Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain. Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi disebut EKSTRAK. (Kimia Industri/Teknologi) Metode-metode Ekstraksi : 1. Ekstraksi Cara Dingin Metode ini tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasan. Jenis ekstraksi dingin adalah : a. Maserasi Proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali pengocokkan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metode ini dengan cara

description

Pharmacist

Transcript of Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

Page 1: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan

pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk

mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain. Ekstraksi adalah

penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Ekstraksi adalah kegiatan

penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang

tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi disebut EKSTRAK.

(Kimia Industri/Teknologi)

Metode-metode Ekstraksi :

1. Ekstraksi Cara Dingin

Metode ini tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi

berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud

rusak karena pemanasan. Jenis ekstraksi dingin adalah :

a. Maserasi

Proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali

pengocokkan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metode ini dengan cara

merendam sampel dengan sekali-sekali dilakukan pengocokkan. Umumnya

perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut

baru. Ada juga maserasi kinetic yang merupakan metode maserasi dengan

pengadukan secara sinambung tapi yang ini agak jarang dipakai.

b. Perkolasi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (Exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu

ruangan. Prosesnya terdiri dari tahap pengembangan bahan, maserasi antara,

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus-

menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya satu sampai lima kali

Page 2: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

volume bahan. Prosedurnya : sampel direndam dengan pelarut, selanjutnya

pelarut (baru) dilakukan (ditetes-teteskan) secara terus-menerus sampai

warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak

ada lagi senyawa yang terlarut.

2. Ekstraksi Cara Panas

Metode ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya

panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara

dingin. Metodenya adalah :

a. Refluks

Ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih pelarut

tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan

adanya pendingin balik (kondensor). Umumnya dilakukan tiga sampai lima

kali pengulangan proses pada residu pertama, sehingga termasuk proses

ekstraksi sempurna. Prosedurnya : Masukkan sampel dalam wadah,

pasangkan, panaskan. Pelarut akan mengekstraksi dengan panas, terus akan

menguap sebagai senyawa murni dan kemudian terdinginkan dalam

kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan begitu terus. Proses

umumnya dilakukan selama 1 jam.

b. Ekstraksi dengan alat Soxhlet

Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan

menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya

pendingin balik (kondensor). Di sini sampel disimpan dalam alat sokhlet

dan tidak dicampur langsung dengan pelarut dalam wadah yang

dipanaskan, yang dipanaskan hanyalah pelarutnya, pelarut terdinginkan

dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang selanjutnya mengekstraksi

sampel. (Kimia Industri/Teknologi)

3. Prinsip Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang

dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-

10o C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan

tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap

Page 3: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan

pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.

4. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia

di antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian

komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu

kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai

terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair dan komponen

kimia akan terpisah ke dalam ke dua fase tersebut sesuai dengan tingkat

kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

5. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbs dan partisi, yang

ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia

bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap

komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat

bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya,

hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. (Suparni Setyowati

Rahayu,2009)

6. Prinsip Penampakan Noda

a. Pada UV 254 nm

Pada UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan

tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah

karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indicator fluoresensi yang

terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi

cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang

tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kembali

ke keadaan semula sambil melepaskan energi.

b. Pada UV 366 nm

Pada UV 366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng akan berwarna

gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya

interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom

Page 4: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan

emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang

tereksitasi dari tingkat energy dasar ke tingkat energy yang lebih tinggi

kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energy. Sehingga

noda yang tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silica gel

yang digunakan tidak berfluoresensi pada sinar UV 366nm.

c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah

berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak

gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan

bergeser kearah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi

tampak oleh mata. (Suparni Setyowati Rahayu, 2009)

II.2 Uraian Tanaman

II.1.1 Asam Jawa (Tamarindus indica L)

Nama umum :

Indonesia : Asam jawa, asem (Jawa, Sunda), celagi (Bali), bak mee (Aceh)

Inggris : Tamarind

Philipina : Sampalok

China : Luo wang zi, suan jiao

a. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/Dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Page 5: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

Famili : Fabaceae (Suku polong-polongan)

Genus : Tamarindus

Spesies : Tamarindus indica L. (Materia Medika

Indonesia I, 1978)

b. Morfologi Tanaman

Asam jawa adalah sejenis buah yang masam rasanya ; biasanya

digunakan sebagai bumbu dalam banyak masakan Indonesia sebagai

perasa atau penambah rasa asam dalam makanan, misalnya pada sayur

asam atau kadang-kadang kuah pempek. Asam jawa dihasilkan oleh

pohon yang bernama ilmiah Tamarindus indica, termasuk ke dalam

suku Fabaceae (Leguminosae). Spesies ini adalah satu-satunya anggota

marga Tamarindus. Nama lain asam jawa adalah Asam (Malaysia),

Asem (Jawa), Sampalok (Tagalog), Ma-kham (Thailand), dan

Tamarind (Inggris). Buah yang telah tua dan sangat masak biasa

disebut asem kawak.

Pohon asam berperawakan besar, daunnya selalu hijau dan akan

gugur semuanya pada saat musim bunga tiba hanya tinggal pohon dan

ranting-rantingnya setelah itu keluar bunga dan disusul tunas daun-

daun muda, ketinggian pohon bisa mencapai 30 m dan diameter batang

di pangkal hingga 2 m. Kulit batang berwarna coklat keabu-abuan,

kasar dan memecah, beralur-alur vertikal. Tajuknya rindang dan lebat

berdaun, melebar dan membulat.

Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terletak

berseling, dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah jambu

keputihan. Anak daun lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-

masing berukuran 0,5-1 x 1-3,5 cm, bertepi rata, pangkalnya miring

dam membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk.

Bunga tersusun dalam tandan renggang, di ketiak daun atau di

ujung ranting, sampai 16 cm panjangnya. Bunga kupu-kupu dengan

kelopak 4 buah dan daun mahkota 5 buah, berbau harum. Mahkota

kuning keputihan dengan urat-urat merah coklat, sampai 1,5 cm.

Page 6: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

Buah polong yang menggelembung, hamper silindris, bengkok

atau lurus, berbiji sampai 10 butir, sering dengan penyempitan di

antara dua biji, kulit buah (eksokarp) mengeras berwarna kecoklatan

atau kelabu bersisik, dengan urat-urat yang mengeras dan liat serupa

benang. Daging buah (mesokarp) putih kehijauan ketika muda,

menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak,

asam manis dan melengket. Biji coklat kehitaman, mengkilap dank

eras, agak persegi (Tumbuhan Obat Indonesia, 1985).

c. Komponen Kimia

Buah polong asam jawa mengandung senyawa kimia antara lain

asam appel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat,

pectin dan gula invert. Buah asam jawa yang masak di pohon

diantaranya mengandung nilai kalori sebesar 239 kal per 100 gram,

protein 2,8 gram per 100 gram, lemak 0,6 gram per 100 gram, hidrat

arang 62,5 gram per 100 gram, kalsium 74 miligram per 100 gram,

fosfor 113 miligram per 100 gram, zat besi 0,6 miligram per 100 gram,

vitamin A 30 SI per 100 gram, vitamin B1 0,34 miligram per 100

gram, vitamin C 2 miligram per 100 gram. Kulit bijinya mengandung

phlobatannin dan bijinya mengandung albuminoid serta pati (Sediaan

Galenik, 1986)

d. Kegunaan

Daging buah asam jawa sangat popular dan digunakan dalam

aneka bahan masakan atau bumbu di berbagai belahan dunia. Buah

yang muda sangat masam rasanya dan biasa digunakan sebagai

bumbu sayur asam atau campuran rujak. Buah yang telah masak dapat

disimpan lama setelah dikupas dan sedikit dikeringkan dengan

bantuan sinar matahari. Asem kawak—demikian ia biasa disebut—

inilah yang biasa diperdagangkan antar pulau dan antar Negara.

Selain sebagai bumbu, untuk memberikan rasa asam atau untuk

menghilangkan bau amis ikan, asem kawak biasa digunakan sebagai

Page 7: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

bahan sirup, selai, gula-gula dan jamu (Tumbuhan Obat Indonesia,

1985)

Thailand juga menghasilkan asam jawa yang manis rasanya.

Buah ini popular dan dimakan dalam keadaan segar ; karena itu

diekspor dalam bentuk polong yang belum dikupas. Biji asam biasa

dimakan setelah direndam dan direbus, atau setelah dipanggang.

Selain itu, biji asam juga dijadikan tepung untuk membuat kue dan

roti.

Di samping daging buah, banyak bagian pohon asam yang dapat

dijadikan bahan obat tradisional. Daun mudanya digunakan dengan

kunyit dan bahan ramuan lain untuk membuat jamu jawa tradisional

yaitu jamu sinom untuk minuman kesegaran, jamu gepyok diminum

untuk melancarkan dan memperbanyak air susu ibu dan juga bisa

digunakan sebagai tapal (dioleskan dipermukaan kulit atau

ditempelkan dipermukaan kulit) untuk mengurangi radang dan rasa

sakit di persendian, di atas luka atau pada sakit reumatik. Daun muda

yang direbus untuk mengobati batuk dan demam. Kulit kayunya yang

ditumbuk digunakan untuk menyembuhkan luka, borok, bisul dan

ruam. Kulit kayu asam juga digunakan sebagai obat kuat. Tepung

bijinya untuk mengobati disentri dan diare.

II.1.2 Biji Coklat – Coklat (Theobroma cacao L)

Nama umum :

Indonesia : Kakao

Inggris : Cacao

a. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Page 8: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/Dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L. (Materia Medika

Indonesia I, 1978).

b. Morfologi Tanaman

Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau

minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Coklat pertama kali

dikonsumsi oleh penduduk Mesoamerika kuno sebagai minuman.

Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk

pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10 m. Meskipun demikian,

dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m tetapi

dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk

memperbanyak cabang produktif.

Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya,

tumbuh langsung dari batang (Cauliflorous). Bunga sempurna

berukuran kecil (diameter 3 cm), tunggal, namun Nampak terangkai

karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas. Bunga

kakao tumbuh dari batang. Penyerbukan bunga dilakukan oleh

serangga (terutama lalat kecil (midge) Forcipomyda, semut bersayap,

afid dan beberapa lebah Trigona yang biasanya terjadi pada malam

hari. Bunga siap diserbuki dalam jangka waktu beberapa hari.

Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan

memiliki system inkompatibilitas sendiri. Walaupun demikian,

beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri dan

menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi.

Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih

besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah

Page 9: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat

biji. Warna buah berubah-ubah. Sewaktu muda berwarna hijau hingga

ungu. Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning.

Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di

bagian dalam. Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna

putih. Dalam istilah pertanian disebut pulp. Endospermia biji

mengandung lemak dengan kadar yang cukup tinggi. Dalam

pengolahan pasca panen, pulp difermentasi selama tiga hari lalu biji

dikeringkan di bawah sinar matahari (Tumbuhan Obat Indonesia,

1985)

c. Komponen Kimia

Komponen kimia Pulp

Kandungan :

Air 80-90 %

Albuminoid 0,5-0,7 %

Glukosa 8-13 %

Pati sedikit

Asam yang tidak menguap 0,2-0,4 %

Besi Oksidasi 0,03 %

Sukrosa 0,4-10 %

Garam-garam 0,4-0,45 %

Komponen kimia kulit buah

Kandungan :

Protein kasar 5,69-6,69 Garam-garam :

Lemak 0,02-0,15 CaO 0,22-0,59

Glukosa 1,16-3,92 MgO 0,40-0,52

Sukrosa 0,02-0,18 K2O 3,85-5,27

Pektin 5,30-7,08 P2O5 0,30-0,49

Serat kasar 33,19-39,45 SO2 0,06-0,14 (Sediaan Galenik, 1986).

Page 10: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

d. Kegunaan

Biji kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat),

bubuk kakao adalah bahan dalam pembuatan kue,es krim, makanan

ringan, susu, dll. Atau dalam bahasa keseharian masyarakat kita

menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma

yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan

remaja (Tumbuhan Obat Indonesia, 1985).

II.1.3 Jati Putih (Gmelina arborea Roxb)

Nama umum :

Indonesia : Jati putih

a. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/Dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Gmelina

Spesies : Gmelina arborea Roxb (Materia Medika

Indonesia I, 1978).

b. Morfologi Tanaman

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon

besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m.

Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia

dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ilmiah jati adalah Tectona

grandis L.f.

Page 11: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1.500-2.000

mm/tahun dan suhu 27-360 C baik di dataran rendah maupun dataran

tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah

dengan pH 4,5-7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun

berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30-60 cm saat dewasa.

Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris

lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik

biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan

tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran

besar, sekitar 60-70 cm x 80-100 cm ; sedangkan pada pohon tua

menyusut menjadi sekitar 15-20 cm. berbulu halus dan mempunyai

rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna

kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila

diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan

berbonggol di buku-bukunya.

Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm x 40 cm atau

lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak paying

menggarpu dan terletak di ujung ranting ; jauh di puncak tajuk pohon.

Tajuk mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm, berumah satu.

Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5-2,5 cm, berambut kasar

dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang

tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang

melembung menyerupai balon kecil (Tumbuhan Obat Indonesia,

1985).

c. Komponen Kimia

Bahan aktif yang terdapat dalam daun jati yaitu quercetin,

saponin dan tannin. Quercetin merupakan flavonoid yang terdapat

pada daun jati. Quercetin dan α-tokoferol berfungsi untuk melindungi

terjadinya akumulasi terjadinya akumulasi lipid dan glikoprotein pada

pembuluh darah, terutama pembuluh darah arteri yang menuju ke

Page 12: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

jantung. Metode yang digunakan untuk menghambat terjadinya

akumulasi lipid dan glikoprotein adalah efek anti-lipid peroksidatif.

Efek anti-lipid peroksidatif mampu mereduksi jumlah kolesterol,

trigliserida, asam lemak bebas, dan meningkatkan aktivitas enzim

pemecah lipid di hati.

Saponin, sama seperti quercetin merupakan hasil metabolism

sekunder yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Saponin berfungsi

sebagai anti-inflamatori, melebarkan pembuluh darah, meningkatkan

trombosit, mengobati arthritis dan arteriosklerosis. Namun, pada ikan

dan amphibi, saponin merupakan suatu senyawa yang sangat toksik

dan mampu membunuh hewan tersebut. Namun demikian, konsumsi

saponin tidak berbahaya bagi manusia (Sediaan Galenik, 1986).

Menurut Deherba (2011), Tanin merupakan salah satu dari hasil

metabolit sekunder tumbuhan yang tidak dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Tanin biasanya digunakan sebagai bentuk pertahanan diri tumbuhan

karena konsumsi tanin dapat menghambat penyerapan nutrisi dari

makanan oleh tubuh. Tanin berfungsi untuk mereduksi ammonia dan

NPN (Non Protein Nitrogen) hingga level yang sangat rendah.

Konsumsi tanin secara berlebihan dapat mengakibatkan iritasi ginjal,

kerusakan liver, iritasi lambung dan penyakit pencernaan lainnya.

d. Kegunaan

Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam

sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka

meski tanpa divernis ; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.

Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal

laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera di abad ke-

17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.

Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku

furniture kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-

rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah,

Page 13: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

menggunakan kayu jati di hamper semua bagiannya : tiang-tiang,

rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.

Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer)

untuk melapisi wajah kayu lapis mahal ; serta dijadikan keping-keping

parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke

mancanegara dalam bentuk furniture luar rumah. Ranting-ranting jati

yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai

kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas tinggi, sehingga

dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap (Tumbuhan Obat

Indonesia, 1985).

II.1.4 Rimpang Lengkuas – Lengkuas (Alpinia galangal (L.) Sw.

(Languas galangal (L.) Stuntz

Nama Umum :

Indonesia : Lengkuas, laos (Jawa), laja (Sunda)

Inggris : Greater galangal, java galangal, languas, laos root

Vietnam : Rieng am, rieng nep

China : Hong dou kou

a. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (Berkeping satu/monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae (Suku jahe-jahean)

Genus : Alpinia

Page 14: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

Spesies : Alpinia galangal (L.) Sw (Materia Medika

IndonesiaI, 1978).

b. Morfologi Tanaman

Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) merupakan jenis tumbuhan

umbi-umbian yang bisa hidup di daerah dataran tinggi maupun dataran

rendah. Umumnya masyarakat memanfaatkannya sebagai campuran

bumbu masak dan pengobatan tradisional. Pemanfaatan lengkuas

untuk masakan dengan cara mememarkan rimpang kemudian

dicelupkan begitu saja ke dalam ampuran masakan, sedangkan untuk

pengobatan tradisional yang banyak digunakan adalah lengkuas merah

Alpinia purpurata K Schum.

a. Akar (Radix)

Rimpang besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris,

diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar

berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat,

mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras

mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging

rimpang yang sudah tua berserat kasar. Apabila dikeringkan,

rimpang berubah menjadi agak kehijauan, dan seratnya menjadi

keras dan liat.

b. Batang (Cortex)

Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah-pelepah daun yang

bersatu membentuk batang semu, berwarna hijau agak keputih-

putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua.

c. Daun (Folium)

Daun tunggal berwarna hijau, bertangkai pendek tersusun

berseling. Daun di sebelah bawah dan atas biasanya lebih kecil

daripada yang di tengah. Bentuk daun lanset memanjang dan

ujungnya runcing, pangkal tumpul dengan tepi daun rata.

Pertulangan daun menyirip, panjang daun sekitar 20-60 cm, dan

Page 15: Bab II (Tinjauan Pustaka) Farmakognosi_ela

lebarnya 4-15 cm. Pelepah daun kira-kira 15-30 cm, beralur dan

berwarna hijau.

d. Bunga (Flos)

Merupakan bunga majemuk berbentuk lonceng, berbau harum,

berwarna putih kehijauan atau putih kekuningan. Ukuran

perbungaan lebih kurang 10-30 cm x 5-7 cm. Jumlah bunga di

bagian bawah tandan lebih banyak daripada di bagian atas, panjang

bibir bunga 2,5 cm, berwarna putih dengan garis miring warna

merah muda pada tiap sisi. Mahkota bunga yang masih kuncup,

pada bagian ujungnya berwarna putih, sedangkan pangkalnya

berwarna hijau.

e. Buah (Fruktus)

Buahnya berupa buah buni, berbentuk bulat, keras. Ketika

muda berwarna hijau-kuning, setelah tua berubah menjadi hitam

kecoklatan, berdiameter ± 1 cm. Ada juga yang buahnya berwarna

merah.

f. Biji (Semen)

Bijinya kecil-kecil, berbentuk lonjong dan berwarna hitam

(Tumbuhan Obat Indonesia, 1985)

c. Komponen Kimia

Mengandung minyak atsiri antara lain : Galangol, galangin, alpine

kamfer, methyl-cinnamate (Sediaan Galenik, 1986).

d. Kegunaan

Lengkuas berkhasiat sebagai anti jamur, anti bakteri,

menghangatkan, membersihkan darah, menambah nafsu makan,

mempermudah pengeluaran angin dari dalam tubuh, mengencerkan

dahak, mengharumkan dan merangsang otot (Tumbuhan Obat

Indonesia, 1985).