BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali...

52
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak diatas tanah dasar yang telah mendapatkan pemadatan, yang berfungsi memikul beban lalu lintas kemudian menyebarkan beban, baik kearah horizontal maupun vertical dan akhirnya meneruskan beban ke tanah dasar ( subgrade) sehingga beban pada tanah dasar tidak melampaui daya dukung tanah yang diijinkan. Lapis perkerasan suatu jalan terdiri dari satu ataupun beberapa lapis material batuan dan bahan ikat. Bahan batuan dapat terdiri dari berbagai fraksi batuan yang direncanakan sedemikian sehingga memenuhi persyaratan yang dituntut. 2.2 Jenis Perkerasan Jalan Secara umum konstruksi perkerasan Jalan dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu : 2.2.1 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan lentur adalah perkerasan yang berupa aspal sebagai bahan pengikatnya dan sebagai lapisan permukaannya. lapisan-lapisan diletakkan diatas tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga nantinya akan tercapai kestabilan dan dapat dikatakan bahwa kekuatan dan keawetan dari lapisan tersebut dalam perkerasan jalan sangatlah ditentukan oleh sifat daya dukung tanah dasar. Pada bagian lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah memberi kekuatan yang besar dalam memikul beban karena penyebaran beban yang relatif kecil dari perkerasan lentur itu sendiri. Struktur perkerasan lentur terdiri atas : Lapisan Permukaan (surface), Lapisan Pondasi Atas (base), Lapisan Pondasi Bawah (subbase), Lapisan Tanah Dasar (subgrade).

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak diatas tanah dasar

yang telah mendapatkan pemadatan, yang berfungsi memikul beban lalu

lintas kemudian menyebarkan beban, baik kearah horizontal maupun vertical

dan akhirnya meneruskan beban ke tanah dasar (subgrade) sehingga beban

pada tanah dasar tidak melampaui daya dukung tanah yang diijinkan. Lapis

perkerasan suatu jalan terdiri dari satu ataupun beberapa lapis material batuan

dan bahan ikat. Bahan batuan dapat terdiri dari berbagai fraksi batuan yang

direncanakan sedemikian sehingga memenuhi persyaratan yang dituntut.

2.2 Jenis Perkerasan Jalan

Secara umum konstruksi perkerasan Jalan dibagi menjadi 3 (tiga) jenis

yaitu :

2.2.1 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang berupa aspal sebagai bahan

pengikatnya dan sebagai lapisan permukaannya. lapisan-lapisan diletakkan

diatas tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga nantinya akan tercapai

kestabilan dan dapat dikatakan bahwa kekuatan dan keawetan dari lapisan

tersebut dalam perkerasan jalan sangatlah ditentukan oleh sifat daya dukung

tanah dasar. Pada bagian lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah memberi

kekuatan yang besar dalam memikul beban karena penyebaran beban yang

relatif kecil dari perkerasan lentur itu sendiri. Struktur perkerasan lentur terdiri

atas : Lapisan Permukaan (surface), Lapisan Pondasi Atas (base), Lapisan

Pondasi Bawah (subbase), Lapisan Tanah Dasar (subgrade).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

6

Gambar 2.1 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan

Sumber : SKBI 2.3.26.1987: 4

1. Lapisan Permukaan (surface course) adalah lapisan yang berada paling

atas sebagai lapisan penahan beban roda dari kendaraan selama masa

pelayanan, sebagai lapisan kedap air yang berguna agar air hujan tidak

langsung meresap ke bagian lapis di bawahnya, sebagai lapis aus

(wearing course) yang langsung terkena gesekan antara roda dan aspal

yang mengakibatkan roda kendaraan menjadi mudah aus dan lapisan

yang menyebarkan beban ke lapisan bawah. Bahan untuk lapis

permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi,

dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal

diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan

aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti

mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan

kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai

manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. (SKBI-

2.3.26.1987)

2. Lapisan Pondasi Atas (base course) adalah lapisan yang terletak

diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan. Karena

letaknya yang berada pada bawah permukaan perkerasan, maka lapisan

ini merupakan lapisan yang menerima beban yang paling berat. Maka

dari itu material yang digunakan pada lapisan ini adalah harus yang

memiliki kualitas yang tinggi dan baik. Lapisan pondasi atas memiliki

fungsi sebagai berikut:(Sukirman, 1999:11).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

7

a. Bagian yang menahan gaya dan menyebarkannya ke lapisan bawah.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet

sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu

bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan

penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan

persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat

(CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi,

antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan

semen atau kapur. (SKBI-2.3.26.1987)

3. Lapisan Pondasi Bawah adalah (subbase corse) adalah lapis perkerasan

yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi

bawah ini berfungsi sebagai :

a. Bagian dari konstruksi perkerasan menyebarkan beban roda ke

tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20%

dan Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10%.

b. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif

murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.

c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.

d. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

e. Lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar,

f. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari bawah tanah

dasar naik ke lapis pondasi atas.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar

terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang

memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang

relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan

pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau

semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

8

bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. (SKBI-

2.3.26.1987)

4. Lapis Tanah Dasar (subgrade) adalah lapisan tanah setebal 50-100 cm

diatas dimana akan di letakkan lapisan pondasi. Lapisan tanah dasar

dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah

yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang

distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya, pemadatan yang baik

diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar

air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan

pelengkapan drainase yang memenuhi syarat. Umumnya persoalan

yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah

tertentu akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat

perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara

pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan

kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu

lintas dari macam tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan

yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil)

yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan. Untuk

sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan di atas maka tanah

dasar harus dikerjakan sesuai dengan "Peraturan Pelaksanaan

Pembangunan Jalan Raya" edisi erakhir. (SKBI-2.3.26.1987)

2.2.2 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku merupakan perkerasan yang berupa semen (portland

cement) sebagai bahan pengikatnya. Kemudian diletakkan plat beton tanpa

tulangan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan sebelumnya. Dalam

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

9

kontruksi perkerasan kaku plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi

karena dimungkinkan adanya lapisan aspal beton di bagian atasnya sebagai

lapis permukaan. Beban dari kendaraan dipikul oleh pelat beton itu sendiri.

Struktur perkerasan kaku terdiri atas : Lapisan Plat Beton (concrete slab),

Lapisan Pondasi Bawah (subbase), Lapisan Tanah Dasar (subgrade).

Gambar 2.2 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Sumber : http://rezaslash.blogspot.com/2012/12/perkerasan-kaku-rigid-pavement.html

Perkerasan kaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan

adanya sambungan dan tulangan plat beton sebagai berikut :

1. Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat

untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh

diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

tulangan dowel.

2. Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan

beton terdiri dari baja tulangan dengan prosentasi besi yang relatif

cukup banyak (0,02 % dari luas penampang beton).

3. Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan

untuk kendali retak.

Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak

digunakan di negara-negara maju adalah jenis perkerasan beton bertulang

menerus.

2.2.3 Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

Perkerasan komposit merupakan jenis perkerasan kaku yang

dikombinasikan dengan perkerasan lentur yaitu berupa perkerasan lentur

diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku yang terdapat lapisan perkerasan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

10

lentur diatasnya dan sebaliknya yaitu perkerasan kaku diatas perkerasan

lentur atau perkerasan lentur yang dilapisi perkerasan kaku diatasnya. Dimana

gabungan dari dua jenis perkerasan ini saling bekerja sama untuk memikul

beban kendaraan diatasnya.

Gambar 2.3 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement) Sumber : https://anzdoc.com/bab-ii-perkerasan-jalan-merupakan-lapisan-perkerasan-

yangte.html

Perbedaan antara perkerasan kaku dan lentur terdapat pada tabel 2.1 di

bawah ini.

Tabel 2.1 perbedaan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur

No. Perkerasan kaku Perkerasan lentur

1

Komponen perkerasan terdiri dari

pelat beton yang terletak tanah atau

lapisan material granuler pondasi

bawah (subbase).

Komponen perkerasan terdiri dari lapis

permukaan, lapis pondasi

(base) dan pondasi bawah (subbase).

2

Kebanyakan digunakan untuk jalan

kelas tinggi.

Digunakan untuk semua kelas jalan dan

tingkat volume lalu lintas

3

Pencampuran adukan beton mudah

dikontrol.

Pengontrolan kualitas campuran lebih

rumit.

4

Umur rencana dapat mencapai 20 -

40 tahun.

Umur rencana lebih pendek, yaitu sekitar

10 – 20 tahun, jadi kurang dari perkerasan

kaku.

5

Lebih tahan terhadap drainase yang

buruk. Kurang tahan terhadap

drainase buruk.

Lebih tahan terhadap drainase yang

buruk. Kurang tahan terhadap drainase

buruk.

6 Biaya awal pembangunan lebih

tinggi.

Biaya awal pembangunan lebih rendah.

7 Biaya pemeliharaan kecil. Biaya pemeliharaan lebih besar.

8

Kekuatan perkerasan lebih ditentukan

oleh kekuatan pelat beton.

Kekuatan perkerasan ditentukan oleh

kerjasama setiap komponen lapisan

perkerasan

9

Tebal struktur perkerasan adalah

tebal pelat betonnya.

Tebal perkerasan adalah seluruh lapisan

pembentuk perkerasan di atas tanah dasar

(subgrade).

Sumber : Hardiyatmo, H.C., 2007

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

11

Pada penelitian ini jenis perkerasan yang digunakan adalah perkerasan

lentur. Dalam perkerasan lentur, metode perencanaan perkerasan yang

digunakan yaitu, metode AASHTO 1993 dan metode Analisa Komponen

1987.

2.3 Perencanaan Tebal Pekerasan Lentur Menggunakan Metode American

Association of State Highway Transportation Officials atau AASHTO 1993

Metode AASHTO adalah perhitungan tebal perkerasan secara umum

sudah dipakai di seluruh dunia untuk perencanaan serta diadopsi sebagai

standar perencanaan di berbagai Negara. metode AASHTO 1993 ini pada

dasarnya adalah metode perencanaan yang didasarkan pada metode empiris.

Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan menggunakan Metode

AASHTO 1993 ini antara lain :

2.3.1 Structural Number

Menurut Rosyidi (2007), Sturctural Number merupakan fungsi dari

ketebalan lapisan, koefisien relative lapisan (layer coefficient), dan koefisien

drainase (drainage coefficient). Persamaan untuk structural number adalah

sebagai berikut:

SN = a1D1 a2D2m2 a3D3m3………………………………………(2.1)

Dimana :

SN = Nilai structural number

, , = Koefisien relatif masing-masing lapisan

D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapisan perkerasan

m2, m3 = Koefisien drainase masing-masing lapisan

2.3.2 Analisa Lalulintas

Data dan parameter analisis lalu lintas yang digunakan untuk

perencanaan tebal perkerasan meliputi : Jenis kendaraan, volume lalu lintas

harian rata-rata (LHR), pertumbuhan lalu lintas tahunan, damage factor,

umur rencana, faktor distribusi arah (DD), faktor distribusi lajur (DL), ESAL

selama umur rencana.

Menurut Siegrfried (2007), prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

12

didasarkan pada kumulatif beban gandar standar ekivalen ( Equivalent

Standard Axle Load ) atau ESAL. Beban jalan memiliki ragam yang sangat

banyak. Untuk perhitungan berikutnya, beban dari kendaraan akan

dikonversikan dengan angka ekivalen tertentu sesuai dengan beban masing-

masing kendaraan. Perhitungan untuk ESAL ini didasarkan pada konversi lalu

lintas yang lewat terhadap beban gandar standar 8,16 kN dan

mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur,

serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor).

2.3.3 Reliabilitas (Reliability)

Menurut Rosyidi (2007), konsep reliability untuk perencanaan

perkerasan didasarkan pada beberapa ketidaktentuan dalam proses

perencanaan. Tingkat reliabilitas ini yang digunakan tergantung pada volume

lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspektasi dari

pengguna jalan.

2.3.4 Faktor Lingkungan

Menurut Rosyidi (2007), persamaan-persamaan yang digunakan untuk

perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada

jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari

temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum

dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah

pengaruh dari kondisi awal swell dan frost heave dipertimbangkan, maka

penurunan serviceability diperhitungkan masa analisis yang kemudian

berpengaruh pada umur rencana perkerasan.

2.3.5 Serviceability

Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem

perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk

serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present

Serviceability Index ( PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang

menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari sistem perkerasan jalan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

13

2.3.6 Langkah-langkang perencanaan tebal lapis tambah (Overlay)

dengan Metode AASHTO 1993

Perencanaan tebal perkerasan lentur metode AASHTO berdasarkan pada

analisis lalu lintas, perhitungan modulus resilien tanah, serviceability,

reliability, deviasi standar keseluruhan, koefisien drainase, dan kekuatan relatif

lapisan.

2.3.6.1 Analisa Lalu Lintas

1. Penentuan umur rencana

2. Penentuan faktor arah (DD). Nilai faktor distribusi arah antara 0,3-0,7.

Tetapi umumnya diambil 0,5 (AASHTO,1993)

3. Penentuan faktor distribusi lajur (DL) dengan menggunakan Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah Lajur pada

masing masing arah

Persen 18 ESAL pada jalur

rencana (DL)

1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 - 75

Sumber : AASHTO 1993:II-9

4. Data lalu lintas harian rata-rata (LHR)

Dari data LHR yang diberikan, dapat diketahui data LHR hingga akhir

umur rencana dengan menggunakan Persamaan 2.2.

Rakhi R (1 i) R

……………………..…(2.2)

Dimana

i : Pertumbuhan lalu lintas kendaraan

n : Selisih tahun dari LHR awal dan LHR akhir

5. Angka ekivalen beban sumbu

Berat kendaraan dilimpahkan keperkerasan jalan melalui roda kendaraan

yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Angka ekivalen dapat

dihitung dengan Persamaan 2.3, dan Persamaan 2.4. Distribusi beban pada

roda kendaraan terdapat pada Tabel 2.3.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

14

Angka ekivalen sumbu tunggal =(Beban umbu (kg)

8160)4

………………(2.3)

Angka ekivalen sumbu ganda =(Beban umbu (kg)

8160)4

0.086 …….…(2.4)

Tabel 2.3 Distribusi Pembebanan pada Roda Kendaraan

Sumber : Sukirman, 1999

6. Menghitung lalu lintas pada lajur rencana (W18)

W18= DD x DL x ŵ18……………………………………………………(2.5)

Sumber : AASHTO 1993

Dimana:

DD = faktor distribusi arah

DL = faktor distribusi jalur

KO

NF

IGU

RA

SI

SU

MB

U &

TIP

E

BE

RA

T

KO

SO

NG

(to

n)

BE

BA

N

MU

AT

AN

MA

KS

IMU

M

(to

n)

BE

RA

T T

OT

AL

MA

KS

IMU

M

(to

n)

UE

18

KS

AL

KO

SO

NG

1.2 + 2.2

TRAILER

1.2 - 2

TRAILER

1.2 - 2.2

TRAILER

1.5 0.5

2.3 6

5 20

6.2 20

1.1 HP

1.2 BUS

1.2L TRUK

1.2H TRUK

1.22 TRUK

2 0.0001

3 6 9 0.0037

8.3 0.0013

4.2 14 18.2 0.0143

25 0.0044

6.4 25 31.4 0.0085

26.2 0.0192

10 32 42 0.0327 10.183

UE

18

KS

AL

MA

KS

IMU

M

0.0005

0.3006

0.2174

5.0264

2.7416

3.9083

6.1179

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

15

W18 = jumlah lalu lintas pada lajur dan periode rancangan

ŵ18 = jumlah kumulatif beban gandar standar untuk lalu lintas 2 arah

7. Menghitung lalu lintas kumulatif selama umur rencana

8. Wt = W18 x

………………………..……..(2.6)

Dimana :

Wt = Jumlah beban gandar standar kumulatif selama UR

W18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun

n = Umur pelayanan (tahun)

g = Perkembangan lalu lintas (%)

2.3.6.2 Perhitungan Modulus Resilent (MR) Tanah Dasar

Modulus resilient tanah dasar diperkenalkan untuk mengganti daya dukung

tanah. Hubungan antara modulus resilient tanah dasar dan CBR lapangan dapat

dilihat dalam Persamaan 2.7 dan Persamaan 2.8 :

MR = 1500 x (CBR) (psi) atau, ……………………….……………(2.7)

MR = 10,3 x (CBR) (Mpa) …………………………….…….…..…(2.8)

Sumber : AASHTO 1993

Terdapat persamaan-persamaan empirik lain sebagai berikut:

U.S. Army Waterway Experiment Station

MR = 5409 ( CBR)0,711

(psi) ……………………………..…………(2.9)

Transport And Road Research Laboratory

MR = 1500 (CBR)0,64

(psi) …………………………………………(2.10)

Sumber : AASHTO 1993

Modulus resilient di pengaruhi oleh perubahan kadar air oleh pengaruh

musim. Nilai kerusakan relatif (uf ) digunakan untuk menyesuaikan nilai

modulus resilient akibat pengaruh ini. Kerusakan relatif dihitung untuk setiap

yang ditentukan setiap musim. Untuk menghitung nilai rata-rata musiman,

maka seluruh uf dijumlahkan dan dibagi jumlah musim.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

16

Menurut AASHTO (1993) :

u f =

…………………………………………….………(2.11)

MR efektif yang memperhitungkan uf dinyatakan oleh :

MR(efektif) = √

…………………………….…………(2.12)

Sumber : AASHTO 1993

2.3.6.3 Kemampuan Pelayanan (Serviceability)

Nilai kemampuan pelayanan awal untuk perkerasan lentur = 4,2. Nilai

pelayanan akhir (Pt), untuk kebayakan fasilitas jalan raya adalah :

P0= 2,5 untuk jalan utama

Pt= 2,0 untuk volume lalu lintas rendah

Kehilangan kemampuan pelayanan total (total loss of serviceability)

dinyatakan oleh Persamaan 2.13:

∆PSI = P0 - Pt………………………………………...……...…(2.13)

Sumber : AASHTO 1993

Pada perkerasan lentur (flexible pavement) dengan tingkat lalu lintas

tinggi PSI = Po – Pt = 4,2 – 2,5 dan untuk tingkat lalu lintas rendah PSI =

Po – Pt = 4,2 – 2,0 = 2,2.

2.3.6.4 Reliabilitas (Reliability) R dan standar deviasi normal (ZR)

Reliabilitas menyatakan tingkat kemungkinan bahwa perkerasan yang

dirancang akan tetap memuaskan selama masa pelayanan. Nilai R tersebut

digunakan untuk mengakomodasi kemungkinan ketidak tepatan hitungan

volume lalu lintas dan kinerja perkerasan. Parameter R juga menyatakan

kemungkinan probabilitas bahwa perkerasan yang dirancang akan mempunyai

tingkatan kinerja yang tinggi daripada tingkat kemampuan pelayanan akhir, di

akhir umur rancangan. Nilai R yang lebih besar menunjukan kinerja

perkerasan yang lebih baik, namun membutuhkan tebal perkerasan yang lebih

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

17

tebal, untuk menentukan 24 nilai reliabilitas dan deviasi standar normal dapat

dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.4 Nilai reliabilitas R

Tipe jalan Nilai R %

Perkotaan Pedesaan

Jalan bebas hambatan 90 – 99,9 85 – 99,9

Utama 85 – 99 80 – 95

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

lokal 50 - 80 50 - 80

Sumber : AASHTO, 1993:II-9

Tabel 2.5 Hubungan antara R dengan ZR (deviasi standart normal)

R % ZR R % ZR

50 0,000 93 -1,476

60 -0,253 94 -1,555

70 -0,524 95 -1,645

75 -0,674 96 -1,751

80 -0,841 97 -1,881

85 -1,037 98 -2,054

90 -1,282 99 -2,327

91 -1,340 99,9 -3,090

92 -1,405 99,99 -3,750

Sumber : AASHTO, 1993:I-62

2.3.6.5 Deviasi Standart Keseluruhan (S0)

Deviasi standar normal (overall standard deviation) merupakan

parameter yang digunakan guna memperhitungkan adanya variasi dari input

data. Deviasi standar keseluruhan dipilih sesuai dengan kondisi lokal.

AASHTO 1993 menyarankan dalam Tabel 2.6 :

Tabel 2.6 Tabel Nilai So

Jenis Perkerasan So

Perkerasan lentur 0,40-0,50

Perkerasan kaku 0,30-0,40

Sumber: AASHTO, 1993

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

18

2.3.6.6 Koefisien Drainase

Dalam perancangan perkerasan lentur, diperlukan koefisien modifikasi

lapisan atau disebut juga koefisien drainase, yang digunakan untuk

mengantisipasi pengaruh drainase terhadap kinerja lapis pondasi dan lapis

pondasi bawah. Koefisien drainase (mi) oleh pengaruh kualitas drainase ini

dinotasikan sebagai m2 (untuk lapis pondasi) dan m3 (untuk lapis pondasi

bawah). Untuk menentukan kualitas drainase jalan, dapat dilihat pada Tabel

2.6, dan untuk menentukan koefisien drainase dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kualitas Drainase

Kualitas drainase Air hilang dalam

Baik sekali 2 jam

Baik 1 hari

Sedang 1 minggu

Jelek 1 bulan

Jelek sekali Air tidak mengalir

Sumber : AASHTO, 1993

Tabel 2.8 Koefisien Drainase

Kualitas

Drainase

(%) Waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar air

yang mendekati jenuh

< 1% 1 – 5 % 5 – 25 % > 25 %

Baik sekali 1,40 – 1,30 1,35 -1,30 1,30 – 1,20 1,20

Baik 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1,00

Sedang 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,80

Jelek sekali 1,05 – 0,95 0,08 – 0,75 0,60 – 0,40 0,40

Sumber : AASHTO, 1993

2.3.6.7 Koefisien Lapisan (Layer Coefficient)

Menurut Rosyidi (2007) koefisien kekuatan relatif lapisan ini

menggambarkan hubungan empiris antara Structural Number (SN) dan

ketebalan lapisan perkerasan, dan merupakan suatu ukuran kemampuan

relative material untuk dapat berfungsi sebagai komponen struktur perkerasan.

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya

sebagai lapis permukaan, pondasi atas, pondasi bawah, ditentukan secara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

19

korelasi sesuai dengan nilai Marshall Test, kuat tekan, atau CBR. Bahan dan

koefisien kekuatan relatif ditentukan menurut Table 2.8.

Tabel 2.9 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Bahan Kondisi Permukaan Koefisien

Lapisan (a)

Permukaan

aspal semen (ac)

Sedikit atau tidak ada rusak retak kulit buaya dan

atau retak melintang tingkat rendah 0,35 – 0,40

< 10 % retak buaya tingkat rendah dan atau

< 5 % retak melintang tingkat sedang & tinggi 0,25 – 0,35

> 10 % retak buaya tingkat rendah dan atau

< 10 % retak buaya tingkat sedang dan atau

> 5-10 % retak melintang tingkat sedang & tinggi

0,20 – 0,30

> 10 % retak buaya tingkat sedang dan atau

< 10% retak buaya tingkat tinggi dan atau

> 10 % retak melintang tingkat sedang & tinggi

0,14 – 0,20

> 10 % retak buaya tingkat tinggi

> 10 % retak melintang tingkat tinggi 0,88 – 0,15

Lapis pondasi

distabilisasi

(stabilized base)

Sedikit atau tidak ada rusak retak kulit buaya dan

atau retak melintang tingkat rendah 0,20 – 0,35

< 10 % retak buaya tingkat rendah dan atau

< 5 % retak melintang tingkat sedang & tinggi 0,15 – 0,25

> 10 % retak buaya tingkat rendah dan atau

< 10 % retak buaya tingkat sedang dan atau

> 5-10 % retak melintang tingkat sedang & tinggi

0,15 – 0,20

> 10 % retak buaya tingkat sedang dan atau

< 10% retak buaya tingkat tinggi dan atau

> 10 % retak melintang tingkat sedang & tinggi

0,10 – 0,20

> 10 % retak buaya tingkat tinggi

> 10 % retak melintang tingkat tinggi 0,08 – 0,15

Lapis pondasi

granuler atau lapis

pondasi bawah

Tidak ada kenampakan pemompaan (pumping),

atau terkontaminasi butiran halus 0,10 – 0,14

Ada kenampakan pemompan (pumping),

degradasi, atau terkontaminasi butiran halus 0,00 – 0,10

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 1987

Pada Gambar 2.4 adalah grafik hubungan Structural Layer Coefficient

(a1) untuk Asphalt Concrete / LASTON dan nilai Modulus Elastic EAC (psi)

pada suhu 68 . Dimana dalam keadaan ini direkomendasikan nilai Modulus

Elastic EAC (psi) dibawah 450.000 psi Untuk memperkirakan nilai koefisien

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

20

lapisan beton aspal (a1) dapat digunakan Gambar 2.4 untuk lapisan permukaan

berdasarkan modulus elastis. Meskipun nilai Modulus Elastic EAC yang lebih

tinggi akan lebih kaku dan tahan terhadap lentur, tetapi juga lebih rentan

terhadap pengaruh panas dan retak.

Gambar 2.4 . Grafik perkiraan koefisien kekuatan relative

lapis permukaan beton aspal a1

Sumber; AASHTO, 1993

Pada a2, koefisien kekuatan relatif dapat digunakan gambar 2.5 atau

dengan rumus berikut:

a2= 0,249 (Log10MR)-0,977………………………………………….…(2.14)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

21

Gambar 2.5. Nomogram variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas ɑ2 Sumber; AASHTO, 1993

Dan untuk lapis pondasi bawah (granuler subbase layer) dapat

menggunakan Gambar 2.6 atau dengan rumus berikut:

a3= 0,227 (Log10MR )-0,839…………………………………………..(2.15)

Sumber : AASHTO 1993

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

22

Gambar 2.6. Nomogram variasi koefisien kekuatan relative lapis pondasi bawah ɑ3 Sumber; AASHTO, 1993

2.3.6.8 Angka Struktural (Structural Number, SNeff)

Angka struktural didefinisikan sebagai angka indeks yang berasal dari

analisis lalu lintas, kondisi tanah di bawah jalan, dan faktor regional. Besaran

SN menyatakan nilai abstrak kekuatan struktur perkerasan yang terbentuk dari

kekuatan gabungan antara dukungan tanah (MR) , jumlah total beban gandar

tunggal ekivalen 18 kip, kemampuan pelayanan akhir, dan kondisi lingkungan.

Angka indeks ini dapat dikonversikan ke dalam tebal dari berbagai macam

lapis perkerasan fleksibel, yaitu melalui penggunaan koefisien-koefisien

lapisan dari material pembentuknya. Angka struktural SN dinyatakan oleh

persamaan :

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

23

SNeff = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3………………….………………(2.16)

Sumber : AASHTO 1993

Dengan,

SNeff = angka struktural efektif perkerasan eksisting yang akan diberi

lapis tambahan

D1 = tebal lapis permukaan (in)

D2 = tebal lapis pondasi (in)

D3 = tebal lapis pondasi bawah (in)

m2 = koefisien drainase untuk lapis pondasi

m3 = koefisien drainase untuk lapis pondasi bawah

a1a2a3 = berturut-turut koefisien lapisan untuk lapis permukaan, lapis

pondasi, dan lapis pondasi bawah

Nilai-nilai tebal lapisan minimum campuran aspal dan lapis pondasi

menurut AASHTO dan Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Pt

T- 01-2001-B) dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut :

Tabel 2.10 Tebal minimum campuran beraspal dan lapis pondasi

ESAL Campuran

beraspal (in)

Agregat Lapis

Pondasi

< 50.000 1* 4

50.001-150.00 2 4

150.001-500.00 2,5 4

500.001-2.000.000 3 6

2.000.001-7.000.000 3,5 6

> 7.000.000 4 6

Sumber : AASHTO, 1993

*perawat permukaan

2.3.6.9 Perencanaan Perkerasan Lentur

Hitungan tebal lapisan perkerasan lentur dilakukan dengan lebih dulu

menentukan angka struktural SN yang dinyatakan dalam persamaan :

( ) *

+

….(2.17)

Sumber : AASHTO, 1993

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

24

Nf = jumlah beban ekivalen (ESAL)

ZR = deviasi standar keseluruhan

∆PSI = kehilangan kemampuan pelayanan

MR = modulus resilient tanah dasar

SN = Angka structural

Hitungan tebal lapis perkerasan lentur dilakukan dengan lebih dahulu

menentukan angka struktural (SN) dengan Persamaan 2.17 atau

menggunakan grafik pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Nomogram untuk mencari nilai SN (Structural Number)

Sumber: AASHTO, 1993

Tebal lapis tambah yang dibutuhkan : DOL =

…………(2.18)

2.4 Metode Analisa Komponen 1987

Metode Analisa Komponen dikembangkan dalam SKBI 2.3.26.1987,

me upakan metode yang be sumbe da i Metode AA TO ’72 dan

dimodifikasi sesuai dengan kondisi berbagai faktor seperti kondisi alam,

lingkungan, sifat tanah dasar, dan jenis lapis perkerasan yang umumnya

dipergunakan di Indonesia. Metode Analisa Komponen SKBI 1987 yang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

25

dikembangkan tersebut mengatur metode perhitungan tebal perkerasan untuk

dua tipe jalan yaitu jalan baru dan perkuatan jalan lama. Prinsip dasar

perhitungan untuk kedua tipe jalan adalah sama. Dalam Metode Bina Marga

ini ada beberapa istilah dan parameter yang digunakan untuk merencanakan

tebal tiap lapis perkerasan lentur. Istilah dan parameter tersebut diuraikan

sebagai berikut:

2.4.1 Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan

raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda

batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel

2.10 berikut :

Tabel 2.11 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan Jumlah Lajur (n)

L < 5,50 m 1 jalur

5,50 m ≤ < 8,25 m 2 jalur

8,25 m ≤ < 11,25 m 3 jalur

11,25 m ≤ < 15,00 m 4 jalur

15,00 m ≤ < 18,75 m 5 jalur

18,75 m ≤ < 22,00 m 6 jalur

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat

yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.11 berikut:

Tabel 2.12 Koefisien Distribusi Kendaraan

Jumlah Lajur Kendaraan Ringan*) Kendaraan Berat**)

1arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,000

2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,500

3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475

4 lajur - 0,30 - 0,450

5 lajur - 0,25 - 0,425

6 lajur - 0,20 - 0,400

Sumber : SKBI 2.3.26.1987: 7

*) Berat total < 5 ton,misalnya : Mobil Penumpang, pick up,

**)Berat total > 5 ton, misalnya : Bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

26

2.4.2 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap

Kendaraan) ditentukan dalam persamaan 2.19 dan persamaan 2.20, dapat

dilihat dalam Tabel 2.12 berikut:

a. E. Sumbu Tunggal

=(

)4………………………………(2.19)

b. E. Sumbu Ganda

=(

)4………………………………(2.20)

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

Tabel 2.13 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1000 2205 0.0002 -

2000 4409 0.0036 0.0003

3000 6614 0.0183 0.0016

4000 8818 0.0577 0.0050

5000 11023 0.1410 0.0121

6000 13228 0.2923 0.0251

7000 15432 0.5415 0.0466

8000 17637 0.9238 0.0794

8160 18000 1.0000 0.0860

9000 19841 1.4798 0.1273

10000 22046 2.2555 0.1940

11000 24251 3.3022 0.2840

12000 26455 4.6770 0.4022

13000 28660 6.4419 0.5540

14000 30864 8.6647 0.7452

15000 33069 11.4184 0.9820

16000 35274 14.7815 1.2712

Sumber : SKBI 2.3.26.1987:8

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

27

2.4.3 Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus Lintas Ekivalen

a. Lalu lintas harian rata-rata (LHR)

Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan

ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah

pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan tanpa

median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

b. Lintas Ekivalen

untuk perhitungan lintas ekivalen sendiri dapat dilihat dalam

Persamaan 2.21 hinggan Persamaan 2.24.

1). Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

EP EP ∑𝑛 𝑗=1 LHR 𝑗 x C 𝑗 x E 𝑗 ………….……(2.21)

Catatan : j = jenis kendaraan

2). Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

EA ∑𝑛 LHR j (1 + 𝑖)𝑈𝑅 x C j x E j𝑗=1 ………….…(2.22)

Dimana : i = Perkembangan lalu lintas

3). Lintas Ekivalen Tengah (LET)

LET = ½ x (LEP + LEA) ………..………….….….……(2.23)

4). Lintas Ekivalen Rencan (LER)

LER = LET x FP…………………………….….….……(2.24)

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

2.4.4 Penentuan Harga CBR

CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan

jalan baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah

dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan

bila telah disertai data-data yang dapat dipertanggung jawabkan. Cara-cara lain

tersebut dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau R-value.

Perhitungan Secara Grafik

Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan,

ditentukan sebagai berikut :

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

28

a) Tentukan harga CBR terendah.

b) Tentukan berapa banyak harga dari masing-masing nilai CBR yang

sama dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR.

c) Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya

merupakan persentase dari 100%.

d) Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.

e) Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase

90 %

Perhitungan Secara Analitis Atau Teoritis

Setelah didapatkan data CBR untuk kemudian dicari nilai CBR

segmennya. Dapat digunakan Persamaan 2.25

CBR segmen = CBR rata-rata -

……………….…(2.25)

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

Untuk nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1

segmen. Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 2.13 Berikut :

Tabel 2.14 Nilai R untuk Perhitungan CBR Segmen

Jumlah Titik

Pengamatan

Nilai R Jumlah Titik

Pengamatan

Nilai R

2 1,41 7 2,83

3 1,91 8 2,96

4 2,24 9 3,08

5 2,48 >10 3,18

6 2,67

Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman, 1999

2.4.5 DDT dan CBR

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi

(gambar 1). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR

lapangan atau CBR laboratorium.

Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar

dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga

CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim hujan /

direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

29

tambahan (overlay). Jika dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan

(SKBI 3.3. 30.1987/UDC 624.131.43 (02) atau Pengujian Kepadatan Berat

(SKBI 3.3. 30.1987/UDC 624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan. CBR

laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.

Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya

kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah

disertai data-data yang dapat dipertanggungjawabkan. Cara-cara lain tersebut

dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau R-value. Harga yang

mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai

berikut:

a. Tentukan harga CBR terendah.

b. Tentukan berapa banyak harga dari masing-masing nilai CBR yang sama

dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR.

c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya

merupakan persentase dari 100%.

d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.

e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90%

Gambar 2.8 Kolerasi DDT dan CBR Sumber : SKBI-2.3.26.1987

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

30

Catatan: Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri

diperoleh nilai DDT.

2.4.6 Faktor Regional (FR)

Faktor regional (FR) bisa juga disebut faktor koreksi sehubungan

dengan perbedaan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain

keadaan lapangan dan iklim yang mempengaruhi keadaan pembebanan daya

dukung tanah dan perkerasan. Dengan demikian dalam penentuan tebal

perkerasan ini Faktor Regional hanya dipengaruhi bentuk alinyemen

(kelandaian tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta

iklim (curah hujan) ditentukan menurut Tabel 2.14 berikut :

Tabel 2.15 Faktor Regional (FR)

Kelandaian I

(< 6 %)

Kelandaian II

(6-10 %)

Kelandaian III

(> 10 %)

% kendaraan berat % kendaraan

berat

% kendaraan

berat

≤ 30 % ≤ 30 % ≤ 30 % ≤ 30 % ≤ 30 % ≤ 30 %

Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5

Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Sumber : SKBI 2.3.26.1987

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,

pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5.

Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

2.4.7 Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan ini menyatakan nilai daripada kehalusan serta

kekokohan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang

lewat. Adapun yang beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut :

IP = 1,0 : Adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat

sehingga sangat menggangu lalu lintaskendaraan. I

P = 1,5 : Adalah tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin (jalan tidak

terputus)

IP = 2,0 : Adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang mantap

IP = 2,5 : Adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

31

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas

ekivalen rencana (LER), menurut Tabel 2.15 pada halaman berikut :

Tabel 2.16 Indeks Permukaan Pada Akhir Umum Rencana (IPt)

LER = Lintas

Ekivalen Rencana *)

Klasifikasi Jalan

lokal kolektor arteri tol

< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Sumber : SKBI 2.3.26.1987:10 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal

Catatan: Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah atau jalan

darurat maka IP dapat diambil 1,0.

Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)

pada awal umur rencana menurut Tabel 2.16 berikut :

Tabel 2.17 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis

Permukaan

IPo Roughness *)

(mm/km)

LASTON ≥ 4 ≤ 1000

3,9 – 3,5 > 1000

LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

BURDA 3,9 – 3,5 ≤ 2000

BURTU 3,4 – 3,0 > 2000

LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000

2,9 – 2,5 > 3000

LATASBUM 2,9 – 2,5

BURAS 2,9 – 2,5

LATASIR 2,9 – 2,5

JALAN TANAH ≤ 2,4

KERIKIL ≤ 2,4

Sumber: SKBI 2.3.26.1987:11

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

32

Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA,

yang dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan

kecepatan kendaraan ± 32 km per jam. Gerakan sumbu belakang dalam arah

vertikal dipindahkan pada alat roughometer melalui kabel yang dipasang di

tengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang selanjutnya dipindahkan

kepada counter melalui "flexible drive”. etiap puta an counte adalah sama

dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara sumbu belakang dan body kendaraan.

Alat pengukur roughness type lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan

hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.

2.4.8 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekakuan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaan

sebagai lapis permukaan pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai

nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan untuk (bahan yang

di stabilisasikan dengan semen atau kapur), atau CBR ( untuk bahan lapis

pondasi atau pondasi bawah). 18 Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka

kekuatan (stabilitas) bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti

Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial. Koefisien kekuatan relatif

dapat dilihat pada Tabel 2.17 berikut :

Tabel 2.18 Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien Kekuatan Relatif Koefisien Bahan Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS (kg) Kt(kg/cm) CBR(%)

0.40 - - 744 - - Laston

0.35 - - 590 - -

0.35 - - 454 - -

0.30 - - 340 - -

0.35 - - 744 - - Lasbutag

0.31 - - 590 - -

0.28 - - 454 - -

0.26 - - 340 - -

0.30 - - 340 - - HRA

0.26 - - 340 - - Aspal macadam

0.25 - - - - - Lapen (mekanis)

0.20 - - - - - Lapen (manual)

- 0.28 - 590 - - Laston Atas

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

33

- 0.26 - 454 - -

- 0.24 - 340 - -

- 0.23 - - - - Lapen (mekanis)

- 0.19 - - - - Lapen(manual)

- 0.15 - - 22 - Stab Tanah dengan

Semen - 0.13 - - 18 -

- 0.15 - - 22 - Stab Tanah dengan

Kapur - 0.13 - - 18 -

- 0.14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)

- 0.13 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)

- 0.12 - - - 60 Batu Pecah (Kelas C)

- - 0.13 - - 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)

- - 0.12 - - 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)

- - 0.11 - - 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)

- - 0.10 - - 20 Tanah/lempung

kepasiran

Sumber: SKBI 2.3.26.1987:12

Catatan: Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke-7.

Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke-21.

2.4.9 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Indeks tebal perkerasan untuk perkerasan lentur didapatkan dengan

menarik garis pada grafik nomogram yang sudah tersedia pada SNI 1732-

1989-F dalam lampiran, dengan melihat masing-masing nilai yang diambil

dari indeks permukaan (IPo dan IPt). Dimana nilai Daya Dukung Tanah Dasar

(DDT), Lintas Ekivalen Rata-rata (LER), Faktor Regional (FR) saling

berpengaruh.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

34

Gambar 2.9 Contoh Monogram

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

Langkah-langkah untuk menggunakan nomogram tersebut adalah sebagai

berikut :

a) Nomogram yang disediakan ada 9 (Sembilan) macam, tergantung pada

nilai indeks permukaan awal (IPo) dan indeks permukaan akhir (IPt).

b) Menentukan titik nilai Daya Dukung Tanah (DDT) yang telah didapat

dari korelasi dengan nilai CBR.

c) Menentukan titik nilai LER yang telah didapat dari perhitungan,

19

d) Kemudian tarik garis lurus dari 2 titik (DDT dan LER) hingga

mengenai garis ITP

e) Tentukan titik nilai FR dari table 2.5 f) Dri titik ITP yang didapat,

disambungkan dengan titik FR hingga mengenai garis ITP

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

35

2.4.10 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Tabel 2.19 Lapis Permukaan

ITP Tebal Minimum

(cm)

Bahan

< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)

3,00 – 6,70

5 Lapen/Aspal Makadam, HRA, Lasbutag,

Laston

6,71 – 7,49

7,5 Lapen/Aspal Makadam, HRA, Lasbutag,

Laston

7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston

≥ 10,00 10 Laston

Sumber: SKBI – 2.3.26. 1987

Tabel 2.20 Lapis Pondasi

ITP Tebal

Minimum (cm) Bahan

< 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan

semen, stabilitas tanah dengan kapur

3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilitas tanah dengan

semen, stabilitas tanah dengan kapur

7,50 – 9,99

10

20

Laston Atas

Batu pecah, stabilitas tanah dengan

semen, stabilitas tanah dengan kapur,

pondasi macadam

10 – 12,14

15

20

Laston Atas

Batu pecah, stabilitas tanah dengan

semen, Stabilitas tanah dengan kapur,

pondasi macadam, Lapen, Laston Atas

≥ 12,25 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan

semen

stabilitas tanah dengan kapur, pondasi

macadam, Lapen, Laston Atas

Sumber: SKBI – 2.3.26. 1987

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

36

2.4.11 Pelapisan Tambahan

Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan

jalan lama (existing pavement) dinilai sesuaidengan kondisi perkerasan jalan

sebagi berikut :

1. Lapis Permukaan

Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur

roda…….90 – 100%

Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih

tetap stabil…………………………………………….70 – 90%

2. Lapis Pondasi

Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam Umumnya tidak

retak..............................................................................90 – 100%

Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil……….70 – 90%

Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan

50 – 70%

Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan …… 30 – 50%

Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :Indek Plastisitas

(Plasticity Inde PI) ≤ 10………………..…….70 – 100%

Pondasi Macadam atau Batu Pecah : Indek Plastisitas (Plasticity

Inde PI) ≤ 6............................................................80 – 100%

3. Lapis Pondasi Bawah

Indek plastisitas (Plasticity Inde PI) ≤ 6....................90 – 100%

Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6......................70 – 90%

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

2.4.12 Analisa Komponen Perkerasan

Perhitungan perencanaan didasarkan pada kekuatan relatif masing-

masing lapisan perkerasan jangka panjang, diman penentuan tebal perkerasan

dinyatakan oleh ITP dengan Persamaan 2.26

ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3……………………………...….…(2.26)

Sumber : SKBI-2.3.26.1987

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

37

Dimana :

a1,a2,a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan

D1,D2,D3 = tebal masing-masing lapisan perkrasan (cm)

*) 1 = Lapisan Permukaan

2 = Lapisan pondasi atas

3 = Lapisan pondasi bawah

2.5 Drainase Jalan

Salah satu aspek terpenting dalam perencanaan jalan raya adalah

melindungi jalan dari air permukaan dan air tanah. Dengan kata lain drainase

merpakan salah satu factor terpenting dalam perencanaan pekerjaan jalan.

Genangan air dipermukaan jalan memperlambat kendaraan dan memberikan

andil terjadinya kecelakaan akibat terganggunya pandangan oleh cipratan dan

semprotan air. Jika air memasuki struktur jalan, perkerasan dan tanah dasar

(subgrade) menjadi lemah, dan hal ini akan menyebabkan konstruksi jalan

lebih peka terhadap kerusakan akibat lalu lintas. Air juga berpengaruh kurang

baik pada bahu jalan, lereng, saluran, dan bagian lain dari jalan. Kegagalan

dapat terjadi pada saat pemotongan tebing atau pembuatan tanggul dan

jembatan karena disapu oleh banjir.

2.5.1 Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana adalah suatu data tentang curah hujan terbesar dengan

periode ulang tertentu, misalnya 2, 5, 10, dan 20 tahun. Adapun pemilihan

metode analisa hujan rencana tersebut tergantung dari kesesuaian parameter

statistic data yang bersangkutan atau dipilih berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan teknis lain. Dalam rencana menentukan besarnya curah hujan

rencana perlu diadakan pemilihan sebaran fekuensi yang dipakai. (Sri Harto,

Analisis Hidrologi, 1993).

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan

rata-rata di atas areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik

stasiun penangkar, yaitu (CD Soemarto, Hidrologi Teknik, 1995) :

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

38

1. Cara tinggi rata-rata, cara ini memberikan hasil yang dapat dipercaya,

asalkan stasiun-stasiun penangkarnya terbagi merata di areal tersebut, dan

hasil penakaran masing- masing penakaran stasiun tidak menyimpang jauh

dari harga rata-rata stasiun penakar.

2. Cara Poligon Thiesen, hasil perhitungannya lebih teliti dibandingkan

dengan cara rata-rata hitung.

3. Cara Isohyet, merupakan cara yang paling teliti, tetapi membutuhkan

jaringan stasiun penakar yang relatif lebih padat guna memungkinkan

untuk membuat garis-garis Isohyet.

Langkah-langkah perhitungan cara Poligon Thiessen yaitu:

1. Mencari luasan daerah pengaruh setiap pos pengamatan dengan

menggunakan sumbu garis tegak lurus antara dua pos pamnakar.

2. menghitung persentase luas daerah pengaruh masing-masing stasiun

penakar curah hujan.

3. dari ketiga stasiun yang ada ditentukan curah hujan maksimum.

4. Menghitung curah hujan rata-rata daerah (wilayah) dengan menglihkan

persentase pengaruh pada setiap pos pengamatan dengan curah hujan

harian maksimum.

Harga Curah hujan mAksimum daerah (R) yaitu :

R = Xi = W1.R1 + W2.R2 + W3.R3

W = Ai / A

Dimana:

R = tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)

A = luasan daerah (km2)

2.5.2 Analisa Distribusi Frekuensi

Analisa frekuensi dimaksudkan untuk menentukan jenis distribusi yang

sesuain dalam mendapatkan curah hujan rencana yang diperoleh dari parameter

statistic dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, Hidrologi (Aplikasi

Metode Statistik untuk Analisa Data), 1995)

a) Standar deviasi (SD)

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

39

S = √∑

b) Koefisien Varian (Cv)

Cv =

c) Koefisien Kemencengan (Cs)

Cs = ∑ 𝑖

d) Koefisien kurtosis (Ck)

Cs = ∑ 𝑖

dimana

: harga rata-rata hitung

Xi : dara urutan ke-i

n : besarnya ke-i

S : standar deviasi

Cv : koefisien varian

Cs : koefisien kemencengan

Ck : koefisien kurtosis

Adapun syarat untuk penggunaan distribusi frekuensi yang tepat adalah sebagai

berikut :

1. Koefisien kemencengan ≈ 0

Koefisien kurtosis = 3

Maka digunakan distribusi normal.

2. Koefisien kemencengan = 3

Koefisien kurtosis ≈ 3

Maka digunakan distribusi log normal.

3. Koefisien kemencengan = 1,1396

Koefisien kurtosis = 5,40023

Maka digunakan distribusi Gumbel.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

40

4. Koefisien kemencengan = bebas Koefisien

kurtosis = bebas

Maka digunakan distribusi log pearson tipe III.

Dimana langkah-langkah perhitungan curah hujan rencana dengan

menggunakan cara Log Pearson Tipe III adalah sebagai berikut: (CD.

Soemarto, Hidrologi Teknik, 1995)

1. Mengubah data curah hujan rata-rata tahunan sebanyak n buah X1, X2,

X3, ………., Xn menjadi log X1, log X2, log X3, ………, log Xn.

2. Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus berikut ini:

Log X = ∑

3. Menghitung harga standand dengan rumus berikut ini:

S = ∑

4. Menghitung koefisien kemencengn dengan rumus berikut ini:

Cs = ∑

5. Menghitung logaritma curah hujan rencana dengan kala ulang tertentu

didapat dengan persamaan:

Log Q = Log X + G.S

Harga G didapat dari Tabel 2.1 untuk harga Cs positif, dan harga Cs

negatif. Jadi dengan harga Cs yang terhitung dan waktu balik yang

dikehendaki G dapat diketahui. 6. Mencari antilog dari log X untuk memdapatkan debit banjir dengan

waktu balik yang dikehendaki XT.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

41

Tabel 2.21 Nilai K Distribusi Person Type III dan Log Person Type III untuk

Koefisien Kemencengan (CS)

Sumber: (Ir CD. Soemarto,B.I.E. Dipl. H., 1986, Hidrologi)

2.5.3 Debit Banjir Rencana

Debit rencana adalah debit yang dipakai sebagai dasar untuk perhitungan

ukuran bangunan yang direncanakan. Untuk daerah pengaliran yang luasnya

lebih kecil dari 50 km2 , digunakan metode rasional.

Adapun debit rencana (QR) dapat dihitung dengan rumus rasional sebagai

berikut (Ven TE Chow, Hidrolika Saluran Terbuka, 1997)

QR = 0,278 . C . I .A

dimana:

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

42

QR = debit banjir (m3 /dt)

C = koefisien pengaliran

I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A = luas daerah pengaliran (km2 )

2.5.4 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir

dari daerah pengairan ke titik pengukuran. Lama waktu konsentrasi (tc) terdiri

atas waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke

saluaran terdekat (to) dan waktu untuk mengalir di dalam saluran ketempat

yang diukur (td).

tc = to + td

dimana:

tc = Waktu konsentrasi durasi hujan (menit)

to = Waktu pengaliran pada permukaan saluran (menit)

td = Waktu pengaliran dalam saluran (menit)

Dengan metode Rasional, waktu konsentrasi to dapat pula didekati dengan

Rumus Kirpich sebagai berikut:

tc =

dimana:

tc = Waktu konsentrasi durasi hujan (jam)

L = Panjang Saluran (m)

S = Beda Tinggi antara titik terjauh

2.5.5 Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan rata-rata yang terjadi pada

dalam suatu daerah dalam suatu satuan waktu tertentu yang sesuai dengan

waktu konsentrasi dan periode ulang tertentu. Sifat umum hujan adalah makin

singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin

besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Seandainya data hujan

yang diketahui hanya hujan harian, maka menurut Dr. Mononobe intensitas

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

43

hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung dengan rumus (CD. Soemarto,

Hidrologo Teknik, 1995):

I =

dimana:

I= intensitas hujan (mm/jam)

R= curah hujan rencana setempat (mm)

tc = lama waktu konsentrasi (jam)

2.5.6 Koefisien Pengairan

Koefisien pengairan adalah suatu variabel yang dipengaruhi oleh tata guna

lahan, kemiringan, jenis dan kondisi tanah.

Tabel 2.22 Koefosoen Pengairan (C)

Tipe Daerah Aliran Jenis Permukaan dan Tata Cara

Lahan

Harga C (%)

Perumputan Tanah pasir dan slope 2% 0.05-0.10

Tanah pasir, rata-rata, slope 2%-7% 0.10-0.15

Tanah pasir, curam, slope 7% 0.15-0.20

Tanah gemuk, datar, slope 2% 0.13-0.17

Tanah gemuk, rata-rata, slope 2%-7% 0.18-0.22

Tanah gemuk, curam, slope 7% 0.25-0.35

Bisnis Daerah kota lama 0.75-0.95

Daerah pinggiran 0.50-0.70

Perumahan Dae ah “Single family” 0.30-0.50

“Multi unit” terpisah 0.40-0.60

“Multi unit” tertutup 0.60-0.75

“Sub-urban” 0.25-0.40

Daerah rumah apartement 0.50-0.60

Industri Daerah ringan 0.60-0.90

Daerah berat 0.10-0.25

Perumahan, kuburan 0.20-0.40

Tempat bermain 0.10-0.30

Halaman kereta api 0.10-0.30

Daerah yang tidak Beraspal 0.70-0.95

dikerjakan jalan Beton 0.80-0.95

Batu 0.70-0.85

Untuk berjalan dan naik

Kuda 0.75-0.85

Atap 0.75-0.95

Sumber : Imam Subarkah, Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, 1980

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

44

2.5.7 Analisa Tanah

Aliran dari satu titik ke titik yang lain terjadi apabila ada perbedaan head

atau tenaga potensial. Sifat dari media tanah yang mampu dilewati air diartikan

sebagaikemampuan tanah dirembesi air (permeability tanah). Darcy (1856)

menunjukkan bawah laju aliran air pada media tanah porous adalah berbanding

lurus dengan kehilangan head dan berbanding terbalik dengan panjang lintasan

aliran.Secara matematik laju aliran pada tanah adalah:

vs = Q Av, dimana :

As A = vs v = n, yang dikenal sebagai prioritas.

kemudian kalau dinamakan.

Q = A. v = Av . vs

vs = A . Av . v

vs = 1 . n . v

dimana 𝑛

jadi :

e = angka pori

Berkenaan dengan hubungan : Q A = v = Ki, maka koefisien permeabilitas

dapat didefinisikan sebagai kecepatan aliran yang melewati keseluruh

penampang melintang tanah, karena satu gradien hidrolis.

Jadi suatu koefisien permeabilitas adalah satuan kecepatan yang bisa

dinyatakan dalam cm/dt atau m/dt.

Pada pengembangan air tanah, sering digunakan koefisien transmisilibility

(T), yang didefinisikan sebagai koefisien lapangan yang nilainya sama dengan

koefisien permeability dikali dengan ketebalan lapisan aliran. Faktor-faktor

yang mempengaruhi koefisien permeabilitas:

1. Ukuran Butiran

Koefisien permeabilitas bisa ditentukan dari analisa ukuran butir,

dimana dari banyak percobaan menghasilkan banyak rumus, rumus

empiris yang tidak terlalu akurat, karena pada dasarnya permeabilitas

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

45

masih tergantung dari beberapa variabel lainnya. Salah satu rumus temuan

dari Allen Hazen yang bisa dipakai adalah

K : 100 ∙

K dalam cm/dt dan D10 adalah ukuran butiran lebih dari 0,256 dalam

cm.

2. Sifat-Sifat dari Air Pori

Permeabilitas berbanding lurus dengan kerapatan dan berbanding

terbalik dengan kekentalan air tanah. Sedang kekentalan air tanah sangat

dipengaruhi oleh perubahan temperatur.

3. Susunan Struktur Partikel Tanah Lapisan Tanah

Permeabilitas dari tanah yang sama akan bervariasi untuk susunan dan

bentuk butiran yang berbeda. Penambahan dari angka pori akan

menyebabkan peningkatan dari permeabilitas. Dari banyak tes

laboratorium menunjukkan ada hubungan : K ≈

4. Tingkat Kejenuhan dan Campuran Dalam Angka Pori

Hukum Darcy bisa digunakan dalam kondisi jenuh, udara yang

terperangkap pada pori-pori tanah dan zat asing yang ada dapat

mengurangi permeabilitas.

Beberapa sifat tanah yang perlu diketahui dan berkait dengan masalah

drainase adalah:

1. Angka pori ( e )

e = Vv / Vs

2. Porositas ( ne )

ne =

3. Hubungan antara e dan ne

e =

Dimana:

Vv : Volume pori

Vs : Volume butir

V : Volume tanah

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

46

5. Koefisien rembesan (koefisien permeabilitas hidrolik konduktifitas, k).

Didefinisikan sebagai kecepatan aliran melalui material permeabel

dengan suatu kemiringan hidrolik sama dengan 1.

Angka ini diperoleh dari percobaan Darcy, yaitu tentang gerakan

aliran bawah tanah:

Q = k . I . A atau k =

Untuk per satuan lebar : q =

Dimana:

A : Luas penampang = B x D

Untuk per satuan lebar, A= 1 x D

D : Tebal tapisan tanah

Harga k tergantung pada geometrik butiran, kejenuhan tanah,

temperatur dan adanya retakan-retakan di tanah. Temperatur

mempengaruhi harga k karena menyebabkan viskositas air berkurang,

sehingga meningkatkan harga k. untuk lapisan tanah yang dalam, pengaruh

temperatur diabaikan. Berikut perkiraan harga k yang tercantum dalam

tabel 2.5.

2.5.8 Kapasitas Saluran Permukaan

Kapasitas saluran permukaan didefinisikan sebagai debit maksimum yang

mampu dilewati oleh setiap penampang sepanjang saluran. Kapasitas saluran

permukaan ini, digunakan sebagai acuan untuk menyatakan apakah debit yang

direncanakan mampu dialirkan oleh saluran pada kondisi existing tanpa terjadi

luapan. Kapasitas saluran dihitung berdasarkan rumus Manning.

(Prof.DR.Ir.Bambang Triatmodjo,CES.,DEA, Hidrolika II, Beta, Jogyakarta,

2013)

Q = A . V = A

𝑅

dimana:

Q : debit saluran (m3/dt)

n : koefisien kekasaran manning

R : jari-jari hidrolis saluran (m)

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

47

i : kemiringan saluran

A : luas penampang saluran (m2 )

Bentuk penampang saluran terbuka adalah segi empat, segi tiga, trapesium,

lingkaran, dan lain-lain rumus-rumus dari penampang tersebut adalah sebagai

berikut:

Saluran segi empat:

A = (b+h)

P = h + 2h

R = A / P

Dimana:

b : lebar dasar saluran ( m )

h : tinggi air dalam saluran ( m )

m : miring tebing saluran ( m )

A : luas penampang ( m2 )

P : keliling basah saluran ( m )

R : jari-jari hidrolis ( m )

Tabel 2.23 Koefisien Kekasaran manning

Tipe Saluran Min. Normal Maks.

Saluran dilapisi atau dipoles :

Beton

Dipoles dengan sendok kayu

Dipoles sedikit

Dipoles

Tidak Dipoles

Adukan semprot, Penampang rata

Adukan semprot, Penampang gelombang

Pada galihan batu yang teratur

Pada galihan batu yang tidak teratur

0,011

0,013

0,015

0,014

0,016

0,018

0,017

0,022

0,013

0,015

0,017

0,017

0,019

0,022

0,020

0,027

0,015

0,016

0,020

0,020

0,023

0,025

Dasar beton dipoles sedikit dengan tebing dari :

Batu teratur dalam adukan

Batu tidak teratur dalam adukan

Adukan batu, semen, diplester

Adukan batu dan semen

batu kosong atau rip - rap

0,015

0,017

0,016

0,020

0,020

0,017

0,020

0,020

0,025

0,030

0,020

0,024

0,024

0,030

0,035

Pasangan batu

Batu pecah, semen

0.017

0.025

0.030

Gambar 2.10 Penampang

Saluran Segi Empat

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

48

Batu kosong 0.023 0.032 0.035

Digali atau dikeruk :

Tanah berkelok-kelok dan terang

Tanpa rumput dengan beberapa tanaman

pengganggu

Rumpu dengan beberapa tanaman pengganggu

Banyak tanaman pengganggu pada saluran

yang dalam

Dasar tanah tebing dari batu pecah

Dasar berbatu dengan tanaman pengganggu

pada tebing

Dasar berkerakal dengn tebing yang bersih

0,023

0,025

0,030

0,028

0,025

0,030

0,025

0,030

0,035

0,030

0,035

0,040

0,030

0,033

0,040

0,035

0,040

0,050

Sumber: Ven Te Chow, Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics)

2.5.9 Kecepatan Minimum Yang Diijinkan

Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak

menimbulkan endapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatik serta

lumut. Pada umumnya (dalam praktek), kecepatan aliran sebesar 0.60-0.90

m/dt, dapat digunakan apabila persentase lumpur di air cukup kecil.

2.5.10 Kemiringan Dasar Saluran

Kemiringan dasar saluran disini mencangkup kemiringan dasar dan

kemiringan dinding saluran. Oleh karena itu kemiringan dasar saluran sedapat

mungkin sesuai dengan kemiringan medan dan harus menjadikan kecepatan

yang self cleaning (kemampuan membersihkan diri).

Kemiringan mimimum agar terjadi pengaliran air yang sefl cleaning

adalah 0.005-0.008 tergantung pada bahan yang digunakan. Kemiringan yang

lebih curam dari 0.002 bagi tanah lepas sampai dengan 0.005 untuk tanah padat

akan menyebabkan erosi (penggerusan) pada dasar saluran.

2.5.11 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak saluran

sampai pada permukaan air pada kondisi perencanaan. Jarak tersebut harus

sedemikian rupa, sehingga dapat mencegah luapan air akibat gelombang serta

fluktuasi permukaan air (Ven TE, Hidrolika Saluran Terbuka, 1997).

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

49

2.5.12 Perencanaan Dimensi Saluran

Besarnya dimensi saluran sangat dipengaruhi oleh banyaknya air yang

akan disalurkanserta kecepatan air yang diijinkan. Kecepatan air tidak boleh

terlalu kecil supaya tidak terjadi pengendapan, jadi tidak terlalu besar supaya

tidak terjadi erosi atau pengikisan pada saluran yang direncanakan. Untuk

menentukan dimensi saluran diajurkan untuk melakukan pendekatan terhadap

perbandingan antara lebar dasar saluran.

Bentuk penampang saluran terbuka adalah segi empat, segi tiga, trapesium,

dan lain-lain. Rumus kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi penampang

digunakan rumus Manning ( Ven TE, Hidrolika Saluran Terbuka, 1997).

V =

. 𝑅

Jadi dapat dihitung besarnya debit aliran (Q):

V A ∙ V

V A ∙

∙ 𝑅

Dimana:

V = kecepatan aliran (m/dt)

n = koefisien kekasaran manning

R = jari-jari hidrolis (m)

S = kemiringan dasar saluran

A = luas penampang melintang basah saluran (m2 )

P = keliling basah (m)

Q = debit aliran (m3 /dt)

2.6 Rencana Anggaran Biaya

Menurut (Nurcholid Syawaldi) pengertian dari Rencana Anggaran Biaya

(RAB) adalah suatu perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan

dan upah, serta biaya – biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan

bangunan atau proyek tertentu. Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam

penyusunan anggaran biaya antara lain:

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

50

a. Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), sebagai pedomannya digunakan harga

satuan tiap meter persegi luas lantai. Namun anggaran biaya kasar dapat

juga sebagai pedoman dalam penyusunan RAB yang dihitung secara teliti.

b. Anggaran Biaya Teliti, proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat sesuai

dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya.

Tujuan dari pembuatan RAB adalah untuk mengetahui harga item

pekerjaan sebagai pedoman untuk mengeluarkan biaya – biaya dalam masa

pelaksanaan. Selain itu supaya bangunan yang akan didirikan dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Fungsi adanya RAB adalah sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan dan

sebagai alat pengontrol pelaksanaan pekerjaan.

2.6.1 Analisis Harga Satuan Dasar (HSD)

HSD merupakan komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan

(HSP) (Kementerian PUPR). Setelah memperoleh data HSD selanjutnya data-

data tersebut masuk dalam rekaitulasi data untuk menghitung RAB dan

selanjutnya akan dikalikan dengan volume pekerjaan. HSD meliputi HSD

tenaga kerja, HSD alat, HSD bahan yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. HSD Tenaga Kerja

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

bahan rujukan harga standar untuk upah yang sesuai dengan peraturan daerah

(Gubernur, Walikota, Bupati) setempat sebagai HSD tenaga kerja (Kementrian

PUPR). Daftar satuan upah standar Kabupaten Pamekasan disajikan dalam

Tabel 2.24.

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

bahan rujukan harga standar untuk upah sebagai HSD tenaga kerja. Langkah

perhitungan HSD tenaga kerja menurut Kementrian Pekerjaan Umum 2016

adalah sebagai berikut:

1) Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja yang diutuhkan, misal pekerja

(P), tukang (Tx), mandor (M), atau kepala tukang (KaT).

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

51

2) Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur,

Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survai di lokasi yang

berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan

dilakukan.

3) Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah dengan

memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport selama masa

kontrak.

4) Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24 – 26 hari), dan

jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam).

5) Hitung biaya upah masing-masing pekerja yaitu dihitung per jam per

orang.

6) Rata-ratakan seluruh dari biaya upah per jam sebagai upah rata-rata per

jam.

Tabel 2.24 Daftar Satuan Upah Standar Kabupaten Pamekasan

NO URAIAN SATUAN UPAH (Rp)

1 Tenaga/Pekerja jam 11,553.57

2 Mandor jam 15,839.29

3 Tukang jam 12,982.14

4 Operartor jam 12,982.14

5 Pembantu Operator jam 11,553.57

Sumber: Peraturan Bupati Pamekasan, 2018

b. HSD Alat

Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir, spesifikasi

alat (tenaga mesin, kapasitas kerja alat, umur ekonomis alat, jam kerja dalam

satu tahun), harga alat, serta faktor investasi alat meliputi suku bunga bank,

asuransi alat. HSD alat meliputi biaya pasti per jam dan biaya operasional per

jam (Kementrian PUPR). Contoh penggunaan Harga Satuan Dasar (HSD) alat

seperti pada Tabel 2.25

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

52

Tabel 2.25 Contoh Daftar Harga Satuan Dasar (HSD) Dump Truck 10 ton

No

Uraian Kode Satuan Koef

Harga

Satuan

(Rp)

Jumlah

Harga

(Rp)

A Uraian Peralatan

1 Jenis Peralatan Dump Truck 10 Ton

2 Tenaga Pw HP 190 - -

3 Kapasitas Cp Ton 10 - -

4 Alat Baru :

a. Umur Ekonomis A Tahun 5 - -

b. Jam Kerja dalam 1 Tahun W Jam 2000 - -

c. Harga Alat B Rp 420000000 - -

B Biaya Pasti Per Jam Kerja

1 Nilai Sisa Alat (10% x B) C Rp 42000000 - -

2 Faktor Angsuran Modal (

i (1 i)A

(1 i)A-1

) D - 0.26 - -

3 Biaya Pasti Per Jam

a. Biaya Pengembalian Modal

((B - C) D

)

E Rp 49140 - -

b. Asuransi (0,002 B

) F Rp 420 - -

Biaya Pasti Per Jam (E + F) G Rp 49560 - -

C Biaya Operasi Per Jam Kerja

1 Bahan Bakar (12% - 15%) x Pw x Ms H Rp 186485.475 - -

2 Pelumas (2.5%-3%) x Pw x Mp I Rp 102600 - -

3 Biaya Bengkel ( 6,25% dan 8,75% B

)

J Rp 18375 - -

4 Perawatan (

(12,5% - 17,5%) B

) K Rp 36750 - -

5 Operator (1 orang/jam) x U1 L Rp 4179.29 - -

6 Pembantu Operator (1 orang/jam) x U2 M Rp 3707.86 - -

Biaya Operasi Per Jam

(H+I+J+K+L+M) P Rp 352097.625 - -

D Total Biaya Sewa Alat/Jam (G+P) S Rp 401657.625 - -

E Lain-lain

1 Tingkat Suku Bunga i % / th 10 - -

2 Upah Operator/Supir/Mekanik U1 Rp/jam 4179.29 - -

3 Upah Pmb Operator/Pmb Supir/Pmb

Mekanik U2 Rp/jam 3707.86 - -

4 Bahan Bakar Solar Ms Liter 6543.35 - -

5 Minyak Pelumas Mp Liter 18000 - -

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2016

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

53

c. HSD Bahan

Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar bahan antara lain adalah

kualitas, kuantitas, dan lokasi asal bahan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan

kuantitas dan kualitas bahan harus ditetapkan dengan mengacu pada spesifikasi

yang berlaku. Data harga satuan dasar bahan dalam perhitungan analisis ini

berfungsi untuk kontrol terhadap harga penawaran penyedia jasa. Harga satuan

dasar bahan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:

1. Harga satuan dasar bahan baku, misal: batu, pasir, semen, baja tulangan,

dan lain-lain.

2. Harga satuan dasar bahan olahan, misal: agregat kasar dan agregat halus,

campuran beton semen, campuran beraspal, dan lain-lain.

3. Harga satuan dasar bahan jadi, misal tiang pancang beton pracetak, panel

pracetak,geosintetik dan lain-lain.

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

rujukan harga standar bahan atau HSD bahan per satuan pengukuran standar.

Analisis HSD bahan memerlukan data bahan baku, serta biaya transportasi dan

biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau bahan jadi. Contoh HSD

bahan seperti pada Tabel 2.26.

Tabel 2.26 Contoh Daftar Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan

No Uraian Satuan Harga

Satuan

(Rp)

1 Agregat Pecah Mesin 5-10 &

10-15 mm m

3 325,000.00

2 Agregat 0-5 m3 260,000.00

3 Batu kali M3 185,000.00

3 Aspal Kg 10,300.00

4 Semen / PC Kg 1,200.00

5 Kerosene liter 10,670.00

Sumber: Peraturan Bupati Pamekasan, 2018

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

54

2.7 Hasil penelitian Sebelumnya

Sepanjang pengetahuan penulis Tugas Akhi dengan judul “Perencanaan

Perkerasan Lentur Overlay Dengan Menggunakan Metode Aashto 1993 Dan

Metode Analisa Komponen 1987 Pada Ruas Jalan Bandaran – Gro`Om,

Kabupaten Pamekasan”. Belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga penelitian

ini dapat diharapkan dapat menjadi referensi baru yang bermanfaat. Penelitian

sejenis pernah ditulis oleh penulis sebelumya.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Listyaningrum (2014) dengan judul

“Pe bandingan Pe encanaan Tebal Pe ke asan entu Menggunakan

Metode Analisa Komponen SKBI 1987 Dengan Manual Desain

Perkerasan Jalan 2013 Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Serta

Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Dan Time Schedule” Penelitian ini

dilakukan pada Ruas Jalan Sentolo – Pengasih – Waduk Sermo STA.

8+500 sampai STA. 10+500, Kulonprogo, Yogyakarta dengan metode

Analisa Komponen SKBI 1987 dan Metode Manual Desain Perkerasan

Jalan 2013 Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Pada penelitian ini

diperoleh hasil tebal perkerasan jalan pada Metode Analisa Komponen

SKBI 1987 yaitu untuk lapisan permukaan (surface course) digunakan

Laston MS 590 kg dengan tebal 10 cm, untuk lapisan pondasi atas (base

course) digunakan batu pecah kelas A dengan tebal 20 cm, dan untuk lapis

pondasi bawah (subbase course) digunakan batu pecah kelas B dengan

tebal 45 cm sehingga total ketebalan sebesar 75 cm. Sedangkan pada

Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 yaitu untuk lapisan

permukaan (surface course) digunakan Laston MS 590 kg dengan tebal

17,5 cm, untuk lapisan pondasi atas (base course) digunakan Cement

Treated Base (CTB) dengan tebal 15 cm, dan untuk lapis pondasi bawah

(subbase course) digunakan batu pecah kelas A dengan tebal 15 cm

sehingga total ketebalan sebesar 47,5 cm.

2. Penelitian yang dilakukan oleh idodo (2014) dengan judul “Pe ancangan

Ulang Ruas Jalan Wonosari – Semin STA.0+000 – 4+000 D.I.

Yogyaka ta”. Penelitian ini dilakukan pada Ruas Jalan onosa i – Semin

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

55

STA.0+000 – 4+000 D.I. Yogyakarta dengan analisis tebal perkerasan

jalan menggunakan Metode Analisa Komponen SKBI 1987. Pada

penelitian ini diperoleh hasil tebal perkerasan jalan pada Metode Analisa

Komponen SKBI 1987 yaitu untuk lapisan permukaan (surface course)

digunakan Laston MS 744 kg dengan tebal 10,5 cm, untuk lapisan pondasi

atas (base course) digunakan batu pecah kelas A dengan tebal 20 cm, dan

untuk lapis pondasi bawah (subbase course) digunakan batu pecah kelas B

dengan tebal 10 cm sehingga total ketebalan sebesar 40,5 cm

3. Penelitian yang dilakukan oleh Renaldy (2018) dengan judul

“Perencanaan Perkerasan Lentur (Flaxible Pavement) Jalan Menggunakan

Metode Bina Marga Pada Ruas Jalan (Matak Kecil Kabupaten Anambas

Kepulauan Riau)”. Penelitian ini dilakukan pada Ruas Jalan Matak Kecil,

Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau) dengan analisis tebal perkerasan

jalan menggunakan Metode Bina Marga. Pada penelitian ini diperoleh

hasil tebal perkerasan jalan pada Metode Analisa Komponen SKBI 1987

yaitu untuk lapisan permukaan (surface course) digunakan Laston MS 744

kg dengan tebal 15 cm, untuk lapisan pondasi atas (base course)

digunakan batu pecah kelas A dengan tebal 20 cm, dan untuk lapis pondasi

bawah (subbase course) digunakan batu pecah kelas B dengan tebal 15 cm

sehingga total ketebalan sebesar 50 cm.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Arbangi, Abi (2018) dengan judul

“Perencanaan Perkerasan Lentur Overlay (Flexibel Pavement)

Menggunakan Metode Analisa Komponen 1987 Dan Metode Aashto 93

(Studi Kasus Ruas Jalan Winongan Sta 0+00 – Sta 2+46 Kabupaten

Pasuruan)”. Penelitian ini dilakukan pada Ruas Jalan Winongan Sta 0+00

– Sta 2+46 Kabupaten Pasuruan dengan analisis tebal perkerasan jalan

menggunakan Menggunakan Metode Analisa Komponen 1987 Dan

Metode Aashto 93. Pada penelitian metode 1993 Menunjukkan Bahwa

Kebutuhan Ketebalan Lapisan Tambahan Yang Dibutuhkan Adalah 1,47

Inch Atau 3,75 Cmdengan Data Penahan Tata Letak Tahan Yayasan Di

Bawah Jenis Bahan Sirtu (Campuran Pasir Dan Batuan) (Kelas C), Cbr

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58474/3/BAB II.pdf · untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya

56

30% Dengan 10 Cm, Lapisan Dasar Jenis Patah (Kelas A) Cbr 100% Atau

20 Cm, Dan Lapisan Permukaan Hra (Aspal Rolled Panas) Dengan

Ukuran 5cm.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Muhajir, Ahmad (2018) dengan judul

“Perencanaan Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Jenderal Sudirman Kota

Marabahan Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan”.

Penelitian ini dilakukan pada Ruas Jalan Jenderal Sudirman Kota

Marabahan Kabupaten Barito dengan analisis tebal perkerasan jalan

menggunakan Menggunakan Metode Analisa Komponen 1987. . Pada

penelitian ini menunjukan bahwa ketebalan permukaan 15 cm, permukaan

anas 20 cm, permukaan bawah 10 cm, dengan nilai cbr nilai CBR 3,45%.