengar langsung degup jantung ibu, serta merasakan sentuhan ibu saat disusui
olehnya. Pedoman internasional menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif selama 6
bulan pertama. Hal tersebut didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya
tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberikan semua energi
dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan oleh bayi selama 6 bulan pertama setelah kelahirannya.
Yang dimaksud dengan pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6
bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih,
serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan
nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat. WHO, UNICEF, dan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia melalui SK Menkes No. 450/Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April
2004 telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Dalam
rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan,
dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama.
Selanjutnya demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan
pendamping ASI dan ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih (Prasetyono, 2009).
2.3 Jenis ASI Berdasarkan Waktu Produksi
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 jenis. Diantaranya
adalah sebagai berikut (Roesli, 2000, Khasanah, 2011) :
11
1. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan khusus yang disekresikan pada hari pertama
sampai ketiga kelahiran bayi. Cairan ini encer dan berwarna kuning-putih dan
seringkali menyerupai darah daripada susu. Kolostrum mengandung sel hidup
yang menyerupai “sel darah putih” yang dapat membunuh kuman penyakit.
Kolostrum merupakan pencahar yang ideal yang berguna untuk membersihkan
zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan
saluran pencernaan makanan bayi. Kolostrum lebih banyak mengandung protein
dibandingkan ASI yang matang. Kolostrum keluar pada hari pertama sampai
hari ke empat dengan komposisi yang selalu berubah dari hari ke hari. Jumlah
kolostrum yang dikeluarkan sangat bervariasi berkisar 10-100 ml/hari dengan
rata-rata sekitar 30 ml atau sekitar 3 sendok makan.
2. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
ASI masa transisi adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum
menjadi ASI matang. ASI transisi diproduksi pada hari keempat hingga keempat
belas. Pada tahap ini, kadar protein berkurang sedangkan kadar karbohidrat dan
lemak serta volume ASI semakin meningkat.
3. ASI Matang (mature)
ASI matang adalah ASI yang diproduksi sejak hari keempat belas, dan
seterusnya. Pada tahapan ini, volume ASI mulai normal. ASI matang merupakan
nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai
usia 6 bulan. Setelah 6 bulan, ASI tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi sehingga mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI.
12
2.4 Komposisi Air Susu Ibu
ASI mengandung nutrisi lengkap yang dibutuhkan oleh bayi (Suhardjo, 1992) yang
terdiri dari :
1. Kolostrum
Segera setelah melahirkan air susu ibu yang keluar berwarna kekuningkuningan,
kental dan agak lengket. Air susu ini disebut kolostrum dan ini diproduksi dalam
masa kira-kira seminggu pertama. Kemudian setelah itu air susu yang
diproduksi berwarna putih. Kolostrum berbeda dengan air susu ibu yang
berwarna putih dalam hal :
a. Lebih banyak protein
b. Lebih banyak immunoglobulin A dan laktoferrin dan juga sel-sel darah putih
yang berperan penting dalam mencegah timbulnya infeksi penyakit.
c. Kurang dalam hal lemak dan laktose
d. Lebih banyak vitamin A
e. Lebih banyak natrium dan seng
2. Protein
Kandungan protein air susu ibu sepertiga dari susu sapi. Hampir semua protein
dari susu sapi berupa kasein dan hanya sedikit berupa “soluble whey protein”.
Kasein membentuk gumpalan liat dalam perut bayi. Air susu ibu mengandung
total protein lebih rendah tetapi lebih banyak “soluble whey protein”. Whey
membentuk gumpalan lebih lunak yang lebih mudah dicernakan dan diserap.
13
3. Lemak
Sekitar separuh dari energi air susu ibu berasal dari lemak yang mudah diserap
dibandingkan dengan susu sapi. Hal ini karena adanya enzim lipase dalam ASI.
Kandungan lemak total ASI bervariasi antara ibu satu dengan lainnya dari satu
fase laktasi ke fase lainnya. Air susu yang pertama keluar selama menyusui
disebut susu awal (foremilk). Cairan ini mengandung kira-kira 1-2 persen lemak
dan tampak encer. Air susu encer ini membantu memberikan kepuasan kepada
bayi yang merasa haus waktu mulai minum air susu ibu. Air susu berikutnya
disebut susu akhir (hindmilk) yang mengandung lemak paling sedikit tiga atau
empat kali lebih banyak daripada susu mula. Ini memberi hampir seluruh energi,
oleh karena itu merupakan hal yang sangat penting bahwa bayi harus
mendapatkan susu akhir tersebut.
4. Laktose
Zat gizi ini merupakan komponen utama karbohidrat dalam air susu ibu. Jumlah
laktose dalam ASI tidak banyak bervariasi antara ibu-ibu yang menyusui.
Dibandingkan dengan susu sapi, kandungan laktose dalam ASI lebih banyak.
Disamping merupakan sumber energi yang mudah dicerna, beberapa laktose
diubah menjadi asam laktat. Asam ini membantu mencegah pertumbuhan
bakteri yang tak diinginkan dan mungkin membantu dalam penyerapan kalsium
dan mineral-mineral lainnya.
5. Mineral
Susu ibu mengandung sedikit kalsium dibandingkan dengan susu sapi, tetapi
karena kalsium ASI mudah diserap maka kalsium ASI cukup dapat memenuhi
14
kebutuhan bayi. Dalam kedua macam air susu itu kandungan zat besinya rendah.
Namun sekitar 71,5 persen besi dalam ASI dapat diserap, sedangkan dari bahan
makanan lainnya hanya 5-10 persen. Selain itu simpanan besi pada bayi sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhannya selama bulan-bulan pertama dalam
hidupnya. Air susu ibu juga mengandung natrium, kalium, fosfor, dan khlor
yang lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi, tetapi dengan jumlah itu
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
6. Vitamin
Apabila makanan ibu cukup seimbang, maka vitamin-vitamin yang dibutuhkan
bayi selama 4-6 bulan pertama dapat dipenuhi dari air susu ibu. Hanya dijumpai
sedikit vitamin D dalam lemak ASI, namun bagi bayi yang mendapatkan air
susu ibu dalam periode yang cukup, jarang menderita riketsia selama
memperoleh sinar matahari yang cukup. Akhir-akhir ini fraksi vitamin D yang
larut dalam air ditemukan. Fungsi substansi ini masih terus dipelajari, namun
diperkirakan bahwa zat tersebut merupakan suplemen vitamin D dalam lemak.
Jumlah vitamin, vitamin A dan vitamin C bervariasi tergantung pada makanan
ibunya.
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Proses menyusui selama awal minggu pertama merupakan masa kritis yang
menentukan produksi ASI. Keberhasilan menyusui dipengaruhi oleh kondisi sebelum
kehamilan dan saat menyusu. Kondisi sebelum kehamilan itu sendiri, juga ditentukan oleh
perkembangan payudara saat lahir maupun saat pubertas. Keberhasilan menyusui
15
tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI (Siregar, 2004,
Khasanah, 2011) diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak
secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan.
Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila
sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak
mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-
kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan
sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI (Siregar,
2004). Ibu membutuhkan kalori tambahan 300-500 kalori per hari untuk
memproduksi ASI. Ibu yang menyusui diajurkan makan dalam porsi yang lebih
banyak dari biasanya. Ibu juga dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan
yang berlemak tinggi dan mengandung gula dan minuman bersoda. Unsur gizi
dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi
ditambah 1 butir telur. Jadi, diperlukan energi yang sama dengan jumlah energi
yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar ibu menghasilkan
1 liter ASI yang berkualitas, diperlukan makanan tambahan di samping untuk
keperluan diri ibu sendiri, yaitu sama dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.
Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tambahan makanan,
maka akan terjadi kemunduran dalam produksi ASI. Terlebih, jika pada masa
kehamilan ibu, juga mengalami kekurangan gizi. Oleh karena itu, tambahan
makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui mutlak diperlukan. Di
16
samping bahan makanan sumber protein, seperti ikan, telur dan kacang-
kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin
kadar berbagai vitamin dalam ASI.
2. Frekuensi Menyusui
Frekuensi menyusui dapat mempengaruhi produksi ASI. Semakin sering
menyusui, akan semakin meningkatkan produksi ASI. Oleh karena itu, berikan
ASI sesering mungkin sesuai keinginan bayi. Berdasarkan hasil penelitian,
produksi ASI akan optimal ketika ibu menyusui bayinya 8 kali atau lebih per
hari selama 1 bulan awal menyusui.
3. Menyusui Sesuai Keinginan Bayi
Menyusui yang tidak dijadwal atau menyusui sesuai keinginan bayi, ternyata
dapat meningkatkan produksi ASI pada 2 minggu pertama. Hal ini menunjukkan
bahwa produksi ASI lebih dipengaruhi oleh kebutuhan bayi dibandingkan
kapasitas ibu untuk memproduksi ASI. Artinya, ASI akan diproduksi sesuai
kebutuhan bayi.
4. Keadaan Psikologis Ibu
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Saat menyusui, seorang
ibu memerlukan ketenangan pikiran dan sebaliknya jauh dari perasaan tertekan
(stress) karena akan berpengaruh terhadap produksi ASI dan kenyamanan bayi
saat menyusu. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa
tertekan mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya. Terkadang ibu merasa
tidak percaya diri karena ASI-nya kurang. Ditambah lagi pendapat dan saran
yang salah dari orang lain menyebabkan ibu cepat berubah fikiran dan menjadi
17
stres. Akibatnya, bisa menekan refleks sehingga ASI tidak berproduksi dengan
baik.
5. Pengaruh Sarana Kesehatan
Tempat melahirkan diduga berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif oleh
ibu kepada bayinya. Ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan yang
menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui mempunyai
kesempatan yang besar untuk memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini
berkaitan dengan diterapkannya 10 langkah menuju keberhasilan menyusui di
fasilitas kesehatan. Tetapi banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang
kurang baik terhadap kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan
di rumah sakit atau klinik bersalin yang tidak menerapkan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui. Sebab, melahirkan di rumah sakit lebih menitikberatkan
pada upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, dan ibu maupun
anaknya berada dalam keadaan selamat dan sehat, sementara masalah
pemberian ASI kurang mendapat perhatian. Makanan pertama yang diberikan,
justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak
mendidik pada ibu, dan ia selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih baik dari
ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin
dipasang gambar atau poster-poster yang memuji penggunaan susu formula.
6. Penggunaan Alat Kontrasepsi yang Mengandung Estrogen dan Progesteron
Kontrasepsi pil tidak dianjurkan digunakan untuk ibu yang melakukan program
ASI eksklusif. Hal ini karena kontrasepsi pil mengandung hormon estrogen yang
dapat mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi
18
ASI secara keseluruhan. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah kontrasepsi dalam
rahim yaitu IUD atau spiral. Karena IUD dapat merangsang uterus ibu sehingga
secara tidak langsung dapat meningkatkan kadar hormon oksitosin, yaitu
hormon yang dapat merangsang produksi ASI.
2.6 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif
- Manfaat Bagi Bayi
Menurut Roesli (2000) manfaat ASI pada bayi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai nutrisi terbaik karena sumber gizi yang ideal dengan komposisi
seimbang yang sesuai dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhan.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh, karena mengandung berbagai zat antibodi
yang mencegah terjadinya infeksi.
3. Meningkatkan kecerdasan, karena ASI mengandung asam lemak (DHA,
AA/Arachidonic Acid, omega-3, omega-6) yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak.
4. Meningkatkan jalinan kasih sayang.
5. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.
6. Bayi yang menyusu pada ibunya, pertumbuhan gigi gerahamnya lebih baik.
7. Buah dada ibu telah diciptakan sedemikian rupa sehingga waktu bayi
menghisap, kemungkinan bayi akan tersedak lebih kecil.
- Manfaat Bagi Ibu
Adapun menurut Roesli (2000) manfaat ASI eksklusif pada ibu bila memberikan
ASI eksklusif yaitu:
1. Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi.
19
2. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena pada ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan
pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.
3. Mempercepat pemulihan kesehatan.
4. Menjarangkan kehamilan karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang
aman, murah dan cukup berhasil.
5. Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat
membantu rahim ke ukuran semula seperti sebelum hamil.
6. Lebih cepat langsing kembali karena menyusui membutuhkan energi maka
tubuh akan mengambil lemak dari lemak yang tertimbun selama hamil.
7. Mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara.
8. Lebih ekonomis dan murah karena dapat menghemat pengeluaran untuk susu
formula.
9. Tidak merepotkan dan hemat waktu karena ASI dapat diberikan dengan segera
tanpa harus menyiapkan atau memasak air.
10. Portabel dan praktis karena mudah dibawa kemana-mana sehingga saat
berpergian tidak perlu membawa berbagai alat untuk menyusui.
11. Memberi ibu kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam karena
telah berhasil memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
- Manfaat Bagi Keluarga
Prasetyono (2009) menyebutkan beberapa hal yang menjadi keuntungan bagi
keluarga dengan memberikan ASI eksklusif yaitu:
1. Menyusui menciptakan suasana hangat dan harmonis
20
2. Kedekatan bayi dan ibu yang terus menerus akan menjadi dasar yang kuat
3. Membangun hubungan psikososial yang kuat dalam keluarga
4. Hemat dan mengurangi biaya pengobatan karena bayi jarang sakit
5. Tidak memerlukan dana khusus
6. Keluarga menjadi bahagia karena ibu dan anak sehat
- Manfaat Bagi Negara
Pemberian ASI akan dapat menghemat pengeluaran negara untuk pemberian susu
formula, perlengkapan menyusui serta biaya menyiapkan susu. Menyusui juga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi serta mengurangi subsidi rumah sakit
untuk perawatan ibu dan anak, sehingga menciptakan generasi penerus bangsa yang
tangguh dan berkualitas untuk membangun negara (Roesli, 2009).
- Manfaat ASI Bagi Lingkungan
ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi udara. Dengan hanya
memberi ASI manusia tidak memerlukan kaleng susu, karton dan kertas pembungkus,
botol plastik dan dot karet. Karena untuk membuat ASI tidak memerlukan pabrik yang
mengeluarkan asap dan tidak memerlukan alat trasportasi (Roesli, 2009).
2.7 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
Lawrence Green (1980) menganalisis determinan perilaku kesehatan dan
menyebutkan ada 3 faktor yang menjadi penyebab perilaku yaitu faktor predisposisi,
faktor pemungkin, dan faktor penguat. Setiap faktor tersebut memiliki pengaruh yang
berbeda terhadap perilaku.
21
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang menjadi
dasar atau motivasi bagi perilaku. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan faktor demografi seperti usia,
pendidikan dan pekerjaan.
2. Faktor pemungkin (enabling factors) mencakup berbagai keterampilan dan
sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya
meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan berbagai sumber daya,
biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka, dan keterampilan petugas
kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat
bergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor penguat terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
22
Gambar. 2.1
Teori Determinan Perilaku menurut Green (1980)
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Keyakinan
Nilai
Sikap
Variabel Demografi
Faktor Penguat
Keluarga
Teman
Guru
Majikan
Tenaga Kesehatan
Masyarakat
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sumber daya
kesehatan
Aksesbilitas sumber daya
kesehatan (biaya, jarak,
transportasi, jam buka)
Komitmen masyarakat /
pemerintah terhadap kesehatan
Keterampilan petugas
kesehatan
Perilaku Spesifik
23
2.7.1 Umur Ibu
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Umur sangat
menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan
nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun
masih belum matang dan belum siap dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi
kehamilan, serta persalinan. Sedangkan ibu yang berumur 20-30 tahun disebut masa
dewasa, dimana pada masa ini diharapkan telah mampu memecahkan masalah yang
dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, nifas
dan merawat bayinya nanti, serta keterpaparan mengenai informasi ASI eksklusif
cenderung lebih besar. Sedangkan pada usia >30 tahun informasi yang didapat kurang,
karena pada usia tersebut sebagian besar ibu dianjurkan tidak hamil lagi untuk mencegah
terjadinya komplikasi (Depkes RI, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Sariyanti (2015)
menunjukkan bahwa umur berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,022),
dengan proporsi responden yang berumur 20 – 30 tahun pada pemberian ASI eksklusif
sebesar 62,9% sedangkan responden yang berumur <20 dan >30 tahun pada pemberian
ASI eksklusif sebesar 30,6%.
2.7.2 Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di
luar rahim. Semakin banyak anak yang dilahirkan akan mempengaruhi produkvitias ASI
karena berhubungan dengan status kesehatan ibu dan kelelahan. Pikiran, perasaan dan
sensasi seorang ibu sangat mempengaruhi peningkatan atau penghambat pengeluaran
oksitosin yang sangat berperan dalam pengeluaran ASI (Roesli, 2005). Menurut Neil, WR
yang dikutip oleh Ramadani (2009), jumlah persalinan yang pernah dialami memberikan
24
pengalaman pada ibu dalam memberikan ASI kepada bayi. Penelitian di Brazil
menyebutkan bahwa paritas mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif, yaitu ibu
dengan paritas 1 (primipara) mempunyai kecenderungan mengalami permasalahan dalam
menyusui bayi yang dilahirkannya, masalah yang paling sering muncul adalah puting susu
yang lecet akibat kurangnya pengalaman yang dimiliki atau belum siap menyusui secara
fisiologis (Venancio, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Ida (2012) bahwa paritas
berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,043), dengan proporsi responden
yang mempunyai paritas lebih dari 1 kali pada pemberian ASI eksklusif sebesar 31,4%
sedangkan responden yang mempunyai paritas 1 kali pada pemberian ASI eksklusif
sebesar 16,4%.
2.7.3 Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah segala upaya yang di rencanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan, sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi
pendidikan dibidang kesehatan (Lawrence Green: 1980 dalam Notoatmodjo 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), Tingkat pendidikan seseorang akan membantu orang
tersebut untuk lebih mudah menangkap dan memahami suatu informasi. Mereka yang
berpendidikan tinggi akan berbeda dengan mereka yang berpendidikan rendah. Tingkat
pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi
pengetahuan baru khususnya hal-hal yang berhubungan dengan ASI Eksklusif. Hasil
penelitian (Anggriani, 2013) menunjukkan ada hubungan bermakna antara tingkat
pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,024), dengan proporsi responden yang
25
berpendidikan tinggi pada pemberian ASI eksklusif sebesar 44,4%, sedangkan responden
yang berpendidikan rendah pada pemberian ASI eksklusif sebesar 20,4%.
2.7.4 Pekerjaan Ibu
Bagi ibu yang bekerja, upaya pemberian ASI eksklusif sering kali mengalami
hambatan lantaran singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan. Sebelum pemberian ASI
eksklusif berakhir secara sempurna, dia harus kembali bekerja. Kegiatan atau pekerjaan
ibu sering kali dijadikan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, terutama yang
tinggal di perkotaan (Prasetyono, 2009). Di kota besar ada kecendrungan makin banyak
ibu yang tidak memberi ASI pada bayi nya dengan alasan ibu bekerja. Walaupun
sebenarnya ibu bekerja dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya bila ibu tersebut
memiliki pengetahuan tentang menyusui, memerah ASI serta menyimpan ASI
(Soetjiningsih, 1997). Peningkatan jumlah angkatan kerja wanita ini menyebabkan banyak
ibu yang harus meninggalkan bayi sebelum usia 6 bulan karena masa cuti sudah habis
(Depkes, 2005). Hasil penelitian (Madani, 2013) menunjukkan ada hubungan bermakna
antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,001), dengan proporsi responden
yang tidak bekerja pada pemberian ASI eksklusif sebesar 41,5%, sedangkan responden
yang bekerja pada pemberian ASI eksklusif sebesar 9,8%.
2.7.5 Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over
26
Behavior). Pengalaman penelitian menyatakan ternyata perilaku yang disadari oleh
pengetahuan lebih baik dari pada perilaku yang tidak disadarai oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Septia (2012) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,003),
dengan proporsi responden yang berpengetahuan baik pada pemberian ASI eksklusif
sebesar 38,9% sedangkan ibu yang berpengetahuan kurang pada pemberian ASI eksklusif
sebesar 11,8%.
2.7.6 Sikap Ibu terhadap ASI Eksklusif
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek dan manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku
(Notoatmodjo, 2007). Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau pengalaman,
penyuluhan tentang ASI dan seluk beluknya dari orang lain, maupun dari buku - buku
bacaan dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu tersebut harus menyusui. Sikap
seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan memberikan sikap
negatif terhadap ASI, jika pengetahuan tentang hal itu kurang (Haryati, 2006). Ibu yang
berhasil menyusui anak sebelumnya dengan pengetahuan dan pengalaman cara pemberian
ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan
menyusui pada masa lalu akan mempengaruhi sikap seorang ibu terhadap penyusuan
sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam diri ibu dalam menyusui
anaknya. Pengetahuan tentang ASI, nasehat, pengalaman, penyuluhan, bacaan, pandangan
dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu yang positif
27
terhadap menyusui (Depkes RI, 2005). Penelitian Rubinem (2012) menunjukkan
hubungan bermakna antara sikap dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,01), dengan
proporsi responden yang positif pada pemberian ASI eksklusif sebesar 34,7% sedangkan
responden dengan sikap negatif pada pemberian ASI eksklusif sebesar 11,8%.
2.7.7 Pendapatan Keluarga
Tingkat ekonomi dalam kehidupan sosial memegang peranan penting karena
tingkat ekonomi sosial yang baik atau cukup akan memberi kemudahan akses terhadap
pelayanan dan fasilitas kesehatan serta tingkat konsumsi makan bergizi dalam keluarga
yang berkaitan dengan produksi dan kualitas pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui
sedangkan jika keluarga memiliki tingkat ekonomi sosial yang rendah akan
mengakibatkan kurangnya daya beli untuk mencukupi kebutuhan keluarga, hal ini akan
berdampak kurangnya tingkat kecukupan gizi dan produksi ASI bagi ibu menyusui
(Depkes RI, 2005). Hasil penelitian Fatmawati (2013) menunjukkan terdapat hubungan
status ekonomi dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,041), dengan proporsi responden
yang mempunyai status ekonomi tinggi pada pemberian ASI eksklusif sebesar 24,2%
sedangkan responden yang mempunyai status ekonomi rendah pada pemberian ASI
eksklusif sebesar 10,5%.
2.7.8 Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi menyusu segera
setelah lahir. Bayi diletakkan diatas perut ibunya sehingga terjadi kontak kulit langsung
dengan kulit ibunya setidaknya dalam satu jam segera setelah lahir dengan cara bayi
merangkak mencari payudara. Pada jam pertama, bayi berhasil menemukan payudara ibu
yang merupakan awal hubungan menyusui antara bayi dan ibunya, yang akhirnya
28
berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi. IMD dapat melatih motorik bayi, dan
sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan bayi. Untuk
melakukan IMD, dibutuhkan waktu, kesabaran, serta dukungan dari keluarga (Roesli,
2008). Cara bayi melakukan inisisiasi menyusu dini ini dinamakan the breast crawl atau
merangkak mencari payudara. Berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan, proses IMD ini menjadi salah satu faktor penentu keberhasilannya. Dengan
mempraktekkan IMD, maka produksi ASI akan terstimulasi sejak dini, sehingga tidak ada
lagi alasan “ASI kurang”, atau “ASI tidak keluar” yang seringkali menjadi penghambat
ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan. (Depkes RI,
2008). Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI-nya sehingga
tidak merasa perlu untuk memberikan makanan/minuman apapun kepada bayi karena bayi
bisa nyaman menempel pada payudara ibu segera setelah lahir (Fikawati S, 2009).
Penelitian Ida (2012) menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara IMD dengan
pemberian ASI eksklusif (p = 0,024), proporsi responden yang melakukan IMD pada
pemberian ASI eksklusif sebesar 36,7% sedangkan responden yang tidak melakukan IMD
pada pemberian ASI eksklusif sebesar 19,6%.
2.7.9 Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya adalah
suatu kegiatan baik bersifat emosional maupun psikologis yang diberikan kepada ibu
menyusui dalam memberikan ASI. Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat
atau penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia
harus menyusui sendiri bayinya (Lubis, 2000). Dari semua dukungan bagi ibu menyusui
dukungan suami adalah dukungan yang berarti bagi ibu. Suami dapat berperan aktif dalam
29
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan secara
emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti mengganti popok dan lain-lain (Roesli,
2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Septia (2012) menunjukkan terdapat
hubungan dukungan keluarga baik dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,005), dengan
proporsi responden dengan dukungan keluarga baik pada pemberian ASI eksklusif sebesar
40,4% sedangkan responden yang kurang mendapat dukungan keluarga pada pemberian
ASI eksklusif sebesar 8,3%.
2.7.10 Dukungan Petugas Kesehatan
Semua fasilitas kesehatan memiliki peranan penting untuk mendukung menyusui.
Tidak hanya unit perawatan persalinan yang memiliki tanggung jawab. Petugas kesehatan
bisa berbuat banyak untuk mendukung dan mendorong wanita yang ingin menyusui
bayinya. Bila petugas tidak secara aktif mendukung menyusui, maka mereka mungkin
secara tidak sengaja telah menghalanginya (Depkes RI, 2009). Setiap kontak yang dimiliki
seorang petugas kesehatan dengan seorang ibu adalah merupakan kesempatan untuk
mendorong dan mempertahankan menyusui. Saat menimbang bayi, penting sekali
mendiskusikan tentang menyusui (Roesli, 2001). Penelitian Rubinem (2012)
menunjukkan hubungan bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian
ASI eksklusif (p = 0,004), dengan proporsi responden yang mendapat dukungan petugas
kesehatan pada pemberian ASI eksklusif yaitu 33,9% sedangkan responden yang kurang
mendapat dukungan petugas kesehatan pada pemberian ASI eksklusif yaitu 7,3%.