BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Harga diri rendah 1. Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Harga diri rendah 1. Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam setiap penelitian ilmiah kajian pustaka penting untuk
diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan sebagai
tolak ukur untuk membangun kerangka berpikir serta menjadi sumber
untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut
dalam bab ini akan diuraikan teori-teori tentang harga diri (self esteem)
dan bagaimana hubungan antara pelatihan yang dilakukan dengan
peningkatan harga diri bagi ODHA di Kota Salatiga.
2.1. Harga Diri (self esteem)
2.1.1 Pengertian
Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala
keunikan dan tidak lepas dari proses pembahasan ruang psikologi. Diri
manusia secara umum sering dibicarakan dalam kehidupan, dan adanya
pernyataan yang diungkapkan oleh Tesser (2001): bahwa diri manusia
merupakan topik yang sering dibahas, khususnya dalam disiplin ilmu
psikologi. Diri atau self juga dijabarkan dengan berbagai istilah dan salah
satu topiknya yang cukup populer adalah harga diri. Cooley (1902)
mengatakan harga diri bergantung kepada persepsi yang diberikan
significant others terhadap diri seseorang. Mead (1934) juga menekankan
pentingnya pendapat orang lain dalam memberikan penilaian diri yang
didapatkan dengan adanya interaksi sosial.
Harga diri adalah konsep yang penting dan populer, dalam ilmu-
ilmu sosial dan dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian harga diri (self
12
esteem) mengarah pada cara individu mengevaluasi dirinya sendiri (Baron
& Bryn, 1994). Dalam hal senada dengan yang diutarakan oleh Branden
(dalam Latifah, 1999) bahwa harga diri adalah dimensi evaluatif atau
penilaian tentang diri yang merupakan cara seseorang merasakan, menilai
dan menyukai diri sendiri.
Harga diri (self esteem) adalah suatu evaluasi terhadap diri sendiri
yang menentukan seberapa jauh seseorang akan menyukai dirinya sendiri
(Ritandiyono &Retnaningsih 1996). Dalam hal ini sama seperti pendapat
yang dikemukakan oleh Sandrock (1998) mengatakan harga diri adalah
dimensi evaluasi secara keseluruhan mengenai dirinya, yang menunjukan
pada self worth (penghargaan seseorang terhadap dirinya sebagai individu)
atau self image (gambaran diri).
Rosenberg (dalam Deaux dkk, 1993) mengatakan bahwa harga
diri adalah evaluasi yang dilakukan oleh seseorang baik dalam cara positif
maupun dengan cara yang negatif. Pendapat semacam ini juga diutarakan
oleh Coopersmith (dalam Rombe, 1997) yang mendefenisikan bahwa
harga diri merupakan penilaian yang diberikan invididu terhadap dirinya
sendiri, baik positif maupun negatif yang kemudian diekspresikan dalam
sikap terhadap diri sendiri tersebut, apakah ia menerima atau menolak
dirinya.
Dalam kesempatan lain Rosenberg (dalam Harre & Lamb, 1996)
mengatakan bahawa harga diri adalah sikap positif atau negatif terhadap
diri sendiri. Hal ini sama seperti pendapat yang dikemukan oleh Baron
(1992) yang mengatakan bahwa harga diri adalah tingkat dimana individu
memiliki perasaan positif dan negatif mengenai diri sendiri dan kelayakan
diri mereka.
13
Berbagai ungkapan dan pernyataan telah dibahas mengenai harga
diri selama lebih dari puluhan tahun. Di masa sekarang harga diri juga
masih tetap menjadi topik bahasan dalam penelitian psikologi. Dalam
Mruk (1995) Rosenberg mendefinisikan harga diri menjadi tiga bagian,
pertama harga diri termasuk kedalam komponen afektif dan kognitif,
kedua harga diri merupakan komponen yang mampu dievaluasi, dan
ketiga harga diri bukan hanya persoalan pribadi ataupun psikologis tetapi
juga interaksi sosial.
Definisi yang diberikan oleh Shavelson, Stanton dan Hubner
(1976) juga mengatakan harga diri merupakan suatu multidimensi yang
membahas bagaimana seorang individu memahami dan mengevaluasi
dirinya dari pengalaman yang diperolehnya dan lingkungan mereka
menetap. Harga diri dijabarkan dengan berbagai bentuk dari defenisi yang
kompleks hingga akhirnya berujung pada pernyataan Hogg (2002) yakni:
Harga diri adalah perasaan dan evaluasi terhadap diri seseorang.
Pernyataan ini juga diiringi dari Weiten & Llyod (2006) yang
mengemukakan bahwa harga diri adalah:
Harga diri adalah penilaian secara keseluruhan tentang seseorang
sebagai suatu pribadi. Dengan pengertian harga diri merupakan suatu
perasaan keberhargaan seseorang sebagai individu. Telah banyak defenisi
dari harga diri yang dituliskan, maka dari itu peneliti menyimpulkan
bahwa harga diri adalah suatu komponen afeksi yang dapat dievaluasi dari
pendapat yang diberikan orang lain dengan adanya interaksi sosial, yang
bertujuan untuk mendapatkan penilaian terhadap diri sendiri.
Sementara menurut Frey & Carlock (1987) harga diri adalah
istilah penilaian yang mengacu pada penilaian positif, negatif, netral dan
ambigu yang merupakan bagian dari konsep diri, tetapi bukan berarti
14
cinta-diri sendiri. Individu dengan harga diri yang tinggi menghormati
dirinya sendiri, mempertimbangkan dirinya berharga, dan melihat dirinya
sama dengan orang lain. Sedangkan harga diri rendah pada umumnya
merasakan penolakan, ketidakpuasan diri, dan meremehkan diri sendiri.
Sedangkan Coopersmith (1967) mengatakan harga diri adalah penilaian
yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
dirinya, yang diekspresikan melalui suatu bentuk sikap setuju atau tidak
setuju, sehingga terlihat sejauhmana individu menyukai dirinya sebagai
individu yang mampu, penting, sukses dan berharga.
Berdasarkan dari defenisi-defenisi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa harga diri (self esteem) adalah dimensi evaluasi secara
keseluruhan mengenai dirinya yang menunjuk pada self worth
(penghargaan seseorang terhadap dirinya sebagai individu ) atau self
image (gambaran diri).
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri (self esteem)
Menurut Kozier & Erb (1987) ada empat elemen pengalaman yang
berhubungan dengan perkembangan harga diri, yaitu:
a. Orang-orang yang berarti atau penting
Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok yang
memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap
kehidupan tertentu.Yang termasuk orang yang berarti adalah orang tua,
saudara kandung, teman sebaya, guru dan sebagainya. Pada berbagai
tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti.
Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik
tentang bagaimana perasaan dan label orang yang berarti tersebut,
individu akan mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai
dirinya.Ini juga termasuk didalamnya penerimaan diri, dimana saat
15
seseorang merasa berarti maka seseorang itu juga akan dapat menerima
keberadaan dirinya sendiri,begitu juga sebaliknya saat seseorang
merasa ditolak maka dia akan kesulitan menerima keberadaan dirinya
sendiri.
b. Harapan akan peran sosial
Pada berbagai tahap perkembangan, individu sangat dipengaruhi
oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran
spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat
yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak
dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi
peran sosial. Harapan-harapan peran sosial berbeda menurut usia,
jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi
karir.Dalam hal faktor ini juga termasuk motivasi,karena dengan
memiliki harapan untuk menjadi orang yang lebih baik lagi,ini bisa
menjadi sumber motivasi dalam diri seseorang.
c. Krisis setiap perkembangan psikososial
Disepanjang kehidupan, setiap individu menghadapi tugas-tugas
perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis disetiap
tahap perkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (Monks,
dkk,1999) dimana jika individu tersebut gagal menyelesaikan krisis
tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan
harga dirinya. Menurut Erikson, tugas perkembangan pada periode
remaja (usia 12-18 tahun) adalah pencarian identitas diri, yaitu
periode dimana individu akan membentuk diri (self), gambaran diri
(image), mengintegrasikan ide-ide individu mengenai dirinya, dan
tentang bagaimana cara orang lain berfikir tentang dirinya. Untuk
mencapai identitas diri yang positif atau “aku” yang sehat, remaja
16
memerlukan orang-orang dewasa yang penuh perhatian serta teman-
teman sebaya yang kooperatif (Monks, dkk,1999).
d. Gaya penanggulangan masalah
Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang
mengakibatkan stresmerupakan hal yang penting dalam menentukan
keberhasilan individu untukberadaptasi pada situasi tersebut dan
menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau
menurun.Dalam faktor yang mempengaruhi harga diri ini juga
termasuk didalamnya manajemen stres dimana seseorang harus
mengelolah stres yang ada pada dirinya sebagai gaya dalam
penanggulangan masalah yang terjadi.
2.1.3 Ciri-ciri Harga Diri (self esteem)
Frey & Carlock (1987) mengungkapkan ciri-ciri individu dengan
harga diri tinggi, yaitu:
a. Menghargai dirinya sendiri
b. Menganggap dirinya berharga
c. Melihat dirinya sama dengan orang lain,
d. Tidak berpura-pura menjadi sempurna
e. Mengenali keterbatasannya
f. Berharap untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Sedangkan
ciri-ciri individu dengan harga diri rendah, yaitu:
a. Secara umum mengalami perasaan ditolak
b. Memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri
c. Memiliki perasaan hina atau jijik pada diri.
d. Memiliki perasaan remeh terhadap diri.
Coopersmith (1967) mengemukakan ciri-ciri individu berdasarkan
tingkat harga dirinya, yaitu:
a. Harga diri tinggi
17
1. Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama
baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan
menghargai orang lain.
2. Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat
menerima kritik dengan baik.
3. Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila
sesuatu berjalan di luar rencana.
4. Berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat
mengekpresikan dirinya dengan baik.
5. Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi menyadari kekurangan
dirinya.
6. Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang
realistis.
7. Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.
b. Harga diri rendah
1. Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak
sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial.
Hal ini sering kali menyebabkan individu yang memiliki harga diri
yang rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya.
2. Sulit mengontrol tindakan dan perilakunya tehadap dunia luar
dirinya dan kurang dapat menerima saran dan kritikan dari orang
lain.
3. Tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit
baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum
jelas baginya.
18
4. Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga
kurang berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat
mengekspresikan dirinya dengan baik.
5. Menganggap diri kurang sempurna dan segala sesuatu yang
dikerjakannya akan selalu mendapat hasil yang buruk, walaupun dia
telah berusaha keras, serta kurang dapat menerima segala perubahan
dalam dirinya.
6. Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi
yang kurang realisitis.
7. Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan
dari lingkungan.
2.1.4 Aspek-aspek harga diri
Kondisi yang menunjukan perkembangan harga diri dapat dilihat
melalui empat aspek, (Coopersmith ,1967) yaitu :
a. Aspek kemampuan (power),yaitu perasaan bahwa individu mampu
mencapai tujuan yang diinginkannya. Menjadi mampu berarti
individu memiliki keyakinan pikiran, perasaan dan perilaku yang
sesuai dengan realita dirinya. Apabila individu mampu atau berhasil
dalam tujuannya maka harga dirinya meningkat.Kemampuan ini
ditandai dengan adanya penerimaan, penghargaan yang diterima
individu dari orang lain,dan besarnya sumbangan orang lain
berkaitan dengan pikiran atau pendapat dan kebenaran.
b. Aspek keberartian (significance) yaitu, perasaan individu bahwa ia
berguna untuk hidup dan menjalanin kehidupan dengan bergairah.
Hal tersebut merupakan penghargaan dan minat dari orang lain
pertanda penerimaan dan popularitas. Keadaaan seperti ini dapat
19
dilihat dan diperhatikan atau ditandai dengan kehangatan,
keikutsertaan, perhatian, dan kesukaan orang lain terhadapnya.
c. Aspek ketaatan (virtue) yaitu, mengikuti standar sosial dan etika ,
ditandai dengan ketaatan menjauhi tingkah laku yang tidak baik dan
melakukan yang diperbolehkan atau diharuskan oleh aturan-aturan,
norma-norma, dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam masyarakat.
d. Aspek kompetensi (competency) yaitu, yaitu adanya kompetensi
dalam memenuhi tuntutan prestasi, ditandai dengan keberhasilan
individu dalam memenuhi tuntutan sesuai dengan harapan.
Dari ke empat aspek di atas penulis mengunakan semua aspek yaitu
Aspek kemampuan (power), Aspek keberartian (significance), Aspek
ketaatan (virtue), Aspek kompetensi (competency). Alasan
pengambilan aspek yang dipakai sebagai dasar untuk membuat alat
ukur.
2.1.5 Peningkatan Harga Diri
Salah satu fungsi dari konsep diri adalah mengevaluasi diri, hasil
dari evaluasi diri ini disebut harga diri. Harga diri bukan merupakan faktor
yang dibawa sejak kecil, tetapi faktor yang dipelajari dan terbentuk
sepanjang pengalaman individu. Seperti yang dikatakan oleh Branden
(Frey & Carlock, 1987) bahwa harga diri diperoleh melalui proses
pengalaman yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang. Menurut
Mead (suryabrata, 1993) harga diri terbentuk secara sosial. Keluarga
menjadi struktur sosial yang penting, karena interaksi antar anggota
keluarga terjadi disini. Perilaku seseorang di dalam keluarga dapat
mempengaruhi perilaku anggota keluarga yang lain.
20
Branden (1981) mengatakan bahwa proses terbentuknya harga diri
sudah mulai dari saat bayi merasa tepukan pertama kali diterimannya dari
orang yang menangani proses kelahiran. Dalam proses selanjutnya harga
diri dibentuk dari perlakuan yang diterima individu dari lingkungannya,
misalnya apakah individu selalu dirawat, dimanja, atau diperhatikan oleh
orangtua atau perlakuan lain yang berlawanan dengan perlakuan tersebut.
Penelitian baru-baru ini mengenai harga diri sepanjang rentang
kehidupan menyatakan bahwa harga diri pada masa kanak-kanak
cenderung tinggi, menurun pada masa remaja, dan meningkat selama masa
dewasa awal sampai dewasa madya, kemudian menurun pada masa
dewasa akhir (Robins, dkk dalam Shaffer, 2005). Pada studi ini, ditemukan
juga bahwa harga diri pria lebih tinggi daripada wanita pada hampir semua
rentang kehidupan, dan khususnya harga diri pada wanita rendah selama
masa remaja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan
harga diri melalui perlakuan-perlakuan yang diterima individu dari
lingkungannya yang diperoleh melalui penghargaan, penghormatan,
penerimaan, dan interaksi individu dengan lingkungannya.
2.2. Pelatihan
2.2.1 Definisi Pelatihan
Menurut Sikula (As’ad, 2003), pelatihan merupakan proses
pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur yang sistematis
dan terorganisir, guna mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis
untuk tujuan tertentu. Pendapat ini didukung oleh Wexley dan Yukl (2003)
yang menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan adalah istilah-
istilah yang menyangkut usaha-usaha berencana yang diselenggarakan
agar tercapai penguasaan keterampilan, pengetahuan dan sikap-sikap yang
21
relevan terhadap tugas. Jewell & Siegall (1998) menambahkan bahwa
tujuan pelatihan adalah memperoleh keterampilan khusus, pengetahuan,
atau sikap tertentu dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki.
Kemampuan menyangkut potensi fisik, mental, dan psikologis.
Keterampilan yang dimaksud adalah penerapan potensi yang dimiliki
secara khusus.
Cut Zurnali (2004), mengemukakan beberapa pendapat para ahli
mengenai definisi pelatihan sebagai berikut:
1. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) mengemukakan, pelatihan
merupakan upaya terencana untuk memfasilitasi kegiatan belajar yang
berhubungan dengan pekerjaan, keterampilan dan perilaku. Hal ini
berarti bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk
memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan
pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
2. Menurut Gomes (2003), pelatihan adalah setiap usaha untuk
memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang
sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada
kaitannya dengan pekerjaannya. Dengan pelatihan memperjelas tugas
dan tanggung jawab setiap individu dalam pekerjaan yang di percaya
kepadanya, sehingga ada pendelegasian wewengan secara jelas dan
melatih individu untuk lebih bertanggung jawab.
3. Menurut Robbins, Stephen P, (2001), Pelatihan berarti kegiatan formal
yang direncanakan dalam format. Ini menunjukkan bahwa pelatihan
yang dimaksudkan disini adalah pelatihan formal yang direncanakan
secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang terstruktur.
Dalam pelatihan dibuat suatu pola yang berstruktur dan
22
berkesinambungan sehingga program disusun secara rapi dengan
tingkatan-tingkatan tertentu.
4. Menurut Bernardin & Russell (1998), Pelatihan adalah usaha untuk
meningkatkan kinerja untuk pekerjaan yang dipercayakan kepadanya
.Hal ini berarti bahwa setelah pelatihan akan mengalami perubahan
dalam pengetahuan spesifik, ketrampilan, sikap, atau perilaku. Agar
efektif pelatihan harus melibatkan pengalaman belajar, merupakan
kegiatan organisasi yang direncanakan, dirancang dalam memenuhi
kebutuhan yang terindentifikasi. Jadi pelatihan didefinisikan sebagai
berbagai usaha pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja
pada pekerjaan yang dipikulnya atau juga sesuatu berkaitan dengan
pekerjaannya. Hal ini biasanya berarti melakukan perubahan perilaku,
sikap, keahlian, dan pengetahuan yang khusus atau spesifik. Dan agar
pelatihan menjadi efektif maka di dalam pelatihan harus mencakup
suatu pembelajaraan atas pengalaman-pengalaman, pelatihan harus
menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang
didalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang teridentifikasi.
5. Menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2001), Pelatihan dilakukan
biasanya disaat karyawan mengalamin penurunan keterampilan, atau
ketika organisasi mengalami perubahan sistem dan karyawan perlu
mempelajari keterampilan atau metode-metode yang baru. Ini berarti
bahwa pelatihan biasanya dilaksanakan pada saat para pekerja memiliki
keahlian yang kurang atau belum punya keahlian sama sekali atau pada
saat suatu organisasi mengubah suatu sistem dan para perlu belajar
tentang keahlian baru yang sebelumnya bisa saja belum pernah
didapatkan.
23
6. Menurut DeCenzo & Robin (1999), Pelatihan adalah pengalaman
belajar dalam hal mencari perubahan yang permanen dalam diri
seseorang yang akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan
suatu pekerjaan. Ini berarti bahwa pelatihan adalah suatu pengalaman
pembelajaran didalam mencari perubahan permanen secara relatif pada
suatu individu yang akan memperbaiki kemampuan dalam
melaksanakan pekerjaannya itu. Dari definisi di atas penulis
mendefinisikan pelatihan sebagai suatu usaha pengenalan untuk
pengembangan kinerja individu pada pekerjaannya.
2.3 Penerimaan Diri
2.3.1 Defenisi Penerimaan diri
Penerimaan diri sebagai suatu keadaan yang disadari oleh diri
sendiri untuk menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha
mengembangkan diri lebih lanjut Santrock (2002). Sikap menerima diri
adalah kemampuan seseorang untuk mengakui kenyataan diri secara apa
adanya termasuk juga menerima semua pengalaman hidup, sejarah hidup,
latar belakang hidup, dan lingkungan pergaulan (Riyanto, 2006).
Menurut Prihadi (2004) menerima diri apa adanya berarti pasrah dan jujur
terhadap kondisi yang dimiliki, tidak ada yang ditutup-tutupi, baik itu
kekuatan maupun kelemahan, kelebihan maupun kekurangan, yang
mendorong maupun yang menghambat yang ada di dalam diri. Semua
diterima apa adanya.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri
adalah kemampuan menerima kondisi diri sendiri secara jujur dan terbuka
serta tidak malu dan ragu mengakui kelemahan dan kelebihan pada diri
sendiri dan di hadapan orang lain.
24
2.3.2 Aspek-aspek Penerimaan Diri
Penerimaan diri tidak berarti seseorang menerima begitu saja
kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut,orang yang
menerima diri berarti telah mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat
ini, serta mempunya keinginan untuk mengembangkan diri lebih
lanjut.Aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut :
a. Perasaan derajat.Individu merasa dirinya berharga sebagai manusia
yang sederajat dengan orang lain, sehingga individu tidak merasa
orang yang istimewa atau menyimpang dari orang lain. Individu
merasa dirinya mempunya kelemahan dan kelebihan seperti orang
lain.
b. Percaya kepada kemampuan diri.Individu yang mempunyai
kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini tampak dari
sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan sikap
baiknya dan mengeleminasi keburukannya dari pada ingin menjadi
orang lain, oleh karena itu individu puas menjadi diri sendiri.
c. Bertanggung jawab. Individu yang berani memikul tanggung jawab
terhadap perilakunya.Sikap ini tampak dari perilaku individu yang
mau menerima kritikan dan menjadikannya sebagai sebuah masukan
yang berharga untuk mengembangkan diri.
d. Orientasi keluar diri. Individu lebih mempunyai orientasi diri keluar
dari pada ke dalam diri, tidak malu yang menyebabkan individu
lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap orang lain, sehingga
akan mendapatkan penerimaan sosial dari lingkungannya.
25
e. Berpendirian. Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri
pada berikap conform terhadap tekanan sosial. Individu yang
mampu
menerima diri mempunyai sikap dan percaya diri yang menurut
pada tindakannya sendiri dari pada mengikuti konvensi dan standar
dari orang lain serta mempunyai ide aspirasi dan pengharapan
sendiri.
f. Menyadari keterbatasan. Individu tidak menyalahkan diri akan
keterbatasannya dan mengingkari kelebihannya. Individu cenderung
mempunyai panilaian yang realistik tentang kelebihan dan
kekurangannya.
g. Menerima sifat kemanusiaan. Individu tidak menyangkal impuls dan
emosinya atau merasa bersalah karenanya. Individu yang mengenali
perasaan marah, takut dan cemas tanpa menganggapnya sebagai
sesuatu yang harus diingkari atau ditutupi (Sheerer, dalam Hall &
Lindzey, 2010).
2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Menurut Hurlock (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan diri antara lain: pemahaman diri, harapan-harapan yang
realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap lingkungan
seseorang, ada tidaknya tekanan emosi yang berat, frekuensi
keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, latihan masa kanak-kanak
dan konsep diri yang stabil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menerima dirinya
tersebut diatas, adalah sebagai berikut:
a. pemahaman diri. Merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya,
tanpa merupakan persepsi terhadap diri secara realistik. Rendahnya
26
pemahaman diri berawal dari ketidaktahuan individu dalam
mengenali diri. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik
akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang
memiliki pemahaman diri yang rendah akan memiliki penerimaan
diri yang rendah pula.
b. Harapan-harapan yang realistik. Harapan-harapan yang realistik
akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada
penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri
dengan ambisi dan standar prestasi yang tidak masuk akal berarti
seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya.
c. Bebas dari hambatan lingkungan. Harapan individu yang tidak
tercapai banyak yang berawal dari lingkungan yang tidak
mendukung dan tidak terkontrol oleh individu. Penerimaan diri akan
dapat terwujud dengan mudah apabila lingkungan dimana individu
berada memberikan dukungan yang penuh.
d. Sikap lingkungan seseorang. Sikap yang berkembang di masyarakat
akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika
lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka
individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya.
e. Ada tidaknya tekanan yang berat. Tekanan emosi yang berat dan
terus menerus seperti di rumah maupan di lingkungan kerja akan
mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidak seimbangan fisik
dan psikologis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan
secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang
bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak
adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan
anak yang lemah mental untuk bersikap santai pada saat tegang.
27
Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi
terwujudnya penerimaan diri, dan menerimanya sehingga terjadi
penolakan pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena individu
memandang dirinya selalu berubah-ubah.
Menurut Hurlock (2005), faktor –faktor yang dapat meningkatkan
penerimaan diri, antara lain: aspirasi realistis, keberhasilan,
wawasan diri, wawasan sosial, dan konsep diri yang stabil.
Calhoun & Acocella ( 1995) Mengatakan individu yang
bisa menerima dirinya secara baik, tidak memiliki beban perasaan
terhadap diri sendiri, sehingga lebih banyak memiliki kesempatan
untuk beradaptasi dengan lingkungan.Kesempatan itu membuat
individu mempunyai peluang-peluang berharga yang
memungkinkan diri berkembang.
Muryantinah, dkk (2008) Mengungkapkan bahwa
penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang menyadari dan
mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam
menjalani kelangsungan hidup. Sikap diri ditunjukan oleh
pengakuan seseorang terhadap kelebihan sekaligus menerima
kelemahan-kelemahan tanpa mengalahkan diri,mempunya keingan
yang terus menerus untuk mengembangkan diri.
Penerimaan diri menurut Rogers dalam Aryanti (2003)
adalah orang yang selalu terbuka terhada setiap pengalaman serta
mampu menerima setiap kritikan dan masukan dari orang
lain.Ketidak mampuan menerima diri apa adanya dan segala
keunikannya karena ada perasaan suasana hati yang tertekan.
Keadaan tertekan ini membuat individu merasa pesimis.
28
Penerimaan diri apa adanya adalah satu tahap yang harus
dilakukan .Menurut Helmi (1998) penerimaan diri adalah sejauh
mana seseorang dapat menyadari dan mengakui karateristik
pribadi dan menggunakanya dalam menjalani kelangsungan
hidup.Menurut Chaplin (2004) penerimaan diri adalah sikap yang
merupakan perasaan puas terhadap diri sendiri, dengan kualitas-
kualitas dan bakat-bakat diri serta pengakuan akan keterbatasan
yang ada pada diri.
Dari berbagai teori penerimaan diri yang dikemukakan
diatas penulis menggunakan teori Hurlock dalam penelitian ini,
karena dalam teori yang di kemukan Harlock yang didalamnya
disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penerimaan diri antara lain pemahaman diri, harapan-harapan yang
realistik, bebas dari hambatan lingkungan, ada tidaknya tekanan
emosi frekuensi keberhasilan, perspektif diri dan konsep diri yang
stabil. Beberapa faktor ini sangat sesuai dengan apa yang akan
diteliti di dalam penelitian ini.
2.4 Manajemen stress
2.4.1 Defenisi Manajemen Stres
Pengertian stres ditinjau dari bahasa latin “Stringere” yang berarti
menarik kencang. Selye (1982) seorang peneliti mengenai stres
mendefinisikan “stres sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap
setiap tuntutan”. Bila seseorang dihadapkan pada situasi yang dapat
menimbulkan stres, terjadi stres respon. Ada reaksi kimiawi dalam tubuh,
hormon meningkat dan mengalir ke dalam darah, emosi meninggi dan
ketegangan bertambah. Dengan kata lain, stres yang dihadapi oleh
29
seseorang apapun jenis penyebabnya dapat menimbulkan reaksi kimiawi
yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh seseorang.
Stres bukanlah suatu ancaman melainkan dorongan yang juga
dapat meningkatkan harga diri seseorang. Ben-zur & Zeidner (2012).
Masalah-masalah hidup yang dihadapai seperti penolakan dari keluarga
dan masyarakat, stigma dan diskriminasi dari orang-orang sekitar apabila
tidak dipandang sebagai sesuatu yang dapat melemahkan diri,akan dapat
menjadi pendorong yang dapat meningkatankan harga diri.
Pengatasan stres dengan cara berpikir positif dan mempunya
problem solving yang baik juga sangat menpengaruhi harga diri seseorang.
Kilic erol & Kilic (2011).
Banyak penelitian mengatakan bahwa orang yang mempunyai
ikatan sosial (pasangan, kerabat kawan, anggota kelompok ) hidup lebih
lama dan kurang rentan dengan penyakit yang berhubungan dengan stres
dibandingkan dengan sedikit orang yang memiliki kontak sosial (Collen &
Wills, 1985). Kawan-kawan dan keluarga dapat memberi dukungan
dengan banyak cara.Selain mencari dukungan yang positif pada saat stres,
orang juga dapat mempelajari teknik lain untuk menurunkan efek negative
dari stress terhadap tubuh dan pikiran.
2.4.2 Faktor-faktoryang mempengaruhi stres
Hal-hal yang dapat menimbulkan stres disebut stressor.Ancaman,
kejadian dan perubahan dianggap stressor.Terdapat dua tipe stressor yang
berasal dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
Eksternal stressor.
30
a. Sosial interaksi, misalnya mengalami tekanan kasar , korban sikap
berkuasa, menerima tindakan agresif dari pihak lain dan
mengalami kekerasan.
b. Organisasi, situasi organisasi yang dapat menimbulkan stres adalah
adanya peraturan yang ketat, tekanan target yang harus dipenuhi
dan siap pimpinan yang otoriter.
c. Peristiwa penting dalam hidup misalnya kelahiran,kematian,
kehilangan pekerjaan, promosi dan perubahan status perkawinan.
d. Kecerobohan kegiatan sehari-hari,misalnya lupa mematikan air
atau kompor saat berpergian jauh.
Internal stressor
a. Pemilihan gaya hidup misalnya, kecanduan minuman keras dan
rokok, kurang tidur dan jadwal yang terlalu padat.
b. Pembicaraan pribadi yang negatif, hal ini ditandain dengan
pemikiran yang pesimis, sering mengkritik diri sendiri dan analisis
yang berlebihan tentang diri sendiri.
c. Jebakan pemikiran, misalnya harapan yang tidak realistis terlalu
banyak dipikirkan atau tidak terpikir sama sekali dan berpikir
kaku.
2.4.3 Manajemen stress
Manajemen stres adalah suatu program untuk melakukan
pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal
penyebab stres dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga
orang lebih baik dalam menguasai stres dalam kehidupan daripada
dihimpit oleh stres itu sendiri (Schafer, 2000 ).
31
Memanajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan
merasa, dalam cara berperilaku dan sangat mungkin dalam lingkungan
individu masing-masing (Margiati, 1999 ). Manajemen stress berarti
membuat perubahan dalam cara berpikir dan merasa, dalam berperilaku
dan sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Margiati,
1999 ).
2.4.4 Aspek-aspek manajemen stres
Menurut Taylor (2003) dapat disimpulkan bahwa tanda atau
gejala stres pada umumnya dikelompokkan sebagai berikut :
1. Aspek Emosional (Perasaan). Meliputi: merasa
cemas (feeling anxious), merasa ketakutan (feeling
scared), merasa mudah marah (feeling irratable),
merasa suka murung (feeling moody), dan merasa
tidak mampu menanggulangi (feeling of inability to
cope).
2. Aspek Kognitif (Pikiran) . Meliputi: penghargaan
atas diri rendah (low self esteem), takut gagal (fear
failure), tidak mampu berkonsentrasi (inability to
concentrate), mudah bertindak memalukan
(embarrassing easily), khawatir akan masa
depannya (worrying about the future), mudah lupa
(forgetfulness), dan emosi tidak stabil (emotional
instability).
3. Aspek perilaku sosial. Meliputi: Jika berbicara
gagap atau gugup dan kesukaran bicara lainnya
(stuttering and other speech dif iculties), tidak
32
bekerja sama (uncooperative activities), tidak
mampu rileks (inability to relax), menangis tanpa
alasan yang jelas (crying for no apparent reason),
bertindak impulsif atau bertindak sesuka hati
(acting impulsively), mudah kaget atau terkejut
(startling easily), menggertakkan gigi (grinding
teeth), frekuensi merokok meningkat (increasing
smoking), penggunaan obat-obatan dan alkohol
meningkat (increasing use of drugs and alcohol),
mudah celaka (being accident prone), dan
kehilangan nafsu makan atau selera makan
berlebihan (losing appetite or overeating).
4. Aspek fisiologis. Meliputi: Berkeringat
(perspiration/sweaty), detak jantung meningkat
(increased heart beat), menggigil atau gemetaran
(trembling), gelisah atau gugup (nervous), mulut
dan kerongkongan kering (dryness of throat and
mouth), mudah letih (tiring easily), sering buang air
kencing (urinating frequently), mempunyai masalah
dengan tidur (sleeping problems), diare/
ketidaksanggupan mencerna/ muntah (diarrhea/
indigestion/ vomiting), perut melilit atau sembelit
(coil arround in stomach), sakit kepala (headaches),
tekanan darah tinggi (high blood preasure), dan
sakit pada leher dan atau punggung bawah (pain in
the neck and or lower back).
33
Berdasarkan uraian diatas penulis memilih teori manajemen stres
menurut Schafer untuk dipakai dalam penelitian ini karena teori tersebut
sangat sesuai, untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres
dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stres dan mengetahui teknik-
teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stres
dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stres itu sendiri.
2.5 Motivasi
2.5.1 Definisi motivasi
Pengertian motivasi tidak terlepas dari pengertian motif, dimana
motif adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan
cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu
kecenderungan tertentu (Timotius, 2003). Pengertian motif yang lain
adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat
sesuatu atau melakukan tindakan atau bersikap tertentu (Handoko, 1992).
Selanjutnya dari definisi motivasi sendiri adalah suatu variabel
penyelang (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan
faktor-faktor tertentu didalam organisme, yang membangkitkan,
mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu
sasaran (Chaplin, 2005). Motivasi juga diartikan sebagai dorongan yang
timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu (Purwadarminta, 2005).
Streers dan Porter (1975) menjelaskan bahwa terdapat 3 komponen yang
menyifatkan motivasi, yaitu apa yang membangkitkan tingkah laku; apa
34
Aktualisasi diri
penghargaan
sosial
keamanan
Fisik
yang mengarah dan menyalurkan tingkah laku dan bagaimana tingkah
laku ditetapkan.
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada
dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya
dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari
tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan
Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai
motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak
harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting.
Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya).
Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya).
Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang
lain, diterima, memiliki).
Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan
mendapatkan dukungan serta pengakuan).
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui,
memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan,
dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan bahwa
35
kepuasan diri dan menyadari akan potensinyayang terdapat pada
dirinya).
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan
kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif
yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan
mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan
intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah.
Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat
yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan,
perlindungan, dan rasa aman.
Hubungan antar pribadi satu hal yang sangat penting dalam
meningkatkan self esteem dalam diri seseorang. Ketika seseorang merasa
dirinya di terima oleh orang-orang disekitarnya dan lingkungannya akan
menambah rasa kepercayaan diri dan berharganya seseorang tersebut.
Hubungan antar pribadi juga berkaitan erat dengan bagaimana penerimaan
seseorang akan dirinya sendiri dan orang lain, dan bagaimana dirinya
melihat dirinya sendiri dan orang lain juga. Penerimaan diri dari keluarga
dan lingkungan juga sangat mempengaruhi harga diri, semakin baik
penerima keluarga dan lingkungan makan akan semakin baik pula harga
diri seseorang itu. Macinnes (2006). Dalam pelatihan ini peserta pelatihan
akan diberikan materi bagaimana seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS
belajar untuk menerima diri mereka termasuk dengan status mereka
sebagai orang terinfeksi, dan bagaimana mereka mengatasi setiap
penolakan baik dari lingkungan, masyarakat terlebih penolakan dari dalam
diri sendiri.
Selanjutnya Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori
kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah ;
36
a. Eksistence (E) atau Eksistensi
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan
materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
b. Relatedness (R) atau keterkaitan
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti
anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
c. Growth (G) atau pertumbuhan
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan
mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa : bila kebutuhan akan eksistensi tidak
terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan
lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk
mencapai tujuan. meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat
berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Sedangkan dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa
individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini
dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan
motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini
memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi
(achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Kemudian Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990) mengemukakan
teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator.
Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan
tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi
(prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik
37
untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat
tingginya
Dari uraian diatas penulis menggunakan teori motivasi menurut
Maslow sebagai dasar atau acuan dalam melakukan penelitian ini karena
dalam teori Maslow terdapat beberapa tingkatan kebutuhan yang menjadi
motivasi seseorang untuk memenuhinya.Teori ini sangat sesuai dipakai
dalam penelitian karena teori ini lebih menekankan pada bagaimana
seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya
Berikut ini akan dipaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu
mengenai penerimaan diri, manajemen stress dan motivasi yang berkaitan
dengan harga diri khususnya berkaitan dengan penelitian yang saat ini
sedang dilakukan penulis.
2.6.1 Penerimaan diri dan harga diri
Adapun hasil-hasil penelitian yang mendukung adalah sebagai
berikut : penerimaan diri berkaitan dengan konsep diri yang positif.
Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat memahami dan
menerima fakta-fakta yang begitu berbeda dengan dirinya, orang dapat
menyesuaikan diri dengan seluruh pengalaman mentalnya sehingga
evaluasi tentang dirinya juga positif (Calhoun dan Acocella, 1990).Jika
membicarakan self dari komponen afektif yaitu harga diri (Hidayati,
1995). Terdapat pengaruh yang positif pelatihan penerimaan diri terhadap
peningkatan harga diri ( Handayani dkk, 1998).
Penerimaan diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar
mempertimbangkan karakteristik pribadinya dan mau hidup dengan
karakteristik tersebut”. Dengan penerimaan diri (self-acceptance), individu
38
dapat menghargai segala kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Maka
ketika individu dapat menerima keberadaan dirinya saat itu juga ia akan
menghargai dirinya.
Dengan demikian penerimaan diri dan harga diri merupakan sikap
yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan
bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.
bahwa individu bisa menghargai segala aspek yang ada pada dirinya entah
itu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Disaat ada
penerimaan akan diri sendiri maka individu seseorang akan merasa
berharga.
2.6.2 Manajemen stres dan harga diri
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah: setiap
perubahan yang menuntut adanya banyak penyesuaian yang berulang
seringkali dapat dirasakan sebagai peristiwa stressful (Holmes dan Rahe,
1967). Dukungan keluarga tinggi dapat memiliki harga diri yang lebih
tinggi dimana peran keluarga mempunyai pengaruh yang sangat tinggi
dalam harga diri. Sebuah keluarga yang memiliki dukungan keluarga yang
rendah tidak mempunyai kemampuan dalam membangun harga diri
anggota keluarganya dengan baik. Keluarga adalah tempat paling baik
untuk menghilangkan stres (Suparyanto, 2012). Kedekatan seseorang
dengan anggota keluarganya dapat menurunkan tingkat stress karena
kebutuhan dukungan yang paling diperlukan adalah dukungan emosional,
instrumental, penghargaan dan informasional (Setyoadi & Endang
Triyatno, 2012).
Stres dapat menjadi masalah dalam kehidupan seseorang jika tidak
ia tidak pintar dalam mengolah atau memanagenya, oleh karena itu
39
diperlukan manajemen stres. Manajemen stress merupakan program untuk
melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk
mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres,
sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress dalam kehidupan
daripada dihimpit oleh stress itu sendiri. Hidup individu akan mempunyai
makna dan akan berharga ketika ia dapat memanage stresnya yang dari
negatif diolahnya menjadi positif. Apabila seseorang dapat mengelola
stresnya dengan baik, maka orang tersebut akan merasa dirinya berharga
karena dia mampu mengatasi setiap masalah yang ada.
2.6.3 Motivasi dan harga diri
Penelitian yang mendukung bahwa ada hubungan antara motivasi
dan harga diri adalah : seseorang akan merasa berharga saat seseorang
tersebut mampu meraih tujuan tertinggi dalam hidupnya untuk itu
diperlukan motivasi yang tinggi untuk mencapainya (Pujadi, 2007).
Produktivitas yang tinggi akan membuat harga diri tinggi sedangkan
produktivas rendah membuat harga diri rendah,perlu memiliki motivasi
yang tinggi untuk meningkatkan produktivitas ( Rini & Widiana, 2011)
Seseorang yang sukses dan memiliki motivasi yang tinggi membuat
dirinya merasa lebih berharga (Soyer, 2011 )
Motivasi sangat berkaitan erat dengan harga diri seseorang yang
memiliki motivasi yang baik dalam hal apa saja akan membuat hidupnya
menjadi berhasil. Keberhasilan itu akan menjadikan dirinya lebih berharga
dengan kata lain harga dirinya menjadi tinggi
40
2.7 Hipotestis Penelitian.
Hipotesis dari penelitian ini adalah ada pengaruh positif pelatihan
penerimaan diri,manajemen stress dan motivasi terhadap peningkatan
harga diri penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga.
Ho: tidak ada pengaruh positif pelatihan penerimaan diri,
manajemen stres dan motivasi terhadap peningkatan harga diri (self
esteem) bagi penderita HIV/AIDS di kota Salatiga.
Ha: ada pengaruh positif pelatihan penerimaan diri, manajemen
stres dan motivasi terhadap peningkatan harga diri (self esteem) bagi
penderita HIV/AIDS di kota Salatiga.