BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN...

28
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Konsep 2.1.1. Konsep Ekonomi Islam Dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan.” (Q.S Al-Najm [53] : 48) Dalam ekonomi Konvensional, motif aktivitas ekonomi mengarah pada pemenuhan keinginan individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan factor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah yang dihadapinya adalah kelangkaan dan pilihan. Dalam ekonomi Islam, aktivitas ekonomi diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar yang ada batasnya dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang tak terbatas (lihat surat Q.S Lukman [31] : 20). Prinsip-prinsip ekonomi islam yaitu, 1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan 2. Menjalankan usaha-usaha yang halal 3. Implementasi zakat 4. Penghapusan/pelarangan riba 5. Pelarangan maysir Perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi konvensional dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN...

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Konsep

2.1.1. Konsep Ekonomi Islam

“Dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan.” (Q.S

Al-Najm [53] : 48)

Dalam ekonomi Konvensional, motif aktivitas ekonomi mengarah pada

pemenuhan keinginan individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan

factor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah yang dihadapinya adalah

kelangkaan dan pilihan.

Dalam ekonomi Islam, aktivitas ekonomi diarahkan pada pemenuhan

kebutuhan dasar yang ada batasnya dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang

tak terbatas (lihat surat Q.S Lukman [31] : 20). Prinsip-prinsip ekonomi islam yaitu,

1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan

2. Menjalankan usaha-usaha yang halal

3. Implementasi zakat

4. Penghapusan/pelarangan riba

5. Pelarangan maysir

Perbedaan antara ekonomi islam dan ekonomi konvensional dapat dilihat pada tabel

2.1 berikut ini.

13

Tabel 2.1. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional

No Isu Ekonomi Islam Ekonomi Konvensional

1. Sumber Al-Qur‟an dan Al-Hadist Daya pikir manusia

2. Motif Ibadah Rasional materialism

3. Paradigma Shariah Pasar

4. Pondasi Dasar Muslim Manusia Ekonomi

5. Landasan

Filosofi

Falah Utilitarian Individualism

6. Harta Pokok Kehidupan Asset

7. Investasi Bagi Hasil Bunga

8. Distribusi

Kekayaan

Zakat, Infaq, Shadaqah,

Hibah, Hadiah, Wakaf, dan

Warisan

Pajak dan Tunjangan

9. Konsumsi-

Produksi

Mashlahah, Kebutuhan, dan

Kewajiban

Egoisme, Materialisme, dan

Rasionalisme

10. Mekanisme

Pasar

Bebas dan dalam pengawasan Bebas

11. Pengawas Pasar Al-Hisbah NA

12. Fungsi Negara Penjamin Kebutuhan Minimal

dan Pendidikan- pembinaan

melalui Baitul Mal

Penentu Kebijakan melalui

departemen

13. Bangunan

Ekonomi

Bercorak perekonomian ril Dikotomi Sektoral yang

Sejajar Ekonomi Riil dan

Moneter

Sumber : Ascarya, 2006

2.1.1.1. Konsep Dasar Keuangan Syariah

Uang merupakan alat tukar atau transaksi dan pengukur nilai barang dan jasa

untuk memperlancar perekonomian. Uang bukan komoditi. Oleh karena itu motif

memegang uang dalam islam adalah untuk bertransaksi dan berjaga-jaga bukan untuk

spekulasi (Ascarya, 2006).

Dalam sejarah islam, bentuk uang yang biasa digunakan adalah full bodied

money atau uang instrinsik dan nilai instrinsiknya sama dengan nilai ekstrinsiknya

(harga uang sama dengan nilainya). Pada masa ini jenis uang yang umum digunakan

14

adalah dinar emas seberat 4,25 gram dan dirham perak seberat 2,975 gram (Ascarya,

2006).

2.1.1.2. Konsep Riba dan Maysir

Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal

secara bathil (Saed, 1996 dalam Ascarya, 2006). Riba dapat timbul dalam pinjaman

(riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri

dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak

seimbang (riba fadl) dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya

dilebihkan karena melihat jangka waktu (riba nasiah). Riba dayn berarti „tambahan‟,

yaitu pembayaran “premi” atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi utang-piutang

maupun perdagangan yang harusnya dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi

pinjaman di samping pengembalian pokok yang ditetapkan sebelumnya (Ascarya,

2006).

Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa

kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam islam, maysir yang

dimaksud adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau

permainan berisiko (Ascarya, 2006).

2.1.1.3. Sistem Bagi Hasil vs. Sistem Bunga

Dalam islam tidak dikenal adanya bunga karena hal tersebut merupakan

bentuk riba yang diharamkan. Dalam islam yang ada hanyalah sistem bagi hasil

(profit-loss sharing) yang merupakan bentuk kerja sama untuk melakukan kegiatan

usaha antara pemilik modal yang memiliki kelebihan dana dengan pengusaha yang

mengalami kekurangan dana. Sistem bagi hasil ini berbentuk mudharabah dan

15

musyarakah yang masing-masing beragam jenisnya (Ascarya, 2006). Perbedaan

antara sistem bunga dan bagi hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

No. Bunga Bagi Hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu

akad dengan asumsi usaha akan

selalu menghasilkan keuntungan.

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi

hasil disepakati pada waktu akad sesuai

dengan kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya presentase didasarkan pada

dana/modal yang dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil didasarkan

pada jumlah keuntungan yang

diperoleh.

3. Bunga dapat mengambang dan

besarnya berfluktuatif sesuai dengan

fluktuatif bunga patokan atau kondisi

ekonomi

Rasio bagi hasil tetap tidak berubah

selama akad masih berlaku, kecuali

diubah atas kesepakatan bersama.

4. Pembayaran bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa pertimbangan

keuntungan / kerugian dari usaha

yang dijalankan

Bagi hasil bergantung pada keuntungan

dan kerugian usaha yang dijalankan.

5. Jumlah pembayaran bunga tidak

meningkat sekalipun keuntungan naik

berlipat ganda.

Jumlah pembagian laba meningkat

sesuai peningkatan keuntungan

6. Eksistensi bunga diragukan atau

dikecam oleh semua agama

Tidak ada yang meragukan keabsahan

bagi hasil

Sumber : Antonio, 2001 dalam Ascarya, 2006 ; diolah

2.1.2. Konsep Obligasi Syariah (SUKUK)

2.1.2.1.Pengertian SUKUK

Menurut tim studi minat emiten di pasar modal Bapepam-LK (2009), pada

dasarnya definisi sukuk yang berasal dari berbagai sumber literatur dapat dibagi

menjadi dua, yaitu definisi secara etimologi dan definisi secara terminologi. Secara

etimologi (bahasa), sukuk berasal dari bentuk jamak bahasa Arab dari kata “sakk”

yang berarti sertifikat, perjanjian, atau instrumen hukum. Secara terminologi, sukuk

dapat didefinisikan sebagai suatu sertifikat kepercayaan atas kepemilikan atau

16

sertifikat investasi atas kepemilikan sesuatu, dengan masing-masing sakk

menunjukkan kepentingan kepemilikan yang proporsional dan tidak dapat dipisahkan

dalam suatu aset atau kumpulan aset. Berikut ini akan dijelaskan definisi sukuk

secara terminologi menurut AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for

Islamic Financial Institutions), DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia), dan Bapepam-LK.

AAOIFI dalam Shari‟a Standard No.17 mendefinisikan sukuk sebagai berikut

“Investment Sukuk are certificates of equal value representing undivided

share in ownership of tangible assets, usufructs and services, or (in the

ownership of) the assets of particular projects or special investment

activity, however, this is true after receipt of the value of the sukuk, the

closing of subscription and the employment of funds received for the

purpose for which the sukuk were issued”.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa sukuk merupakan sertifikat bernilai sama

yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat,

dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.

DSN-MUI dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-MUI/IX/2002,

mendefinisikan obligasi syariah (sukuk) sebagai berikut

“….suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang

dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan

emiten untuk

membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi

17

hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh

tempo.”

Selanjutnya, menurut Bapepam-LK dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang

Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai berikut

“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama

dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak

terbagi (syuyu’/undivided share) atas:

1. Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat);

2. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang

sudah ada maupun yang akan ada;

3. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada;

4. Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan/atau

5. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin

khashah)”.

2.1.2.2. Karakteristik SUKUK

Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, sukuk pada

prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain

berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya

suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset

yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian antara para

pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus

distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba,

gharar dan maysir.

18

Berikut akan dijabarkan secara rinci karakteristik sukuk:

1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat

(beneficial title)

2. Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai

jenis akad yang digunakan

3. Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir

4. Penerbitannya melalui special purpose vehicle (SPV)

5. Memerlukan underlying asset

6. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah

Perbedaan sukuk dengan obligasi konvensional akan ditunjukkan oleh tabel 2.3

berikut ini.

Tabel 2.3. Perbandingan Sukuk dan Obligasi

Deskripsi Sukuk Obligasi

Penerbit Pemerintah, Korporasi Pemerintah, Korporasi

Sifat Instrumen Sertifikat

kepemilikan/penyertaan atas

suatu aset

Instrumen pengakuan utang

Penghasilan Imbalan, bagi hasil, margin Bunga/kupon, capital gain

Jangka waktu Pendek – menengah Pendek - menengah

Underlying asset Perlu Tidak perlu

Pihak yang terkait Obligor, SPV, investor, Trustee Obligor/issuer, investor

Price Market Price Market Price

Investor Islami, konvensional Konvensional

Pembayaran pokok Bullet atau amortisasi Bullet atau amortisasi

Penggunaan hasil

penerbitan

Harus sesuai syariah Bebas

Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia

19

2.1.2.3. Jenis SUKUK

Menurut Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, jenis-jenis Sukuk

yang telah mendapatkan endorsement dari AAOIFI yaitu:

1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad

Ijarah di mana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau

menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga

dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset

itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale

and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease. Gambar 2.1 berikut

menunjukkan ringkasan sederhana skema struktur generik sukuk ijarah.

Sumber : Direktorat Jendral Pembiayaan Utang, 2012 (diolah)

Gambar 2.1. Skema Sukuk Ijarah

Keterangan :

1. SPV dan Obligor melakukan transaksi jual-beli aset, disertai dengan Purchase

and Sale Undertaking di mana obligor menjamin untuk membeli kembali aset

Emiten /Obligor SPV (Penerbit) Investor

Penjualan aset 1

Penerbitan Sukuk 2

Penyewaan kembali asset 3

4

Purchase and Sale Undertaking

5

20

dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset kepada obligor, pada saat

sukuk jatuh tempo atau dalam hal terjadi default.

2. SPV mendistribusikan penerbitan sukuk kepada investor untuk membiayai

pembelian aset.

3. Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa (Ijara

Agreement) dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor sukuk yang

diterbitkan. Berdasarkan servicing agency agreement, Obligor ditunjuk

sebagai agen yang bertanggung jawab atas perawatan aset

4. Obligor membayar sewa (Imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa

sewa.

5. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada para

investor.

6. Pada saat jatuh tempo, SPV melakukan penjualan kembali aset kepada obligor

senilai nominal sukuk. Kemudian hasil penjualan aset tersebut digunakan SPV

untuk melunasi sukuk kepada investor.

2. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau

akad Musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan

modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada,

atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul

ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing

pihak.

3. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau

akad Mudharabah di mana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan

21

pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari

kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui

sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang

menjadi penyedia modal. Gambar 2.2 menunjukkan skema struktur sukuk

mudharabah.

Sumber : Huda, Nurul dan Mustafa Edwin, 2008

Gambar 2.2. Skema Sukuk Mudharabah

Keterangan :

1. Investor menyerahkan modal untuk kegiatan usaha

2. Emiten menyerahkan keterampilan melakukan operasional dalam kegiatan

usaha

3. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut akan dibagi sesuai

nisbah masing-masing yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian yang

terjadi sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemilik modal, dalam hal ini

investor.

4. Pada saat jatuh tempo, modal pokok akan dikembalikan ke para investor.

Investor / Pemodal / Shahib Al-Maal

Emiten / Korporasi / Mudharib

Kegiatan

Usaha

Bagi Hasil Pendapatan

Nisbah Nisbah

1 2

Modal

22

4. Istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna‟ di

mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu

proyek/barang sehingga barang yang akan diproduksi tersebut menjadi milik

pemegang sukuk. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek

ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

Dari awal penerbitannya pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2010, jenis

akad sukuk yang diterbitkan di Indonesia hanya terdiri dari sukuk mudharabah dan

sukuk ijarah (sale and lease back) dengan presentase masing-masing 2 persen dan 98

persen. Dalam penelitian ini juga hanya terbatas pada analisis mengenai sukuk

mudharabah dan sukuk ijarah karena disesuaikan oleh data yang tersedia.

2.1.3. Konsep Indikator Makroekonomi

2.1.3.1. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam

jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan ekonomi

untuk penduduknya, dimana kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya

kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologi

terhadap berbagai tuntutan keadaan ekonomi yang ada. Konsep pertumbuhan

ekonomi masih digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemajuan ekonomi suatu

negara. Adapun indikator yang umum digunakan untuk mengukur petumbuhan

ekonomi suatu negara adalah pendapatan nasional.

23

Menurut Huda et al (2008), secara sederhana pendapatan nasional dapat

diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode

tertentu, biasanya satu tahun.

Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang

dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu :

a. Pendekatan Produksi (Gross Domestic Product/ GDP)

Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh

dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua

sector produksi. Penggunaan konsep nilai tambah dilakukan guna

menghindari terjadinya perhitungan ganda.

b. Pendekatan Pengeluaran (Gross National Product/ GNP)

Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran

dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi,

yaitu rumah tangga berupa konsumsi, perusahaan berupa investasi,

pengeluaran pemerintah, serta pengeluaran ekspor dan impor.

c. Pendekatan Pendapatan (Net National Product/ NNP)

Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan

merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal yang ada selama

periode tertentu.

Pendapatan nasional juga terbagi ke dalam dua hal, yaitu:

a. GDP Nominal: mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam

suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada periode

tersebut (current price).

24

b. GDP Ril : mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu

periode tertentu menurut harga pasar yang ditentukan (harga pada tahun

dasar/ harga konstan)

Semua pendekatan pendapatan nasional di atas merupakan pendekatan

ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa pendapatan nasional dapat dijadikan

sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi atau kesejahteraan pada suatu negara.

Namun pada kenyataannya GDP merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak

sempurna karena tidak menghitung produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri

(tidak masuk ke pasar), nilai waktu istirahat, bencana alam, serta polusi. Berbeda

dengan ekonomi konvensional, ekonomi islam menggunakan parameter falah dalam

tujuan kegiatan perekonomiannya. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki,

kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen ruhaniah masuk

ke dalamnya. Ekonomi islam harus menyediakan suatu cara untuk mengukur

kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sistem

islam (Mannan, 1984 dalam Huda et al, 2008). Setidaknya ada empat hal yang

semestinya bisa diukur dengan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam, yaitu

penyebaran pendapatan individu rumah tangga, produksi di sektor pedesaan,

kesejahteraan ekonomi islami, dan perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran

dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan

sedekah.

2.1.3.2.Jumlah Uang Beredar

Menurut teori ekonomi klasik, penawaran uang merupakan persediaan uang

total dalam ekonomi yang terdiri dari mata uang dalam peredaran dan deposito dalam

25

perkiraan tabungan dan giro. Penawaran uang yang terlalu banyak dibandingkan

keluaran atau output barang yang dihasilkan akan cenderung mendorong naiknya

suku bunga, naiknya harga, dan berkurangnya produksi serta menyebabkan

pengangguran tenaga kerja dan penggunaan kapasitas pabrik (Huda, et al ; 2008).

Dalam perekonomian modern, jumlah uang beredar dikendalikan oleh Bank

Sentral selaku pemegang otoritas moneter. Penciptaan uang beredar ini merupakan

suatu mekanisme pasar, yakni merupakan suatu proses hasil interaksi antara

permintaan dan peawaran uang, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu

keputusan pemerintah belaka (Boediono, 1985 dalam Vimala, 2005). Komposisi

jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat kita bedakan menjadi dua bagian.

Pertama adalah uang beredar dalam pengertian sempit, yang digunakan untuk

transaksi yaitu M1 (narrow money). Kedua adalah uang beredar dalam arti luas yang

biasa disebut dengan M2 (broad money). Persamaan yang menunjukkan jumlah uang

beredar ini adalah :

M1 = C + DD ……………………………………………………. ( 2.1 )

M2 = M1 + QM ..….……………………………………………….. ( 2.2 )

QM=SD+TD ..…………………………………………………... ( 2.3 )

M1 meliputi uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang

kartal (C) merupakan jumlah semua uang yang beredar di luar bank sentral, baik uang

kertas maupun uang logam. Uang giral (DD) merupakan saldo rekening koran (giro)

milik masyarakat yang disimpan di perbankan. M2 merupakan jumlah M1 dengan

uang kuasi (quasy money), yang bentuknya adalah simpanan tabungan (saving

deposit) dan deposito berjangka (time deposit). Menurut teori kuantitas uang, jika

26

jumlah uang yang beredar melebihi permintaannya maka salah satunya akan

menyebabkan inflasi. Pada akhirnya perlu suatu instrumen yang dapat mengatur

jumlah uang beredar.

Instrumen yang digunakan oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang

beredar di antaranya yaitu:

a. Operasi Pasar Terbuka (open market operation)

Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank

Sental menjual surat berharga pasar uang (SPBU), begitu juga sebaliknya.

b. Cadangan Minimum (reserve requirement)

Cadangan minimum yang dimaksud di sini adalah cadangan minimum yang

dimiliki oleh bank umum. Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang

beredar berkurang maka Bank Sentral dapat membuat kebijakan menambah

besaran cadangan minimum yang dimiliki bank umum, begitu juga

sebaliknya.

c. Discount Rate

Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka Bank

Sentral harus meningkatkan suku bunga Bank Indonesia (SBI)

d. Moral Situation

Merupakan kebijakan yang bersifat sugesti yang dilakukan oleh Bank Sentral

pada bank umum untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga guna

menambah atau menurunkan jumlah uang beredar.

Dari instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk mengatasi jumlah uang

beredar tersebut, salah satunya dapat menggunakan sukuk. Sukuk merupakan surat

27

berharga alat yang dapat digunakan dalam operasi pasar terbuka. Diterbitkannya

sukuk oleh pemerintah dan korporasi dapat menarik jumlah uang beredar pada

masyarakat.

2.1.3.3. Inflasi

Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga barang-

barang secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu cukup

lama. Seiring dengan kenaikan harga barang-barang tersebut, nilai uang turun secara

tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut (Boediono, 1985).

Menurut Friedman dalam Mankiw (2002), inflasi selalu dan dimanapun merupakan

suatu fenomena moneter dan terjadi apabila kenaikan jumlah uang yang beredar lebih

cepat dari output.

Menurut Huda et all (2008) inflasi biasanya diekspresikan sebagai perubahan

angka indeks. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan,

sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di

bawah angka sepuluh persen setahun; inflasi sedang antara sepuluh persen s.d. tiga

puluh persen setahun; berat antara tiga puluh persen s.d. seratus persen setahun; dan

hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas

seratus persen setahun. Tingkat harga yang melambung sampai seratus persen atau

lebih dalam setahun (hiperinflasi) menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat

terhadap mata uang, sehingga mereka cenderung menyimpan aktivanya dalam bentuk

lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya nilainya bertahan di masa-masa

inflasi.

Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur inflasi, yaitu :

28

a. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Customer Price Index (CPI) merupakan

indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga.

Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari

paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang

menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang

diperdagangkan di suatu daerah.

c. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga

barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi

(negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga.

Terdapat berbagai macam jenis inflasi. Beberapa kelompok besar dari inflasi

adalah :

a. Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa

merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.

b. Cost-push inflation, disebabkan oleh adanya kelangkaan produksi dan/atau

juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum

tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-

lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari

rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan

berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya

posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau

skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat

berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik,

29

perkebunan), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk

menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga

memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal

yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor

infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya

produksi dapat disebabkan dua hal, yaitu (1) kenaikan harga, misalnya bahan

baku dan (2) kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan

mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

c. Demand-pull inflation, disebabkan oleh adanya permintaan total yang

berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar

sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat

harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan

permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya

permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya

permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor

produksi meningkat. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh

banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam

mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai

dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan

d. Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai

kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan

tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah maka

kenaikan inflasi akan terus berlanjut.

30

Dari faktor penyebab inflasi yang telah diuraikan di atas, sukuk sebagai surat

berharga yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun korporasi dapat berpengaruh

dalam penarikan jumlah uang beredar di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan

penawaran uang lebih kecil dari permintaannya, sehingga secara tidak langsung

penerbitan sukuk dapat mengatasi inflasi yang terjadi.

Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara inflasi dan penerbitan

sukuk. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi Sumatera Utara,

inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah

Provinsi Sumatera Utara.

2.1.3.4.Pengangguran Terbuka

Menurut BPS, mulai tahun 2000 definisi penduduk usia kerja merupakan

penduduk berumur 15 tahun dan lebih. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua

kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, yaitu angkatan

kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan penduduk usia kerja (15

tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja

dan yang sedang mencari pekerjaan (pengangguran). Pengangguran terbuka (open

unemployment) terdari dari : (1) angkatan kerja yang mencari pekerjaan, (2) angkatan

kerja yang mempersiapkan usaha, (3) angkatan kerja yang tidak mencari pekerjaan

karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, (4) angkatan kerja yang sudah

punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

Menurut Lipsey (1997), bila pendapatan nasional berubah, volume

kesempatan kerja (employment) dan volume pengangguran (unemployment) juga

berubah. Pengangguran mengikuti jalur siklis, naik selama periode resesi dan turun

31

dalam periode ekspansi bisnis. Berdasarkan alasannya, pengangguran dibedakan

menjadi pengangguran siklis, friksional, dan struktural. Pengangguran friksional, dan

struktural terjadi pada kondisi NAIRU (NonAccelerating Inflationary Rate of

Unemployment) atau biasa disebut angka pengangguran alamiah.

Pengangguran siklis merupakan pengangguran yang disebabkan tidak

tersedianya lapangan pekerjaan meskipun para pekerja dibayar dengan tingkat upah

yang berlaku. Pengangguran ini terjadi pada senjang resesi. Pengangguran jenis ini

dapat dikendalikan dengan kebijakan stabilisasi melalui ekspansi kebijakan fiskal dan

moneter.

Pengangguran friksional merupakan pengangguran yang diakibatkan oleh

perputaran (turnover) normal tenaga kerja. Orang-orang yang menganggur sambil

mencari pekerjaan termasuk jenis pengangguran friksional. Cara mengendalikan

pengangguran jenis ini yaitu dengan meningkatkan pengetahuan pekerja tentang

peluang-peluang pasar.

Pengangguran struktural merupakan pengangguran yang terjadi karena

ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja dan struktur permintaan akan tenaga

kerja. Pengangguran ini dapat dikendalikan dengan cara menahan perubahan yang

menyertai pertumbuhan dan menerima perubahan itu serta mencoba mempercepat

langkah penyesuaian.

Belum ada teori yang menyatakan hubungan antara penerbitan sukuk dengan

tingkat pengangguran. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Litbang Provinsi

terhadap penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara.

32

2.1.3.5.Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menurut peraturan Bank

Indonesia No 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat

berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang

rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dikeluarkannya peraturan Bank

Indonesia tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini ditujukan sebagai salah satu

instrument operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan

berdasarkan prinsip syariah. Perhitungan besar bonus yang diberikan pada SBIS

maengacu pada tingkat diskonto hasil lelang SBI berjangka waktu sama yang

diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS.

Suku bunga mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai

investasi yang dilakukan masa kini dengan hasil yang diperoleh pada masa yang akan

datang (Mankiw, 2006). Suku bunga terbagi menjadi dua, yaitu suku bunga nominal

dan suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang

dibayar bank atau investor. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang

diukur dengan kenaikan daya beli atau sudah memperhatikan nilai inflasi.

Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh

mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan

mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga

SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini

kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti

pelelangan.

33

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011), tingkat suku

bunga yang cenderung menurun akan menjadi momentum bagi para emiten, baik

korporasi BUMN dan swasta maupun pemerintah untuk menerbitkan obligasi.

Dengan turunya tingkat suku bunga, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk

membayar bunga atau kupon menjadi lebih rendah sehingga obligasi yang diterbitkan

menjadi bertambah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan

antara tingkat suku bunga Bank Indonesia dengan penerbitan obligasi pemerintah

adalah negatif.

2.2. Tinjauan Teori

2.2.1. Teori Investasi

Menurut Mankiw (2006) investasi adalah barang-barang yang dibeli oleh

individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Menurut Lipsey

(1997) investasi adalah pengeluaran barang yang tidak dikonsumsi saat ini, dimana

berdasarkan periode waktunya investasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan investasi jangka panjang.

Tujuan individu atau perusahaan yang melakukan investasi adalah untuk memperoleh

kesejahteraan bagi dirinya atau perusahaan tersebut.

2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan endogen merupakan kritik dari model pertumbuhan solow

yang menunjukkan bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan

kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan memengaruhi

output barang dan jasa suatu negara. Pertumbuhan persediaan modal memengaruhi

34

output secara positif, pertumbuhan angkatan kerja memengaruhi secara negatif, dan

kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen yang diasumsikan tetap. Sedangkan

untuk teori pertumbuhan endogen menjelaskan tingkat kemajuan teknologi yang

memengaruhi output nasional secara positif. Jika output dan barang suatu negara

tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa

perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan yang positif.

2.2.3. Teori Kuantitas Uang

Teori ini merupakan teori ekonomi klasik yang berasal dari salah satu ahli

moneter pertama, yaitu David Hume (1711-1776). Teori ini dapat dijadikan alat

utama untuk menjelaskan pengaruh uang terhadap ekonomi dalam jangka panjang.

Hubungan antara transaksi dan uang ditunjukkan oleh persamaan yang disebut

persamaan kuantitas, sebagai berikut :

M x V = P x T ............................................................................... (2.4)

Sisi kanan persamaan kuantitas menyatakan transaksi. T menunjukkan total jumlah

transaksi selama periode waktu tertentu. P adalah harga dari suatu transaksi. Sisi kiri

persamaan kuantitas menyatakan uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. M

adalah kuantitas uang. V adalah perputaran uang.

Persamaan ini menunjukkan jika kuantitas uang meningkat dan perputaran

uang tidak berubah, dalam hal ini jumlah uang beredar meningkat maka akan

menyebabkan harga atau output nasional meningkat. Penerbitan sukuk khususnya

sukuk negara dapat dijadikan pemerintah sebagai instrumen dalam operasi pasar

terbuka untuk mengurangi jumlah uang beredar.

35

Sampai saat ini, untuk mengurangi jumlah uang beredar melalui operasi pasar

terbuka pemerintah hanya menggunakan instrument Sertifikat Bank Indonesia (SBI),

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Standing Facility yang terdiri atas Fasilitas

Simpanan Bank Indonesia, Fasilitas Pembiayaan, dan SBI Repo baik yang bersifat

konvensional maupun yang bersifat syariah, serta Pasar Uang Antar Bank (PUAB)

baik yang bersifat syariah dan konvensional. Hal ini menyebabkan penerbitan sukuk

belum memberikan dampak terhadap jumlah uang beredar di Indonesia.

2.2.4. Hubungan antara Penerbitan Sukuk dan Indikator Makroekonomi

Sukuk merupakan surat berharga syariah yang dapat menjadi arus sumber-

sumber keuangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai emiten untuk

memperluas usaha (membangun pabrik) dan negara untuk pembangunan suatu

proyek, serta dapat menjadi tujuan investasi bagi para investor sukuk (masyarakat).

Hal ini tentu akan berdampak pada perekonomian Indonesia.

Menurut Keynes dalam The General Theory, investasi (I) merupakan salah

satu faktor yang dapat menentukan pengeluaran nasional (Mankiw, 2007). Karena

sukuk merupakan instrumen investasi pada sektor ril, maka ketika penerbitan sukuk

diperbanya akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya akan menyebabkan

kurva output nasional (AE0) bergeser ke atas (AE1). Hal ini kemudian akan

ditransmisikan ke kurva keseimbangan pasar uang (LM) dan pasar barang (IS).

Pergeseran kurva output nasional ke atas (AE0 ke AE1) menyebabkan

pergeseran kurva pada pasar barang (IS) ke kanan (IS0 ke IS1). Pergeseran kurva IS

ini akan menggeser keseimbangan pasar uang dan pasar barang (Y0*

ke Y1*) sehingga

36

ketika IS bergeser ke kanan maka akan menyebabkan naiknya tingkat bunga (ro ke

r1).

Hal ini ditransmisikan kembali ke kurva keseimbangan agregat supply (AS)

dan agregat demand (AD). Pergesaran kurva IS ke kanan (IS0 ke IS1) menyebabkan

bergesernya kurva AD ke kanan (AD0 ke AD1) sehingga menyebabkan harga (P0*)

dan output (Y0*) keseimbangan meningkat (P0

* ke P1

*) yang berarti terjadi inflasi dan

pertumbuhan pendapatan nasional. Meningkatnya AD ditansmisikan ke kurva philiph

sehingga menyebabkan menurunnya jumlah pengangguran (U0 ke U1). Transmisi

kurva ini dapat dilihat pada lampiran 1.

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai perekonomian syariah, mulai banyak diminati. Mulai dari

industri perbankan syariah beserta produknya sampai dengan lembaga keuangan

lainnya beserta produknya. Walaupun yang secara khusus membahas tentang

hubungan obligasi syariah (sukuk) dengan indikator makroekonomi masih sangat

jarang, namun penulis tetap berusaha untuk melakukan penelitian ini dengan tetap

mengacu pada penelitian sebelumnya. Penulis mengacu pada penelitian tentang

obligasi konvensional yang kemudian diaplikasikan ke obligasi syariah (sukuk).

Berikut adalah beberapa penelitian tentang obligasi syariah (sukuk) dan hubungannya

dengan perekonomian.

Engen dan Skiner (1992), melakukan penelitian dengan menggunakan data

cross section dari 107 negara pada periode 1970-1985 yang mengembangkan sebuah

general model kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menyimpulkan

bahwa penerapan anggaran berimbang dengan meningkatkan Pengeluaran

37

Pemerintah dan Penerimaan Pajak, diprediksi akan mengurangi pertumbuhan

ekonomi.

Litbang Provinsi Sumatera Utara pada tahun (2005) melakukan penelitian

dengan judul “Kajian Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Salah Satu Sumber

Pembiayaan Pembangunan” menggunakan regresi berganda. Penelitian ini

menunjukkan bahwa hasil variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah

berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat

kepercayaan 95 persen. Variabel pendapatan perkapita, tingkat ekspor, dan variabel

inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah

pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variable pengangguran tidak berpengaruh nyata

secara negatif Kinerja ekonomi Pempropsu memberi dorongan peluang positif

terhadap penerbitan Obligasi daerah.

Lubis (2009), meneliti tentang pengaruh nilai kurs, tingkat suku bunga SBI,

dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP berpengaruh

simultan dan signifikan terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia.

Siahaan (2006), menganalisis pengaruh inflasi dan suku bunga SBI terhadap

penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka Rekapitalisasi perbankan. Dengan

menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square pada periode 1989-2005,

menyimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif

terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahmadi Sarip (2011) menggunakan

Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang

38

memengaruhi obligasi pemerintah di Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

Variabel penerimaan negara tahun sebelumnya, pengeluaran pemerintah, pinjaman

luar negeri pemerintah dan suku bunga SBI secara bersama-sama mampu

memengaruhi penerbitan obligasi pemerintah Indonesia, signifikan pada α = 1%.

Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap penerbitan

obligasi pemerintah, sedangkan penerimaan negara tahun sebelumnya, pinjaman luar

negeri pemerintah dan suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap

penerbitan obligasi pemerintah Indonesia.

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Sumber : Penulis, 2012

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Perkembangan Pesat

Obligasi Syariah (SUKUK)

di Indonesia

Pertumbuhan

Ekonomi

Penganggura

n

Inflasi

Sukuk Korporasi

Sukuk Global (SBSN)

Masalah

Makroekonomi

Jumlah Uang

Beredar

Model VAR/VECM

Bonus SBIS

39

2.5. Hipotesis

Berdasarkan penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini akan dirumuskan

beberapa hipotesia. Adapun hipotesis pada penelitian ini yaitu :

1. Variabel penerbitan sukuk dipengaruhi oleh variabel GDP, jumlah uang

beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS.

2. Variabel GDP berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk.

3. Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk.

4. Variabel pengangguran terbuka tidak berpengaruh secara negatif terhadap

penerbitan sukuk.

5. Variable inflasi tidak berpengaruh secara positif terhadap penerbitan sukuk.

6. Sukuk berdampak pada GDP yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi,

pengangguran, CPI yang menggambarkan inflasi, dan M2 yang

menggambarkan jumlah uang beredar.