BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 ... · Dengan menggunakan data agregat Malaysia...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) (BPS, 2010). Untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 2. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir seperti: (a) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga nirlaba, (b) konsumsi pemerintah, (c) pembentukan modal tetap domestik bruto, (d) perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 3. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan pendapatan yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur ekonomi pada suatu tahun.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 ... · Dengan menggunakan data agregat Malaysia...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi

di wilayah (regional) tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) (BPS,

2010). Untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat

digunakan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka

waktu tertentu (biasanya satu tahun).

2. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir

seperti: (a) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga nirlaba, (b)

konsumsi pemerintah, (c) pembentukan modal tetap domestik bruto, (d)

perubahan stok, dan (e) ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya

satu tahun).

3. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima

oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menunjukkan pendapatan

yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai

tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun.

PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur ekonomi pada suatu tahun.

12

Perkembangan PDRB ADHB dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan

yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa

yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Oleh karenanya untuk

dapat mengukur perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas

secara nyata, faktor pengaruh atas perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara

menghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Penghitungan atas dasar

harga konstan ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan

untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral.

PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa

diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi.

Nilai PDRB per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan

jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita sering digunakan untuk

mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut

disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran.

Menurut Jhingan (2010), kenaikan pendapatan per kapita dapat tidak

menaikkan standar hidup riil masyarakat apabila pendapatan per kapita meningkat

akan tetapi konsumsi per kapita turun. Hal ini disebabkan kenaikan pendapatan

tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang kaya dan tidak oleh banyak orang

miskin. Di samping itu, rakyat mungkin meningkatkan tabungan mereka atau

bahkan pemerintah sendiri menghabiskan pendapatan yang meningkat itu untuk

keperluan militer atau keperluan lain.

13

2.1.2. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari

waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat

pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil

pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada

tahun sebelumnya (Sukirno, 2004).

Todaro (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu

proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus

menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat

pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Menurut

Todaro (2006), ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan

ekonomi yaitu:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang

ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan

memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Pertumbuhan ekonomi belum tentu melahirkan pembangunan ekonomi

dan peningkatan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat. Hal tersebut disebabkan

karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula

pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan

tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat

(pendapatan per kapita) akan mengalami penurunan. Sedangkan apabila dalam

14

jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka

perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan (stagnan) dan

tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan. Dengan demikian,

salah satu syarat penting yang akan mewujudkan pembangunan ekonomi adalah

tingkat pertumbuhan ekonomi harus melebihi tingkat pertambahan penduduk

(Sukirno, 2007).

2.1.3. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu

dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau

pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Meskipun perdagangan

internasional telah terjadi selama ribuan tahun dampaknya terhadap kepentingan

ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan.

Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan

transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk

memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian

halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan

perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain

motif mencari keuntungan, Krugman (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama

terjadinya perdagangan internasional:

15

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala

ekonomis (economies of scale).

Sementara itu menurut Sukirno (2007), manfaat perdagangan

internasional adalah :

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negara sendiri. Banyak

faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi setiap negara.

Faktor-faktor tersebut antara lain : kondisi geografis, iklim, tingkat pengusaan

iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara

mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan

luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh

spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang

sama jenisnya dengan yang diproduksi negara lain, tapi ada kalanya lebih baik

apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha

tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal

karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan

turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional,

pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual

kelebihan produk tersebut keluar negeri.

16

4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu

negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara

manajemen yang lebih modern.

Salah satu alasan dalam perdagangan adalah untuk mendapatkan barang

dengan harga yang lebih murah. Proses terjadinya perdagangan internasional yang

dilandasi oleh perbedaan harga dapat dijelaskan melalui analisis keseimbangan

parsial berikut :

Gambar 2.1 Harga komoditi relatif ekuilibrium setelah perdagangan ditinjau dari

analisis keseimbangan parsial.

Gambar 2.1 memperlihatkan proses terciptanya keseimbangan harga relatif

dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kurva

Dx dan Sx di pasar negara 1 dan negara 2, masing-masing melambangkan kurva

permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi X di negara 1 dan negara 2.

Sumbu vertikal menunjukkan harga relatif komoditi X (Px/Py) dan sumbu

horisontal menunjukkan kuantitas komoditi X.

Px/Py Pasar Negara 1 Pasar Internasional Pasar Negara 2

P3

Ekspor

P2

Impor

P1

Sumber : Salvatore, 1997. Qx

Dx

Dx

Sx

Sx

S

D

A

E

A’

17

Sebelum terjadi perdagangan, negara 1 berproduksi dan berkonsumsi di

titik A dengan harga relatif komoditi X sebesar P1. Sedangkan negara 2

berproduksi dan berkonsumsi di titik A’ dengan harga relatif komoditi X sebesar

P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut,

harga relatif komoditi X adalah senilai P2 yang berkisar antara P1 dan P3

seandainya kedua negara tersebut cukup besar (kekuatan ekonominya).

Seandainya harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan

memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi)

domestik. Kelebihan itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak jika

harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami

peningkatan permintaan yang jumlahnya lebih tinggi daripada produksi

domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan

kebutuhannya atas komodit X itu dari negara 1.

Pada mulanya penelitian tentang perdagangan terutama ditujukan untuk

menjelaskan mengapa perdagangan perlu dilakukan dan bagaimana mendapatkan

gains from trade (keuntungan dari perdagangan). Namun dewasa ini yang banyak

penelitian difokuskan pada perilaku perdagangan pada era globalisasi.

2.1.4. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu

Keong, Yusop, dan Sen pada tahun 2005 melakukan penelitian dengan

mengambil judul “Export-Led Growth Hypothesis in Malaysia : An Investigation

Using Bound Test”. Dengan menggunakan data agregat Malaysia tahun 1960

sampai dengan 2001 meliputi GDP, Ekspor, Impor, Nilai Tukar Riil dan Angkatan

18

kerja, melakukan Test Perikatan (Bounds Test) dengan metode Autoregressive

Distribution Leg, membuktikan bahwa perekonomian negara Malaysia

mendukung export led growth.

Oiconta (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Ekspor dan

Output Nasional di Indonesia : Periode 1980–2004 Kajian Tentang Kausalitas dan

Kointegrasi”. Analisis yang digunakan adalah Uji Kausalitas Greger, dengan

mengunakan data output nasional (GDP) dan Ekspor agregat Indonesia tahun

1980 sampai 2004 dalam data kuartalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dalam periode analisis secara keseluruhan diperoleh hubungan pengaruh GDP

terhadap ekspor dan pengaruh ekspor terhadap GPD. Sedangkan untuk periode

flexible exchange rate regime (setelah tahun 1998) diperoleh hubungan hanya

pengaruh GDP terhadap ekspor.

Salomo (2007) melakukan penelitian dengan judul “Peranan Perdagangan

Internasional Sebagai Salah Satu Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Data

yang digunakan adalah data agreagat Indonesia tahun 1980 sampai 2006 meliputi

Pendapatan Domestik Bruto, Ekspor Riil, Impor Riil, Nilai Tukar Riil Rupiah

terhadap Dolar, Jumlah Pekerja dan Krisis yang melanda Indonesia, dengan

metode Bound Testing Cointegration pendekatan ARDL (Autoregressive

Distributed Leg) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa dalam jangka panjang

ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, jumlah pekerja dan krisis berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Miankhel (2009) melakukan penelitian dengan judul “Foreign Direct

Investment, Exports, and Economic Growth in South Asia and Selected Emerging

19

Countries: A Multivariate VAR Analysis”. Alat analisis yang digunakan adalah

Vector Auto Regressive untuk Multivariate. Penelitian ini mengenai keterkaitan

Penanaman Modal Asing (PMA), ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam

negara berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India

dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta

Meksiko dan Chili di Amerika Latin.

Hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong

pertumbuhan ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam

jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-

variabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di

India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin,

yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor di Chili dan PMA

memengaruhi pertumbuhan secara langsung di Meksiko. Ekspor memengaruhi

pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam jangka panjang.

Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan kausalitas dua

arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan sebaliknya keduanya tidak

memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia.

Santoso (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perdagangan

Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Penelitian ini

menggunakan data tahun 1994–2008 meliputi Pertumbuhan Ekonomi, Impor

Barang Modal, Ekspor, Investasi, Tenaga kerja dan Kurs Valutas Asing, dengan

metode regresi linier berganda mendapatkan kesimpulan bahwa secara simultan

variabel impor barang modal, ekspor, investasi, tenaga kerja dan valutas asing

20

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi secara

parsial variabel impor barang modal, ekspor, investasi, tenaga kerja dan kurs

valuta asing tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Maryen (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor-

Sektor Potensial Perekonomian Provinsi Papua”. Penelitian ini menggunakan data

PDRB Provinsi Papua dan PDB Nasional periode 1999-2003, dengan alat analisis

Location Quotient dan Shift-Share Klasik mendapatkan kesimpulan bahwa sektor

pertambangan dan penggalian dapat dikategorikan sebagai sektor basis secara

konsisten setiap tahunnya selama periode penelitian. Sementara sektor pertanian

sub sektor kehutanan dan perikanan baru masuk kategori basis pada tahun 2001.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud untuk

menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi

di Papua selama kurun waktu 2000-2010. Pada penelitian ini akan dianalisis

pengaruh ekspor, impor, tingkat partisipasi angkatan kerja, nilai tukar dan dummy

krisis terhadap pertumbuhan ekonomi Papua baik secara simultan maupun parsial.

Selain itu juga akan dianalisis karakteristik ekonomi yang membangun

perekonomian Papua sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentu kebijakan

ekonomi Papua di masa depan. Analisis yang digunakan adalah metode regresi

linier berganda. Data yang digunakan adalah data triwulanan PDRB atas harga

konstan 2000, ekspor riil, impor riil, nilai tukar riil, tingkat partisipasi angkatan

kerja dan dummy krisis.

21

2.2.Kerangka Teori

2.2.1. Teori Pertumbuhan Neoklasik

Inti dari teori pertumbuhan neoklasik Solow yang dikembangkan oleh

Robert Solow adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor modal

dan tenaga kerja. Model pertumbuhan ini berpegang pada konsep skala hasil yang

terus berkurang (deminishing return) dari faktor modal dan tenaga kerja apabila

keduanya dianalisis secara terpisah. Maksudnya apabila modal ditingkatkan akan

tetapi tenaga kerja tidak ditambah maka pada suatu waktu tertentu penambahan

modal tidak akan meningkatkan output. Begitu pula sebaliknya, apabila tenaga

kerja ditambah terus, sedangkan modal tetap maka pada suatu waktu tertentu

penambahan tenaga kerja tidak akan meningkatkan output. Akan tetapi apabila

faktor modal dan tenaga kerja keduanya bertambah maka output akan terus

bertambah (Todaro, 2006).

Dalam teori pertumbuhan neoklasik Solow juga dikenalkan variabel

teknologi sebagai variabel independen. Artinya, walaupun faktor modal dan

tenaga kerja tetap, akan tetapi penemuan teknologi baru dapat membuat faktor

modal atau tenaga kerja lebih efisien, maka output akan bertambah.

Fungsi pertumbuhan neoklasik Solow adalah :

keterangan: Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan

modal manusia, L adalah jumlah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga

kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen.

(2.2)

22

Lebih lanjut, dalam teori pertumbuhan neoklasik tradisional dikemukakan

bahwa pada negara yang menggunakan perekonomian tertutup (tidak menjalin

hubungan dengan negara lain) apabila tingkat tabungannya rendah (dalam kondisi

cateris paribus) maka dalam jangka pendek pasti akan mengalami laju

pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan perekonomian lainnya yang

memiliki tingkat tabungan lebih tinggi. Sedangkan pada negara yang

menggunakan perekonomian terbuka, walaupun tingkat tabungannya rendah, pasti

akan mengalami suatu konvergensi peningkatan pendapatan karena adanya arus

permodalan yang masuk dari negara kaya ke negara-negara miskin dimana rasio

modal-tenaga kerjanya masih rendah sehingga pengembalian atas investasi (return

of investment) lebih tinggi.

2.2.2. Teori Pertumbuhan Endogen

Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang

dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam

menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan

teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki

pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal dalam model

ini tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal

manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat

pengembalian yang meningkat (increasing return to scales) pada fungsi

produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan

tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad, 2010).

23

Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori

pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium

dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori

ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita

antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal

fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam

proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya

kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.

2.2.3. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional yang paling awal muncul adalah

merkantilisme. Teori ini menyatakan bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara

untuk menjadi kuat dan kaya adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor

dan sesedikit mungkin impor. Kelebihan teori merkantilisme ini adalah negara

akan memperbesar jumlah ekspor karena negara akan kaya, makmur dan kuat bila

ekspor lebih besar dari impor. Sedangkan kelemahan teori ini adalah logam mulia

yang digunakan sebagai alat pembayaran akan menyebabkan banyaknya jumlah

uang yang beredar sehingga akan terjadi inflasi dan harga barang impor menjadi

rendah, akhirnya logam mulia berkurang (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Dalam teori merkantilisme ini, karena tidak semua negara secara simultan

dapat menghasilkan surplus ekspor, sedangkan jumlah emas dan perak tetap pada

saat tertentu, maka sebuah negara hanya akan memperoleh keuntungan dengan

mengorbankan negara lain. Akibatnya penganut teori merkantilisme ini banyak

24

melakukan penjajahan terhadap negara lain untuk mendapatkan logam mulia lebih

banyak.

Pada tahun 1776, Adam Smith menjelaskan bahwa dua negara hanya akan

melakukan perdagangan secara sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh

keuntungan. Maka terciptalah sebuah teori perdagangan yang dinamakan teori

keunggulan absolut. Menurut Adam Smith, jika sebuah negara lebih efisien

(memiliki keunggulan absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah

komoditas, namun kurang efisien dibandingkan (atau memiliki kerugian absolut

terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara

tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan

spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut.

Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang

paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat.

Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dan spesialisasi produk

untuk kedua negara yang melakukan perdagangan (Salvatore, 1997).

Kelemahan teori keunggulan absolut adalah apabila hanya satu negara

yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan

terjadi karena tidak ada keuntungan. Maka pada tahun 1817, David Ricardo

menyempurnakan teori keunggulan absolut Adam Smith dengan mengemukakan

teori keunggulan komparatif. David Ricardo mengatakan bahwa meskipun sebuah

negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap

dapat melakukan perdagangan. Negara satu harus berspesialisasi dalam

memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian terkecil

25

(memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki

kerugian absolut lebih besar (memiliki kerugian komparatif).

Pada tahun 1936, Haberler menerangkan atau mendasarkan teori

keunggulan komparatif pada teori biaya oportunitas. Teori yang dikemukakan

Haberler ini disebut teori biaya oportunitas. Teori ini mengatakan bahwa biaya

sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk

memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan

komoditi pertama. Implikasi dari teori ini adalah suatu negara yang memiliki

biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan

memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut (dan memiliki kerugian

komparatif dalam komoditi kedua) (Salvatore, 1997).

Menyempurnakan model perdagangan klasik yang telah ada, Heckscher-

Ohlin mengemukakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang

produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan

murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi

yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di

negara itu. Artinya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga

kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan

mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan faktor

produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan). Teori yang

dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin selanjutnya disebut teori kepemilikan faktor

atau teori proporsi faktor (Salvatore, 1997).

26

Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang

dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) mampu menyajikan suatu

ulasan analitis yang lebih menyeluruh dan meyakinkan mengenai hubungan antara

perdagangan internasional dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

dalam jangka panjang. Secara spesifik teori ini menyatakan bahwa penurunan

hambatan-hambatan perdagangan dalam berbagai bentuk, baik tarif maupun non-

tarif akan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di suatu

negara dalam jangka panjang (Salvatore, 1997).

2.3.Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan Perdagangan

Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut

oleh sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat

kesiapan dan kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi

persaingan di tingkat global. Berdasarkan penelitian Keong, Yusop dan Sen

(2005) ada lima faktor keterbukaan perdagangan yang memengaruhi pertumbuhan

ekonomi. Kelima faktor tersebut adalah ekspor riil, impor riil, tenaga kerja, nilai

tukar riil dan dummy krisis. Dalam penelitian ini, data tenaga kerja yang

digunakan adalah data tingkat partisipasi angkatan kerja.

2.3.1. Ekspor

Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara

ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor

pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari

dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar

27

umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim

maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional,

lawannya adalah impor (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2011).

Pada penelitian ini, definisi ekspor yang digunakan adalah proses transportasi

barang ataupun jasa yang keluar wilayah Papua secara legal.

Ekspor merupakan faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan

ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu

negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

daya yang langka ke pasar internasional. Sehingga negara-negara miskin dapat

mengakses produk langka tersebut dan mampu mengembangkan kegiatan

perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam

mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro, 2006).

Fungsi ekspor dalam perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh

keuntungan sehingga pendapatan nasional akan meningkat. Peningkatan

pendapatan nasional ini akan menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan

ekonomi (Jhingan, 2010).

Ekspor dapat berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi

(Export Led Growth). Alasan yang mendukung hal ini adalah, pertama,

pertumbuhan ekspor dapat mewakili kenaikkan dalam permintaan output negara

yang kemudian menyebabkan kenaikan dalam output riil. Kedua, ekspansi dalam

ekspor dapat mempromosikan spesialisasi dalam produksi komoditi ekspor, yang

kemudian akan meningkatkan tingkat produktivitas, dan dapat meningkatkan skill

secara umum disektor tersebut. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan realokasi

28

sumber daya dari sektor diluar komoditi ekspor yang relatif kurang efisien ke

sektor komoditi ekspor yang lebih produktif. Perubahan produktivitas tersebut

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, peningkatan dalam ekspor

dapat meregangkan kendali nilai tukar sehingga menyebabkan kemudahan dalam

mengimpor bahan baku komoditas ekspor sehingga memungkinkan terjadinya

ekpansi ekpor yang lebih besar lagi (Sitorus, 2008).

Dalam suatu model persamaan dimana pertumbuhan ekonomi sebagai

variabel dependen dan ekspor sebagai variabel independen, apabila hubungannya

bernilai positif dan signifikan maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik

perekonomian wilayah yang diteliti berkategori export led growth. Sebaliknya

apabila hubungannya bernilai negatif dan signifikan maka karakteristik

perekonomian wilayah yang diteliti adalah export reducing growth (Salomo,

2007).

2.3.2. Impor

Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara

ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor

umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke

dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan

dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting

dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor (Wikipedia bahasa

Indonesia, ensiklopedia bebas, 2011). Sedangkan definisi impor yang digunakan

adalah proses transportasi barang ataupun jasa yang masuk wilayah Papua secara

legal.

29

Apabila dilihat dari pendapatan nasional, impor memang akan mengurangi

pendapatan nasional. Akan tetapi impor memegang peran penting dalam

memenuhi kebutuhan ekonomi suatu negara. Dengan impor, bahan baku industri

yang lebih murah akan diperoleh, sehingga proses produksi dapat berjalan lebih

efisien. Maka secara tidak langsung impor ini dapat meningkatkan keuntungan

produksi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah output dan

pertumbuhan ekonomi.

2.3.3. Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2007), nilai tukar (exchange rate) antara dua negara

adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling

melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua

yaitu:

a. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata

uang dua negara. Sebagai contoh, jika nilai tukar antara dolar Amerika dan

rupiah Indonesia adalah 8.000 rupiah per dolar, maka Anda bisa menukar 1

dolar untuk 8.000 rupiah di pasar uang. Orang Indonesia yang ingin memiliki

dolar akan membayar 8.000 rupiah untuk setiap dolar yang dibelinya.

b. Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di

antara dua negara. Nilai Tukar riil menyatakan tingkat di mana kita bisa

memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari

negara lain. Nilai Tukar riil kadang-kadang disebut terms of trade. Nilai tukar

riil dihitung dengan :

30

Nilai tukar memegang peran penting dalam sistem perdagangan, karena

sekarang perdagangan yang dilakukan menggunakan mata uang sebagai alat

pertukaran. Apabila nilai tukar melemah maka harga produk ekspor akan lebih

murah, pada akhirnya jumlah ekspor akan meningkat, dan juga sebaliknya. Untuk

itulah nilai tukar yang stabil menjadi perhatian pemerintah.

2.3.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Menurut BPS (2007) tenaga kerja diartikan sebagai penduduk usia kerja,

yaitu penduduk yang berusia dari 15-64 tahun. Sebelum tahun 1997, definisi

tenaga kerja adalah mereka yang berusia 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja

dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja

adalah penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara

tidak bekerja, dan pengangguran. Sedangkan penduduk usia kerja yang tidak

termasuk angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah

tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya (BPS, 2007).

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengindikasikan besarnya

penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah.

TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah

penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan

tenaga kerja (labor supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan

jasa dalam suatu perekonomian.

(2.1)

31

Tenaga kerja adalah salah satu dari faktor produksi yang penting, karena

produktivitas dari faktor produksi lain bergantung pada produktivitas tenaga kerja

dalam menghasilkan produksi. Selain itu, tenaga kerja adalah penggerak

pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan output adalah dengan

memperbanyak tenaga kerja. Akan tetapi peningkatan jumlah tenaga kerja harus

diimbangi dengan peningkatan jumlah modal dan teknologi sehingga

pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat. Salah satu indikator tenaga kerja

yang mencerminkan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi

adalah menggunakan data TPAK.

2.3.5. Krisis Ekonomi

Krisis global yang terjadi pada September 2008, sedikit banyak membawa

pengaruh terhadap perekonomian dunia. Efek krisis yang sangat kuat dialami oleh

perekonomian Amerika, Eropa, Australia dan beberapa mitra dari ketiga benua

tersebut. Dengan adanya krisis, nilai tukar bisa melemah dan daya beli bisa

berkurang. Dalam penggunaan variabel dummy krisis, pada periode triwilan

pertama tahun 2000 sampai dengan triwulan kedua tahun 2008, nilai dummy

adalah 0, sedangkan setelah triwulan kedua tahun 2008 bernilai 1.

2.4.Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan keterbukaan perdagangan yang tidak sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi Papua menjadi masalah yang harus dianalisis dengan

cermat. Apakah selama ini keterbukaan perdagangan yang dilakukan Papua

menguntungkan perekonomian Papua, ataukah malah merugikan. Untuk

32

menganalisis pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi

digunakan metode analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Hasil analisis

tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pemerintah Papua untuk

menentukan kebijakan keterbukaan perdagangan di masa yang akan datang.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Apakah ekspor bisa sebagai motor penggerak bagi

pertumbuhan ekonomi (export-led growth) ?

Keadaan Perekonomian,

ekspor dan impor

Analisis Deskriptif Analisis Regresi Linier Berganda

Rekomendasi strategi keterbukaan perdagangan di

masa yang akan datang

Pertumbuhan keterbukaan perdagangan Papua

tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonominya

Keterbukaan perdagangan dan

Pertumbuhan ekonomi Papua

Faktor-faktor pendukung

keterbukaan perdagangan :

- Ekspor riil

- Impor riil

- Nilai tukar riil

- Tingkat partisipasi angkatan

kerja

- Dummy krisis