BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum -...

25
5 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum Menurunnya kinerja struktural didefinisikan sebagai kondisi yang menyebabkan menurun atau berkurangnya kapasitas struktur perkerasan dalam menanggung beban lalu lintas dari waktu ke waktu. Ilustrasi penuruna pelayanan dan kapasitas struktural terhadap kumulatif beban lalu lintas selama masa layan dapat dilihat pada Gambar II.1. berikut. Gambar II.1. Penurunan tingkat pelayanan dan kapasitas struktural terhadap kumulatif beban kendaraan (sumber AASHTO, 1993) Dalam melakukan evaluasi kinerja dari pada struktural perkerasan eksisting dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas struktur akibat repetisi beban kendaraan pada masa sekarang dan pada masa umur rencana. Metoda evaluasi kapasitas struktural kapasitas perkerasan eksisting, diantaranya dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut: 1. Survai visual dan pengujian material Survai yang dilakukan untuk mengetahui semua informasi yang tersedia mengenai desain, pelaksanaan konstruksi, dan pemeliharaan yang telah dilakukan dan

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum -...

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

5

BAB II

Tinjauan Pustaka

II.1. Umum

Menurunnya kinerja struktural didefinisikan sebagai kondisi yang menyebabkan menurun

atau berkurangnya kapasitas struktur perkerasan dalam menanggung beban lalu lintas dari

waktu ke waktu. Ilustrasi penuruna pelayanan dan kapasitas struktural terhadap kumulatif

beban lalu lintas selama masa layan dapat dilihat pada Gambar II.1. berikut.

Gambar II.1. Penurunan tingkat pelayanan dan kapasitas struktural

terhadap kumulatif beban kendaraan

(sumber AASHTO, 1993)

Dalam melakukan evaluasi kinerja dari pada struktural perkerasan eksisting dimaksudkan

untuk mengetahui kapasitas struktur akibat repetisi beban kendaraan pada masa sekarang dan

pada masa umur rencana. Metoda evaluasi kapasitas struktural kapasitas perkerasan eksisting,

diantaranya dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

1. Survai visual dan pengujian material

Survai yang dilakukan untuk mengetahui semua informasi yang tersedia mengenai

desain, pelaksanaan konstruksi, dan pemeliharaan yang telah dilakukan dan

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

6

juga survai terinci untuk mengidentifikasi tipe, jumlah, kerusakan perkerasan atau

kemerosotan struktur perkerasan, dan lokasi-lokasi yang berbahaya serta kondisi

drainage.

2. Pengujian Lendutan

Pengujian lendutan perkerasan dilakukan diantaranya dengan menggunakan alat

Falling Weight Deflectometer (FWD) untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan

dan mengetahui Modulus Resilien tanah dasar.

3. Kelelahan akibat beban lalu 1intas

Kelelahan material lapis perkerasan yang secara berangsur-angsur diakibatkan, oleh

repetisi beban kendaraan yang telah terjadi dan selama umur rencana sehingga

dapat dihitung nilai umur sisa rencana.

Pemeriksaan struktur perkerasan dengan percobaan di lapangan yang tidak merusak (non

destructive) semakin populer dan mulai banyak digunakan di berbagai negara, seperti alat

FWD. Peralatan dengan pembebanan dinamis telah menjadi metoda yang dipilih karena

operasional di lapangan relatif sederhana, cepat dan ekonomis.

Analisis data hasil percobaan dengan alat FWD merupakan hal yang terpisah diantaranya

dengan menggunakan program komputer ELCON. Program ini mampu menganalisis

cekung lendutan dari titik-titik pengamatan.

Hasil analisis data berupa nilai modulus lapis perkerasan sehingga dapat dihitung tebal

overlay dan umur sisa.

Prinsip yang ada dalam prosedur perencanaan menggunakan data lendutan dari alat

FWD adalah metoda analitis-empiris. Analitis berhubungan dengan besarnya angka yang

didapat untuk menghitung tegangan, regangan atau. lendutan dalam sistem multilayer yang

menjadi subjeknya dalam beban luar, dan pengaruh temperatur atau kadar air. Sedangkan

empiris berkaitan dengan permodelan struktur perkerasan.

Metoda mekanistik berhubungan dengan kemudahan untuk menterjemahkan perhitungan

analitis dari respon perkerasan kepada kinerja struktur perkerasan, yang berhubungan dengan

kerusakan fisik seperti retak atau keriting (DANIDA, 1990).

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

7

Evaluasi kondisi dilakukan untuk mengetahui kemerosotan fungsional mengenai mutu

pelayanan dan skid resistance-nya yaitu suatu kondisi yang berpengaruh kepada kenyamanan

dan keamanan bagi pengguna jalan, juga untuk perencanaan tebal leveling.

II.2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

II.2.1. Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan (Jointed Plain Concrete

Pavement)

Perkerasan beton tanpa tulangan, dibuat dengan sambungan kontruksi tertutup. Dowel atau

ikatan agregat mungkin digunakan untuk penyaluran beban melintang sambungan. Fungsi

penggunaan dowel dapat berbeda-beda di berbagai negara, tergantung pada jenis agregat,

iklim, pengalaman sebelumnya, jarak sambungan antara 4,5 m dan 9,0 m telah digunakan.

Tetapi jika Jarak sambungan tambah besar maka ikatan agregat akan menurun sehingga

mengakibatkan resiko retak yang semakin besar. Hasil survey, Nussbaum and Lokken (1970)

merekomendasikan jarak sambungan maksimum 6,0 m untuk sambungan dengan dowel dan

4,5 m untuk sambungan tanpa dowel (Huang, 1993).

Beberapa kasus, dilakukan sambungan melintang yang diserongkan sekitar 1,2 m sampai 1,5

m, sehingga roda kendaraan tidak melintas pada sambungan secara bersamaan. Sambungan

melintang dimiringkan akan mernperbaiki penampilan dan memperpanjang umur perkerasan

tanpa tulangan. Sambungan yang diserongkan mempunyai beberapa keuntungan (Sormin,

1996):

• Mengurangi besarnya lendutan dan tegangan pada sambungan, dengan demikian

menambah kapasitas beban yang dapat dipikul oleh perrkerasan dan menambah umur

perkerasan

• Memberi pengaruh yang sedikit pada kendaraan saat melintasi sambungan. Oleh

karenanya perjalanan yang lebih lancar akan didapatkan jika sambungan mempunyai

kekasaran. Sambungan yang dimiringkan digunakan pada perkerasan tanpa tulangan

maupun pada perkerasan dengan perkuatan (reinforced pavement)

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

8

Gambar II.2. Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan (JPCP)

II.2.2. Sambungan pada Perkerasan Kaku

Ada beberapa jenis sambungan (Gambar II.3) yang digunakan pada Perkerasan kaku yang

berguna untuk membatasi tegangan-tegangan yang disebabkan oleh perubahan suhu dan

untuk memberikan sambungan yang baik antara dua bagian perkerasan yang

berdekatan bila dikerjakan pada waktu yang berbeda.

Gambar II.3. Jenis sambungan pada perkerasan kaku

II.2.2.1. Sambungan Muai (Expansion Joints)

Sambungan muai dibuat untuk memberikan kesempatan pada pelat jika memuai. Apabila

Perkerasan beton dikerjakan pada suhu yang meningkat, perkerasan akan mengembang,

menyebabkan bertambahnya panjang pelat. Kalau suhu cukup tinggi memungkinkan pelat

mengembang cukup panjang, sehingga jika tidak tersedia tempat untuk menyalurkan

pertambahan panjang tersebut maka pelat akan menekuk atau patah.

II.2.2.2. Sambungan Susut (Contraction Joints)

Sambungan susut dimaksudkan untuk menanggulangi tegangan tarik akibat penyusutan. Jika

perkerasan beton dikerjakan pada suhu yang menurun, pelat akan berkontraksi jika pelat

cukup bebas untuk bergerak dan diharapkan penyusutan awal akan terjadi pada tempat

dibuatnya sambungan tersebut sehingga retakan dapat dikendalikan.

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

9

II.2.2.3. Sambungan Engsel (Hinge Joints)

Sambungan engsel atau sambungan lenting, (warping joints) digunakan terutama untuk

mengurangi retak sepanjang garis tengah perkerasan. sambungan engsel cocok digunakan

untuk lajur tunggal pada pelaksanaan sekaligus.

II.2.2.4. Sambungan Pelaksanaan (Construction Joints)

Sambungan pelaksanaan dibuat untuk menghubungkan dua pelat yang dicor pada waktu yang

berbeda sehingga memberikan peralihan yang sesuai di antara beton lama dan beton baru.

Sambungan pelaksanaan diletakkan melintang sepanjang lebar perkerasan.

II.2.3. Pondasi Bawah (Sub base) LPB (Lapis pondasi bawah) yang digunakan pada perkerasan kaku bukan untuk memberikan

kapasitas struktur yang kecil. Bila tanah dasar sangat jelek, maka perlu diperbaiki atau diberi

lapis pondasi bawah sehingga diperoleh peningkatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k).

Lapis pondasi bawah mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Berfungsi sebagai lantai kerja selama pelaksanaan

• Mengendalikan kembang susut tanah dasar

• Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan (pumping)

• Memberikan daya dukung yang mantap dan seragam pada pelat

• Melindungi tanah dasar terhadap air

II.2.4 Tanah Dasar (Subgrade) Kehandalan dan kemampuan kinerja dari perkerasan kaku berhubungan erat dengan kondisi

daya dukung tanah dasar. Parameter yang digunakan untuk mengukur daya dukung ini adalah

modulus reaksi tanah dasar (k). Nilai "k" tidak hanya tergantung, pada karakter fisik tanah,

tetapi juga pada kandungan air dan kepadatannya.

Sehingga sekalipun kondisi fisik tanah dan daya dukung tanah dasar memiliki hubungan erat

dengan pelayanan perkerasan jalan beton, namun elemen keseragaman daya dukung tanah

dasar akan menjadi faktor pertama dalam perencanaan dan persiapan 1apisan tanah dasar

(Sormin, 1996)

II.2.5. Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)

Nilai "k" ditentukan dari beban yang terjadi dan lendutan pada pelat. Pendekatan ini

diasumsikan pelat adalah tidak dapat dipadatkan (incompressible) dan sebagai

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

10

konsekuensinya volume tanah atau material lain, atau keduanya, beban yang dipindahkan

sama dengan lengkung lendutan.Jadi nilai ”k” dihitung sebagai berikut :

δPk = …………………………………………………….. (II.1)

Dimana :

k = Modulus reaksi tanah dasar (psi/inch)

P = Beban yang terjadi (psi)

δ = Lendutan pada pelat (inch)

Gambar II.4. Asumsi dasar perilaku modulus reaksi tanah dasar.

Sehingga Nilai "k" dapat diperoleh di lapangan dari hasil pengujian plate bearing. Nilai

pengujian tergantung pada kondisi pengujian, umumnya menggunakan pelat diameter 30

inch. Nilai reaksi tanah dasar dihitung untuk beban satuan standar pada pelat 10 psi.

Penyederhanaan untuk menentukan nilai "k" telah dikembangkan dengan menghubungkan

nilai modulus reaksi tanah dasar dengan percobaan CBR. CBR atau modifikasinya, adalah

yang biasa digunakan dan cara yang dapat diterima untuk mengestimasi tegangan tanah dasar

sekalipun nilai CBR sendiri dapat cukup variabel untuk tanah tertentu.

Oleh sebab perkerasan kaku mendistribusikan beban ke area yang luas, sehingga memberikan

tekanan yang rendah pada lapisan dibawahnya. Kesalahan kecil dalam penentuan dan

pemilihan nilai "k", tidak akan mempengaruhi desain tebal perkerasan. Sebagaimana hasil

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

11

dari kekurangpekaan ketebalan perkerasan terhadap modulus reaksi tanah dasar, kesalahan

dalam mengkolerasikan nilai "k" ke CBR. dan asumsi garis lurus dari hubungan antara beban

dan lendutan dalam persamaan nilai "k" dapat ditoleransi. Hubungan secara grafis antara nilai

"k" dan CBR dipakai oleh NAASRA ini ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar II.5. Hubungan antara Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) dan nilai

California Bearing Ratio

(Sumber : NAASRA)

II.2.6. Modulus Resilien (MR)

Modulus Resillien adalah suatu respon tes dinamik ditetapkan sebagai perbandingan repetisi

aksial tegangan deviator (σd) dengan regangan aksial pemulihan (εr). Modulus Resillien

(MR) merupakan modulus elastis dengan menggunakan teori elastis.

Deformasi permanen terjadi setelah setiap beban bekerja tetapi, jika beban lebih kecil

dibandingkan kekuatan material dan berulang untuk waktu yang lama , deformasi akibat

setiap repetisi beban mendekati pemulihan kembali dan sebanding dengan beban dan dapat

dianggap sebagai elastis

MR = rdεσ

………………………………………………………………………………………….. (II.2)

Dimana :

σd = Tegangan deviator

εr = Regangan aksial pemulihan

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

12

Gambar II.6 menunjukan peregangan spesimen akibat beban test. Pada tahap awal beban

bekerja dapat dianggap terjadinya deformasi permanen yang ditunjukan oleh regangan

plastis. Selama penambahan jumlah repetisi, regangan plastis akibat setiap repetisi beban

menurun. Setelah 100 sampai 200 repetisi regangan secara praktis pulih kembali yang

ditunjukkan oleh εr (Huang, 1993)

Gambar II.6. Regangan akibat repetisi beban

Selain itu, Asphalt Institute memberikan hubungan Modulus Resilien (MR) dan California

Bearing Ratio (CBR) yang merupakan hasil test pendekatan adalah sebagai berikut :

MR = 10,3 x CBR …………………………………………………………………………. (II.3)

II.2.7. Hubungan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) dan Modulus Resilien

Terdapat beberapa hubungan antara k dan MR yang dapat berubah-ubah dan tergantung pada

apakah tegangan atau lendutan dibandingkan atau apakah beban bekerja pada interior, tepi

atau sudut pelat. Jika sub-base berada diantara pelat dan tanah dasar, modulus reaksi tanah

dasar komposit. dapat ditentukan dengan Gambar II.7. Modulus adalah berdasarkan pada

tanah dasar dengan kedalaman tidak terbatas (infinite depth) dan ditunjukkan oleh "k tak

terhingga", grafik dihasilkan menggunakan metoda yang sama bahwa pelat 30 in. yang

bekerja pada sistem dua lapis. Oleh karena itu, nilai "k" diperoleh dari grafik terlalu besar dan

tidak menunjukkan yang terjadi sebenarnya di lapangan

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

13

Gambar II.7. Grafik untuk menentukan modulus reaksi tanah dasar

komposit

(Sumber AASHTO, 1993)

II.3. Analisis Tegangan Pada Perkerasan Kaku

Tegangan yang terjadi pada pelat beton disebabkan oleh perubahan temperatur, beban as

kendaraan, keadaan cuaca dan kondisi tanah dasar. Tegangan akibat perubahan temperatur

dan beban as hampir sama besar dan lebih penting bila dibandingkan terhadap, tegangan

akibat keadaan cuaca. Sedangkan tegangan akibat kondisi tanah dasar (expansion &

contraction), adalah kecil untuk short slab dan menjadi penting untuk long slab.

II.3.1. Tegangan akibat Perubahan Temperatur

Tegangan lenting dalam perkerasan kaku berubah-ubah dengan perbedaan temperatur antara

bagian atas dan bagian bawah beton. Perubahan temperatur udara adalah sebaaai berikut:

• Perubahan tinggi rendahnya temperatur yang lama pada, pelat, akan menyebabkan pelat

melenting. Begitu melenting seluruhnya atau sebagian ditahan oleh berat pelat dan oleh

reaksi batang dowel atau alat penyaluran beban lain pada, sambungan.

• Perubahan temperatur rata-rata menyebabkan pelat memuai atau menyusut. Pergerakan

ini mungkin seluruhnya atau sebagian ditahan oleh daya tahan sebagian tanah dasar atau

kekuatan sambungan.

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

14

II.3.2. Tegangan dan Lendutan akibat Beban Roda

Teori yang digunakan untuk menghitung tegangan pada pelat beton, yang paling sering

digunakan adalah teori Westergaard. Teori ini diterapkan pada pelat dengan dimensi terbatas,

dan tegangan dihitung pada tiga macam kondisi: sudut (corner), interior dan tepi (edge).

Asumsinya pelat beton bersifat homogen, mempunyai sifat elastis yang seragam dan reaksi

tanah dasar berarah vertikal dan sebanding dengan besarnya lendutan pelat yang teijadi.

Teori ini sejak diperkenalkan 1927 dan telah mengalami beberapa kali modifikasi

berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sehingga pada akhimya memberikan hasil yang

sesuai dengan berbagai eksperimen. Teori Westergaard dapat diterapkan baik untuk single

static wheel load maupun multiple static wheel load dan moving loads

II.4. Modulus of Rupture

Beton semen dan material yang distabilisasi sering dievaluasi dengan menggunakan

conventional beam-breaking tests. Kekuatan lentur atau tegangan maksimum serat beton di

bawah beban yang menyebabkan keruntuhan disebut modulus keruntuhan (MR).

Balok beton (6 in. x 6 in. x 18 in.) dari mix design dites kekuatannya pada umur 7 hari, 28

hari dan 90 hari. Dari hasil tes tersebut akap mendapatkan hubungan kekuatan normal dan

waktu sama baiknya dengan nilai desain. Pada umumnya digunakan modulus lentur pada

umur 90 hari atau sekitar 110% dari modulus keruntuhan pada umur 28 hari. Besarnya nilai

modulus keruntuhan (MR) dapat diperoleh dari persamaan berikut:

MR = 2bd

PL ............................................................................................ (II.4)

Dimana :

MR = Modulus keruntuhan (psi)

P = Beban maksimum (lb)

L = Panjang (inch)

b = lebar rata rata sample (in)

d = Tinggi sample (in)

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

15

Pendekatan hubungan antara modulus lentur dan kekuatan tekan beton seperti pada

persamaan berikut:

MR = 'fcK .........................................................................................(II.5)

Dimana :

MR = Modulus lentur (psi)

K = Konstan 8 sampai 10

Fc’ = Kuat tekan beton (psi)

Perdasarkan persamaan-persamaan di atas, untuk hubungan umur beton dan variasi modulus

dapat dilihat pada pada gambar berikut:

Gambar II.8 Hubungan umur beton dengan kekuatan lentur.

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

16

II.5. Alat Falling Weight Deflectometer (FWD)

II.5.1. Umum

Falling Weight Deflectometer (FWD) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja perkerasan

yang bersifat tidak merusak (non destructive) dan dinamis dengan mengukur lendutan

permukaan perkerasan akibat suatu beban tertentu yang diberikan kepada perkerasan tersebut.

Pembebanan pada. FWD berupa beban impuls yang dijatuhkan pada pegas yang dibebani

oleh pelat tunggal dengan tinggi jatuh dan beban dapat diatur.

Beberapa keuntungan dari FWD adalah, sebagai berikut (Nefiadi, 1990) :

• Beban pelat dan tinggi jatuh beban dapat diatur sehingga menyamai intensitas beban yang

diinginkan, balk beban kendaraan ataupun beban roda pesawat.

• Dapat memberikan ide menyeluruh mengenal Pavement performance, melalui

pengukuran lendutan, dan memberikan nilai layer modulus struktur perkerasan.

• Dapat melakukan pengukuran secara tepat, dengan ketelitian yang cukup tinggi, dan alat

dapat dioperasikan secara relatif mudah.

Ada 3 (tiga) komponen utama dalam sistem pengujian FWD, yaitu:

• Alat (trailer) FWD, merupakan suatu unit pengukur lendutan yang pengoperasiannya

dilakukan dengan komputer.

• Processor, merupakan suatu unit kontrol yang menghubungkan trailer FWD dengan

komputer, berfungsi sebagai kontrol operasi trailer FWD dan mengubah hasil lendutan

dalam analog menjadi digital. Komputer dan printer, untuk mengoperasikan alat FWD

dengan memasukkan suatu program komputer lapangan (program FWD).

Beban pelat yang dilepaskan pada ketinggian tertentu dalam waktu singkat, maka

dikategorikan sebagai beban bergerak (dinamis). Sehingga hal ini diasumsikan serupa dengan

pengaruh beban roda yang sebenarnya.

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

17

Gambar II.9 Sistem alat Dynatest 8000 FWD (DYNATEST,1989)

Penelitian menunjukkan bahwa lendutan yang diukur dengan FWD kurang lebih sama

dengan yang disebabkan oleh beban roda yang bergerak dengan kecepatan 60-80 km/jam.

Lendutan, tegangan dan regangan yang ditimbulkan beban roda bergerak seperti pada

Gambar II.9.

Pengukuran lendutan di lapangan disediakan fasilitas komputer untuk menghitung modulus

pada setiap titik deflector. Persamaan modulus permukaan adalah :

E0 = 2(1-v2) x 0

0

dxaσ

..........................................................................(II.6)

Er = (1-v2) x 2

0

rrxdxaσ

..........................................................................(II.7)

Dimana :

E0 = Modulus permukaan pada pusat pelat pembebanan

Er = Modulus permukaan pada jarak r dari pusat pelat, pembebanan

σ0 = Tegangan normal pada permukaan perkerasan

do = Lendutan pada pusat pelat pembebanan

dr = Lendutan pada jarak r dari pusat pelat pembebanan

a = Jari jari pelat pembebanan

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

18

FWD sistem kerja Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah beban perkerasan pada alat

kontrol, beban bergetar serupa dengan pergerakan beban roda. Lendutan permukaan

perkerasan pada jarak radial meningkat dari beban dicatat secara otomatis. Lendutan d1

merupakan lendutan pada pusat beban dan d7 lendutan terjauh dari beban

II.5.2. Pembebanan

Berat beban yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu kepada pelat berdiameter 300 mm

sebenarnya memrepresentasikan tekanan roda pada permukaan perkerasan yang

menyebabkan lendutan pada perkerasan. Sistem pegas atau penyangga karet biasanya

dibebani dalam batas elastis, sehingga gaya maksimum (P) yang diterima perkerasan

(Claessen et al., 1976, Koole, 1979, Sebaaly et al., 1986) adalah:

P = (2 x M x g x h’ x c)0,5 ...................................................................(II.8)

Dimana :

M = Massa FWD (kg)

g = Percepatan gravitasi (m/detik2)

h’ = Tinggi jatuh (m)

c = Konstanta pegas (N/m)

Metoda penentuan besaran gaya maksimum terdiri dari (Koole, 1979):

• Masa beban jatuh diubah hal ini tidak praktis untuk pemeriksaan perkerasan yang rutin.

• Tinggi jatuh diubah hal ini sesuai untuk pemeriksaan perkerasan yang rutin jika

pengaturan tinggi jatuh pada alat yang digunakan memungkinkan

• Konstanta pegas diubah hal ini tidak sesuai untuk pemeriksaan perkerasan yang rutin.

Perubahan masa dan pegas juga mempengaruhi panjang pulsa dari gaya, sehingga pengaturan

besaran gaya yang paling praktis adalah dengan mengatur tinggi. (Nefiadi, 1990).

Page 15: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

19

Gambar II.10. Komponen Falling Weight Deflectometer (FWD)

II.5.3. Deflector

Jarak antara dua deflector dapat diukur paling sedikit lebih besar dari jarak titik jatuh sama

dengan tebal perkerasan. Mula-mula percobaan ini hanya dapat diperkirakan, tapi mengikuti

prosedur akan memastikan layak mendekati keadaan. (Sormin, 1996)

Pengujian FWD pada pelat yang dievaluasi dapat dilakukan pusat pelat dan satu atau lebih

pada sambungan dan sudut. Pada pengujian di sambungan dan sudut, posisi sensor seperti

gambar di bawah ini:

Gambar II.11. posisi sensor deflector pada sambungan dan sudut dengan

FWD

Page 16: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

20

Dengan menghitung tebal perkerasan ekivalen menggunakan metoda Equivalent

menggunakan semua lapisan berubah bentuk menjadi satu lapisan ekivalen yang mempunyai

kekakuan yang serupa sebagai pondasi atas. Dengan demikian tebal pelat sebagai perkerasan

permukaan seakan-akan lebih besar daripada tebal perkerasan sebenarnya.

Sebagian besar perkerasan. di Indonesia mempunyai tebal perkerasan antara 700 mm sampai

1.000 mm, jarak deflector disarankan sebagai berikut :

d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7

0 mm 300 mm 600 mm 750 mm 900 mm 1200 mm 1500 mm

Untuk tebal perkerasan lebih besar dari 1.000 mm, jarak deflector dapat dipakai sebagai

berikut :

d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7

0 mm 300 mm 600 mm 900 mm 1200 mm 1500 mm 1800 mm

Untuk tebal perkerasan kurang dari 500 mm, jarak deflector dapat dipakai sebagai berikut :

d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7

0 mm 200 mm 300 mm 450 mm 600 mm 900 mm 1200 mm

II.6. Cekung Lendutan (Deflection Bowl)

Cekung lendutan yang terjadi basil pengukuran merupakan lendutan pada struktur perkerasan

akibat beban yang efeknya ditangkap oleh 7 buah deflector. Bentuk cekung lendutan

menyatakan integritas struktur perkerasan dan kapasitasnya menahan beban.

Bentuk cekung lendutan juga menyatakan karakteristik kekakuan perkerasan dan dapat

digunakan untuk mengevaluasi beberapa masalah atau untuk menilai kinerja struktural

perkerasan untuk merencanakan overlay

Page 17: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

21

Gambar II.12. Cekung Lendutan (Deflection Bowl)

Kondisi subgrade mempunyai pengaruh yang sangat besar pada cekung lendutan. Lapisan

perkerasan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda dari cekung lendutan.

Pengaruh subgrade terhadap lendutan dijelaskan dengan variasi subgrade vertikal melalui

suatu perkerasan khusus. ,.~ -1

II.7. Evaluasi Struktural

Evaluasi struktural dimaksudkan untuk mengetahui umur sisa dan perencanaan tebal overlay

untuk maksud mengetahui umur sisa dan perencanaan tebal overlay, dengan demikian dapat

memperbaiki kemerosotan struktural dan fungsionalnya. Secara struktural untuk

meningkatkan umur sisa dan kapasitas struktural, sedangkan secara, fungsional untuk

mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan jalan (serviceability) bagi pengguna

jalan baik pada masa sekarang dan yang akan datang. I

II.7.1. Metoda Program ELCON

ELCON adalah akronim untuk Evaluation of Layer Moduli and Overlay Design for Concrete.

Merupakan komputer program yang dapat digunakan pada semua komputer IBM compatible,

dan digunakan untuk menganalisa hasil lapangan dari pengujian Dynatest Falling Weight

Defiectometer (FWD) (Dynatest, 1989). Program ELCON akan mengerjakan analisa struktur

secara otomatis dan merencanakan lapis perkerasan tambahan berdasarkan pengukuran

cekung lendutan yang diukur dengan FWD.

Page 18: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

22

Perhitungan yang dilakukan mencakup penentuan modulus elastis dari material yang

membentuk sistem perkerasan, dan berdasarkan modulus yang diperoleh dapat dihitung

tegangan dan regangan pada perkerasan di bawah beban yang bekeja.

Dengan mengetahui parameter-parameter ini, program tersebut dapat menghitung, umur sisa

perkerasan dan overlay yang dibutuhkan untuk kondisi-kondisi tertentu yang dijadikan

masukan pada program tersebut.

Metoda ini bekerja berdasarkan pendekatan analitis (mekanik) dan empirik. Dua dan tiga

lapis sistem dibolehkan oleh program, tapi pada umumnya perkerasan kaku harus

diperlakukan sebagai dua lapis sistem, sebab lapisan pondasi atas dan bawah sangat kecil

pengaruh dari bentuk cekung lendutan yang dibandingkan pengaruhnya dengan pelat PCC

dan tanah dasar.

ELCON sama penggunaannya dengan prosedur ELMOD31 untuk menentukan. modulus PCC

dan pendukung modulus tanah dasar. Penggunaan modulus PCC, modulus dari reaksi tanah

dasar (nilai "k") kemudian dihitung dari persamaan Westergaard’s. Pada sambungan dan

pojok, persamaan Westergaard's juga dipakai untuk mudah digambarkan.

Untuk memperoleh hasil yang cukup teliti, maka ada beberapa persyaratan dalam, program

ELCON untuk menganalisis struktur perkerasan tersebut, yaitu:

• Struktur perkerasan harus mempunyai satu lapisan kaku, dengan E1/Es > 5, di mana Es

adalah modulus elastis subgrade.

• Modulus elastis lapisan makin ke bawah semakin kecil, yaitu Ei/Ei+1 > 2

• Tebal dari lapisan kaku tersebut H1 > r/2, di mana r adalah radius pelat alas beban. Untuk

sistem 3 (tiga) lapis, tebal lapis atas (H1) harus lebih kecil dari diameter pelat alas beban

dan lebih kecil dari tebal lapis dibawahnya (H1< H2 ).

Jika penngukuran dilakukan dekat sambungan (joint) atau retak besar atau jalan kerikil, maka

struktur perkerasan harus dianggap sebagai sistem dua lapis.

Page 19: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

23

Proses perhitungan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

• Perhitungan modulus elastisitas untuk setiap lapisan perkerasan dibawah kondisi

sebenarnya dari beban, temperatur, dan kondisi tanah dasar dengan membandingkan

lengkung lendutan yang diukur di lapangan dengan teoritis dari sistem perkerasan yang

diketabui tebal tiap lapisannya. lendutan teoritis dihitung berdasarkan Metoda Thicknes

dan hubungan, tegangan regangan Boussinesq. Pengalaman menunjukkan bahwa

beberapa material tanah dasar bersifat elastis non linier sebagai akibatnya untuk tanah

dasar, dua konstanta CO dan N juga dihitung dan untuk., digunakan dalam persamaan

yang memperhitungkan kondisi non linier.

Em = CO x (NS⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛1,01 .............................................................................(II.9)

Dimana :

Em = Modulus tanah dasar komposit

S1 = Tegangan vertikal pada bagian atas tanah dasar

CO = Konstanta

N = Konstanta

• Merubah modulus tiap material menjadi nilai yang, sesuai untuk tiap musim dalam satu

tahun. Hal ini dilakukan dengan koreksi kekakuan dari aspal terhadap, temperatur dan

menetapkan faktor-faktor reduksi yang dimasukkan sebelumnya untuk kekuatan struktur

dari material pondasi atas dan tanah dasar yang disebabkan perubahan kadar air akibat

perubahan iklim.

• Penggunaan metoda equivalent thickness dan hubungan Boussinesq untuk menghitung

tegangan dan regangan yang berkaitan dengan masukkan rencana sebelumnya seperti

beban rencana dan tekanan roda untuk sistem perkerasan yanng sebenarnya, dengan

menggunakan. modulus yang diperoleh pada point b.

• Penghitungan jumlah repetisi beban as yang kritis sesuai dengan tegangan dan regangan

maksimun, dari beban rencana, Jumlah repetisi beban as yang kritis adalah angka yang

mengakibatkan keruntuhan struktur (retak) pada lapisan permukaan atau keruntuhan

fungsional dari pondasi atas dan tanah dasar yang diakibatkan beban lalu lintas. Nilai

kritis ini kemudian dibandingkan dengan tingkat kehancuran tahunan yang sebenarnya

yang disebabkan bekerjanya sejumlah beban as pada tiap musim yang dijumlahkan

Page 20: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

24

dengan persamaan Miner yang memungkinkan dari penjumlahan ini dari kriteria

keruntuhan yang dimasukkan, umur sisa dari perkerasan dalam tahun dapat dihitung dan

memberikan indikasi masa keruntuhan telah terjadi pada lapisan.

• Perhitungan tebal lapis tambahan untuk suatu masukkan umur sisa tertentu, dapat

dilakukan dengan menambah tebal lapis tambahan yang telah diketahui nilai perhitungan

seperti modulusnya secara bertahap. kemudian dilakukan perhitungan seperti pada tahap c

dan d. Proses ini dilakukan secara iterasi sedemikian hingga tebal lapis tambahan yang

diperoleh dapat memberikan keamanan dalam memikul beban as standar kumulatif yang

direncanakan.

Sub-program ELCON

Program ELCON merupakan bagian dari ELMOD31 Packet (Dynatest, 1989) terdiri dari sub-

program utama seperti di bawah ini:

• NEW PARAMETERS

Untuk merubah parameter yang ada, di mana memungkinkan pemakai memilih

parameter-parameter (seperti beban rencana, tekanan roda, jumlah beban as standar

ekivalen, umur rencana, variasi musim dari temperatur, kekuatan struktur dari lapisan

perkerasan, kriteria struktural dari lapisan permukaan, pondasi bawah dan tanah dasar).

• FORMAT

Untuk memformat file data lapangan, karena file data hasil format inilah yang akan

dianalisis/dihitung oleh sub program ELMOD / ELCON.

• EDIT

Untuk menyunting file data yang telah diformat ada yang ingin diperbaiki

• FILE PRINT

Untuk mencetak file data yang telah difromat maupun di edit ingin dicetak

• ELMOD / ELCON

Untuk menghitung modulus lapisan dan rencana lapis tambahan

• ELMOD

digunakan untuk jenis perkerasan lentur, sedangkan ELCON digunakan untuk jenis

perkerasan kaku.

• ELDUS (Evaluation of Layer Moduli and Division Into Uniform Sub Section) Untuk

membagi panjang jalan/seksi ke dalam subseksi yang seragam berdasarkan strukturnya

• PLOTS Untuk mencetak grafik dari lapis tambahan yang dibutuhkan

Page 21: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

25

Gambar II.13. Diagram alir Sub program ELMOD31 Packet (Dynatest,1989)

Berdasarkan diagram alir subprogram ELMOD3 Packet diatas, maka prinsip kerja dari

program ELCON adalah sebagai berikut :

Page 22: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

26

Gambar II.14. Prinsip kerja Program ELCON31

II.8. Lapis Tambahan (Overlay)

II.8.1. Overlay Aspal Hot Mix (HMA) pada Perkerasan Beton

Walaupun overlay HMA telah digunakan secara luas pada perkerasan beton. Jenis overlay ini

sangat sulit untuk dianalisis secara mekanistik sebab terdiri dari dua jenis material yang

berbeda. Secara teoritis program pelat finite element dapat digunakan dengan HMA sebagai

lapisan atas dan beton sebagai lapisan bawah.

Sehingga dengan retak pada pelat beton yang ada, sulit untuk memodelkan pelat bawah. Tipe

overlay ini dapat dianalisis dengan program lapisan elastis jika faktor perkiraan tegangan

untuk beban tepi dan sudut diketahui (Treybig et al., 1977).

Masalah utama dalam, perencanaan overlay HMA pada perkerasan beton adalah

merefleksikan retak, didefinisikan sebagai patah pada suatu overlay atau permukaan tersebut

menggambarkan bentuk retak atau sambungan pada lapisan utama. Hal itu, retak dicegah atau

dikontrol untuk menetapkan permukaan berlubang halus, memelihara keutuhan struktur

overlay dan mencegah intrusi air ke dalam sistem perkerasan. Secara umum bahwa

INPUT - Data lendutan dari FWD ditengah pelat) - Data volume lalu lintas (dalam ESAL) - Data struktur perkerasan kaku - Data temperatur udara dan perkerasan - Parameter-parameter lainnya

PROSES PERHITUNGAN

OUTPUT Akibat lendutan di tengah pelat

- Stiffness Modulus (E) - Umur sisa perkerasan - Tebal lapisan tambahan

OUTPUT Akibat lendutan di sambungan pelat - Modulus reaksi tanah dasar (k) - k/kc dan perbedaan lendutan (dif) - Load transfer (LT) - Umur sisa perkerasan - Tebal lapis tambahan

Page 23: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

27

mekanisme utama perkembangan retak refleksi pada overlay HMA pada perkerasan kaku

adalah pergerakan horizontal akibat perubahan temperatur dan kelembaban, dan pergerakan

vertikal yang berbeda akibat beban lain limas. Keduanya terjadi pada sambungan atau retak

pada perkerasan beton, di mana pergerakan horizontal lebih kritis.

Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk meminimalkan retak refleksi pada overlay

HMA pada perkerasan beton, antara lain:

• Merencanakan overlay HMA lebih tebal Metoda ini dapat digunakan jika ketebalan

overlay untuk mengurangi retak refleksi kurang dari 229 mm. Sebenarnya, ketika overlay

mendekati kisaran 203 sampai 229 mm, menggunakan metoda lain.

• Dipotong dan dipadatkan pelat beton eksisting menjadi bagian yang lebih kecil retak pada

pelat beton dibagi ke dalam bagian yang kecil, penyusunan segmen dengan menggunakan

heavy roller untuk mengurangi rongga pada bagian bawah lapisan, dan melapis pelat

beton dengan HMA. Kegunaan dibuat beberapa bagian (segmen) kecil adalah untuk

meminimalkan pergerakan pelat, akibat termal atau penyebab lainnya. Hal ini mengurangi

retak refleksi pada overlay HMA. Ukuran segmen biasanya 4 sampai 6 ft, adalah masih

cukup besar mempunyai beberapa keutuhan struktural akibat aggregate interlock.

• Menggunakan lapisan relief retak dengan sistem drainase

Lapisan relief retak direncanakan khususnya untuk meminimalisasi retak refleksi dari

perkerasan beton lama pada overlay aspal baru. Lapisan relief ditempatkan sebagai bagian

utama sistem overlay. Secara tipikal, lapisan retak relief adalah lapisan 3.5 in (90 mm)

HMA gradasi kasar terbuka, berisi 25 sampai 35% interconnecting rongga dan

merupakan 100% material hancur. Konsep retak relief diperlukan tiga lapis, yaitu: lapisan

retak relief mix 90 mm (3.5 in.), aspal beton gradasi padat untuk meratakan jalan 50 mm

(2 in.), permukaan aspal beton gradasi padat 40 mm (1,5 in.).

Gambar II.15. Potongan lapisan retak relief pada sistem overlay

Page 24: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

28

• Menggunakan stress-absorbing membrane interlayer dengan overlay

• Menggabungkan membrane interlayer pabrikan dengan overlay

point d dan e sering digunakan dalam beberapa area dan kelihatan efektif dalam mengurangi

retak refleksi. Sehingga dokumentasi yang ada pada kinerja interlayer tidak cukup untuk

menunjukkan ketebalan overlay yang tepat. Oleh karena itu, jika metoda d atau e

dipertimbangkan, pembuat material interlayer harus berkonsultasi untuk mencegah

menentukan ketebalan overlay yang diinginkan.

II.8.2. Overlay Beton Semen (PCC) pada perkerasan beton

Terdapat tiga tipe overlay PCC pada perkerasan baton, yaitu:

a. Unbonded atau Separated Overlay

Unbonded overlay adalah dibuat sama pada perkerasan yang mengalami retak cukup

parah. Sebelum di overlay, permukaan perkerasan yang ada harus bersih dari debu dan

material sealing yang berlebihan. Lapisan pemisah, biasanya terdiri dari HMA atau pasir

dengan tebal kurang dari 2 in, kemudian ditempatkan antara overlay baru dan perkerasan

eksisting untuk mencegah terjadinya retak. Lapisan pemisah dapat juga untuk meratakan

jalan dan supaya dapat menghasilkan ketebalan beton lebih seragam. Dalam penggunaan

program Finite element, pelat dianggap sebagai dua lapisan yang tidak terikat dan

pengaruh pemisah diabaikan.

unbonded overlay bisa digunakan untuk JPCP, tidak perlu disesuaikan dengan lokasi atau

jenis sambungan overlay dengan perkerasan eksisting. Tebal minimum unbonded overlay

adalah 6 in. (152 mm).

b. Bonded atau Monolithic Overlay

Bonded overlay biasanya digunakan hanya ketika perkerasan eksisting yang ada dalam

kondisi balk atau ketika kerusakan berat telah dilakukan perbaikan. Untuk mendapatkan

fully bonded overlay, yang penting mempersiapkan permukaan sebelum di overlay.

Minyak, pelumas, cat dan bahan kontaminasi permukaan harus dibersihkan. Kemudian

lapisan semen tipis ditempatkan pada permukaan beton perkerasan yang kering dan

bersih. Tipe perkerasan JPCP biasanya digunakan bonded overlay, walaupun besi

tulangan mungkin digunakan dalam overlay untuk menambah tulangan pada perkerasan

eksisting. Lokasi sambungan pada overlay harus disesuaikan dengan perkerasan eksisting.

Penggunaan dowel pada bonded dan partially, bonded overlay tidak direkomendasikan

Page 25: BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-kadiaryuna-27716-2... · diantaranya dapat dilakukan dengan cara, ... (pumping)

29

sebab ini akan menimbulkan kerusakan yang terlokalisir pada overlay, langsung diatas

dowel dan mungkin juga menyebabkan overlay tidak menyatu.

c. Partially Bonded atau Direct Overlay

Partially bonded overlay diperoleh ketika beton baru ditempatkan langsung pada pelat

eksisting secara relatif dan bersih. Kecuali kalau melakukan langkah-langkah untuk

mencegah ikatan, beberapa tingkat ikatan dapat diasumsikan, sehingga overlay dapat

didesain pengencer (thinner) yang lebih rendah dari unbonded overlay, untuk

mendapatkan pengurangan tegangan yang diperoleh. Jika perkerasan eksisting

disambung, sambungan harus ditempatkan di atas sambungan eksisting untuk mencegah

retak refleksi. Jarak sambungan partially bonded overlay dibuat sependek mungkin

dengan memberikan sambungan tambahan yang dibuat pada overlay akibat untuk

meminimalkan tegangan akibat temperatur diakibatkan oleh pelat utama yang kaku.